• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KERAGAAN ITIK PETELUR LOKAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KERAGAAN ITIK PETELUR LOKAL"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional Peternakan dan Peteriner 1999

TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KERAGAAN ITIK PETELUR LOKAL

ME . TOGATOROP, Y.C . RAHARDJO, dan BROTO WIBOWO Balai Penelitian Terrtak, P.O. Box221,Bogor16002

ABSTRAK

Penelitian ini menggunakan 750 ekor anak itik betina umur sehari type petelur hasil persilangan itik jantan Alabio dengan itik betina Mojosari (AM). Tiga tingkat kepadatan gizi ransum masing-masing R1 (12% protein), R2 (16% protein), dan R3 (20% protein) dengan tingkat energi berimbang, (antara 156 t 10) berturut-turut 2000 kkal, 2500 kkal, dan 3000 kkal per kg ransum. itik secara acak dibagi dalam 15 kelompok masing-masing diulang dua kali dengan populasi 25 setiap ulangan. Selama 20 minggu diamati konsumsi ransum dan bobot badan mingguan, angka kematian. Hasil penelitian menunjukkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan bobot badan akhir itik pada fase umur 0-8 minggu yang memperoleh R1 lebih rendah (P<0,05) dari itik yang memperoleh R2 dan R3 . Konversi ransum itik yang memperoleh R3 lebih baik (P<0,05) dibandingkan dengan Rl, sedangkan antara R2 dengan R1 dan R3 pada itik fase umur 0-8 minggu tidak berbeda. Pada fase umur 0-16 minggu dan 0-20 minggu, ternyata konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, bobot badan akhir, dan konversi ransum tidak berbeda. Untuk fase pertumbuhan sampai umur 20 minggu kebutuhan protein diduga berkisar antara 16 persen -20 persen dengan kadar energi antara 2500 - 3000 kkal kg.

Kata kunci : Gizi, ransum, itik

PENDAHULUAN

Ternalc unggas termasuk itik sangat strategis untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani dan peningkatan produktivitas itik perlu mendapat penanganan. Itik sudah lama dikenal dan dipelihara masyarakat di pedesaan, produksi telur itik tahun 1997 mencapai 158200 ton (20,7%) dari jumlah produksi telur unggas (765000 ton) di Indonesia (DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 1998). Itik merupakan penghasil telur kedua dan produksi daging itik relatif kecil 20400 ton (2,3%) dari jumlah produksi daging unggas (898500 ton) di Indonesia talum 1997.

Kenyataan data produksi telur itik di lapangan, hanya 20 persen dari populasi itik Tegal mempunyai produksi telur lebih 65 persen bahkan setengahnya mempunyai daya produksi kurang 20 persen (SETIOKO et al., 1994). Rendahnya produksi telur ini diduga disebabkan, rendahnya mutu bibit, pengadaan clan pemberian pakan yang tidak memadai baik kuantitas maupun kualitas, dan manajemen pengelolaan produksi (SETIOKo et al., 1995). Kebutuhan mencapai 16 persen protein (NRC, 1994). SINURAT et al. (1989) mengatakan kebutuhan energi clan protein itik petelur pada periode anak (0-8 minggu), dara (9-20 minggu), dan dewasa (>20 minggu) berturut-turut 3 100 kkal/kg, 2700 kkal/kg, 2700 kkal/kg dan 17-20 persen, 15-18 persen, 17-19 persen.

SUMANTO et al. (1992) melaporkan beberapa petani di pedesaan telah dipehara secara tradisional, tetapi kinerja pertumbuhan masih rendah . Diduga ketersediaan pakan tidak memadai dan energi dan protein yang terkandung dalam pakan menempati posisi utama dalam formula pakan tersebut.

(2)

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari sejauhmana penganih kepadatan gizi ransum untuk meningkatkan produktivitas (keragaan) itik lokal (silangannya) .

MATERI DAN METODE

Tujuh ratus lima puluh ekor anak itik betina petelur umur satu hari hasil silangan itik Alabio jantan dengan itik Mojosari betina (AM) digunakan sebagai materi penelitian selama 20 minggu dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan tiga tingkat protein ransum, yaitu 12 persen (R1), 16 persen (R2), dan 20 persen (R3) . Energi ransum berimbang dengan nisbah protein/energi berkisar 156 + 10, yaitu 2000 kkal (R1), 2500 kkal (R2), dan 3000 kkal (R3) per kg ransum (Tabel 1).

