• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 11

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 11"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PERKULIAHAN

Kesehatan

Mental

Strategi Meningkatkan

Kesejahteraan Psikologis

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Psikologi Psikologi

11

MK61112 Aulia Kirana, M.Psi., Psikolog

Abstract

Kompetensi

Dalam perkuliahan ini akan

didiskusikan mengenai strategi

meningkatkan kesejahteraan psikologis

Mampu menguraikan dan menjelaskan

mampu memahami strategi peningkatan

kesehatan jiwa dengan program

kesehatan jiwa yang bersifat kuratif, preventif dan promotif

(2)

Pengantar

Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan Dalam Sejarah

Konsep kesejahteraan psikologis dalam sejarah yang dikembangkan oleh para ahli psikologi berdasarkan dari konsep kebahagiaan. Konsep ini sebenarnya bukan konsep baru, karena para filosof dan ilmuwan zaman dahulu sudah cukup serius mendiskusikannya. Namun demikian para ilmuwan saat ini, mengkonseptualisasikan konsep kesejahteraan psikologis dengan membedakannya dengan kesejahteraan fisik atau materi, gabungan dari keduanya yaitu kesejahteraan fisik dan psikologis disebut dengan kebahagiaan (Kasturi, 2016)

Dalam kehidupan sehari-hari, orang biasanya menyebut kesejahteraan psikologis dengan istilah kebahagiaan. Konsep kebahagiaan sendiri telah didiskusikan secara menarik sejak ribuan tahun silam, pada masa Yunani Kuno. Yaitu zaman para pemikir seperti Sokrates, Epikuros, Plato, Aristoteles, dan sebagainya. Mereka mengkaji konsep kebahagiaan secara berbeda tergantung dari sudut pandang yang mereka anggap tepat untuk membidiknya.

Dari sekian filsuf, Sokrates menduduki tempat yang istimewa dalam sejarah diksusi kebahagiaan. Menurutnya kebahagiaan dapat diraih melalui usaha-usaha manusia. Ia juga mengatakan bahwa setiap manusia memiiki tujuan hidup yang sama yaitu meraih kebahagiaan yang disebutnya sebagai eudaimonia. Secara harfiah eudaimonia dapat diartikan sebagai “jiwa yang baik”. Eudaimonia dapat diraih oleh manusia apabila manusia telah memiliki pengetahuan tentang itu, sehingga dari pengetahuan tersebut manusia akan berperilaku baik pula (Kasturi, 2016).

Perilaku-perilaku buruk pada manusia disebabkan karena manusia tidak memiliki pengetahuan tentang hal yang baik. Pengetahuan tentang kebaikan menjadi sumber kebahagiaan. Manusia akan mencapai kebahagiaan apabila mereka memahami prinsip kebaikan. Dari keyakinannya itu Sokrates merekomendasikan kepada para pemimpin Negara bahwa selain memimpin suatu Negara para pemimpin juga harus memperhatikan kebahagiaan rakyatnya. Dengan kata lain kebahagiaan rakyat menjadi tanggung jawab pemerintah. Sokrates menyimpulkan tujuan utama kehidupan manusia untuk membangun jiwanya sebaik mungkin (Kasturi, 2016).

Sayangnya penjelasan Sokrates berhenti sampai di situ, mestinya Sokrates mengelaborasi lebih jauh apa yang dimaksud jiwa yang baik dan bagaimana cara membangunnya? Tidak mendetailnya penjelasan di atas menyebabkan murid-muridnya

(3)

menjabarkan pendapatnya sendiri-sendiri di mana yang satu bertentangan dengan yang lain. Menurut salah satu muridnya, Antithenes, kebahagiaan itu sifatnya metafisik maka hal-hal metafisik yang harus ditingkatkan. Untuk meraih kebahagiaan manusia harus meninggalkan kesenangan-kesenangan materiil menuju kesenangan-kesenangan yang lebih hakiki yaitu imateriil.

