STUDI KOMPARASI PENERAPAN METODE AMTSILATI DAN METODE AL MIFTAH DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MEMBACA KITAB KUNING BAGI SANTRI BARU PONDOK PESANTREN SYAICHONA MOH. CHOLIL BANGKALAN
SKRIPSI
Disusun Oleh :
IMAROTUL HASANAH NIM.D91212164
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
ABSTRAK
Imarotul Hasanah. 2016. Study Komparasi Penerapan Metode Amtsilati dan Metode Al Miftah dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Kitab Kuning Bagi Santri Baru Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan.
Kata Kunci :Komparasi, Hasil Belajar, Pondok Pesantren, Kitab Kuning, Metode Amtsilati, Metode Al Miftah.
Dalam dunia pondok pesantren, istilah “kitab kuning”, sudah cukup populer, yaitu kitab-kitab berbahasa Arab yang dikarang oleh ulama’ masa lalu, khususnya di abad pertengahan. Terdapat beberapa metode cara membaca kitab kuning diantaranya adalah Metode Amtsilati dan Metode Al Miftah. Kedua metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Oleh karena pengalaman penulis yang pernah mengenyam pendidikan Pondok Pesantren dan didorong rasa ingin tahu, maka penulis melakukan penelitian tentang perbandingan penerapan Metode Amtsilati dan Metode Al Miftah di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan.
Tujuan utama penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui hasil belajar santri menggunakan metode Amsilati di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan, 2) Untuk mengetahui hasil belajar santri menggunakan metode Al-Miftah di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan, 3) Untuk mengetahui perbandingan hasil belajar antara metode Amsilati dengan metode Al-Miftah dalam meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning bagi santri baru di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan.
ABSTRACT
Hasanah, Imarotul. 2016. Comparative Study Implementation Amtsilati Method and Al Miftah Method to Improve Reading Ability Yellow Book For New Students in Syaichona Moh. Cholil Bangkalan Cottage
Keyword : Comparison of Results Learning, Islamic Boarding School, Yellow Book, Amtsilati method, Al Miftah Method.
In the world of the boarding school, the term "yellow book", is already quite popular, namely Arabic books written by scholars' past, particularly in the Middle Ages. There are several methods of how to read yellow books include Amtsilati Method and Method Al Miftah. Both methods have advantages and disadvantages of each. Hence the author's experience had attended boarding school and driven curiosity, the authors conducted research on the application of the comparative method, there are Amtsilati method and Al Miftah Method in Syaichona Moh. Cholil Bangkalan cottage.
The main objective of this research are: 1) To determine the learning outcomes of students using methods Amsilati at boarding Syaichona Moh. Cholil Bangkalan, 2) To determine the learning outcomes of students using the Al-Miftah in Syaichona Moh. Cholil Bangkalan cottage, 3) To know the comparison of learning outcomes between methods Amsilati with Al-Miftah method in enhancing the ability to read yellow books for new students at the boarding school Syaichona Moh. Cholil Bangkalan.
صلختسم
.ةنسحلا ةرامع
6102
.
نراقما ةسارد
ة
تل
لا نب قيبط
و"يلثما" ةقيرط
نسحتل "حاتفما"
بتكةءارقةراهم
باطلل ةيثارت
ليلخ دمح ا خيش يماسإ دهعمددجا
-نااك ب
تاملك
ثحبلا
تن،ةنراقما:
ةجي
بتك،يماسإدهعم،ملعتلا
."حاتفما"ةقيرطلا،"يلثما" ةقيرط،ةيثارت
ناك
يماسإادهعما
احلطصم
بتكلا"
،"ةيثارلا
لعفلابو
ي و،ةربكةيبعش
بتكلا
بتكةيبرعلا
اميساو،ةقباسلاءاملعلا
.ىطسولارصعلا
كا
قرطةدع
بتكلاةءارقةيفيكل
لمشتوةيثارلا
نتقيرطلااتلك."حاتفم"ةقيرطلاو"يلثمأ"ةقيرطلا
لك ناصقنوايازماه
ه م
م
فلؤما ناك كلذلو .ا
يماسإا دهعمااورضحدق
ماقف، اورضحتسا و
ثح فلؤما
ا
نع
ةنراقم
لا
قيبطت
و"يلثمأ" ةقيرط
"حاتفما"
ليلخ دمح ا خيش يماسإ دهعم
–
.نااك ب
و
فدها
يسيئرلا
نم
ثحبلااذ
:ي
1
لوصح ةفرعم )
ملعتلا
باطلل
مادختساب
ةقيرطلا
ليلخ دمح ا خيش يماسإ دهعم"يلثمأ"
–
،نااك ب
2
)
لوصح ةفرعم
ملعتلا
باطلل
مادختساب
دهعم"حاتفما" ةقيرطلا
ليلخ دمح ا خيش يماسإ
–
،نااك ب
3
)
نبةنراقماةفرعم
تن
ي
ج
ة
ملعتلا
نب
نسحتل"حاتفما"و"يلثمأ" ةقيرط
بتكةءارقةراهم
باطلل ةيثارت
دمح ا خيش يماسإ دهعمددجا
ليلخ
–
.نااك ب
ثحبلاةقيرط ذ
ي
قيرط
ة
يمك
ة
مادختساب .
جه ما
يفصولا
باطلا و
ة س ددجا
2014
/
2015
غلبت
ددع
400
بلاط
ةبلاطو
و
ا
رخ
ليج
ة سديدجا
2015
/
2016
غلبت
ىإ
350
و اجذوم بلاطلا ناكو .ابلاط
76
،ابلاط
لك
ماع
38
.ابلاط
ذ و
تن
ةجي
مادختساب
غيصلا
ةيئاصحإا
(T-Test)
.
و
ترهظأ
:جئات لا
1
ناكو )
ت
ملعتلةلدعم ةجرد
مادختساب
ا
ب
ةقيرط
"يلثمأ"
89.4
نم
لامكلاةجرد
و
100
.
2
ناكو )
ت
ملعتلةلدعم ةجرد
مادختساب
ا
ب
"حاتفما"ةقيرط
91.1
نم
لامكلاةجرد
و
100
. 3)
ا خيش يماسإ دهعم "يلثمأ"ةقيرط قيبطت
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
MOTTO ... iii
LEMBARAN KEASLIAN TULISAN ... vi
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... v
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
ABSTRAK ... xii
KATA PENGANTAR ... xiii
DAFTAR ISI ... xvi
DAFTAR TABEL ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Batasan Masalah ... 8
D. Tujuan Penelitian ... 8
E. Manfaat Penelitian ... 9
F. Asumsi Penelitian ... 10
G. Hipotesis Penelitian ... 11
H. Definisi Operasional ... 12
I. Metodologi Penelitian ... 15
J. Sistematika Pembahasan ... 22
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Tentang Metode Amtsilati ... 23
1. Pengertian Metode Amtsilati ... 23
2. Sejarah dan Perkembangan Metode Amtsilati ... 26
3. Langkah-langkah Metode Amtsilati ... 28
4. Garis-garis Besar Metode Amtsilati ... 29
5. Kelebihan dan Kekurangan Metode Amtsilati ... 30
6. Efektifitas Metode Amtsilati dalam Pembelajaran Kitab Kuning.... 32
B. Tinjauan Tentang Metode Al Miftah ... 33
1. Pengertian Metode Al Miftah ... 33
2. Sejarah dan Perkembangan Metode Al Miftah ... 34
3. Langkah-langkah Metode Al Miftah ... 35
4. Garis-garis Besar Metode Al Miftah ... 36
5. Kelebihan dan Kekurangan Metode Al Miftah ... 37
6. Efektifitas Metode Al Miftah dalam Pembelajaran Kitab Kuning ... 38
C. Perbedaan Antara Metode Amtsilati dan Metode Al Miftah ... 41
D. Tinjauan Tentang Kemampuan Membaca Kitab Kuning ... 43
1. Pengertian Kitab Kuning ... 43
2. Tehnik Membaca Kitab Kuning ... 44
3. Peran Guru Dalam Meningkatkan Kemampuan Baca Kitab Kuning ... .46
E. Tinjauan Tentang Pondok Pesantren ... 51
1. Pengertian Pondok Pesantren ... 51
2. Tujuan Pondok Pesantren ... 55
3. Fungsi dan Peranan Pondok Pesantren ... 58
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rencana Penelitian ... 61
C. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 65
D. Teknik Analisis Data ... 69
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 76
B. Penyajian dan Analisis Data ... 87
1. Penyajian Data ... 87
2. Analisis Data ... 92
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 97
B. Diskusi ... 98
C. Saran ... 100
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Sample santri ... 64
Tabel 3.2 Kategori perolehan nilai rata-rata ... 72
Tabel 3.3 Analisis data ... 74
Tabel 4.1 Sarana dan prasarana Pondok Pesantren ... 80
Tabel 4.2 Nama pengajar di Pondok Pesantren ... 82
Tabel 4.3 Jadwal Kegiatan Santri... 85
Tabel 4.4 Nilai hasil belajar santri metode Amtsilati ... 88
Tabel 4.5 nilai hasil belajar santri metode Al Miftah ... 90
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Santri Baru ajaran 2014/2015
Lampiran 2 Data Santri Baru ajaran 2015/2016
Lampiran 3 Pertanyaan Wawancara
Lampiran 4 Surat Tugas
Lampiran 5 Kartu Konsultasi Skripsi
Lampiran 6 Surat Izin Penelitian
Lampiran 7 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan pembelajaran merupakan bagian yang paling penting dalam
penerapan kurikulum pendidikan. Bahkan, keberhasilan kurikulum di tentukan
oleh kegiatan pembelajaran, karena kegiatan pembelajaran pada dasarnya
merupakan kegiatan yang paling utama di dalam pendidikan. Ciri utama
kegiatan pembelajaran adalah adanya interaksi. Interaksi yang terjadi antara
santri dengan dengan lingkungan belajarnya, baik dengan guru,
teman-temannya, tutor, media pembelajaran, dan sumber-sumber belajar lainnya.
