PENGARUH VARIASI SUHU SINTERING TERHADAP
SIFAT MIKROSKOPIK DAN MAKROSKOPIK SEMEN
GIGI NANO ZINC OXIDE EUGENOL (REINFORCED
ALUMINA)
Zazilatul Khikmiah
1, Dwi Wahyu Nugroho
2, Tito Prastyo Rahman
2, Nofrizal
3,
Radyum Ikono
4,5, Siswanto
1, Etik Marliyati
6, Agus Sukarto S.W.
7, Nurul
Taufiqu Rochman
31
Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga
2
Departemen Ilmu Material, Universitas Indonesia
3
Pusat Penelitian Metalurgi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
4
Fakultas Teknik, Universitas Teknologi Sumbawa
5
Nano Center Indonesia
6
Pusat Teknologi Farmasi dan Medika, BPPT
7
Pusat Penelitian Fisika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Abstrak. Penggunaan semen gigi zinc oxide eugenol sebagai bahan penambalan sementara
telah banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi, namun semen gigi ini memiliki sifat mekanik yang lemah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh temperatur sintering terhadap sifat mikroskopik dan makroskopik semen gigi nano zinc oxide eugenol (reinforced alumina). Pembuatan semen gigi ini dilakukan dengan mencampurkan bubuk zinc oxide, alumina dan magnesium oxide dengan perbandingan 70%, 27% dan 3% menggunakan planetarium ball mill (PBM) selama 30 menit kemudian bubuk semen disintering menggunakan variasi temperatur sintering 1000, 1100, 1200, 1300 dan 1400oC dengan waktu penahanan selama 1 jam yang selanjutnya dilakukan karakterisasi menggunakan XRD. Bubuk semen dicampur kedalam cairan eugenol dengan perbandingan bubuk dan cairan semen adalah 1,2 gr : 0,6 ml yang selanjutnya dilakukan karakterisasi uji tekan, uji kekerasan, dan uji morfologi menggunakan SEM. Hasil identifikasi pola XRD menunjukkan bahwa adanya fasa dominan zinc oxide (ZnO) pada bubuk semen sebelum disintering sedangkan dari hasil yang sudah disintering pada suhu 1000o dan 1400oC menunjukkan adanya fasa baru pada bubuk semen yaitu zinc aluminate (ZnAl2O4). Dari hasil analisa SEM, uji kekerasan (hardness Vickers) dan compressive strength, hasil terbaik ditunjukkan oleh sampel yang disintering pada temperatur 1000oC karena sampel memiliki struktur mikro yang halus dan homogen serta didukung oleh nilai kekerasan sebesar 85,2 Hv dan compressive strength 29,878 MPa.
Kata kunci : Semen Gigi, Nano Zinc Oxide Eugenol, Sintering PENDAHULUAN
Saat ini kasus kerusakan gigi di Indonesia semakin meningkat. Kasus kerusakan gigi ini diakibatkan beberapa faktor, misalnya kecelakan dan gigi berlubang[1]. Menurut data yang dikeluarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, sekitar 72% penduduk Indonesia pernah mengalami gigi berlubang (karies gigi) dan 47,5% diantaranya merupakan karies aktif yang belum dirawat[2].
Kasus kerusakan gigi dapat diatasi dengan beberapa cara, misalnya dengan penggunaan gigi palsu atau penambalan
gigi[1]. Beberapa material penambal gigi yang telah dikembangkan diantaranya adalah semen zinc oxide eugenol (ZOE) yang memiliki kelebihan teksturnya yang
lembut dan mempunyai sifat
antiseptik[3].Namun bahan semen gigi ini memiliki kekurangan berupa sifat mekanis yang lemah dan kelarutan yang tinggi yang disebabkan oleh pelepasan eugenol saat reaksi setting[4].
Prihantini (2011) telah melakukan
pembuatan semen gigi dengan
membandingkan bahan ZnO berukuran nano dengan mikro yang menunjukkan bahwa penggunaan material nanopartikel pada semen gigi menunjukkan kenaikan sifat kekerasan dibandingkan bahan mikropartikel [5].
