• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keefektifan Penggunaan Media Anagram dalam Pembelajaran Kosa Kata Bahasa Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keefektifan Penggunaan Media Anagram dalam Pembelajaran Kosa Kata Bahasa Indonesia"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN MEDIA

ANAGRAM DALAM PEMBELAJARAN

KOSAKATABAHASAINDONES~

Ayu Putri Ardhani*

Abstrak

Penelitian ini berti!Juan untuk mengungkap: keifektifan penggunaan media anagram dalam pembelqjaran kosakata bahasa Indonesia terhadap prestasi belqjar kosakata bahasa Indonesia siswa kelas III SQ keifektifan penggunaan media anagram dalam pembelqjaran kosakata bagi siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa Indonesia dan berbahasa daerah1 dan pengaruh interaksi antara media pembelqjaran dengan kebiasaan berbahasa terhadap hasil belqjar kosakata bahasa Indonesia.

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan variabel terikat hasil belqjar kosakata bahasa Indonesia dan variabel bebasf!Ja adalah media anagram dan kebiasaan berbahasa. Desain eksperimen faktorial 2 x 2 dengan dua taraf kualifikasi variabel terikat yaitu pembelqjaran kosakata menggunakan media anagram dan tanpa menggunakan media anagram. Suijek penelitian sebmryak 123 siswa. Instrumen pengumpulan data terdiri: (1) angket kebiasaan berbahasa1 (2) tes penguasaan kosakata bahasa Indonesia. Data diana/isis dengan menggunakan ana/isis varian dua jalur pada taraf signifikansi 5 % (d = 0105).

1 Ayu Putri Ardhani: Alumni Pendidikan Dasar Program Pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta, 2010.

(2)

Hasil penelitian ini adalah: media anagram lebih ifektif digunakan dalam pembelqjaran kosakata bahasa Indonesia danpada pembelqjaran tanpa media anagram, hasil Anava menu'!Jukkan bahwa terdapat perbedaan yang signijikan antara keduat!Ja, (2) terdapat perbedaan prestasi belqjar kosakata antara siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa Indonesia yang diqjar menggunakan media anagram dengan yang diqjar tanpa menggunakan media anagram. Siswa yang terbiasa berbahasa Indonesia yang diqjar dengan media anagram lebih tinggi dari pada hasil be/ajar kosakata bahasa Indonesia siswa yang terbiasa berbahasa Indonesia yang diqjar tanpa menggunakan media ana-gram, terdapat perbedaan prestasi belqjar kosakata antara siswa kelas III SD yang

terbiasa berbahasa daerah yang diqjar menggunakan media anagram dengan yang diqjar tanpa menggunakan media anagram. Siswa yang terbiasa berbahasa daerah yang diqjar dengan media anagram lebih tinggi daripada hasil belqjar kosakata bahasa Indonesia siswa yang terbiasa berbahasa daerah yang diqjar tanpa menggunakan media anagram, tidak ada pengaruh interaksi antara media pembelqjaran dengan kebiasaan berbahasa terhadap hasil belqfar kosakata bahasa Indonesia.

Kata kunci: Media anagram, kosakata, pembelajaran bahasa Indonesia

A. Latar Belakang Masalah

Penguasaan sebuah bahasa oleh seorang anak dimulai dengan perolehan bahasa pertama yang sering kali disebut bahasa ibu.Di Indonesia, pada umumnya bahasa Indonesia adalah bahasa kedua yang secara politis juga berstatus sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi kenegaraan. Akan tetapi, di beberapa tempat seperti di kota-kota besar di Indonesia, bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pertama.

Bagi anak yang memakai bahasa pertamanya bahasa daerah, pengajaran bahasa kedua secara formal dimulai ketika anak memasuki pendidikan dasar. Ketika anak yang bahasa pertamanya bahasa daerah sudah mulai mempelajari bahasa Indonesia, mereka akan merasa kesulitan karena sudah terbiasa dengan pola-pola bahasa pertamanya. Berbeda halnya dengan anak yang memakai bahasa pertamanya bahasa Indonesia, mereka akan lebih mudah untuk mempelajari bahasa Indonesia karena mereka sudah terbiasa menggunakan bahasa tersebut.

Kesulitan yang dialami dalam mempelajari bahasa tentunya di-pengaruhi oleh penguasaan kosakata. Dalam bahasa, kosakata memegang

(3)

peranan yang penting, baik sebagai penyalur gagasan secara tertulis maupun lisan. Seseorang yang memiliki kosakata yang terbatas akan terbatas pula kemampuannya dalam berkomunikasi mengungkapkan buah pikiran or-ang lain.

Pembelajaran kosakata merupakan salah satu bidang pembelajaran bahasa Indonesia. Oleh karena itu, dalam pengajaran kosakata, guru dituntut dapat memilih media yang tepat. Media yang dirasa tepat untuk pengajaran kosakata adalah media permainan. Media permainan yang akan digunakan guru harus disesuaikan dengan tingkat kelas siswa.

Fakta di lapangan, ditemukan bahwa guru sampai saat ini masih enggan menggunakan media pembelajaran (http:/ /www.bpkpenabur.or.id/files/ Hal.? 6-84%20 Pendayagunan %20Media%20 Pembelaj aran.pdf), diambil tanggal20 Januari 2010). Selain itu, berdasarkan pengamatan dari sejumlah mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Lampung dan Universitas Negeri Jakarta ke beberapa SD ditemukan bahwa guru belum memanfaatkan me-dia pembelajaran di sekolah. Walaupun pendidik mengaku mengetahui konsep belajar yang menuntut penggunaan berbagai sumber belajar, proses pembelajaran masih berpusat pada peserta didik. (http:/ /purwanto.web.id/ ?p=89, diambil tanggal 5 Mei 2010).

Dari penjelasan tentang rendahnya penguasaan kosakata anak serta pemanfaatan media pembelajaran yang belum optimal, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai keefektifan media anagram dalam pembelajaran kosakata bahasa Indonesia. Di samping itu, peneliti juga ingin mengetahui keefektifan media anagram dalam pembelajaran kosakata bagi siswa yang terbiasa bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Selain itu, media anagram dipilih karena merupakan media yang murah. Keistimewaannya adalah adanya unsur kegembiraan yang merupakan faktor penting untuk menimbulkan motivasi belajar siswa.

B. ldentifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan masalah-masalah berikut.

1. Kemampuan siswa dalam berbahasa Indonesia termasuk kosakata siswa SD masih rendah.

2. Anak-anak yang terbiasa berbahasa daerah mengalami kesulitan dalam mempelajari bahasa Indonesia.

(4)

3. Banyak media yang dapat digunakan guru untuk mengatasi kesulitan belajar, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal.

4. Para guru kurang mengetahui keefektifan penggunaan media permain-an kata, salah satunya yaitu media permain-anagram, sehingga guru kurpermain-ang memanfatkan media tersebut dalam pembelajaran kosakata.

5. Siswa sering mengalami kejenuhan dalam proses belajar mengajar, untukitu dibutuhkan variasi media pendidikan yang dapat meningkat-kan motivasi dan minat siswa dalam belajar.

C. Pembatasan Masalah

Dari berbagai masalah yang telah teridentifikasi, maka perlu dibatasi agar penelitian ini lebih fokus dan mendalam. Penelitian ini dibatasi pada keefektifan pengajaran kosakata bahasa Indonesia dengan menggunakan media anagram bagi siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa daerah dan bahasa Indonesia.

D. Rumusan Masalah

1. Apakah prestasi belajar kosakata siswa yang terbiasa berbahasa Indo-nesia yang diajar menggunakan media anagram lebih baik dibanding-kan yang diajar tanpa menggunadibanding-kan media anagram?

2. Apakah prestasi belajar kosakata siswa yang terbiasa berbahasa daerah yang diajar menggunakan media anagram lebih baik dibandingkan yang diajar tanpa menggunakan media anagram?

3. Apakah prestasi bela jar kosakata pada siswa yang terbiasa berbahasa daerah dan siswa yang terbiasa berbahasa Indonesia yang diajar menggunakan media anagram lebih baik daripada yang diajar tanpa menggunakan media anagram?

4. Apakah media anagram lebih efektif digunakan dalam pembelajaran kosakata bahasa Indonesia bagi siswa yang terbiasa berbahasa Indone-sia daripada siswa yang terbiasa berbahasa daerah?

5. Apakah ada kecenderungan interaksi antara media pembelajaran dengan kebiasaan berbahasa terhadap hasil belajar kosakata bahasa Indonesia? E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian eksperimen ini sebagai berikut.

(5)

1. Untuk mengetahui keefektifan penggunaan media anagram dalam pengajaran kosakata bagi siswa kelas III (D) yang terbiasa berbahasa Indonesia.

2. Untuk mengetahui keefektifan penggunaan media anagram dalam pengajaran kosakata bagi siswa kelas III yang terbiasa berbahasa daerah.

3. Untuk mengetahui apakah prestasi belajar kosakata pada siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa daerah dan berbahasa Indonesia yang diajar menggunakan media anagram lebih baik daripada yang diajar tanpa menggunakan media anagram

4. Untuk mengetahui apakah media anagram lebih efektif digunakan dalam pembelajaran kosakata bahasa Indonesia bagi siswa kelas III SD

yang terbiasa berbahasa Indonesia daripada siswa yang terbiasa berbahasa daerah?

