• Tidak ada hasil yang ditemukan

Radiologi Anak 1. Pemeriksaan Colon In Loop (Barium Enema) Pediatrik Posisi pasien : Contras : Persiapan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Radiologi Anak 1. Pemeriksaan Colon In Loop (Barium Enema) Pediatrik Posisi pasien : Contras : Persiapan"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

A. Radiologi Anak

1. Pemeriksaan Colon In Loop (Barium Enema) Pediatrik a. Pengertian

Pemeriksaan Colon In Loop Pediatrik adalah teknik pemeriksaan secara radiologis dari Colon dengan menggunakan media kontras secara retrograde pada pasien pediatrik (anak-anak).

b. Indikasi Pemeriksaan

1) Colitis: penyakit-penyakit inflamasi (pembengkakan) pada colon. 2) Carsinoma: tumor

3) Diverticulum: kantong yang menonjol pada dinding colon, terdiri dari lapisan mukosa dan muskularis mukosa.

4) Polyps: penonjolan pada selaput lendir.

5) Volvulus: penyumbatan isi usus karena terbelitnya usus ke bagian yang lain. 6) Invagination: melipatnya bagian usus besar ke bagian usus itu sendiri 7) Intussusception

8) Atresia ani: Tidak adanya saluran dari colon yang seharusnya ada. 9) Stenosis: Penyempitan saluran usus besar.

10) Mega colon: suatu kelainan konginetal yang terjdi karena tidak adanya sel ganglion di flexus mientrik dan submukosa pada segmen colon distal menyebabkan feses siulit melewatisegmen gangloinik.

Posisi pasien : AP, AP dengan kontras, foto lateral dengan kontras, Foto AP post evakuasi Contras : BaSO₄ sebagai media kontrasnya.

Persiapan : 1) Dianjurkan untuk minum banyak air dan jus buah agar pasien mengalami hidrasi yang bertujuan untuk memperlambat penyerapan media kontras oleh ginjal, 2) 4 jam pasien pediatrik diberi makanan dengan serat rendah.

2. Pemeriksaan Intra Venous Pyelography (IVP) Pediatrik a. Pengertian

Pemeriksaan IVP Pediatrik adalah pemeriksaan traktus urinarius dengan menggunkan media kontras positif yang dimasukkan ke dalam intra vena.

c. Indikasi Pemeriksaan

1) Adanya batu ginjal (Neprolithiasis) 2) Anomali pada Traktus Urinarius

(2)

3) Traumal Renal

Posisi Pemeriksaan : Proteksi AP supine Abdomen dilakukan untuk foto pendahuluan, Proyeksi AP supine Abdomen pasca dilakukannya injeksi media kontras

Contras : ioversol, dan iopamidol. Persiapan : obat-obatan alergi

B. Saluran Perkencingan (Traktus Urinarius) 1. Pemeriksaan BNO-IVP

a. Pengertian

Pemeriksaan BNO-IVP adalah pemeriksaan radiografi dari Traktus Urinarius (Renal, Ureter, Vesica Urinaria dan Urethra) dengan penyuntikan media kontras positif (+) secara intra vena. b. Indikasi Pemeriksaan

1) Nephrolitiasis: suatu keadaan terdapat satau atau lebih batu di dalam Pelvis atau Calyces dari ginjal.

2) Hydronephrosis (pembesaran ginjal): distensi dan dilatasi dari Pelvis Renalis, biasanya disebabkan oleh terhalangnya aliran urin dari ginjal.

3) Urolithiasis: suatu keadaan terdapat satu atau lebih batu di dalam saluran ureter. 4) Pyelonephritis: radang pada ginjal dan saluran perkencingan bagian atas.

5) Renal Failure: kegagalan fungsi ginjal.

6) Haematuria: suatu keadaan dimana terdapat sel-sel darah merah di dalam urine. 7) Massa pada ginjal

f. Prosedur Pemeriksaan

Bila pasien sudah menjalani puasa sebagai langkah persiapannya, pasien harus menjalani pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam tubuhnya. Setelah iru dibuat foto pendahuluan dengan menggunakan kaset & film ukuran 30 x 40 cm mencakup seluruh abdomen dengan posisi AP. Foto pendahuluan ini berguna untuk mengecek persiapan pasien, mengevaluasi keseluruhan abdomen, mengetahui keadaan ginjal pasien, dan menentukan faktor eksposi selanjutnya.

Media kontras disuntikkan secara intra vena, biasanya pada vena cubiti dengan pasien dalam posisi supine.

Volume media kontras sebagai berikut:

1) Media kontras yang digunakan adalah yang berbaham iodium, dimana jumlahnya disesuaikan dengan berat badan pasien, yaitu 1-2 cc/kg berat badan.

(3)

2) Untuk anak-anak kira-kira 2 ml/kg berat badan.

3) Bila ada dugaan kegagalan ginjal, dosis Bila ada dugaan kegagalan ginjal, dosis 4 ml/ kg berat badan.

g. Pengambilan Gambar Radiografi

1) Foto menit ke-5 setelah disuntikkan media kontras

Dilakukan foto pada 5 menit pertama dengan area jangkauan pada pertengahan Processus Xypoideus dan Umbilicus. Foto ini untuk melihat perjalanan kontras mengisi sistem Calyces pada ginjal. Memakai kaset dan film ukuran 24 x 30 cm dengan posisi AP sama seperti foto Abdomen dan CRnya vertikal tegak lurus terhadap kaset. Kompresi ureter dilakukan dengan tujuan untuk menahan kontras media tetap berada pada sistem Pelvis Calyces dan bagian Ureter proximal. Kompresi ureter diketatkan setelah dilakukan pengambilan foto menit ke-5

2) Foto menit ke-10 atau ke-15 bila pada foto menit ke-5 kurang baik

Bila pengambilan gambar pada Pelvis Calyces di menit ke-5 kurang baik, foto diambil kembali pada menit ke-10 dengan zonografi untuk memperjelas bayangan. Menggunakan kaset dan film ukuran 24 x 30 cm mencakup gambaran Pelviocalyseal, Ureter, dan Bladder mulai terisi media kontras dengan posisi AP sama seperti foto Abdomen, CP berada di antara Processus Xypoideus dengan Umbilicus dan CRnya vertikal tegak lurus kaset.

3) Foto menit ke-30

Setelah menit ke-30 kompresi dibuka dan diambil gambar dengan menggunakan kaset dan film ukuran 30 x 40 cm. Di beberapa rumah sakit setelah menit ke-30 diharuskan meminum air yang banyak. Foto ini digunakan untuk mengevaluasi kemampuan ginjal mengsekresikan media kontras. Denhan posisi AP sama seperti foto Abdomen dan CRnya vertikal tegak lurus kaset. 4) Foto menit ke-60

Setelah masuk menit ke-60 dibuat foto BNO lagi dengan kaset dan film ukuran 30 x 40 cm. Setelah hasil rontgen dikonsultasikan pada radiolog dan dinyatakan normal maka pasien diharuskan mixi kemudian difoto kembali. Jika radiolog menyatakan ada ganguan biasanya dilakukan foto 2 jam. Dengan posisi AP sama seperti foto Abdomen dan CRnya vertikal.

5) Foto Post Void

Yang terakhir adalah melakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect untuk melihat kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah bladder. Dengan posisi erect dapat menunjukkan adalanya ren mobile (pergerakan ginjal yang tidak normal) pada kasus post haematuri. Dengan posisi AP sama seperti foto Abdomen dan CRnya vertikal tegak lurus kaset.