Peningkatan kekuatan pada semen gigi juga dapat dilakukan dengan penambahan bahan tertentu misalnya aluminium oxide (Al2O3) pada bubuk semen. Aluminium oxide (Al2O3) dipilih karena memiliki beberapa keunggulan diantaranya bioinert dan biokompabilitas yang baik, serta memenuhi unsur estetika pada gigi tiruan[6]. Aluminium oxide dengan kemurnian yang tinggi (>99,0%) membutuhkan proses pemadatan (sintering) pada suhu yang cukup tinggi yaitu sekitar 2050oC[7]. Oleh karena itu dibutuhkan suatu bahan yang berfungsi sebagai flux (menurunkan titik lebur), misalnya magnesium oxide (MgO).
Penggunaan magnesium oxide (MgO) sebagai bahan aditif atau flux karena bahan ini memberikan efek yang baik terhadap mikrostruktur serta mampu meredam pertumbuhan butir selama proses sintering[8]. Untuk memperoleh hasil yang baik temperatur sintering juga harus sesuai karena akan mempengaruhi kinetika dan proses homogenasi. Pada penelitian ini, pemilihan variasi suhu sintering didasarkan pada titik lebur aluminium oxide (Al2O3) yaitu sekitar 60%-80%. Namun karena pada penelitian ini menggunakan bahan berukuran nano sehingga temperatur sinter yang dipilih lebih rendah dari temperatur
sinter maksimal yaitu 1000oC, 1100oC, 1200oC, 1300oC dan 1400oC.
Perbedaan temperatur sintering menyebabkan adanya perbedaan dalam pembentukan ikatan antar partikelnya sehingga dapat mempengaruhi karakteristik semen gigi.
METODE PENELITIAN
Tahapan dalam penelitian ini meliputi penyiapan bubuk semen, pembuatan sampel semen gigi dan karakterisasi terhadap sampel semen gigi.
Penyiapan bubuk semen gigi
Bubuk semen yang terdiri dari zinc oxide (ZnO), aluminium oxide (Al2O3) dan magnesium oxide (MgO) ditimbang rasio masing-masing sebesar 70%, 27% dan 3% (%berat)[9]. Setelah itu bubuk zinc oxide (ZnO), aluminium oxide (Al2O3) dan magnesium oxide (MgO) dicampur menggunakan Planetarium Ball Mill (PBM) dengan putaran rata-rata 15 rpm selama 30 menit yang bertujuan agar diperoleh campuran yang homogen.
Kemudian bubuk semen disintering dalam furnace dengan temperatur 1000, 1100, 1200, 1300 dan 1400oC dengan waktu tahan 1 jam yang selanjutnya digerus sampai halus karena selama proses sintering terjadi penggumpalan pada bubuk semen yang disebabkan adanya penggabungan butiran sehingga material menjadi lebih padat.
Pembuatan Sampel Semen Gigi
Pembuatan sampel semen gigi zinc oxide eugenol (reinforced alumina) dibuat dengan cara mencampurkan bubuk semen dan cairan eugenol dengan perbandingan antara bubuk dan cairan yaitu 2:1 (gr:mL). Kemudian kedua bahan tersebut dicampurkan di atas mixing slab dan diaduk secara manual berputar searah jarum jam selama 3 menit sampai homogen dan terbentuk pasta kental. Kemudian dicetak
Tabel 1. Komposisi dan variasi temperatur sintering pembuatan sampel semen gigi
Bahan Suhu Sintering (oC) Keterangan A Tanpa Pemanasan ZnO + Al2O3 + MgO + Eugenol 99,8% B 1000 C 1100 D 1200 E 1300 F 1400 G 1000 ZnO + Al2O3 + MgO + Eugenol komersial 100%
ke dalam cetakan akrilik berbentuk silinder berukuran diameter 8 mm dan tinggi 10 mm. kemudian dikeringkan selama 20 – 30 menit.
Karakterisasi Sampel
Karakterisasi dilakukan dengan tujuan untuk menentukan fasa yang terbentuk sebelum dan sesudah sintering pada bubuk semen gigi, mengetahui pengaruh sintering terhadap mikrostruktur semen gigi serta sifat mekanik yang meliputi kekerasan dan kuat tekan.
