• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOEKOLOGI DAN TINGKAH LAKU DUYUNG SEBAGAI DASAR REKOMENDASI WISATA PENGAMATAN DUYUNG YANG BERTANGGUNG JAWAB DI SAP SELAT PANTAR DAN LAUT SEKITARNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BIOEKOLOGI DAN TINGKAH LAKU DUYUNG SEBAGAI DASAR REKOMENDASI WISATA PENGAMATAN DUYUNG YANG BERTANGGUNG JAWAB DI SAP SELAT PANTAR DAN LAUT SEKITARNYA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Bioekologi dan Tingkah Laku Duyung sebagai Dasar Rekomendasi Wisata Pengamatan Duyung yang Bertanggung ....

231

231

BIOEKOLOGI DAN TINGKAH LAKU DUYUNG

SEBAGAI DASAR REKOMENDASI WISATA

PENGAMATAN DUYUNG YANG BERTANGGUNG

JAWAB DI SAP SELAT PANTAR DAN LAUT

SEKITARNYA

Juraij

1

, Erik Munandar

2

, Khaifin, Alexandra Maheswari Waskita

3

, Izaak

4

,

Guntur Wibowo

5

, Yuniarti Karina Pumpun

6

, Mahfud

7

1

Yayasan Lamun Indonesia,

2

Institut Pertanian Bogor,

3

WWF-Indonesia,

4

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT,

5

BKKPN Kupang,

6

BPSPL Denpasar Satker Kupang,

7

Universitas Muhammadiyah Kupang

ABSTRACT

Study on dugong (Dugong dugon) bioecology and behavior in Kabola subdistrict, Alor regency, NTT is performed regarding increasing number of tourism activity. A survey is done on 30 October-2 November 2017 to identify behavior and dugong’s sound characteristic, as well as to study the interaction happens between dugong and humans. A number of behaviors were recorded, such as swimming, eating, resting, breathing, playing the propeller, camera and hydrophone underwater, socializing with sea turtle and fish, inflating it’s genital and rubbing its body and genital to the boat. There are several types of sound produced by dugong which are chirps, barks, and trills. The interaction between dugong and humans affects those unnatural behaviors. This study also provides recommendations of best practices of how dugong watching should be done responsibly.

Keywords: dugong, sound, behavior, tourism, Alor

ABSTRAK

Kajian terhadap aspek bioekologi dan tingkah laku seekor duyung fDugong dugonj di Kelurahan Kabola, Kabupaten Alor dilakukan sehubungan dengan semakin meningkatnya jumlah kunjungan wisata. Penelitian dilakukan pada 30 Oktober-2 November 2017 untuk mengidentifikasi tingkah laku dan karakteristik suara duyung, mengkaji interaksi yang terjadi antara duyung dengan manusia. Tercatat sejumlah perilaku duyung seperti berenang, makan, istirahat, bernafas, memainkan kemudi, kamera, dan hydrophone di bawah air, sosialisasi dengan penyu dan ikan, menggesekan tubuhnya ke kapal, mengeluarkan penis, menggesekan tubuhnya ke kemudi, menggesekan penisnya ke kapal dan memeluk manusia. Terdapat tipe suara yang dihasilkan oleh duyung yakni chirps, barks dan trills. Beberapa perilaku yang tidak alami merupakan bentuk perubahan perilaku duyung setelah berinteraksi dengan manusia. Kajian ini juga memberikan beberapa rekomendasi praktik terbaik bagaimana kegiatan mengamati duyung dilakukan secara bertanggung jawab.

