BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obat
2.1.1 Pengertian Obat
Obatadalah sediaan atau paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi (Depkes RI, 1993).
2.1.2 Penggolongan Obat
Berdasarkan penggolongannya, obat dibagi menjadi empat jenis sebagai berikut:
1. Obat bebas adalah obat yang dijual bebas dipasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah
lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. 2. Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras
tetapi masih dapat dijual dan dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam.
3. Obat keras dan psikotropika adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna merah.Obat
narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
4. Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan(Depkes RI, 2006).
2.2 Puskesmas
2.2.1 Pengertian Puskesmas
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkatpertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif,untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Depkes RI, 2014).
2.2.2 Kategori Puskesmas
Dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan yang didasarkan pada kebutuhan dan kondisi masyarakat, puskesmas dapat dikategorikan berdasarkan karakteristik wilayah kerja dan kemampuan penyelenggara (Depkes RI, 2014)
Berdasarkan karakteristik wilayah kerjanya, puskesmas dikategorikan menjadi:
1. Puskesmas kawasan kota. 2. Puskesmas kawasan pedesaan.
2.2.3 Tugas dan Fungsi Puskesmas 2.2.3.1 Tugas Puskesmas
Puskesmas mempunyai tugas seperti yang tertuang dalam Permenkes RI tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat menyatakan bahwa puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat.
2.2.3.2 Fungsi Puskesmas
Fungsi puskesmas diantaranya:
1. Mengembangkan pembangunan berwawasan kesehatan
Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan memiliki makna bahwa puskesmas harus berperan sebagai motor dan motivator terselenggaranya pembangunan yang mengacu, berorientasi serta dilandasi oleh kesehatan sebagai faktor pertimbangan utama.
2. Memberdayakan masyarakat dan memberdayakan keluarga
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitas yang bersifat non instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan, melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi dan fasilitas yang ada.
Pemberdayaan keluarga adalah segala upaya fasilitas yang bersifat non instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan keluarga
agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan mengambil keputusan untuk melakukan pemecahannya dengan benar.
3. Memberikan pelayanan tingkat pertama
Pelayanan tingkat pertama adalah pelayanan yang bersifat mutlak yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Trihono, 2002).
Puskesmas dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, maka puskesmas perlu memperhatikan azas yang harus diikuti diantaranya:
1. Azas pertanggungjawaban wilayah
Azas pertanggungjawaban wilayah artinya bila terjadi masalah kesehatan di wilayah kerjanya, puskesmaslah yang harus bertanggung jawab untuk mengatasinya.
2. Azas peran serta masyarakat
Puskesmas harus memandang masyarakat sebagai subjek pembangunan kesehatan, sehingga puskesmas bukan hanya bekerja unyuk mereka tetapi bekerja untuk masyarakat.
3. Azas keterpaduan
Puskesmas dalam melaksakan kegiatan pembangunan kesehatan, harus melakukan kerjasama dengan berbagai pihak sehingga lebih berhasil guna dan berdaya guna.
4. Azas rujukan
Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, yang bila tidak mampu mengatasi masalah karena berbagai
keterbatasan, bisa melakukan rujukan baik secara vertikal ke tingkat yang lebih tinggi atau secara horizontal ke Puskesmas lainnya (Trihono, 2002). 2.3Pengertian Distribusi
Distribusi adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan antara lain sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan puskesmas (kamar obat, laboratorium), Puskesmas Pembantu (Pustu), Puskesmas Keliling (Pusling), Pos Pelayanan Terpadu(Posyandu), Pos Bersalin Desa (Polindes) (Depkes RI, 2011). 2.3.1 TujuanDistribusi
Tujuan distribusi obat adalah memenuhi kebutuhan obat sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan tepat waktu (Depkes RI, 2011).