Murid Sokrates lainnya yaitu Plato, membicarakan tentang keadilan psikis yaitu bagaimana seseorang dapat menyeimbangkan antara kebutuhan fisiknya seperti makan dan minum dengan kebutuhan psikologisnya seperti ketenangan, kenyamanan, dan bebas dari konfik, atau bagiaman setiap bagian jiwa dapat menyeimbangkan fungsinya. Namun Plato tidak secara kongkrit menjelaskan bagaimana hubungan antara keadilan sosial, keadilan psikologis, dan kebahagiaan. keduanya menjadi prasyarat kebahagiaan, ataukah pelengkap kebahagiaan. Sama halnya seperti gurunya, Plato berpandangan bahwa the good life (eudomonegnia) atau kebahagiaan dapat dicapai dengan cara hidup secara berkomunitas atau bernegara, sehingga agar kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dan lebih berbahagia, maka perlu diciptakan pemerintahan yang baik pula.

Menurut Plato, kedua pihak saling mempengaruhi. Tatanan pemerintahan yang baik dapat menciptakan kehidupan masyarakat yang tenteram dan sejahtera, sebaliknya kesejahteraan masyarakat dapat meningkatkan kepercayaan diri pemerintahan dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya. Konsepsi kehidupan yang baik dijelaskan oleh Plato dari teorinya tentang ide. Menurutnya, pada hakekatnya manusia memiliki kerinduan untuk kembali ke negeri asalnya yaitu pulang ke kerajaan ideide. Kondisi tersebut dapat dicapai bila manusia memiliki akal budi (kualitas diri) yang baik.

Akal budi akan membuat manusia mampu menguasai dirinya sendiri, sehingga manusia memiliki ketenangan hidup. Untuk mencapai kebahagiaan hidup manusia juga harus memenuhi hidupnya dengan keutamaan-keutamaan, yaitu: kebijaksanaan, keberanian, memahami diri sendiri, dan keadilan. Manusia yang telah memiliki keempat keutamaan tersebut ruhnya akan bisa memasuki alam-alam ruh (ruhani), sehingga manusia akan memiliki.

Kualitas hidup yang baik yang membedakannya dengan manusia-manusia lainnya. Pandangan-pandangan Plato selanjutnya diteruskan oleh muridnya yaitu Aristoteles. Menurut Aristoteles “happiness depends on ourselves”, bila manusia ingin meraihnya maka ia akan mendapatkannya dengan cara melakukan usaha-usaha menuju kesana yaitu melalui cultivation of virtues (penanaman kebaikan-kebaikan). Menurutnya tujuan kehidupan manusia untuk meraih kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan tahapan tertinggi yang bisa dicapai oleh hidup manusia.

Bila manusia telah bahagia maka telah lengkaplah kebutuhan hidupnya, sehingga bila benarbenar telah mencapai kebahagiaan manusia tidak lagi memerlukan hal-hal lainnya.

(4)

Sejak beberapa dekade yang lampau, Aristoteles (oleh Ryff, 1996) telah mengungkapkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan akhir dalam hidup manusia. Diener (1996) juga mendukung pernyataan tersebut bahwa menjadi sejahtera merupakan hak setiap orang. Seligman (2005) menjelaskan bahwa kebahagian mengacu pada emosi yang positif yang dirasakan setiap individu, Seligman (2005) menyatakan gambaran yang mendapatkan kebahagian yang autentik (sejati) yaitu individu yang telah dapat mengidentifikasi, mengelola atau melatih kekuatan dasar yang dimilikinya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam pekerjaan, cinta, permainan dan pengasuhan.

Aristoteles berkeyakinan melalui penggunaan rasio manusia akan meraih kebahagiaan (kebahagiaan personal). Metode perenungan pikiran merupakan sarana untuk mencapai kebaikan tertinggi. Pikiran yang terlatih melalui perenunganperenungan akan menentukan arah kehidupan manusia. Kajian-kajian tentang kebahagiaan ini selanjutnya berkembang, seiring dengan semakin jelinya para peneliti mengkaji konsep kebahagiaan.