(2)

1st International Proceeding: Building Synergy on Diversity in The Borders “Embodying The Global Maritime Axis”

232

1. PENDAHULUAN

Duyung (Dugong dugon) merupakan salah satu dari 35 jenis mamalia laut yang dijumpai di perairan Indonesia. Salah satu wilayah yang dihuni oleh duyung berada di Kabupaten Alor yang termasuk ke dalam kawasan konservasi Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar dan laut sekitarnya. Temuan terdahulu WWF-Indonesia (2017) menunjukkan terdapat satu ekor duyung yang berada di perairan Kelurahan Kabola. Duyung biasa ditemukan pada sekitar perairan lepas pantai yang memungkinkannya untuk mengakses wilayah perairan dangkal maupun perairan lebih dalam (Anderson 1981).

Duyung saat ini telah menjadi salah satu daya tarik pariwisata dengan semakin meningkatnya jumlah kunjungan. Pada Juli 2017, tercatat sebanyak 41 orang yang datang berkunjung untuk mengamati duyung yang berada di habitatnya. Di sisi lain, keberadaan duyung masih terancam kegiatan penangkapan tidak disengaja/sampingan (bycatch) dan peruburan untuk diambil air mata, tulang, dan dagingnya. Ancaman ini membahayakan duyung yang memiliki masa reproduksi lambat yaitu 10 tahun untuk menj adi dewasa dan 14 bulan untuk melahirkan satu individu baru dengan interval 2,5-5 tahun. Penelitian dilakukan untuk dapat mengidentifikasi tingkah laku dan karakteristik suara duyung yang berada di perairan Kelurahan Kabola, mengkaji interaksi yang terjadi antara duyung dengan manusia, serta memberikan rekomendasi mengenai praktik berinteraksi yang baik dan bertanggung jawab untuk pengamatan duyung di perairan Kelurahan Kabola, Kabupaten Alor.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada 30 Oktober-2 November 2017 di Perairan Pantai Mali, Kelurahan Kabola, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur.

A. Pengamatan tingkah laku duyung secara

visual

Pengamatan tingkah laku duyung dilakukan untuk mengetahui aktivitas duyung pada suatu perairan. Dalam pengamatan ini dilakukan metode ad libitum, yaitu mencatat setiap aktivitas dan waktu dari obyek yang diamati. Diperlukan peralatan seperti binokuler, kamera DSLR lensa tele, peralatan dasar selam (alat snorkeling), kamera bawah air, drone, dan alat tulis

selama kegiatan pengamatan. Data yang dikumpulkan selama pengamatan antara lain: 1)

seluruh aktivitas dari duyung pada saat muncul ke permukaan, foto/video duyung saat muncul ke permukaan, beraktivitas di bawah air, serta foto/video duyung dari permukaan air; 2) perilaku duyung ketika bertemu kapal nelayan dan snorkeler. Keseluruhan data yang ada selanjutnya dianalisis untuk mencari kecenderungan tingkah laku duyung.

B. Identifikasi karakteristik suara duyung saat

beraktivitas dan berinteraksi dengan kapal

dan manusia

Pengamatan tingkah laku duyung dilakukan pula melalui survei bioakustik dengan metode passive acoustic monitoring. Perangkat yang digunakan adalah dua unit hydrophone yang disambungkan dengan amplifier (pengatur sinyal suara) dan perekam. Sumber energi didapatkan dari baterai. Perangkat hydrophone disusun dengan skema Gambar 1.

mengamati duyung yang berada di

habitatnya. Di sisi lain, keberadaan

duyung masih terancam kegiatan

penangkapan tidak disengaja/ sampingan

(bycatch) dan peruburan untuk diambil

air mata, tulang, dan dagingnya.

Ancaman ini membahayakan duyung

yang memiliki masa reproduksi lambat

yaitu 10 tahun untuk menjadi dewasa dan

14 bulan untuk melahirkan satu individu

baru dengan interval 2,5-5 tahun.

Penelitian dilakukan untuk dapat

mengidentifikasi tingkah laku dan

karakteristik suara duyung yang berada

di perairan Kelurahan Kabola, mengkaji

interaksi yang terjadi antara duyung

dengan manusia, serta memberikan

rekomendasi mengenai praktik

berinteraksi yang baik dan bertanggung

jawab untuk pengamatan duyung di

perairan Kelurahan Kabola, Kabupaten

Alor.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada 30

Oktober-2 November 2017 di Perairan

Pantai Mali, Kelurahan Kabola,

Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur.