(4)

h. Hasil Gambaran Radiografi 1) Foto menit ke-5

2) Foto menit ke-10 atau menit ke-15

(5)

4) Foto menit ke-60

(6)

B. Saluran Pencernaan (Traktus Digestivus) 1. Pemeriksaan Oesofagografi

a. Pengertian

Pemeriksaan Oesofagografi adalah pemeriksaan radiografi dari oesofagus dengan menggunakan media kontras per oral.

b. Media Kontras yang Digunakan

1) Media kontras positif (+): BaSO₄ dengan viscositas 1:1 atau 1:2. 2) Media kontras negatif (-): kristal-kristal CO₂, misalnya es gas. c. Indikasi Pemeriksaan

1) Disfagia: kesulitan menelan.

2) Akhlasia Oesofagus: kelainan neomuskular yang menyebabkan kegagalan gerak oesofagus. 3) Varises Oesofagus: pelebaran pembuluh darah vena pada oesofagus.

4) Massa (tumor)

5) Striktura Oesofagus: penyempitan pada oesofagus.

6) Divertikula: terbentuknya kantong-kantong kecil pada dinding oesofagus yang mengarah ke bagian luar.

3) Posisi pasien:

a) Erect di antara meja pemeriksaan yang diposisikan vertikal dengan layar fluoroscopy.

b) Berikan bahan kontras, instruksikan untuk menelan beberapa teguk. Proses ini diikuti dengan fluoroscopy.

(7)

4) Bila pasien tidak memungkinkan untuk diposisikan erect, pemeriksaan dapat dilakukan dengan posisi recumbent.

5) Posisi memungkinkan:

a) Pengisian lumen oesofagus lebih sempurna, terutama bagian proximal. b) Posisi ini diperlukan pada klinis Varises Oesofagus.

e. Pengambilan Gambar Radiografi, Dilakukan secara penuh atau spot foto pada daerah-daerah yang dicurigai ada kelainan (misalnya lesi), dengan posisi-posisi:

1) AP/PA

2) Oblique (biasanya RAO) 3) Lateral

.

d. Hasil Gambaran Radiografi

e. Kriteria Gambaran

1) Gambaran umum: tampak gambaran oesofagus terisi BaSO₄ meliputi bagian proximal sampai ke distal.

2) Posisi AP/PA: oesofagus terisi BaSO₄ superposisi dengan Columna Vertebrae Thoracal. 3) Posisi Oblique: oesofagus tergambar di antara Columna Vertebrae Thoracal dengan jantung. 4) Posisi Lateral: bagian proximal oesofagus tidak superposisi dengan gambaran lengan.

(8)

2. Pemeriksaan Oesofagus Maag-Duodenum (OMD) a. Pengertian

Pemeriksaan OMD adalah teknik pemeriksaan secara radiologi saluran pencernaan atas dari organ oesofagus maag duodenum menggunakan media kontras barium swallow dan barium meal, kemudian diamati dengan fluoroscopy.

b. Indikasi Pemeriksaan

1) Ulcus Pepticum: peradangan dari dinding mucosa, biasanya terjadi pada curvatura major. 2) Diverticula: penonjolan keluar dari maag yang membentuk kantung (banyak terjadi pada

fundus).

3) Hematemesis: pendarahan.

4) Ulcers: erosi dari mucosa dinding lambung (karena cairan gaster, diet, rokok, bakteri) 5) Gastritis: peradangan yang terjadi pada gaster (baik akut maupun kronik).

6) Tumor: biasanya terjadi pada gaster atau duodenum.

7) Carsinoma: tumor, benjolan yang merupakan pertumbuhan jaringan.

8) Hernia hiatal: sebagian lambung tertarik ke atas diafragma karena oesofagus yang pendek. 9) Stenosis pylorus: penutupan atau penyempitan dari lumen pylorus.

c. Persiapan Pasien

1) Pasien diberi penjelasan tentang pemeriksaan yang akan dilakukan.

2) Sehari sebelum pemeriksaan pasien diet rendah serat untuk mencegah pembentukan gas akibat fermentasi.

3) Lambung harus dalam keadaan kosong. Untuk memastikan hal tersebut pasien puasa 8-9 jam sebelum pemeriksaan.

4) Pasien tidak diperbolehkan mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung substansi radioopaque seperti steroid, pil kontrasepsi, dll.

5) Sebaiknya colon bebas dari fecal material dan udara, bila perlu diberikan zat laxative. 6) Tidak boleh merokok.

7) Pasien diminta mengisi Inform Concent. d. Persiapan Bahan

1) Media kontras positif (+): BaSO₄ (1:4)

2) Media kontras negatif (-): Natrium Bicarbonat + Asam Sitrun misalnya Ez gas. e. Proyeksi-Proyeksi Radiografi

(9)

a) Pasien prone di atas meja pemeriksaan dengan posisi kepala rileks. b) MSL kira-kira 7 cm di sebelah kanan garis tengah meja pemeriksaan.

c) CR vertikal tegak lurus kaset dengan CP setinggi Pylorus, kira-kira setinggi pertengahan Processus Xypoideus dengan Umbilicus.

d) Bila pasien erect, CP kira-kira 3 inci di bawah titik tersebut. Kriteria Gambar:

- Diafragma harus tergambar untuk memperlihatkan BaSO₄ di dalam oesofagus bagian distal. - Seluruh gambaran gaster dan duodenum harus tercakup.

- Tidak terjadi rotasi tubuh.

2) Proyeksi RAO

a) Pasien diposisikan RAO, dengan sisi kiri oblique 40°-70°. b) Sisi kiri tubuh diganjal oleh spons.

c) Lengan kiri diangkat dan diletakkan di bagian kepala, lengan kanan lurus di samping tubuh, lutut kiri sedikit fleksi.

d) MSL berada kira-kira 7 cm di sebelah kanan garis tengah meja pemeriksaan. e) CR vertikal tegak lurus terhadap kaset dengan CP berada pada Pylorus. Kriteria Gambar:

- Oesofagus distal dan fundus harus tergambar.

- Antrum Pyloricum, Bulbus Duodeni terisi oleh BaSO₄.

- Duodenal Loop (lengkungan Duodenal) harus saat posisi terbuka. 3) Proyeksi Lateral

a) Pasien diposisikan lateral recumbent pada sisi kanan tubuh.

b) Pertengahan antara Mid Axillary Line dan tepi anterior Abdomen diletakkan pada garis tengah meja pemeriksaan.

c) Kedua lutut fleksi dan superposisi.

d) Lengan fleksi pada siku dan diletakkan di atas kepala.

e) CR vertikal tegak lurus terhadap kaset dengan CP berada pada Pylorus. Kriteria Gambar:

- Seluruh lambung tergambar.

(10)

4) Proyeksi LPO

a) Pasien diposisikan semisupine dengan sisi kanan diangkat kira-kira 20° dan diganjal spons.

b) MSL ditempatkan pada garis tengah meja pemeriksaan. c) Lengan kiri lurus, lengan kanan di depan dada.

d) CR vertikal tegak lurus terhadap kaset dengan CP pada crista illiaca. Kriteria Gambar:

- Gambar harus mencakup seluruh gaster, oesofagus bagian distal, Duodenal Loop.

