• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, terdiri dari berbagai suku, bahasa,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, terdiri dari berbagai suku, bahasa,"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, terdiri dari berbagai suku, bahasa, agama, dan adat istiadat. Berbagai suku bangsa tersebut mewarisi kebudayaan yang telah diturunkan dari generasi ke generasi. Salah satu warisan penting dari kebudayaan adalah naskah-naskah kuno yang merupakan dokumen sekaligus merupakan monumen (Wellek dan Warren, 1990:111).

Berbagai naskah kuno tersebar di pelosok Nusantara. Naskah-naskah tersebut merupakan produk budaya lokal yang mewakili suatu suku bangsa. Oleh karena itu, tradisi pernaskahan tersebut memiliki berbagai karakter khas berupa bahasa, aksara, dan berbagai pengetahuan tradisi kehidupan masa lampau. Melalui naskah ini, dapat diperoleh informasi berbagai aspek kehidupan masyarakat seperti aspek agama, filsafat, ajaran moral, pendidikan, ekonomi, politik, kebudayaan, kesenian, kesehatam sosial, hukum. Adat istiadat, sejarah, dan lain-lain (Chamamah-Soeratno, 2010:2).

Naskah-naskah kuno ada yang menjadi koleksi pribadi maupun menjadi koleksi institusi perpustakaan dan museum. Sebagai contoh, naskah-naskah dengan bahasa dan aksara Jawa disimpan di beberapa museum dan perpustakaan. Di antara tempat penyimpanan naskah tersebut adalah Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Museum Sanabudaya Yogyakarta, Balai Bahasa Yogyakarta, Perpustakaan

(2)

Dewantara Kirti Griya, Perpustakaan Widyabudaya Keraton Ngayogyakarta, Perpustakaan Pura Pakualaman, dan lain-lain.

Adapun naskah yang menjadi objek penelitian ini merupakan salah satu manuskrip yang tersimpat di perpustakaan Widyabudaya Keraton Ngayogyakarta. Perpustakaan ini berada di sudut tenggara kompleks induk keraton. Koleksi Widyabudaya antara lain terdiri dari naskah tulisan tangan, buku cetak, dan dokumen-dokumen kearsipan yang berisikan aneka ragam teks sastra, sejarah, silsilah, agama, kesenian, dan lain-lain Naskah-naskah koleksi Widyabudaya berjumlah sekitar 450 buah. Hampir seluruh koleksi dihasilkan di Keraton Yogyakarta sendiri selama abad ke-19 dan ke-20. Selain di Perpustakaan Widyabudaya, beberapa naskah kuno keraton juga disimpan di perpustakaan Krida Mardawa. Perpustakaan ini menyimpan koleksi naskah yang berurusan dengan segala macam seni pertunjukan, termasuk wayang wong, tari, karawitan, musik Barat, ukir kayu, tatah dan sungging wayang, macapatan, dan lain sebagainya (Lindsay,1994:xi-xii).

Kajian terhadap naskah-naskah lama perlu dilakukan dalam rangka pelestarian dan penggalian nilai-nilai luhur warisan budaya. Pada penelitian ini, salah satu naskah yang akan menjadi objek kajian yaitu Sĕrat Purwa Ukara. Naskah ini merupakan koleksi perpustakaan Widyabudaya. Naskah Sĕrat Purwa Ukara (selanjutnya disingkat SPU) dengan kode koleksi B.34 ditulis dalam aksara Jawa dan dalam bahasa Jawa. Naskah SPU merupakan compendium yang berisi berbagai macam pengetahuan mengenai kehidupan di lingkungan keraton Ngayogyakarta (Behrend, 1999:396). Adapun berbagai topik yang dimuat dalam naskah ini adalah berbagai

(3)

jenis metrum, contoh bermacam-macam puisi. Juga terdapat daftar raja-raja Jawa, Gubernur Jendral, bahasa keraton dan etiket, hak patih, perbandingan berbagai prajurit keraton, informasi tentang koreografi dan sindhenan untuk tarian badhaya-srimpi, daftar sesaji bagi kerajaan, teka-teki, lelucon, catatan tentang gamelan, wayang wong, wayang kulit, purwa dan gedhog, payung kebesaran, aturan menulis surat, data kependudukan, deskripsi upacara grebeg, dan lain-lain. Teks ini digubah oleh Pangeran Suryanagara pada era pemerintahan Sultan HB VI (Lindsay, 1994:94-95).

