• Tidak ada hasil yang ditemukan

perkembangan. Dalam tiap fase perkembangan itu dicermati berbagai hal yang diketahui, sesuai dengan permasalahan dan landasan teori yang digunakan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "perkembangan. Dalam tiap fase perkembangan itu dicermati berbagai hal yang diketahui, sesuai dengan permasalahan dan landasan teori yang digunakan."

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Biografi Hadjirah Abdulah

Biografi Hadjirah Abdulah ditelusuri dalam empat fase atau masa perkembangan. Dalam tiap fase perkembangan itu dicermati berbagai hal yang diketahui, sesuai dengan permasalahan dan landasan teori yang digunakan. Pertama masa anak-anak; fase ini identik dengan masa pembelajaran, yaitu ketika Hadjirah Abdulah mulai mengenal dan memperoleh pengetahuan atau praktek dasar menganyam sampai mahir; kedua, masa remaja atau pematangan, yakni saat-saat ia mengaplikasikan atau menguji kemampuannya dalam masyarakat melalui petualangan menganyam dan mengerjakan pesanan; ketiga, masa dewasa dini ini ditandai dengan pernikahannya pada tahun 1971 pada fase ini kiprah Hadjirah Abdulah dalam dunia kesenian paling dominan; keempat, masa dewasa madya, yang diperhitungkan ketika Hadjirah Abdulah berusia 59 tahun, dengan anak-anaknya yang sudah berumah tangga masing-masing, sejak itulah tanggung jawab ekonomi Hadjirah Abdulah sebagai orang tua otomatis jauh berkurang.

4.1.1 Masa Anak-Anak

Pulubala merupakan salah satu desa yang dikenal sebagai pusat pengrajin anyaman mintu di Gorontalo. Di Desa tersebut tumbuh dan berkembangnya berbagai bentuk anyaman mintu seperti “Upia karanji” (kopiah keranjang) yang sangat dikenal luas masyarakat Gorontalo. Anyaman mintu dibuat dengan berbagai bentuk kopiah, seperti; bentuk kopiah lonjong serta kopiah bentuk bulat atau biasa disebut upia lo haji. Di lingkungan desa seperti itulah Hadjirah Abdulah lahir pada tanggal 19 Juli 1954, dari pasangan suami istri Rahman

(2)

Abdulah dan Julmia Sunge. Suami-istri ini bekerja sebagai petani sekaligus pengrajin yang hidupnya sederhana, sedangkan neneknya Fatimah adalah seorang pengrajin anyaman mintu. Hadjirah Abdulah adalah anak kedua dari 5 bersaudara. Kakaknya Wahab Abdulah yang memiliki istri bernama Lina; sedangkan adik pertamanya, Mastuna Abdulah seorang petani, adiknya kedua Idris Abdulah juga seorang petani dan adiknya yang paling bungsu sebagai pengrajin anyaman mintu. Pada masa kecil, Hadjirah Abdulah senang mencari kayu di hutan sambil molalilo sapi (mengembala sapi) bersama orang tua dan neneknya Fatimah. Waktu kecil, Hadjirah Abdulah akrab dipanggil Sadangi Nou. Karena ia merupakan anak perempuan satu-satunya yang memiliki ukuran badan sedang dari saudara-saudaranya. Hadjirah sangat dekat dan disayangi oleh neneknya. Hal tersebut merupakan indikasi adanya kesamaan sifat dan bakat antara Hadjirah Abdulah dan neneknya. Nenek Hadjirah yang penganyam itu, menurunkan keahliannya pada orang tuanya, sehingga orang tua Hadjirah juga bisa menganyam. Kemampuan menganyam orang tuanya itu, diturunkan lagi pada Hadjirah dan adik bungsunya. Jika dilihat dari silsilah keluarga, nampaknya kemampuan Hadjirah dalam menganyam merupakan bakat turun-temurun yang diwariskan dari nenek, orangtua, dan kemudian dirinya.

Dari lima bersaudara, Hadjirah Abdulah memiliki bakat menganyam yang paling menonjol. Bakatnya itu kian berkembang berkat dukungan dan pengaruh lingkunan sosial Desa Pulubala, yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai pengrajin mintu. Namun bakat dan lingkungan tidak menjadikan Hadjirah menjadi pengrajin sukses tanpa kemauan dan ketekunan berlatih secara

(3)

terus-menerus. Menyadari pentingnya belajar dan latihan, Hadjirah Abdulah sejak tahun 1961 diusianya menginjak tujuh tahun ia mulai berlatih menganyam untuk mengasah bakatnya secara intensif pada neneknya sendiri, masa-masa seperti ini menurut Santrock (2007:20) masa yang merupakan proses belajar untuk lebih mandiri.

Menurut Marice Ladiku (70 tahun) tetangga sekaligus tante dari Hadjirah, sejak kecil Hadjirah selalu belajar menganyam pada neneknya, menganyam mintu sudah menjadi turun temurun dalam keluarga Hadjirah. Selain Hadjirah teman-teman yang sekampungnya yaitu Yuni Ruzi dan Hawari Ahyani juga ikut belajar menganyam bersama Hadjirah. Meski banyak teman-teman Hadjirah ikut belajar menganyam bersama akan tetapi mereka tidak tekun seperti Hadjirah dan kedua temannya ini. Hadjirah salah satu anak memiliki bakat dan minat yang kuat dalam menganyam. Kedua orangtua Hadjirah sangat mendukung bakat yang dimilikinya, mereka selalu mendorongnya untuk disiplin dan tekun berlatih menganyam, (wawancara, 11 November 2013).

Dari informasi ini bisa dianalisis, meskipun Hadjirah memiliki bakat menganyam secara turunan, akan tetapi bakat itu belum cukup untuk menjadikannya penganyam andal. Dan karena itu, Hadjirah mengasah bakatnya dengan berlatih bersama teman-temannya, secara tekun dan disiplin, dengan dukungan kuat dari orang tuanya. Dengan cara itu, bakat Hadjirah semakin berkembang dan keahlianya dalam menganyam juga makin meningkat. Pada masa ini, dukungan orang tua dan teman-teman ikut mempengaruhi dari Hadjirah dalam menekuni kerajinan anyaman mintu.

(4)

Pada tahun 1964, ketika Hadjirah berusia sepuluh tahun ia disekolahkan orang tuanya di Sekolah Dasar Negeri 1 Pulubala. Namun hanya beberapa tahun sekolah, harapan Hadjirah untuk sekolah sampai ketingkat yang lebih tinggi tidak terwujudkan, karena sekolah tempat ia menimba ilmu roboh terkena angin keras sehingga membuat Hadjirah memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah lagi, (Wawancara, 11 November 2013). Informasi ini menunjukan putusnya pendidikan Hadjirah bukan merupakan kehendaknya akan tetapi karena terjadinya musibah yang dialami Sekolah Dasar 1 Pulubala sehingga Hadjirah memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah ketingkat yang lebih tinggi.