Fasa yang terbentuk ditentukan dengan XRD. Analisis XRD dilakukan menggunakan sumber sinar-X dari unsur Cu. Radiasi yang digunakan adalah CuK dengan panjang gelombang () 1,540 A. Analisis dilakukan pada 2 antara 10o - 80o. Analisis SEM dilakukan dengan menggunakan alat SEM JSM-6510LA Sampel direkatkan dengan karbon pada tempat (stub) yang terbuat dari logam dan dilapisi palladium. Kemudian sampel dimasukkan dalam ruang spesimen dan disinari dengan pancaran elektron (20 kV). Elektron yang dipantulkan lalu dideteksi dengan detektor sintilator yang diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang dapat mengakibatkan timbulnya gambar layar CRT (Catode Ray Tube). Lalu dilakukan pemotretan setelah memilih bagian tertentu
dari objek dengan pembesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto yang baik dan jelas.bagian bawah halaman.
Pengujian kekerasan semen gigi dilakukan menggunakan metode Vickers. Nilai kekerasan semen gigi dapat ditentukan menggunakan persamaan :
(1)
Dimana d adalah panjang diagonal (mm), Hardness Vickers Numbers (HVN) adalah bilangan kekerasan Vickers (MPa atau kgf/mm2), sedangkan F adalah beban atau gaya (kgf).
Pengujian compressive strength dilakukan menggunakan alat autograph yaitu dengan menekan sampel hingga terjadi failure. Sampel ditempatkan pada tempat spesimen alat uji tekan, kemudian sampel ditekan dengan alat penekan sehingga penekan dapat menekan permukaan sampel sampai hancur Besarnya beban (F) yang digunakan untuk menekan sampel hingga hancur dapat dilihat pada alat. Dari data yang telah diperoleh kemudian dimasukkan dalam persamaan sebagai berikut.
(2)
Dimana adalah kuat tekan (MPa), F adalah beban (N) dan A adalah luas penampang (mm).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis SEM
Gambar 5 menunjukkan struktur mikro dari masing-masing sampel uji untuk semen gigi tanpa sintering dan semen gigi dengan variasi temperatur sintering.
(c)
Gambar 5. Hasil foto SEM semen gigi Nano Zinc Oxide Eugenol (Reinforced Alumina) (a) sebelum disintering (b) disntering temperatur 1200oC dan (c) temperatur 1400oC
Dari hasil analisa SEM (Gambar 5 a) pada sampel yang belum disintering terlihat pencampuran bubuk semen kedalam cairan eugenol masih kurang sempurna, hal ini ditunjukkan pada lingkaran warna merah yang merupakan sisa hasil reaksi yang tidak tercampur sempurna. Adanya porositas
pada permukaan sampel dapat
menyebabkan sifat mekanik semen pada semen gigi akan menurun. Seiring dengan kenaikan temperatur sintering mengakibatkan berkurangnya porositas dan semakin besar luasan ikatan permukaan antar partikel.
Dari Gambar 5 juga dapat diamati bahwa selama proses sintering, terjadi peningkatan ukuran rata-rata partikel sehingga mengakibatkan terjadinya pengasaran (coarsening). Kondisi ini menyebabkan ukuran butir bubuk semen menjadi tidak homogen. Variasi temperatur sintering yang terlalu tinggi seperti variasi temperatur 1400oC akan menyebabkan butiran bubuk semen gigi terlalu kasar, apabila didinginkan sangat lambat akan menghasilkan butiran bubuk semen yang juga kasar pula. Butiran yang terlalu kasar akan membuat semen gigi menjadi lebih getas.
Analisis Fasa Semen Gigi dengan XRD Identifikasi Fasa Awal
Analisa XRD dilakukan untuk mempelajari fasa yang ada pada semen gigi
Gambar 7. Profil puncak-puncak hasil XRD semen gigi Nano Zinc Oxide Eugenol (Reinforced Alumina) sebelum sintering
nano zinc oxide eugenol (reinforced eugenol) sebelum dan sesudah disintering menggunakan alat XRD-7000 X-Ray Diffractometer. Hasil karakterisasi XRD dari sampel sebelum disintering dapat dilihat pada Gambar 6.