- Fundus terisi BaSO₄, sedangkan bagian Antrum Pyloricum dan Bulbus Duodeni terisi media kontras negatif (-).

5) Proyeksi AP

a) Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan.

b) Pertengahan antara MSL dengan sisi kiri tubuh berada pada garis tengah meja pemeriksaan.

c) CR vertikal tegak lurus kaset dengan CP pada Pylorus. Kriteria Gambar:

- Seluruh gaster dan Duodenal Loop terlihat.

- Tampak gambaran kontras ganda pada Pylorus dan Bulbus Duodeni.

4. Pemeriksaan Colon In Loop a. Pengertian

Pemeriksaan Colon In Loop adalah pemeriksaan radiografi dari usus besar dengan menggunakan media kontras yang dimasukkan per anal.

b. Tujuan Pemeriksaan

Untuk menggambarkan usus besar yang berisi media kontras sehingga dapat memperlihatkan anatomi dan kelainan-kelainan yang terjadi baik pada mucosanya maupun yang tedapat pada lumen usus.

c. Indikasi Pemeriksaan

1) Colitis: peradangan pada mucosa colon. 2) Polip, lesi, tumor, carsinoma

3) Diverticulitis 4) Megacolon

(11)

5) Invaginasi: masuknya lumen usus bagian proximal ke dalam usus bagian distal yang diameternya lebih besar.

d. Metode Pemeriksaan 1) Metode kontras tunggal 2) Metode kontas ganda

a) Metode satu tahap: pemasukan media kontras negatif (-) dilakukan setelah pemasukan media kontras positif (+) tanpa evakuasi terlebih dahulu.

b) Metode dua tahap: pemasukan media kontras negatif (-) dilakukan setelah pemasukan media kontras positif (+) setelah evakuasi terlebih dahulu.

e. Persiapan Pasien

1) 2 hari sebelum pemeriksaan pasien makan makanan lunak. 2) Makan terakhir jam 19.00 malam sebelum pemeriksaan. 3) Minum obat pencahar pada jam 20.00.

4) Boleh minum sampai jam 23.00, tidak merokok, puasa sampai dilakukan pemeriksaan. 5) Premedikasi: Buscopan atau Glucagon.

f. Persiapan Alat dan Bahan

1) Pesawat sinar-x dengan fluoroscopy.

2) Irigator set atau disposable soft-plastic enema tips dan enema bags. 3) Receiver

4) Vaselin sebagai pelumas 5) Rectal canule/tube 6) Handscoen

7) Laken/kain penutup meja pemeriksaan g. Prosedur Pemeriksaan

1) Metode Kontras Tunggal

a) Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan, dibuat foto pendahuluan.

b) Kemudian miring ke arah kiri, sehingga bagian tubuh kanan terangkat dengan kemiringan 35°-40°, lutut kanan fleksi dan diletakkan di depan lutut kiri yang diatur sedikit fleksi.

c) Irigator dipasang dengan tinggi kira-kira 24 inci di atas ketinggian anus, volume BaSO₄ kira-kira 2000 mL.

d) Rectal tube dioleskan vaselin, dimasukkan melalui anal ke dalam rectum. e) Klem irigator dibuka, barium akan mengalir masuk ke dalam rectum.

(12)

f) Dengan dikontrol fluoroscopy, dibuat spot view untuk daerah yang dicurigai ada kelainan. g) Bila pengisian BaSO₄ telah mencapai illeocaecal, klem ditutup kembali, dibuat foto full filling

dari colon.

h) Pasien disuruh evakuasi di kamar kecil atau bila menggunakan irigator set disposable, bags direndahkan sehingga barium akan keluar dan ditampung dengan receiver.

i) Setelah evakuasi, dibuat foto post evakuasi. j) Posisi-posisi yang dibuat:

- Posisi AP/PA

 Pasien diposisikan supine/prone di atas meja pemeriksaan.

 CR vertikal tegak lurus kaset dengan CP berada pada MSL setinggi Crista Illiaca.  Kriteria Gambar:

 Seluruh usus besar tergambar termasuk flexura.  Columna vertebralis pada pertengahan film. - Posisi LAO

 Pasien diposisikan LAO 45° di atas meja pemeriksaan.

 CR vertikal tegak lurus terhadap kaset dengan CP berada pada kira-kira 2 inci ke arah kanan dari MSL setinggi Crista Illiaca.

 Kriteria Gambar: tampak gambaran flexura lienalis dan colon descendens. - Posisi RAO

 Pasien diposisikan RAO 35°-45° di atas meja pemeriksaan.

 CR vertikal tegak lurus terhadap kaset dengan CP berada pada kira-kira 2 inci ke arah kiri dari MSL setinggi Crista Illiaca.

 Kriteria Gambar: tampak gambaran flexura hepatica, colon ascendens, caecum, colon sygmoid.

- Posisi PA Axial

 Pasien diposisikan prone di atas meja pemeriksaan.

 CR 30°-45° caudally dengan CP pada MSL setinggi SIAS.  Menggunakan film ukuran 24 x 30 cm.

 Kriteria Gambar: tampak daerah rectosygmoid dengan superposisi yang lebih kecil dibandingkan gambaran posisi PA.

- Posisi AP Axial

(13)

 CR 30°-40° cranially dengan CP pada tepi bawah symphisis pubis.  Menggunakan film ukuran 24 x 30 cm.

 Kriteria Gambar: tampak gambaran daerah rectosygmoid dengan superposisi leebih kecil dibandingkan dengan posisi AP.

- Posisi Lateral

 Pasien diposisikan laretal recumbent pada sisi kiri atau kanan di atas meja pemeriksaan.  CR vertikal tegak lurus kaset dengan CP pada Mid Axillary Plane 5-7 cm di atas symphisis

pubis.

 Menggunakan film ukuran 24 x 30 cm.

 Kriteria Gambar: tampak rectum pada pertengahan kaset dan kedua femur superposisi. 2) Metode Kontras Ganda

a) Metode Satu Tahap

- Dibuat foto pendahuluan Abdomen posisi AP.

- Prosedur pemasukan media kontras positif (+) sama dengan metode kontras tunggal.

- Klem selang irigator dibuka, media kontras positif (+) akan mengalir, kira-kira 300-350 mL masuk ke dalam rectum dikontrol dengan fluoroscopy.

- Bila media kontras positif (+) telah mencapai colon transversum, klem ditutup , meja pemeriksaan diposisikan horizontal, lalu pompakan udara dengan menggunakan Regular Sphygmomanometer Bulb dengan memposisikan pasien lateral kiri, LAO, prone, RAO, lateral kanan, RPO, dan supine, masing-masing 7 pompaan.

- Foto-foto dibuat dengan posisi AP/PA, LAO, RAO, AP/PA axial, lateral. b) Metode Dua Tahap

- Prosedur awal pemasukan media kontras positif (+) dan pengambilan foto sama dengan metode satu tahap.

- Bila media kontras telah mencapai illeocaecal, klem selang irigator ditutup, kemudian dibuat foto “full filling” dengan posisi pasien supine.

- Kemudian pasien evakuasi ke kamar kecil atau enema bag direndahkan posisinya sampai lebih rendah dari meja pemeriksaan, media kontras dari dalam colon akan mengalir kembali ke dalam enema bag.

- Setelah colon kosong, pompakan udara melalui anus, sampai terjadi distensi usus. - Dibuat foto evakuasi dengan posisi pasien supine.