Setelah berhenti dari sekolah tempat Hadjirah belajar keinginan Hadjirah semakin kuat untuk memperdalam kemampuan menganyam yang juga menjadi tradisi turun temurun dalam keluarga. Dari proses berlatih yang panjang dalam usia muda Hadjirah sudah dapat membuat anyaman mintu yaitu kopiah keranjang yang juga merupakan anyaman mintu sangat populer pada waktu itu. Anyaman mintu kopiah keranjang merupakan awal karya yang dibuat Hadjirah meski sebelumnya karya ini sudah dipopulerkan oleh neneknya. Hadjirah sendiri mengakui bahwa menganyam mintu tersebut tingkat kesulitannya hanya ada pada proses pengolahan mintu, karena proses mengolah mintu membutuhkan beberapa hari untuk siap anyam. Oleh karena itu dalam menganyam mintu terlebih dahulu harus menguasai proses pengolahan mintu menjadi bahan siap anyam, (Wawancara Hadjirah Abdulah, 11 November 2013).

Dari keterangan sebelumnya jelaslah, bahwa keinginan Hadjirah untuk menekuni menganyam tidak semata-mata merupakan dorongan bakat pribadi,

(5)

tetapi terkait erat dengan faktor eksternal, yakni pengaruh lingkungan sosial yang mengelilingi kehidupannya. Sejak masa kecil, lingkungan masyarakat yang sebagian besar berprofesi sebagai pengrajin anyaman mintu, serta dorongan kuat dari pihak keluarga dalam mewariskan keterampilan menganyam, menjadikan bakat dan keahlian Hadjirah semakin berkembang.

4.1.2 Masa Remaja

Pada tahun 1967 Hadjirah mulai mandiri dengan usaha kerajinan mintu yang dilakoninya sejak ia tidak sekolah. Modal untuk usaha yang ia bangun merupakan hasil dari penjualan sapinya. Dari hasil penjualan sapi itu akhirnya ia dapat membuka usaha anyaman mintu kecil-kecilan. Bersamaan itu pula kesempatan tersebut ia manfaatkan untuk mengajak remaja-remaja seusianya yang putus sekolah untuk menganyam mintu secara kelompok guna memenuhi pesanan, baik sebagai pribadi maupun kelompok masyarakat. Diakui oleh seorang teman pengrajin dari Hadjirah yaitu Hawari Ahyani (57 tahun), Hadjirah bersama teman-temannya telah membentuk kelompok pengrajin anyaman mintu. Namun kendala yang dihadapi oleh kelompok pengrajin ini adalah tidak konsistennya anggota kelompok yang dibentuk oleh Hadjirah dalam melaksanakan pekerjaannya, dengan alasan penghasilan dari kerajinan anyaman mintu ini tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sebab kerajinan anyaman mintu belum memiliki harga jual yang layak, (Wawancara Hadjirah Abdulah,11 November 2013).

Dari informasi yang diperoleh ini bisa ditelaah, bahwa dalam kiprah sebagai pengrajin, Hadjirah tidak hanya bekerja secara rutin memproduksi anyaman. Tetapi Hadjirah telah berpikir membuat organisasi dengan menghimpun

(6)

teman-temannya, agar bisa melayani pesanan dalam jumlah banyak. Meskipun upayanya ini tidak berjalan baik, akan hal ini merupakan bukti bahwa Hadjirah dalam usia muda telah berpikir untuk mengembangkan usaha yang lebih besar dengan memanfaatkan potensi-potensi individu masyarakat di desanya.

Pada tahun yang sama karya yang paling banyak dihasilkan Hadjirah hanya berupa kopiah keranjang, karena pada saat itu kopiah merupakan anyaman mintu yang paling dikenal luas oleh masyarakat Gorontalo, sebab kopiah keranjang ini merupakan perlengkapan sholat yang digunakan oleh masyarakat Gorontalo yang mayoritas muslim. Anyaman kopiah keranjang ini, sebelumnya sudah pernah dibuat oleh neneknya akan tetapi Hadjirah berusaha untuk menampilkan anyaman mintu ini berbeda dengan karya yang sudah ada. Upaya yang ia lakukan yaitu jika dulu anyaman kopiah keranjang ini sangat sederhana atau polos, kemudian ia tambahkan dengan kombinasi warna yang ada pada anyaman mintu meski bentuk dari anyaman mintu tersebut tidak berubah, (wawancara,11 November 2013). Dari uraian di atas diketahui bahwa perkembangan yang terjadi pada karya Hadjirah disebabkan karya-karya yang dihasilkan sebelumnya sangat monoton dengan itulah Hadjirah tampil dengan inovasi baru terhadap karyanya meski karya tersebut tidak sepenuhnya mengalami perkembangan melainkan hanya penambahan ornamen pada karya kopiah keranjang tersebut. Hal ini menunjukan bahwa Hadjirah tidak hanya puas memproduksi jenis-jenis kerajinan yang telah ada, akan tetapi Hadjirah juga berusaha menambahkan hal-hal baru pada hasil produksinya, agar lebih mudah diterima konsumen.

(7)

Terkait karya-karya dihasilkan oleh Hadjirah tersebut, yang membuat ia konsisten menekuni profesinya sebagai pengrajin anyaman mintu dikarenakan, peralatan yang sederhana dan bahan yang sangat mudah didapatkan. Peralatan yang sederhana yaitu: pisau yang tajam untuk membelah mintu dan penutup kaleng yang sudah dilubangi sesuai ukuran mintu yang sudah dibelah. Fungsi dari penutup kaleng yang sudah dilubangi yaitu untuk menghaluskan mintu atau meraut mintu. Namun, dengan peralatan yang terlihat sangat sederhana tersebut dapat menghasilkan uang buat dirinya. (Wawancara, 10 Mei 2013).

Gambar. 2 pisau dan penutub kaleng

Sumber : koleksi peralatan Hadjirah. Foto: penulis, 11/11/2013

Menurut Hadjirah hasil anyaman mintu yang bagus terletak pada penutup kaleng yang sudah dilubangi, dengan menggunakan penutub kaleng maka lidi mintu yang diraut akan menjadi halus dan rata sehingga hasil anyaman mintu terlihat sangat rapi dengan persilangan lidi mintu yang saling tumpang tindih dalam satu simpul yang kuat. Hal lain yang membuat Hadjirah tetap eksis dalam

(8)

menekuni anyaman mintu karena ia ingin melestarikan anyaman mintu kopiah keranjang dengan alasan masyarakat disekitarnya hampir semua penganut agama Islam. Karena itu ia lebih banyak membuat anyaman mintu kopiah keranjang untuk keperluan masyarakat muslim yang ingin beribadah. Terlebih lagi dibulan Ramadhan baik remaja muslim dan orang tua juga sering menggunakan anyaman kopiah keranjang, karena memakai kopiah keranjang ini kepala terasa nyaman dan tidak mengalami keringat disaat memakainya. Kopiah keranjang ini memiliki celah –celah kecil yang dapat membuat kulit kepala tidak mudah berkeringat saat memakai kopiah keranjang.

Gambar 3. Penutup bagian atas kopiah

Sumber : koleksi karya Hadjirah. foto: penulis, 11/11/2013

Dari ungkapan tersebut, ternyata faktor agama memberikan inspirasi untuk Hadjirah dalam membuat kopiah sebagai perlengkapan sholat untuk masyarakat khususnya muslim. Hal itu menunjukan agama islam sangat mempengaruhi pada pembuatan karya Hadjirah. Dengan demikian Hadjirah membuat karya kopiah

(9)

tersebut karena merupakan kebutuhan bagi masyarakat beragama islam yang ingin beribadah.

