Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 1, 2014 | 13
DIVERSIFIKASI PANGAN DARI TEPUNG SUKUN UNTUK MENGURANGI
KONSUMSI TEPUNG TERIGU DI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI
JAKARTA
Waryat, Muflihani Yanis, dan Yossi Handayani
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jakarta
Jln. Raya Ragunan No. 30 Pasar Minggu, Jakarta Selatan - 12540
Email: waryat21@yahoo.com
ABSTRAK
Penggunaan tepung terigu sebagai bahan baku pangan lokal menyebabkan masyarakat Kepulauan Seribu sangat tergantung pada bahan baku tersebut. Saat ini Indonesia memiliki ketergantungan impor terigu yang tinggi. Salah satu solusi untuk mengurangi ketergantungan bahan baku terigu adalah pemanfaatan tanaman lokal seperti sukun. Setiap 100 gram berat basah sukun mengandung karbohidrat 35,5%, protein 0,1%, lemak 0,2%, abu 1,21%, fosfor 35,5%, protein 0,1%, lemak 0,2%, abu 1,21%, fosfor 0,048%, kalsium 0,21%, besi 0,0026%, kadar air 61,8%, dan serat 2%. Pengolahan sukun menjadi tepung merupakan alternatif cara pengolahan yang memiliki beberapa keunggulan yaitu meningkatkan daya simpan dan memudahkan pengolahan bahan bakunya. Tepung sukun memiliki kandungan karbohidrat, vitamin, mineral yang cukup tinggi. Selain itu, sukun juga mengandung serat kasar yang cukup tinggi. Kadar serat sukun hasil penelitian 2,49%. Tepung sukun dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pangan olahan untuk mensubstitusi tepung terigu. Beberapa produk olahan yang dapat dibuat dari tepung sukun antara lain: cake, mie, cookies dan pangan tradisonal (pukis). Kata kunci: tepung sukun, diversifikasi, olahan produk pertanian
ABTRACT
Use of wheat flour as raw material for the local food can use dependent people of Thousand Islands of the raw material it. Indonesia currently possess a high dependency on imported flour. One solution to reduce dependence on raw material wheat is the utilization of local plants such as breadfruit. Every 100 grams of wet weight of breadfruit contain 35.5% carbohydrate, 0.1% protein, 0.2% fat, 1.21% ash, 35.5% phosphorus, 0.1% protein, 0.2% fat, ash 1.21%, 0.048% phosphorus, calcium 0.21%, 0.0026% iron, 61.8% water content, and fiber 2%. Processing of breadfruit into flour is an alternative processing methods have several advantages that increase the shelf life and facilitate the processing of raw materials. Breadfruit flour contains carbohydrates, vitamins, minerals high enough. In addition, breadfruit also contains a fairly high crude fiber. Fiber content of 2.49% breadfruit research. Breadfruit flour can be used as raw material for processed food substitute wheat flour Some processed products which can be made from breadfruit flour include: cake, noodles, cookies and traditional food (pukis).
Keywords: breadfruit flour, diversification,
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 1, 2014 | 14 PENDAHULUAN
ingginya penggunaan tepung terigu sebagai bahan baku pangan lokal menyebabkan masyarakat Kepulauan Seribu sangat tergantung akan bahan baku tersebut. Saat ini Indonesia memiliki ketergantungan impor terigu yang tinggi. Menurut Badan Pusat Statistik (2011), Indonesia merupakan negara yang banyak melakukan impor tepung terigu dari negara Timur Tengah seperti Turki, Srilanka, dan negara lain Australia. Pada periode Januari– Agustus 2011 impor terigu sebesar 433.429 ton dan meningkat dibandingkan dengan tahun 2010 impor terigu sebesar 173.371 ton. Salah satu solusi untuk mengurangi ketergantungan bahan baku terigu adalah pemanfaatan tanaman lokal seperti sukun.
Tanaman sukun mempunyai arti penting dalam menopang kebutuhan sumber pangan karena sumber kalorinya dan kandungan gizi yang tinggi. Sukun masuk dalam lampiran International Treaty on Genetic Resource for Food and Agriculture sehingga penangan jenis ini akan berkontribusi terhadap upaya global dalam menjamin ketahanan pangan. Selain memiliki akar yang kuat dan tajuk yang lebar yang dapat mengurangi laju erosi, sukun juga merupakan salah satu alternatif tanaman sumber pangan.