Ketika guru melaksanakan kegiatan pembelajaran seyogyanya memahami
bagaimana menerapkan dan merumuskan kegiatan pembelajaran agar dapat
berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Kendala dalam pembelajaran merupakan persoalan yang selalu
digelisahkan oleh guru adalah menyangkut keaktifan seorang santri. Sebagai
orang yang bertugas mengelola kegiatan belajar dan mengajar, guru seringkali
dihadapkan dengan masalah rendahnya keaktifan santri dalam mengikuti proses
pembelajaran serta terlalu singkatnya para santri dalam pencarian ilmu di
pondok pesantren. Proses pembelajaran merupakan transformasi pengetahuan,
2
didik. Maka, keterlibatan peserta didik baik secara fisik maupun mental sebagai
bentuk pengalaman yang sangat penting di dalam proses pembelajaran.
Sedangkan, di beberapa lembaga pesantren, para guru sering dihadapkan
pada kenyataan bahwa santri mengalami kebosanan dan penurunan ketertarikan
dalam belajar dan terlalu singkatnya masa santri di Pesantren, sehingga proses
belajar tidak terlaksana secara efektif. Oleh karena itu, guru sebagai seorang
pendidik yang profesional diharapkan mampu mengembangkan aktivitas
belajar santri, baik aktivitas fisik maupun mental guna menciptakan suasana
belajar yang berkualitas. hal tersebut bisa dilihat dari keaktifan santri dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran.
Dalam meningkatkan keaktifan tersebut terutama didalam peningkatan
kemampuan baca kitab kuning bagi santri baru, seorang pendidik dituntut untuk
melakukan perubahan yang sifatnya inovatif dan kreatif. Berbagai metode
dijalankan oleh pendidik untuk memacu keaktifan belajar santri. Namun dalam
kenyataanya, tidak jarang guru mengalami kesulitan dalam pemilihan metode
yang tepat penerapannya dalam kegiatan tersebut. Sebab, kurangnya daya
dukung metode tentu berimbas pada kurangnya efektifitas dan efisiensi dalam
kegitan pembelajaran.
Maka dalam hal ini, metode memainkan peran penting dalam
terlaksanaanya kegitan pembelajaran. Bahkan, ada sebuah pepatah yang
diungkapkan oleh Arief, bahwa dalam dunia proses belajar mengajar, yang
3
daripada materi”.1 Sedangkan menurut KH. Imam Zarkasyi seorang pendiri
pondok modern Gontor juga pernah menyatakan bahwa:
ةقيرطلا نم م ا سردما حورو ةداما نم م ا ةقيرطلا
(metode itu lebih penting dari materi, tetapi pribadi guru lebih penting daripada
metode).
Ungkapan tersebut artinya bahwa seorang guru yang mengajarkan keimanan,
bisa saja mengajarkan konsep-konsep keimanan dengan materi yang lengkap,
dalam, luas dan akurat. Akan tetapi kemampuan guru menguasai metode
bagaimana menyampaikan materi yang dikuasai yang akan menjadi kunci
kesuksesannya dalam mengajar. Beda mengajar beda mendidik. Kalau
tujuannya untuk mendidik, apalagi mendidik keimanan, maka penguasaan
materi dan metode tidaklah cukup, akan tetapi haruslah materi keimanan itu
“terpribadi” dalam diri guru. Artinya guru akan berhasil mendidik keimanan
kalau gurunya benar-benar beriman. Disinilah transfer dan “setruman” iman akan terjadi dan membuahkan hasil. Dan ini akan semakin sempurna apabila
“keimanan” guru ini benar-benar diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-harinya, jadi suri tauladan bagi murid-murid dan masyarakatnya.2
Hal tersebut cukup rasional karena secara tidak langsung cara yang
digunakan akan sangat mempengaruhi proses pembelajaran kitab kuning.
1
4
Metode tidak hanya berfungsi sebagai penarik minat peserta didik dalam belajar
dan mengurangi kebosanan santri dalam mengikuti kegiatan pembelajaran,
melainkan juga meningkatkan kualitas dan kemampuan baca kitab kuning,
minimal paham kitab Fathul Qarib.
Begitu pula dalam kegiatan pembelajaran kitabiyah yang berlangsung di
pondok pesantren, tidak lepas dari unsur-unsur yang berhubungan dengan
metode pembelajaran, sebab penggunaan metode pembelajaran yang kurang
dapat menyebabkan terhambatnya proses pembelajaran yang dilangsungkan.
Sebagaimana lazimnya pesantren, pola metode pembelajaran yang digunakan,
biasanya masih berpusat pada guru/kiai, sehingga seorang kyai atau ustadz
dituntut untuk menguasai metode pembelajaran yang tepat untuk santrinya.
Salah satu metode yang digunakan untuk membaca kitab kuning yaitu Metode
Amtsilati yang dikembangkan oleh Pondok Pesantren Darul Falah Jepara dan
Metode Al-Miftah yang baru dikembangkan oleh Pondok Pesantren Sidogiri
Pasuruan .
Kenyataan ini sebenarnya sudah sangat umum dipahami oleh para peneliti
atau pengkaji sistem pendidikan pesantren bahwasanya memiliki keunikan
tersendiri. Seperti yang dikatakan Abdurrahman Wahid bahwa keunikan
pengajaran di pesantren dapat ditemui pada cara pemberian pelajarannya, dan
5
santri.3 Pelajaran yang diberikan dalam pengajian yang berbentuk seperti kuliah
terbuka, dimana sang kiai membaca, menerjemahkan, kemudian santri membaca
ulang, mempelajari di luar waktu, atau mendiskusikannya dengan teman sekelas
dalam bentuk yang dikenal dengan musyawarah, takror, dan lain sebagainya.
Secara umum metode pembelajaran yang diterapkan di pondok pesantren
mencakup dua aspek, yaitu :
1. Metode yang bersifat tradisional (Salaf)
2. Metode pembelajaran modern (Tajdid)
Metode Amtsilati dan metode Al-Miftah termasuk kedalam metode
pembelajaran modern, bahkan metode tersebut menjadi metode yang paling
banyak digunakan dalam kegiatan pembelajaran kitabiyah di lingkungan
pesantren. Ini merupakan bukti bahwa metode ini memiliki kekhasan tersendiri
sebagai bentuk metode yang cakupannya tidak hanya pada pencapaian target
dalam keberhasilan kemampuan baca kitab kuning, melainkan juga pada proses
pemahaman dan kemampuan membaca dan memahami kitab kuning yang
berlangsung di pesantren.
