• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN KETENAGANUKLIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN KETENAGANUKLIRAN"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

KETENTUAN PERATURAN

PERUNDANG – UNDANGAN KETENAGANUKLIRAN

I. Pendahuluan.

Pada tanggal 10 April 1997 Presiden RI telah menyetujui Rancangan Undang Undang menjadi undang undang di bidang tenaga nuklir yang banyak mendapat perhatian masyarakat. Adapun undang undang dimaksud adalah Undang undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara RI Tahun 1997) No. 23 dan Tambahan Lembaran Negara RI No 3676 untuk menggantikan Undang undang No. 31 tahun 1964 tentang ketentuan – ketentuan Pokok Tenaga Atom.

Penyempurnaan undang undang ini dimaksudkan agar dapat mengikuti perkembangan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia diberbagai bidang sehingga dalam pemanfaatannya dapat menjamin keselamatan pekerja, masyarakat maupun lingkungan hidup. Beberapa hal penting yang tidak diatur dalam undang undang yang lama telah diatur di dalam undang undang ini seperti pemisahan antara Badan Pelaksana (Batan) dengan Badan Pengawas sesuai dengan Konvensi Keselamatan Nuklir (Nuclear Safety Convention), pengusahaan dalam bidang ketenaganukliran, pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir, pengaturan limbah radioaktif, pertanggung jawaban kerugian nuklir, dan lain-lain. Sanksi dalam pelanggaran yang dilakukan oleh pemakai dalam pemanfaatan tenaga nuklir telah diatur dengan jelas sehingga diharapkan para pemakai tenaga nuklir dalam bentuk apapun akan melaksanakannya secara aman serta tunduk pada undang undang ini.

Badan Pengawas melakukan pembinaan, dalam bentuk bimbingan dan penyuluhan sesuai dengan pasal 21 Undang-undang ketenaganukliran yang menyangkut keselamatan dan kesehatan pekerja, dan anggota masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup.

II. Undang Undang Ketenaganukliran

Istilah ketenaganukliran diartikan sebagai hal yang berkaitan dengan pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir serta pengawasan kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir. Sedangkan tenaga nuklir sendiri diartikan sebagai tenaga dalam bentuk apapun yang dibebaskan dalam proses

(2)

transformasi inti, termasuk tenaga yang berasal dari sumber radiasi pengion.

Pemanfaatan adalah kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir yang meliputi penelitian, pengembangan, penambangan, pembuatan, produksi, pengangkutan, penyimpanan, pengalihan, eksport, import, penggunaan, dekomisioning, dan pengelolaan limbah radioaktif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Pemanfaatan tenaga nuklir yang telah digunakan dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu untuk energi dan non energi. Pemanfaatan tenaga nuklir untuk energi adalah dalam bentuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), dimana di dalam reaktor nuklir terjadi reaksi nuklir yang mengakibatkan timbulnya panas dan panas ini diubah menjadi uap yang selanjutnya uap akan dipergunakan memutar turbin yang pada akhirnya terjadi listrik.

Menurut Undang-Undang, reaktor nuklir ini adalah salah satu yang disebut Instalasi nuklir disamping fasilitas yang digunakan untuk pemurnian, konversi, pengayaan bahan nuklir, fabrikasi bahan bakar nuklir dan/ atau olah ulang bahan bakar bekas. Demikian juga halnya fasilitas yang digunakan untuk menyimpan bahan bakar nuklir dan bahan bakar bekas disebut sebagai Instalasi nuklir. Sedangkan pemanfaatan tenaga nuklir dalam bentuk non energi sangat banyak didapati dan digunakan di Indonesia seperti penggunaan zat radioaktif dan sinar-X untuk radiografi, Logging, Gauging, Analisa bahan, Kaos lampu, Perunut/tracer, dan lain-lain.

Dalam bidang penelitian terutama banyak digunakan di pusat penelitian seperti yang dilakukan di Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), mulai dari skala kecil sampai dengan skala besar.

Pemanfaatan dalam bidang kesehatan dapatlihat seperti untuk mendiagnosa kedokteran nuklir, dan penggunaan untuk terapi dimana radiasi digunakan untuk membunuh sel-sel kanker. Untuk semua pemanfaatan tenaga nuklir ini, hal yang harus diutamakan adalah keselamatan, sesuai dengan prinsip keselamatan radiasi dimana dalam pemanfaatan tenaga nuklir harus didasarkan azas manfaat. Dengan kata lain bahwa penggunaan tenaga nuklir di berbagai bidang, keuntungan yang didapat harus jauh lebih besar daripada resiko yang ditimbulkannya. Demikian juga penggunaan bahan nuklir tidak boleh disalahgunakan untuk tujuan lain yang dapat membahayakan manusia.

Di dalam undang undang disebutkan bahwa bahan nuklir, yang terdiri atas bahan galian nuklir, bahan bakar nuklir, dan bahan bakar bekas dapat digunakan siapa saja namun harus tunduk pada peraturan yang ada serta diawasi oleh pemerintah.

(3)

Dalam bab kelembagaan telah dipisahkan antara Badan Pelaksana dengan Badan Pengawas sehingga kebebasan pengawasan dapat lebih terjamin dan tidak terjadi benturan kepentingan seperti dahulu dimana pelaksanaan dan pengaturan serta pengawasan tenaga atom berada di bawah satu atap. Pemisahan kedua fungsi pelaksanaan dan pengawasan ini adalah salah satu ketentuan yang dipersyaratkan oleh Konvensi Keselamatan Nuklir.

Disamping kedua badan ini juga dapat dibentuk Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir yang berfungsi memberikan masukan kepada pemerintah tentang pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia dan unsur yang ada di dalam Majelis ini dapat yang berasal dari perguruan tinggi, para pakar, tokoh masyarakat, dan lain lain. Demikian juga halnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat dibentuk untuk melakukan usaha di bidang ketenaganukliran jika diperlukan.

Khusus untuk penelitian dan pengembangan tenaga nuklir adalah menjadi tugas utama Badan Pelaksana. Dalam penyelenggaraan penelitian di pengembangan itu Badan Pelaksana dapat bekerja sama dengan Instansi dan badan lain yang dapat berupa swasta nasional maupun asing.

Salah satu hal yang penting yang diatur didalam undang undang ini adalah bahwa pengusahaan tenaga nuklir dalam bentuk komersial, dapat dilakukan oleh badan swasta, koperasi maupun BUMN. Sedangkan pengusahaan tenaga nuklir yang non komersial dapat dilakukan oleh Badan Pelaksana dan tentunya bila ada pihak swasta, koperasi maupun BUMN ingin melakukan pengusahaan yang non komersial tersebut dapat bekerja sama dengan Badan Pelaksana. Khusus dalam pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir yang berskala besar dan komersial seperti PLTN hanya dapat dilakukan oleh swasta, koperasi maupun BUMN, sedangkan badan pelaksana tidak boleh melakukannya. Pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir ini harus terlebih dahulu dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia.

Pelaksanaan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia diawasi oleh Badan Pengawas melalui pengaturan, perizinan, dan pemeriksaan (inspeksi). Peraturan menentukan bahwa semua pemanfaatan tenaga nuklir termasuk sumber radiasi pengion harus memiliki izin.

Setiap petugas yang mengoperasikan reaktor nuklir dan petugas tertentu di dalam instalasi nuklir/radiasi tersebut harus diuji untuk menentukan kualifikasinya. Petugas tersebut adalah supervisor reaktor, operator reaktor, ahli radiografi, operator

(4)

radiografi, petugas proteksi radiasi, petugas dosimetri, petugas maintenance sebelum mendapatkan surat izin bekerja. Dengan kata lain bahwa untuk pengoperasian reaktor nuklir dibutuhkan operator dan supervisor reaktor disamping petugas proteksi radiasi yang dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan proteksi radiasi. Sedangkan untuk instalasi lain di luar reaktor nuklir dibutuhkan orang tertentu yang telah diuji kemampuannya dan mendapatkan izin dari yang berwenang.

