• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN. Berakhirnya Kerajaan Majapahit pada awal abad ke 16, rupanya tidak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI KESIMPULAN. Berakhirnya Kerajaan Majapahit pada awal abad ke 16, rupanya tidak"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

211 KESIMPULAN

Berakhirnya Kerajaan Majapahit pada awal abad ke–16, rupanya tidak menghilangkan pamor kerajaan tersebut. Kejayaan yang pernah dicapai Kerajaan Majapahit terekam dari berbagai peninggalannya mulai dari karya sastra hingga peninggalan bendawi. Masyarakat nusantara khususnya Jawa, Bali, dan Sunda masih memelihara dan memanfaatkan Majapahit beserta peninggalannya di Trowulan. Kondisi tersebut dapat disimak dari perkembangan kehidupan sosial politik maupun budaya dimana Kerajaan Majapahit memegang peranan penting sebagai tolok ukur suatu entitas negara yang ideal. Pandangan seperti ini bahkan terus melekat hingga beberapa abad setelah keruntuhan Majapahit.

Apabila kita melihat pemaknaan dan pemanfaatan warisan Majapahit dari masa ke masa maka dapat disimpulkan terdapat beragam kepentingan yang melatarbelakangi para pihak yang melakukannya. Setidaknya Majapahit dan warisannya memiliki beragam makna bagi berbagai pihak. Beberapa pemaknaan tersebut antara lain sebagai suatu gambaran negara ideal atau negara yang dicita– citakan, sebagai puncak peradaban bangsa Jawa, sebagai obyek bagi ilmu pengetahuan modern, hingga komoditas yang memiliki nilai ekonomis.

Kepentingan politik dan ekonomi mendominasi pemanfaatan warisan Majapahit oleh berbagai pihak pasca keruntuhannya. Para penguasa di beberapa daerah di nusantara memanfaatkan Majapahit dan pusakanya sebagai salah satu sumber legitimasi kekuasaannya. Pemanfaatan di bidang politik terus berlangsung di masa kolonial hingga berdirinya Republik Indonesia. Walaupun tetap dimanfaatkan karena kepentingan politik, terdapat transformasi dari masa ke masa. Pola

(2)

pemanfaatan yang hanya didominasi oleh kalangan penguasa berubah pasca Indonesia mengalami reformasi.

Kepentingan ekonomi hadir dalam pemanfaatan warisan Majapahit di Trowulan ketika industri gula berkembang di Jawa Timur pada abad XIX. Pabrik– pabrik yang berada di sekitar Mojokerto dan Jombang banyak mengambil batu bata yang menumpuk di reruntuhan bekas kota raja ini. Kondisi ini berubah ketika terdapat upaya pelestarian peninggalan Majapahit oleh negara maupun para sarjana. Peninggalan Majapahit yang berupa artefak memiliki nilai ekonomis sehingga membuat masyarakat lokal yang mayoritas petani beralih profesi menjadi pemburu harta karun. Pemanfaatan di bidang ekonomi ini berlanjut ketika industri pariwisata dunia menggeliat. Warisan Majapahit berupa candi dan situs–situs purbakala tak luput dari upaya komodifikasi oleh negara.

Selain kepentingan politik dan ekonomi, kepentingan religi dan ilmu pengetahuan juga mengemuka dalam pemanfaatan warisan Majapahit. Pemanfaatan di bidang religi berlangsung bahkan ketika mayoritas masyarakat Jawa tidak lagi memeluk agama yang sama dengan agama pada masa kejayaan Majapahit yakni Hindu–Budha. Kepentingan ilmu pengetahuan modern muncul seiring kehadiran Thomas Stamford Raffles sebagai penguasa Jawa. Sejak itu, hadir aktor baru dalam pemanfaatan warisan Majapahit yakni para sarjana dari beragam disiplin ilmu pengetahuan modern.