Metode Amtsilati adalah metode cara cepat belajar kitab kuning. Metode ini
dikenalkan pertama kali di Jepara pada tanggal 16 juni 2002. Metode Amsilati
ini bermula ketika seorang alumni pondok pesantren yang sedang merintis
sebuah pondok pesantren kesulitan mengajarkan cara membaca kitab kepada
3
6
muridnya karena proses belajar mengajarnya menggunakan metode menulis
bait-bait di papan tulis, selanjutnya dibaca dan dipelajari bersama-sama dengan
murid..4
Dari peristiwa itu kemudian muncullah metode amtsilati yang berarti
beberapa contoh dari saya. Metode Amtsilati terdiri dari lima jilid yang
dijadikan pembelajaran bagi peserta didik, dua jilid tatimmah (praktek) yang
biasanya diterapkan setelah materi lima jilid selesai, satu khulasoh yang
dijadikan sebagai dasar atau nadzaman, satu qo’idati (kumpulan kaidah-kaidah).
Sedangkan Metode Al-Miftah juga merupakan metode cara cepat membaca
kitab kuning. Metode ini merupakan metode baru yang dirumuskan oleh Pondok
Pesantren Sidogiri Pasuruan.5 Metode Al-Miftah terdiri dari empat jilid dan pada
jilid ketiga terdapat tambahan kitab yaitu Edisi Tashrif. Setelah santri
menyelesaikan semua jilid kemudian dilanjutkan dengan praktek membaca kitab
kuning.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang penerapan metode metode Amtsilati
dan metode Al-Miftah dalam kegiatan pembelajaran, peneliti melakukan
penelitian di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan yang dimana
kegiatan pembelajarannya masih mempertahankan metode Amtsilati dan
4
H. Taufiqul Hakim, Tawaran Revolusi Sistem Pendidikan Nasional, (Berbasis Kompetisi dan Kompetensi)(Jepara: PP. Darul Falah,2004), h. 7
5
7
Miftah sebagai salah satu metode yang diterapkan dalam proses meningkatkan
kemampuan baca kitab kuning, minimal Kitab Fathul Qarib.
Berpijak dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti
ingin mengkaji dan membandingkan dua metode dalam meningkatkan
kemampuan membaca kitab kuning khususnya kitab Fathul Qarib, yaitu metode
Amtsilati dan metode Al-Miftah. Dengan mengharap ridho dan inayah Allah
SWT, peneliti mengambil tema penelitian yang berjudul “Study Komparasi
Penerapan Metode Amsilati Dan Metode Al-Miftah Dalam Meningkatkan
Kemampuan Membaca Kitab Kuning Bagi Santri Baru Di Pondok Pesantren
Syaichona Moh. Cholil Bangkalan”.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana hasil belajar santri menggunakan metode Amsilati di Pondok
Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan?
2. Bagaimana hasil belajar santri menggunakan metode Al-Miftah di Pondok
Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan?
3. Bagaimanakah perbandingan hasil belajar antara metode Amsilati dengan
metode Al-Miftah dalam meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning
8
C. Batasan Masalah
Mengingat keterbatasan yang ada pada penulis maka penulis
memberikan batasan masalah dengan fungsi mempersempit obyek yang akan
diteliti agar lebih terarah, maka masalah hanya dibatasi pada penerapan metode
Amtsilati dan metode Al-Miftah yang penelitiannya kepada santri baru dalam
meningkatkan membaca kitab kuning minimal kitab Fathul Qarib di Pondok
Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan.
D. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah yang telah penulis kemukakan di atas,
tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah:
1. Untuk mengetahui hasil belajar santri menggunakan metode Amsilati di
Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan
2. Untuk mengetahui hasil belajar santri menggunakan metode Al-Miftah di
Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan
3. Untuk mengetahui perbandingan hasil belajar antara metode Amsilati
dengan metode Al-Miftah dalam meningkatkan kemampuan membaca kitab
kuning bagi santri baru di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil
9
E. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka manfaat dari penelitian ini
adalah :
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
informasi dan telaah khususnya pada peneliti sendiri dan umumnya kepada
para pendidik, untuk meningkatkan dedikasi dan loyalitas terhadap tugas dan
tanggung jawab sebagai pendidik, terutama di pondok pesantren Syaichona
Moh. Cholil Bangkalan.
2. Praktis
a. Bagi Pendidik (kyai/ustadz)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
referensi oleh para tenaga pendidik umumnya dan tenaga pendidik di
pondok pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan dalam penerapan
metode Amtsilati dan Metode Al- Miftah dalam meningkatkan
kemampuan membaca kitab kuning di Pondok Pesantren Syaichona Moh.
Cholil Bangkalan.
b. Bagi Orang Tua
Bagi orang tua santri Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil
Bangkalan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan memperoleh
10
dalam meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning di Pondok
Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan.
c. Bagi Tokoh Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning dalam masalah
penerapan metode Amtsilati dan Metode Al- Miftah.
d. Bagi peneliti
Kegunaan penelitian ini bagi penulis sebagai pengembangan
kemampuan dan penalaran berfikir. Hasil penelitian ini dapat dijadikan
sebagai acuan untuk menambah wawasan dan memberikan pengalaman
yang sangat penting dan berguna sebagai calon tenaga kependidikan.
F. Asumsi Penelitian
Sebelum melakukan sebuah penelitian, seorang peneliti haruslah telah
memiliki anggapan dasar atas penelitian yang dilakukan. Hal ini akan
mempermudah bagi peneliti untuk menggali informasi lebih lanjut melalui
data-data yang didapatkan. Di dalam penelitian anggapan-anggapan semacam
ini sangatlah perlu dirumuskan secara jelas sebelum melangkah mengumpulkan
data, menurut Suharsimi Arikunto merumuskan asumsi adalah penting dengan
tujuan sebagai berikut:6
6
11
a. Agar ada dasar berpijak yang kokoh bagi masalah yang sedang diteliti.
b. Untuk mempertegas variabel yang menjadi pusat perhatian.
c. Guna menentukan dan merumuskan hipotesis.
Adapun asumsi yang penulis rumuskan adalah
a. Penerapan metode Amtsilati di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil
Bangkalan dalam meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning bagi
santri baru.
b. Penerapan metode Al-Miftah di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil
Bangkalan dalam meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning bagi
santri baru.
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis secara bahasa (etimologi) berasal dari bahasa Yunani, “hipo” artinya di bawah, “tesa” artinya kebenaran. Jadi hipotesis di bawah kebenaran
atau kebenarannya masih diuji lagi.
Dengan demikian, penulis merumuskan dan akan membuktikan
hipotesis Nihil (Ho) dan Hipotesis Alternatif (Ha) sebagai berikut:
Hipotesis Nihil (Ho): tidak ada perbedaan yang signifikan antara
penerapan metode Amsilati dengan metode Al-Miftah dalam meningkatkan
kemampuan membaca kitab kuning bagi santri baru di Pondok Pesantren
12
Hipotesis Alternatif (Ha): ada perbedaan yang signifikan antara
penerapan metode Amsilati dengan metode Al-Miftah dalam meningkatkan
kemampuan membaca kitab kuning bagi santri baru di Pondok Pesantren
Syaichona Moh. Cholil Bangkalan.
Jika (Ho) terbukti setelah diuji maka (Ho) diterima dan (Ha) ditolak..
Namun sebaliknya jika (Ha) terbukti setalah diuji maka (Ha) diterima dan (Ho)
ditolak.
H. Definisi operasional
Definisi operasional adalah hasil dari operasionalisasi, menurut Black
dan Champion untuk membuat definisi operasional adalah dengan memberi
makna pada suatu konstruk atau variabel dengan menetapkan “operasi” atau
kegiatan yang diperlukan untuk mengukur konstruk atau variabel tersebut.7
Untuk lebih jelas serta mempermudah pemahaman dan menghindari
kesalahpahaman, maka peneliti akan menegaskan definisi operasional
variabel-variabel penelitian ini sebagai berikut:
a. Metode Amtsilati dan Al miftah
Merupakan metode cara cepat belajar kitab kuning yang dipakai di
Pondok Pesantren Khusunya di Indonesia dengan standar minimal bagi
para santri atau pelajar bisa membaca dan memahami kitab Fathul Qarib.