A. Pengamatan tingkah laku duyung

secara visual

Pengamatan tingkah laku duyung

dilakukan untuk mengetahui aktivitas

duyung pada suatu perairan. Dalam

pengamatan ini dilakukan metode ad

libitum, yaitu mencatat setiap aktivitas

dan waktu dari obyek yang diamati.

Diperlukan peralatan seperti binokuler,

kamera DSLR lensa tele, peralatan dasar

selam (alat snorkeling), kamera bawah

air, drone, dan alat tulis selama kegiatan

pengamatan. Data yang dikumpulkan

selama pengamatan antara lain: 1)

seluruh aktivitas dari duyung pada saat

muncul ke permukaan, foto/ video

duyung saat muncul ke permukaan,

beraktivitas di bawah air, serta foto/

video duyung dari permukaan air; 2)

perilaku duyung ketika bertemu kapal

nelayan dan snorkeler. Keseluruhan data

yang ada selanjutnya dianalisis untuk

mencari kecenderungan tingkah laku

duyung.

B. Identifikasi karakteristik suara

duyung saat beraktivitas dan

berinteraksi dengan kapal dan

manusia

Pengamatan tingkah laku duyung

dilakukan pula melalui survei bioakustik

dengan metode passive acoustic

monitoring. Perangkat yang digunakan

adalah dua unit hydrophone yang

disambungkan dengan amplifier

(pengatur sinyal suara) dan perekam.

Sumber energi didapatkan dari baterai.

Perangkat hydrophone disusun dengan

skema Gambar 1.

Gambar 1. Skema perangkat

hydrophone diadopsi dari Ichikawa

(2006)

Hydrophone yang digunakan merupakan

jenis omnidirectional hydrophone yang

mampu menangkap suara dari berbagai

arah di sekeliling hydrophone yang dapat

menangkap rentang frekuensi 0,1-24

kHz (Lillis 2018). Rentang frekeuensi

tersebut dapat menangkap suara duyung

yang berada pada rentang 500-2200 Hz.

Penggunaan hydrophone dilakukan pada

dasar perairan yang relatif datar dan

dapat merekam selama 24 jam penuh

dengan penggantian baterai dan memori

penyimpanan.

Metode yang digunakan merupakan

skema Floating Stationary Survey yaitu

sebuah omnidirectional hydrophone

dihubungkan dengan perekam suara

yang berada di atas kapal. Hydrophone

ditenggelamkan dengan ketinggian

minimal 1 meter dari permukaan air

(Gambar 2).

Gambar 1

Skema perangkat hydrophone diadopsi dari Ichikawa (2006)

Hydrophone yang digunakan merupakan jenis omnidirectional hydrophone yang mampu menangkap suara dari berbagai arah di sekeliling hydrophone yang dapat menangkap rentang frekuensi 0,1-24 kHz (Lillis 2018). Rentang frekeuensi tersebut dapat menangkap suara duyung yang berada pada rentang 500-2200 Hz. Penggunaan hydrophone dilakukan pada dasar perairan yang relatif datar dan dapat merekam selama 24 jam penuh dengan penggantian baterai dan memori penyimpanan.

Metode yang digunakan merupakan skema Floating Stationary Survey yaitu sebuah omnidirectional hydrophone dihubungkan dengan perekam suara yang berada di atas kapal. Hydrophone ditenggelamkan

(3)

Bioekologi dan Tingkah Laku Duyung sebagai Dasar Rekomendasi Wisata Pengamatan Duyung yang Bertanggung ....

233

dengan ketinggian minimal 1 meter dari permukaan air (Gambar 2).