Pemaknaan Majapahit dan warisannya sebagai suatu gambaran negara ideal mulai nampak pada banyak kerajaan di beberapa daerah pasca runtuhnya kerajaan Majapahit. Berbagai kerajaan baru yang bermunculan di Jawa dan Bali mendapatkan legitimasi dengan menyatakan para pendirinya merupakan keturunan langsung dengan para raja Majapahit. Selain secara genealogis, kepenguasaan atas berbagai

(3)

pusaka Majapahit merupakan hal penting bagi para raja Jawa setelah Majapahit. Tidak hanya kalangan bangsawan saja yang memanfaatkan Majapahit dan peninggalannya di Trowulan, kalangan agamawan juga ikut memanfaatkannya.

Pada kurun waktu ini, kerajaan Majapahit dimaknai sebagai gambaran ideal tentang suatu negara. Raja adalah patron bagi para brahmana maupun masyarakat dalam negeri tersebut. Berkat kemampuan raja mengelola negerinya, kemakmuran bagi penduduk datang baik dari pertanian dalam negeri maupun perdagangan dengan luar negeri. Bagi kalangan bangsawan, Majapahit dan peninggalannya di Trowulan dimanfaatkan untuk kepentingan politiknya terutama dalam memberikan legitimasi sebagai keturunan dari raja Majapahit yang mampu membawa masyarakatnya menuju kesejahteraan.

Keberadaan bangsa Eropa yang semakin meluas pengaruh kekuasaannya atas Jawa ternyata tak jua menghilangkan pengaruh Kerajaan Majapahit. Imaji atas kebesaran dan kejayaan masa lalu Majapahit justru mendapat tempat penting di mata orang Eropa khususnya sejak masa Raffles. Pada era dimana Raffles berkuasa, Majapahit dan peninggalannya di Trowulan ditempatkan sebagai objek berharga yang harus dilestarikan. Ide tentang pelestarian peninggalan bersejarah merupakan ide yang sedang mengemuka di dunia Barat saat itu. Raffles menugaskan sekelompok para sarjana dan pakar yang tertarik terhadap lingkungan alam maupun budaya untuk mendokumentasikan peradaban Jawa. Salah satu sasaran Raffles tentu saja adalah Kerajaan Majapahit dan peninggalannya di Trowulan.

Menurut Raffles, puncak peradaban bangsa Jawa pernah dicapai pada masa lalu khususnya di masa Hindu Budha. Kerajaan Majapahit sebagai kerajaan terbesar pada masa Hindu Budha merupakan salah satu buktinya. Setelah kedatangan Islam, kejayaan bangsa Jawa justru merosot. Berbagai peninggalan dari masa Hindu Budha

(4)

yang menunjukkan capaian teknologi yang mengagumkan ditinggalkan dan dibiarkan rusak. Oleh karena itu, keunggulan ilmu pengetahuan modern yang dimiliki bangsa Barat akan membantu mengembalikan kejayaan bangsa Jawa di masa lampau.

Berlalunya masa penguasaan Inggris atas Jawa, tidak serta merta menghilangkan perhatian bangsa Eropa terhadap Majapahit dan peninggalannya di Trowulan. Beberapa sarjana dari Eropa seperti Jonathan Rigg melakukan perjalanan ke Trowulan seperti yang pernah dilakukan Raffles sebelumnya. Apa yang dilakukan oleh Raffles dan Rigg menghasilkan rintisan dokumentasi yang dianggap penting dalam ilmu pengetahuan modern. Seperti misalnya pembuatan peta dan pencatatan atas kondisi candi maupun situs yang ada. Hasil karya mereka menjadi warisan bagi para sarjana generasi berikutnya yang melakukan penelitian atas Majapahit dan peninggalannya di Trowulan.