(14)

5. Pemeriksaan Appendicografi a. Pengertian

Pemeriksaan Appendicografi adalah pemerikasaan radiografi dari appendiks vermiformis dengan pemasukan media kontras positif (+) melalui mulut.

b. Tujuan Pemeriksaan

Untuk memperlihatkan atau menilai kelainan-kelainan yang terjadi pada appendiks vermiformis melalui pengisian media kontras ke dalam lumen appendiks.

c. Indikasi Pemeriksaan 1) Appendiksitis

d. Persiapan Pasien

1) Makan makanan yang mempunyai konsistensi lunak, rendah serat, dan rendah lemak. 2) Minum lebih banyak.

3) Diberikan obat pencahar. e. Tahapan Pemeriksaan

1) Pembuatan foto pendahuluan Abdomen AP supine.

2) Kemudian pasien diberikan media kontras dengan meminum BaSO₄ dengan viskositas 1:2. 3) Pembuatan foto setelah meminum media kontras:

a) Waktu pengambilan foto bervariasi menurut kebiasaan di rumah sakit, misal 8 jam, 12 jam atau 14 jam, setelah minum media kontras.

(15)

FOTO KEPALA Indikasi foto kepala

1. Trauma

Trauma kepala yang berat pada orang dewasa, terutama bila disertai dengan hilangnya kesadaran untuk waktu yang lama atau bila secara klinis jelas adanya fraktur depresi (5).

 Trauma ringan :

Bila penderita tidak kehilangan kesadaran dan hanya pingsan sebentar, dan bila pemeriksaan klinis normal (3).

 Trauma pada anak – anak :

Biasanya mudah untuk mendeteksi adanya fraktur depresi pada anak – anak dengan pemeriksaan klinis dan foto kepala dibutuhkan untuk menunjukkan luasnya cedera dan pengobatan yang diperlukan. Trauma kepala yang ringan dengan pemeriksaan klinis yang normal BUKAN merupakan indikasi untuk foto sinar-X karena tidak akan mengubah cara pengobatan. Foto kepala pada anak-anak setelah trauma kebanyakan tidak membantu. Observasi klinis secara cermat jauh lebih penting (3).

2. Perdarahan lewat telinga

Atau bocornya cairan cerebrospinal lewat telinga atau hidung setelah trauma hampir selalu berarti ada fraktur pada basis cranii. Hal ini amat sulit dikenali pada foto sinar-X. Foto lateral yang dibuat dengan penderita berbaring terlentang bisa menunjukkan adanya darah di dalam sinus sphenoidalis atau udara didalam kepala (2).

3. Benjolan atau lekukan pada kepala

Foto sinar-X akan membantu diagnosa asalkan benjolan itu tidak berubah tempat pada pemeriksaan klinis, dan tidak mobile. Bila benjolan itu lunak, foto pada daerah itu akan membantu untuk mengesampingkan adanya defek cranium dibawahnya (infeksi, tumor, dll) (3).

4. Sakit kepala yang menetap

Foto kepala jarang memberikan informasi yang berguna KECUALI bila terdapat juga tanda-tanda klinis, misal kelainan neurologis, peningkatan tekanan intrakranial, atau kebutaan. Bila penderita diketahui menderita tumor maligna di

(16)

bagian tubuh yang lain, foto kepala lateral akan membantu menunjukkan adanya metastase ke kepala (2).

5. Sakit telinga

Pemeriksaan klinis lebih baik daripada foto sinar-X kecuali bila anda ahli atau membuat juga foto mastoid. Foto rutin kepala jarang memberi manfaat bila dicurigai ada mastoiditis (2).

6. Metastase atau penyakit umum seperti Paget Disease

Foto kepala lateral akan membantu menegakkan diagnosa. Proyeksi tambahan yang lain biasanya tidak berguna (2).

2.4.Posisi foto kepala

Ada lima posisi dasar yang umumnya digunakan dalam pemeriksaan radiografi skull, yakni :

1. Postero-anterior (occipito-frontal) dan PA Axial projections (Caldwell)

Tujuan PA: melihat detail-detail tulang frontal, struktur cranium disebelah depan dan pyramid os petrossus (4).

Tujuan PA Caldwell : melihat detail kavum orbita. Terlihat gambaran alae major dan minor os sphenoidale superimposed terhadap orbita, petrosus ridge yang merupakan tegmen timpani juga diproyeksikan didekat margo inferior cavum orbita (4).

Posisi pasien :

o Duduk tegak atau prone

o Atur MSP pada pertengahan lysolm

o Fleksikan lengan , atur agar posisi tangan senyaman mungkin (1).

Posisi obyek :

o Atur kepala dan hidung agar menepel kaset dan MSP tegak lurus kaset

(17)
(18)

2. Lateral.

Tujuannya untuk melihat detail-detail tulang kepala, dasar kepala, dan struktur tulang muka (5) .

Patologi yang ditampakkan Fraktur, neoplastic proscess, Paget’s disease, infeksi, tumor, degenerasi tulang. Pada kasus trauma gambaran skull lateral akan menampakkkan fractur horisontal, air-fluid level pada sinus sphenoid, tanda-tanda fraktur basal cranii apabila terjadi perdarahan intracranial (1). Posisi Pasien

Prone atau duduk tegak, recumbent, semiprone (Sim’s) Position (1). Posisi Obyek

(19)

• Tangan yang sejajar dengan bagian yang diperiksa berada di depan kepala dan bagian yang lain lurus dibelakang tubuh

• Atur MSP sejajar terhadap IR

• Atur interpupilary line tegak lurus IR • Pastikan tidak ada tilting pada kepala • Atur agar IOML // dengan IR (1).

Struktur yang ditampakkan

Bagian yang menempel dengan film ditampakkan dengan jelas. Sella tursika mencakup anterior dan posterior clinoid dan dorsum sellae ditampakkan dengan jelas (2).

(20)

3. Towne (semi-axial / grashey’s position)

Tujuannya melihat detail tulang occipital dan foramen magnum, dorsum sellae, os petrosus, kanalis auditorius internus, eminentia arkuata, antrum mastoideum, processus mastoideus dan mastoid sellulae. Memungkinkan perbandingan piramida os petrosus dan mastoid pada gambar yang sama (5).

Posisi towne diambil dengan berbagai variasi sudut angulasi antara 30-60 derajat ke arah garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kira-kira 8 cm di atas glabela dari foto polos kepala dalam bidang midsagital (2).

Posisi pasien

 Pasien dalam keadaan supine/duduk tegak, pusatkan MSP tubuh ke garis tengah grid.

 Tempatkan lengan dalam posisi yang nyaman dan atur bahu untuk dibaringkan dalam bidang horizontal yang sama.

 Pasien hyprshenic dalam posisi duduk tegak jika memungkinkan.

 Bila ini tidak memungkinkan, untuk menghasilkan proyeksi yang diinginkan pada bagian oksipital asal oleh penyudutan CR Caudad dengan mengangkat kepala dan mengaturnya dalam posisi horizontal. Stewart,

(21)

merekomendasikan sudut 400. Proyeksi oksipitofrontal ditemukan oleh Hass dapat digunakan dalam proyeksi AP Axial pada pasien hypersthenic.

Metode Hass adalah kebalikan dari proyeksi AP Axial (Towne), tapi memberikan hasil sebanding (1).