5. Untuk mengetahui apakah terdapat kecenderungan interaksi antara media pembelajaran dengan kebiasaan berbahasa terhadap hasil belajar kosakata bahasa Indonesia.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pe-ngembangan teori tentang media pendidikan.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat dimanfatkan oleh para guru SD, khusus-nya guru bahasa Indonesia tentang penggunaan media pengajaran, yakni media anagram sebagai alat bantu pembelajaran kosakata bahasa Indonesia.

G. Landasan Teori 1. Media Anagram

Anagram berasal dari bahasa Yunani yaitu ana yang berarti kembali; ke belakang dan grama yang berarti huruf. Jadi, anagram adalah kegiatan mengubah susunan huruf pada suatu kata untuk membentuk kata lain. Anagram merupakan salah satu media berupa permainan kata yang dapat dipakai dalam pengajaran kosakata (Tarigan, 1989:256). Menurut Grolier Encyclopedia (1995: 356), A word or phrase formed by rearranging the letter

(6)

of

another word or phrase is an anagram. Dari pengertian tersebut anagram diartikan sebagai menyusun kembali huruf-huruf dari suatu kata menjadi kata atau kelompok kata yang lain. Menurut Nurhadi (1995:331) anagram adalah pembelajaran kosakata yang dilakukan dengan cara pembelajar diminta untuk mengubah urutan huruf-huruf suatu kata sehingga mem-bentuk kata yang lain.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ana-gram adalah suatu bentuk media permainan kata dalam pembelajaran kosa-kata. Pada saat melakukan pemainan, siswa diminta untuk mengubah susunan atau urutan huruf-huruf suatu kata sehingga membentuk kata atau kelompok kata yang lain.

Anagram sebagai media permainan mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Menurut Tarigan (1989: 256) kelebihan anagram yaitu anagram dapat dipakai oleh para guru untuk membangkitkan minat para siswa terhadap kata-kata dan memberi siswa kesempatan untuk memusatkan perhatian pada pemanipulasian huruf-huruf untuk membentuk kata-kata. Soeparno (1988: 64) juga berpendapat tentang kelebihan permainan bahasa seperti anagram, diantaranya:

1) dapat dipakai untuk meningkatkan kadar CBSA dalam proses belajar mengajar. Aktivitas yang dilakukan oleh para siswa dalam permainan bahasa ini bukan saja aktivitas fisik, tetapi juga aktivitas mental, 2) dapat dipakai untuk membangkitkan kembali gairah belajar siswa yang sudah mulai lesu, 3) sifat kompetitif yang ada dalam permainan dapat mendorong siswa berlomba-lomba maju, 4) selain untuk menimbulkan kegembiraan dan melatih keterampilan tertentu, permainan bahasa juga dapat memupuk rasa solidaritas (terutama untuk permainan beregu), 5) materi yang dikomunikasikan lewat permainan bahasa biasanya mengesankan sehingga sukar dilupakan Sejalan dengan pendapat tersebut, Arif Sadiman, dkk (2009: 78-80) juga mengemukakan kelebihan media permainan seperti anagram yaitu merupakan sesuatu yang menghibur. Permainan memungkinkan partisipasi aktif siswa untuk belajar dan dapat memberikan umpan balik langsung. Per-mainan memungkinkan penerapan konsep-konsep dalam situasi sebenarnya di masyarakat. Selain bersifat linier, permainan (anagram) dapat dengan mudah diperluas dan diperbanyak. Atmosfer yang santai atau rileks yang tercipta melalui permainan membawa siswa lebih cepat dan lebih baik dalam

(7)

mengingat sesuatu (Wierus dalam Uberman, 1998:2).

Selanjutnya, Soeparno (1988:64) mengemukakan beberapa kekurangan media permainan seperti anagram, antara lain:

1) jumlah siswa yang terlalu besar akan menimbulkan kesulitan untuk melibatkan seluruh siswa dalam permainan, 2) tidak semua materi pelajaran dapat dikomunikasikan melalui media permainan, 3) permainan bahasa biasanya menimbulkan suara gaduh. Hal tersebut jelas akan mengganggu kelas yang berdekatan, 4) banyak yang memperlakukan permainan bahasa sebagai kegiatan untuk mengisi waktu kosong saja, 5) permainan bahasa banyak mengandung unsur spekulasi, siswa yang menang dalam permainan belum tentu dapat dijadikan ukuran bahwa siswa tersebut lebih pandai dari pada siswa yang lain.

Terlepas dari kekurangan-kekurangan tersebut, media anagram merupakan media yang murah. Keistimewaannya adalah adanya unsur kegembiraan yang merupakan faktor penting untuk menimbulkan motivasi belajar siswa. Dengan menggunakan media anagram, anak tidak hanya beroleh kebahagiaan tetapi juga pengalaman belajar dan tantangan yang ada dalam permainan tersebut anak belajar suatu keterampilan t~rtentu. Selain itu, anak akan lebih termotivasi untuk meningkatkan semangat belajar mereka.

Untuk mengatasi kekurangan di atas, kreativitas guru sangat diperlukan. Misalnya kekurangan butir (1), jika jumlah murid terlalu banyak, maka siswa yang ada dalam kelas terse but hendaknya dibagi dalam kelompok-kelompok.

Untuk membentuk anagram tidaklah mudah. Satu jenis kata dapat berubah menjadi jenis kata yang lain. Suatu kata benda dapat berubah menjadi kata kerja atau dapat juga tetap menjadi kata benda yang lain, suatu kata keterangan dapat berubah menjadi kata sifat, dan lain sebagainya. Pengajar dapat menentukan satu kata, kemudian dengan huruf yang sama pembelajar harus mengubahnya menjadi kata lain.

Contoh: 1 raga 2. murah 3. masuk 4. kamu 5. hari agar harum, rumah kusam, sukma

---•IJo

muka, kaum

raih

(8)

Kemudian bentukan kata seperti di atas dapat diterapkan dalam frasa atau kalimat.

Manfaat media permainan anagram ini adalah untuk memupuk atau menambah perbendaharaan kosakata. Selain membutuhkan kejelian, dalam permainan ini juga membutuhkan penguasaan kosakata yang luas. Tidak semua kata dalam bahasa Indonesia dapat diubah susunannya menjadi kata yang lain. Permainan ini akan lebih menarik apabila dilakukan secara kompetitif bersama-sama di kelas. Siswa akan berlomba-lomba menemukan jawabannya. Sambil bersantai mereka dapat menambah kosakatanya. Dalam permainan anagram ini, kamus juga dapat digunakan sebagai alat bantu untuk melihat apakah kata-kata yang telah ditemukan ada di dalam kamus.

Dengan menggunakan media anagram dalam pengajaran kosakata, siswa tidak hanya mendapatkan kebahagiaan tetapi juga beroleh pengalaman belajar. Baik disadari atau tidak bahwa suatu keterampilan juga melatih keterampilan-keterampilan tertentu (Soeparno, 1988:61). Apabila seseorang sedang bermain, ia akan merasa senang dan berusaha mengatasi tantangan yang dihadapi tanpa merasakan waktu yang telah dilalui. Tantangan itu kadang berupa suatu masalah yang harus dipecahkan atau kadang-kadang berupa suatu kompetisi. Dengan jalan mengatasi tantangan itulah, kita belajar suatu keterampilan tertentu.

2. Pembelajaran Kosakata

a. Pengertian Kosakata

Istilah kosakata dalam bahasa Indonesia sejajar dengan istilah perbendaharaan kata atau leksikon. Membicarakan kosakata berarti membicarakan suatu bidang bahasa yang disebut dengan leksikologi atau ilmu kosakata. Leksikologi atau ilmu kosakata adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata.

Kosakata adalah kumpulan kata; khasanah kata; leksikon (Harimurti Kridalaksana, 2008:137). Harimurti Kridalaksana (2008:142) menekankan kosakata sebagai komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa. Kosakata juga merupakan kekayaan kata yang dimiliki oleh seseorang atau suatu bahasa. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Richards (2002: 255), vocabulary is a core

component of language proficiency and provides much of the basis for how well

(9)

bahasa dan merupakan dasar bagaimana peserta didik dapat berbicara , menyimak, membaca, dan menulis dengan baik. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kosakata merupakan sejumlah kata yang terdapat dalam suatu bahasa yang dimiliki oleh seseorang dan digunakan dalam kegiatan berbahasanya.

Kosakata dapat didefinisikan menurut jenisnya. Definisi kosakata menurut jenisnya terse but mengacu pada kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang. Definisi kosakata menurut jenisnya (Shepherd, 1987 :3-4) dapat dilihat berdasarkan kosakata reseptif dan kosakata produkti£ Kosakata reseptif merupakan kata-kata yang diketahui oleh seseorang pada saat ia mendengar dan membaca. Kosakata produktif merupakan kata-kata yang digunakan seseorang ketika ia mengungkapkan gagasannya kepada orang lain melalui berbicara atau menulis. Definisi ini menggambarkan bahwa kosakata yang diketahui atau diperoleh oleh seseorang dapat berasal dari basil mendengar, membaca, berbicara, dan menulis. Dalam penggunaannya, kuantitas kosakata reseptif dan kosakata produktif yang dimiliki seseorang dapat mempengaruhi kualitas berbahasanya.

