• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Air adalah kebutuhan dasar manusia untuk kehidupan sehari-hari.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Air adalah kebutuhan dasar manusia untuk kehidupan sehari-hari."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang

Air adalah kebutuhan dasar manusia untuk kehidupan sehari-hari. Distribusi air yang cukup tergantung pada desain sebuah tangki penampungan air di daerah tersebut. Sebuah menara tangki air adalah wadah penyimpanan air yang dibangun untuk tujuan memenuhi pasokan air dan pada ketinggian tertentu untuk memperlancar sistem distribusi air. Ukuran tangki air tergantung pada kuantitas air yang dibutuhkan pada penggunaan puncak maksimum harian suatu daerah tertentu.

Pasokan air dalam sistem yang kompleks pertama dikembangkan di Jerman pada pertengahan abad ke-19, mengarah ke perbaikan penting dalam standar higienis. Unsur utama dari sistem pasokan air modern adalah menara tangki air. Awal tahun 1900, dan 30-40 tahun kemudian jumlah terbesar menara air dibangun ketika desa-desa dan kota-kota yang dilengkapi dengan system distribusi air untuk keperluan publik. Ketika memasuki abad ke 20, bangunan tinggi banyak dibangun dan menara tangki air mulai jarang dipakai karena tangki dimasukkan dalam bangunan. Namun, menara tangki air masih sering digunakan untuk kebutuhan industri dan pengembangan kota pada tempat-tempat tertentu di beberapa negara dan tetap dengan desain elemen struktur. (Sara Hamm, 2004)

Selain dari desain struktur menara tangki air, tujuan utama dari konstruksi ini adalah untuk mendistribusikan air secara efektif dan cukup pada kawasan tertentu. Air sangat penting bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan

(2)

2

sehari-hari, baik dalam pemakaian rumah tangga, kawasan pabrik, perindustrian ataupun komersial. Ini menjadi penting untuk dibahas ketika kita harus memikirkan apa yang akan terjadi pada menara tangki penampunga air jika terjadi gempa yang cukup besar pada kawasan-kawasan tersebut?

Tangki digolongkan sebagai struktur bukan bangunan. Tetapi meskipun demikian, tangki tetap harus direncanakan dengan baik terutama untuk menahan gaya gempa yang mungkin terjadi. Jika tangki tidak direncanakan dengan baik, maka kerusakan pada tangki dapat mengakibatkan kerugian jiwa maupun materi yang cukup besar.

Tangki terdiri dari tipe yang berbeda berdasarkan jenis material konstruksi, tipe penyimpanan, dan bahkan lokasi penyimpanan. Setiap jenis tangki tersebut didasarkan pada peraturan dan metodologi perencanaan yang berbeda-beda. Untuk tangki-tangki yang terbuat dari pelat-pelat baja yang disatukan dengan cara dilas dan digunakan untuk menyimpan minyak, perencanaannya adalah berdasarkan ASCE 7-05 terbaru, yang juga mengacu pada peraturan AWWA D100 yang dipublikasikan oleh American Water Work Association (AWWA) dan peraturan API 650 yang dipubikasikan oleh American Petroleum

Institute (API). (STRUCTURE magazine, 2007: 22)

Tangki penyimpanan cairan, yang telah ada dalam dunia konstruksi selama berabad-abad, akhir-akhir ini telah menjadi topik pembicaraan utama dalam dunia teknik gempa. Salah satu contohnya adalah keretakan pada bendungan beton berkapasitas 5 juta galon di Westminister, California, pada tanggal 21 September 1998 yang mengakibatkan kerugian yang hampir mencapai 27 juta dolar. Contoh yang lain adalah banyaknya tangki baja las tempat

(3)

penyimpanan minyak di Alaska yang mengalami kebocoran dikarenakan oleh gempa tahun 1964. Hal yang sama juga terjadi di Padang yang disebabkan oleh Gempa Padang tanggal 30 September 2009. (STRUCTURE magazine, 2007: 22)

Ketahanan tangki air, minyak, ataupun bahan kimia dan bendungan terhadap gempa sangat penting bagi masyarakat. Persediaan air sangat penting untuk kebutuhan air pasca gempa atau mengendalikan kebakaran yang umum terjadi pada saat gempa yang mana bisa menyebabkan kerusakan dan korban jiwa yang lebih besar daripada gempa itu sendiri. Tangki minyak yang rusak (bocor) berpotensi untuk menyebabkan terjadinya kebakaran besar yang sangat sulit untuk diatasi. Sedangkan tangki berisi bahan kimia yang mengalami kebocoran dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang cukup fatal baik bagi manusia maupun makhluk hidup lainnya. (STRUCTURE magazine, 2007: 22).