Selain untuk kepentingan ilmu pengetahuan modern, terdapat kepentingan lain pemanfaatan Majapahit dan peninggalannya yakni kepentingan untuk mencegah orang–orang Jawa yang muslim untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Gramberg, seorang pejabat Belanda, menggubah beberapa buku yang bertemakan Majapahit khususnya pada masa akhir Majapahit. Dalam salah satu karyanya digambarkan bagaimana keruntuhan sebuah kerajaan besar akibat serangan dari tentara muslim. Bahkan secara eksplisit disebutkan bahwa tujuan penulisan karyanya ini adalah untuk membuat masyarakat Jawa menyadari bahwa Islam disebarkan melalui jalan kekerasan. Berbagai pencapaian peradaban bangsa Jawa seperti tampak dalam karya sastra maupun karya seni bangunan yang tinggi dikubur begitu saja seiring beralihnya agama masyarakat Jawa ke Islam. Oleh karena itu, masyarakat Jawa tidak disarankan untuk menganut agama yang telah mengubur pencapaian bangsa ini di masa lalu. Dengan pemahaman seperti ini, Majapahit tetap dimaknai

(5)

oleh orang Eropa sebagai peradaban ideal bagi bangsa Jawa. Pemaknaan Majapahit seperti ini terus diproduksi dan direproduksi melalui berbagai sarana khususnya di bidang pendidikan.

Kemajuan ekonomi yang dicapai oleh Hindia Belanda, membawa dampak bagi peninggalan Majapahit di Trowulan. Seiring dengan berkembangnya industri terutama gula di kawasan Jawa bagian timur menyebabkan meningkatnya kebutuhan terhadap bahan baku industri tersebut. Penanaman tebu semakin meluas hingga ke daerah Mojokerto dan sekitarnya. Selain itu, material untuk pembangunan pabrik dan infrastrukturnya juga banyak diperlukan. Tak heran hingga kemudian melihat begitu banyaknya sebaran batu bata di Trowulan yang seakan tidak dipergunakan lagi oleh masyarakat, maka batu bata tersebut dipergunakan untuk memasok material pembangunan pabrik. Kepentingan ekonomi yang mendominasi pemanfaatan peninggalan Majapahit pada masa ini kemudian dihadapkan dengan semakin tingginya kepedulian beberapa pihak untuk melestarikan peninggalan tersebut atas nama ilmu pengetahuan.

Disiplin ilmu pengetahuan modern yang semakin berkembang pada kisaran akhir abad XIX hingga awal abad XX seperti ilmu arkeologi, sejarah hingga arsitektur semakin banyak memperhatikan keberadaan peninggalan bersejarah. Perhatian tersebut juga tampak dari semakin banyaknya sarjana lulusan disiplin ilmu tersebut yang memanfaatkan Majapahit dan peninggalannya di Trowulan. Selain negara yang membentuk instansi seperti Komisi Purbakala yang diisi para profesional untuk mengurus peninggalan bersejarah, beberapa lembaga yang dibentuk atas inisiatif masyarakat juga memiliki perhatian yang sama. Salah satunya yang ada di Trowulan adalah OVM yang didirikan oleh Maclaine Pont. Sebelum Maclaine Pont, rintisan pengurusan peninggalan Majapahit di Trowulan telah dimulai oleh Adipati

(6)

Kromodjojo Adinegoro IV. Keberadaan Museum Mojokerto tak lepas dari inisiatif Adipati Mojokerto tersebut. Kemunculan OVM merupakan buah meningkatnya kepedulian untuk melestarikan peninggalan Majapahit di Trowulan dengan kepentingkan ekonomi industri gula di Mojokerto dan Hindia Belanda pada umumnya. Hal ini tampak dari bagaimana Maclaine Pont mengatur susunan kepengurusannya dimana para perwakilan industri gula memegang posisi penting di dalamnya. Bagi industri gula, dengan terlibat dalam pelestarian peninggalan purbakala merupakan sarana pencitraan untuk memperlihatkan kepada khalayak luas bahwa keberadaan industri tersebut tidak hanya mengeksploitasi kekayaan alam melainkan juga memiliki kepedulian terhadap peninggalan purbakala yang penting.