Definisi kosakata menurut jenisnya dibagi ke dalam dua unsur. Pertama, kosakata produktif, yaitu kosakata yang diperoleh seseorang pada saat dia melakukan kegiatan komunikasi baik secara lisan maupun secara tulis. Kedua, kosakata reseptif, yaitu kosakata yang diperoleh seseorang pada saat dia melakukan kegiatan mendengar atau membaca.

b. Pembelajaran Kosakata

Hergenhahn (1997: 6-7) mendeskripsikan belajar sebagai perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil dari proses pembelajaran. Menurut Hilgrad dan Bower (1981: 1), belajar (to learn) memiliki ani:

(1) to gain knowledge, comprehension, or mastery of trough experi-ence or study; (2) to fix in the mind or memory; memorize; (3) to ac-quire through experience; (4) to become in forme of to find out. Menurut definisi tersebut, belajar memiliki pengerti.in memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan. Hilgard dan Bower (19 81: 11) berpendapat bahwa pem belaj aran adalah suatu proses di mana suatu perilaku muncul atau berubah karena respons terhadap situasi.

(10)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, pembelajaran dapat diartikan sebagai proses belajar mengajar dan keterkaitan antara keduanya serta faktor-faktor yang terkait di dalamnya. Dengan · demikian, pembelajaran kosakata adalah suatu proses atau kegiatan membelajarkan kata-kata untuk menambah perbendaharaan kata seseorang.

Pembelajaran kosakata merupakan bagian dari pembelajaran bahasa. Salah satu alasan mengapa guru mempelajari kosakata adalah untuk memfasilitasi siswa dalam meningkatkan pemahaman terhadap bacaan (Pikulsi

& Templeton, 2004:5). Oleh karena itu, pembelajaran kosakata merupakan

suatu yang sangat penting. Pembelajaran kosakata dalam hal ini menyangkut mengajar dan belajar kosakata.

Dalam menentukan kosakata yang harus diajarkan Pikulski dan Templeton (2004: 5) menyarankan agar guru mempertimbangkan beberapa level kosakata. Pertama, kata-kata Level!, yaitu kata-kata yang sangat sering digunakan sehari-hari. Kedua, kata-kata pada level II, yaitu kata-kata yang hanya mungkin diajarkan melalui membaca atau pembelajaran. Ketiga, kata-kata Level III, yaitu kata-kata yang berkaitan dengan bidang studi atau profesi tertentu. Keempat, kata-kata level IV, yaitu kata-kata yang hanya dipahami oleh orang-orang tertentu dan jarang digunakan, bahkan di dalam lingkungan pendidikan sekalipun.

Dari sebuah perspektif pembelajaran kosakata, prosedur dapat digunakan untuk meyakinkan berbagai aspek yang terlibat dalam pembelajaran kosakata. Nation (200 1:107-1 08) menyebutkan tiga prosedur mengajar kosakata, yaitu recycled word, the second-hand doze, dan the

vo-cabulary interview. Dalam recycled word, prosedur mengajar kosakata bergerak

dari receptive use ke productive use yang berfokus pada belajar yang disengaja. Dalam the second-hand cfoze, prosedur mengajar kosakata meliputi tiga langkah yaitu siswa membaca teks yang mengandung kosakata sasaran, siswa dengan sengaja belajar kosakata, dan siswa diberikan doze passages yang merupakan ringkasan dari apa yang sesungguhnya mereka baca. Dalam the

vocabulary interview, siswa diberi kesempatan untuk melakukan tanya jawab

kepada guru atau kepada siswa lain tentang kosakata tertentu. Salah satu tujuan prosedur ini adalah untuk membuat siswa memperhatikan aspek-aspek mengetahui suatu kata.

Prosedur pertama tersebut menghendaki bahwa dalam pembelajaran kosakata harus dimulai dari penggunaan kosakata reseptif ke penggunaan kosakata produktif dengan memfokuskan pada pembelajaran yang cermat.

(11)

Prosedur kedua menghendaki peserta didik memahami kosakata melalui latihan-latihan yang diberikan. Sedangkan prosedur ketiga menghendaki peserta didik mampu memahami aspek kata dan mempelajari kata-kata baru.

Selain diperlukan adanya prosedur dalam mengajarkan kosakata, guru ~ juga harus memahami berbagai teknik pengembangan kata. Edgar Dale dkk (dalam Tarigan, 1989:23) menyatakan bahwa pengembangan kata dapat dikategorikan menjadi 13 bagian, yaitu:

(1) ujian sebagai pengajaran, (2) petunjukkonteks, (3) sinonim, antonim, homonim, (4) asal-usul kata, (5) prefiks, (6) sufiks, (7) akar kata, (8) ucapan dan ejaan, (9) semantik, (1 0) majas, (11) sastra dan pengembangan kosakata, (12) penggunaan kanms, (13) permainan kata. Redman (200 1: 4) menyajikan lima teknik untuk menjelaskan beberapa kosakata baru. Pertama, menggunakan definisi singkat. Pada teknik ini guru langsung memberikan definisi kata dan frase atau kalimat. Kedua, menggunakan penjelasan singkat. Pada teknik ini guru menggunakan kata dalam kalimat lengkap. Ketiga, menggunakan sinonim atau lawan kata. Agar siswa lebih memahami kosakata yang diajarkan, pada teknik ini guru memberikan persamaan atau lawan kata dari kosakata yang diajarkan. Keempat, menggunakan suatu situasi. Pada teknik ini guru memberi contoh penggunaan kata-kata sesuai konteks. Kelima, menggunakan gambar atau diagram. Pada teknik ini, untuk menjelaskan kata benda dan kata kerja, guru dapat menggunakan gambar atau diagram agar kosakata yang diajarkan menjadi lebih nyata bagi siswa.

Nation (2002:11-12) mengidentifikasi sepuluh teknik pembelajaran kosakata, yaitu dengan: (1) memperoleh penjelasan tentang makna kata dan penggunaan kata tersebut; (2) mempelajari kata melalui kartu kata; (3) menyimak terjemahan kata dengan cepat; (4) menebak makna kata berdasar-kan konteks pada saat membaca; (5) melakuberdasar-kan kolokasi menjodohberdasar-kan; ( 6) mencari makna kata dalam kamus; (7) mencari kata sejenis, misalnya kata benda, kata sifat, kata kerja, dan kata keterangan; (8) menanyakan kepada seseorang tentang makna kata-kata sulit yang ditemukan dalam bacaan; (9) mengungkapkan kata-kata yang telah diketahui, dan (10) menulis kata-kata sulit setelah menyimak ceria dari pendidik.

Dari sejumlah teknik yang telah dikemukakan di atas, ada beberapa teknik yang di anggap efektif dalam pembelajaran kosakata, teknik-teknik tersebut antara lain mempelajari kata melalui kartu kata, mencari kata sejenis,

(12)

-misalnya kata benda, kata sifat, kata kerja, dan kata keterangan, permainan kata, dan mengilustrasikan kata ke dalam kalimat.

Banyak teknik dalam pembelajaran kosakata, semuanya didesain untuk tujuan bermacam-macam, tetapi pada prinsipnya adalah untuk meningkat-kan kemampuan seseorang dalam penguasaan kata. Tiap teknik memiliki kekurangan dan kelebihan. Guru sebagai pengajar harus dapat memilih dan mengkreasikan teknik yang digunakan dalam pembelajaran kosakata agar hasil yang maksimal dapat dicapai.

Selain itu, seorang guru bahasa haruslah berusaha memperkaya kosakata anak didiknya. Bila seorang guru bahasa mengatur serta melengkapi suatu program pengembangan kosakata dengan sistematis maka pada prinsipnya dia telah mengubah kehidupan para siswa. Pertumbuhan kosakata dapat menuntun serta membimbing para siswa ke arah pengalaman-pengalaman yang lebih luas yang kemudian menurunkan pengalaman-pengalaman baru yang lebih banyak.

H. Kerangka Pikir

Sebagai media pembelajaran, anagram tentu saja dapat menjadi salah satu media yang efektif serta praktis untuk menggugah perasaan, minat dan pola pikir yang kritis dari siswa di dalam mempelajari kosakata bahasa Indo-nesia. Pembelajaran kosakata menggunakan media anagram sangat tepat dibandingkan dengan pembelajaran tanpa menggunakan media anagram untuk diterapkan pada kelompok siswa yang biasa berbahasa Indonesia. Hal tersebut terjadi karena siswa yang terbiasa menggunakan bahasa Indonesia dalam pembelajaran kosakata menggunakan media anagram banyak menemukan kosakata baru dari bermain anagram. Pembelajaran mengguna-kan media anagram ini memberimengguna-kan kesempatan kepada siswa yang terbiasa berbahasa Indonesia untuk memusatkan perhatian pada pemanipulasian huruf-huruf untuk membentuk kata-kata baru sehingga dapat

meningkat-kan

penguasaan kosakata siswa.

Selain itu, pembelajaran kosakata menggunakan media anagram sangat tepat dibandingkan dengan pembelajaran tanpa menggunakan media ana-gram untuk diterapkan pada kelompok siswa yang biasa berbahasa daerah. Hal tersebut terjadi karena penggunaan anagram dilakukan dengan cara bermain sambil belajar, sehingga sangat membantu siswa untuk mudah menerima pesan materi pelajaran kosakata yang diberikan. Siswa yang

(13)

kesehariannya menggunakan bahasa daerah dan terbiasa menggunakan pola bahasa pertamanya, dapat lebih mudah menguasai dan memperkaya perbendaharaan kosakatanya dengan bermain sambil belajar menggunakan media anagram.