4.1.3 Masa Dewasa Dini

Sekitar tahun 1971, ketika berumur 18 tahun, Hadjirah melangsungkan

pernikahan dengan Edi Ibu, seorang pria sedesanya yang berprofesi sebagai petani. Dari perkawinan tersebut, mereka dikaruniai enam orang putra-putri, yakni: Rasid Edi, Isa Edi, Rusni Edi, Rahman Edi, Nining Edi, dan Fatma Edi. Lima dari enam putra-putrinya masing-masing berprofesi sebagai pengrajin anyaman mintu yaitu Rusni Edi, Nining Edi dan Fatma Edi sedangkan ketiga putranya yaitu Rasid Edi, Isa Edi, dan Rahman Edi tidak sepenuhnya melakoni sebagai pengrajin mintu, karena di samping sebagai pengrajin mintu mereka juga bekerja sebagai buruh bangunan di luar daerah dan juga sebagai tukang ojek di kampung mereka sendiri.

Gambar 4. Hadjira bersama suaminya Sumber: Poto. Penulis, 11/11/2013

(10)

Gambar. 5 Anak-anak dari Hadjirah Abdulah Sumber: Poto. Penulis.11/11/2013.

Menurut pengakuan dari salah seorang anak Hadjirah yaitu Nining Edi bahwa, ia dan saudara lainya tidak melajutkan sekolah karena jarak sekolah yang jauh dari rumah mereka. Pada waktu itu juga ojek di kampungnya masih sangat kurang, untuk mereka tumpangi ke sekolah sehingga membuat mereka tidak melanjutkan sekolah lagi. (Nining Edi,wawancara 10 Desember 2013). Dari informasi ini dapat diketahui lima dari enam orang anak dari Hadjirah tidak melanjutkan sekolah bukan karena Hadjirah tidak mampu membiaya tetapi karena sekolah mereka jauh, dan sulitnya transportasi saat itu. Karena tidak sekolah, anak-anak Hadjirah mengikuti jejak orang tua mereka yang berprofesi sebagai pengrajin mintu, meski tidak semua dari mereka yang mengikuti profesi orang tuanya menjadi pengrajin anyaman mintu secara penuh, namun hanya menjadi

(11)

pekerjaan sampingan bagi mereka karena di samping itu mereka bekerja di tempat lain.

Satu-satunya anak dari Hadjirah hanya putri bungsunya Fatma Edi yang masih sekolah. Dengan begitu tanggung jawab Hadjirah sebagai orang tua untuk menghidupi seluruh anak-anaknya sedikit berkurang. Hal itu berarti meskipun Hadjirah sukses sebagai pengrajin tapi dilihat dari pendidikan anak-anaknya dia termasuk belum sukses karena sebagian besar anaknya hanya tamatan SMP. Pada tahun 1975 usaha anyaman mintu mulai menampakan hasil, namun ia tidak ingin menikmati sendiri keberhasilan ini. Untuk itu Hadjirah menularkan ilmu keterampilan dan pengalamannya kepada masyarakat di lingkungan desanya khususnya ibu-ibu rumah tangga dan remaja yang putus sekolah. Bersamaan itu juga akhirnya Hadjirah membentuk kelompok pengrajin mintu yaitu “Tinelo Mintu”. Mereka dibentuk enam kelompok yang tersebar di tiga dusun yaitu dusun Bontula, Diata dan Tomula. Upaya pembinaan yang dilakukan Hadjirah kepada enam kelompok mitra usahanya antara lain dengan memberikan bantuan bahan baku mintu, zat warna dan alat peraut tanaman mintu dengan nilai Rp. 1.600,- memberikan uang muka kerja sebesar Rp. 71.600,- dimana sistem pembayarannya dilakukan setelah proses produksi selesai dikerjakan dan diperhitungkan dari sisa uang muka yang telah dibayarkan. Maksudnya dari jumlah uang muka yang telah disebutkan tadi akan dibagikan kepada enam kelompok tersebut sesuai dengan jumlah anyaman mintu yang dikerjakan secara kelompok, (Dokumen Pribadi Hadjirah Abdulah).

(12)

Mengingat kondisi mitra usaha yang masih perlu bantuan terutama dalam hal pendanaan, maka upaya yang ditempuh Hadjirah ini sangat efektif dan besar manfaatnya bagi mitra usaha yang menjadi binaannya. Dari usaha-usaha yang dilakukan, Hadjirah memperoleh hasil memuaskan karena kesabaran dan keuletannya itu menjadikan usaha kerajinan anyaman mintu berkembang tidak sampai mengalami kepunahan.

Untuk memenuhi bahan baku ia bersama teman-teman pengrajin lainnya berupaya untuk menjaga kelestarian bahan baku mintu yang tumbuh di hutan agar supaya tidak terjadi kebakaran hutan yang dilakukan secara sengaja oleh orang-orang yang membakar hutan sembarangan. Oleh karena itu, Hadjirah bersama teman-teman pengrajin lainnya bergantian untuk menjaga hutan dengan membuat Wombohe (gubuk) tempat untuk mereka menjaga hutan. Pada waktu itu juga hutan yang ditumbuhi mintu itu tidak jauh dari rumah Hadjirah. Akhirnya, Hadjirah dan teman-teman pengrajin lainnya dapat mengawasi orang-orang yang membakar hutan sembarangan, sehingga tumbuhan mintu makin banyak dan bahan baku kerajinan bisa terpenuhi.

Upaya pengabdiannya dan kecintaanya dalam melestarikan serta mengembangkan kerajinan khas daerah diikuti meningkatkan taraf hidup para pengrajin anyaman mintu, berdampak meningkatnya pendapatan mitra usahanya dari Rp. 1.500.000,- sampai dengan Rp. 2.300.000,- pertahun menjadi Rp. 7.500.000,- sampai dengan Rp. 11.500.000,- pertahun. Di samping itu dampak positif lainnya, dirasakan adalah adanya peningkatan mutu sumber daya manusia,

(13)

penciptaan wirausaha baru, kesempatan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya pengrajin anyaman mintu. (dokumen pribadi Hadjirah). Tahun 1990, selanjutnya sebagai pengrajin yang sukses dibidangnya, ia juga pernah mengikuti lomba. Hadjirah mengikuti lomba yang dilaksanakan di TasikMalaya dengan tema Lomba Cipta Cendramata Khas Daerah Sulawesi Utara sesuai keputusan kepala kantor Wilayah Dep. Perindustrian Prop. Sulut No.90/Kanwil.21/TU.24/IX/1990. Dari lomba tersebut Hadjirah meraih juara 2, dari juara itu Hadjirah diberikan penghargaan berupa uang tunai sebesar Rp.150.000,- serta piagam penghargaan yang diterimanya. Dari informasi ini dapat dilihat prestasi yang diraih Hadjirah melalui lomba yang ia ikuti merupakan konsistensinya sebagai pengrajin sehingga mampu membawanya menjadi pengrajin yang berprestasi di bidang menganyam mintu.