Gambar 2. Skema perekaman dengan

metode Floating Stationary Survey

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengamatan tingkah laku duyung

Pengamatan dilakukan selama empat

hari, yaitu 30 Oktober-2 November 2017

di Perairan Mali, Kelurahan Kabola

(Gambar 3). Pemilihan lokasi

berdasarkan survei pendahulu yang

dilaksanakan oleh WWF-Indonesia

(2017).

Gambar 3. Peta lokasi pengamatan

tingkah laku duyung di Kabola

Terdapat empat skenario dalam

pengamatan ini, yaitu pada hari pertama

tim melakukan pengamatan dengan satu

kapal tanpa melakukan perlakuan

apapun dan mencatat semua aktivitas

yang dilakukan duyung. Hari kedua

pengamatan dilakukan dengan satu kapal

dengan mencoba menurunkan orang

yang snorkeling. Pada hari ketiga dan

keempat dilakukan pengamatan

menggunakan dua kapal (kapal

Onesimus Laa dan Musa Serang).

Hari pertama

Selama observasi hari pertama, melalui

pengamatan menggunakan satu buah

kapal berhasil ditemukan aktivitas yang

dilakukan duyung adalah mengambil

nafas (38,68%) dan berenang di

permukaan (37,4%). Duyung berenang

di permukaan air di sekitar kapal dengan

jarak 1-3 meter dari kapal. Duyung

merupakan mamalia laut yang bernafas

menggunakan paru-paru dan tidak bisa

memanfaatkan Oksigen terlarut dalam

air.

Aktivitas lainnya yang diamati

dilakukan duyung adalah mengeluarkan

penisnya (5,76%) dan menggesekkannya

ke lambung kapal. Duyung memiliki alat

kelamin jantan yang berbeda dengan

mamalia darat, yaitu terdapat di dalam

tubuhnya dan akan keluar jika ada

sesuatu yang merangsangnya. Hal ini

juga terjadi pada mamalia laut lainnya

yaitu lumba-lumba yang ketika birahi

akan mengeluarkan kelamin dan

menggesekkannya (Silva-Jr 2005).

Duyung di Perairan Mali memiliki

panjang tubuh 2,5 meter dengan usai

remaja menjelang dewasa. Pada usia

inilah duyung biasanya mencari betina

untuk dikawininya. Namun, dalam

survei pengamatan pada 2017 dan 2018

oleh tim WWF-Indonesia, tidak

ditemukan adanya keberadaan duyung

betina di Perairan Mali, Kelurahan

Kabola.

Hari kedua

Pengamatan hari kedua dilakukan

menggunakan satu kapal dengan

menurunkan 4 orang (3 laki-laki dan 1

perempuan) pada pagi hari dan 1 orang

laki-laki pada sore hari untuk snorkeling

di sekitar kapal. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui bagaimana respon duyung

terhadap manusia yang melakukan

aktivitas di sekitar kapal.

Pengamatan dimulai pada pukul 9.21

WITA, dimana pada pukul 9.50 WITA

orang pertama (laki-laki) turun untuk

snorkeling di ujung depan kanan cadik

kapal. Duyung berenang di sekitar orang

tersebut dan melakukan aktivitas

memeluk selama ±10 detik, setelah itu

memperlihatkan punggungnya dan

menyelam ke dasar perairan untuk

makan. Pukul 9.54 WITA duyung

kembali memeluk orang pertama dengan

lebih kuat hingga fins terlepas dari kaki

Gambar 2

Skema perekaman dengan metode Floating Stationary Survey

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengamatan tingkah laku duyung

Pengamatan dilakukan selama empat hari, yaitu 30 Oktober-2 November 2017 di Perairan Mali, Kelurahan Kabola (Gambar 3). Pemilihan lokasi berdasarkan survei pendahulu yang dilaksanakan oleh WWF-Indonesia 12017).