Untuk melakukan pemeriksaan keselamatan nuklir yang meliputi seluruh wilayah Indonesia tentunya harus ada petugas pengawas, yang disebut sebagai inspektur, yang diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Badan Pengawas. Namun suatu hal yang ditekankan adalah agar Badan Pengawas melakukan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan upaya yang menyangkut keselamatan dan kesehatan pekerja, dan masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup.

Dalam pemanfaatan tenaga nuklir hal yang perlu diperhatikan adalah limbah radioaktif yang dihasilkan oleh instalasi tersebut akan dikelola oleh badan pelaksana. Oleh karena itu penghasil limbah radioaktif tingkat rendah dan tingkat sedang harus mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah dan menyimpan sementara limbah tersebut sebelum diserahkan ke badan pelaksana. Sedangkan limbah radioaktif aktivitas tingkat tinggi, penghasil limbah harus menyediakan tempat sementara yang dapat menyimpan limbah tersebut selama operasi reaktor nuklir dan kemudian akan disimpan kelak ke tempat penyimpanan lestari. Penentuan tempat penyimpanan lestari limbah radioaktif tingkat tinggi perlu dibicarakan dengan DPR untuk mendapat persetujuan karena menyangkut perubahan suatu daerah yang semula dapat dimanfaatkan menjadi suatu daerah yang sama sekali tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lain.

Bila terjadi kerugian yang mengakibatkan kematian, cacat, atau hal lain yang merugikan yang disebabkan oleh kekritisan nuklir maka akibat tersebut harus dibayar oleh pengusaha melalui asuransi. Dengan kata lain bahwa setiap dibangunnya instalasi nuklir maka pengusaha instalasi harus mengasuransikan instalasi tersebut yang dapat membayar kerugian paling banyak 900 milliar rupiah.

Untuk setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja ataupun pengusaha instalasi nuklir dipidana dengan denda serta kurungan yang diatur sebagai berikut :

• Bila reaktor nuklir dioperasikan tanpa memiliki izin dari Yang Berwenang maka akan dikenakan denda paling banyak Rp 1 milliar dan pidana penjara paling lama 15 tahun. Dan apabila pada saat operasi reaktor nuklir yang tidak memiliki izin

(5)

tersebut menimbulkan kerugian nuklir, maka akan dikenakan pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun dan didenda paling banyak Rp. 1 milliar (pasal 41).

• Bila orang tertentu (seperti Petugas Proteksi Radiasi, Ahli Radiografi, Operator Radiografi, Petugas Maintenance, Petugas Dosimetri, Operator Reaktor, Supervisor Reaktor) seperti disebutkan dalam undang undang ini bekerja tanpa memiliki izin dari Yang Berwenang akan dikenakan pidana penjara paling lama 2 tahun dan didenda paling banyak Rp. 50 juta, (pasal 42)

• Bila pemanfaatan tenaga nuklir non reaktor (seperti penggunaan Zat Radioaktif dan ataupun Sumber Radiasi lainnya untuk Radiografi, Logging, Gauging, Analisa, Perunut, Penelitian, Kedokteran yang meliputi Diagnosa pesawat sinar-X, terapi, kedokteran nuklir, dll) dioperasikan tanpa izin dari Yang Berwenang akan dikenakan denda paling banyak sebesar Rp. 100 juta dan bila tidak mampu membayar denda tersebut maka dikenakan pidana penjara paling lama 1 tahun (pasal 43)

• Bila penghasil limbah radioaktif tingkat rendah dan tingkat sedang tidak mengikuti cara pengelolaan seperti yang disebut dalam undang undang ini akan didenda paling banyak Rp. 100 juta. Dan bila tidak mampu membayar denda akan dipidana penjara paling lama 1 tahun penjara (pasal 44 ayat 2 dan 3).

• Untuk limbah radioaktif aktivitas tinggi, pengelolaannya tidak mengikuti peraturan perundangan yang berlaku akan didenda paling banyak sebesar Rp. 300 juta dan pidana penjara paling lama 5 tahun (pasal 44 ayat 1).

III. Keselamatan dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion.

Salah satu peraturan pelaksanaan undang undang ketenaganukliran tersebut adalah Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion dan secara operasional diatur lagi dengan Keputusan Kepala BAPETEN No. 01/Ka-BAPETEN/V-99 yaitu tentang Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap Radiasi. Peraturan Pemerintah ini adalah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1975 tentang Keselamatan kerja terhadap Radiasi yang mulai diberlakukan sejak diundangkan pada tanggal 21 Agustus 2000 yang baru lalu.

Adapun isi dari Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000 antara lain adalah : Penjelasan beberapa istilah yang digunakan dalam peraturan pemerintah ini Ruang

(6)

lingkup dan tujuan; Sistim Pembatasan Dosis; Sistim Manajemen Keselamatan Radiasi; Kalibrasi; Penanggulangan kecelakaan radiasi; dan Sanksi administratif.

(7)

Penjelasan yang diberikan terhadap beberapa istilah yang sering digunakan dalam hal keselamatan radiasi antara lain :

Tenaga nuklir adalah tenaga dalam bentuk apapun yang dibebaskan dalam

proses transformasi inti, termasuk tenaga yang berasal dari sumber radiasi pengion.

Instalasi adalah instalasi zat radioaktif dan instalasi sumber radiasi pengion

Nilai Batas Dosis adalah dosis terbesar yang diizinkan oleh Badan Pengawas

yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek genetik dan somatik yang berarti akibat pemanfaatan tenaga nuklir.

Petugas Proteksi Radiasi adalah petugas yang ditunjuk oleh Pengusaha Instalasi

dan oleh Badan Pengawas dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan-pekerjaaan yang berhubungan dengan proteksi radiasi.

Pekerja Radiasi adalah setiap orang yang bekerja di instalasi nuklir atau instalasi

radiasi pengion yang diperkirakan menerima dosis radiasi tahunan melebihi dosis untuk masyarakat umum.

Pengusaha Instalasi adalah Pimpinan Instalasi atau orang lain yang ditunjuk

untuk mewakilinya dan bertanggung-jawab pada instalasinya.

Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan termasuk kesalahan

operasi, kerusakan ataupun kegagalan fungsi alat atau kejadian lain yang menjurus timbulnya dampak radiasi, kondisi paparan radiasi dan atau kontaminasi yang melampaui batas keselamatan.

Peraturan ini bertujuan untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan ketenteraman, kesehatan para pekerja dan anggota masyarakat, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup. Sedangkan lingkup peraturan ini adalah mengatur tentang persayaratan sistim pembatasan dosis, sistim manajemen keselamatan radiasi, kalibrasi, kesiapsiagaan dan penanggulangan kecelakaan radiasi.

Khusus sistim manajemen keselamatan radiasi yang diatur adalah : Organisasi Proteksi Radiasi, Pemantauan dosis radiasi dan radioaktivitas, Peralatan Proteksi Radiasi, Pemeriksaan Kesehatan, Penyimpanan Dokumentasi, Jaminan Kualitas, Pendidikan dan Pelatihan, dan Kalibrasi.

Sistim pembatasan dosis ini harus memenuhi prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan yaitu Justifikasi, Limitasi dan Optimasi.

(8)

Justifikasi adalah setiap pemanfaatan tenaga nuklir harus berlandaskan azas manfaat dimana resiko yang ditimbulkan oleh pemanfaatan tenaga nuklir harus jauh lebih kecil dibandingkan dengan manfaat yang diterima. Limitasi adalah nilai batas dosis yang ditetapkan oleh peraturan tidak boleh dilampaui.