Tahun 1996, Hadjirah juga pernah mengikuti Upakarti yang dilaksanakan di Jakarta, dengan keputusan Menteri Perindustrian Nomor: 387/MPP/Kep/11/1996 tanggal 29 November 1996. Lomba Upakarti yang diikuti sebanyak 67 peserta dari 25 provinsi, Hadjirah masuk pada kategori Jasa Pengabdian. Dari lomba upakarti yang diikuti Hadjirah itu merupakan salah satu bukti pengabdian dan prestasi yang diraih oleh Hadjirah, yang layak dihargai dan diteladani dalam upaya pelestarian dan pengembangan seni-seni kerajinan tradisional.

(14)

Gambar 6. Presiden memberikan penghargaan pada peserta lomba Upakarti.

Tampak Hadjirah menerima penghargaan yang diberikan oleh Soeharto. Sumber: foto kel. Hadjirah. Foto. reproduksi: Penulis. 31/3/2013.

Keberhasilan Hadjirah meniti karir sebagai pengrajin dengan sejumlah hasil produknya sering dibicarakan kurang baik oleh teman-temannya. Misalnya, Hadjirah sering diejek oleh teman-temannya karena ingin bersaing menjadi pengrajin yang sukses. Ejekan lain misalnya Hadjirah mengharapkan untuk menjadi seorang pengrajin yang sukses padahal dirinya tidak memiliki pendidikan tinggi yang bisa bersaing dengan para pengrajin lainnya. (Hadjrah Abdulah, wawancara, 10 Mei 2013). Namun demikian, Hadjirah tak perna menghiraukan apa yang dikatakan oleh teman-teman atau orang lain terhadap dirinya, ia tetap pada prinsip hidupnya.

(15)

Gambar 7. Piagam penghargaan Upakarti Hadjirah Abdulah Sumber. Hadjirah Abdulah. Foto. Penulis 31/3 2013.

Dari data dan informasi-informasi itu dapat diketahui tumbuhnya kemampuan dan keberhasilan Hadjirah sebagai pengrajin pada masa dewasa, tidak lepas dari pengaruh berbagai faktor, seperti bakat, motivasi pribadi, dan kondisi ekonomi keluarga. Dari berbagai pengaruh dan dukungan itulah Hadjirah mampu menempatkan diri dan berkarya sesuai dengan kepentingan, yaitu: kepentingan masyarakat, keluarga, dan pribadi.

4.1.4 Masa Dewasa Madya

Memasuki 59 tahun usianya pada saat ini, beban hidup Hadjirah secara ekonomi makin ringan seiring kehidupan putra-putri Hadjirah yang telah menikah dan berpenghasilan, serta mulai hidup mandiri. Dengan usia yang tidak muda lagi tidak membuat Hadjirah berhenti berkarir. Adakalanya Hadjirah sering menerima pesanan untuk mengerjakan anyaman mintu. Tapi dalam pembuatan anyaman mintu ia lebih sering membuat kopiah-kopiah dan souvenir. Menurut Hadjirah

(16)

kedua karya ini dapat memberikan keuntungan buat kelangsungan hidup keluarga. Meski beban ekonomi dalam keluarga jauh berkurang tapi ia ingin tetap melakoni aktivitas sebagai pengrajin mintu, baginya tidak ada alasan untuk berhenti berkarir selama fisiknya masih kuat. Menurut Hadjirah melihat perkembangan zaman yang sekarang ini pesanan anyaman mintu semakin bertambah dari yang sebelumnya. Pada awalnya anyaman mintu masih kurang peminatnya tapi sekarang anyaman mintu mulai digemari oleh masyarakat luas baik remaja dan orang tua. Hadjirah sendiri mengakui jika dalam waktu yang singkat anyaman mintu habis, ia sering membeli anyaman mintu pada pengrajin lain guna memenuhi pesanan yang datang. Apalagi anyaman mintu pesanannya sudah tersebar di berbagai daerah seperti: Aceh, Manado, Ternate juga pertokoan yang ada di Gorontalo, (Wawancara 10 November 2013)

Nampaknya aktivitas Hadjirah sebagai pengrajin tidak pernah surut meski usianya sudah tua. Hal lain yang membuat Hadjirah tetap eksis dengan profesi yang dilakoninya yaitu banyaknya peminat konsumen terhadap hasil anyaman mintu yang ia kerjakan.

Terkait hal itu upaya yang dilakukan Hadjirah untuk mengantisipasi pesanan yang banyak Hadjirah memberikan target pada kelompoknya untuk menyelesaikan anyaman mintu dengan jumlah yang sudah ditentukan. Sebagai ketua kelompok dalam usaha kerajinan anyaman mintu Hadjirah tidak hanya menikmati sendiri hasil dari kerajinan anyaman mintu tersebut tetapi Hadjirah juga sangat memperhatikan anggotanya, terbukti salah satu anggota dari kelompoknya yaitu Jamaludin Ahmad (55 tahun) telah membuka usaha mintu

(17)

baru. Semua itu tidak lepas dari tanggung jawab Hadjirah terhadap anggotanya. Hadjirah sendiri selalu mendorong anggotanya agar tidak ketergantungan pada Hadjirah, (Wawancara, Jamaludin Ahmad 11 November 2013).

Nampaknya pengabdian dan prestasi yang pernah diraih Hadjirah tidak membuat pemerintah untuk lebih memperhatikan para pengrajin yang berjasa di bidangnya. Apalagi sekarang ini Hadjirah bersama para pengrajin lainnya kesulitan bahan baku mintu yang sekarang ini mulai langka. Hal ini disebabkan karena pada tahun 1984 hutan mengalami kebakaran yang menyebabkan tumbuhan mintu tidak tumbuh lagi. Upaya yang Hadjirah lakukan untuk mengantisipasi agar kerajinan anyaman mintu tidak mengalami vakum Hadjirah berusaha mengadakan bahan mintu dengan cara membayar orang untuk mengambilkan mintu di hutan sekitar Paguyaman agar anyaman mintu tetap terlestarikan. (Hadjirah Abdulah wawancara, 11 November 2013).

Pada tahun 1997 Hadjirah pernah mengikuti pelatihan pembuatan souvenir khas Sulawesi Utara yang diselenggarakan oleh Proyek PIKM Kantor Departemen Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Utara yang berlangsung selama lima hari. Dari ilmu yang ia dapat dari pelatihan tersebut Hadjirah salurkan ke kelompok pengrajin mintu lainnya sehingga pengrajin-pengrajin anyaman mintu juga dapat membuat kerajinan berbahan dasar mintu lebih kreatif. Hal itu menunjukan ternyata dari pelatihan yang diikuti oleh Hadjirah berdampak positif pada dirinya dan pengrajin lainnya untuk lebih kreatif dalam membuat kerajinan anyaman mintu.