2.3.2 Unit Distribusi Obat Puskesmas
Distribusi obat di puskesmas dilakukan di sub-sub unit pelayanan kesehatan secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan kesehatan tersebut antara lain :
1. Sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan puskesmas (kamar obat, laboratorium) .
2. Pustu. 3. Pusling. 4. Posyandu.
5. Polindes (Depkes RI, 2011).
2.3.3 Kegiatan Pengelolaan Obat Puskesmas Kegiatan distribusi obat di puskemas meliputi:
1. Menentukan frekuensi distribusi dimana harus memperhitungkan jarak sub unit pelayanan dan biaya distribusi yang tersedia.
2. Menentukan jumlah obat dimana harus mempertimbangkan pemakaian rata-rata per jenis obat, sisa stok, pola penyakit, jumlah kunjungan di masing-masing sub unit pelayanan.
3. Penyerahan obat dimana dapat dilakukan dengan cara:
1. Gudang obat menyerahkan/mengirimkan obat dan diterima di unit pelayanan.
2. Penyerahan di gudang puskesmas diambil sendiri oleh sub unit-sub unit pelayanan. Obat diserahkan bersama-sama dengan formulir LPLPO dan lembar pertama disimpan sebagai bukti penerimaan obat (Depkes RI, 2011).
2.3.4 Evaluasi Pelaksanaan Pengelolaan Distribusi Obat
Evaluasi pelaksanaan pengelolaan distribusi obat di Puskesmas Mandala Medan dan Puskesmas Dahadano Botombawo Kabupaten Nias Sumatera Utara dilakukan dengan menggunakan beberapa aspek dan indikator sebagai parameter pengamatan yaitu aspek SDM, aspek sarana dan prasarana dan aspek pengendalian stok obat. Aspek evaluasi distribusi obat ini berdasarkan padaPedoman Pengelolaan Obat di Puskesmas oleh Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2.3.4.1SDM
SDM (Human Resources)adalah manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha. Mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan
yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhikebutuhan masyarakat (Sumarsono, 2003).SDM kesehatan adalah seseorang yang bekerja secara aktif dibidang kesehatan baik yang memiliki pendidikan formal maupun tidak yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan (Depkes RI, 2008).
SDM merupakanfaktor pendukung dalam pengelolaan obat termasuk distribusi obat di puskesmas agar organisasi berjalan dengan baik. Dalam Permenkes RI Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas harus memiliki SDM dalam pelayanan kefarmasian minimal harus dilaksanakan oleh 1 orang tenaga Apoteker sebagai penggung jawab dan dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian.
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan. Dalam hal ini kompetensi Apoteker berdasarkan pelayanan kefarmasian di puskesmas sebagai berikut:
a. Sebagai Penanggung Jawab
1. Mempunyai kemampuan untuk memimpin.
2. Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk mengelola dan mengembangkan pelayanan kefarmasian.
3. Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri.
4. Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak lain.
5. Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi, mencegah, menganalisis dan memecahkan masalah.
b. Sebagai Tenaga Fungsional
2. Mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian. 3. Mampu mengelola manajemen praktis farmasi.
4. Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian. 5. Mampu melaksanakan pendidikan dan pelatihan.
6. Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan (Depkes RI, 2014).
Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tanaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker (Depkes RI, 2014).
Peningkatan dan pengembangan pengetahuan SDM juga perlu dilakukan, baik melalui pelatihan maupun pendidikan berjenjang.Apoteker penanggung jawab sebaiknya mengikuti pelatihan antara lain pengelolaan obat di Kabupaten/Kota (Kab/Kota), perencanaan dan pengelolaan obat terpadu, pengelolaan obat di puskesmas, penggunaan obat rasional, pemanfaatan data LPLPO, pengelolaan obat program kesehatan di Kab/Kota, manajemen umum (keuangan, administrasi), komputer (spread sheet, word prosessor) (Depkes RI, 2007).
Tenaga teknis farmasi sebaiknya mengikuti pelatihan antar lain pencatatan pelaporan obat publikdan perbekalan kesehatan, penyimpanan dan pendistribusian obat publik dan perbekalan kesehatan, pengenalan LPLPO, dasar-dasar komputer.Sarjana lain/D-III/SMU sebaiknya mengikuti pelatihan antara lain dasar-dasar komputer, administrasi umum, kursus dasar bendaharawan (Depkes RI, 2007).