Nama Purwa Ukara terdiri dari dua kata yaitu purwa dan ukara. Purwa berarti permulaan yang terdahulu, sedangkan ukara berarti rangkaian kata-kata yang memiliki makna (Poerwadarminto, 1939:437,504). Menurut Behrend (1999:396), Purwa Ukara dapat diartikan sebagai First Principle, sebab teks-teks di dalam manuskrip ini menyajikan berbagai topik pengetahuan dasar (yang harus diketahui) oleh orang Jawa yang hidup pada kisaran abad ke-19.

Salah satu topik yang menarik di dalam naskah ini ialah basa bagongan. Bahasa ini merupakan bahasa yang khas digunakan di lingkungan keraton Ngayogyakarta. Uraian teks mengenai basa bagongan ini banyak memberikan informasi penting perihal asal usul dan penggunaan bahasa tersebut yang belum dikaji oleh peneliti-peneliti terdahulu. Oleh sebab itu, pada penelitian ini akan diadakan kajian mengenai teks basa bagongan tersebut. Kajian ini diawali dengan proses suntingan teks dan terjemahan. Sebab adanya suntingan teks dan terjemahan ini sebagai dasar untuk menganalisis informasi yang ada pada teks. Selain itu, disajikan

(4)

beberapa data lain di luar teks sebagai pembanding dan pendukung data yang ada di dalam teks basa bagongan.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang ditemukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Teks SPU disajikan dalam aksara dan bahasa Jawa, sehingga isi teks tidak dapat dipahami dengan mudah oleh semua orang. Sebab itu, perlu dilakukan suntingan teks dan terjemahan agar isi teks dapat dibaca dan dipahami.

2. Teks memuat khasanah pengetahuan mengenai bahasa bagongan. Bahasa bagongan adalah bahasa komunikasi antarabdi dalem di lingkungan keraton Ngayogyakarta. Teks bahasa bagongan di dalam naskah belum banyak diketahui. Oleh sebab itu perlu adanya analisis mengenai isi teks, kemudian dibandingkan dengan keadaan bahasa bagongan terkini.

3. Bahasa bagongan memiliki karakteristik yang khas secara leksikal dan morfologis sehingga perlu dideskripsikan wujud satuan lingualnya.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menyajikan teks SPU yang berupa suntingan teks edisi perbaikan bacaan

disertai terjemahan bahasa teks ke dalam bahasa Indonesia agar dapat dibaca dan dipahami isinya oleh masyarakat umum.

(5)

2. Memberikan informasi mengenai bahasa bagongan di dalam teks dan relevansinya dengan bahasa bagongan yang saat ini masih digunakan di lingkungan keraton Ngayogyakarta.

3. Mendeskripsikan satuan lingual bahasa bagongan yang khas secara leksikal dan morfologis.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini, dibatasi pada analisis teks Bab Bagongan naskah Sĕrat Purwa Ukara koleksi perpustakaan Widyabudaya karaton Ngayogyakarta kode koleksi B.34. Adapun lingkup analisis yang dilakukan adalah meliputi suntingan teks dan terjemahan, identifikasi basa bagongan yang terdapat di dalam teks, penjabaran fungsi basa bagongan di dalam teks, dan deskripsi mengenai perkembangan basa bagongan berdasar teks dan wawancara narasumber.