Berdasarkan hal di atas maka pembelajaran kosakata menggunakan media anagram sangat tepat untuk diterapkan baik pada kelompok siswa yang berbahasa Indonesia maupun yang berbahasa daerah dibandingkan dengan pembelajaran tanpa menggunakan media anagram. Prestasi belajar kosakata siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa daerah dan berbahasa Indonesia yang diajar menggunakan media anagram lebih tinggi daripada yang diajar tanpa menggunakan media anagram. Hal tersebut terjadi karena kesesuaian media anagram yang digunakan dalam pembelajaran kosakata sehingga mendukung penguasaan kosakata siswa. Dengan demikian, prestasi siswa khususnya mengenai penguasaan kosakata menjadi lebih baik dan siswa lebih termotivasi untuk meningkatkan semangat belajar mereka.

Penguasaan kosakata siswa yang terbiasa berbahasa Indonesia yang diajar dengan media anagram lebih tinggi dibandingkan penguasaan kosakata bahasa Indonesia pada siswa yang biasa berbahasa daerah. Hal tersebut terjadi karena dalam pembelajaran kosakata menggunakan media anagram, siswa yang terbiasa berbahasa Indonesia sudah terbiasa derigan pola bahasa per-tamanya bahasa Indonesia sehingga dapat menguasai lebih banyak kosakata bahasa Indonesia dibandingkan siswa yang terbiasa berbahasa daerah. me-dia anagram mendukung penguasaan kosakata. Melihat hal tersebut, maka wajar jika siswa yang terbiasa berbahasa Indonesia yang diajar menggunakan media anagram memiliki penguasaan kosakata lebih tinggi daripada siswa yang terbiasa berbahasa daerah yang juga diajar menggunakan media anagram.

Selain hal tersebut, peneliti juga ingin mengetahui interaksi antara media anagram dengan kebiasaan berbahasa. Apabila prestasi belajar kosakata bahasa Indonesia tergantung pada media anagram dan kebiasaan berbahasa karena kebiasaan berbahasa tergantung pada media anagram, maka antara media anagram dan kebiasaan berbahasa terdapat interaksi. Berbeda halnya jika prestasi belajar kosakata bahasa Indonesia tidak tergantung pada media anagram dan kebiasaan berbahasa karena kebiasaan berbahasa tidak tergantung pada media anagram, maka antara media anagram dan kebiasaan berbahasa tidak terdapat interaksi. Hal tersebut berarti media angram dapat dikatakan efektif digunakan baik pada siswa yang terbiasa berbahasa Indo-nesia maupun siswa yang terbiasa berbahasa daerah.

(14)

I. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori, kajian hasil-hasil penelitian yang relevan, dan kerangka pikir di atas, peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut. 1. Prestasi belajar kosakata siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa

In-donesia yang diajar menggunakan media anagram lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar tanpa menggunakan media anagram.

2. Prestasi belajar kosakata siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa daerah yang diajar menggunakan media anagram lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar tanpa menggunakan media anagram.

3. Prestasi belajar kosakata siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa daerah dan berbahasa Indonesia yang diajar menggunakan media ana-gram lebih tinggi daripada yang diajar tanpa menggunakan media anagram.

4. Prestasi belajar kosakata bahasa Indonesia yang diajar menggunakan media anagram pada siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa Indo-nesia lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang terbiasa berbahasa daerah.

5. Ada kecenderungan interaksi antara media pembelajaran dengan kebiasaan berbahasa terhadap hasil belajar kosakata bahasa Indonesia.

J.

Jenis dan Desain Penelitian l. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksperimen. Namun, karena dalam penelitian ini subjek tidak ditentukan secara acak, maka metode eksperimen yang digunakan merupakan eksperimen semu atau quasi experimental design (Ibnu Hadjar, 1996: 334). Kuasi eksperimen (quasi-experimental research) merupakan sebuah eksperimen semu dalam sebuah penelitian karena melibatkan penggunaan kelompok subjek utuh dalam eksperimen yang secara alami sudah terbentuk dalam kelas daripada menemukan subjek secara random untuk perlakuan eksperimen (Wiersma, 1995: 139).

(15)

2. Desain Penelitian

Penelitian eksperimen ini menggunakan Factorial Design atau rancangan faktorial 2 x 2, yaitu desain penelitian yang memperhatikan kemungkinan adanya variabel moderator yang mempengaruhi perlakuan (variabel bebas) terhadap hasil (variabel terikat). Desain faktorial tersebut digambarkan sebagai berikut.

Tabell

Rancangan Analisis Faktorial 2 x 2

Siswa terbiasa berbahasa Indonesia (B)

Siswa yang terbiasa berbahasa daerah (B)

Keterangan:

A1 : Pengajaran kosakata menggunakan media anagram

A2 : Pengajaran kosakata tanpa menggunakan media anagram

B1 Siswa yang terbiasa berbahasa Indonesia B2 : Siswa yang terbiasa berbahasa daerah

Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah; (a) melakukan prasurvei, (b) pembuatan instrumen, validasi instrumen dan uji coba instrumen, (c) melakukan survei penelitian, (d) mengadakan koordinasi dengan guru, (e) mdakukan pretes, (f) pemberian perlakuan eksperimental pada kelompok eksperimen dengan menerapkan media anagram dalam pengajaran kosakata bahasa Indonesia,

(g)

memberikan postes pada masing-masing kelompok penelitian, dan (h) analisis data.

K Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di empat SD yaitu SD Tarakanita Bumijo, SD Budya Wacana, SO Negeri 2 Taji, dan SD Negeri 1 Keputran.

(16)

Keempat SD tersebut dikelompokkan menjadi dua. Kelompok pertama merupakan kelompok siswa yang terbiasa berbahasa Indonesia yaitu siswa SD Tarakanita Bumijo dan siswa SD Budya Wacana Yogyakarta, sedangkan kelompok siswa yang kedua merupakan kelompok siswa yang terbiasa berbahasa daerah yaitu siswa SD N 1 Keputran dan siswa SD N 2 Taji. 2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari sampai dengan April 2010. Treatment atau pemberian perlakuan pada masing-masing kelompok dilakukan oleh guru yang sudah direkrut dengan mengikuti jadwal pelajaran di masing-masing kelas yang bersangkutan. Setiap treatment dilaksanakan, peneliti selalu hadir di kelas untuk memastikan bahwa program dijalankan oleh guru. Treatment berupa media yang dipakai guru dalam pembelajaran menyesuaikan dengan silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang telah peneliti buat. Jadwal pelaksanaan

treatment pada masing-masing kelompok adalah sebagai berikut.

L. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas III SD Tarakanita Bumijo (1 kelas), SD Budya Wacana (1 kelas), SD N 2 Taji (1 kelas),dan SD N 1

Keputran (1 kelas) yang berjumlah 123 siswa.

M. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini ada tiga variabel yang terdiri dari variabel terikat, dan variabel bebas. Variabel-variabel tersebut antara lain:

1. Variabel Dependen (terikat)

Variabel dependen atau variabel terikat dalam penelitian ini adalah: prestasi belajar kosakata bahasa Indonesia (Y).

2. Variabel Independen (bebas)

Sedangkan Variabel independen atau variabel bebas dalam penelitian ini adalah media pembelajaran (X1) yaitu pembelajaran kosakata bahasa

Indonesia media anagram (A1) dan pembelajaran kosakata bahasa

In-donesia tanpa menggunakan media anagram (A) dan kebiasaan berbahasa ~) yang terdiri dari siswa yang terbiasa berbahasa Indone-sia (B1) dan terbiasa berbahasa daerah (B

(17)

N. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data tentang kebiasaan berbahasa siswa dan prestasi belajar kosakata bahasa Indo-nesia siswa. Berdasarkan data yang dikumpulkan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah; mengadakan pretes pada masing-masing kelompok, memberikan treatment pada kelompok

eksperimen dengan menggunakan media anagram dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, dan yang terakhir memberikan postes pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Guna mengungkap prestasi belajar kosakata bahasa Indonesia siswa, instrumen yang digunakan adalah tes prestasi belajar kosakata bahasa Indonesia. Tes dilakukan untuk mengungkapkan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah pemberian perlakuan. Bentuk tes berupa tes objektif dengan 4 (empat) pilihan jawaban. Penyusunan tes ini mengacu pada teknik penyusunan tes objektif pilihan ganda. Penyusunan tes objektif pilihan ganda mencakup.

0. Validasitas dan Reliabilitas Instrumen

Instrurnen dalam penelitian ini meliputi instrumen pembelajaran dan instrumen pengumpul data. Guna memenuhi validitas tampilan digunakan teknik expert judgement dan guna memenuhi validitas logisnya dibuat

kisi-kisi tabel spesifikasi tes yang menggambarkan domain hasil belajar yang diukur.