Sukun memiliki kandungan gizi yang baik, terutama sebagai sumber karhohidrat (302 kalori per 100 g), sukun sangat potensiai untuk diversifikasi pangan. Hal ini ditunjang dengan ketahanan tanaman sukun terhadap hama dan penyebaran tanaman sukun yang merata di seluruh Indonesia. Tepung sukun mengandung 84% karbohidrat, 9,9% air, 2,8% abu, 3,6% protein dan 0,4 % lemak (BB
Pasca Panen, 2009). Di Indonesia sebenarnya sukun sudah lama menjadi salah satu bahan makanan, tetapi hanya sebatas bahan pangan sekunder, seperri keripik sukun, sukun goreng, tape sukun, sukun rebus, pastel sukun, dan lain-lain. Padahal sukun menyimpan keunggulan untuk dijadikan sebagai salah satu altemalif bahan makanan pokok. Pemanfaatan buah sukun yang masih terbatas ini disebabkan kurangnya informasi mengenai komoditi sukun serta cara dan peralatan pengolahan pasca panen.
Pengolahan sukun menjadi tepung merupakan alternatif cara pengolahan yang memiliki beberapa keunggulan yaitu meningkatkan daya simpan dan memudahkan pengolahan bahan bakunya. Tepung sukun selain mudah diolah menjadi produk lain juga memiliki kandungan gizi relatif tak berubah. Tepung sukun tidak mengandung gluten sehingga tepung sukun dapat dicampur dengan tepung lain misalnya tepung beras, tepung terigu atau tepung ketan. Tepung sukun dapat mensubtitusi tepung terigu sampai 75 % dalam pembuatan makanan olahan (BB Pasca Panen, 2009).
POTENSI SUKUN SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL
Buah sukun biasa digoreng untuk dibuat keripik, atau direbus sebagai makanan kecil. Harganya yang tidak mahal menjadikannya makanan kecil yang banyak dijajakan. Buah sukun (Gambar 1a) merupakan bahan pangan penting sumber karbohidrat di berbagai kepulauan di daerah tropik, terutama di Pasifik dan Asia Tenggara. Sukun dapat dimasak utuh atau dipotong-potong terlebih dulu: direbus, digoreng, disangrai atau dibakar. Buah yang telah dimasak dapat diiris-iris dan
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 1, 2014 | 15 dikeringkan di bawah matahari atau dalam
tungku, sehingga awet dan dapat disimpan lama. Sukun dapat menghasilkan buah hingga 200 buah per pohon per tahun. Buah sukun beratnya antara 400-1200 g, namun ada pula varietas yang buahnya mencapai 5 kg.
Buah sukun memiliki nilai energi antara 470-670 kJ per 100 gram. Buah sukun mengandung niasin, vitamin C, riboflavin, karbohidrat, kalium, thiamin, natrium, kalsium, dan besi. Kandungan zat gizi pada buah sukun tergantung dari umur buah sukun atau tingkat kematangan buah sukun. Kandungan gizi buah sukun muda berbeda dengan kandungan gizi buah sukun yang sudah masak. Pada kulit kayunya ditemukan senyawa turunan flavanoid yang terprenilasi, yaitu artonol B dan sikloartobilosanton. Sukun mempunyai komposisi gizi yang relatif tinggi. Dalam 100 gram berat basah sukun mengandung karbohidrat 35,5%, protein 0,1%, lemak 0,2%, abu 1,21%, fosfor 35,5%, protein 0,1%, lemak 0,2%, abu 1,21%, fosfor 0,048%, kalsium 0,21%, besi 0,0026%, kadar air 61,8%, dan serat 2%. Buah sukun yang telah dimasak cukup bagus sebagai sumber vitamin A, B komplek dan vitamin C. Kandungan mineral Ca dan P buah sukun lebih baik daripada kentang dan kira-kira sama dengan yang ada dalam ubi
jalar (Suyanti dkk., 2003). Buah sukun selain dapat dikonsumsi langsung juga dapat diolah menjadi tepung sukun.