Semua itik perlakuan dibagi dalam 15 kelompok yaitu 9 kelompok mendapat RI, sedangkan R2 dan R3 masing-masing 3 kelompok yang diulang dua kali dengan populasi 25 ekor setiap ulangan. Sesuai fase pertumbuhan itik pemberian ransum pada itik dibedakan berdasarkan umur 0-8 minggu dan 9-20 minggu (Tabel 2). Itik dipelihara dalam kandang litter sekam padi.

Parameter yang diamati meliputi konsumsi ransum, bobot badan mingguan dan kematian. Pengaruh perlakuan diuji dengan analisis sidik ragam yang dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan menurutSTEELdanTORRIE(1980).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan itik petelur dengan tiga kepadatan gizi ransum dalam konsumsi ransum, bobot badan akhir (BBA), pertambahan bobot badan (PBB), dan konversi ransum pada fase umur 0-8 minggu (Tabel 3) menunjukkan konsumsi ransum dengan pemberian kepadatan gizi rendah (R1) lebili rendah dibandingkan dengan itik yang memperoleh kepadatan gizi sedang (R2) dan kepadatan gizi tinggi (R3). Hasil yang sama terjadi pada pertambahan bobot badan dan bobot

Tabel 1. Susunan dan Jenis bahan

komposisi ransum yang R1

digunakan selama penelitian Jumlah (%) R2 berlangsung R3 Jagung 13,50 35,30 20,00 Dedak padi 44,14 46,30 41,15 Polard 37,68 0,00 0,00 Bungkil kedelai 0,50 11,60 20,10 Tepung ikan 0,40 4,90 9,20 Minyak 0,00 0,00 8,10 Garam 0,20 0,20 0,20 DCP 1,16 0,45 0,25 Tepung kapur 1,17 0,60 0,45 Lysine 0,45 0,00 0,00 Methionine 0,30 0,15 0,05 Premix 0,50 0,50 0,50 Jumlah 100 100 100 Kandung gizi Protein (%) 12 16 20 Energi (kkal/kg) 2000 2500 3000

(3)

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1999

badan akhir. Konsumsi ransum, PBB, dan BBA itik yang memperoleh R2 satna dengan R3. Konversi ransum itik yang memperoleh R31ebili baik (P<0,05) dibandingkan dengan R1. Konversi ransum meningkat dengan tingkat kepadatan gizi ransum karena umumnya ransum dengan kepadatan gizi tinggi lebih palatabel didtdcung oleh kandungan sera kasar lebih rendah dan kasar energi metabolis yang tinggi. Konversi ransum tidak berbeda walaupun secara rata-rata semakin meningkat dengan peningkatan kepadatan gizi ransum pada itik fase umur 0-8 minggu .

Tabel 2. Perlakuan berdasarkan protein ransum yang diberikan kepada itik

Keteranpan : Hurufberbeda dalmn satu kolom perlakuan menunjukkan beda nyata (P,'0,05)

343 Nomor perlakuan Tingkat protein (%) sesuai

Anak (0-8 minggtt)

dengan wnur itik Dara(9-20 minggu) 1 12 12 2 12 12 3 12 12 4 12 16 5 12 16 6 12 16 7 12 20 8 12 20 9 12 20 10 16 16 11 16 16 12 16 20 13 20 16 14 20 16 15 20 20

Tabel 3. Keragaan itik yang Parameter

memperoleh tiga tingkat kepadatan gizi ranswn Perlakttan

pada fase umur 0-8 minggu

R1 (12%) R2 (16%) R3 (20%)

Konsumsi ransum (g):

Jwnlah 3753,Oa 4197,6b 4291,1 bc

Per ekorper hari 67,Oa 75,Ob 76,6bc

Pertambahan bobot badan (g):

Aunlah 699,5a 868,6b 945,9bc

Per ekor per hari 12,5a 15,5b 16,9bc

Bobot badan akhir (g) 739,5a 909,2b 985,7bc

(4)

Pada fase umur 0-16 minggu da11 0-20 minggu disajikan pada (Tabel 4) ternyata perubahan pemberian ransum yang mengandung tingkat kepadatan gizi berbeda, tidak inenlpengaruhi konsumsi ransum, pertumbuhan bobot badan, bobot badan akhir, dan konversi ranstun.