Instrumen tes divalidasi dengan teknik expert judgement untuk

memenuhi validitas dari segi tampilannya. Para pakar yang dilibatkan dalam validasi instrumen dalam hal ini dari segi materi adalah Pro£ Dr. Haryadi, M.Pd., guru kelas III SD Tarakanita (Th. Evi Kusima Dewi) dan Guru kelas III SD 2 Taji (Ant. Sri Sugiarti). Guna mengestimasi reliabilitas instrumen, instrumen tes diujikan satu kali pada sekelompok siswa yang memiliki kualifikasi mendekati sama dengan subjek penelitian, kemudian besarnya koefisien reliabilitas instrumen ditentukan program iteman version 3.00.

(18)

P. Teknik Analisis Data

Data hasil tes dianalisis melalui tiga tahap, yaitu tahap deskripsi data, tahap uji persyaratan analisis, dan tahap pengujian hipotesis.Teknik analisis data yang digunakan untuk pengujian hipotesis adalah dengan teknik analisis varians (ANAYA) dua jalur.

Q.

Pengujian Hipotesis Penelitian

Penguji;an terhadap perbedaan pengaruh dari penggunaan media pembelajaran anagram dan tanpa media anagram yang berkategori A1 dan ~dan kebiasaan berbahasa Indonesia dan bahasa daerah B1 dan B2 terhadap penguasaan penguasaan kosakata bahasa Indonesia menggunakan tehnik Analisis Variansi dua jalur untuk desain faktorial 2 x 2.

Pengambilan keputusan dan penarikan kesimpulan terhadap uji hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi 5 %. Rangkuman hasil analisis tersebut disajikan dalam Tabel 2 berikut.

Tabel 2

Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua Jalur

Type III Sum Partial Eta

Source of Squares df Mean Square F Sig. Squared Corrected Model 1077.481 (a) 3 359.160 55.570 .000 .583 Intercept 60790.185 1 60790.185 9405.591 .000 .988 kebiasaan_berbahasa 28.015 1 28.015 4.335 .039 .035 Media 1017.653 1 1017.653 157.453 .000. .570 kebiasaan_berbahasa * media 20.252 1 20.252 3.133 .079 .026 Error 769.120 119 6.463 Total 62884.000 123 Correcred Total 1846.602 122

(19)

Tabel3

Rata-rata Hasil Belajar Kosakata Bahasa Indonesia

antara Siswa yang Terbiasa Berbahasa Indonesia dan Berbahasa Daerah

Kebiasaan Berbahasa Media Mean N

Media anagram (A) 26.00 32

T erbiasa berbahasa

Indonesia (B,) T anpa Media anagram (A,) 19.43 30

Total 22.82 62

Media anagram (A,) 24.23 30

T erbiasa berbahasa daerah

Tanpa Media anagram (A,) 19.29 31

(B,)

Total 21.72 61

Media anagram (A,) 25.15 62

Total Tanpa Media anagram (A,) 19.36 61

Total 22.28 123

Berdasarkan rangkuman hasil Analisis Variansi dua jalur dan rata-rata hasil belajar pada tiap kelompok penelitian pada Tabel 2 dan Tabel 3 di atas maka dapat dirumuskan hasil uji hipotesis sebagai berikut.

a. Uji Hipotesis Pertama

Hipotesis yang diuji dalam hipotesis pertama ini adalah sebagai berikut;

H0:

fJA

1B1

= f'Afl

1 (Rata-rata prestasi belajar kosakata siswa kelas III SD yang

terbiasa berbahasa Indonesia yang diajar menggunakan media anagram tidak lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar tanpa menggunakan media anagram) melawan H1 : JI-A

1B1 >JI-A:fi1 (Rata-rata prestasi belajar

kosakata siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa Indonesia yang diajar menggunakan media anagram lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar tanpa menggunakan media anagram). Kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan hipotesis adalah jika peluang kesalahan < 0.05 maka hipotesis nihil (HO) ditolak dan sebaliknya jika peluang kesalahan > 0.05 maka hipotesis nihil diterima.

Untuk menguji hipotesis ini, digunakan analisis variansi dua jalur. Dari hasil perhitungan didapat Fhitung sebesar 4,335 dengan peluang kesalahan

(20)

0,039. Bila nilai Fhitung dikonfirmasikan dengan Ftabel dengan taraf signifikansi 0,05 (5%) di mana dk nya 1 untuk pembilang dan 119 untuk penyebut, diperoleh angka 3,94 yang berarti lebih kecil dari nilai Fhitung dan peluang kesalahan lebih kecil dari taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu 0.05. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat diambil keputusan bahwa hipotesis nihil (H0) ditolak dan hipotesis yang menyatakan "Rata-rata prestasi

belajar kosakata siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa Indonesia yang diajar menggunakan media anagram lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar tanpa menggunakan media anagram." diterima.

Hal ini diperkuat dengan informasi pada Tabel 5 berikut. Tabel 5

Perbedaan Hasil Belajar Kosakata Bahasa Indonesia pada Siswa yang Diajar dengan Media Anagram dan Tanpa Media Anagram pada Kelompok Siswa yang Terbiasa Berbahasa Indonesia (A1B1) (~B

1

)

Data Penggunaan Media Tanpa Media Anagram Fhitllng F,.be~ Statistik Anagram (A1B) (A2Bl)

Rata-rata 26,00 19,43 Derajat Kebebasan I 4,335 3,94 (Db) -Derajat Kebebasan 119 (Db,)

Dengan melihat rata-rata untuk kelompok siswa yang diajar dengan media anagram yang terbiasa berbahasa Indonesia (A1B) yaitu sebesar 26,00 dan rata-rata untuk siswa yang diajar tanpa menggunakan media anagram yang terbiasa berbahasa Indonesia (A2B1) yaitu sebesar 19,43, berarti

rata-rata hasil belajar kosakata bahasa Indonesia antara siswa terbiasa berbahasa Indonesia yang diajar dengan media anagram lebih tinggi dari pada hasil belajar kosakata bahasa Indonesia siswa yang terbiasa berbahasa Indonesia yang diajar tanpa menggunakan media anagram.

b. Uji Hipotesis Kedua

Hipotesis yang diuji dalam hipotesis kedua ini adalah sebagai berikut;

H0."fiA1B1

=

fi.Afi

1 (Rata-rata prestasi belajar kosakata siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa daerah yang diajar menggunakan media anagram tidak lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar tanpa menggunakan

(21)

media anagram) melawan Ha :

JiA

1B2 > ;tAfi2 (Rata-rata prestasi belajar kosakata siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa daerah yang diajar menggunakan media anagram lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar tanpa menggunakan media anagram). Kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan hipotesis adalah jika peluang kesalahan < 0.05 maka hipotesis nihil (HO) ditolak dan sebaliknya jika peluang kesalahan >0.05 maka hipotesis nihil diterima.

Untuk menguji hipotesis ini, digunakan analisis variansi dua jalur. Dari hasil perhitungan didapat F hitung sebesar 4,335 dengan peluang kesalahan 0,039. Bila nilai F hitung dikonfirmasikan dengan F tabel dengan taraf signifikansi 0,05 (5%) di mana dk nya 1 umuk pembilang dan 119 untuk penyebut, diperoleh angka 3,94 yang berarti lebih kecil dari nilai Fhitung dan peluang kesalahan lebih kecil dari taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu 0.05. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat diambil keputusan bahwa hipotesis nihil (H0) ditolak dan hipotesis yang menyatakan "Rata-rata prestasi

belajar kosakata siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa daerah yang diajar menggunakan media anagram lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar tanpa menggunakan media anagram." diterima. Hal ini diperkuat dengan informasi pada Tabel berikut.

Tabel 6

Perbedaan Hasil Belajar Kosakata Bahasa Indonesia pada Siswa yang Diajar dengan Media Anagram dan Tanpa Media Anagram pada

Kelompok Siswa yang Terbiasa Berbahasa Daerah (A1B2) (~B

2

) Data Penggunaan Media TanpaMedia Fhirung Ftabd Statistik Anagram(A1Bz} Anagram(~BJ

Rata-rata 24,23 19,29 Derajat Kebebasan 1 4,335 3,94 (Db.) Derajat Kebebasan (Db,) 119

Dengan melihat rata-rata untuk kelompok siswa yang diajar dengan media anagram yang terbiasa berbahasa daerah (A1B) yaitu sebesar 24,233 dan rata-rata untuk siswa yang diajar tanpa menggunakan media anagram

(22)

yang terbiasa berbahasa daerah (A2B2) yaitu sebesar 19,29, berarti rata-rata

hasil belajar kosakata bahasa Indonesia an tara siswa terbiasa berbahasa daerah yang diajar dengan media anagram lebih tinggi dari pada hasil belajar kosakata bahasa Indonesia siswa yang terbiasa berbahasa daerah yang diajar tanpa menggunakan media anagram.

c. Uji Hipotesis Ketiga

Hipotesis yang diuji dalam hipotesis kedua ini adalah sebagai berikut;

Ho :p. A1B1 A1B2 = Afl1 Afl2 (Rata-rata prestasi belajar kosakata pada siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa daerah dan berbahasa Indonesia yang diajar menggunakan media anagram tidak lebih tinggi daripada yang diajar tanpa menggunakan media anagram) melawan H1 .. A

1B1 A1B2 > Afl1 A2B2

(Rata-rata prestasi belajar kosakata pada siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa daerah dan berbahasa Indonesia yang diajar menggunakan me-dia anagram lebih tinggi daripada yang me-diajar tanpa menggunakan meme-dia anagram). Kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan hipotesis adalah jika peluang kesalahan < 0.05 maka hipotesis nihil (HO) ditolak dan sebaliknya jika peluang kesalahan >0.05 maka hipotesis nihil diterima.