Tepung sukun (Gambar 1b) merupakan salah satu cara alternatif untuk memperpanjang masa simpan buah sukun. Ada beberapa cara untuk pengolahan tepung sukun, tetapi secara prinsip sama, yaitu buah sukun dikupas, dicuci, diiris-iris, dijemur, digiling/ditepung dan dikemas. Tepung yang bermutu baik adalah yang berwarna putih, bersih dan kering. Untuk diolah menjadi tepung, sebaiknya dipilih buah yang cukup tua, diperkirakan berumur 7-10 hari sebelum petik optimal. Tepung sukun memiliki kandungan karbohidrat, vitamin, mineral yang cukup tinggi. Sukun memiliki mineral dan vitamin lebih lengkap jika dibandingkan dengan beras, tetapi kalorinya lebih rendah sehingga dapat digunakan untuk makanan diet (Suyanti dkk., 2003). Kandungan gizi tepung sukun yang tinggi ini dapat dimanfaatkan untuk menambah nilai gizi produk makanan. Selain itu, sukun juga mengandung serat kasar yang cukup tinggi. Menurut hasil penelitian Astuti dkk. (2013), kadar serat sukun sebesar 2,49%. Penelitian Djafar dan Rahayu (2005), menyebutkan bahwa kandungan serat kasar pada tepung sukun sebesar 1,32%.
a b Gambar 1. a) buah sukun ; b) tepung sukun.
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 1, 2014 | 16 PEMANFAATAN TEPUNG SUKUN
UNTUK PANGAN OLAHAN DAN PANGAN LOKAL
Tepung sukun dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pangan olahan untuk mensubstitusi tepung terigu. Beberapa produk olahan yang dapat dibuat dari tepung sukun antara lain:
1. Cake
Cake (Gambar 2a) merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, shortening/lemak, dan telur, yang membutuhkan pengembangan gluten. Untuk pengembangan gluten biasanya digunakan bahan pengembang kimiawi serta dibutuhkan pembentukan emulsi komplek air dalam minyak. Lapisan air terdiri dari gula terlarut dan partikel tepung terlarut. Cake dapat dibuat dengan cara dikukus atau dipanggang.
Umumnya kue basah terbuat dari terigu karena mengandung protein pembentuk gluten yang bersifat elastis dan dapat menahan gas karbondioksida hasil proses peragian atau fermentasi. Oleh karena itu semua bentuk olah cake maupun roti perlu ditambahkan terigu sebagai sumber gluten. Penggunaan tepung sukun dalam campuran tepung komposit berkisar antara 50-100%. Jenis-jenis kue basah yang menggunakan campuran coklat dan gula kasava maupun tepung sukun hingga 100%. Namun secara umum penggunaan tepung sukun untuk kue
basah rata-rata sebesar 50%. Terigu yang digunakan sebagai campuran tepung komposit sebaiknya yang mengandung protein atau gluten yang cukup tinggi sehingga dapat membantu volume pengembangan produk cake.
2. Mie
Mie merupakan makanan khas negeri Cina. Rasanya yang hambar membuat bahan makanan ini dapat diolah dengan bumbu yang sesuai dengan selera pembuatnya. Mie biasanya dibuat dari adonan terigu, air, garam, telur, dan minyak. Yang harus dipertimbangkan dalam memilih terigu terutama adalah kadar protein dan kadar abunya. Kadar protein mempunyai korelasi erat dengan jumlah gluten, sedangkan kadar abu erat dengan kualitas mie yang dihasilkan. Substitusi atau campuran tepung sukun pada produk mie hanya berkisar antara 10-20%. Bila lebih dari 20%, produk mie akan mudah patah sewaktu dimasak karena tidak mengandung gluten. Fungsi terigu ialah untuk membentuk struktur karena gluten bereaksi dengan karbohidrat, dan sebagai sumber karbohidrat dan protein.