Optimasi adalah bahwa dalam pemanfaatan tenaga nuklir penyinaran harus diupayakan serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi. Dengan berlandaskan prisip yang telah disebutkan maka setiap pengusaha instalasi yang merancang, membuat, mengoperasikan dan atau merawat sistem dan komponan sumber radiasi harus mencegah terjadinya penerimaan dosis radiasi berlebih. Oleh karena itu setiap membuat rancangan sumber harus memenuhi standar yang telah ditentukan. Nilai batas dosis adalah suatu acuan bagi setiap pekerja untuk mengontrol dirinya atau orang lain dalam mencapai keselamatan radiasi sehingga apabila para pekerja mendapatkan dosis radiasi di bawah nilai yang telah ditetapkan hal ini menunjukkan kondisi yang aman. Namun dalam satu lokasi yang terdapat beberapa instalasi radiasi pengion harus ditentukan nilai batas dosis dan pelepasan radioaktivitas yang paling rendah sehingga tingkat kumulasi tidak melampaui nilai batas yang telah ditentukan.

Nilai Batas Dosis yang dimaksudkan di dalam peraturan ini adalah berlaku untuk pekerja radiasi maupun untuk masyarakat umum yang masing-masing besarnya ditentukan di dalam Keputusan Kepala BAPETEN No. 01/Ka-BAPETEN/V-99. Nilai Batas Dosis ini adalah suatu nilai apabila diterima tidak mempunyai efek baik somatik maupun genetik. Tentang penerimaan dosis ini sebaiknya berprinsip pada ALARA (as low as reasonably achievable). Nilai Batas Dosis ini tidak termasuk radiasi yang didapatkan dari alam dan dari pemeriksaan kesehatan. Dosis radiasi yang didapat oleh masyarakat umum juga dapat diakibatkan pelepasan zat radioaktif dari suatu instalasi atom ke lingkungan. Oleh karena itu telah dikeluarkan Keputusan Kepala BAPETEN No. 02/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Baku Tingkat Radioaktivitas Di Lingkungan, dimana setiap pelepasan zat radioaktif ke lingkungan baik gas, cair, maupun padat telah ditentukan batas aktivitasnya.

Apabila suatu instalasi melepaskan zat radioaktif dengan aktivitasnya melebihi nilai yang telah ditentukan dalam ketentuan tersebut maka instalasi tersebut harus melakukan tindakan sampai nilai yang telah ditetapkan tidak dilampaui.

Agar dalam aatan tenaga nuklir semua pekerjaan terorganisir dengan baik dibutuhkan organisasi proteksi radiasi dengan unsur-unsur yang terlibat di dalamnya

(9)

minimum terdiri dari Pengusaha Instalasi, Petugas Proteksi Radiasi (PPR) Pekerja Radiasi.

Pengusaha instalasi adalah pimpinan instalasi atau orang lain yang ditunjuk

untuk mewakilinya. Dengan demikian segala tanggung-jawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan pemanfaatan tenaga nuklir tersebut adalah berada ditangannya.

Untuk menangani hal-hal yang berhubungan dengan proteksi radisi maka pada satu instalasi paling tidak harus memiliki satu orang Petugas Proteksi Radiasi (PPR).

Pengusaha Instalasi dapat menunjuk dirinya sendiri atau orang lain sebagai PPR setelah mendapat persetujuan dari Instansi Yang Berwenang. Persetujuan dimaksud dapat berupa pengesahan setelah menempuh suatu ujian yang dilaksanakan oleh Instansi Yang Berwenang dan selanjutnya dikeluarkan Surat Izin Bekerja (SIB), atau dengan kebijakan lain yang diberikan oleh Instansi Yang Berwenang. Khusus untuk persyaratan menjadi Petugas Proteksi Radiasi telah ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Bapeten No. 17/Ka-BAPETEN/IX-99. Di dalam SK ini disebutkan bahwa untuk menjadi PPR harus memiliki pendidikan minimum Sarjana Muda atau D-3 teknik. Selain itu semua calon PPR harus mengikuti dan lulus kursus yang diadakan oleh lembaga kursus yang telah diakreditasi oleh Bapeten setelah itu baru dapat mengikuti ujian PPR. Jika yang bersangkutan lulus maka akan diberikan Surat Izin Bekerja (SIB) PPR yang berlaku selama 5 (lima) tahun. Setelah lima tahun dapat diperpanjang lagi secara otomatis asalkan telah mengikuti kursus penyegaran yang dilakukan oleh Bapeten minimum 2 (dua) kali selama SIB berlaku.

PPR ini bertanggung-jawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan keselamatan setiap orang dalam lingkungan kekuasaannya serta diwajibkan menyusun Pedoman Kerja, Instruksi, dan lain-lain yang berhubungan dengan keselamatan radiasi.

Para pekerja radiasi yang dipekerjakan dalam suatu instalasi di samping harus dibekali dengan pendidikan dan pelatihan tentang keselamatan dan kesehatan kerja terhadap radiasi, juga harus sehat jasmani dan rohani. Hal ini harus dibuktikan dengan pemeriksaan kesehatan oleh dokter yang ditunjuk oleh Instalasi bersangkutan. Para pekerja diwajibkan memanfaatkan segala sesuatu yang dapat mengurangi penerimaan dosis radiasi seperti penggunaan peralatan proteksi, memahami juklaknya, dan lain-lain.

Setiap pekerja radiasi dalam melaksanakan pekerjaan di medan radiasi diharuskan memakai peralatan monitor perorangan seperti film badge, TLD, ataupun dosimeter

(10)

saku. Pemakaian film badge disarankan dilakukan maksimum selama 3 bulan setelah itu harus dikirim kepada instansi pengolah film badge untuk mengetahui berapa besar dosis radiasi yang diterima selama bekerja. Instansi pengolah film badge ini harus segera mengirim hasil bacaannya kepada pengguna dan memberikan tembusan kepada Badan Pengawas.

Dalam hal terjadi penerimaan dosis besar yang melampaui nilai batas dosis yang ditentukan maka instansi pengolah harus sesegera mungkinmemberitahukan kepada pengguna untuk mendapat tindak lanjut. Suatu hal yang penting juga adalah bahwa hasil bacaan yang dilakukan oleh instansi pengolah harus dicatat secara teratur oleh instansi pengguna yang disebut sebagai kartu dosis radiasi.

Disamping peralatan monitor perorangan ini, maka pengusaha instalasi harus menyediakan peralatan proteksi radiasi lainnya seperti surveymeter untuk dipakai para pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Alat ini harus dikalibrasi sebelum dipakai untuk menjamin keakurasian pengukurannya.

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa setiap pekerja harus sehat jasmani dan rohani sehingga sebelumnya harus dilakukan pemeriksaan kesehatan.

Pemeriksaan kesehatan ini diwajibkan dilakukan pada calon pekerja radiasi sebelum bekerja dengan radiasi. Selama bekerja dengan radiasi para pekerja juga mendapat kewajiban diperiksakan kesehatannya secara periodik minimum sekali setahun dan bila diperlukan dapat memeriksakan kesehatannya lebih teliti lagi terutama bila terjadi kecelakaan radiasi dan penerimaan dosis tinggi.

Apabila seorang pekerja radiasi memutuskan hubungan kerja dengan instalasi dimana ia bekerja maka dia mendapat kesempatan memeriksakan kesehatannya terakhir dengan biaya ditanggung oleh instalasi tersebut.

Hasil pemeriksaan kesehatan dan kartu dosis harus disimpan secara baik selama 30 tahun setelah pekerja tersebut berhenti bekerja. Dokumen ini adalah salah satu dokumen proteksi radiasi.

Khusus untuk pemanfaatan tenaga nuklir yang memiliki potensi radiologi tinggi diharuskan untuk membuat program jaminan kualitas mulai dari kegiatan perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan perawatan instalasi, serta pengelolaan limbah radioaktif. Progran jaminan kualitas ini harus dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Badan Pengawas.