7
13
Metode Amsilati adalah metode cara cepat belajar kitab kuning. Secara
bahasa, kata “Amtsilati” bermakna “Contohku” .Metode ini dikenalkan pertama kali di Jepara pada tanggal 16 juni 2002 yaitu oleh KH. Taufiqul
Hakim, pengasuh Pondok Pesantren Darul Falah, Bangsari, Jepara, Jawa
Tengah. Sedangkan Metode Al-Miftah juga merupakan metode cara cepat
membaca kitab kuning. Metode ini merupakan metode baru yang
dirumuskan oleh pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan.8
b. Meningkatkan
Merupakan proses kegiatan yang disengaja, direncanakan untuk
mencapai mutu atau hasil yang lebih baik , sehingga dapat tercapai kualitas
hasil atau tujuan yang ditetapkan.9
c. Kemampuan
adalah potensi yang berupa kesanggupan, kecakapan atau kekuatran
kita berusaha dengan diri sendiri.
d. Kitab Kuning
adalah kitab-kitab islam klasik yang ditulis dengan bahasa arab atau
melayu yang tidak memiliki harkat atau syakl (tanda baca) dan biasanya
memakai kertas berwarna kuning. Yang didalamnya dapat dikatakan
8
Djunaidatul Munawaroh, “Pembelajaran Kitab Kuning Di Pesantren”, dalam Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo, 2001), hal 178
9
14
berbobot akademis, tapi dari sistimatika penyajiannya Nampak sangat
sederhana.10
e. Hasil belajar
adalah keberhasilan yang dicapai oleh peserta didik, yakni prestasi
belajar peserta didik yang diwujudkan dalam bentuk angka. Hasil belajar
merupakan kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima
pengalaman belajar.11
f. Pondok pesantren
adalah suatu asrama tempat murid-murid belajar mengaji.12 Menurut
Prof. DR. Abdul Mujib, M.Ag. pesantren adalah suatu lembaga pendidikan
Islam yang di dalamnya terdapat sorang kiai (pendidik) yang mengajar dan
mendidik para santri (peserta didik) dengan sarana masjid yang digunakan
untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung adanya
pemondokan atau asrama sebagai tempat tinggal para santri.13
g. Santri
adalah berasal dari bahasa jawa Cantrik yaitu seseorang yang selalu
mengikuti seorang guru kemanapun guru itu pergi menetap, tentunya
dengan tujuan agar ia dapat belajar darinya mengenai suatu keahlian.
10M. Dawam Rahardjo, “
Pergulatan Dunia Pesantren” ,Membangun Dari Bawah, (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), 1985), h. 55
11
Nana Sudjana,Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar,(Bandung:PT. Ramaja Rosdakarya,2010,(Cet. XV)),h. 22
12
W.J.S. Poerwodarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1982), h. 998.
13
15
Istilah ini kemudian diadopsi oleh dunia pesantren untuk sekelompok
siswa di pesantren yang ingin menguasai kitab suci agama islam beserta
karya-karya tafsirnya antara lain dalam bentuk kitab kuning.14
I. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data yang
valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan oleh suatu
pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk
memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah.15 Adapun rencana bagi
pemecahan yang diselidiki antara lain :
1. Jenis Penelitian
Sesuai dengan penelitian yang akan diteliti pada skripsi ini yaitu
“Study komparasi penerapan metode Amtsilati dan metode Al- Miftah
dalam meningkatkan kemampuan membaca kitab kuning bagi santri baru di
Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan maka penelitian ini
tergolong jenis penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah suatu
proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka
sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa yang ingin peneliti
ketahui.16
2. Populasi dan Sampel
14
Ilyas Supena, Filsafat Pendidikan Islam, (Semarang : 2008),h. 51
15
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung:: Alfabeta, 2006), h. 6.
16
16
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan.17 Adapun cara yang digunakan peneliti dalam mengambil
data dalam penelitian ini adalah teknik penelitian populasi. Alasan
peneliti mengambil teknik ini adalah karena peneliti hendak meneliti
semua elemen yang ada pada wilayah penelitian dan jumlah subjeknya
kurang dari 100%. Maka dalam penelitian ini populasinya adalah
santri baru (tahun ajaran 2014/2015) dan santri baru (tahun ajaran
2015/2016) di Pesantren Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.18
Untuk mengetahui besar kecilnya sampel ini, tidak ada ketentuan yang
baku. “tidak ada ketentuan yang baku atau rumus yang pasti tentang
besarnya sampel”.19
Hadi yang menyatakan bahwa “sebenarnya tidak ada ketepatan
yang mutlak berapa persen atau yang digunakan dari populasi”.20
17
Margono, Metodologi... , h. 117.
18
Suharsimi Arikunto, Prosedur... ,h.131.
19
Sugiono, Metode..., h. 72.
20
17
Teknik sampling adalah cara yang digunakan untuk penarikan
sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya dalam
penelitian.21
Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah santri
baru(angkatan 2014/2015) dan santri baru(angkatan 2015/2016)
pondok pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan yang berjumlah
750 santri.
Namun penulis berpedoman pada Arikunto yang
menyatakan bahwa “Apabila subjeknya kurang dari 100%, lebih
baik diambil semuanya, sehingga penelitian merupakan penelitian
populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar maka dapat
diambil diantara 10-15% atau 20-25% atau lebih. 22 Dari pendapat
diatas maka penulis mengambil sebanyak 10% dari populasi yang
ada ( 750 x 10%= 75 )
Dalam penetapan sampel, penulis menggunakan teknik
random sampling (sampel acak sederhana). Penulis hanya
menentukan 75 santri dari jumlah santri baru (angkatan 2014/2015)
dan santri baru (angkatan 2015/2016) Pondok Pesantren Syaichona
Moh. Cholil Bangkalan.
3. Jenis dan Sumber Data
21
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif,(Jakarta: Pranada Media, 2005), h.105
22
18
a. Jenis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini dapat digolongkan
menjadi dua jenis yaitu :
1) Data Kualitatif adalah pengumpulan data dengan cara
gejala-gejala untuk memahaminya tidak mudah menggunakan alat ukur,
melainkan dengan naluri dan perasaan. 23
2) Data Kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan
ulang menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan
keterangan mengenai apa yang ingin diketahui.
b. Sumber Data
1) Kepustakaan
Yaitu sumber data digunakan untuk mencari landasan teori
tentang permasalahan yang diteliti dengan menggunakan literatur
yang ada, baik dari buku, majalah, surat kabar maupun dari
internet yang ada hubungannya dengan topik pembahasan
penelitian ini sebagai bahan landasan teori.
2) Penelitian Lapangan
Adalah sumber data yang diperoleh dari lapangan
penelitian, yaitu mencari data dengan terjuan langsung ke objek
penelitian untuk memperoleh data yang lebih konkrit yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini, penelitian
23
19
lapangan dengan menggunakan analisis komparasional yaitu
membandingkan metode membaca kitab kuning antara Metode
Amtsilati dan Metode Al Miftah di Pondok Pesantren Syaichona
Moh. Cholil Bangkalan.
4. Metode Pengumpulan Data
Untuk menggali data yang ada, peneliti menggunakan beberapa
metode pengambilan data, yaitu :
a. Metode observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data yang mempunyai
ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain yaitu
wawancara dan kuisioner.24 Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa
observasi merupakan proses yang komplek, suatu proses yang tersusun
dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang
terpenting adalah pengamatan dan ingatan.
Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila
penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja,
gejala-gejala alam dan bila responden tidak terlalu besar. Dalam penelitian ini,
peneliti mengamati:
1) Lingkungan Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan
2) Letak geografis Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil
Bangkalan
24
20
b. Metode Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan melalui peninggalan tertulis,
sererti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori
dalil-dalil atau hokum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan
masalah penelitian.25
Metode ini peneliti gunakan untuk memperoleh data dari
Pondok Pesantren Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan yakni:
1) Data santri baru angkatan 2014-2015 dan angkatan 2015-2016
yang mempelajari metode amtsilati dan metode al miftah yang
dipilih menjadi sampel.