Konsep kebahagiaan pun berkembang dengan berbagai istilah antara lain: psychological

well being, subjective well being, emotional well being, dan sebagainya. Beberapa istilah

tersebut sebenarnya tidak memiliki perbedaan signifikan dengan konsep kebahagiaan, namun demikian penjelasan para ahli lebih memperdalam ruang kajian mengenai kebahagiaan ini. Dalam makalah ini kajian akan difiokuskan pada konsep kesejahteraan psikologis. Psychological well-being penting untuk dilakukan karena nilai positif dari kesehatan mental yang ada di dalamnya membuat seseorang dapat mengidentifikasi apa yang hilang dalam hidupnya (Ryff, 1995).

Kebahagian yang dialami setiap individu itu bersifat subjektif karena setiap individu memiliki tolak ukur kebahagiaan yang berbeda-beda setiap individu juga memiliki faktor yang berbeda sehingga mendatangkan kebahagiaan yang diinginkannya sendiri. Hal ini didukung oleh beberapa hasil penelitian (Akhtar, 2009) yang menyatakan bahwa

psychological well being dapat membantu remaja untuk menumbuhkan emosi positif,

merasakan kepuasan hidup dan kebahagiaan, mengurangi kecendrungan mereka untuk berprilaku negatif.

Secara konseptual, temuan empiris pada model psikologis kesejahteraan, terdapat dua poin utama yang meliputi: pertama adalah bahwa kesejahteraan, diartikan sebagai pertumbuhan dan pemenuhan kebutuhan manusia sangat dipengaruhi oleh konteks sekitar kehidupan masyarakat. Kedua adalah bahwa kesejahteraan yaitu fokus untuk kesehatan dengan mengutamakan peraturan yang efektif terhadap sistem fisiologis (Ryff dan Singer, 2008).

(5)

Kesejahteraan Psikologis dalam Konsep

Menurut Ryff (1989), psychological well being yaitu terpenuhinya kondisi-kondisi psikologis pada beberapa dimensi utama yaitu: penerimaan diri, hubungan-hubungan yang positif dengan orang lain, otonomi, pemahaman lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi. Kesejahteraan psikologis bukanlah variable tunggal, para ahli memiliki sebutan yang berbeda-beda untuk indicator yang relative sama ini, diantaranya yaitu Subjective Well

Being (SWB) dan Emotional Well-Being (EWB).

Para ahli menganggap subjective well being adalah term ilmiah yang ditujukan untuk menggambarkan orang-orang yang mengalami kebahagiaan (Seligman & Csikszentmihalyi, 2000), meliputi kebahagiaan, kepuasan hidup, kehadiran emosi-emosi yang positif, dan sebaliknya ketiadaan emosi-emosi negatif (Myers & Diener, 1995).

Subjective well being didefinisikan sebagai evaluasi kognitif tentang kehidupan yang berisi emosi-emosi yang menyenangkan (Lyubomirsky dkk, 2005), termasuk didalamnya pemahaman individu terhadap konsep-konsep kehidupan, kepuasan dalam pernikahan dan pekerjaan (Diener, 2003). Dengan kata lain individu yang sudah mencapai well-being adalah mereka yang telah memahami tujuan hidup dan kehidupan, memiliki kontrol diri dan sosial yang baik sehingga dapat memandang hidup dan kehidupan di sekitarnya secara lebih positif, baik itu kondisi kehidupan yang menguntungkan ataupun tidak menguntungkan untuknya.