Pada itik umur 0-8 minggu maupun pada umur 0-16 minggu, diduga kebutuhan protein untuk pertumbuhan sampai umur 20 nlinggu terletak antara 16 persen - 20 persen dengan kadar energi metabolis 2500 - 3000 kkal/kg. ISKANDARet al. (1994) melaporkan bahwa anak itik jantan yang memperoleh ransum dengan energi/protein 2700 kkal/15,5 persen sampai 3000 kkal/21 persen tidak mengakibatkan perbedaan pertumbuhan pada umur 2-10 minggu.

Keterangan : Hurufberbeda pada baris yangsama menunjukkan beda nyata(P<0,05)

Gambaran bobot badan itik petelur hasil silangan itik lokal (AM) stiap lninggu (Ganlbar 1 dan Gambar 2.

SeminarNasional Peternakan don Veteriner 1999

Tabel 4. Keragaan itikyang memperoleh tiga tingkat kepadatan gizi pada unwr 0-16 minggu dmi 0-20 minggu Parameter 1(12-/*) 2(16'/*) 3(20%) Perlakuan 4(16%) 5(20%) 6(16%) 7(20%) Unmr 0-16 ntinggu Konsunmsi ransum (g)

Jumlah 11439,5a 11412,4a 11132,5a 12644,9a 10866,4a 12337,5a I 1668,7a

Per ekor per hari 102,1a 101,9a 99,4a 112,9a 97,0a 110,2a 104,2a

Perlambahan bobot badan (g):

Jumlah 1268,3a 1300,Oa 1282,1a 1272,0a 1258,3a 1277,6a 1327,Oa

Per ekor per han 11,3a 11,6a 11,5a 11,4a 11,2a 11,4a 11,9a

Bobotbadan akhir (g) 1308,5a 1339,6a 1322,3a 1311,7a 1299,1a 1317,2a 1367,2a

Konversi ransum 9,Oa 8,8a 8,7a 9,9a 8,6a 9,7a 8,8a

Umur 0-20 minggu Konsumsi ransum (g)

Jumlah 15205,1b 15183,7b 14743,4b 16366,36 13964,16 15853,86 15368,Ob

Per ekor per hari 108,6b 108,5b 105,3b 116,9b 99,7b 113,2b 109,8h

Pertambahan bobot badan(g):

Jumlah 1330,9b 1337,5b 1317,1b 1351,7b 1359,2b 1342,8b 1377,06

Per ekor per hari 9,56 9,6b 9,4b 9,7b 9,7b 9,66 9,86

Bobotbadan akhir (g) 1371,2b 1377,1b 1357,3b 1391,3b 1400,Ob 1382,4b 1417,26

(5)

1800 .-1600 1400 1200 1000

Gambar 1. Tingkat kepadatan gizi ransum dan bobot badan itik umui 0-8 minggu

Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1999

Bobot Badan Minggu 6 L8

ii

800 _. __ _ 10 13 12 '3 tti ~~ 15 " ' ;~ 'c} 20

Bobot Badan Minggu

Gambar 2. Tingkat kepadatan gizi ransum dan bobot badan itik umur 9-20 minggu

R1 R2 R3 (2) !- (3) :; (4) -(5) .. (6) ) 345

(6)

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1999

KESIMPULAN

Tingkat kepadatan gizi ransum dengan kadar protein energi berimbang meningkatkan (P<0,05) konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan bobot badan akhir itik pada umur 0-8 minggu. Pada umur 0-16 minggu dan 0-20 minggu, kepadatan gizi ransum tidak mempengaruhi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, bobot badan akllir, dan konversi ransum. Kebutuhan protein untuk pertambahan itik lokal petelur hasil silangan sampai umur 20 ntinggu diduga terletak antara 16 persen - 20 persen dengan kadar energi antara 2500 - 3000 kkal/kg.