2) Sejarah berdirinya Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil
Bangkalan
3) Visi, misi dan tujuan Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil
Bangkalan
4) Struktur pengurus Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil
Bangkalan
5) Sarana dan prasarana di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil
Bangkalan.
6) Jumlah guru dan santri Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil
Bangkalan
25
21
7) Kegiatan sehari-hari Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil
Bangkalan
c. Nilai hasil belajar
Penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan
beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh
mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian
kompetensi(rangkaian kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab
pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang peserta
didik. Dalam hal ini peneliti mencari nilai hasil belajar santri setelah
menggunakan metode Amtsilati dan metode Al-miftah dengan adanya
ujian membaca kitab kuning di Pondok Pesantren Pesantren Syaichona
Moh. Cholil Bangkalan.
d. Wawancara
Wawancara dalam istilah lain dikenal dengan interview.
Wawancara merupakan alat pengumpul informasi dengan cara
mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara
lisan pula.26 Ciri utama dari wawancara adalah kontak langsung dengan
tatap muka antara pencari informasi (interviewer) dan sumber
informasi (interviewee). Dalam hal ini yang menjadi key people adalah
pengurus di Pesantren Pondok Pesantren Pesantren Syaichona Moh.
Cholil Bangkalan.
26
22
5. Teknik Analsis Data
Teknik analisis data merupakan suatu cara yang digunakan
dalam pengolahan data yang berhubungan erat dengan rumusan
masalah yang telah diajukan untuk menarik kesimpulan. Dalam
menganalisis data, peneliti menggunakan analisis deskriptif. Tujuan
dari analisis diskriptif adalah untuk menyajikan data hasil pengamatan
secara singkat dan jelas. Pada penelitian diskriptif statistik yang
digunakan adalah diskriptif seperti tehnik persen, kuartal, modus,
median, mean, simpangan baku, korelasi dan lain-lain. Visualisasi data
bisa digunakan table, grafik, diagram dan sejenisnya.
J. Sistematika Pembahasan
Penulis membagi sistematika pembahasan penelitian ini menjadi lima
bab dengan rincian tiap bab sebagai berikut:
Bab pertama, Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi dan
hipotesis penelitian, definisi operasional, serta dalam bab satu ini berisi tentang
sistematika pembahasan.
Bab kedua, Berisi Kajian Teoriyang meliputi tentang: Tinjauan tentang
23
kelebihan dan kelemahan metode Amtsilati. Tinjauan tentang metode
Al-Miftah, yang meliputi pengertian, sejarah, langkah-langkah serta kelebihan dan
kelemahan metode Al-Miftah. Dalam bab ini juga berisi tinjauan tentang
kemampuan membaca kitab kuning, yang meliputi pengertian tentang kitab
kuning dan peran guru dalam meningkatkan kemampuan baca kitab kuning.
Serta tinjauan tentang pondok pesantren, yang terdiri dari pengertian, tujuan,
fungsi dan peranan pondok pesantren.
Bab ketiga, Berisi Metode Penelitian yang meliputi: jenis dan rencana
penelitian, tehnik penentuan objek penelitian, instrumen dan teknik
pengumpulan data, serta teknik analisis data.
Bab keempat, Berisi tentang Laporan Hasil Penelitian yang meliputi:
gambaran umum obyek penelitian, penyajian dan analisis data.
Bab kelima , sebagai bab terakhir bab ini berisi tentang kesimpulan dari
skripsi dan diskusi serta saran-saran dari penulis untuk perbaikan-perbaikan
BAB II
LANDASAN TEORI A. TINJAUAN TENTANG METODE AMTSILATI
1. Pengertian Metode Amtsilati
Secara lughowi metode dalam bahasa arab disebut dengan istilah
toriqoh yang berarti jalan. Terdapat beberapa pendapat dari definisi
metode:
a) Menurut Radliyah Zaenuddin metode adalah rencana yang
menyeluruh yang berkenaan dengan penyajian materi secara
teratur, dimana tidak ada satu bagian yang lain dan kesemuanya
berdasarkan atas approach (pendekatan) yang telah ditentukan
sebelumnya.1
b) Menurut Wina Sanjaya metode adalah cara yang digunakan
untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara
optimal.2
c) Menurut Muhibbin Syah metode diartikan sebagai cara yang
berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan penyajian
materi pelajaran kepada peserta didik.3
1 Radliyah Zaenuddin,Metodologi dan Strategi Alternatif Pembelajaran Bahasa Arab,
(Cirebon:Pustaka Rihlah Group,2005),h.31
2Wina Sanjaya,Strategi Pembelajaran Beorientasi Standar Proses
Pendidikan,(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2008),h.147
25
Dari beberapa definisi tersebut dapat disebutkan bahwa metode
merupakan suatu alat atau cara untuk mencapai tujuan proses
pembelajaran. Metode juga berhubungan dengan cara yang
memungkinkan peserta didik memperoleh kemudahan dalam rangka
mempelajari bahan ajar yang disampaikan oleh guru.
Sedangkan Amtsilati berasal dari kata “Amtsilah” yang artinya
beberapa contoh. Dan akhiran “ti” itu merupakan pengidofahan
(persambungan) lafadz Amtsilah dengan ya‟ mutakallim wahdah. Jadi
yang dimaksud metode Amtsilati yaitu suatu alat atau cara yang
dilakukan oleh guru dalam menyajikan materi kitab amtsilati di mana
dalam kitab tersebut lebih menekankan pada memperbanyak contoh dan
juga praktek dengan tujuan siswa mampu memahami qowa‟id dengan
baik.
Metode Amtsilati bukanlah dua rangkaian kata yang terpisah
melainkan satu rangkaian dalam satu arti yang pengertiannya mencakup
maksud dan isinya. Jadi yang dimaksud dengan penerapan metode
amtsilati adalah: suatu metode atau cara praktis belajar membaca kitab
kuning.
Metode ini disusun secara lengkap dan sempurna, terencana serta
terarah dimulai dari pelajaran yang amat mendasar dan sedehana dengan
26
lagu bahar rajaz sehingga semuanya terasa ringan dan tidak
menjenuhkan.
Jadi metode Amtsilati ini merupakan terobosan baru untuk
mempermudah santri agar bisa membaca kitab kuning dengan kurun
waktu yang relatif singkat (3 sampai 6 bulan), serta metode ini dikemas
begitu menarik dan praktis sehingga mudah dipelajari, bahkan bagi anak
yang sedini mungkin.
2. Sejarah dan Perkembangan Metode Amtsilati
Metode Amtsilati disusun oleh KH.Taufiqul Hakim,4 yaitu seorang
pendiri pondok pesantren Darul Falah, Bangsrih, Jepara. Berawal dari
pengalaman beliau nyantri di pondok pesantren Maslakul Huda,
Kajen-Margoyoso, pati, dengan merasakan begitu sulitnya membaca kitab
kuning dan belajar tentang ilmu kitab kuning (nahwu sharaf). Hal
tersebut sangat wajar sebab latar belakang pendidikan beliau dimulai
dari TK, SD, MTsN, yang notabene sangat kecil pendidikan tentang
agama. Persyaratan yang harus dipenuhi pada saat beliau nyantri di
pondok pesantren tersebut adalah hafal Alfiyah yang merupakan harga
mati dan tidak bisa ditawar lagi. Dengan sekuat tenaga beliau menghafal
Alfiyah walaupun belum tahu untuk apa Alfiyah dihafalkan, yang
penting mantap, yakin, ibarat mantra, bukan ibarat resep.
4
27
Setelah kelas dua Aliyah, beliau baru sedikit demi sedikit tahu
bahwa Alfiyah adalah sebagai pedoman dasar untuk membaca kitab
kuning. Motivasi untuk memahami Alfiyah muncul. Dari ghirah
tersebut beliau menyimpulkan bahwa ternyata tidak semua nadzam
kitab Alfiyah yang tersebut sebagai induknya gramatik Arab digunakan
dalam praktek membaca kitab kuning. Beliau menyimpulkan dari 1002
nadzam Alfiyah yang terpenting hanya berjumlah sekitar 100 sampai
200 bait, sementara nadzam yang lain hanya sekedar penyempurnaan.