Pengusaha instalasi diwajibkan melakukan pencegahan terjadinya kecelakaan radiasi yaitu dengan menerapkan dan melaksanakan seluruh peraturan dan juklak

(11)

yang ada. Khusus untuk pemanfaatan tenaga nuklir yang memiliki dampak radiologi tinggi, pengusaha instalasi diwajibkan untuk membuat Rencana penanggulangan Keadaan Darurat yang sekurang-kurangnya memuat : Jenis/klasifikasi kecelakaan yang mungkin terjadi, organisasi penanggulangan keadaan darurat, Prosedur penanggulangan keadaan darurat, peralat penagggulangan yang dibutuhkan, Personil, Latihan, dan sistim komunikasi.

Pelanggaran atas peraturan ini dikenakan sanksi administratif yang kalau tidak diindahkan akan dapat dikenakan sanksi pidana seperti yang tertera di dalam UU No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.

IV. Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir

Peraturan pelaksanaan lain dari Undang-undang Ketenaganukliran adalah Peraturan Pemerintah No. 64 tahun 2000 tentang Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir tanggal 21 Agustus 2000 yang lalu, bersamaan dengan PP 63 tahun 2000.

Istilah pemanfaatan di dalam peraturan ini diartikan secara luas, tidak hanya berarti penggunaan tetapi meliputi perbuatan lain yang berhubungan dengan tenaga nuklir, misalnya : penguasaan, pengedaran, penjualan, penyimpanan, penyerahan, pengangkutan, eksport, import dan lain-lain. Jadi setiap perbuatan itu memerlukan izin dari Instansi Yang Berwenang yaitu Bapeten. Namun dalam hal perizinan ini pengecualian, yang telah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Bapeten No. 19/Ka-BAPETEN/X-99, bahwa pemanfaatan tenaga nuklir aktivitas yang tidak melebihi batas yang tertera dalam Keputusan tidak memerlukan izin pemanfaatan.

Sistem perizinan ini dimaksudkan agar Pemerintah mengetahui dimana saja zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya digunakan di Indonesia, sebab radiasi itu berbahaya.

Secara umum sistem ini memang dilakukan dimana-mana di banyak negara di dunia. Perbedaannya adalah pada instansi yang diberi wewenang yang menangani. Misalnya di Belgia, Denmark, Perancis, Swiss izin pemakaian di bidang kesehatan tidak dimintakan ke Badan Pengawas Tenaga Nuklir melainkan kepada Menteri Kesehatan. Sedangkan di Belanda dimintakan ke Menteri Urusan Sosial dan Kesehatan Masyarakat. Di Amerika Serikat, Nuclear Regulatory Commission di Amerika melakukan pengawasan terhadap bahan nuklir khusus (special nuclear

materials), bahan sumber (source materials) dan zat radioaktif hasil samping (by product materials), dan pembangunan serta pengoperasian instalasi nuklir tertentu.

(12)

Di Indonesia pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir dilakukan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) yang meliputi tenaga yang dihasilkan oleh transformasi inti dan sumber radiasi pengion.

(13)

Untuk mendapat izin pemanfaatan tenaga nuklir maka pemohon harus memenuhi syarat sebagai berikut :

• Memiliki izin usaha atau izin lain dari instansi yang bersangkutan.

• Memiliki fasilitas instalasi untuk melaksanakan pemakaian tenaga nuklir

• Memiliki tenaga yang cakap dan terlatih baik untuk bekerja dengan tenga nuklir;

• Memiliki peralatan tehnis yang diperlukan untuk menjamin perlindungan terhadap radiasi.

• Memiliki prosedur kerja.

Sebagai dasar untuk melakukan pemanfaatan maka dipersyaratkan bagi pengguna telah memiliki izin usaha sehingga dalam pemanfaatan ini tidak ada yang berusaha dalam bidang ketenaganukliran tanpa izin usaha. Tentunya persyaratan ini tidak berlaku untuk lembaga pemerintah.

Fasilitas instalasi pengertiannya adalah tempat, bangunan atau kompleks dengan kegiatan dalam bidang tenaga nuklir.

Persyaratan kedua di atas adalah fasilitas atau bangunan atau ruangan yang tersedia atau peralatan dan pendukungnya (untuk instalasi terbuka) harus sedemikian rupa sehingga tidak ada radiasi yang membahayakan pekerja maupun anggota masyarakat lain. Dengan demikian persyaratan ini bergantung pada jenis pemakaian radiasi. Persyaratan untuk permohonan izin penggunaan irradiator, radiografi industri, pemasangan pesawat sinar-X untuk kesehatan, tidak sama.

Adanya tenaga yang cakap dan terlatih baik harus dibuktikan dengan ujian yang dilakukan oleh Bapeten dan telah mendapatkan SIB. Persyaratan untuk mendapatkan SIB ini telah dijelaskan sebelumnya yaitu berdasarkan Sk Kepala Bapeten No. 17/Ka-Bapeten/IX-99.

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa radiasi tidak dapat dilihat dengan panca indera dan hanya dapat diketahui dengan peralatan. Peralatan minimum untuk para pekerja dalam persyaratan ini adalah monitor perorangan dan surveymeter. Monitor perorangan adalah digunakan untuk mengetahui besarnya dosis radiasi yang diterima pada saat bekerja sedangkan surveymeter digunakan untuk mengetahui laju paparan radiasi pada daerah kerja sehingga penerimaan dosis dapat direncanakan. Surveymeter harus dikalibrasi minimum sekali setahun agar keakurasiannya dapat dipercaya.

(14)

Sesuai dengan peraturan bahwa izin dapat diberikan kepada perseorangan atau Badan asalkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Di dalam Peraturan Pemerintah ini tegas disebutkan bahwa apabila pemohon telah memenuhi semua persyaratan maka dalam 14 (empat belas hari) izin sudah harus terbit. Apabila suatu ketika persyaratan tidak dipenuhi lagi seperti tenaga kerja yang cakap dan terlatih pindah kerja maka dia harus diganti dengan orang mempunyai kualifikasi yang sama dengan orang terdahulu dan harus diberitahukan ke Bapeten. Kalau hal tersebut tidak dapat dipenuhi maka Orang atau Badan yang diberi izin tersebut tidak memenuhi syarat lagi untuk bekerja dengan tenaga nuklir. Di dalam Peraturan Pemerintah ini tegas disebutkan bahwa apabila terjadi perubahan data perizinan sebelum izin berakhir, pemegang izin harus segera mengajukan permohonan perubahan terhadap izin yang sudah diterbitkamn.

Masa berlaku setiap izin tentu ada namun untuk masing-masing tujuan pemanfaatan adalah berbeda. Namun dalam hal pemanfaatan irradiator izin yang diberikan adalah bertahap yaitu izin konstruksi dan izin operasi yang berlaku selama 5 (lima) tahun. Bila masa berlakunya izin sudah atau akan berakhir maka permohonan perpanjangan dapat diajukan kembali, tentunya izin perpanjangan ini akan diberikan jika syarat izin terpenuhi. Namun harus diingat bahwa dalam keadaan tertentu izin dapat dicabut atau dibekukan untuk sementara. Sebagai contoh dapat disebut tidak adanya lagi personil yang cakap dan terlatih untuk bekerja dengan radiasi, tidak menyelenggarakan dokumentasi yang berkaitan dengan pekerjaan dengan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya, melakukan tindakan yang justru memperbesar bahaya yang timbul akibat zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya, dan lain-lain. Untuk pelanggaran ini sudah barang tentu diberikan peringatan kepada Badan/Instansi/Perorangan tersebut. Namun kalau peringatan ini tidak diindahkan maka selanjutnya dapat dilakukan pembekuan izin untuk sementara hingga tegoran atau peringatan tersebut dilaksanakan. Jika hal ini juga tidak diindahkan maka akan dilakukan pencabutan izin, artinya tidak memenuhi syarat lagi untuk menggunakan tenaga nuklir. Apabila hal ini terjadi dan pengguna tetap bekerja maka dapat dikenakan sanksi pidana seperti tertera di dalam UU No. 10 tahun 1997

Yang paling sering dilupakan oleh Pengusaha Instalasi nuklir atau Pemegang izin adalah kewajiban mereka sebagai pemegang izin. Di dalam Peraturan Pemerintah ini ada beberapa kewajiban Pemegang izin yaitu :

(15)

Yang Berwenang terhadap Instalasi pemanfaatan tenaga nuklir

• Memberikan kesempatan untuk pemeriksaan kesehatan tenaga kerja oleh ahli-ahli dari Instansi Yang Berwenang atau dengan kerja sama dengan instansi-instansi Pemerintah yang lain untuk menilai efek radiasi terhadap kesehatan.