Dari hasil analisis menggunakan software match menunjukkan bahwa fasa dominan yang terbentuk pada semen gigi adalah ZnO yang memiliki struktur kristal heksagonal dengan parameter sel a = 3.2494 A, c = 5.2038 A. Puncak-puncak yang mempresentasikan senyawa ZnO terlihat pada Gambar 6. Puncak-puncak difraksi yang menunjukkan senyawa ZnO sesuai dengan hasil yang dipublikasikan oleh Kanade dkk, (2006) untuk pola difraksi ZnO dengan tipe struktur heksagonal.
Hasil XRD menunjukkan bahwa sebelum proses sintering tidak terjadi reaksi antara serbuk zinc oxide (ZnO), aluminium oxide (Al2O3) dan magnesium oxide (MgO) yang dicampur menggunakan planetarium ball mill (PBM). Senyawa aluminium oxide (Al2O3) dan magnesium oxide (MgO) tidak muncul pada hasil XRD, hal ini kemungkinan disebabkan posisi puncak-puncak alumina (Al2O3) dan magnesium oxide (MgO) tertutupi oleh puncak zinc oxide (ZnO).
Pengaruh Variasi Temperatur Sintering Hasil XRD sebelum proses sintering dibandingkan dengan hasil setelah
Gambar 7 a. Pola hasil XRD semen gigi Nano Zinc
Oxide Eugenol (Reinforced Alumina) sebelum
disintering
Gambar 7 b. Pola hasil XRD semen Gigi Nano Zinc Oxide Eugenol (Reinforced Alumina) disintering temperatur 1000oC
Gambar 7 c. Pola Hasil XRD Semen Gigi Nano Zinc Oxide Eugenol (Reinforced Alumina) disintering temperatur 1400oC disintering yaitu pada temperatur 1000o dan 1400oC lihat Gambar 7.
Hasil karakterisasi dengan XRD menunjukkan bahwa sampel yang belum disintering memiliki puncak-puncak yang lebar, sedangkan sampel yang sudah disinter memiliki puncak yang lebih ramping. Terlihat pada pola XRD tersebut bahwa semakin tinggi temperatur sintering dari 1000o sampai 1400oC lebar puncak
semakin mengecil artinya fasa amorf semakin berkurang dan fasa kristal semakin banyak dengan meningkatnya temperatur sintering.
Pada saat bubuk semen dipanaskan diatas temperatur 1000oC, aluminium oxide (Al2O3) habis bereaksi dengan zinc oxide (ZnO) membentuk ZnAl2O4 (zinc aluminate). Sedangkan puncak-puncak fasa magnesium oxide (MgO) tidak terlihat pada hasil XRD (kemungkinan overlap dengan puncak-puncak ZnO atau ZnAl2O4). Tidak teramatinya puncak magnesium oxide (MgO) disebabkan oleh kecilnya prosentase magnesium oxide (MgO) dan diduga magnesium oxide (MgO) terdistribusi dengan baik.
Hasil search match analysis menunjukkan bahwa fasa yang paling dominan yang terbentuk pada semen gigi setelah proses sintering adalah ZnO (Zincite) yang memiliki struktur kristal heksagonal dengan parameter kisi yaitu a=b= 3.2494 A, c = 5.2038 A dengan sudut
==≠. Sedangkan fasa minornya yaitu ZnAl2O4 (zinc aluminate) yang memiliki struktur kristal kubik dengan parameter sel a=b=c= 8.0883 A dengan sudut
=.
Hasil Uji Kekerasan
Hasil pengukuran nilai kekerasan Vickers (Hv) dari semen gigi sebelum dan sesudah sintering ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8. Grafik hubungan antara temperatur sintering terhadap nilai kekerasan semen gigi
Hasil pengujian kekerasan Vickers seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8, menunjukkan bahwa temperatur sintering mempengaruhi nilai kekerasan semen gigi. Dari hasil pengujian menunjukkan pada temperatur sintering 1000oC menggunakan eugenol komersial semen gigi memiliki nilai kekerasan tertinggi dibandingkan dengan yang lain. Nilai kekerasan semen gigi akan mengalami penurunan ketika suhu sintering terus dinaikkan. Hal ini terjadi karena seiring dengan kenaikan temperatur sintering pertumbuhan butir juga akan semakin meningkat sehingga akan menyebabkan butiran bubuk semen gigi semakin kasar.