Berawal dari adanya sistem belajar cepat baca Al Qur‟an, yaitu
dengan kitab Qiro‟ati, beliau terdorong dari kitab tersebut yang
mengupas cara membaca lafadz yang ada harakatnya, beliau ingin
menulis metode yang bisa digunakan untuk membaca lafadz yang tidak
ada harakatnya.
Akhirnya terbentukanlah nama Amtsilati yang berarti beberapa
contoh, yang beliau sesuaikan dengan akhiran “ti” dari kata Qiro‟ati.
Mulai tanggal 27 Rajab tahun 2001 M, beliau mulai merenung dan
muncul pemikiran untuk mujahadah5. Setiap hari beliau melakukan
mujahadah terus menerus sampai 17 Ramadlon yang bertepatan dengan
Nuzulul Qur‟an. Saat bermujahadah, beliau kadang seakan berjumpa
dengan syekh muhammad baha‟uddin An-Naqsyabandiyah, syekh
5http://www.nu.or.id/post/read/59992/daya-tarik-pesantren-amtsilati ,diakses pada tanggal
28
Ahmad Mutamakkin dan Imam Ibnu Malik dalam keadaan tidur
setengah sadar.
Hari tersebut, seakan ada dorongan kuat untuk menulis. Siang dan
malam, beliau ikuti dorongan tersebut dan akhirnya tanggal 27
Ramadlan selesailah penulisan Amtsilati dalam bentuk tulis tangan.
Dengan demikian Amtsilati tertulis hanya dalam jangka waktu 10 hari.
Kemudian diketik oleh Bapak Nur Shubki, Bapak Toni dan Bapak
Marno. Proses pengetikan mulai dari Khulashoh sampai Amtsilati
memakan waktu hampir satu tahun dan dicetak sebanyak 300 set.6
Sebagai follow up terciptanya Amtsilati, beliau dan rekan-rekannya
mengadakan bedah buku di gedung NU kabupaten Jepara tanggal 16
juni 2002 yang diprakarsai oleh Bapak Nur Kholis. Setelah itu mulailah
Amtsilati terkenal sebagai metode cepat baca kitab, sampai saat ini
Amtsilati tersebar dipelosok Jawa, bahkan sampai ke luar Jawa, seperti
Kalimantan, Batam dan Malaysia.
Dan dari tahun ajaran 2009/2010 pondok pesantren Syaichona Moch
Cholil menerapkan metode Amtsilati dalam lembaga Madrasah
Diniyah.
3. Langkah-langkah Metode Amtsilati
Bimbingan metode Amtsilati menggunakan bimbingan klasikal.
Bimbingan klasikal yang dimaksud dalam proses belajar mengajar
29
dilembaga amtsilati yaitu berbentuk pengajaran yang dilaksanakan
secara mimbar. Yang mana guru harus lebih aktif dalam berbicara,
menjelaskan, menulis. Karena peran guru sangat penting dalam hal ini,
oleh karena itu guru merupakan pemandu yang tidak bisa diganti oleh
orang lain sebagai asisten. Apabila guru tidak menguasai santri yang
jumlahnya banyak, maka kegiatan proses belajar mengajar dengan
bimbingan klasikal tidak akan berhasil.
Bimbingan klasikal ini memiliki beberapa metode pengajaran, yaitu
metode ceramah, metode tanya jawab, metode drill.
Adapun pembelajaran metode Amtsilati yang ada pada Madrasah
Diniyah Syaichona Moh. Cholil Bangkalan menggunakan metode
klasikal, yang mana langkah-langkah metode klasikal dalam
pembelajaran metode Amsilati adalah sebagai berikut:
a. Guru menerangkan kepada siswa/ santri secara bersama-sama di
depan kelas,
b. Kemudian guru menggunakan metode drill untuk membaca dan
mengingat materi yang sudah dijelaskan oleh guru,
c. Setelah itu santri diharuskan menyetor hafalan nadzam setiap kali
pertemuan.
4. Garis-garis Besar Metode Amtsilati
Yang dimaksud garis-garis besar metode Amtsilati adalah pola
30
tersebut agar dijadikan dasar dan pelaksanaannya. Adapun garis-garis
besar metode Amtsilati adalah :
a. Buku Amtsilati terdiri dari 5 jilid ditambah pedoman praktis
belajar kitab kuning, khulashoh Alfiyah Ibnu Malik, rumus dan
qoidah serta tatimmah dan tuntunan evaluasi metode.
b. Buku Amtsilati diprioritaskan pada anak yang sudah tamat
metode Qiro‟ati atau bagi anak yang sudah fasih membaca
Al-Qur‟an.
c. Setiap santri hendaknya mempunyai buku amtsilati untuk
belajar.
d. Dalam sehari Amtsilati dipelajari 2 jam saja.
5. Kelebihan dan Kekurangan Metode Amtsilati
Metode Amtsilati yang terskema dalam beberapa jilid buku
panduan, memiliki beberapa hal yang cukup menarik untuk dikaji. Dari
panduannya saja, siapapun pengguna Amtsilati akan dimanjakan dengan
materi-materi yang sangat sederhana dengan banyak contoh, yang
sekaligus menjadi panduan bagi mereka dalam menyampaikan materi
Amtsilati. Dengan metode Amtsilati, seorang guru tidak perlu melirik
referensi yang lain. Karena dalam metode penyampaiannya guru cukup
memandu peserta didik untuk membaca dan menghafalkan
31
Amtsilati adalah pengulangan dan perluasan materi yang itu pun oleh
penyusun Amtsilati sudah dipersiapkan dengan baik di buku materi.
Ada beberapa kelebihan yang dimiliki metode Amtsilati ini,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Lebih praktis dan mudah dipahami.
b. Peletakan rumus disusun secara sistematis.
c. Contoh diambil dari Qur‟an dan hadist.
d. Siswa dituntut untuk aktif, komunikatif dan dialogis.
e. Siswa dapat menjadi guru bagi teman-temannya7.
f. Penyelesaian gramatika bahasa arab melalui penyaringan dan
pentarjihan.
g. Rumus yang pernah dipelajari diikat dengan hafalan yang
terangkum dalam dua buku khusus, yaitu rumus qa‟idah dan
khulashoh alfiyah.
h. Masa pendidikannya relatif singkat.
i. Bisa diterapkan pada anak-anak sedini mungkin
j. Nahwu dan sharaf yang menjadi kendala terhadap para guru
dengan adanya Amtsilati menjadi sebaliknya.
Selain itu metode Amtsilati juga memiliki kekurangan
diantaranya :
32
a. Materi yang diajarkan hanyalah materi inti dari nahwu-sharaf,
jadi peserta didik diharapkan memperluas pengetahuannya.
b. Bagi santri yang sudah pernah belajar nahwu-sharaf akan merasa
jenuh karena setiap materi harus ada pengulangan.
Dalam pelaksanaannya metode Amtsilati adalah sebagai
pengantar sebelum membaca dan mempelajari kitab kuning.
Metode Amtsilati disini memuat tentang pelajaran nahwu-sharaf
yang diperlukan untuk bisa membaca kitab kuning. Selain itu
juga denga menggunakan metode Amtsilati, santri diharapkan
bisa mebaca kitab kuning dengan waktu yang relatif singkat,
oleh karena itu pengasuh pondok pesantren Syaichona Moh.
Cholil Bangkalan menggunakannya dalam madarsah diniyah.
6. Efektifitas Metode Amtsilati Dalam Pembelajaran Kitab Kuning
Setelah mengamati berbagai kelebihan dan kekurangan yang
dimiliki oleh metode Amtsilati, maka selanjutnya kita bisa melihat
sejauh mana efektifitas metode tersebut dalam pembelajaran kitab
kuning. Efektifitas merupakan suatu hasil atas pengaruh, jadi
diterapkannya metode Amtsilati pada pembelajaran kitab kuning, untuk
menjadikan santri mencapai hasil yang diharapkan, yakni mampu
memahami teks-teks berbahasa arab (kitab kuning/kitab gundul) baik
dari arah bacaannya, pengi‟robannya dan juga yang tak kalah
33
dalam teks kitab tersebut. sehingga efektifitas dapat dilihat secara
komprehensip melalui berbagai sudut.