Emotional well being merefer pada kualitas emosional individu dalam kehidupan

sehari-hari terutama berkaitan dengan bahagia, stres, sedih, marah, dan afeksi yang membuat seseorang nyaman dan tidak nyaman (Kahneman & Deaton, 2010). Emosi-emosi positif menjadi triger meningkatnya emotional well being (Fredricson & Joiner, 2002), tidak hanya berpengaruh pada kondisi-kondisi saat ini, bahkan kemungkinan dapat meningkatkan kenyamanan pada masa-masa yang akan datang. Emosi-emosi positif dapat mempengaruhi sikap dan tindakan sehingga membuka diri individu untuk menerima atau berinteraksi dengan orang lain.

Dalam kondisi senang akan mudah menerima masukan dari orang lain daripada pada kondisi sedang sedih, sebagai contoh Mahasiswa yang baru saja lulus ujian akan mudah untuk mengeluarkan uang dengan tujuan “syukuran”, beberapa orang bahkan bisa secara royal membelanjakan uangnya untuk menyenangkan teman-temannya. Mereka mengaku tidak begitu bermasalah mengeluarkan uangnya karena sedang bahagia. Emosi-emosi positif berdampak pada perilaku-perilaku yang positif, sebaliknya emosi-emosi negatif berdampak pada perilaku negatif.

Orang yang sedang kehilangan uang akan terlihat murung, sehingga keberadaan orang lain kurang menarik perhatiannya, bahkan bila orang lain tidak hati-hati bisa terkena

(6)

marahnya. Implikasi menurunnya EWB berkaitan dengan persoalan-persoalan kesehatan mental seperti stres, depresi, dan kecemasan. Kondisi-kondisi tersebut pada gilirannya berpengaruh pada kesehatan fisik seperti gangguan pencernaan, kesulitan tidur, dan kekurangan tenaga (lemas). Sebaliknya meningkatnya EWB berdampak positif pada kondisi-kondisi psikologis, seperti kemampuan pemecahan masalah, harga diri, konsep diri, performansi, dan produktivitas kerja, bahkan berpengaruh pada bertambahnya usia individu

Teori Kesejahteraan Psikologis

Kesejahteraan psikologis adalah pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara personal (Ryff, 1989, dikutip dalam Kasturi, 2016).

Menurut Ramos (dikutip dalam Kasturi, 2016). kesejahteraan psikologis adalah kebaikan, keharmonisan, menjalin hubungan baik dengan orang lain baik antar individu maupun dalam kelompok. Berger (dikutip dalam Kasturi, 2016). Menjelaskan kesejahteraan psikologis ditempat kerja adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki motivasi, dilibatkan dalam pekerjaannya, memiliki energi positif, menikmati semua kegiatan pekerjaannya dan akan bertahan lama pada pekerjaannya.

Raz (dikutip dalam Kasturi, 2016). menambahkan bahwa menjalankan kegiatan sepenuh hati dan sukses dalam menjalin hubungan dengan dengan orang lain merupakan makna dari kesejahteraan psikologis, dengan kata lain sumber dari kesejahteraan psikologis adalah menemukan makna dalam hidupnya.

Ryff (dikutip dalam Kasturi, 2016). menambahkan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari serta mengarah pada pengungkapan perasaan pribadi atas apa yang dirasakan oleh individu sebagai hasil dari pengalaman hidupnya.

Menurut Ryff (1989) gambaran tentang karakteristik orang yang memiliki kesejahteraan psikologis merujuk pada pandangan Rogers tentang orang yang berfungsi penuh (fullyfunctioning person), pandangan Maslow tentang aktualisasi diri (self actualization,pandangan Jung tentang individuasi, konsep Allport tentang kematangan, juga sesuai dengan konsep Erikson dalam menggambarkan individu yang mencapai integrasi dibanding putus asa. kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya tanda-tanda depresi (Ryff, dikutip dalam Kasturi, 2016).