Posisi obyek

 Atur pasien sehingga MSP tegak lurus dengan garis tengah kaset.

 Fleksikan leher secukupnya, garis orbito meatal tegak lurus ke bidang film.

 Bila pasien tidak dapat memfleksikan lehernya, aturlah sehingga garis infra orbito meatal tegak lurus dan kemudian menambah sudut CR 70 .

 Untuk memperlihatkan bagian oksipito basal atur posisi film sehingga batas atas terletak pada puncak cranial. Pusatkan kaset pada foramen magum.

 Untuk membatasi gambaran dari dorsum sellae dan ptrous pyramid, atur kaset sehingga titik tengah akan bertepatan dengan CR

 Periksa kembali posisi dan imobilisasi kepala.

(22)

4. Vertiko-submental (basal)

Tujuannya untuk melihat detail dari basis crania (5). Patologi yang ditampakkan

Fraktur dan neoplatic/inflamantory process dari arc zygomaticum (5). Posisi Pasien

Supine atau erect .Posisi erect akan membuat pasien merasa lebih nyaman (2). Posisi Obyek

• Hyperekstensikan leher hingga IOML // IR • Vertex menempel pada IR

• Atur MSP tegak lurus meja/permukaan bucky • Pastikan tidak ada rotasi ataupun tilting

Posisi ini sangat tidak nyaman, sehingga usahakan agar pemeriksaan dilkakukan dengan waktu sesingkat mungkin (1).

Struktur yang ditampakkan Arc zygomaticum

(23)

5. Water’s

Tujuannya untuk melihat gambaran sinus paranasal (7). Patologi Yang Ditampakkan

Inflamantory condition (sinusitis, secondary osteomyelitis) dan polyp sinus (7). Posisi Pasien

Erect

Posisi Obyek

• Ekstensikan leher, atur dagu dan hidung menghadap permukaan meja/bucky. • Atur kepala sehingga MML (mentomeatal line) tegak lurus terhadap IR, OML akan membentuk sudut 370 derajat terhadap bidang IR.

• Instruksikan pada pasien untuk membuka mulut dengan tidak mengubah posisi atau ada pergerakan pada kepala dan MML menjadi tidak tegak lurus lagi

• Atur MSP tegak lurus terhadap pertengahan grid atau permukaan meja/bucky. • Pastikan tidak ada rotasi atau tilting (1).

Struktur Yang Ditampakkan

Tampak bagian inferior Sinus maxillary bebas dari superimposisi dengan processus alveolar dan petrous ridge, inferior orbital rim, dan tampak gambaran sinus

(24)

frontalis oblique. Sinus sphenoid tampak apabila pasien membuka mulut

2.5.Sistematika pembacaan foto kepala

1. Perhatikan tabula interna, eksterna dan diploe bentuk kepala. 2. Pelajari garis-garis impresia, canal-canal dan sutura, misalnya :

a. Arachnoidal impression b. Sutura

c. Sinus venosus

d. Pleksus venosus dalam diploe

e. Sebelum umur 16 tahun maka impresion digitae adalah normal

f. Bila ada penipisan atau penebalan calvaria, bandingkan dengan yang normal.

3. Daerah yang ada kalsifikasi, misalnya : a. Glandula pinealis

b. Pleksus choroideus c. Basal ganglia d. Duramater

e. CA deposit dalam arteri serebralis 4. Sella tursica

a. Harus diukur dan dilihat bentuknya

b. Prosesus clinoideus anterior dan posterior serta dorsum sella diperiksa untuk melihat adanya erosi.

c. Normal bila lebarnya 4 – 16 mm dengan rata-rata 10,5 mm. Dalamnya 4 – 12 mm dengan rata-rata 8 mm.

d. Perhatikan basis sella tursica untuk melihat adanya gambaran double contour atau erosi.

5. Pelajari orbita, sphenoid ridge, petrous ridge tulang temporal. 6. Soft tissue.

(25)

7. Pada anak-anak perhatikan lebar dari sutura dan besarnya fontanel (8). PADA VERTIKO-SUBMENTAL YANG HARUS DIPERHATIKAN 1. Foramen ovale

Dimana keluar cabang nervus mandibula dari nervus lima dan arteri meningea yang kecil.

2. Foramen spinosum

Dimana keluar arteri meningea media

3. Foramen laserum yang terletak didekat apek dari piramid os petrosus.

4. Carotic canal yang dapat dilihat di antero lateral pyramid os petrosus, dari carotic canal keluar arteria carotis

5. Sinus petrosus inferior

Dapat dilihat sebagai garis sempit antara cllvus dan pucuk dan petrous pyramid. 6. Auditory canal

Dapat dilihat sedikit posterior dari temporo mandibula joint.  Bila skull membesar dapat disebabkan oleh karena :

a. Gangguan pada hypophyse

b. Tumor dalam sella turcica, misalnya : Acromegali. c. Tumor otak

d. Obstruksi hidrosefalus oleh karena :

i. Tumor cerebellum, pons atau ventrikel ke IV ii. Obstruksi Aquaductus sylvii :

- Ventrikel ke I

- Foramen maghendi atau luschka iii. Adhesion atau pseudotumor

iv. Penebalan dari tulang kepala, misalnya : - Acromegali - Paget’s disease - Fibrous dysplasia (8). SINUS PARANASALIS INDIKASI : 1. Nyeri lokal

2. Pembengkakan atau trauma 3. Discharge yang berbau (7).

POSISI : 1. Warter’s position 2. Cadwell position 3. Lateral position 4. Granger position (4).

(26)

HAL-HAL YANG PENTING UNTUK DIPELAJARI :

1. Derajat radioluscent dan sinus frontalis, maxillaris, ethmoidalis dan sphenoidalis

2. Tulang-tulang disekitar sinus paranasal 3. Tebal dari mukosa

4. Adanya filling defect (4).

KELAINAN RADIOLOGIS :

1. Lesi yang membuat gambaran kenaikan densitas yang difuse pada paranasal.

2. Bila opacity difuse perlu juga dipikirkan kemungkinan terisi darah pada kasus post trauma.

3. Tumor dapat menyebabkan bayangan difuse pada sinus paranasal, untuk itu perlu mencari adanya tanda-tanda destruksi. 4. Penebalan mukosa

Normal penebalan mukosa tidak lebih dari 1 mm. Bila lebih maka dapat disebabkan keradangan yang kronis atau oedematous. Dapat disertai perubahan polipoid atau tidak.

5. Polip:memberikan gambaran bergelombang disebabkan alergi 6. alergi.

7. Mucocelle : sebagai komplikasi dari peradangan (4).

MASTOID (Merupakan bagian pars petrosa os temporal) POSISI : 1. Schuller position 2. Law position 3. Stenver position 4. Towne’s position (8). KELAINAN RADIOLOGIS :

Pneumatisasi proccesus mastoid tidak terlihat dengan jelas sampai umur kurang dari 6 tahun.Setelah umur 6 tahun, baru terlihat dengan jelas :

1. Clowding 2. Destruksi tulang 3. Penebalan dinding sel 4. Sclerosis

(27)

FOTO THORAx I. Pendahuluan

II. Macam – Macam Cara Pemeriksaan  FLUOROSCOPY THORAX

Adalah cara pemeriksaan yang mempergunakan sifat tembus sinar roentgen dan suatu tabir yang bersifat fluoresensi bila terkena sinar tersebut. Umumnya cara ini tidak dipakai lagi,hanya pada keadaan tertentu,yaitu bila kita ingin menyelidiki pergerakan suatu organ/sistem tubuh seperti dinamika alat-alat peredaran darah, misalnya jantung dan pembuluh darah besar; serta pernapasan berupa pergerakan diafragma dan aerasi paru- paru.