Gambar 2. Skema perekaman dengan

metode Floating Stationary Survey

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengamatan tingkah laku duyung

Pengamatan dilakukan selama empat

hari, yaitu 30 Oktober-2 November 2017

di Perairan Mali, Kelurahan Kabola

(Gambar 3). Pemilihan lokasi

berdasarkan survei pendahulu yang

dilaksanakan oleh WWF-Indonesia

(2017).

Gambar 3. Peta lokasi pengamatan

tingkah laku duyung di Kabola

Terdapat empat skenario dalam

pengamatan ini, yaitu pada hari pertama

tim melakukan pengamatan dengan satu

kapal tanpa melakukan perlakuan

apapun dan mencatat semua aktivitas

yang dilakukan duyung. Hari kedua

pengamatan dilakukan dengan satu kapal

dengan mencoba menurunkan orang

yang snorkeling. Pada hari ketiga dan

keempat dilakukan pengamatan

menggunakan dua kapal (kapal

Onesimus Laa dan Musa Serang).

Hari pertama

Selama observasi hari pertama, melalui

pengamatan menggunakan satu buah

kapal berhasil ditemukan aktivitas yang

dilakukan duyung adalah mengambil

nafas (38,68%) dan berenang di

permukaan (37,4%). Duyung berenang

di permukaan air di sekitar kapal dengan

jarak 1-3 meter dari kapal. Duyung

merupakan mamalia laut yang bernafas

menggunakan paru-paru dan tidak bisa

memanfaatkan Oksigen terlarut dalam

air.

Aktivitas lainnya yang diamati

dilakukan duyung adalah mengeluarkan

penisnya (5,76%) dan menggesekkannya

ke lambung kapal. Duyung memiliki alat

kelamin jantan yang berbeda dengan

mamalia darat, yaitu terdapat di dalam

tubuhnya dan akan keluar jika ada

sesuatu yang merangsangnya. Hal ini

juga terjadi pada mamalia laut lainnya

yaitu lumba-lumba yang ketika birahi

akan mengeluarkan kelamin dan

menggesekkannya (Silva-Jr 2005).

Duyung di Perairan Mali memiliki

panjang tubuh 2,5 meter dengan usai

remaja menjelang dewasa. Pada usia

inilah duyung biasanya mencari betina

untuk dikawininya. Namun, dalam

survei pengamatan pada 2017 dan 2018

oleh tim WWF-Indonesia, tidak

ditemukan adanya keberadaan duyung

betina di Perairan Mali, Kelurahan

Kabola.

Hari kedua

Pengamatan hari kedua dilakukan

menggunakan satu kapal dengan

menurunkan 4 orang (3 laki-laki dan 1

perempuan) pada pagi hari dan 1 orang

laki-laki pada sore hari untuk snorkeling

di sekitar kapal. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui bagaimana respon duyung

terhadap manusia yang melakukan

aktivitas di sekitar kapal.

Pengamatan dimulai pada pukul 9.21

WITA, dimana pada pukul 9.50 WITA

orang pertama (laki-laki) turun untuk

snorkeling di ujung depan kanan cadik

kapal. Duyung berenang di sekitar orang

tersebut dan melakukan aktivitas

memeluk selama ±10 detik, setelah itu

memperlihatkan punggungnya dan

menyelam ke dasar perairan untuk

makan. Pukul 9.54 WITA duyung

kembali memeluk orang pertama dengan

lebih kuat hingga fins terlepas dari kaki

Gambar 3

Peta lokasi pengamatan tingkah laku duyung di Kabola

Terdapat empat skenario dalam pengamatan ini, yaitu pada hari pertama tim melakukan pengamatan dengan satu kapal tanpa melakukan perlakuan apapun dan mencatat semua aktivitas yang dilakukan duyung. Hari kedua pengamatan dilakukan dengan satu kapal dengan mencoba menurunkan orang yang snorkeling. Pada hari ketiga dan keempat dilakukan pengamatan menggunakan dua kapal (kapal Onesimus Laa dan Musa Serang).