(7)

Bradburn menyatakan bahwa happiness (kebahagiaan) merupakan hasil dari kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap individu (Ryff dan Singer, 2006)

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis adalah kondisi individu yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, memiliki kepuasan hidup dan tidak ada tanda-tanda depresi. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh adanya fungsi psikologis positif dari diri individu yaitu : penerimaan diri, hubungan sosial yang positif, mempunyai tujuan hidup, mengembangkan potensi dan mampu mengontrol lingkungan eksternal.

Peningkatan Kesejahteraan Psikologis

Berdasarkan hasil-hasil riset di bidang ilmu psikologi, para ahli merumuskan faktor-faktor yang dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis, antara lain: kemampuan financial, lingkungan pekerjaan, keluarga, dan tingkat pendidikan (Mirowsky & Ross, 2005), dan kualitas kepribadian. Ryff menjelaskan bagaimana faktor kepribadian (big five personality) dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis.

Ternyata tipe extroversion, conscientiousness, low neuroticism berpengaruh secara signifikan terhadap kesejahteraan psikologis. Aspek yang dipengaruhi oleh ketiga factor tersebut yaitu self-acceptance, environment mastery, dan purpose in life. Agreeableness dan extraversions berpengaruh terhadap positive relationships with others, sementara itu low neuroticism akan mempengaruhi autonomy. Selanjutnya, Ryff juga mengatakan bahwa keterbukaan terhadap pengalaman baru akan berpengaruh kuta terhadap personal growth. Apabila kita menggunakan teori Ryff di atas, maka bila ingin meningkatkan kesejahteraan psikologis, maka factorfaktor tersebut di ataslah yang perlu untuk ditingkatkan (Mirowsky & Ross, 2005),

Meningkatnya factor-faktor selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan psikologisnya. Sesuai dengan pendapat Ryff di atas, apabila individu memiliki keterbukaan diri dan ceria sehingga mudah pula baginya bergaul dengan orang lain (extraversions), dan ramah (agreeableness) maka individu akan memiliki penerimaan diri yang baik (good self-acceptance) serta memiliki kemampuan dalam membangun hubungan dengan orang lain, dan pemahaman lingkungan social yang baik pula (good environment mastery). Sementara itu individu yang memiliki sikap hati-hati (agreeableness) dan memiliki tingkatan kecemasan yang rendah (low neuroticism) akan meningkatkan penguasaan terhadap lingkungan (environment mastery) dan kejelasan dalam tujuan hidupnya (purpose in life), dan membuat individu lebih mandiri (autonomy) (Mirowsky & Ross, 2005),

ilmuwan-ilmuwan menjelaskan konsep kesejahteraan psikologis ini. Dalam makalah ini akan disebutkan dua diantaranya,) terdiri atas dua jenis, yaitu: kebahagiaan materi dan

(8)

kebahagiaan psikologis Kebahagiaan materi pada dasarnya bukan kebahagiaan, karena individu bahagia hanya sebatas pada hal-hal material saja, Ibnu Miskawaih menyebutnya sebagai kebahagiaan yang menipu. Namun demikian, kebanyakan manusia ketika menyebutkan dirinya bahagia sering terjebak dengan kebahagiaan materi ini.

Adapun kebahagiaan yang sejati menurut Ibnu Miskawaih adalah kebahagiaan jenis kedua yaitu kebahagiaan psikologis. Konsep kebahagiaan psikologis ini mirip dengan kesejahteraan psikologis (true happiness) kebehagiaan jenis ini akan dapat membawa manusia ke derajat para malaikat. kebahagiaan itu berasal dari transformasi diri, dan terletak pada pemahaman dirinya. Seseorang yang dapat memahami dirinya, maka ia akan bahagia”. Karena pemahaman diri dapat menjadi cermin dari pengalaman-pengalaman hidupnya di masa lalu, masa sekarang, dan teropongan individu pada masa yang akan datang (Mirowsky & Ross, 2005).