Pengembangan pengetahuan SDM bukan hanya topik tertentu dan jangka waktu tertentu, akan tetapi bisa melalui pengembangan dan peningkatan ilmu melalui jenjang pendidikan. Hal ini didukung penuh oleh pemerintah seperti yang tertuang dalam Permenkes RI tahun 2008 tentang Program Tugas Belajar Sumber Daya Manusia Kesehatan yang menyatakan bahwa pengembangan kapasitas SDM dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi serta pengembangan diri personil melalui pendidikan lanjutan baik jangka panjang maupun jangka pendek. Program tugas belajar baik Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai swasta maupun masyarakat yang memiliki potensi atau kontribusi besar bagi pembangunan kesehatan.
2.3.4.2 Sarana dan Prasarana
Sarana adalah suatu tempat, fasilitas dan peralatan yang secara langsung terkait dengan pelayanan kefarmasian, sedangkanprasarana adalah tempat, fasilitas dan peralatan yang secara tidak langsung mendukung pelayanan kefarmasian. Upaya mendukung pelayanan kefarmasian di puskesmas memerlukan prasarana dan sarana yang memadai disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing puskesmas dengan memperhatikan luas cakupan, ketersediaan ruang rawat inap, jumlah karyawan, angka kunjungan pasien dan kepuasan pasien (Depkes RI, 2006).
Ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai dapat menunjang kegiatan distribusi obat berjalan dengan baik dan maksimal. Sarana pendukung diantaranya gudang penyimpanan obat. Peraturan Kepala BPOM menyatakan bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang
memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik. Dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat.
Gudang obat salah satu sarana pendukung untuk penyimpanan obat sehingga mutu dan kualitas obat terjaga serta aman. Gudang obat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikutu:
1. Bangunan cukup luas 3x4 m². 2. Ruang kering dan tidak lembab.
3. Terdapat fentilasi agar ada aliran udara yang masuk sehingga ruangan tidak lembab dan panas.
4. Jendela harus mempunyai pelindung untuk menghindari cahaya masuk secara langsung dan berteralis.
5. Lantai dibuat dari tegel/semen.
6. Dinding dibuat licin serta dihindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam.
7. Dilengkapi pendingin ruangan.
8. Mempunyai pintu yang dilengkapi kunci ganda dan ruangan hanya diperuntukkan untuk penyimpanan obat (Depkes RI, 2011).
Sarana dan prasarana lain yang penting lainnya adalah LPLPO yang berguna sebagai:
1. Bukti pengeluaran obat.
2. Bukti penerimaan obat di puskesmas/rumah sakit.
3. Surat permintaan/pesanan obat dari puskesmas kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kab/Kota.
4. Bukti penggunaan obat di puskesmas (Depkes RI, 2007).
Kartu stok juga berperan penting khususnya dalam pencatatan obat. Dalam kartu stok didapatkan informasi tentang obat diantaranya:
1. Jumlah obat yang tersedia. 2. Jumlah obat yang diterima. 3. Jumlah obat yang keluar.
4. Jumlah obat yang hilang/rusak/kedaluwarsa. 5. Jangka waktu kekosongan obat (Depkes RI, 2007).
Pengendali suhu ruangan misalnya AirConditioner (AC) sangat dibutuhkan untuk menjaga kestabilan kelembaban gudang penyimpanan. Bila AC tidak tersedia, dapat digantikan dengan kipas angin. Alat transportasi yang digunakan juga harus menjamin obat aman selama perjalan. Khusus obat yang membutuhkan penyimpanan khusus dengan menggunakan pendingin, seperti vaksin, sera atau produk darah, antitoksin, insulin, injeksi antibiotika yang sudah dipakai (sisa), injeksi oksitosin harus disediakan lemari pendingin (Depkes RI, 2011).
2.3.4.3 Pengendalian Stok Obat
Pengendalian adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapaianya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapan sehinggan tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar (Depkes RI, 2011).