• Menyelenggarakan dokumentasi mengenai segala sesuatu yang bersangkutan dengan tenaga nuklir.

• Melakukan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah atau memperkecil bahaya yang timbul akibat pemanfaatan tenaga nuklir terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja radiasi, masyarakat dan lingkungan hidup.

• Mentaati peraturan, pedoman kerja, dan lain-lain ketentuan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas dan instansi lain terkait.

• Memanfaatkan tenaga nuklir sesuai dengan tujuan dalam izin

• Melaporkan kepada Badan Pengawas dan atau instansi lain yang terkait apabila terjadi kecelakaan radiasi.

• Memberikan laporan mengenai pemantauan dosis radiasi pekerja radiasi

• Merlaporkan pemantauan daerah kerja dan lingkungan hidup untuk instalasi yang mempunyai potensi dampak radiologi tinggi kepada Badan Pengawas

• Melaksanakan rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan untuk instalasi yang mempunyai dampak radiologi tinggi.

Salah satu yang perlu diingat bahwa dalam Peraturan Pemerintah ini disebutkan bahwa Pemegang izin bertanggung-jawab atas kerugian yang timbul akibat pemanfaatan tenaga nuklir.

Sedangkan sanksi dapat diberikan secara administratif mulai peringatan, pembekuan izin sampai dengan pencabutan izin. Bila telah dinyatakan izin dicabut dan kegiatan pemanfaatan tenaga terus dilakukan maka akan dikenakan sanksi pidana seperti diatur di dalam Undang-undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. V. Pengangkutan Zat radioaktif.

Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 1975 tentang Pengangkutan Zat Radioaktif adalah peraturan yang mengatur khusus pengangkutan zat radioaktif di seluruh Indonesia. Peraturan Pemerintah ini baru mulai akan direvisi dan sudah disiapkan draft RPP tentang Keselamatan Pengangkutan Zat Radioaktif.

(16)

memindahkan dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan jaringan lalu-lintas umum, termasuk hal-hal mengenai pemuatan, penyimpanan dalam perjalanan dan pembongkaran.

Pengertian pengangkutan disini adalah termasuk semua kegiatan dan kondisi yang berkaitan dengan lalu lintas zat radioaktif yang meliputi disain, fabrikasi dan pemeliharaan, pembungkus, dan penyiapan, pengiriman, penanganan, pemindahan, penyimpanan dalam transit dan penerimaan bungkusan pada tujuan akhir. Namun ketentuan pengangkutan zat radioaktif ini tidak berlaku untuk :

• Pengangkutan zat radioaktif di dalam instalasi tempat zat radioaktif diproduksi, digunakan, disimpan yang dalam hal ini berlaku peraturan keselamatan yang lain.

• Manusia yang sedang menggunakan zat radioaktif pada dirinya untuk tujuan tertentu seperti alat bantu dan pengobatan.

Pengaturan lebih detail masalah pengangkutan ini telah diatur dengan Keputusan Kepala BAPETEN No. 04/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan untuk Pengangkutan Zat Radioaktif dan akan diterbitkan pula Keputusan Kepala BAPETEN tentang Petunjuk Pengangkutan Barang Kiriman Zat Radioaktif Tipe Tertentu. Perlu diingat bahwa selain ketentuan yang disebut pada peraturan pengangkutan zat radioaktif ini berlaku juga ketentuan lain yang berlaku umum untuk pengangkutan barang melalui udara, laut maupun darat. Karena dalam peraturan pengangkutan ini selalu dibicarakan mengenai Pembungkus, Bungkusan, Pengirim, Pengangkut, dan Penerima maka sebaiknya harus dimengerti benar apa istilah-istilah tersebut.

Pembungkus adalah seperangkat komponen yang diperlukan untuk menjamin dipenuhinya syarat-syarat pembungkusan. Dalam pengertian pembungkus termasuk wadah, bahan absorbsi, kerangka, penahan radiasi, peralatan pendingin, penyerap goncangan dan isolasi panas.

Bungkusan adalah pembungkus beserta isi zat radioaktif yang telah memenuhi syarat-syarat pembungkusan dan telah siap untuk diangkut.

Pengirim adalah orang atau badan yang mengirimkan zat radioaktif berdasarkan perjanjian pengangkutan.

Pengangkut adalah orang atau badan yang berdasarkan suatu perjanjian, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan zat radioaktif, seluruhnya atau sebagiannya melalui udara, laut maupun darat.

Penerima adalah orang atau badan yang menerima kiriman zat radioaktif yang ditujukan kepadanya atau atas kuasa pihak lain. Dalam pengertian penerima termasuk

(17)

pula agen atau petugas/pegawai dari penerima yang diberi kuasa olehnya untuk melakukan penerimaan.

Dalam pelaksanaan pengangkutan zat radioaktif maka pengirim, dan penerima harus memiliki izin terlebih dahulu dari Bapeten sebelum melakukan pengiriman, pengangkutan ataupun penerimaan. Masing-masing pengirim, pengangkut, dan penerima mempunyai tanggung-jawab. Namun perlu disebutkan disini bahwa apabila dalam pengangkutan zat radioaktif tidak ada persetujuan dari Yang Berwenang maka pengangkutan tidak boleh dilakukan dan sebaliknya apabila dalam pelaksanaan pengangkutan tersebut telah ada persetujuan dari Yang Berwenang maka pengangkutan dapat dilakukan sebab Yang Berwenang telah menjamin keselamatan radiasi selama pengangkutan tersebut.

Pengirim bertanggung-jawab atas kelayakan bungkusan yang akan dikirim, artinya pengirim harus menjamin bahwa bungkusan yang dikirim layak untuk diangkut baik terhadap keutuhan bungkusan selama pengangkutan ataupun tingkat radiasi pada permukaan atau jarak tertentu dari permukaan bungkusan. Jaminan ini dapat dibuktikan dengan sertifikat bungkusan zat radioaktif tersebut.

Di dalam bungkusan harus disertakan dokumen zat radioaktif secara lengkap baik yang menyangkut aktivitas zat radioaktif, bentuk fisik dan lain-lain. Demikian juga tanda radiasi di luar bungkusan harus jelas dengan keterangan kategori bungkusan, aktivitas serta indeks angkutan.

Untuk keperluan keselamatan maka pengirim juga mempunyai kewajiban memberitahukan segala sesuatu mengenai bungkusan yang dikirimnya termasuk petunjuk teknis serta bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh zat radioaktif tersebut. Dengan demikian apabila terjadi suatu kerugian terhadap pihak lain akibat kekeliruan pemberitahuan, keterangan yang kurang teliti, salah atau tidak lengkap dari pengirim maka yang bertanggung-jawab atas kerugian tersebut adalah pengirim.

Sebelum pengangkutan dilaksanakan maka semua informasi tentang zat radioaktif tersebut harus dievaluasi mulai dokumen yang diajukan hingga konstruksi dan bahan pembungkus zat radioaktif tersebut. Dalam hal ini bila Instansi Yang Berwenang membutuhkan keterangan tambahan ataupun yang menyangkut semua informasi barang yang dikirim maka pengirim berkewajiban memberikannya.