ROENTGENOGRAPHY

Adalah pembuatan foto roentgen toraks. Agar distorsi dan magnifikasi yng diperoleh menjadi sekecil mungkin, maka jarak antara tabung dan film harus 1,80 meter dan foto dibuat sewaktu penderita sedang bernapas dalam (inspirasi).

TOMOGRAPHY

Istilah lainnya : Planigrafi , Laminagrafi , atau Stratigrafi.

Pemeriksaan lapis demi lapis dari rongga dada, biasanya untuk evaluasi adanya tumor atau atelektase yang bersifat padat.

COMPUTERIZED TOMOGRAPHY (CT SCAN)

Yaitu Tomography transversal, dengan X-ray dan komputer. Pemeriksaan ini terutama untuk daerah mediastinum.

BRONCHOGRAPHY

Ialah pemeriksaan percabangan bronkus, dengan cara mengisi saluran bronkial dengan suatu bahan kontras yang bersifat opaque (menghasilkan bayangan putih pada foto). Bahan kontras tersebut biasanya mengandung jodium (lipiodol, dionosil, dsb).

Indikasi pemeriksaan ini misalnya pada Bronkiektasis untuk meneliti letak, luas, dan sifat bagian-bagian bronkus yang melebar; dan pada tumor-tumor yang terletak dalam lumen bronkus (space occupying lesions), yang mungkin mempersempit bahkan menyumbat sama sekali bronkus bersangkutan.

(28)

Mengisi kontras pada pembuluh darah pulmonale, sehingga dapat diketahui vaskularisasi pada mediastinum atau pada paru.

ANGIOCARDIOGRAPHY

Adalah pemeriksaan untuk melihat ruang-ruang jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar dengan sinar roentgen (fluoroskopi atau roentgenografi), dengan menggunakan suatu bahan kontras radioopaque, misalnya Hypaque 50%, dimasukkan kedalam salah satu ruang jantung melalui kateter secara intravena.

III. Indikasi Dilakukan Foto Thorax

Indikasi dilakukannya foto toraks antara lain : 1. Infeksi traktus respiratorius bawah

Misalnya : TBC Paru, bronkitis, Pneumonia 2. Batuk kronis 3. Batuk berdarah 4. Trauma dada 5. Tumor 6. Nyeri dada 7. Metastase neoplasma 8. Penyakit paru akibat kerja 9. Aspirasi benda asing IV. Posisi Pada Foto Thorax

Posisi PA (Postero Anterior)

Pada posisi ini film diletakkan di depan dada, siku ditarik kedepan supaya scapula tidak menutupi parenkim paru.

Posisi AP (Antero Posterior)

Dilakukan pada anak-anak atau pada apsien yang tidak kooperatif. Film diletakkan dibawah punggung, biasanya scapula menutupi parenkim paru. Jantung juga terlihat lebih besar dari posisi PA.

Posisi Lateral Dextra & Sinistra

Posisi ini hendaknya dibuat setelah posisi PA diperiksa. Buatlah proyeksi lateral kiri kecuali semua tanda dan gejala klinis terdapat di sebelah kanan, maka dibuat proyeksi lateral kanan,berarti sebelah kanan terletak pada film. Foto juga dibuat dalam posisi berdiri.

Posisi Lateral Dekubitus

Foto ini hanya dibuat pada keadaan tertentu,yaitu bila klinis diduga ada cairan bebas dalam cavum pleura tetapi tidak terlihat pada foto PA atau lateral. Penderita berbaring pada satu sisi (kiri atau kanan). Film diletakkan di muka dada penderita dan diberikan sinar dari belakang arah horizontal.

(29)

Hanya dibuat bila pada foto PA menunjukkan kemungkinan adanya kelainan pada daerah apex kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya hanya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila ada kesulitan menginterpretasikan suatu lesi di apex.

Posisi Oblique Iga

Hanya dibuat untuk kelainan-kelainan pada iga (misal pembengkakan lokal) atau bila terdapat nyeri lokal pada dada yang tidak bisa diterangkan sebabnya, dan hanya dibuat setelah foto rutin diperiksa. Bahkan dengan foto oblique yang bagus pun, fraktur iga bisa tidak terlihat.

Posisi Ekspirasi

Adalah foto toraks PA atau AP yang diambil pada waktu penderita dalam keadaan ekspirasi penuh. Hanya dibuat bila foto rutin gagal menunjukkan adanya pneumothorax yang diduga secara klinis atau suatu benda asing yang terinhalasi.

V. INTERPRETASI FOTO THORAX

Cara sistematis untuk membaca foto thorax, sebagai berikut :

1. Cek apakah sentrasi foto sudah benar dan foto dibuat pada waktu inspirasi penuh. Foto yang dibuat pada waktu ekspirasi bisa menimbulkan keraguan karena bisa menyerupai suatu penyakit misal kongesti paru, kardiomegali atau mediastinum yang lebar. Kesampingkan bayangan-bayangan yang terjadi karena rambut, pakaian atau lesi kulit.

2. Cek apakah Exposure sudah benar ( bila sudah diperoleh densitas yang benar, maka jari yang diletakkan di belakang “daerah yang hitam” pada foto tepat dapat terlihat). Foto yang pucat karena “underexposed” harus diinterpretasikan dengan hati-hati, gambaran paru bisa memberi kesan adanya edema paru atau konsolidasi. Foto yang hitam karena “overexposed” bisa memberi kesan adanya emfisema.

3. Cek apakah tulang-tulang (iga, clavicula, scapula,dll) Normal.

4. Cek jaringan lunaknya, yaitu kulit, subcutan fat, musculus-musculus seperti pectoralis mayor, trapezius dan sternocleidomastoideus. Pada wanita dapat terlihat mammae serta nipplenya.

5. Cek apakah posisi diafragma normal ; diafragma kanan biasanya 2,5 cm lebih tinggi daripada kiri. Normalnya pertengahan costae 6 depan memotong pada pertengahan hemidiafragma kanan.

6. Cek sinus costophrenicus baik pada foto PA maupun lateral.

7. Cek mediastinum superior apakah melebar, atau adakah massa abnormal, dan carilah trachea.

8. Cek adakah kelainan pada jantung dan pembuluh darah besar. Diameter jantung pada orang dewasa (posisi berdiri) harus kurang dari separuh lebar dada. Atau dapat menentukan CTR (Cardio Thoracalis Ratio).

9. Cek hilus dan bronkovaskular pattern. Hilus adalah bagian tengah pada paru dimana tempat masuknya pembuluh darah, bronkus, syaraf dan pembuluh limfe. Hilus kiri normal lebih tinggi daripada hilus kanan.

(30)

VI. SYARAT FOTO THORAX PA

Syarat- syarat foto thorax PA bila memungkinkan :

1. Posisi penderita simetris. Hal ini dapat dievaluasi dengan melihat apakah proyeksi tulang corpus vertebra thoracal terletak di tengah sendi sternoclavikuler kanan dan kiri.