Untuk menguji hipotesis ini, digunakan analisis variansi dua jalur. Dari hasil perhitungan didapat Fhitung sebesar 4,335 dengan peluang kesalahan 0,039. Bila nilai Fhitung dikonfirmasikan dengan Ftabel dengan taraf signifikansi 0,05 (5%) di mana dk nya 1 untuk pembilang dan 119 untuk penyebut, diperoleh angka 3,94 yang berarti lebih kecil dari nilai Fhitung

dan peluang kesalahan lebih kecil dari taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu 0.05. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat diambil keputusan bahwa hipotesis nihil (H0) ditolak dan hipotesis yang menyatakan "Rata-rata prestasi

belajar kosakata pada siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa daerah dan berbahasa Indonesia yang diajar menggunakan media anagram lebih tinggi daripada yang diajar tanpa menggunakan media anagram." diterima. Hal ini diperkuat dengan informasi pada Tabel 7 berikut.

(23)

Tabel 7

Perbedaan Hasil Belajar Kosakata Bahasa Indonesia yang Diajar Menggunakan Media.Anagram dan

Tanpa Media Anagrampada Siswa yang Terbiasa Berbahasa Indonesia dan Berbahasa Daerah

Data Penggunaan Media T anpa Media Anagram

Fhitung Ftabol Statistik Anagram ("B 1 "B2) (AB A B2) Rata-rata 25.15 19,36 Derajat Kebebasan I 4,335 3,94 (Db) Derajat Kebebasan 119 (Db)

Dengan melihat rata-rata untuk kelompok siswa yang terbiasa ber-bahasa Indonesia dan terbiasa berber-bahasa daerah yang diajar dengan media anagram (A1B1 A1B) yaitu sebesar 25.15 dan rata-rata untuk siswa yang terbiasa berbahasa Indonesia dan berbahasa daerah yang diajar tanpa menggunakan media anagram (A2B1 ~B

2

) yaitu sebesar 19,36, berarti rata-rata hasil belajar kosakata bahasa Indonesia antara siswa terbiasa berbahasa Indonesia dan berbahasa daerah yang diajar dengan media anagram lebih tinggi dari pada hasil belajar kosakata bahasa Indonesia siswa yang terbiasa berbahasa Indonesia dan berbahasa daerah yang diajar tanpa menggunakan media anagram.

d. Uji Hipotesis Keempat

Hipotesis yang diuji dalam hipotesis kedua ini adalah sebagai berikut; H0:A1B1=A1B2 (Rata-rata prestasi belajar kosakata bahasa Indonesia meng-gunakan media anagram pada siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa Indonesia tidak lebih tinggi daripada siswa yang terbiasa berbahasa daerah) melawan H1:A 1B1 >A 1B2 (Rata-rata prestasi belajar kosakata bahasa Indone-sia menggunakan media anagram pada siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa Indonesia lebih tinggi daripada siswa yang terbiasa berbahasa daerah). Kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan hipotesis adalah jika peluang kesalahan < 0.05 maka hipotesis nihil (HO) ditolak dan sebaliknya jika peluang kesalahan >0.05 maka hipotesis nihil diterima.

(24)

Untuk menguji hipotesis ini, digunakan analisis variansi dua jalur. Dari hasil perhitungan didapat Fhitung sebesar 4,335 dengan peluang kesalahan 0,039. Bila nilai Fhitung dikonfirmasikan dengan Ftabel dengan taraf signifikansi 0,05 (5%) di mana dk nya 1 untuk pembilang dan 119 untuk penyebut, diperoleh angka 3,94 yang berarti lebih kecil dari nilai Fhitung

dan peluang kesalahan lebih kecil dari taraf signifikansi yang ditetapkan pitu 0.05. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat diambil keputus:1n bahwa hipotesis nihil (H0) ditolak dan hipotesis yang menyatakan "Rata-rata prestasi

belajar kosakata bahasa Indonesia menggunakan media anagram pada siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa Indonesia lebih tinggi daripada siswa yang terbiasa berbahasa daerah." diterima. Hal ini diperkuat dengan informasi pada Tabel 8 berikut.

Tabel8

Perbedaan Hasil Belajar Kosakata Bahasa Indonesia yang Diajar Menggunakan Media Anagram pada Siswa yang Terbiasa Berbahasa Indonesia dan Berbahasa Daerah

Data Berbahasa Indonesia Berbahasa daerah

Statistik dengan Media dengan Media Anagram Fhirung

Anagram (A,B2) (A, B) Rata-rata 26,00 24,23 Derajat Kebebasan 1 4,335 (Db) Derajat Kebebasan 119 (Db) F ubel 3,94

Dengan melihat rata-rata untuk kelompok siswa yang terbiasa ber-bahasa Indonesia yang diajar dengan media anagram (A1B) yaitu sebesar 26,00 dan rata-rata untuk siswa yang terbiasa berbahasa daerah yang diajar menggunakan media anagram (A1 B2) yaitu sebesar 24,23, berarti rata-rata

hasil belajar kosakata bahasa Indonesia pada siswa terbiasa berbahasa Indo-nesia yang diajar dengan media anagram lebih tinggi dari pada hasil belajar kosakata bahasa Indonesia siswa yang terbiasa berbahasa daerah yang diajar menggunakan media anagram.

(25)

e. Uji Hipotesis Kelima

Hipotesis yang diuji dalam hipotesis keempat ini adalah sebagai berikut:

HO: Interaksi f"AXB

=

0 (tidak ada pengaruh interaksi antara media pembelajaran dengan kebiasaan berbahasa terhadap hasil belajar kosakata bahasa Indonesia) melawan Ha: Interaksi

JIAXB

CCC 0 (ada pengaruh interaksi

antara media pembelajaran kosakata dengan kebiasaan berbahasa terhadap hasil belajar kosakata bahasa Indonesia). Kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan hipotesis adalah jika peluang kesalahan < 0.05 maka hipotesis nihil (H0) ditolak dan sebaliknya jika peluang kesalahan > 0.05

maka hipotesis nihil (H0) diterima.

Hasil uji hipotesis yang telah dilakukan mengindikasikan tidak adanya interaksi antara media pembelajaran dengan kebiasaan berbahasa terhadap hasil belajar kosakata bahasa Indonesia. Hasil perhitungan Analisis Variansi mengukuhkan indikasi tersebut, karena dari perhitungan ANAYA tampak nilai F hirung sebesar 3,133 dengan peluang kesalahan 0,079. Peluang kesalahan

lebih besar dari taraf signifikansi yang ditetapkan yaitu 0,05, maka dapat diambil keputusan bahwa hipotesis nihil (HJ diterima. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi antara media pembelajaran dengan kebiasaan berbahasa terhadap hasil belajar kosakata bahasa Indonesia.

R. Pembahasan

Hasil-hasil penelitian berdasarkan pengujian hipotesis tersebut antara lain: (1) rata-rata prestasi belajar kosakata siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa Indonesia yang diajar menggunakan media anagram lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar tanpa menggunakan media anagram, selanjutnya diketahui bahwa media anagram efektif digunakan dalam pembelajaran kosakata bagi siswa kelas III yang terbiasa berbahasa Indone-sia, (2) rata-rata prestasi belajar kosakata siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa daerah yang diajar menggunakan media anagram lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar tanpa menggunakan media anagram, selanjutnya diketahui bahwa media anagram efektif digunakan dalam pembelajaran kosakata bagi siswa kelas III yang terbiasa berbahasa Indone-sia, (3) rata-rata prestasi belajar kosakata pada siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa daerah dan berbahasa Indonesia yang diajar menggunakan me-dia anagram lebih tinggi daripada yang me-diajar tanpa menggunakan meme-dia,

(26)

(4) rata-rata prestasi belajar kosakata bahasa Indonesia menggunakan media anagram pada siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa Indonesia lebih tinggi daripada siswa yang terbiasa berbahasa daerah, (5) tidak ada interaksi antara media pembelajaran dengan kebiasaan berbahasa terhadap hasil belajar kosakata bahasa Indonesia ..

1. Prestasi belajar kosakata an tara siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa Indonesia yang diajar menggunakan media anagram dengan yang diajar tanpa menggunakan media anagram

Dari hasil analisis data, telah diperoleh bahwa hasil belajar kosakata bahasa Indonesia siswa yang biasa berbahasa Indonesia yang diajar dengan menggunakan media anagram lebih tinggi daripada siswa yang diajar tanpa menggunakan media anagram. Hasil tersebut dibuktikan dengan skor rata-rata siswa yang biasa berbahasa Indone-sia yang diajar menggunakan media anagram yaitu 26,00 lebih baik dari pada rata-rata skor siswa yang terbiasa berbahasa Indonesia yang diajar tanpa menggunakan media anagram yaitu 19,43, yang berarti bahwa rA1B1 > rA2B1 dengan beda rerata sebesar 7,43. Hal ini juga ditunjukkan oleh angka Fhitung sebesar 4,335 dengan peluang kesalahan 0,039 yang ternyata sangat signifikan.