Dalam mencapai suatu keberhasilan, yang perlu kita pahami adalah
peranan pelaku utama sebagai pengajar, yang mana dalam hal ini sosok
Ustadz/ustadzah yang paham/mengerti akan penggunaan metode ini.
Selain dari pada kapabilitas seorang pengajar dalam mengaplikasikan
metode tersebut, satu hal juga yang perlu diperhatikan adalah sosok
pengajar harus mengetahui psikis anak didik, sehingga keberhasilan
akan mudah diraih.
Seiring dengan kelebihan dan kekurangan dalam mencapai
keberhasilan, kita juga mencermati sosok dibalik pelaksanaan metode
Amtsilati ini. Kita tahu bahwa sebagus apapun metode yang dipakai
dalam pembelajaran namun orang yang melakukannya tidak faham
betul akan metode itu sendiri, maka keberhasilan yang diimpikan akan
kandas ditengah jalan. Sehingga kita kembalikan pada pelaku metode
ini.
B. TINJAUAN TENTANG METODE AL-MIFTAH
1. Pengertian Metode Al-Miftah
Al-Miftah adalah nama dari sebuah metode cepat membaca kitab
kuning bagi santri usia dini yang disusun oleh BATARTAMA (yaitu
34
sidogiri) yang berisikan kaidah Nahwu dan Sharraf untuk tingkat dasar.
Hampir keseluruhan isi Al-Miftah Lil Ulum disadur dari kitab Jurmiyah
dan ditambah beberapa keterangan dari Alfiyah Ibn Al-Malik dan Nadzm
Al„Imrity. Istilah yang digunakan dalam materi ini hampir sama dengan
kitab-kitab nahwu yang banyak digunakan di pesantren. Jadi, metode ini
sama sekali tidak merubah istilah-istilah dalam ilmu nahwu.
Sebagai metode cepat membaca kitab kuning bagi anak-anak,
Al-Miftah Lil Ulum disetting agar mudah difaham oleh anak usia dini.
Mulai dari bahasa Indonesia yang mudah difaham, kesimpulan dan
rumusan yang sederhana, serta dilengkapi dengan table, skema, dan
beberapa model latihan, hingga kombinasi dengan lagu-lagu yang cocok
untuk usia anak-anak
2. Sejarah dan Perkembangan Metode Al-Miftah
Di mulai Pada tahun 2010 pendidikan di Sidogiri mengalami
kemunduran khususnya dalam bidang baca kitab kuning yang tentunya
berdampak pada pelajaran-pelajaran yang lain dan otomatis
mempengaruhi nilai hasil ujian. Hal ini menuntut Batartama untuk
berfikir keras mengatasi permasalahan tersebut. Hingga kemudian ada
instruksi langsung dari majelis keluarga untuk tanggap dan sigap
menangani permasalahan ini.8
8
35
Melihat situasi tersebut, Batartama dengan cepat membuat konsep
dasar materi kurikulum dan sistem pendidikan baru yang sasarannya
adalah santri dan murid baru hingga terciptalah metode Al-Miftah Lil
Ulum dengan motto “ mudah membaca kitab kuning”.
Pada awal-awal percobaan metode ini dibatasi hanya sekitar 500
peserta yang semuanya adalah santri baru. Dari ke-500 peserta tersebut
adasekitar 350 yang berhasil menguasai kitabFath Al-Qorib( sebuah
kitab yang dijadikan tolok-ukur dalam metode ini ).
Keberhasilan metode bisa dianggap begitu pesat. Dari pertama kali
diterapkannya metode ini sampai sekarang( sekitar 5 tahun ) sudah
berhasil mewisuda sebanyak 2000 santri dalam kategori baca. Dan 50
santri kategori hafal.Bahkan ada 70 lembaga yang sudah menerapkan
metode ini.9
3. Langkah Pembelajaran Metode Al-Miftah
Sistem yang digunakan pada metode ini adalah sistem modul bukan
klasikal. Anak yang mampu menguasai materi jilid lebih cepat, dialah
yang akan naik jilid terlebih dahulu dan melanjutkan jilid-jilid
setelahnya. Dalam realitanya, satu jilid bisa diselesaikan selama tiga
atau tujuh hari. Standartnya anak menyelesaikan satu jilid selama dua
atau bahkan sampai tiga minggu.
9
36
Dalam satu kelas bila terdapat sebagian peserta didik yang sudah
menguasai materi jilid, maka mereka segera diteskan sebagai syarat
untuk naik ke jilid selanjutnya. Apabila sudah dinyatakan lulus
satu-jilid, -semisal sudah lulus jilid satu- maka akan dikumpulkan pada kelas
yang sama-sama sudah dinyatakan lulus untuk kemudian menerima
materi jilid selanjutnya, sedangkan yang tidak lulus akan dimutasi ke
kelas lain. Sehingga setiap hari ada kenaikan dan mutasi kelas.
Anak yang sudah meyelesaikan materi al-Miftah sampai jilid empat
maka tahapan selanjutnya adalah setoran baca kitab Fathul Qarib
berikut memahami kedudukan lafadznya. Anak yang sudah sampai
ketahapan ini diistilahkan dengan„Kelas Taqrib‟. Pada tahap akhir, jika
dirasa sudah mampu membaca kitab Fathul Qarib dengan baik maka
berhak mengikuti tes untuk kemudian di wisuda.
4. Garis-garis Besar Metode Al-Miftah
Yang dimaksud garis-garis besar metode Al-Miftah adalah pola
pikiran dan penggunaan secara global sebagai ciri khas dari metode
tersebut agar dijadikan dasar dan pelaksanaannya. Adapun garis-garis
besar metode Al-Miftah adalah;
a. Kitab Al-Miftah terdiri dari 4 jilid Nadhom danTashrif10
b. Buku metode Al-Miftah diprioritaskan bagi santri baru yang sudah
bisa membaca dan menulis Arab pego.
37
c. Setiap santri hendaklah mempunyai buku metode Al-Miftah untuk
belajar.
d. Waktu pelaksaan KBM yang mencapai 4 jam. ( 3 jam pagi sampai
siang, dan 1 jam di waktu malam)
e. Setiap kelas tidak lebih dari 15 peserta.
5. Kelebihan dan Kekurangan Metode Al-Miftah
a. Singkat dan Praktis
Disampaikan dengan bahasa yang sangat singkat dan praktis.
Kandungan isinya hanya mengambil poin-poin paling penting
didalam membaca kitab dan membuang poin yang tidak perlu atau
bersifat pendalaman.
b. Desain warna
Didesain dengan tampilan dan kombinasi warna agar tidak
membosankan dan cocok untuk anak-anak, Karena menurut
penelitian, belajar dengan menggunakan warna lebih efektif untuk
anak-anak dari pada hanya sekedar hitam-putih
c. Lagu dan skema
Untuk memancing otak kanan maka metode ini dilengkapi
dengan skema dan lagu yang sudah familiar ditelinga anak-anak
sepertil lagu“Balon ku ada lima” yang dijadikan lagu “Isim-isim
yang lima”. Hasilnya sangat mudah sekali untuk bagi anak
38
d. Ciri-ciri (Rumus)
Diantara yang membedakan dengan metode baca kitab pada
umumnya adalah metode Al-Miftah ini dilengkapi dengan ciri-ciri
kedudukan yang sering dijumpai dalam susunan bahasa Arab,
sehingga dengan ciri-ciri tersebut anak bisa membaca kitab
sekalipun belum tahu arti dan pemahamannya.
Selain kelebihan, Al-miftah juga mempunyai kekurangan.
Diantaranya ;
1) Materi yang diajarkan hanyalah materi inti dari
nahwu-sharaf, sehingga peserta didik masih membutuhkan
terhadap kaidah-kaidah tambahan dalam pemantapan
membaca kitab.
2) Bagi santri yang sudah pernah belajar nahwu-sharaf akan
merasa kejenuhan karena setiap materi harus ada
pengulangan.
3) Bagi santri yang sudah dewasa akan merasa diberlakukan
seperti anak kecil, karena metode ini dilengkapi dengan
lagu anak-anak.