1.5 Tinjauan Pustaka

Sejauh ini referensi penelitian mengenai basa bagongan yang dapat dijangkau oleh peneliti adalah penelitian yang dilakukan oleh Soepomo dan Sulistyowati. Kedua penelitian tersebut menganalisis basa bagongan dari sudut pandang kebahasaan (linguistik). Penelitian Sulistyowati yang merupakan thesis berjudul “Sistem Sapaan Bahasa Jawa: Analisis Kasus Sapaan di Keraton Yogyakarta”. Penelitian ini mengungkapkan sapaan sebagai unsur linguistik pemakainya berhubungan erat dengan faktor-faktor sosial budaya masyarakat keraton, seperti pelapisan sosial (stratifikasi sosial) masyarakat, sistem pemerintahan, bahasa, sistem kekerabatan,sistem religi, serta sistem pemberian gelar dan nama (Sulistyowati,

(6)

1998:xi). Penelitian ini juga mengklasifikasikan bentuk, kedudukan secara semantik dan segi keformalan yang menghasilkan tiga kaidah, yaitu alternasi, kaidah kookurensi, dan kaidah kolokasi. (Sulistyowati, 1998:xi-xii). Di dalam penelitian tersebut, basa bagongan juga mendapat perhatian, sebab diksi manira dan pakĕnira masuk di dalam ranah sapaan bahasa Jawa di keraton Ngayogyakarta.

Penelitian Soepomo telah memberikan rincian mengenai percakapan basa bagongan di keraton Ngayogyakarta yang telah berhasil direkam pada bulan November 1984. Penelitian ini menitikberatkan pada segi morfosintaksis. Soepomo (1984:8) juga berusaha mengungkap gambaran tentang riwayat timbulnya dan proses perkembangan kehidupan atau pemakaian basa bagongan ini. Pemeriksaan terhadap kitab-kitab lama dan beberapa dokumen yang diterbitkan oleh pihak Parentah Hagĕng Karaton hasilnya ternyata masih sangat mengecewakan. Wawancara terhadap beberapa punggawa keraton pun ternyata belum dapat mengungkap rahasia timbulnya basa bagongan ini (Poedjosoedarmo, 1984:9).

Penelitian kali ini akan mencoba melakukan pendekatan tekstual mengenai basa bagongan yang terekam di dalam naskah Sĕrat Purwa Ukara yang belum pernah diteliti sebelumnya. Di samping itu, penelitian ini juga akan mengkomparasikan data kebahasaan yang terdapat di dalam teks dengan tradisi lisan yang masih hidup di lingkungan keraton Ngayogyakarta saat ini. Diharapkan penelitian ini dapat melengkapi penelitian terdahulu yang belum dapat menjawab beberapa permasalahan di dalam pengkajian basa bagongan.

(7)

1.6 Landasan Teori

Objek utama di dalam penelitian ini adalah teks. Oleh sebab itu, penelitian ini akan menggunakan langkah-langkah kerja filologi. Langkah-langkah kerja ini meliputi suntingan teks diplomatis, suntingan teks dengan perbaikan bacaan (kritis), dan terjemahan.

Pada penelitian ini, dilakukan suntingan dengan perbaikan bacaan (kritis). Kajian penelitian ini menggunakan teori filologi, khususnya suntingan teks edisi perbaikan bacaan oleh karena dimungkinkan teks SPU mengandung beberapa kesalahan. Menurut Wiryamartana (1990:32), suntingan teks edisi perbaikan bacaan yaitu terbitan yang menghilangkan sedapat mungkin hambatan untuk pemahaman teks. Edisi perbaikan bacaan digunakan untuk mempermudah dalam langkah penerjemahan yang memerlukan ketepatan interpetasi. Metode ini bermanfaat untuk membantu pembaca dalam mengatasi berbagai kesulitan yang bersifat tekstual dan berkenaan dengan intrepretasi (Robson, 1994:22-25). Metode perbaikan bacaan adalah memperbaiki teks asli yang hilang, berdasarkan sumber yang ada, memperbaiki kesalahan, dan membakukan ejaan. Dengan cara ini, diharapkan dapat membantu pembaca untuk memahami isi teks. Referensi yang digunakan untuk membantu dalam proses perbaikan dan pembakuan ejaan ialah kamus bahasa Jawa, yaitu Baoesastra Djawa (Poerwadarminto).

Setelah dilakukan proses penyuntingan, maka untuk memahami isi teks perlu dilakukan intrepretasi teks oleh peneliti yang berupa terjemahan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Terjemahan adalah cara menyampaikan intrepretasi yang dianggap

(8)

terbaik oleh penyunting, sebab kegiatan terjemahan membutuhkan kecermatan dan waktu yang tidak singkat (Robson, 1994:14).