Tersedinya obat saat di distribusikan ke unit sub-sub unit pelayanan kesehatan di wilayah kerja puskesmas, harus didasarkan pada proses pengelolaan obat yang baik yang terdiri dari:
1. Perencanaan obat
Perencanaan obat adalah suatu kegiatan seleksi obatdan perbekalan kesehatan untuk menentukan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan puskesmas.
Tujuan perencanaan adalah:
1. Mendapatkanperkiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang mendekati kebutuhan.
2. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
3. Meningkatkan efesiensi penggunaan obat (Depkes RI, 2011). Data mutasi obat yang dihasilkan oleh puskesmas merupakan salah satu faktor utama dalam mempertimbangkan perencanaan kebutuhan obat tahunan. Oleh karena itu, data ini sangat penting untuk perencanaan kebutuhan obat di puskesmas. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat pertahun, puskesmas diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan LPLPO, yang selanjutnya Instalasi Gudang Farmasi(IGF) Kab/Kotaakan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat puskesmas (Depkes RI, 2011).
2. Penerimaan obat
Penerimaan adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan yang diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola di bawahnya (Depkes RI, 2011).
Penerimaan obat bertujuan agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh puskesmas (Depkes RI, 2011).
Petugas penerimaan obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah obat, bentuk obat sesuai dengan isi dokumen LPLPO dan ditanda tangani oleh petugas penerima/diketahui kepala puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat petugas penerima dapat mengajukan keberatan. Jika terdapat kekurangan, penerima obat wajib menuliskan jenis yang kurang (rusak, jumlah kurang dan lain - lain). Setiap penambahan obat-obatan, dicatat dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok (Depkes RI, 2011).
3. Penyimpanan obat
Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin penyimpanan obat bertujuan agar obat yang tersedia di unit pelayanan kesehatan mutunya dapat dipertahankan (Depkes RI, 2011).
Penyimpanan obat harus memperhatikan:
1. Persyaratan gudang dan pengaturan penyimpanan.
2. Kondisi penyimpanan diantaranya kelembaban, sinar matahari, temperatur/panas, kerusakan fisik, kontaminasi bakteri, pengotor.
3. Bila ruang penyimpanan kecil maka dapat digunakan sistm dua rak, dimana obat yang akan dipakai diletakkan pada rak A dan sisanya pada rak B.
4. Tata cara menyimpan dan menyusun obatdiantaranya pengaturan penyimpanan obat, penerapan sistem FirstIn First Out (FIFO) dan First Expire First Out (FEFO).
5. Pengamatan mutu obat perlu dilakukan oleh petugas secara berkala, paling tidak setiap awal bulan (Depkes RI, 2011). 4. Pencatatan dan pelaporan obat
Pencatatan dan pelaporan obat di puskesmas merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat-obatan secara tertib, baik obat-obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di puskesmas dan atau unit pelayanan lainnya (Depkes RI, 2011).
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah:
1. Bukti bahwa suatu kegiatan yang telah dilakukan
2. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian 3. Sumber data untuk pembuatan pelaporan (Depkes RI, 2011). 5. Pemusnahan/penghapusan obat
Pemusnahan/penghapusan adalah rangkaian kegiatan pemusnahan sediaan farmasi dalam rangka pembebasan barang milik/kekayaan negara dari tanggung jawab berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku (Depkes RI, 2007).
Tujuan penghapusan sediaan farmasi adalah sebagai berikut :
1. Penghapusan merupakan bentuk pertanggung jawaban petugas terhadap sediaan farmasi/ obat-obatan yang diurusinya, yang
sudah ditetapkan untuk dihapuskan/dimusnahkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Menghindarkan pembiayaan (biaya penyimpanan, pemeliharaan, penjagaan dan lain-lain) atau barang yang sudah tidak layak untuk dipelihara.
3. Menjaga keselamatan dan terhindar dari pengotoran lingkungan (Depkes RI, 2007).