Perkembangan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang Majapahit beserta peninggalannya semakin membuktikan kejayaan masa lampau kerajaan tersebut. Penemuan dan pengkajian kitab Desawarnnana atau yang lebih dikenal dengan Nagarakretagama menjadikan bukti yang seolah tak terbantahkan tentang kebesaran kerajaan Majapahit. Seolah mengamini ikrar Gajah Mada yang terdapat dalam kitab Pararaton, kitab Nagarakretagama menjelaskan daerah–daerah yang menjadi bawahan Majapahit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, beberapa sarjana Belanda seperti Brandes, Kern, dan Krom menyimpulkan bahwa luas wilayah Majapahit tersebut membentang dari pulau Papua di sebelah timur hingga meluas ke barat melebih luas teritori negara Hindia Belanda. Hasil penelitian tersebut direproduksi dalam berbagai bentuk seperti peta dan buku pelajaran untuk sekolah– sekolah di Hindia Belanda. Semangat anti–Islam khususnya Islam Politik seperti yang diajarkan oleh Snouck Hurgronje merupakan landasan dengan dimasukkannya hasil penelitian ini ke dalam buku–buku pelajaran yang dibaca oleh para siswa termasuk siswa bumiputera. Harapannya agar masyarakat bumiputera melihat Islam sebagai

(7)

kekuatan politik yang melawan kekuasaan pemerintah Hindia Belanda harus dihindari karena di masa lalu kejayaan bangsa bumiputera khususnya Jawa tidak didapatkan melalui Islam.

Namun harapan tersebut hanya tinggal harapan. Keberadaan Majapahit dan peninggalannya yang semakin membuktikan kebesaran masa lalu bangsa bumiputera justru semakin memantik api kebangsaan para pelajar bumiputera. Salah satu pelajar tersebut adalah Soekarno yang secara konsisten menyuarakan perlawanan terhadap penguasa kolonial salah satunya dengan dasar kebesaran Majapahit di masa lalu. Pelajar lainnya yang getol menyuarakan kejayaan Majapahit ini justru bukan berasal dari Jawa. Terdapat Sanusi Pane dan Muhammad Yamin yang berasal dari Sumatera yang bersemangat membawa kebesaran masa lalu bagi bangsa bumiputera. Pada awalnya, mereka hanya menggubah beberapa karya sastra seperti puisi maupun lakon drama modern yang berdasarkan peninggalan masa lampau persis seperti yang dilakukan oleh Gramberg. Lambat laun tidak hanya puas dalam memproduksi karya seni, Yamin membawa inspirasi masa lalu ke dalam pergerakan politiknya seperti Soekarno. Makna Majapahit dan peninggalannya bagi kalangan pelajar bumiputera adalah sumber inspirasi bagi keberadaan bangsa yang bernama Indonesia. Pada masa ini kepentingan untuk memanfaatkan pusaka Majapahit tidak hanya didominasi oleh bangsa Eropa khususnya Belanda melainkan juga berada dalam tarikan kepentingan para pelajar bumiputera untuk pergerakan politiknya.

Sejarah kemudian mencatat bahwa bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Pelajar Soekarno kemudian menjadi presiden pertamanya. Yamin memiliki beberapa kesamaan pandangan dengan Soekarno dalam memaknai Majapahit. Yamin menonjolkan berbagai tabiat Gajah Mada yang dianggap sebagai sosok manusia unggul yang membawa Majapahit ke puncak

(8)

kejayaannya. Selain itu dalam buku ini ditampilkan peninggalan Majapahit di Trowulan berupa figur yang dianggap merupakan wajah dari Gajah Mada.

Hal yang menarik kemudian adalah perjuangan di sisi diplomasi juga membawa–bawa kejayaan Kerajaan Majapahit di masa lampau untuk memberikan legitimasi sejarah bagi keberadaan bangsa Indonesia. Seperti tampak dalam pidato Sjahrir di Dewan Kemanan PBB pada tahun 1947 dimana ia berargumen bahwa jauh sebelum berkuasanya bangsa Belanda atas Indonesia, bangsa ini telah bersatu di bawah panji Majapahit yang kekuasaannya membentang dari seluruh kepulauan Indonesia bahkan hingga Madagaskar.