Setelah selesai dilakukan penyuntingan dan penerjemahan, maka akan dilakukan analisis isi teks. Teks yang dianalisis berkaitan dengan basa bagongan. Basa bagongan adalah salah satu ragam baku bahasa Jawa yang digunakan di lingkungan komunitas Keraton Ngayogyakarta. Pada bahasa Jawa, antara ragam baku (formal) dan tidak baku (informal) terdapat perbedaan yang sangat menyolok, yang bagi orang luar perbedaan itu mungkin dapat menyebabkan mereka berpikir bahwa kedua-duanya adalah bahasa yang berlainan (Poedjasoedarmo, 1979:3). Ragam baku tidak bersifat monolitik, selalu terdapat kemungkinan adanya variasi. Setidaknya dalam ragam baku dapat dibedakan antara ragam baku lisan dan ragam baku tulis (Sumarsono, 2004:31). Ragam baku tulis relatif lebih stabil daripada ragam baku lisan (Sumarsono, 2004:31). Oleh sebab itu, penelitian ini akan mencoba melihat ragam baku tulis yang ada di dalam teks Bab Bagongan.

Bahasa Jawa memiliki tingkat tutur (undha-usuk) yang sangat kompleks. Secara ringkas, bahasa Jawa mengenal dua tingkat tutur, yaitu ngoko dan krama. Tingkat tutur ngoko mencerminkan rasa tak berjarak (Poedjasoedarmo, 1979:14), sedangkan tingkat tutur krama memancarkan arti penuh sopan santun (Poedjasoedarmo, 1979:14). Basa bagongan merupakan golongan lain di luar ngoko dan krama. Basa bagongan menyerupai tingkat tutur madya, yaitu bahwa sebagian dari penandanya yang berwujud imbuhan katakerja dan kata benda ada yang berbentuk ngoko (Poedjasoedarmo, 1985:118-119). Singkatnya basa bagongan

(9)

merupakan ragam (varian) dari bahasa Jawa (Poedjasoedarmo, 1985:10). Ragam bahasa bagongan dapat diamati pada tataran leksikal dan gramatikal. Tataran leksikal adalah tataran kata, yaitu kosa kata yang khas pada suatu bahasa yang dapat diidentifikasi. Tataran morfologi adalah pada tataran pembentukan kata yang ditandai dengan adanya afiksasi yang khas (Tim Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM, 1975:43).

Setelah proses analisis selesai, lalu dilakukan wawancara dengan teknik simak bebas libat cakap, yaitu penulis tidak ikut berpartisipasi dalam pembicaraan tersebut (Sudaryanto, 1988:101). Lalu dilakukan komparasi data untuk selanjutnya diambil sebuah kesimpulan.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan objek yang berupa naskah Sĕrat Purwa Ukara yang memuat teks basa bagongan. Naskah tersebut menggunakan bahasa dan aksara Jawa. Oleh sebab itu, perlu adanya penyiapan data yaitu alih aksara dan penerjemahan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Setelah adanya penyiapan data yang baik, baru dapat dilakukan analisis data.

Tahap pertama yang dilakukan adalah melakukan studi katalog untuk mengetahui gambaran umum naskah yang akan diteliti. Lalu dilakukan pendeskripsian naskah yang menyangkut codex (kodikologi). Kemudian dilakukan suntingan teks dan terjemahan. Suntingan teks dilakukan dengan cara mengalihaksaran aksara Jawa pada naskah menjadi aksara latin. Dalam proses

(10)

suntingan ini, dilakukan perbaikan bacaan terhadap kata-kata yang kurang tepat penulisannya dan standarisasi ejaan. Apabila terdapat catatan mengenai ejaan teks langsung diperbaiki dan teks asli dicantumkan pada catatan kaki. Setelah tahap penyuntingan selesai, kemudian dilakukan penerjemahan.