(18)

Dari fase-fase yang diuraikan di atas dapat dilihat perkembangan yang terjadi pada karya-karya Hadjirah berawal dari masa anak-anak, dimana pada masa itu awal Hadjirah belajar menganyam dari keluarga yang sudah lebih dulu menekuni profesi menganyam mintu. Meski Hadjirah saat itu masi anak-anak tetapi ia sudah mulai mengerjakan anyaman mintu berupa kopiah keranjang dalam bentuk polos. Memasuki masa remaja ia mengembangkan karya kopiah keranjang itu dengan berbagai variasi-variasi mintu sehingga dari variasi mintu itu timbulah motif-motif pada kopiah keranjang karya Hadjirah pada masa remaja. Karya kedua dari Hadjirah tersebut merupakan permintaan dari konsumen, karya ini dibuat tanpa ada perencanaan atau ide yang muncul dari inspirasinya, akan tetapi karya ini didesain sendiri oleh konsumen sehingga dari itulah ia membuat karya baru meski karya itu merupakan ide dari orang lain. Mengalami perkembangan-perkembangan yang terjadi pada karya Hadjirah tidak hanya pada masa dewasa saja, akan tetapi perkembangan itu terjadi sampai memasuki usia tua Hadjirah. Karya yang ia buat pada waktu itu yaitu souvenir, yang merupakan ukuran kecil dari karya yang ia buat dari masa anak-anak sampai dewasa. Pembuatan souvenir ini juga tidak lepas dari pengaruh lingkungan masyarakat.

4.2 Keberlanjutan dan Perkembangan Kerajinan Anyaman Mintu Karya Hadjirah Abdulah.

Sesuai dengan bentuk dan fungsinya, perkembangan produk kerajinan

anyaman mintu karya-karya Hadjirah dapat dibagi menjadi beberapa kategori yaitu: 1) kategori I kopiah (1967-1983); 2) kategori II topi (1984-1997); 3) kategori III souvenir (1998-2013).

(19)

4.2.1 Kategori I Kopiah (1967-1983)

Secara umum karya-karya Hadjirah pada kategori ini dengan bentuk “Upia karanji” atau biasa disebut kopiah keranjang yang juga menjadi ciri khas daerah Gorontalo. Kopiah keranjang yang bahan baku dari anyaman mintu merupakan karya yang pertama dibuat oleh Hadjirah meski sebelumnya kopiah keranjang ini sudah dibuat oleh neneknya. Bahan baku yang digunakan untuk anyaman kopiah keranjang yaitu mintu sejenis tanaman merambat, banyak tumbuh di hutan tropis. Tak ubahnya seperti pohon rotan liar. Berbeda dengan rotan yang keras dan getas, sulur-sulur pohon mintu tampak lebih lentur dan banyak mengandung air, jika dikeringkan warna mintu akan berubah menjadi coklat kehitaman, sehingga membuat mintu memiliki warna yang unik. (Dokumen Pribadi).

Gambar 8. Mintu masih mentah Sumber. Poto. Penulis. 11/11/2013.

(20)

Gambar 9. Mintu yang sudah diolah. Sumber. Poto: penulis. 31/3/2013

Bisa diketahui bahwa Hadjirah termotivasi untuk membuat anyaman mintu karena adanya bahan baku mintu yang sangat potensial untuk membuat kerajinan anyaman mintu, yang dahulunya mintu juga telah digunakan oleh neneknya untuk membuat kerajinan anyaman mintu.

Menurut Marice Ladiku (70 tahun) tanaman mintu tumbuh di hutan sejak jaman nenek moyang mereka. Sebelumnya, pengrajin-pengrajin dahulu mencoba membuat anyaman kopiah ini dari lidi kelapa namun tidak berhasil karena lidi kelapa sangat kaku dan mudah patah. Akhirnya mereka menggunakan mintu sebagai bahan baku untuk dijadikan anyaman kopiah. Tahun 1967 tanaman mintu mulai dijaga kelestarian pertumbuhannya oleh masyarakat desa Pulubala, dikarenakan bahan mintu sangat potensial. Sejak itulah ada kecenderungan para pengrajin menggunakan mintu sebagai bahan baku anyaman kopiah keranjang. Menurutnya, karena dengan adanya mintu yang sebagai bahan baku, anyaman

(21)

kopiah lebih mudah dijual dengan harga yang cukup tinggi. (Wawancara Marice Ladiku, 11 November 2013).

Dari uraian di atas, bahwa hadirnya karya-karya Hadjirah dari bahan baku mintu berupa anyaman kopiah keranjang, selain didorong oleh keinginan untuk mengembangkan karya karyanya dari bahan mintu juga karena pengaruh kecenderungan umum para pengrajin yang mengunakan bahan baku mintu untuk kerajinan anyaman kopiah keranjang.

Kecenderungan para pengrajin menggunakan mintu sebagai bahan baku, karena mintu dianggap memiliki tekstur halus dan warna yang menarik. Terbukti dari para pengrajin yang ada di Desa Pulubala bahwa mintu sangat bagus untuk dijadikan sebagai anyaman kopiah keranjang karena mintu sangat lentur, halus serta memiliki ketahanan. Dilihat hal tersebut keinginan Hadjirah mengunakan mintu sebagai bahan baku karena mintu tesebut memang memiliki kwalitas bagus, baik dari aspek kwalitas kekuatan maupun keunikan yang ada pada mintu.

Dengan demikian, Hadjirah memanfaatkan mintu sebagai bahan kerajinan anyaman dalam pembuatan karya pada kategori ini, secara internal didorong oleh keinginan pribadi untuk meningkatkan kwalitas hasil karya. Selain itu secara eksternal, ia juga dipengaruhi banyaknya pemanfaatan mintu oleh para pengrajin di Desa Pulubala. Kecenderungan umum para pengrajin pada waktu yang mulai banyak menggunakan mintu karena dianggap sebagai bahan yang memiliki banyak keunggulan, seperti kwalitas ketahanan, unik dan mudah dijual.

Lidi mintu yang sering digunakan oleh para pengrajin memiliki ukuran panjang 50cm sampai 1 meter. Lidi mintu juga banyak mengandung air sehingga

(22)

membuat mintu itu lentur, selain itu mudah untuk membuat karya anyaman kopiah keranjang. Dalam pembuatan anyaman mintu menjadi anyaman kopiah keranjang masih menggunakan peralatan yang bersifat sederhana sehingga mudah bagi Hadjirah untuk menyiapkan segala peralatan yang digunakan untuk membuat karyanya. Hal demikian itu diketahui, hadirnya karya Hadjirah pada periode ini yaitu kopiah keranjang, karena bahan baku mintu yang lentur sehingga dapat dibuat anyaman serta peralatan yang sederhana.

Pada awal tahun, Hadjirah membuat kopiah keranjang sangat sederhana ataupun polos dalam arti, bentuk yang diwujudkan tidak menggunakan hiasan atau ornamen pada anyaman mintu kopiah. Karena pada waktu itu pengrajin terdahulu sangat tidak memahami kreatifitas pada hasil karya mereka disebabkan pada waktu itu belum ada pelatihan-pelatihan yang seperti sekarang ini. Akan tetapi karya kopiah pada waktu itu sudah tidak ada lagi karena sudah terjual di pasaran. Berawal dari itulah Hadjirah membuat kopiah semacam itu, tetapi seiring perkembangan zaman maka karya kopiah Hadjirah mengalami perkembangan yaitu pada kopiah tersebut telah ada ornamen-ornamen. Ornamen yang ada dikopiah Hadjirah hanya merupakan kombinasi mintu antara mintu berwarna coklat dan hitam. Ketika Hadjirah menganyam dengan mengkobinasikan mintu tersebut kopiah itu terlihat seperti diberi pewarna yang membentuk ornamen pada kopiah keranjang. Kreatifitas Hadjirah pada karyanya merupakan hasil pelatihan yang pernah diikutinya di kelurahan setempat.