Pengangkut dalam melaksanakan pengangkutan zat radioaktif harus tunduk pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Instansi Yang Berwenang.

(18)

petugas pengangkut serta diberikan jarak yang aman pada penumpang lainnya. Hal ini penting karena dari zat radioaktif secara terus menerus dipancarkan radiasi sehingga dapat membahayakan baik petugas maupun penumpang lainnya. Dalam hal ini petugas hanya diperbolehkan menerima dosis radiasi sebesar 5 mSv/tahun sedangkan masyarakat atau penumpang lain hanya diperbolehkan menerima dosis radiasi sebesar 1 mSv/tahun.

Nilai Batas Dosis untuk pekerja pengangkutan ataupun masyarakat seperti disebutkan di atas sudah mengikuti ketentuan yang baru sehingga ketentuan yang disebutkan pada PP 13 tahun 1975 tidak digunakan lagi dan dalam waktu yang tidak begitu lama akan segera direvisi bersama Peraturan Pemerintah yang lain yang masih diberlakukan hingga sekarang.

Bungkusan zat radioaktif tidak boleh diangkut dalam satu ruangan dengan barang-barang berbahaya lainnya demikian juga halnya dengan film yang belum diproses tidak boleh diletakkan dekat dengan bungkusan.

Selama dalam pengangkutan maka pengangkut harus menjaga sedemikian rupa sehingga bungkusan tidak mengalami kerusakan yang diakibatkan penanganan yang tidak benar. Dengan kata lain bahwa pengangkut bertanggung-jawab atas bungkusan yang diangkut sejak saat menerima dari pengirim sampai saat penyerahan kepada penerima. Pengangkut harus memberitahukan kepada penerima selambat-lambatnya 2 hari setelah barang kiriman sampai pada pelabuhan atau stasiun tujuan. Dalam hal karena suatu hal pengangkut tidak mungkin menyerahkan bungkusan tersebut kepada penerima maka kewajiban pengangkut memberitahu- kan kepada pengirim bahwa bungkusan tersebut belum dapat diserahkan. Pemberitahuan ini disampaikan pen-gangkut kepada penerima selambat-lambatnya 21 hari setelah tanggal pemberitahuan pengangkut kepada penerima. Bungkusan ini tentunya harus ditangani sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kepada orang lain. Oleh karena itu bila bungkusan ini belum diambil maka kewajiban pengangkut untuk menempatkannya pada tempat yang aman.

Penerima yang telah mendapatkan pemberitahuan dari pengangkut bahwa bungkusan telah tiba pada pelabuhan tujuan maka penerima wajib mengambil bungkusan tersebut selambat- lambatnya 14 hari setelah tanggal pemberitahuan.

Pemeriksaan atas bungkusan bisa saja dilakukan oleh Instansi Yang Berwenang asalkan dilakukan pada tempat yang memadai serta terhindar dari bahaya radiasi atau atas petunjuk Petugas Proteksi Radiasi. Kalau bungkusan dibuka maka harus

(19)

dikembalikan ke dalam kondisi semula sebelum diserahkan kepada penerima.

Pada saat pengangkutan kemungkinan kejadian di luar dugaan bisa saja terjadi seperti bungkusan bocor, pecah, rusak karena terbuka, tenggelam atau terbakar. Dalam hal ini maka petugas pengangkut harus segera melakukan tindakan pengisolasian tempat kejadian agar tidak dimasuki orang. Kemudian harus dibuat tanda atau pemagaran bahwa daerah tersebut tertutup bagi siapapun kecuali atas izin tim pengaman. Pemberitahuan harus segera dikirimkan kepada pengirim demikian pula kepada pejabat yang berkepentingan seperti polisi, kepala pelabuhan dan lain-lain yang terkait.

Kemudian tindakan pengamanan harus dipimpin oleh yang mengerti keselamatan radiasi atau Petugas Proteksi Radiasi. Daerah itu dapat dikatakan aman apabila telah dinyatakan oleh Petugas Proteksi Radiasi.

VI. P e n u t u p

Mengingat pandangan dan asumsi masyarakat terhadap ketenaganukliran yang negatif maka dipandang perlu untuk memberikan informasi tentang Ketenaganukliran. Hal ini sesuai dengan pasal 21 undang undang No. 10 tahun 1997 tentang ketenaganukliran

Dengan perundangan-undangan ketenaganukliran, masyarakat akan tahu bahwa dalam penggunaan tenaga nuklir yang telah banyak digunakan di berbagai bidang tidak perlu dikhawatirkankan karena peraturan perundangan mengharuskan pemakai mengikuti aturan-aturan yang ada supaya pekerja, masyarakat maupun lingkungan hidup terhindar dari bahaya radiasi. Badan Pengawas melakukan pengawasan sebagaimana mustinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(20)

FUNGSI ORGANISASI PROTEKSI RADIASI * I. Pendahuluan.

Di Indonesia pemanfaatan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya baik dalam bidang kesehatan maupun dalam bidang industri banyak digunakan sejak puluhan tahun yang lalu. Khusus untuk pemakaian zat radioaktif dan sumber radiasi lainnya dalam bidang industri, pengawasan dilakukan dengan hati-hati terutama yang menyangkut kualifikasi personil. Personil yang bertanggung-jawab terhadap keselamatan radiasi harus benar-benar mengerti masalah-masalah yang berhubungan dengan proteksi radiasi agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kecelakaan radiasi. Seperti diketahui bahwa radiasi tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tidak dapat dirasakan saat mengenai tubuh, sehingga perlu kehati-hatian dari personil yang mengoperasikannya.

Disamping keahlian tehnis ini tentunya juga harus diimbangi dengan masalah yang bersifat administratif sebab kealpaan terhadap administratif seperti pelaksanaan organisasi proteksi radiasi dapat mengarah kepada kecelakaan radiasi.

Berikut ini akan ditinjau khusus masalah organisasi proteksi radiasi sebagai hal yang harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang ada.

II. Fungsi Organisasi Proteksi Radiasi Menurut Peraturan.

Untuk mencapai suatu hasil pekerjaan yang baik dan memuaskan tentunya harus dimulai dari sejak awal perencanaan, dan untuk ini diperlukan kerja sama dengan orang lain tentunya dalam keterlibatan tersebut harus dilihat dan dipertim-bangkan pendidikan, pengalaman, dan lain sebagainya sehingga dalam menyelesaikan pekerjaannya masing-masing menggunakan apa yang mereka miliki.

Namun perlu diingat bahwa walaupun telah memiliki personil yang sesuai dengan pendidikan, pengalaman belum tentu menghasilkan hasil yang optimum, ini dapat terjadi karena antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain atau person yang satu dengan yang lainnya tidak terjadi hubungan dan komunikasi yang baik. Hal lain yang dapat menggagalkan pekerjaan tersebut atau tidak mencapai hasil yang optimum adalah apabila antara atasan dengan bawahan atau sebaliknya tidak ada kecocokan sehingga banyak persoalan yang seharusnya dapat diatasi menjadi penghambat bagi pencapaian tujuan semula.

(21)

Oleh karena itu didalam menyelesaikan suatu pekerjaan baik pekerjaan dalam skala kecil maupun skala besar perlu adanya pengorganisasian sehingga masing-masing orang atau kelompok yang terlibat dalam pekerjaan tersebut mempunyai tugas dan tanggung-jawab yang jelas.

Demikian juga halnya pekerjaan yang menggunakan zat radioaktif dan atau sumber radiasi baik dalam industri ataupun kesehatan, organisasi seperti yang disebutkan di atas sangat diperlukan.