Penerjemahan merupakan proses memindahkan teks dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Tiga jenis penerjemahan yang biasa digunakan dalam proses penerjemahan adalah word for word (terjemahan kata demi kata), literal (terjemahan harafiah), dan free (terjemahan bebas) (Catford, 1965:25). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis penerjemahan, yaitu terjemahan kata demi kata dan terjemahan harafiah. Dua jenis metode penerjemahan ini memudahkan dalam proses penerjemahan, sebab konteks kalimat, kelancaran bahasa Indonesia, dan kejelasan pengertian, tidak selalu mungkin menerjemahkan suatu kata bahsa Jawa secara konsisten dengan kata yang sama dalam bahasa Indonesia, sehingga isi teks akan mudah dipahami oleh pembaca (Wiryamartana, 1990:34). Terjemahan akan dilengkapi dengan catatan terjemahan untuk membantu dalam memahami konteks budaya yang melatar belakangi penciptaan teks tersebut. Kata-kata yang menunjukkan suatu istilah khas akan tetap dipertahankan, tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Selain studi pustaka dilakukan pula wawancara kepada narasumber yang dianggap berkompeten (abdi dalem keraton) untuk memperoleh data tradisi lisan. Data ini kemudian dikomparasikan untuk ditarik sebuah kesimpulan akhir.

(11)

Tahap selanjutnya, setelah data (bahan) objek penelitian siap untuk disajikan, lalu dilakukan analisis data. Analisis data berupa deskripsi mengenai identifikasi basa bagongan yang terdapat di dalam naskah, yaitu dari tataran morfologi dan gramatikal. Kosa kata yang dianggap basa bagongan dipisahkan dari teks kemudian dipadankan dengan kosa kata lain dalam teks. Selanjutnya kosa kata tersebut dipilah berdasarkan bentuk dasarnya.

1.8 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian penelitian ini mengacu pada Pedoman Penulisan Skripsi oleh Program Studi Sastra Jawa, Jurusan Sastra Nusantara, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tahun 2014. Penelitian ini disajikan dengan sistematika sebagai berikut. Bab I adalah Pendahuluan. Pada bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, dan sistematika penyajian. Bab II berupa deskripsi SPU W.34. Bab ini berisi deskripsi naskah Sĕrat Purwa Ukara dan teks Basa Bagongan. Bab III merupakan suntingan teks dan terjemahan SPU W.34. Pada bab ini berisi pengantar suntingan, pengantar terjemahan, suntingan teks, dan terjemahan. Analisis kebahasaan teks Basa Bagongan disajikan pada BAB IV. Bab ini berisi deskripsi basa bagongan, analisis karakteristik, dan analisis fungsi basa bagongan di dalam teks. Bagian akhir penelitian ini berupa kesimpulan yang disajikan pada bab V.

Referensi

Dokumen terkait

Secara Umum, Pengertian Sistem Operasi adalah perangkat lunak (software) pada komputer yang bertugas dalam menggontrol dan memanajemen perangkat keras dan sebagai

us}u>l fiqh pembahasan tentang sumber hukum Islam adalah tentangmas}lah{ahmursalah. Mas}lah{ahmursalahsecara istilah seperti dikemukakan Abdul Wahab Kallaf berarti

Perjanjian yang dilarang adalah suatu persetujuan yang tertulis atau lisan untuk mengikatkan dirinya yang dilakukan satu atau lebih pelaku usaha dengan satu atau

Dari hasil survei awal terhadap 15 orang responden yang pernah menggunakan jasa penerbangan maskapai Garuda Indonesia di kota Bandung, terkait dengan proses

Istilah daftar rujukan atau referensi digunakan dalam pedoman ini sesungguhnya untuk menekankan bahwa sumber – sumber yang dikutip pada bagian tubuh (isi)

Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39

Bentuk amylum oryzae dalam mikroskop dengan pembesaran 15 X 10 yaitu butir bersegi banyak, tunggal atau majemuk bentuk bulat telur, terdapat butir telur dan hilus

Komunikasi adalah proses penyampaian kebijakan pencegahan malaria, kejelasan isi kebijakan antara pelaksana kebijakan dan sasaran kebijakan pencegahan