Terkait hal itu dapat diketahui bahwa karya perkembangan yang terjadi pada karya Hadjirah dipengaruhi oleh adanya pendidikan non formal yang ia dapatkan

(23)

dari luar, sehingga dari pendidikan yang ia jalani dapat membedakan karya-karyanya dengan karya yang sebelumnya telah dihasilkan oleh pengrajin terdahulu.

Salah satu anyaman mintu kopiah keranjang karya Hadjirah yang dibuat tahun 1967 berjudul songkok, nama songkok memang tidak asing lagi didengar karena songkok merupakan penutup kepala yang bahannya terbuat dari kain beludru warna hitam. Tetapi hal itu bukan menjadi inspirasi Hadjirah untuk membuat kopiah songkok dari bahan baku mintu, akan tetapi Hadjirah sendiri membuat songkok tersebut karena terinspirasi dari karya sang nenek terdahulu. Hadjirah berkeinginan untuk mengembangkan kopiah keranjang songkok ini agar tidak mengurangi peminat kopiah songkok tersebut. Oleh karena itu, Hadjirah berusaha untuk membuat karya berbeda dari yang sebelumnya guna menarik perhatian dari peminat kopiah keranjang songkok. Hal ini merupakan pertanda,bahwa dengan keahlian dibidang menganyam yang dikuasai, Hadjirah selalu berusaha melakukan inovasi dan memperbaiki kreasinya untuk mencapai mutu yang lebih tinggi. Dari uraian di atas dapat diketahui hal yang mempengaruhi Hadjirah membuat kopiah songkok ini karena faktor internal dan eksternal secara internal yaitu Hadjirah memiliki keinginan untuk mengembangkan karya-karya terdahulu lebih kreatif. Secara eskternal yaitu pengaruh lingkungan masyarakat yang sangat mempengaruhi perkembangan terhadap karya-karyanya. Proses kerja yang dilakukan untuk menghasilkan anyaman songkok pada ketegori ini nampak seperti bagan berikut.

(24)

Gambar 10. Bagan proses membuat kopiah songkok Sumber. Hasil penelitian 2013.

Melihat bagan di atas maka dapat diuraikan proses pembuatan kopiah songkok sebagai berikut. Hadjirah mengawali prosesnya dengan mempersiapkan alat dan bahan terlebih dahulu, setelah itu mengolah bahan baku mintu yaitu dibersihkan dari daunnya, kemudian batang dari mintu tersebut dibelah sebesar lidi dengan menggunakan pisau, setelah mintu dibelah kemudian mintu diikat dan dikeringkan di bawah terik matahari sampai mintu tersebut berubah warnanya menjadi cokelat dan hitam. Setelah pengeringan selesai maka mintu tersebut diraut dengan penutup kaleng yang sudah dilubangi untuk mendapatkan lidi mintu yang

Alat dan Bahan (Mintu)

Pengolahan bahan baku

Menganyam Membuat penutup samping yang memanjang Memvariasikan warna mintu pada anyaman. Merawang mintu Teknik dasar songkok Finishing Vernis Sesuai pemesan Warna mintu alami Produk

(25)

rata dan halus. Kulit mintu yang di lepas dari lidi mintu itulah yang akan digunakan untuk menganyam pada lidi mintu.

Setelah proses dari pengolahan bahan selesai maka langkah selanjutnya menganyam mintu dimulai. Pada awal menganyam kopiah keranjang didasari dengan menganyam dasar bujur sangkar yaitu lidi mintu yang panjang dibentuk bulat persegi kemudian tali mintu mulai dianyam pada lidi mintu dengan teknik silang yang berulang-ulang sampai membentuk bulat bujur sangkar. Dari dasar bujur sangkar itu maka akan membentuk bagian atas kopiah yang disesuaikan dengan ukuran kepala sesorang, setelah itu mulai menganyam penutup kopiah yang bentuknya memanjang. Sambil membuat penutup kopiah maka mulailah memvariasikan warna mintu pada penutup sesuai motif yang akan dibentuk. Dari variasi mintu itu nampak motif-motif yang muncul pada penutup kopiah songkok. Setelah selesai semua prosesnya kemudian ujung mintu dirawang agar tidak lepas anyamannya. Langkah terakhir yang dilakukan yaitu finishing dengan memberi vernis pada kopiah ataupun tidak sama sekali, yaitu hanya menggandalkan warna alami dari mintu itu. Sebab, tidak semua konsumen menyukai anyaman kopiah keranjang songkok divernis, mereka lebih tertarik dengan warna alami dari mintu, tetapi ada juga sebagian konsumen yang tertarik pada kopiah yang divernis.

(26)

Gambar 11. Teknik menganyam mintu. Sumber. Foto: Penulis, 11/11/2013.

Gambar di atas menunjukan lidi mintu yang panjang dibentuk bulat persegi, dianyam dengan kulit dari mintu yang tekniknya menyilang berulang-ulang.

Gambar12. Teknik dasar bujur sangkar (kopiah songkok) Sumber : Penulis, 11/11/2013.

(27)

Gambar di atas menunjukan bentuk dari dasar bujur sangkar kopiah songkok, bentuk ini yang merupakan proses awal untuk menganyam kopiah songkok. Dari bentuk dasar bujur sangkar tersebut maka akan membentuk alas kopiah bagian atas dengan bentuk bulat persegi.

Gambar 13. Kopiah keranjang songkok Sumber: Foto. Penulis, 11/11/2013.

Gambar di atas merupakan kopiah keranjang dalam bentuk songkok. Dilihat dari bentuk songkok tersebut ukuran songkok disesuaikan dengan ukuran kepala seseorang, bentuk songkok ini terlihat seperti bulat persegi. Dilihat dari isinya nampak juga variasi warna mintu yang beraturan pada penutup songkok, yang tidak mengurangi keunikan pada songkok itu, sehingga dari variasi warna mintu yaitu coklat dan hitam nampak membentuk motif-motif pada penutup songkok tersebut. Terlihat juga lubang-lubang kecil yang ada pada songkok itu. Secara

(28)

keseluruhan songkok ini difungsikan sebagai penutup kepala yang bisa dipakai pada acara-acara dan juga khusunya kaum muslim yang melaksanakan ibadah. Pada tahun yang sama karya Hadjirah mengalami perkembangan pada bentuknya. Perkembangan yang terjadi pada karya Hadjirah dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat yang tak lain adalah peminat kopiah haji tersebut. Munculnya kopiah haji ini merupakan permintaan konsumen yang ingin dibuatkan kopiah keranjang dalam bentuk kopiah haji. Berdasarkan permintaan peminat dari konsumen tersebut Hadjirah terispirasi untuk mengembangkan karya kopiah songkoknya kebentuk kopiah haji. Pembuatannya dilakukan tidak melalui desain dari kopiah haji, tetapi Hadjirah membuat kopiah haji ini hanya dengan melihat contoh kopiah haji dari bahan kain tersebut.