Individu akan benar-benar mencapai taraf kebahagiaan apabila ia dapat terhindar dari sifat-sifat dendam. Kebahagiaan yang mereka miliki merupakan kebahagiaan sejati. Standar kebahagiaan mereka tentunya berbeda dengan jenis kebahagiaan yang dimiliki oleh orang-orang awam yang cenderung masih merupakan kebahagiaan material. Kebahagiaan mereka tercapai apabila telah berhasil menunaikan suatu tugas atau berhasil dalam dakwahnya karena kelak mereka meyakini akan hasil dari usahanya (Mirowsky & Ross, 2005),

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesejahteraan Psikologis

Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang.

Dukungan Sosial merupakan gambaran ungkapan prilaku suportif (mendukung) yang diberikan seseorang individu kepada individu lain yang memiliki keterikatan dan cukup bermakna dalam hidupnya. Dukungan sosial dari orang-orang yang bermakna dalam kehidupan seseorang dapat memberikan peramalan akan well-being seseorang (Robinson 1983; Lazarus 1993). Dukungan sosial yang diberikan bertujuan untuk mendukung penerima dalam mencapai tujuan dan kesejahteraan hidup. Adanya interaksi yang baik dan memperoleh dukungan dari rekan kerja akan mengurangi munculnya konflik dan perselihan ditempat kerja ( Feist & Feist, 2008).

Status sosial ekonomi mempengaruhi kesejahteraaan psikologis seseorang. Seperti besarnya income keluarga, tingkat pendidikan, keberhasilan pekerjaan, kepemilikan materi dan status sosial di masyarakat. (Feist & Feist, 2008). Kegagalan dalam pekerjaan dan terhambatnya income dapat mengakibatkan stres kerja yang berdampak pada menurunnya kesejahteraan psikologis karyawan yang berakhir dengan performa kerja buruk dan

(9)

produktifitas rendah akan merugikan organisasi ataupun perusahaan. Jaringan sosial Berkaitan dengan aktivitas sosial yang diikuti oleh individu seperti aktif dalam pertemuan-pertemuan atau organisasi, kualitas dan kuantitas aktivitas yang dilakukan, dan dengan siapa kontak sosial dilakukan (Pinquart & Sorenson, 2000). Jaringan sosial yang baik dan menjaga kualitas hubungan sosial dengan lingkungan akan mengurangi munculnya konflik dan meningkatkan kesejahteraan psikologis dalam hidup.

Religiusitas Hal ini berkaitan dengan transendensi segala persoalan hidup kepada Tuhan Individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi lebih mampu memaknai kejadian hidupnya secara positif sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna .

Kepribadian Individu yang memiliki banyak kompetensi pribadi dan sosial, seperti penerimaan diri, mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, coping skill yang efektif akan cenderung terhindar dari konflik dan stres (Santrock,1999; Warr, 2011). Seseorang yang tidak dapat menentukan pilihan secara bijak, tidak berani mengambil resiko, kurangnya dalam hal kemampuan mengontrol diri dan tidak memiliki penerimaan diri yang baik merupakan indikasi keberadaan konflik dalam dirinya yang akan mengurangi tingkat kesejahteraan secara psikologis di kehidupannya. (Warr, 2011).

Dimensi Pada Kesejahteraan Psikologis

Karakteristik kesejahteraan psikologis mencakup 6 dimensi menurut Ryff & Singer, 2006 yaitu:

a. Otonomi (Autonomy) Dimensi otonomi menyangkut kemampuan dalam menentukan nasib sendiri (self determination), bebas dan memiliki kemampuan untuk mengatur perilaku sendiri. Dimana individu memahami kapasitasnya dan mampu bersikap tegas dalam mengambil keputusan tanpa melibatkan persetujuan orang lain (Ryff & Singer, 2006).