Air yang digunakan haruslah memenuhi persyaratan mutu air untuk industri, baik secara kimiawi maupun mikrobiologis. Secara umum, air minum dapat digunakan untuk pembuatan mie. Air
a b Gambar 2. Pangan Olahan Berbahan Baku Tepung Sukun a) Cake; b) Pukis
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 1, 2014 | 17 berfungsi sebagai media reaksi antara gluten
dengan karbohidrat, melarutkan garam dan membentuk sifat kenyal dari gluten.
Garam yang digunakan adalah garam dapur atau NaCl. Fungsi garam antara lain untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mie, membantu reaksi antara gluten dengan karbohidrat sehingga meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie dan mengikat air. Air abu/air khi/kansui dipakai sejak dahulu sebagai bahan alkali untuk membuat mie. Komponen utamanya yaitu K2CO3, NaCO3 dan KH2PO4. Fungsi pemberian air abu yaitu untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas, meningkatkan kehalusan tekstur dan meningkatkan sifat kenyal.
Cara membuat mie sangat sederhana, yaitu dengan mencampur tepung komposit, air, garam, dan telur. Uleni adonan hingga kalis dan bisa dipulung. Setelah itu dilakukan pencetakan lembaran yang diulang hingga berbentuk lembaran halus dengan menggunakan alat penggiling mie, lalu cetak mie. Sebelum dimasak lebih lanjut, mie dikukus selama 10 menit atau direbus dalam air mendidih selama 2-3 menit hingga matang.
Untuk pembuatan mie skala rumah tangga, mie dapat dibuat dengan alat pembuat mie yang kecil dengan harga yang tidak terlalu mahal. Sedangkan untuk skala besar, alat yang dipakai juga besar. Adonan mie yang sudah kalis dimasukkan dalam gilingan dan diputar berulang-ulang hingga adonan tipis dan panjang supaya mie yang dihasilkan tidak terputus-putus. Ketebalan adonan bisa diatur dengan menggunakan mesin pembuat mie. Setelah adonan tipis dan sesuai dengan yang diinginkan, pasang pisau mesin dengan memutar tombol dan adonan
kembali dimasukkan. Kemudian alat tersebut diputar lagi dan keluarlah mie yang panjang dan tinggal dipotong sesuai keperluan.
3. Cookies
Cookies dibuat dengan cara dipanggang atau digoreng. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan cookies ialah tepung, bahan pengembang, shortening, telur, gula, garam, susu, dan air. Tepung merupakan bahan baku utama untuk pembuatan kue kering. Umumnya yang digunakan adalah tepung terigu yang mengandung protein sebesar 8-10%. Penggunaan tepung sukun dalam campuran tepung komposit bervariasi antara 30% hingga 100%. Sebelum digunakan sebaiknya tepung kasava, atau tepung umbi-umbian lainnya, disangrai terlebih dahulu untuk menghilangkan bau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung sukun pada produk cookies dapat mencapai 100%. Tepung komposit yang digunakan untuk produk kue kering sebaiknya mengandung tepung kacang-kacangan agar kandungan proteinnya meningkat.
Pada dasarnya proses pembuatan cookies dibagi menjadi 3, yaitu proses pencampuran, pencetakan dan pemanggangan. Salah satu tahapan yang paling penting dalam pembuatan kue kering ialah proses pencampuran. Adonan diaduk agar semua bahan dapat tercampur sehomogen mungkin. Salah satu metode pencampuran disebut metoda creaming, yaitu susu, shortening, gula, garam dan soda kue dicampur bersama-sama dan diaduk sampai homogen, ditambah air dan telur bila diperlukan. Kemudian masukkan tepung komposit ke dalam adonan tersebut dan aduk sampai homogen dengan kecepatan putaran
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 1, 2014 | 18 rendah. Pada proses ini terjadi penyerapan air
oleh tepung sehingga dihasilkan adonan yang liat. Fungsi yang paling penting dari proses pencampuran ini ialah perlakuan untuk menghasilkan adonan yang mempunyai sifat-sifat penanganan yang memuaskan dan mampu diproses menjadi produk akhir yang berkualitas tinggi. Proses pencetakan dimaksudkan untuk memperoleh produk kue kering dengan bentuk yang seragam hingga dapat meningkatkan daya tarik atau penampilan. Pencetakan ini biasanya dikerjakan secara manual yaitu dengan pisau pemotong, sendok kecil, atau cetakan kue kering. Beberapa kejadian penting yang terjadi selama pemanggangan yaitu pengembangan adonan, koagulasi protein, gelatinisasi pati dan penguapan air. Untuk memperoleh hasil pemanggangan yang baik, kue kering sebaiknya dikeluarkan dari oven sewaktu masih dalam keadaan lembek, pemanggangan dilanjutkan diatas loyang yang masih panas diluar oven. Suhu pemanggangan kue kering sekitar 140-200OC.