Hari pertama

Selama observasi hari pertama, melalui pengamatan menggunakan satu buah kapal berhasil ditemukan aktivitas yang dilakukan duyung adalah mengambil nafas (38,68%) dan berenang di permukaan (37,4%). Duyung berenang di permukaan air di sekitar kapal dengan jarak 1-3 meter dari kapal. Duyung merupakan mamalia laut yang bernafas menggunakan paru-paru dan tidak bisa memanfaatkan Oksigen terlarut dalam air.

Aktivitas lainnya yang diamati dilakukan duyung adalah mengeluarkan penisnya (5,76%) dan menggesekkannya ke lambung kapal. Duyung memiliki alat kelamin jantan yang berbeda dengan mamalia darat, yaitu terdapat di dalam tubuhnya dan akan keluar jika ada sesuatu yang merangsangnya. Hal ini juga terjadi pada mamalia laut lainnya yaitu lumba-lumba yang ketika birahi akan mengeluarkan kelamin dan menggesekkannya (Silva-Jr 2005). Duyung di Perairan Mali memiliki panjang tubuh 2,5 meter dengan usai remaja menjelang dewasa. Pada usia inilah duyung biasanya mencari betina untuk dikawininya. Namun, dalam survei pengamatan pada 2017 dan 2018 oleh tim WWF-Indonesia, tidak ditemukan adanya keberadaan duyung betina di Perairan Mali, Kelurahan Kabola.

Hari kedua

Pengamatan hari kedua dilakukan menggunakan satu kapal dengan menurunkan 4 orang (3 laki-laki dan 1 perempuan) pada pagi hari dan 1 orang laki-laki pada sore hari untuk snorkeling di sekitar kapal. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana respon duyung terhadap manusia yang melakukan aktivitas di sekitar kapal.

Pengamatan dimulai pada pukul 9.21 WITA, dimana pada pukul 9.50 WITA orang pertama (laki-laki) turun untuk snorkeling di ujung depan kanan cadik kapal. Duyung berenang di sekitar orang tersebut dan melakukan aktivitas memeluk selama ±10 detik, setelah itu memperlihatkan punggungnya dan menyelam ke dasar perairan untuk makan. Pukul 9.54 WITA duyung kembali memeluk orang pertama dengan lebih kuat hingga fins terlepas dari kaki orang tersebut. Pukul 9.57 WITA orang kedua (laki-laki) turun dari kapal di ujung belakang kiri cadik kapal. Duyung mencoba mendekat dan menggesekkan badan dan berputar. Duyung lebih mendekati orang pertama dan turun ke dasar perairan untuk makan.

(4)

1st International Proceeding: Building Synergy on Diversity in The Borders “Embodying The Global Maritime Axis”

234

Pukul 10.00 WITA, orang ketiga (perempuan) turun dari kapal di ujung belakang sebelah kanan cadik kapal. Pukul 10.04, duyung muncul dengan kondisi penis telah keluar dari tubuh dan mencoba memeluk orang pertama, namun orang tersebut menghindar menaiki cadik kapal. Duyung kemudian memeluk orang ketiga (perempuan) selama ±10 detik, dan tercatat sebanyak 3 kali mencoba memeluk dan menarik orang ketiga. Pukul 10.21 WITA, orang keempat (laki-laki) turun kapal di sebelah kiri cadik kapal, namun duyung tidak mendekatinya dan cenderung mendekati orang pertama dan ketiga. Pada pengamatan pagi hari duyung terlihat lebih sering mendatangi orang pertama dan orang ketiga, hal ini diduga karena posisi orang pertama dan ketiga berada di sebelah kanan kapal sama dengan posisi Onesimus yang sering berinteraksi dengan duyug ketika membawa tamu untuk berwisata dugong. Oleh karena itu, diduga duyung memperkirakan orang tersebut merupakan orang yang biasa berinteraksi dengannya. Dari keempat orang yang diturunkan dari kapal, duyung lebih sering mendekati orang ketiga yang berjenis kelamin perempuan. Hal ini diindikasikan dikarenakan hormon veromon yang keluar dari perempuan lebih memikat duyung jantan tersebut untuk memeluknya. Perilaku duyung memeluk manusia ini bukan merupakan perilaku yang biasa dilakukan oleh dugong liar lainnya. perilaku ini tergolong agresif, karena akan berbaya pada manusia yang akan melakukan aktivitas wisata snorkeling maupun diving di Perairan Mali, Kelurahan Kabola.