b. Penguasaan Lingkungan (Environmental Mastery) Kemampuan individu untuk memilih, menciptakan dan mengelola lingkungan yang tepat agar sesuai dengan kondisi psikologisnya. Dalam rentang hidupnya, selain kematangan individu juga membutuhkan kemampuan untuk memanipulasi dan mengedalikan lingkungan yang beragam. Pengusaan individu terhadap lingkungannya menunjukkan adanya keberfungsian secara psikologi positif (Ryff & Singer, 2006).

c. Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth) Individu sadar akan harkat manusia yang tumbuh dan berkembang sebagai pribadi yang membutuhkan aktualisasi diri dan pengembangan potensi diri (Ryff & Singer, 2006).

d. Hubungan positif dengan orang lain (Positive Relations with Others) Dimensi penting lain dari psychological well-being (kesejahteraan psikologis) adalah kemampuan individu untuk membina hubungan yang hangat dengan orang lain. Kemampuan untuk mencintai

(10)

dipandang sebagai komponen utama dari kesehatan mental. Hubungan interpersonal dilandasi dengan perasaan yang kuat dari empati, persahabatan yang mendalam (keintiman), dan kehangatan (Ryff & Singer, 2006).

e. Tujuan Hidup (Purpose of Life) Adanya tujuan hidup yang jelas merupakan bagian penting dari karakteristik individu yang memiliki kesejahteraan psikologis. Tujuan dalam hidup membawa individu lebih produktif dan kreatif dikemudian hari. Salah satunya yaitu fungsi positif pada tujuan, niat, dan arti arah yang semuanya berkontribusi terhadap perasaan bahwa kehidupan harus bermakna (Ryff & Singer, 2006).

f. Penerimaan Diri (Self Acceptance) Penerimaan diri merupakan salah satu karakter dari individu yang mengaktualisasikan dirinya secara optimal dan matang dimana mereka dapat menerima dirinya apa adanya dan menerima kehidupan masa lalunya. Demikian, memberikan penilaian yang positif terhadap karakter dan keunikan diri sendiri (Ryff & Singer, 2006).

(11)

Daftar Pustaka

.Feist. J & Feist, G. J. (2008). Theories of personality (7th. Ed.). New York: Mc:Grawhill. Kasturi, T.(2016). Meningkatkan kesejahteraan psikologis masyarakat indonesia. Prosiding

Konferensi Nasional Peneliti Muda Psikologi Indonesia, Vol 1 (1), 1-7.

Mirowsky J, Ross CE. (2005). Education, Learned Effectiveness, and Health. Review of Education, 3, 205–220.

Ryff, C. D. & Singer, B. H. (2006). Know Thyself and Become What You Are: A Eudaimonic Approach to Psychological Well-Being. Journal of Happiness Studies 9:13–39 Springer. DOI 10.1007/s10902-006-9019-0.

Seligman, M.E.P., & Csikszentmihalyi, M. (2000). Positive Psychology: an introduction. American Psychologist, 55, 5-14.

Referensi

Dokumen terkait

Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan tidak

Sebelum melaksanakan kegiatan PPL diperlukan kondisi fisik yang baik agar kegiatan dapat berjalan dengan lancar. Untuk kegiatan PPL diperlukan juga kondisi mental yang

Telah disebutkan pada penelitian sebelumnya bahwa bakteri simbion teritip yang diekstrak dengan pelarut semi polar etil asetat dapat mengekstrak senyawa bioaktif

Siswa yang memahami konsep secara padu dapat dikatakan sudah mengalami proses belajar bermakna (dengan meminjam istilah Ausubel). Sedangkan siswa yang mengikuti

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara

Bulu mata lentik dari pangkal hingga ujung* Efek lentik yang tahan lebih lama* Kuas super lengkung, membantu melentikkan & menarik setiap bulu mata.. BULU

Toshibumi Gamo adalah sosok yang paling berpengaruh dalam bidang kampanye keselamatan di tempat kerja. Sebagai pelopor keselamatan kerja di zaman modern Jepang, Toshibumi Gamo