4. Kue tradisional
Kue-kue tradisional biasa diolah dengan cara dikukus, dipanggang, maupun digoreng. Dalam pembuatan kue-kue tradisional, sebelum digunakan sebaiknya tepung komposit diayak terlebih dahulu. Bila menggunakan bahan pengembang seperti baking powder maka dapat dicampurkan pada tepung komposit lalu diayak bersama-sama, selanjutnya telur dan gula dikocok hingga kental atau berwarna putih. Setelah itu masukkan tepung komposit sedikit demi sedikit dan diaduk menggunakan sendok kayu. Tambahkan margarin cair atau santan matang yang telah dingin, aduk hingga rata.
Kue-kue tradisional biasanya menggunakan santan sebagai pengganti margarin atau mentega sebagai sumber lemak. Tahap terakhir, adonan dituangkan ke dalam cetakan, lalu kukus (misal: Putu Ayu) atau dipanggang (misal: Pukis) (Gambar 2b). Bisa juga adonan dibungkus dengan daun pisang sebelum dikukus (misal: Barongko).
PENUTUP
Buah sukun yang banyak mengandung gizi dapat diolah menjadi tepung sukun. Pemanfaatan tepung sukun untuk diolah menjadi pangan olahan dan pangan lokal dapat mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu dan meningkatkan diversifikasi pangan. Selain itu, buah sukun yang diolah menjadi tepung sukun dapat memperpanjang umur simpannya.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti TYI., Ekawati LM., Purwijantiningsih, Pranata S. 2013. Subtitusi Tepung Sukun dalam Pembuatan Non Flaky Crakers Bayam Hijau. Jurnal Agros. Hal 1-13.
Balai Besar Pascapanen Pertanian. 2009. Teknologi Pengolahan Tepung Sukun dan Pemanfaatannya untuk Berbagai Produk Makanan Olahan. BPS. 2010. Produksi Buah Sukun.
www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 3 Januari 2014.
Djafar, T. F. dan Rahayu, S. 2005. Pemanfaatan Sukun Sebagai Bahan Pangan Alternatif. Jurnal Agros 6 (2): 133-141.
Subarna. 2002. Baking Technology. Pelatihan Singkat Prinsip-prinsip
Buletin Pertanian Perkotaan Volume 4 Nomor 1, 2014 | 19 Teknologi Pangan Bagi Food
Inspector. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Suyanti, S., Widowati dan Suismono. 2003. Teknologi pengolahan tepung sukun dan pemanfaatannya untuk berbagai produk makanan olahan.
JurnalWarta Penelitian
Pengembangan Pertanian 25. (2): 12-13.
Suprapti L. 2002. Tepung Sukun Pembuatan
Dan Pemanfaatannya.
Kanisius,Yogyakarta.
Waryat, S. Widowati, Y. Muflihani, M. Kartika. I. Rita. Solihin. 2014. Kajian Pembuatan dan Pemanfaatan Tepung Sukun Sebagai Pensubtitusi Tepung
Terigu Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Di Wilayah DKI Jakarta. Laporang Akhir. BPTP Jakarta.
Widowati, S dan D.S. Damardjati. 2001. Mengenal Sumber Daya Pangan Lokal dalam Rangka Ketahanan Pangan. Majalah Pangan N0 36/X/Jan/2001. BULOG, Jakarta. Widowati, S, N. Richana, Suarni, P. Raharto,
IGP. Sarasutha. 2009. Studi Potensi dan Peningkatan Dayaguna Sumber
Pangan Lokal Untuk
Penganekaragaman Pangan di Sulawesi Selatan. Lap. Hasil Penelitian. Puslitbangtan, Bogor.