Pada masa ini Majapahit dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia tidak lagi sekedar sebagai alat perjuangan dalam memperoleh kemerdekaan, namun juga untuk mendapatkan pengakuan bagi bangsa lain. Selain itu juga dimanfaatkan untuk melakukan konsolidasi internal di dalam negeri. Hal tersebut tampak dari apa yang dilakukan oleh Yamin yang saat itu menjabat sebagai menteri negara dalam mendukung gagasan Soekarno sebagai Presiden untuk menyatukan nusantara seperti pada masa Majapahit. Yamin menuliskan buku Sapta Parwa yang memberikan legitimasi atas tindakan Republik Indonesia yang memasukkan Papua ke dalam wilayahnya.

Pemanfaatan Majapahit dan peninggalannya yang seperti ini masih dilanjutkan pada masa Presiden Soeharto. Hanya saja pada periode ini yang dominan kemudian adalah para profesional dan militer. Keberadaan peninggalan Majapahit di Trowulan banyak didominasi pemanfaatannya oleh kalangan sarjana khususnya dari disiplin ilmu arkeologi. Keberadaan militer dalam memanfaatkan Majapahit berlangsung melalui hal–hal supranatural seperti pembangunan Pendopo Agung yang diawali oleh mimpi dan pengelolaan situs Siti Inggil untuk kepentingan persembahyangan. Namun

(9)

yang menarik adalah permasalahan politik yang terjadi di Jakarta yaitu Malari membawa dampak bagi perhatian terhadap salah satu situs tertentu diantara dua situs yang sama–sama pemanfaatannya didominasi oleh militer tersebut.

Kepentingan ekonomi kembali mengemuka seiring dengan semakin meningkatnya kesejahteraan. Kali ini pemanfaatan terhadap Majapahit dan peninggalannya di Trowulan lebih diarahkan oleh negara kepada sektor pariwisata. Seperti pada upaya penerbitan dan distribusi buku tentang bagaimana menjadi pemandu wisata yang baik dan menjalankan bisnis perjalanan wisata dengan memanfaatkan situs–situs purbakala Majapahit sebagai obyeknya. Selain itu negara melalui instansinya tercatat dua kali membuat sebuah rencana induk atau master plan guna memanfaatkan peninggalan Majapahit di Trowulan. Namun seiring dengan arus reformasi dan perkembangan teknologi informasi yang membawa perubahan, negara tidak lagi sendirian dalam upaya memanfaatkan Majapahit seperti yang terjadi sejak masa kemerdekaan Republik Indonesia.

Masyarakat khususnya penduduk Trowulan kemudian memiliki jalan sendiri untuk memanfaatkan Majapahit dan peninggalannya. Setelah adanya pengabaian masyarakat dalam sejarah pemanfaatan Majapahit yang didominasi oleh elit, masyarakat awam menuliskan sejarahnya sendiri. Hal ini setidaknya tercermin pada dua kasus yakni pembangunan Pusat Informasi Majapahit pada tahun 2009 dan pembangunan pabrik baja tahun 2013. Meskipun demikian, rupanya pemanfaatan Majapahit dan peninggalannya tak dapat lepas dari warisan masa lalu itu sendiri. Narasi tentang kejayaan Majapahit masih melekat hingga di benak masyarakat. Tak heran kemudian ketika melakukan perlawanan seolah–olah mereka mewakili sosok– sosok terkemuka di masa Majapahit berdiri.

(10)

Beragam kepentingan dalam memaknai dan memanfaatkan warisan Majapahit mengemuka sejak runtuhnya kerajaan ini. Pemaknaan dan pemanfaatan tersebut mengalami transformasi seiring berjalannya waktu di Indonesia sejak masa pra– kolonial hingga poskolonial. Akibatnya di masa kini, beragam makna tadi menjadi suatu lapisan yang kemudian tumpuk menumpuk satu dengan yang lain. Kondisi ini dapat diibaratkan kue lapis legit yang tidak dapat dinamakan sebagai kue lapis legit jika dipisah lapisannya satu per satu. Masing–masing lapisan mengambil bahan dari sumber yang kurang lebih sama dengan kepentingan yang beragam hingga menghasilkan sesuatu yang berbeda, yang bahkan tidak terpikirkan oleh orang–orang pada masa Majapahit eksis dan mencapai kejayaannya.

Referensi

Dokumen terkait