2. Kondisi sinar X sesuai. mAs (jumlah sinar) cukup dan kV (kualitas sinar) cukup.

3. Film meliputi seluruh cavum thorax. Mulai dari puncak cavum thorax sampai sinus-sinus phrenicocostalis kanan kiri dapat terlihat pada film tersebut.

VII. KELAINAN RADIOLOGI THORAX

Berikut ini adalah kelainan – kelainan radiologi toraks :

1. Kesalahan teknis saat pengambilan foto sehingga mirip suatu penyakit, misal : - sendi sternoclavicula sama jauhnya dari

garis tengah

- Diafragma letak tinggi

- Corakan meningkat pada kedua lobus bawah - Diameter jantung bertambah

2. Pada Jantung : Cardiomegali

- Apex cordis tergeser kebawah kiri pada pembesaran Ventrikel kiri

- Apex cordis terangkat lepas dari diafragma pada pembesaran ventrikel kanan 3. Pada Mediastinum : Massa mediastinum

4. Pada Pulmo

a) Oedema paru

- Bayangan dengan garis tidak tegas - Terdapat suatu bronkogram udara

- Tanda “silhouette” yaitu hilangnya visualisasi bentuk diafragma atau mediastinum berdekatan

b) Pemadatan paru, seperti : TBC paru, Pneumonia

- Terlihat pemadatan berbercak – bercak dengan bayangan berbatas tidak jelas

- Terlihat kavitasi (pembentukan abses) c) Kolaps paru / ateletaksis

- Terdapat bayangan lobus yang kolaps - Ditemukan tanda “silhouette”

(31)

- Pergeseran struktur untuk mengisi ruangan yang normalnya ditempati lobus yang kolaps

- Pada kolaps keseluruhan paru : keseluruhan hemithorax tampak opaque dan ada pergeseran hebat pada mediastinum dan trachea

d) Massa paru, misal : abses paru, kista hydatid

- Ditemukan lesi uang logam (coin lesion) / nodulus - Terdapat bayangan sferis

e) Bayangan kecil tersebar luas

- Bayangan cincin 1 cm bersifat diagnostic bagi bronkiektasis

- Kalsifikasi paru yang kecil tersebar luas dapat timbul setelah infeksi paru oleh TB

- Area pemadatan kecil berbatas tidak jelas menunjukkan adanya bronkiolitis

f) Bayangan garis

- Biasanya tidak lebih tebal dari garis pensil, yang terpenting adalah garis septal, dapat terlihat pada limfangitis Ca

g) Sarkoidosis

- Terlihat limfadenopati hilus dan paratrachealis - Bayangan retikulonodularis pada paru

h) Fibrosis paru

- Bayangan kabur pada basis paru yang menyebabkan kurang jelasnya garis bentuk pembuluh darah,kemudian terlihat nodulus berbatas tak jelas dengan garis penghubung.

- Volume paru menurun, sering jelas, dan translusensi sirkular terlihat memberikan pola yang dikenal sebagai “paru sarang tawon”, kemudian jantung dan arteria pulmonalis membesar karena semakin parahnya hipertensi pulmonalis.

i) Neoplasma

- Bayangan bulat dengan tepi tak teratur berlobulasi dan tepi terinfiltrasi - Terdapat kavitasi dengan massa

5. Pada Pleura

a) Efusi Pleura

- Terlihat cairan mengelilingi paru, lebih tinggi di lateral daripada medial, juga dapat berjalan ke dalam fissura terutama ke ujung bawah fissura obliqua

(32)

b) Fibrosis Pleura

- Penampilannya serupa dengan cairan pleura, tetapi selalu lebih kecil daripada bayangan asli. Sudut costophrenicus tetap terobliterasi. c) Kalsifikasi Pleura

- Plak kalsium tak teratur, dapat terlihat dengan atau tanpa disertai penebalan pleura

d) Pneumothorax

- Garis pleura yang membentuk tepi paru yang terpisah dari dinding dada, mediastinum atau diafragma oeh udara

- Tak adanya bayangan pembuluh darah diluar garis ini. 6. Pada Diafragma

a) Paralisis Diafragma

- Akibat kelainan nervus phrenicus, misal invasi oleh karsinoma bronchus - Ditandai oleh elevasi 1 hemidiaphragma

b) Eventrasi Diafragma

- Merupakan keadaan kongenital, yang diafragmanya tanpa otot dan menjadi lembaran membranosa tipis.

FOTO POLOS ABDOMEN (BOF)

I. PENDAHULUAN

Pada keadaan penyakit yang berhubungan dengan, abdomen, pemeriksaan fisik saja tidak cukup dalam menunjang diagnose suatu penyakit, untuk memastikan dapat dilakukan pemeriksaan radiologis.

Pada pemeriksaan radiologi untuk pemeriksaan abdomen dapat dillakukan dengan berbagai teknik pengmbilan foto, antara lain, USG,foto polos abdomen, tomografi

(33)

komputerisasi, maupun dengan menggunakan media kontras, seperti, colon in loop, maupun IVP.

Hal pemeriksaan radiologis abdomen yang paling mendasar dan paling mudah adalah teknik pemeriksaan foto polos abdomen (BOF).

II. ISI

 Syarat foto BOF

1. Puasa paling baik 3 hari 2. Diet rendah serat 3. Minum obat urus-urus

4. Jangan terlalu banyak bicara untuk menghindari masuknya gas 5. Tidak merokok

6. Ekspirasi maksimum saat pengambilan foto

semua syarat di atas dilkukan pada penderita yang mengalami akut abdomen, karena akut abdomen merupakan indikasi foto cito.

 Indikasi foto BOF 1. Obstruksi usus 2. Perforasi usus

3. Nyeri renal atau bilier

4. Benda asing baik yang tertelan, stelah trauma, atau IUD yang dislokasi

5. Pada bayi yang baru lahir, muntah yang menetap, atau meconium yang tidak keluar.

 Posisi pemotretan BOF

1. Tiduran terlentang, sinar dari arah vertical, proyeksi AP (mencakup seluruh abdomen, termasuk pelvis dan diafragma)

2. Duduk, setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, sinar horizontal, proyeksi AP (harus mencakup diafragma)

3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus), sinar horizontal, proyeksi AP  Yang dapat dinilai dari foto BOF

1. Posisi telentang

a) Dinding abdomen yang penting lemak praperitoneal kanan dan kiri balik atau menghilang

b) Garis psoas kanan dan kiri baik (simetris) atau menghilang atau adanya benda asing

c) Kontur hepar, lien dank ke-2 ginjal membesar atau tidak d) Batu yang radiopak atau benda asing yangradiopak e) Gambaran udara dalam usus

f) Kesuraman karena adanya cairan di luar usus atau massa tumor 2. Posisi duduk

a) Gambaran udara, cairan dalam usus atau di luar usus misalnya pada abses

b) Gambaran udara bebas di bawah diafragma

c) Gambaran cairan di rongga pelvis atau abdomen bawah 3. Posisi tiduran miring ke kiri

(34)

Hampir sama seperti posisi duduk hanya udara bebas letaknya antara hepar dan dinding abdomen atau antara dinding pelvis dan dinding abdomen

 Pola pengamatan pada BOF

1. Periksalah adanya gas dalam usus

2. Perhatikan kontur hepar, lien dan ke-2 ren apakah ada pembesaran atau tidak

3. Carilah garis bentuk musculus psoas apakah simetris 4. Periksa apakah ada kalsifikasi atau tidak

5. Perhatikan semua tulang, terutama vertebra lumbalis dan pelvis, apakah ada perubahan densitas, apakah ada ligament, ataukah ada fraktur

6. Lihat diafragma pada foto berdiri, adakah udara bebas di bawah diafragma.  Dilatasi usus

Membedakan antara dilatasi usus besar dan usus halus dapat sulit dilakukan, tergantung atas penampilan usus yang berdilatasi, posisi dan jumlah gedung usus serta adanya feses padat.