DAFTAR PUSTAKA

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 1998. Buku Statistik Petentakan. Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian, Jakarta .

ISKANDAR, S., T. ANTAwmjAYA, A. LASMM, Z. DASMAYATI, T. MURTISARI, B. WIBOWO,dan T. SUSANTI. 1994. Komponen karkas enam jenis anak itik jantan lokal Indonesia. Usaha ternak skala kecil sebagai basis industri peternakan di dacrall padat penduduk. Pros. Pertanian Nasional Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian Sub Balai Penelitian Ternak Klepu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan . Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Semarang. hal. 292-297. NRc. 1994.Nutrient Requirement ofPoultry.Ed. Nat. Acad. Press, Washington DC.

SETIoKo, A.R., SYAMsuDIN, M. RANCKUTi, MH. BUDIMAN, dan A. GUNAWAN. 1994. Budidaya Ternak Itik. Perpustakaan Pertanian dan Publikasi Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. hal: 7-11

SETIOKO, A.R., O.J.S. HETzEL, dan A.J. EvANs. 1995. Duck Production in Indonesia. In: Duck Production Sciences and World Practice. D.J. Farrel and P. Stapleton, Eds. University of New England Press.

Armidale. pp. 418-427.

StNURAT, A.P., J. BESTARI, WINARSO, R. MATONDANo, P. SETIAw, dan S. WAHYUNI. 1989. Pengaruh imbangan asam amino dengan energi metabolis dalam ransum terhadap perfonnan itik Mojosari. Laporan basil-hasil penelitian talum anggaran 1988-1989. Komoditi unggas. Balai Penelitian Ternak, Bogor.

STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1980.Principles and Procedures ofStatistics. A Biontetrical Approach2nd. Ed. Mc.Gmw-Hill Book Company, New York.

SUmANTo, B.WIBOWO, T. MURTISARI, E. JUARINI, dan S. IsKANDAR. 1992. Usaha penggemukan itik jantan

oleh petani kooperator di Kabupaten Subang. Pros. Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian Adopsi Teknologi Peternakan . Balai Penelitian Ternak, Bogor. hal. 26-30.

Gambar

Tabel 1. Susunan dan Jenis bahan
Tabel 3. Keragaan itik yang Parameter
Tabel 4. Keragaan itikyang memperoleh tiga tingkat kepadatan gizi pada unwr 0-16 minggu dmi 0-20 minggu Parameter 1(12-/*) 2(16'/*) 3(20%) Perlakuan4(16%) 5(20%) 6(16%) 7(20%) Unmr 0-16 ntinggu Konsunmsi ransum (g)
Gambar 1. Tingkat kepadatan gizi ransum dan bobot badan itik umui 0-8 minggu

Referensi

Dokumen terkait

Kesinambungan antara program diklat, buku kurikulum RBPMD, RPMD, buku soal dan buku studi kasus2. Kerapihan dan

H1: Tingkat kemampuan investor untuk mengantisipasi laba masa depan dari harga saham bernilai lebih tinggi bagi perusahaan dengan laporan keuangan yang diaudit

Ketua Pengadilan Tinggi Perihal :Usulan Kenaikan Pangkat atas nama Tata Usaha Negara Jakarta. ………..,

Kesimpulan dari penelitian ini adalah (a) Tindak pidana yang dapat dikategorikan tindak pidana yang bersifat pelanggaran administratif, yaitu perbuatan yang

Untuk menghindari subjektivitas terhadap analisis kesalahan yang dilakukan, penulis melibatkan seorang pakar di bidangnya untuk melakukan pengecekan, dan (4)

Reaksi kondensasi Claisen-Schmidt merupakan reaksi kondensasi aldol silang yang mereaksikan senyawa aldehid aromatik dan senyawa keton aromatik dengan menggunakan

Dari hasil yang diperoleh dengan metoda Brine Shrimp Lethality Test terhadap senyawa klorocalkon dinyatakan bahwa dari masing-masing senyawa ini positif

Pada bahan baku yang berbeda maka akan didapatkan yield biodiesel yang berbeda pula. Yield biodiesel yang terbentuk dipengaruhi oleh volume pereaksi yaitu methanol yang