Hasil Uji Compressive Strength
Hasil pengujian kuat tekan terhadap semen gigi dengan lima variasi temperatur pemanasan ditunjukkan pada Gambar 9.
Variasi temperatur sintering mempengaruhi sifat mekanik sampel dimana nilai compressive strength sampel akan meningkat seiring dengan kenaikan temperatur sintering. Grafik pada Gambar 9 menunjukkan bahwa pada sampel semen gigi nano zinc oxide eugenol (reinforced alumina), compressive strength menurun seiring dengan kenaikan temperatur sintering. Sampel II yang disintering pada temperatur 1000oC menggunakan eugenol non komersial memiliki nilai compressive
Gambar 9. Grafik hubungan antara temperatur sintering terhadap nilai compressive strength semen gigi
strength lebih besar jika dibandingkan dengan sampel yang lain.
Ketika temperatur sintering terus dinaikkan nilai compressive strength dari sampel semen gigi akan terus menurun. Hal ini disebabkan karena seiring dengan kenaikan suhu sintering, maka semakin banyak partikel-partikel yang berikatan sehingga ukuran butir bubuk semen juga akan semakin lebih besar, peningkatan ukuran butir akan menyebabkan terjadinya pengasaran (coarsening) sehingga akan berpengaruh terhadap sifat mekanik semen gigi termasuk compressive strength.
Nilai compressive strength dari semen gigi nano zinc oxide eugenol (reinforced alumina) adalah sebesar 14 - 30 MPa. Nilai tersebut masih cukup rendah dibandingkan semen gigi yang lain. Adanya porositas membuat sampel menjadi lebih rapuh jika dibandingkan dengan bentuk bulknya. Semakin tinggi tingkat porositas sampel, makin rendah compressive strenghtnya dalam hal ini sampel akan semakin rapuh.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian dan analisis data yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. adanya proses sintering mempengaruhi terbentuknya fasa baru yaitu zinc aluminate (ZnAl2O4);
2. Adanya variasi temperatur sintering yang terlalu tinggi akan menyebabkan butiran bubuk semen gigi terlalu kasar, butiran yang terlalu kasar akan membuat semen gigi menjadi lebih getas;
3. Nilai kekerasan sebanding dengan nilai compressive strength, secara umum semakin keras suatu bahan maka nilai compressive strength juga akan semakin besar.
Dari hasil pengujian diperoleh nilai sifat mekanik terbaik yaitu pada temperatur sintering 1000oC dengan nilai kekerasan
sebesar 85,2 Hv dan nilai compressive strength 29,878 MPa.
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih Pusat Penelitian Metalurgi dan Nano Center Indonesia yang telah membantu penulis sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Rahayu, Rina Sri. 2011. Pengujian Sitoksisitas Biphasic Calcium Phospate dan Amorphous Calcium Phospate di dalam Cell Line Fibroblas. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Anonim. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Baum L, Philips RW, Lund MR. 1997. Ilmu Konservasi Gigi. 3rd ed. Alih bahasa Rasinta Tarigan. Jakarta: EGC.
Combe, E.C. 1992. Sari Dental Material, Alih Bahasa drg Slamet Tarigan, MS, PdD. Jakarta: Balai Pustaka.
Prihantini, Ardini. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Semen Gigi Berbasis Nano Zinc Oxide. Surabaya: Universitas Airlangga Surabaya.
Mishra, Ansuman. 2012. Gelcasting Of Porous Alumina For Particulate Filtering. Bachelor of Technology thesis.
Muljadi & Perdamean Sebayang. 1998. Pengaruh Penambahan TiO2 Terhadap Proses Sintering Keramik Al2O3 Dan Sifat Mekaniknya. Tangerang Selatan: Puslitbang Terapan-LIPI.
Ramlan. 2010. Karakterisasi Keramik Na2O-Al2O3 Dengan Variasi MgO Sebagai Komponen Elektrolit Padat. Sumatra Selatan: Jurnal Universitas Sriwijaya.
Garg, Nisha & Amit Garg. 2010. Textxbook of Operative Dentistry. New Delhi: Jaypee.