Studi awal yang dilakukan Housner (1963) menunjukkan perilaku hydrodynamic dari fluid dalam tangki yang kaku akibat gerakan tanah, dimana diketahui bahwa sebagian air diatas bergerak dalam perioda yang panjang disebut sebagai convective wave dan bagian air dibawah akan bergerak bersamaan dengan dinding tangki yang disebut sebagai impulsive wave seperti ditunjukkan pada gambar 1. Gerakan massa air bagian atas (convective mass) ini yang akan menimbulkan ossilasi yang disebut dengan sloshing. Pengaruh Slosing ini digunakan sebagai persyaratan untuk ketinggian fluida dalam tangki (free board) dan juga menyumbangkan kontribusi yang kecil terhadap gaya geser dan momen guling (overtuning moment) pada dasar tangki. Sedangkan, impulsive mass dengan perioda pendek sekitar 0.1 s/d 0.25 detik merupakan faktor dominan

(4)
(5)

1.2.

Permasalahan

Tangki yang ditempatkan di atas menara terutama didesain dengan tujuan untuk persediaan air dan mempunyai kapasitas yang bervariasi mulai dari 100 sampai 3.000 meter kubik. Ciri-ciri yang membedakan jenis tangki menara dengan tangki di permukaan tanah adalah bentuk bagian bawah tangki. Seperti yang telah tercatat dalam peraturan, bentuk bagian bawah tangki menara adalah bentuk revolusi sebuah bentuk cangkang yang tidak sempurna, ataupun kombinasi dari bentuk cangkang tersebut. Pada tugas akhir ini kita gunakan tangki penampungan air dengan kapasitas 14.718,75 liter atau 14.7 meter kubik.

Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa seperti ditunjukkan dalam Gambar 1, di mana Wilayah Gempa 1 adalah wilayah dengan tingkat kegempaan paling rendah dan Wilayah Gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian Wilayah Gempa ini, didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh Gempa Rencana dengan perioda ulang 500 tahun, yang nilai rata-ratanya untuk setiap Wilayah Gempa ditetapkan dalam Tabel 1.1.

Apabila percepatan puncak muka tanah Ao tidak didapat dari hasil analisis perambatan gelombang seperti disebut dalam Pasal 4.6.1, percepatan puncak muka tanah tersebut untuk masing-masing Wilayah Gempa dan untuk masing-masing jenis tanah ditetapkan dalam Tabel 1.1 Berdasarkan SNI-03-1726-2002, tentang Standard Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung, maka wilayah Sumatera Utara (Medan) merupakan daerah Wilayah Gempa 3 & 4.

Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah Ao untuk Wilayah Gempa 1 yang ditetapkan pada Tabel 1.1 ditetapkan juga sebagai

(6)

6

percepatan minimum yang harus diperhitungkan dalam perencanaan struktur gedung untuk menjamin kekekaran (robustness) minimum dari struktur gedung tersebut.

Untuk menentukan pengaruh Gempa Rencana pada struktur gedung, yaitu berupa beban geser dasar nominal statik ekuivalen pada struktur beraturan menurut Pasal 6.1.2, gaya geser dasar nominal sebagai respons dinamik ragam pertama pada struktur gedung tidak beraturan menurut Pasal 7.1.3 dan gaya geser dasar nominal sebagai respons dinamik seluruh ragam yang berpartisipasi pada struktur gedung tidak beraturan menurut Pasal untuk masing-masing Wilayah Gempa ditetapkan Spektrum Respons Gempa Rencana C-T. Dalam gambar tersebut C adalah Faktor Respons Gempa dinyatakan dalam percepatan gravitasi dan T adalah waktu getar alami struktur gedung dinyatakan dalam detik. Untuk T = 0 nilai C tersebut menjadi sama dengan Ao, di mana Ao merupakan percepatan puncak muka tanah menurut Tabel 1.1.

Tabel 1.1.: Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka tanah untuk masing-masing Wilayah Gempa Indonesia. (Sumber SNI-1726-2002, hal 19)

Wilayah Gempa Percepatan puncak batuan dasar (‘g’)

Percepatan puncak muka tanah Ao (‘g’)

Tanah Keras Tanah Lunak Tanah Sedang Tanah Khusus 1 0,03 0,04 0,04 0,04 Diperluksn evluasi khusus disetiap lokasi 2 0,10 0,12 0,12 0,12 3 0,15 0,18 0,18 0,18 4 0,20 0,24 0,24 0,24 5 0,25 0,28 0,28 0,28 6 0,30 0,33 0,33 0,33

(7)

Berdasarkan peraturan API Standar 650 Adendum 4 (2005), beban-beban yang mungkin terjadi pada tangki adalah beban-beban mati (berat sendiri tangki), beban cairan yang disimpan dalam tangki, beban air (untuk tes hidrostatik), beban hidup atap minimum, angin, tekanan dalam rencana, tekanan percobaan, tekanan luar rencana, dan beban gempa, dengan kombinasi pembebanan sebagai berikut: 1) Beban Mati (DL): berat sendiri tangki ataupun komponen-komponen tangki

termasuk juga korosi yang diijinkan.

2) Tekanan luar rencana (Pe): tidak boleh lebih kecil dari 0,25 kPa dan melebihi dari 6,9 kPa.

3) Tekanan dalam rencana (Pi): besarnya tidak boleh melebihi 18 kPa.

4) Tes hidrostatik (Ht): beban yang terjadi ketika tangki diisi air sampai ke batas ketinggian yang direncanakan.