Pembelajaran kosakata menggunakan media anagram sangat tepat dibandingkan dengan pembelajaran tanpa menggunakan me-dia anagram untuk diterapkan pada kelompok siswa yang biasa berbahasa Indonesia. Hal tersebut terjadi karena siswa yang terbiasa menggunakan bahasa Indonesia dalam pembelajaran kosakata menggunakan media anagram banyak menemukan kosakata baru dari bermain anagram. Pembelajaran menggunakan media anagram ini memberikan kesempatan kepada siswa yang terbiasa berbahasa Indo-nesia untuk memusatkan perhatian pada pemanipulasian huruf-huruf untuk membentuk kata-kata baru sehingga dapat meningkatkan penguasaan kosakata siswa. Selain itu, media permainan kosakata ini membangkitkan minat para siswa terhadap kata-kata dan memberi, memiliki unsur kegembiraan, dan merupakan faktor penting untuk menimbulkan motivasi belajar siswa.

Dikarenakan ada kesesuaian antara media anagram yang mendukung penguasaan kosakata siswa, maka wajar jika siswa yang diajar menggunakan media anagram memiliki penguasaan kosakata

(27)

lebih tinggi daripada siswa yang diajar tanpa menggunakan media anagram.

2. Prestasi belajar kosakata antara siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa daerah yang diajar menggunakan media anagram dengan yang diajar tanpa menggunakan media anagram

Dari hasil analisis data, telah diperoleh bahwa hasil belajar kosakata bahasa Indonesia siswa yang biasa berbahasa daerah yang diajar dengan menggunakan media anagram lebih baik dari pada siswa yang diajar tanpa menggunakan media anagram. Hasil tersebut dibuktikan dengan skor rata-rata siswa yang biasa berbahasa daerah yang diajar menggunakan media anagram yaitu 24,23 lebih tinggi dari pada rata-rata skor siswa yang terbiasa berbahasa daerah yang diajar tanpa menggunakan media anagram yaitu 19,29, yang berarti bahwa pAIBl > pA2Bl dengan beda rerata sebesar 5,06. Hal ini juga di-tunjukkan oleh angka Fhitung sebesar 4,335 dengan peluang kesalahan 0,039 yang ternyata sangat signifikan.

Pembelajaran kosakata menggunakan media anagram sangat tepat dibandingkan dengan pembelajaran tanpa menggunakan me-dia anagram untuk diterapkan pada kelompok siswa yang biasa berbahasa daerah. Hal tersebut terjadi karena siswa yang terbiasa menggunakan bahasa daerah dalam pembelajaran kosakata menggunakan media anagram banyak menemukan kosakata baru dari bermain anagram. Siswa yang kesehariannya menggunakan bahasa daerah dan terbiasa menggunakan pola bahasa pertamanya, dapat lebih mudah menguasai dan menambah kosakata bahasa Indonesianya dengan bermain sambil belajar menggunakan media anagram. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa kedua yaitu bahasa Indonesia oleh siswa yang biasa berbahasa daerah akan meningkat. Semakin tinggi kosakata yang ditemukan siswa maka semakin tinggi pula penguasaan kosakata bahasa Indonesianya.

3. Prestasi bela jar kosakata an tara siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa daerah dan berbahasa Indonesia yang diajar menggunakan media ana-gram dengan yang diajar tanpa media anaana-gram .

Dari hasil analisis data, telah diperoleh bahwa hasil belajar kosakata bahasa Indonesia siswa yang biasa berbahasa Indonesia dan berbahasa daerah yang diajar dengan menggunakan media anagram lebih tinggi daripada siswa yang diajar tanpa menggunakan media

(28)

anagram. Hasil tersebut dibuktikan dengan skor rata-rata siswa yang bias a berbahasa Indonesia dan berbahasa daerah yang diaj ar menggunakan media anagram yaitu sebesar 25.15 lebih tinggi daripada rata-rata skor siswa yang terbiasa berbahasa Indonesia dan berbahasa daerah yang diajar tanpa menggunakan media anagram yaitu 19,36, yang berarti bahwa ~

1

B

1

A

1

B

2

> ~B

1

A

2

B

2

dengan beda rerata sebesar 6,21. Hal ini juga ditunjukkan oleh angka Fhitung sebesar 4,335 dengan peluang kesalahan 0,039 yang ternyata sangat signifikan. Pembelajaran kosakata menggunakan media anagram sangat tepat dibandingkan dengan pembelajaran tanpa menggunakan me-dia anagram untuk diterapkan baik pada kelompok siswa yang berbahasa Indonesia maupun yang berbahasa daerah. Dikarenakan ada kesesuaian antara media anagram yang mendukung penguasaan kosakata siswa, maka wajar jika siswa yang diajar menggunakan media anagram memiliki penguasaan kosakata lebih tinggi daripada siswa yang diajar tanpa menggunakan media anagram

4. Prestasi belajar kosakata bahasa Indonesia menggunakan media ana-gram antara siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa Indonesia dengan siswa yang terbiasa berbahasa daerah

Dari hasil analisis data, telah diperoleh bahwa hasil belajar kosakata bahasa Indonesia menggunakan media anagram pada siswa yang biasa berbahasa Indonesia lebih tinggi daripada siswa yang terbiasa berbahasa daerah. Hasil tersebut dibuktikan dengan skor rata-rata siswa biasa berbahasa Indonesia yang diajar menggunakan media anagram yaitu sebesar 26,00 dan yang berbahasa daerah yang diajar dengan media anagram yaitu sebesar 24,23, yang berarti bahwa H1:A1B1 > A2B2 dengan beda rerata sebesar 1,77. Hal ini juga ditunjukkan oleh angka Fhitung sebesar 4,335 dengan peluang kesalahan 0,039 yang ternyata sangat signifikan.

Penguasaan kosakata siswa yang terbiasa berbahasa Indonesia yang diajar dengan media anagram lebih tinggi dibandingkan penguasaan kosakata bahasa Indonesia pada siswa yang biasa berbahasa daerah. Hal tersebut terjadi karena dalam pembelajaran kosakata menggunakan media anagram, siswa yang terbiasa berbahasa Indone-sia sudah terbiasa dengan pola bahasa pertamanya bahasa IndoneIndone-sia sehingga dapat menguasai lebih banyak kosakata bahasa Indonesia dibandingkan siswa yang terbiasa berbahasa daerah. media anagram

(29)

mendukung penguasaan kosakata. Melihat hal tersebut, maka wajar jika siswa yang terbiasa berbahasa Indonesia yang diajar menggunakan media anagram memiliki penguasaan kosakata lebih tinggi daripada siswa yang terbiasa berbahasa daerah yang juga diajar menggunakan media anagram.

5. Interaksi antara media pembelajaran dengan kebiasaan berbahasa terhadap hasil belajar kosakata bahasa Indonesia

Hasil analisis rata-rata prestasi belajar kosakata bahasa Indonesia menggunakan media anagram, menunjukkan bahwa hasil belajar kosakata bahasa Indonesia siswa yang biasa berbahasa Indonesia yang diajar dengan menggunakan media anagram lebih tinggi dari pada siswa yang diajar tanpa menggunakan media anagram. Demikian juga diperoleh bahwa hasil belajar kosakata bahasa Indonesia siswa yang biasa berbahasa daerah yang diajar dengan menggunakan media ana-gram lebih baik dari pada siswa yang diajar tanpa menggunakan me-dia anagram.

Hasil yang ditunjukkan nilai Fhitungsebesar 3,393 dengan peluang kesalahan 0,068, yang ternyata tidak signifikan. Dengan demikian, hasil hipotesis ini menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara media pembelajaran dengan kebiasaan berbahasa terhadap hasil belajar kosakata bahasa Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran kosakata bahasa Indonesia menggunakan media anagram secara signifikan telah mampu mendukung dalam pencapaian penguasaan kosakata bahasa Indonesia. Media anagram ternyata dapat diterapkan pada semua kelompok, baik pada kelompok siswa yang biasa berbahasa Indonesia maupun siswa yang berbahasa daerah. Sehingga dapat dikatakan bahwa keefektifan penggunaan media anagram dalam pembelajaran kosakata bahasa Indonesia tidak tergantung pada kebiasaan berbahasa siswa, baik yang terbiasa berbahasa Indonesia maupun daerah.

S. Simpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan, maka penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Prestasi belajar kosakata bahasa Indonesia siswa yang biasa berbahasa Indonesia yang diajar dengan menggunakan media anagram (AlBl)

(30)

lebih tinggi daripada siswa yang diajar tanpa menggunakan media anagram (A2B 1).

2. Prestasi belajar kosakata bahasa Indonesia siswa yang biasa berbahasa daerah yang diajar dengan menggunakan media anagram (A1B2) lebih tinggi dari pada siswa yang diajar tanpa menggunakan media anagram (A2B2). Selanjutnya diketahui bahwa penggunaan media anagaram lebih efektif digunakan dalam pembelajaran kosakata bagi siswa yang terbiasa berbahasa Indonesia dibandingkan dengan siswa yang terbiasa berbahasa daerah.

3. Prestasi belajar kosakata bahasa Indonesia siswa yang biasa berbahasa Indonesia dan berbahasa daerah yang diajar dengan menggunak an media anagram lebih tinggi daripada siswa yang diajar tanpa menggunakan media anagram.