4) Dengan banyaknya waktu KBM dapat menjadikan santri
mudah jenuh. Dan disinilah peran guru sangat menentukan
39
6. Efektivitas Metode Al Miftah dalam Pembelajaran Kitab Kuning
Setelah penulis jabarkan dari berbagai revrensi tentang kelebihan
dan kekurangan yang dimiliki oleh metode Al-Miftah, maka selanjutnya
dapat disimpulkan sejauh mana efektifitas metode tersebut dalam
pembelajaran kitab kuning. Efektifitas berasal dari kata efektif yang
menurut KBBI digital kata evektif berarti ada efeknya (akibat,
pengaruhnya, kesannya)/ dapat membawa hasil; berhasil guna.
Sedangkan kata evektifitas sama arti dengan keefektifan, yang mana
artinya adalah keadaan berpengaruh; hal berkesan; keberhasilan.11 Jadi
diterapkannya metode Al-Miftah pada pembelajaran kitab kuning, untuk
menjadikan santri mencapai hasil yang diharapkan, yakni mampu
memahami teks-teks berbahasa arab (kitab kuning/kitab gundul) baik
dari arah bacaannya, pengi‟robannya dan juga yang tak kalah
pentingnya adalah membahasnya melalui struktur kata yang tertera
dalam teks kitab tersebut. Selain itu, metode al-Miftah juga tidak
menafikan atau malah justru menekankan penggunaan Nahwu-Sharaf
yang baik dan benar, hal ini dibukitikan dengan isi di dalam kitab
al-Miftah yang berisikan kaidah Nahwu dan Sharraf untuk tingkat dasar,
serta tidak merubah sama sekali istilah-istilah dalam ilmu nahwu.
11 KBBI Android 4.0.0, by Yuku, www.kejut.com/kbbimobile, Data kamus Hak Cipta ©
40
Selain itu, system yang digunakan pada metode ini adalah system
modul, yang mana memungkinkan para peserta didik dapat menguasai
secara penuh dan mampu menguasai materi jilid lebih cepat. Hal ini
dapat dibuktikan dengan percobaan pada awal-awal penerapan metode
ini, yang mana pesertanya dibatasi hanya sekitar 500 peserta yang
semuanya adalah santri baru. Dari ke-500 peserta tersebut ada sekitar
350 yang berhasil menguasai kitab Fath Al-Qorib(sebuah kitab yang
dijadikan tolok-ukur dalam metode ini).
Sama dengan pembahasan di atas tentang efektivitas penerapan
metode Amsilati, bahwasannya dalam mencapai suatu keberhasilan,
yang perlu diperhatikan adalah kualitas pengajar itu sendiri yang mana
dalam hal ini sering disebut Ustadz/ustadzah di kalangan pesantren.
Pengetahuan yang luas dan pemahaman tentang metode ini sangat
diperlukan oleh pengajar sebagai bekal untuk memahamkan
pemahaman kepada para santri. Di samping itu, pengetahuan tentang
pesikologi setiap peserta didik (santri) juga harus dikuasai oleh seorang
pengajar, hal ini dapat lebih menunjang efektivitas penerapan metode
ini, sehingga keberhasilan pencapaian pembelajaran akan mudah diraih.
Seiring dengan kelebihan dan kekurangan dalam mencapai
keberhasilan, kita juga mencermati sosok dibalik pelaksanaan metode
Al-Miftah ini. Kita tahu bahwa sebagus apapun metode yang dipakai
41
pemahaman metode itu, maka keberhasilan itu selamanya tidak akan
memenuhi target pencapaian pembelajaran.
C. PERBEDAAN ANTARA METODE AMTSILATI DAN METODE
AL-MIFTAH
Dari kedua metode ini sekalipun mempunyai tujuan yang sama;
yaitu memudahkan anak dalam membaca kitab, dalam penerapannya
ternyata terdapat beberapa perbedaan yang sejatinya tidak begitu signifikan.
Meski demikian, penulis disini akan mencoba menjelaskan tentang “cara
penerapan kedua metode ini pada kitab kuning”. Agar lebih mudah
disimpulkan, disini penulis mencoba menggabungkan perbedaan antara
ke-dua metode seperti berikut;
1. Dalam amtsilati anak sudah dikenalkan pada mufrodat bahasa arab sejak
dini dengan cara menghafalkan mufrodat serta menyetorkan hafalan
mereka pada masing-masing Pembina. Dan untuk mengoptimalkan
kegiatan ini maka hafalan mufrodat tersebut dijadikan persyaratan naik
jilid. Sehingga anak tidak bisa ikut tes kenaikan jilid sebelum
menyelesaikan hafalan mufrodatnya. Dan jumlah mufrodat yang harus
dihafal berbeda disetiap jilid; semakin tinggi jilidnya, semakin banyak
pula mufrodat yang harus dihafalkan. Tujuan dari kegiatan ini adalah
untuk menunjang perbendaharaan bahasa arab mereka.
Selain hafalan mufrodat, mereka juga diajarkan untuk memaknai
42
kitab kuning disertai maknanya) kitab kepada pembinanya. Dan hal
kegiatan ini berlanjut sampai mereka menamatkan semua jilid dan mulai
praktik ke kitab kuning.
2. Al-Miftah Lil Ulum sebagai metode cepat baca kitab dengan system
modul lebih mengedepankan pada praktik baca bukan pada makna.
Sehingga dalam metode ini tidak ada kegiatan-kegiatan yang mengarah
pada makna, semua kegiatan yang ada pada metode ini hanya mengarah
pada cara baca saja.
Anak yang sudah meyelesaikan materi al-Miftah sampai jilid
empat maka tahapan selanjutnya adalah setoran baca kitab Fathul Qarib
berikut memahami kedudukan lafadznya. Anak yang sudah sampai ke
tahapan ini diistilahkan dengan „Kelas Taqrib‟. Pada tahap akhir, jika
dirasa sudah mampu membaca kitab Fathul Qarib dengan baik maka
berhak mengikuti tes untuk kemudian di wisuda. Baru setelah mereka
berhasil diwisuda, mereka akanmemasuki jenjang berikutnya dan akan
diajari tata cara memaknai kitab dan cara memahaminya secara
khusus.Tujuan dari kegiatan ini agar anak lebih fokus pada target yang
harus mereka capai; yaitu hatam kitab fathul qorib dengan bacaan yang
benar.
Dari perbedaan diatas dapat penulis simpulkan bahwa metode
Amtsilati adalah sebuah metode yang menekankan cara baca dan makna
43
menekankan cara baca dan makna secara bertahap. Dan perbedaan
penerapan ini akan sangat terlihat ketika anak disuguhi kitab kuning
untuk mereka baca. Anak dengan latar belakang Amtsilati tidak akan
langsug bisa membacanya, karena mereka masih harus memikirkan arti,
kedudukan dan terjemahannya. Sedangkan anak dengan latar belakang
Al-Miftah Lil Ulum akan langsung dapat membacanya tanpa harus
memikirkan makna dan terjemahannya.
D. TINJAUAN TENTANG KEMAMPUAN MEMBACA KITAB
KUNING
1. Pengertian Kitab Kuning
Dalam dunia pondok pesantren, istilah “kitab kuning”, sudah cukup
populer, yaitu kitab-kitab berbahasa Arab yang dikarang oleh ulama‟
masa lalu, khususnya di abad pertengahan. Di lingkungan pondok
pesantren tradisional, kitab-kitab inilah yang jadi inti kurikulum dan
boleh dikatakan sebagai makanan pokok santri sehari-hari12.
Kitab itu disebut “kitab kuning” karena umumnya dicetak di atas
kertas berwarna kuning yang berkualitas rendah. Kadang-kadang
lembar-lembaranya lepas tak terjilid sehingga bagian-bagian yang perlu
mudah diambil. Biasanya, ketika belajar, para santri hanya membawa
12Drs.Imam Bawani M.A,Tradisionalisme Dalam Pendidikan Islam,(Surabaya: Al-Ikhlas,
44
lembaran-lembaran yang akan dipelajari dan tidak membawa kitab
secara utuh.13
Kitab-kitab kuning tersebut (yang berbahasa Arab) tertulis dengan
redaksi tanpa harokat dan tanda baca lainnya, seperti titik dan koma.
Maka tak heran para orang pondok pesantren memperkenalkan istilah
kitab kuning dengan kitab gundul.14
Pengertian umum yang beredar di kalangan pemerhati masalah
pesan