5) Beban hidup atap minimum (Lr): sebesar 1 kPa pada daerah proyeksi horizontal atap. Beban hidup atap minimum dapat ditentukan dengan ASCE 7, tetapi tidak kurang dari 0,72 kPa.

6) Beban gempa (E): beban yang mengakibatkan terjadinya gaya impulsive dan gaya konvektif dari cairan di dalam tangki.

7) Salju (Beban akibat salju tidak akan diikutsertakan dalam tugas akhir ini sebab tidak pernah terjadi salju di Indonesia).

8) Cairan yang disimpan (F): beban yang terjadi ketika tangki diisi cairan dengan berat jenis yang telah direncanakan dan cairan tersebut diisi sampai batas ketinggian yang telah direncanakan.

9) Tekanan Percobaan (Pt):

(8)

8

Ketika tangki telah dibangun seluruhnya, tangki tersebut harus diisi dengan air sampai sudut tertinggi tangki atau sampai ketinggian air rencana, dan tekanan udara internal rencana harus diaplikasikan pada ruang tertutup diatas tinggi air dan dibiarkan selama 15 menit. Tekanan udara tersebut kemudian dikurangi menjadi sebesar satu setengah dari tekanan rencana, dan semua sambungan las diatas tinggi air harus diperiksa untuk mengecek adanya kebocoran. Lubang angin tangki harus diuji selama tes berlangsung atau setelah tes selesai dilaksanakan.

b. Untuk tangki berpondasi dengan tekanan desain sampai 18 kPa

Setelah tangki diisi dengan air, badan tangki dan pondasi harus diperiksa kekuatan sambungannya. Tekanan udara sebesar 1,25 kali tekanan rencana harus diaplikasikan pada tangki yang dipenuhi air sampai pada ketinggian air rencana. Tekanan udara kemudian dikurangi menjadi sebesar tekanan rencana, dan tangki lalu diperiksa kembali kekuatan sambungannya. Sebagai tambahan, semua sambungan di atas batas air harus diperiksa dengan menggunakan soap film dan material lain yang sesuai untuk mendeteksi kebocoran. Setelah pemeriksaan, air harus dikosongkan dari tangki (dan tangki sedang dalam tekanan atmosfir), pondasi harus diperiksa kekuatan sambungannya. Tekanan udara desain kemudian harus diaplikasikan pada tangki untuk pemeriksaan akhir pondasi. Angin (W) yaitu Kecepatan angin rencana (V) adalah sebesar 190 km/jam (120 mph) dengan tekanan angin rencana pada arah horizontal sumbu tangki sebesar 1,44 kPa dan pada arah vertikal sumbu tangki sebesar 0,86 kPa.

(9)
(10)
(11)

1.4. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan tugas akhir ini adalah:

1. Menganalisa perilaku menara tangki penyimpanan air akibat dari efek pembebanan gempa.

2. Mempelajari karakteristik dinamik struktur.

3. Mengetahui metode analisis dari bidang mekanika fluida, mekanika struktur dan mekanika tanah atas perilaku dinamis dari struktur.

4. Melihat displacement yang terjadi pada struktur menara tangki, dibandingkan antara tanpa sloshing dan dengan pengaruh beban sloshing.

5. Menghasilkan kesimpulan yang dapat membantu pengguna bukan dalam hal mendesain saja tetapi juga untuk menuntun pengguna untuk mendapatkan gambaran mengenai gaya-gaya yang terjadi pada menara tangki penampungan fluida.

1.5

Metodologi

Metodologi yang digunakan untuk menyelesaikan tugas akhir ini adalah dengan melakukan kajian literature dan melakukan analisa gaya sloshing secara analitikal yang terjadi pada tangki air yang berada diatas menara. Sehingga akan diperoleh hasil analisa tersebut dalam bentuk tabel ataupun grafik untuk membantu pembaca tugas akhir ini.

Gambar

Tabel 1.1.: Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak    muka tanah untuk masing-masing Wilayah Gempa Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Berbeda dengan kajian yang disebutkan di atas, kajian ini merekonstruksi secara bersama memori kolektif dan identitas kultural antar komunitas umat beragama Kristen

(2) Dalam hal calon Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berstatus Pegawai Negeri Sipil maka yang bersangkutan harus melepaskan terlebih dahulu status kepegawaiannya, yang

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan terjun langsung kelapangan untuk meneliti “ perbandingan hasil belajar siswa yang

Maryani dan Ludigdo (2001) mendefinisikan etika sebagai seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun

Kami mempertahankan rekomendasi BUY dengan target harga Rp940, berdasarkan target pertumbuhan penjualan dari manajemen sebesar 47% yang menurut kami cukup realistis

Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti selama 12 hari, kendala yang dihadapi guru dalam mengembangkan perilaku bertanggung jawab pada anak, secara internal anak

Hasil penelitian diperoleh data secara keseluruhan faktor-faktor yang memotivasi siswa dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler pramuka ada pada kategori sedang 34,44%,

Praktek produk murabahah yang kurang sesuai lainnya adalah nasabah lebih banyak menggunakan untuk konsumtif, padahal murabahah sendiri yaitu membeli barang yang akan dijual