4. Prestasi bela jar kosakata bahasa Indonesia siswa yang terbiasa berbahasa Indonesia yang diajar dengan media anagram lebih tinggi dibandingkan penguasaan kosakata bahasa Indonesia pada siswa yang biasa berbahasa daerah. Selanjutnya diketahui bahwa media anagram lebih efektif digunakan dalam pembelajaran kosakata bahasa Indonesia bagi siswa kelas III SD yang terbiasa berbahasa Indonesia daripada siswa yang terbiasa berbahasa daerah.

5. Tidak terdapat interaksi antara media pembelajaran dengan kebiasaan berbahasa terhadap hasil belajar kosakata bahasa Indonesia (interaksi

AxB).

T. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut.

1. Para guru Bahasa Indonesia disarankan untuk menggunakan media anagram dalam pembelajaran kosakata bahasa Indonesia. Pembelajaran menggunakan media anagram telah mampu mengantarkan siswa untuk mencapai hasil yang lebih baik dan merupakan alternatif strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk menarik minat dan motivasi belajar siswa terutarna pada pembelajaran kosakata bahasa Indonesia. Dengan menggunakan media anagram, siswa dapat bermain sambil belajar meningkatkan penguasaan kosakatanya.

(31)

2. Guru dalam mengajarkan materi menggunakan media hendaknya juga memperhatikan latar belakang, kondisi, dan lingkungan sekitar siswa. Sehingga dengan media yang baru tidak akan membuat siswa menjadi sulit untuk memahami materi.

3. Penelitian inendatang diharapkan dapat dilakukan dengan menggunakan media yang lain untuk dapat dibandingkan agar diperoleh media yang betul-betul efektif dan dapat direkomendasikan dalam rangka meningkatkan prestasi belajar bahasa Indonesia serta mampu menambah penguasaan kosakata bahasa Indonesia siswa. Di samping itu, disarankan juga untuk memperbanyak jumlah populasi dan sampel penelitian, serta menambah waktu pelaksanaan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer. (1994). Linguistik umum. Jakarta: PT Rineka Cipta. Arif Sadiman, dkk. (2009). Media pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. Asri Budiningsih. (2005). Be/ajar dan membelajarkan. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Azhar Arsyat. (2003). Media pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Basuki Wibawa dan Mukti. (1992). Media pendidikan. Jakarta: Depdikbud. Darmiyati Zuchdi dan Budiasih. (2001). Pendidikan bahasa dan sastra

In-donesia {di kelas rendah). Yogyakarta: PAS.

Desmita. (2008). Psikologi perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Djemari Mardapi. (2008). Teknik penyusunan instrumen tes dan nontes.

Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.

Gorys Kera£ (2008). Diksi dan gaya bahasa. Jakarta: Gramedia.

Grolier Incorporated. The grolier encyclopedia of know/age. USA: Gloilier Inc.

Harimurti Kridalaksana. (2008). Kamus linguistik. Jakarta:Gramedia. Hergenhahn, B. R., & Mettew, H. 0. (1997). An introduction to the theories

of/earning. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Hilgard, E. R., & Bower, G. H. (1975). Theory of/earning. Englewood Cliffs: Prentice hall. Inc.

Hoskisson, K. & Tompkins, G. E. (1987). Language arts: content and

teach-ing strategies. Melbourne: Merill Publishing Company.

Hujair. Ah. Sanaky. (2009). Media pembelajaran. Yogyakarta: Safira Insania Press.

(32)

http: I I www. rep u b l i k a. co. i d I be rita I 3 9 7 3 5 I Kemampuan Membaca Anak Indonesia Masih Rendah. Diambil tanggal 13 Agustus 2009.

lbnu Hajar. (1996). Dasar-dasar metodologi penelitian kuantitatif dalam pendidikan. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Imelda. (2005). Pengembangan media pelajaran berbasis komputer pada pembelajaran kosakata bahasa Inggris di Sekolah Dasar Negeri 023 Meskom Bengkalis. Tesis Magister, tidak diterbitkan, Universitas

Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

I Nyoman Mardika. (2008). Pengembangan multimedia dalan pembelajaran kosakata Bahasa Inggris SD. Tesis Magister, tidak diterbitkan,

Universitas Negeri Yogyakarta.

Iskandarwassid dan Dadang Suhendar. (2008). Strategi pengajaran bahasa.

Bandung: Rosdakarya.

Kirk, R. E. (1995). Experimental design: procedures for the behavioral sciences.

USA: Brooks/Cole Publishing Company.

Nana Sudjana dan Ahmad Rivai. (2009). Media pengajaran. Bandung: Sinar

Baru Algesindo.

- - - - N a n a Syaodih Sukmadinata. (2008). Metode penelitian pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nation I. S. P. (2002). Managing vocabulary learning. Singapore: SEAMO

Regional Language Centre.

_ _ _ _ . (2001). Learning vocabulary in another language. Cambridge:

Cambridge University Press.

Nurhadi. (1995). Tata bahasa pendidikan, landasan penyusunan buku bahasa.

Semarang: IKIP Semarang.

Pateda, Mansur. (1998). Aspek-aspek psikolinguistik. Ende: Nusa lndah

Pikulski, J. ]. & Tampleton. S. (2004). Teaching and developing vocabulary: key to long term reading success. Diambil tanggal 22 Juli 2009,

dari http:/ /www.eduplace.com/ marceting/ nc/pdf/ author_pages:pdf.

Ricardson, L. (2004). Media

&

Communication technologies enhance teach-ing

&

learning. Artikel diambil pada tanggal 27 Juli 2009 dari

http://www.usq.edu.au/users/lesleyr/ DECo/o20Workshopo/o202004o/o20Handout.htm.

Richards, JC., & Willy, A.R (2002). Methodology in language teaching: An anthology of current practice. Cambridge: University Press

(33)

Robert Heinich. at all. (1996). Instructional media and technologies for learn-ing. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Rod Ellis. (1998). Second language acquisition. New York: Oxford Univer-sity Press.

Santrock, John. W (2007). A Topical approach to life span development 3rd ed. Boston: McGraw Hill.

_ _ _ _ (1995), Life span development (Perkembangan masa hidup), Jakarta: Erlangga.

Shepherd, J.F. (1987). College vocabulary skill. Boston: Houghton Miffin Company.

Soeparno. (1988). Media pengajaran bahasa. Klaten: lntan Pariwara. Sri Utari & Nababan. (1993). Metodologi pengajaran bahasa. Jakarta:

Gramedia.

Stuart Redman. (2001). English vocabulary in use. Cambridge: University Press.

Syamsu Yusuf. (2009). Psikologi perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Tarigan, Henry. (1989). Pengajaran kosakata. Bandung: Angkasa.

----Thomas Wibowo, A.S. (2005). Pendayagunaan Media Pem belaj a ran. http: I lwww. bpkpenabur. or. id/ files/Hal.7 6-84%20Pendayagunan%20Media % 20Pembelajaran. pdf, diambil tanggal 20 Januari 2010.

Uberman. (1998). The use games. Forum. Vol. 36. No 1 Januari, March 1998, pages 20. Diambil tanggal 20 Desember 2009 dari http:/

I eca.state.gov/forum/vols/vol36/ no 1 /p.20.htm.

Wakely, Richard. (2003). Good practice in teaching and learning vocabu-lary. Diambil pada tanggal 27 November 2009. Dari www.llas.ac.uklresources/gpg/ 1421.

Wiersma, W (1995). Research methods in education: an introduction. Nedham Height: Allyn dan Bacon.

Wibowo, A.S. (2005). http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.76-84%20Pendayagunan%20Media%20Pembelajaran.pdf,

diambil tanggal 20 Januari 2010. .

Wijaya. (2009). Pemanfaatan sumber belajar di sekolah. http:// purwanto.web.id/?p=li2., diambil tanggal 5 Mei 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Pada kasus di atas dimana adanya potensi peningkatan jumlah pergerakan penumpang dimasa yang akan datang melihat jumlah penduduk dan angka PDRB yang terus meningkat, bandar udara

Penelitian bertujuan untuk menentukan pola penggunaan neuroprotectan pada pasien dengan stroke iskemik serta memeriksa hubungan terapi neuroprotectan terkait dosis,

Dengan adanya hal-hal tersebut, diharapkan kedepannya korban jiwa dan/atau terluka dari penduduk sipil tidak terjadi kembali, sekaligus tidak mencederai amanat dari hukum

2.1.1.1 Peserta didik dapat menunjukkan sikap rasa ingin tahu pada saat mengamati fenomena yang ditampilkan tentang adanya zat asam dan basa dalam kehidupan sehari-hari

Sungai di dalam Gua Temu Giring Tuban memiliki beberapa jenis plankton, fitoplankton yang ditemukan terdiri 5 kelas dengan 7 spesies, yaitu Kelas

[r]

Generali memiliki solusi kesehatan dalam bentuk Manfaat Asuransi Tambahan Excellent Care+ dan Global Medical Plan (GMP) 2 yang dapat dipilih oleh Nasabah dalam merencanakan

Beberapa kritik paradigma keseimbangan wilayah antara lain : (1) kecenderungan pasar yang monopolistik dan eksploitatif terhadap wilayah pinggiran, atau mekanisme