Dapat dilihat dari uraian di atas perkembangan yang terjadi pada karya Hadjirah yang bersamaan itu dipengaruhi oleh permintaan konsumen. Oleh karena itu Hadjirah termotivasi untuk mengembangkan karyanya dengan ide dari orang lain sehingga ia terinspirasi untuk membuat karya selanjutnya sesuai kebutuhan dari konsumen. Proses yang dilakukan untuk menghasilkan anyaman pada kategori ini nampak seperti bagan berikut.

(29)

Gambar 14. Bagan proses pembuatan kopiah haji. Sumber. Hasil penelitian, 2013.

Dilihat dari bagan di atas dapat dianalisis proses dari pembuatan kopiah dalam bentuk kopiah haji. Bahan dan alat digunakan membuat kopiah haji ini masih tetap menggunakan bahan baku mintu serta alat yang masih sangat tradisional. Proses mengolah bahan baku mintu juga seperti pada proses awal membuat kopiah songkok akan tetapi dalam proses pembuatan kopiah haji berbeda dengan kopiah songkok.

Menganyam kopiah haji diawali dengan menganyam dasar bulat yang merupakan pada bagian atas kopiah haji, kemudian menganyam pada penutup bentuknya bundar yang disesuaikan dengan ukuran kepala, sambil menganyam

Alat dan Bahan (Mintu) Pengolahan bahan baku Menganyam Menganyam dasar kopiah haji Membuat penutup kopiah haji berbentuk bulat Memvariasika n warna mintu pada anyaman Merawang mintu Finishing Warna mintu alami Produk Vernis (Sesuai pemesan)

(30)

penutup dari kopiah haji itu, dimulailah memvariasikan warna mintu pada penutup kopiah haji terakhir dari itu ujung dari anyaman dirawang agar supaya tali mintu yang dianyam tidak lepas. Setelah menghasilkan produk dari kopiah haji maka langkah terahir yang dilakukan yaitu finishing, memberi vernis pada kopiah haji ataupun hanya menggunakan warna mintu alami.

Gambar 15. Menganyam dasar pada kopiah Haji Sumber: Titik Mustikowati (43:2012)

Foto. Repro. Penulis 2013.

Gambar di atas menunjukan menganyam dasar kopiah haji, nampak terlihat lidi mintu dibentuk bulat kemudian tali mintu di anyam silang pada lidi mintu yang sudah dibentuk, sehingga dari anyaman dasar tersebut akan membentuk bagian alas kopiah haji bentuk bulat.

(31)

Gambar 16. Kopiah keranjang berbentuk bulat (kopiah haji) Sumber: koleksi Hadjirah. Foto:penulis 11/11/2013.

Dari gambar di atas dapat dianalisis kopiah ini berbentuk bulat, dilihat dari ukurannya kopiah haji ini disesuaikan dengan ukuran kepala seseorang, nampak tali mintu yang saling silang menyilang pada lidi mintu, dari persilangan tali mintu menghasilkan lubang-lubang kecil yang terlihat dari kopiah haji, diikuti juga variasi warna mintu pada kopiah haji yang membentuk motif-motif kecil yang sejajar. Fungsi dari karya tersebut yaitu merupakan penutup kepala yang dipakai untuk keperluan masyarakat khususnya agama Islam yang melaksanakan ibadah.

(32)

Gambar 17. Kopiah keranjang dengan berbagai variasi Sumber: koleksi karya Hadjirah. Foto: Penulis. 11/11/2013

Gambar 18. Kopiah keranjang Haji dengan berbagai variasi. Sumber. Koleksi karya Hadjirah. Foto: Penulis, 11/11/2013.

(33)

4.2.2 Kategori II Topi (1984-1997)

Tahun 1984, Hadjirah kembali mengalami perkembangan terhadap

karya-karyanya dari karya yang sebelumnya. Meski saat itu Hadjirah tetap mengerjakan karya-karya lamanya. Perkembangan yang terjadi tidak lain adalah pengaruh dari lingkungan masyarakat. Pada tahun inilah Hadjirah membuat anyaman mintu yaitu Sapeo karanji atau biasa disebut topi koboi keranjang.

Gambar 19. Bagan proses membuat Sapeo karanji dan topi. Sumber. Hasil penelitian, 2013.

Dari bagan di atas maka dapat dianalisis proses membuat anyaman sapeo karanji. Pembuatan anyaman sapoe karanji masih menggunakan mintu sebagai bahan baku utama. Kesiapan alat dan bahan maupun proses pengolahan bahan baku siap anyam masih seperti pengolahan yang pada awalnya, akan tetapi dalam

Alat dan bahan

Menganyam Pengolahan

bahan baku

Membuat penutup sapeo bentuk bulat

Menbuat dasar anyaman. Membuat lebar pinggiran sapeo Finishing Warna mintu alami Vernis sesuai pemesan PRODUK Memvariasikan mintu

(34)

proses pembuatan anyaman sapeo karanji berbeda dengan karya-karya sebelumnya. Bentuk dari sapeo karanji itu yang dapat membedakan proses pembuatan sapeo karanji dengan karya-karya sebelumnya. Hal itu menunjukan meski pengolahan bahan masih sama seperti pada awalnya, akan tetapi proses pembuatan sapeo karanji yang membedakan antara sapeo karanji dengan karya-karya sebelumnya.

Proses menganyam sapeo karanji diawali dengan membuat dasar anyaman bulat, karena sapeo karanji juga bentuknya mirip seperti kopiah haji tetapi sapeo karanji memilki pingiran yang lebar yang ada pada penutup sapeo karanji. Setelah menganyam dasar atau merupakan alas dari sapeo karanji tersebut maka dilanjutkan menganyam pada penutup dari sapeo karanji, disamping menganyam penutupnya dilanjutkan dengan memvariasikan warna mintu dari memvariasikan mintu maka timbul motif-motif pada bagian penutup sapeo karanji. Kemudian setelah selesai menganyam penutup maka dilanjutkan dengan membuat pinggiran yang ada pada sapeo karanji setelah itu terbentuk menjadi sapeo karanji terakhir dilakukan merawang ujung anyaman mintu. Langkah terakhir dari proses menganyam sapeo karanji yaitu finishing, pemberian vernis pada sapeo karanji ataupun hanya menggunakan warna alami dari mintu.

(35)

Gambar 20. Sapeo Karanji (koboi)

Sumber: Koleksi karya Hadjirah. Foto: Penulis, 11/11/2013.

Gambar di atas dapat analisis gambar tersebut merupakan bentuk dari sapeo karanji. Dilihat secara keseluruhan bentuk dari sapeo karanji bentuknya bulat memiliki pinggiran yang lebar, warna mintu yang dipadukan. Nampak barisa-barisan tali mintu yang saling silang menyilang, dari mintu yang saling menyilang terdapat lubang atau celah kecil yang ada pada sapeo karanji. Nampak juga variasi warna mintu pada penutup sapeo karanji yang berbaris rapi sehingga dari variasi itu menimbulkan motif bulatan-bulatan kecil. Fungsi dari sapeo karanji sebagai penutup kepala yang bisa digunakan saat-saat santai.