Colon dapat dikenal oleh haustranya, biasanya terdapat dalam colon ascendant dan tranversum, tetapi mungkin tidak ada di distal flexura splenica. Bila jejunum berdilatasi dikenali valvula conniventes yang selalu lebih dekat satu sama lain penampilan yang dikenal sebagai setumpuk uang logam. Bias ditemuikan masalah dalam membedakan ileum bawah dari colon sigmoideum karena keduanya bias mempunyai bentuk yang halus. Jari-jari curvature gelung kadang membantu untuk membedakan lebih sempit lekungan lebih mungkin ia suatu gelung usus halus yang berdilatasi.

Biasanya usus halus terletak di pusat abdomen dangan “bingkai” usus besar, tetapi colon sigmoid dan tranvesum sering sangat berlebihan dan bias juga terletak di pusat abdomen, terutama berdilatasi.

Dilatasi usus terjadi dalam obstruksi mekanis , ileus paralitik, iskemia akut, dan penyakit peradangan usus.

Diagnose banding radiologi pada beberapa penyakit di atas tergantung atas gelung yang berdilatasi.pola berikut dapat dikenal :

1. Obstruksi mekanis usus halus : usus halus dilatasi ususbesar normal atau berkurang.

2. Obstruksi usus besar: dilatasi proksimal colon, bias disertai usus halus jika valve ileo caecalis tak kompeten.

3. Ileus paralitikus generalisata usus besar dan usus halus akan berdilatasi. Sering dilatasi meluas menuruni colonsigmoid dan gas mungkin terdapat dalam rectum.

4. Peritonitis local : dilatasi gelung dekat proses peradangan yang bias terlihat, missal pada appendicitis dan pankratitis.

5. Pasien gatroenetritis memperlihatkan sejumlah pola, beberapa mempunyai film normal dan beberapa memperlihatkan kelebihan batas cairan tanpa dilatasio sedang lainnya menyerupai ileus paralitik dan lainnya menerupai obstruksi usus halus.

(35)

6. Infark usus halus menerupai obstruksi usus halus dan obstruksi usus besar. 7. Obstruksi gelung tertutup diagnose tergantung gelung yang dibicarakan

mengandung udara. Jika ada missal pada volvulus caecum sigmoideum maka gelung yang berdilatasi tamoak terisi gas yang dalam bentuk khas. Jika gelung tertutup terisi cairan maka mungkin tidak terlihat, keadaan lazim pada hernia tersumbat.

8. Dilatasi toksik pada colon bila timbul pada pasien colitis ulcerative atau lebih jarang penyakit chron, usuis beswar terdistensi. Kebnyakan pasien dilatasi maksimum pada colon tranvesum jelas colon desenden bias lebih sempit dari normal. Haustra hilang atau sangat abnormal dan pulau mukosa membengkak diantara ulkus dapat dikenal sebagai bayangan polipoid. Jika colon tranversum berdiameter >6 cm pada pasien colitis maka dicurigai dilatasi toksik.

 Gas di luar lumen usus

Gas di luar lumen usus bersifat abnormal

1. Gas dalam cavitas peritonealis hamper selalu karena perforasi traktus GIT atau setelah intervensi bedah pada abdomen. Jumlah gas bebas terbesar terlihat setelah perforasi colon dan jumlah terkecil dengan kebocoran usus halus.

Udara bebas intra peritoneum merupakan gambaran normal stlh laparao tomi.

Udara di bwah hemidiafragma kanan biasanya mudah dikenali pada film thorax atau abdomen berdiri sebagai kumpulan gas kurvilinear anatara garis diafragma dan opasitas hati.gas bebas di bawah hemidiafragma kiri lebih sulit dikenali karena tumpang tindih bayangan gan lambung dan flexura splenica colis.

2. Gas dalam suatu absesgas dalam suatu abses : gambaran bervariasi pada otot polos. Bias membentuk gelembung kecil atau kumpulan udara lebih besar, yang keduanya dapat dikelirukan dengan gas di dalam usus. Batas cairan dalam abses mungkin dapat terlihat pada film dengan sinar horizontal.

3. Gas dalam dinding usus banyak gelembung gas sferis atau oval terlihat dalam dinding usus besar atau halus pada orang dewasa pada keadaan benigna yang dikenal sebagai pneumotosis sistoides intestinal

 Ascites

a) Sejumlah kecil tak dapat dideteksi pada film polos.

b) Jumlah lebih besar memisahkan gelung usussatu sama lain serta menggeser colon ascendens dan descendes dari lajur lemak yang menunjukkan posisi peritoneum sepanjang dinding lateral abdomen.

c) Mudah dikenali pada USG atau tomografi dikomputerisasi.  Kalsifikasi abdomen

(36)

Yang terpenting adalah :

a) Menentukan lokasi kalsifikasi

b) Pola tau bentuk kalsifikasi akan membantu diagnoisis ke hanya satu atau dua pilihan

Kalsifikasi dalam abdomen mungkin : 1. Flebolit vena pelvis

2. Kalsifikasi vascular. Sering terdapat dalam dinding aneurisma aorta abdominalis

3. Fibroid uterus mengadung banyak kalsifikasi berbatas jelas berbentuk tak teratur

4. Massa ovarium maligna, biasanya yang terlihat kalsifikasi adalah kista dermoid

5. Kalsifikasi glandula adrenalis, timbul setelah perdarahan adrenalis, setelah TBC dan kadang-kadang pada tumor adrenalis.

6. Kalsifikasi hati terjadi pada hepatoma 7. Kalsifikasi limpa

8. Kalsifikasi pancreas

9. Fekalit mungkin terlihat dalam divertikula colli atau dalam apendik. Fekalit apendik penting karena merupakan indikasi kuat appendicitis akut.

10. Kalsifikasi jaringan lunak 11. Kalsifikasi traktus urinarius  Foto polos hati dan limpa

 Hepatomegali

Pemeriksaan radiologi hanya konfirmasi karena mudah diditeksi dengan palpasi

Tanda pembesaran liver : Lobus kiri :

a) Diaframa kiri terdesak ke atas b) Lambung trdesak ke belakang kanan c) Flexura splenica colon terdesak ke bawah d) Ren kiri terdesak ke bawah

Lobus kanan:

a) Diafragma kanan terdorong ke atas

b) Flexura hepaticadan colon tranvesum terdorong ke bawah c) Ren kanan terdesak ke bawah

d) Gaster terdesak ke kiri dengan curvature minor melengkung e) Batas liver melewati crista illiaca

Lobus kiri dan kanan : gabungan dari pembesaran di atas  Splenomegali

(37)

a) Ujungnya menjadi terlihat di kuadran kiri atas di bawah iga bawah b) Kemudian mungkin mengisi sisi kiri abdomen dan bahkan meluas

melintasi garis trengah ke kuadran kanan bawah

c) Fleksura splenica coli dan ginjal tergeser ke bawah serta lambung tergeser ke kanan.

Referensi

Dokumen terkait