Di dalam pemanfaatan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya para pekerja tidak hanya dituntut dapat menghasilkan kualitas pekerjaan yang tinggi tetapi juga dituntut dapat melaksanakan pekerjaannya dengan selamat karena radiasi yang digunakan tersebut dapat membahayakan dirinya sendiri, masyarakat disekellingnya ataupun lingkungan. Oleh karena itu bekerja dengan radiasi disamping memiliki ilmu pengetahuan tentang pemanfaatan radiasi juga harus memahami ilmu proteksi radiasi. Hal ini sesuai dengan tujuan pemanfaatan radiasi bahwa zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya digunakan harus didasarkan atas azas manfaat dimana keuntungan harus lebih besar dari resiko yang ditimbulkan.

Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 200 menjelaskan bahwa ada 3 unsur yang terlibat apabila menggunakan radiasi yaitu :

III. Petugas Proteksi Radiasi (psl.1. no. 9)

adalah petugas yang ditunjuk oleh Pengusaha Instalasi Atom dan oleh Badan Pengawas dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan proteksi radiasi.

IV. Pekerja Radiasi (psl.1. no. 10).

adalah setiap orang yang bekerja di instalasi nuklir atau instalasi berhubungan radiasi pengion yang diperkirakan menerima dosis radiasi tahunan melebini dosis untuk masyarakat umum.

V. Penguasa Instalasi Atom (psl.1.no. 8).

adalah pimpinan instalasi atau orang lain yang ditunjuk untuk mewakilinya dan bertanggung jawab pada instalasinya.

Jika melihat penjelasan ini maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pemanfaatan teknologi radiasi Pengusaha Instalasi adalah orang yang mempunyai

(22)

wewenang tertinggi di Instansi tersebut karena dia adalah pimpinan instalasi. Namun dalam hal tertentu masih diberikan peluang bahwa Pengusaha Instalasi ini tidak harus pimpinan tertinggi di dalam suatu instansi tetapi dapat diberikan mandat kepada orang lain yang dipercaya mewakilinya untuk mengemban segala tanggung-jawab yang disebabkan oleh radiasi baik terhadap pekerja, masyarakat maupun lingkungan.

Untuk melaksanakan tanggung-jawab ini lebih detail ditegaskan pada psl.9 ayat (2) bahwa Setiap Pengusaha Instalasi wajib orang lain atau dirinya sendirisebagai Petugas Proteksi Radiasi. Sedangkan Petugas Proteksi Radiasi bertanggung-jawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan keselamatan setiap orang dalam lingkungan kewenangannya kepada Pengusaha Instalasi. Oleh karena peranan penting dari PPR maka sebelum bertugas , PPR harus mengikuti pengujian untuk mendapatkan “Surat Izin Bekerja”.

Dengan demikian segala persoalan yang berhubungan dengan keselamatan yang ditimbulkan oleh radiasi harus dapat diatasi oleh Petugas Proteksi Radiasi karena hanya dialah yang dianggap mampu untuk menyelesai-kannya. Dalam melaksa-nakan tugas keselamatan ini tentunya hubungan antara Petugas Proteksi Radiasi dengan Pengusaha Instalasi serta Pekerja Radiasi lainnya harus terjalin dengan baik.

Pada Peraturan Pemerintah No. 64 tahun 2000 muncul istilah Pemegang Izin yang tak lain adalah Pengusaha Instalasi yang pada psl.11 disebutkan bahwa Pemegang Izin bertanggung-jawab atas kerugian yang timbul akibat pemapemanfaatan netaga nuklir. Dan bahkan pada psl. 10 menyebutkan kewajiban Pemegang izin adalah sebagai berikut :

a. Memberikan kesempatan untuk pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pengawas terhadap instalasi pemanfaatan tenaga nuklir.

b. Melaksanakan pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi sebelum bekerja, selama bekerja secara berkala dan sewaktu-waktu bila diperlukan, dan yang akan memutuskan hubungan kerja;

c. Memberikan kesempatan untuk pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi yang dilakukan oleh Badan Pengawas atau bekerjasama dengan Instansi Pemerintah lain untuk menilai efek radiasi terhadap kesehatan;

d. Menyelenggarakan dokumentasi mengenai segala sesuatu yang bersangkutan dengan tenaga nuklir;

(23)

e. Melakukan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah atau memperkecil bahaya yang timbul akibat pemanfaatan tenaga nuklir terhadap kesehatan dan keselamatan pekerja radiasi, masyarakat dan lingkungan hidup.

f. Mentaati peraturan , pedoman kerja, dan ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan oleh Badan Pengawas dan instansi lain terkait;

g. Memanfaatkan tenaga nuklir sesuai tujuan dalam izin;

h. Melaporkan kepada Badan Pengawas dan atau instansi lain yang terkait apabila terjadi keselakaan radiasi;

i. Memberikan laporan pengenai pemantauan dosis radiasi pekerja radiasi; j. Melaporkan pemantauan daerah kerja dan lingkungan hidup untuk instalasi

yang mempunyai potensi dampak radiologi tinggi kepada Badan Pengawas; k. Melaksanakan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana

Pemantauan Lingkungan untuk instalasi yang mempunyai dampak radiologi tinggi.

Dari sini terlihat bahwa Pengusaha Instalasi mempunyai tanggung-jawab keselamatan radiasi secara intern maupun ekstern. Dia harus bertanggung-jawab terhadap keselamatan para pekerja, masyarakat maupun lingkungan serta tidak boleh menolak kehadiran Badan Pengawas (inspektur) untuk menilai apakah ketentuan keselamatan radiasi telah dilaksanakan atau tidak di lingkungan kekuasaannya.

Pekerja Radiasi dalam Peraturan Pemerintah No.63 tahun 2000 adalah orang yang sehat rohani dan jasmani serta secara berkala mendapat pemeriksaan kesehatan secara teliti dan menyeluruh oleh dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha Instalasi dan disetujui oleh instansi yang berwenang dalam bidang ketenagakerjaan, rumah sakit umum atau Badan Pengawas.

Disamping itu dalam melaksanakan pekerjaannya Pekerja Radiasi senantiasa mendapat pengamatan dosis radiasi yang diterimanya yang berarti untuk melak-sanakan pekerjaan dengan radiasi ini dia harus dibekali dengan monitor perorangan sehingga pengamatan dosis radiasi dimaksud dapat dilakukan. Setiap pekerja radiasi berhak mengetahui catatan dosis selama bekerja.

(24)

Bila dilihat dari penjelasan ini secara umum terlihat adanya suatu organisasi dalam memanfaatkan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya yang disebut Organisasi Proteksi Radiasi melibatkan Pengusaha Instalasi, Petugas Proteksi Radiasi, dan Pekerja Radiasi dimana secara rinci SK Kepala Bapeten No. I/ Ka. Bapeten/ V –1999 menjabarkan tugas dan kewajiban ketiga unsur tersebut yaitu :

VI. Tanggung-jawab Penguasa Instalasi.

Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya dalam keselamatan radiasi Pengusaha Instalasi harus melaksanakan tindakan tersebut di bawah ini:

a. Membentuk Organisasi Proteksi radiasi dan menunjuk Petugas Proteksi Radiasi dan bila perlu Petugas Proteksi Radiasi pengganti.

b. Hanya mengizinkan seseorang bekerja dengan sumber radiasi setelah memperhatikan segi kesehatan, pendidikan dan pengalaman kerja dengan sumber radiasi.

c. Memberitahukan kepada semua pekerja radiasi tentang adanya potensi bahaya radiasi yang terkandung dalam tugas mereka dan memberikan latihan proteksi radiasi.

d. Menyediakan aturan keselamatan radiasi yang berlaku dalam lingkungannya sendiri, termasuk aturan tentang penanggulangan keadaan darurat.

e. Menyediakan prosedur kerja yang diperlukan.

f. Menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi magang dan pekerja radiasi dan pelayanan kesehatan bagi pekerja radiasi.

g. Menyediakan fasilitas dan peralatan yang diperlukan untuk bekerja dengan sumber radiasi.

h. Memberitahukan Badan Pengawas Tenaga Nuklir dan Instansi lain terkait (misalnya Kepolisian dan dinas kebakaran) bila terjadi bahaya radiasi atau keadaan darurat lainnya.