Pada tahun yang bersamaan karya Hadjirah mengalami perkembangan yang dari sapeo karanji menjadi peci karanji. Karya tersebut masih tetap penutup kepala, tetapi penutup kepala yang dibuat pada tahun itu adalah peci karanji yang biasanya disebut topi. Proses membuat topi ini juga tentu berbeda dengan karya-karya yang telah dibuat Hadjirah sebelumnya. Akan tetapi proses pengolahan

(36)

bahan baku masih seperti yang pada awalnya karena bahan yang dipakai tetap bahan baku mintu.

Proses membuat peci karanji diawali dengan menganyam dasar bulat mirip seperti yang dikerjakan pada sapeo karanji dan kopiah haji. Melihat dari ketiga karya itu nampak mengayam dasar hampir sama, tetapi proses pembuatannya secara keseluruhan sangat berbeda karena peci karanji bentuknya bulat tetapi memiliki pingiran yang melengkung kedepan, bentuk iulah yang membedakan proses membuat anyama peci karanji dengan karya lainnya. Melewati proses menganyam dasar pada peci karanji maka langkah selanjutnya menganyam penutup peci sambil memvariasikan warna mintu. Setelah jadi alas dan penutupnya maka dilanjutkan untuk menganyam pinggiran yang bentuknya melengkung kedepan dan terakhir yaitu merawang mintu.

Gambar 21. Tampak depan Peci Karanji (topi) Sumber: koleksi Hadjirah. Foto.Penulis, 11/11/2013.

(37)

Gambar 22 . Tampak samping Peci karanji (topi) Sumber: koleksi Hadjirah. Foto:penulis, 11/11/2013.

Melihat bentuk gambar di atas dapat dianalisis gambar tersebut merupakan penutup kepala dalam bentuk topi, bentuk topi bundar disesuaikan ukuran kepala seseorang dan memiliki pinggiran di bagian depan topi tersebut, dari isi topi tersebut nampak lidi mintu saling mengikat satu sama lain dengan memvariasikan warna mintu coklat dan hitam sehingga membentuk motif-motif dari variasi mintu tersebut. Secara keseluruhan topi ini difungsikan sebagai penutup kepala.

4.2.3 Kategori III Souvenir (1998-2013)

Karya ketiga atau karya terakhir dari Hadjirah membuat souvenir. Pembuatan

souvenir ini hanya memanfaatkan sisa-sisa dari bahan baku mintu. Meski pada tahun itu Hadjirah membuat suovenir ia juga tetap mengerjakan karya-karya sebelumnya. Produk souvenir ini merupakan bentuk kecil dari karya-karya yang telah dibuat sebelumnya oleh Hadjirah.

(38)

Proses membuat souvenir juga berbeda dengan karya-karya sebelumnya meski souvenir ini sama bentuknya. Dalam menganyam souvenir juga diawali dengan membentuk anyaman dasar bulat. Teknik menganyam souvenir saling silang menyilang pada lidi mintu, tetapi karena souvenir ukurannya kecil sehingga anyaman pada souvenir terlihat sangat kecil dan rapat. Pada langkah akhir dari membuat souvenir tersebut produknya diberi vernis agar permukaan mintu tidak terlihat kasar.

Gambar 23. Souvenir

Sumber. Koleksi. Foto: penulis. 11/11/2013

Berdasarkan gambar di atas menunjukan souvenir dalam bentuk anyaman mintu. bentuk souvenir bulat memiliki pingiran yang lebar. Souvenir berukuran kecil, nampak terlihat mintu yang berwarna coklat dan hitam yang dipadukan sehingga dengan perpaduan warna mintu terlihat motif pada pingiran souvenir tersebut yang merupakan perpaduan antara mintu warna cokelat dan hitam. Nampak pada bibir atau ujung anyaman souvenir dirawang dengan mintu warna

(39)

coklat yang memperlihatkan keunikan souvenir tersebut. Dapat dilihat juga rantai yang mengantung pada souvenir, menandakan bahwa karya ini dapat difungsikan sebagai cendramata pada acara atau kegiatan-kegiatan berlangsung.

Dari karya yang merupakan kategori pertama sampai ketiga maka dapat dilihat perbedaan proses pembuatannya paling menonjol yaitu bentuk dari karya itu sendiri, meski mengalami proses yang sama pada pengolahan bahan baku serta teknik menganyam serupa, akan tetapi proses pembuatnnya sangat berbeda. Seperti pada songkok anyaman dasarnya berbentuk bulat persegi berbeda dengan kopiah haji, sapeo karanji, dan peci karanji, dari ketiga karya itu anyaman dasarnya berbentuk bulat tetapi. Meski sama proses awal dalam menganyam tidak menghasilakan karya yang sama akan tetapi berbeda karena, bentuk dari kopiah haji hanya menghasilkan bentuk bulat, sapeo karanji bentuk dasarnya bulat tetapi memiliki pinggiran yang lebar pada penutupnya, sedangkan peci karanji bentuk dasarnya bulat tetapi pada bagian depan peci karanji memiliki pinggiran yang bentuknya melengkung kedepan. Dan karya terahir yaitu souvenir hanya merupakan ukuran kecil dari karya-karya yang dibuat dalam ukuran besar, meski souvenir bentuk kecil proses membuatnya pun berbeda dengan karya-karya sebelumnya. Hal itu dapat disimpulkan bahwa proses pembuatan karya pertama dan akhir meski mengalami proses pembuatan awal yang serupa tetapi tidak menghasilkan karya yang sama.

Gambar

Gambar 3. Penutup bagian atas kopiah
Gambar 4. Hadjira bersama suaminya  Sumber: Poto. Penulis, 11/11/2013
Gambar 6. Presiden memberikan penghargaan pada peserta lomba Upakarti.
Gambar 7. Piagam penghargaan Upakarti Hadjirah Abdulah  Sumber. Hadjirah Abdulah. Foto
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adalah ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi

Berdasarkan nilai koefisien variabel dan nilai signifikansi tersebut, maka External Pressure tidak berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Financial Statement

Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya,

Kami berkeinginan untuk memperkenalkan layanan kami kepada perusahaan Bapak / Ibu, dengan harapan akan menjalin kerjasama pada pengembangan Teknologi Informasi

Pelaku wajib pajak jika memiliki pemahaman wajib pajak yang baik akan berperilaku taat dalam melaksanan kewajiban perpajakannya mengenai peraturan perpajakan yang

Oleh karena itu, agar dalam pengumpulan maupun penyaluran dana zakat oleh BAZNAS Kabupaten dapat dilaksanakan secara efisien, maka peran serta pemerintah daerah sangat dibutuhkan

Tugas Akhir dengan judul “SISTEM APLIKASI PENGOLAHAN NILAI RAPOR DI SMP AL-IRSYAD BERBASIS PHP DAN MYSQL” ini telah dipertahankan dan dipertanggung jawabkan di hadapan

Kejadian ini menyebabkan peningkatan iskemia pada saluran nafas yang rusak, selanjutnya Kejadian ini menyebabkan peningkatan iskemia pada saluran nafas yang rusak, selanjutnya terjadi