VII. Tanggung-jawab dan Kewajiban Petugas Proteksi Radiasi.

Petugas Proteksi Radiasi berkewajiban membantu Pengusaha Instalasi dalam melaksanakan tanggung-jawabnya di bidang proteksi radiasi. Sebagai pengemban tugas tersebut Petugas Proteksi Radiasi diberi wewenang untuk mengambil tindakan-tindakan seperti berikut :

(25)

a. Memberikan instruksi teknis dan administratif secara lisan atau tertulis kepada pekerja radiasi tentang keselamatan kerja radiasi yang baik, Instruksi ini harus mudah dimengerti, dan dapat dilaksanakan.

b. Mengambil tindakan untuk menjamin agar tingkat penyinaran serendah mungkin dan tidak akan pernah mencapai batas tertinggi yang berlaku serta menjamin agar pelaksanaan pengelolaan limbah radioaktif sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c. Mencegah dilakukannya perubahan terhadap segala sesuatu sehingga dapat menimbulkan kecelakaan radiasi.

d. Mencegah zat radioaktif jatuh ketangan orang yang tidak berhak.

e. Mencegah kehadiran orang yang tidak berkepentingan ke dalam daerah pengendalian.

f. Menyelenggarakan dokumentasi yang berhubungan dengan proteksi radiasi. g. Menyarankan pemeriksaan kesehatan terhadap pekerja radiasi apabila

diperlukan dan melaksanakan pemonitoran radiasi serta tindakan proteksi radiasi.

h. Memberikan penjelasan dan menyediakan perlengkapan proteksi radiasi yang memadai kepada para pengunjung atau tamu apabila diperlukan.

VIII. Tanggung-jawab dan kewajiban Pekerja Radiasi.

Seorang pekerja radiasi ikut bertanggung-jawab terhadap keselamatan radiasi di daerah kerjanya, dengan demikian ia mempunyai kewajiban seperti berikut :

a. Mengetahui, memahami dan melaksanakan semua ketentuan keselamatan kerja radiasi.

b. Memanfaatkan sebaik-baiknya peralatan keselamatan radiasi yang tersedia, bertindak hati-hati, serta bekerja secara aman untuk melindungi baik dirinya sendiri maupun pekerja lain.

c. Melaporkan setiap kejadian kecelakaan bagaimanapun kecilnya kepada Petugas Proteksi Radiasi.

d. Melaporkan setiap gangguan kesehatan yang dirasakan, yang diduga akibat penyinaran lebih atau masuknya zat radioaktif ke dalam tubuh

(26)

IX. Pelaksanaan di Lapangan.

Pengorganisasian ataupun penjabaran tugas dan kewajiban para unsur yang terlibat didalam melakukan pemanfaatan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya baik dalam perusahaan besar maupun kecil di instalasi penelitian dimaksudkan supaya masing-masing orang yang dilibatkan dalam pekerjaan tersebut tahu tentang tugas dan kewajibannya sehingga pemanfaatan radiasi ini terlaksana dengan benar.

Dari segi pelaksanaan teknis dapat dikatakan bahwa proteksi radiasi telah dilakukan dengan memadai oleh para pekerja yang telah terlatih dengan baik walaupun sudah barang tentu perlu adanya penambahan pengetahuan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Akan tetapi pelaksanaan tehnis ini dalam beberapa hal tidak diikuti oleh kepatuhan administrasi seperti pelaksanaan organisasi proteksi radiasi secara operasional. Beberapa pelanggaran administrasi ini masih sering terjadi dan suatu saat kelak dapat berakibat fatal bila tidak segera dibenahi.

Data-data inspeksi menggambarkan bahwa pelanggaran administrasi ini jauh lebih besar dibandingkan pelanggaran teknis terutama masalah fungsi Pengusaha Instalasi dalam organisasi proteksi radiasi.

Dalam bidang industri misalnya ternyata bahwa Pengusaha Instalasi atau Pemegang Izin tidak menguasai apa sebenarnya tugas dan kewajibannya. Misalnya belum pernah melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi secara rutin; tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan Buku Petunjuk Pelaksanaan Kerja (JUKLAK) padahal dia sendiri yang menandatangani; tidak mengerti fungsi dan kegunaan film badge sehingga dalam melakukan pencatatan tidak pernah ada instruksi atau pemonitoran secara langsung; tidak mengerti apa-apa yang harus didokumentasikan; tidak menaruh perhatian penuh terhadap pentingnya penambahan ilmu proteksi radiasi bagi para pekerja.

BAPETEN sebagai Badan Pengawas melaksanakan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan sebagaimana diperintahkan oleh Undang-undang tentang Ketenaganukliran. Usaha-usaha untuk memberikan motivasi dalam bekerja dengan radiasi tetap dilakukan, bahwa bekerja dengan radiasi memerlukan persyaratan teknis tertentu. Namun dalam hal terjadi pelanggaran, maka tindakan yang dilakukan akan disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yaitu melakukan peringatan kemudian bila peringatan tersebut tidak diindahkan akan dilakukan tindakan

(27)

berikutnya yaitu pembekuan izin, dan apabila dengan tindakan ini tidak ada perubahan ke arah perbaikan maka akan dilakukan pencabutan izin artinya instansi/perusahaan tersebut tidak boleh menggunakan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya.

Oleh sebab itu masalah fungsi organisasi ini harus mendapat perhatian sehingga pelanggaran atas pemakaian sumber radiasi tidak terjadi lagi. Sudah tentu pemenuhan seluruh peraturan ini adalah sebagai tujuan kita bersama.

X. Kesimpulan.

Dalam pemanfaatan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya di Indonesia masalah tehnis tentang proteksi radiasi dapat dikatakan sudah cukup memadai dan sudah barang tentu perlu peningkatan sesuai dengan perkembangan ilmu pengeta-huan tentang keselamatan radiasi. Dilain pihak yang sangat mempri-hatinkan adalah masalah pelanggaran administratif terutama masalah pelaksanaan organisasi proteksi radiasi di lapangan.

Olehkarena ketidakpatuhan administratif ini juga adalah pelanggaran maka perlu segera dilakukan tindakan perbaikan artinya organisai proteksi radiasi harus dilaksanakan secara serius. Dengan demikian pemanfaatan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya tidak akan menjadi masalah di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam tahap perencanaan peneliti akan membuat perencanaan sebagai berikut: menyusun instrumen pembelajaran berupa RPP dengan menerapkan metode eksperimen beserta

latihan dan data baru disebabkan data baru memiliki karakteristik sinyal yang berbeda dengan data latihan sehingga akan memberikan koefisien LPC yang berbeda

Tindakan bunuh diri, percobaan bunuh diri, dugaan bunuh diri, atau pencederaan diri oleh Peserta, baik yang dilakukan dalam keadaan sadar atau tidak sadar, sehat jiwa atau

Diharapkan dari hasil penelitian komposit aluminum berpenguat partikel keramik ini diperoleh suatu desain material komposit yang mempunyai sifat mekanik unggul, seperti

Berdasarkan berbagai keterbatasan yang dialami peneliti baik dari segi pengetahuan dan pengalaman maka peneliti mengadakan pembatasan masalah yang akan diteliti

memerintahkan kepada Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan, Badan Usaha Angkutan Udara yang pesawat udaranya menjadi objek tindakan melawan hukum dan bandar udara

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas penggunaan informasi akuntansi manajemen dalam pengambilan keputusan investasi gedung di dalam

skala Likert 1 – 3 sebagai kategori user, tidak pernah menggunakan internet, jika ada perlu saja, atau mengakses internet kurang dari dua hari dalam seminggu. b) Manipulators