Pada sore hari, satu orang (laki-laki) turun untuk snorkeling di sekitar kapal dan langsung dipeluk dengan erat oleh duyung. Kepala, mulut, dan alat kelaminnya digesekkan ke badan orang tersebut, ekornya ditekuk seperti mengunci orang tersebut untuk tidak pergi. Duyung berusaha keras menarik orang ke bawah hingga sang duyung terlihat mengeluarkan kepala ke permukaan air untuk mendapatkan posisi terbaiknya. Dalam 5 menit, dicatat duyung berusaha memeluk dan menarik selama 25 detik sebanyak 5 kali. Setelah orang terakhir naik ke atas kapal, duyung hanya bermain di sekitar kapal dan turun ke dasar perairan untuk makan dan berenang menjauhi kapal menuju Utara Pulau Sika. Pengamatan selesai pukul 17.00 WITA.

Hari ketiga

Pengamatan hari ketiga dilakukan menggunakan dua kapal untuk melihat preferensi duyung saat berinteraksi dengan kapal nelayan yang berada pada habitatnya.

Dimulai pukul 10.00 WITA, duyung memutari kapal pertama milik Musa dan sesekali mengambil nafas. Gerakan berenang duyung tidak seagresif pengamatan hari sebelumnya, duyung terlihat memperlihatkan punggungnya sebelum menyelam lebih dalam ke dasar perairan. Pukul 11.58 WITA kapal Onesimus menuju habitat duyung. Ketika kapal berada ± 1 km dari kapal Bapak Musa, duyung seperti sudah mengetahuinya dan langsung berusaha mencari sumber suara kapal tersebut. Duyung berenang dengan cepat mendekati sumber suara kapal, ketika sudah terlihat kapal milik Onesimus, duyung langsung mengikutinya dari belakang, sampai-sampai tubuhnya hampir terkena baling-baling mesin. Setelah kapal Onesimus Laa dimatikan, duyung mulai beraktivitas disekitar kapal dan tidak kembali lagi ke kapal Musa sampai dengan pengamatan berakhir.

Penelitian terdahulu di Shark Bay, Australia Barat (Anderson 1981) menunjukkan bahwa duyung peka terhadap kapal yang mendekat dari jarak 150 meter dengan kecepatan 3-5 knott.

Hal ini juga ditemukan selama pengamatan, yaitu diketahui bahwa duyung memiliki sifat peka terhadap suara yang ada di sekitarnya dan mengobservasi suara yang didengarnya. Saat duyung sedang bermain-main disekitar kapal Musa Serang, ada kapal kecil milik nelayan yang melintas, duyung langsung berusaha mengecek suara atau kapal apa yang sedang melintas, tetapi duyung tidak mengikuti kapal tersebut. Berbeda dengan kedatangan kapal Onesimus Laa, meskipun kapalnya masih berada jauh, duyung sudah mulai mengetahuinya dan bergerak cepat untuk menghampirinya. Duyung merupakan mamalia yang mampu mengingat suara yang biasa didengarnya. Pada pengamatan Khalifa (komunikasi personal 2011) di Seaworld Ancol, Jakarta, duyung beberapa kali diberi suara yang khas yang dipergunakan sebagai informasi bahwa akan ada penyelam yang akan memberi makan. Duyung mampu mengingat suara tersebut dan peka terhadap suara yang diberikan, hal ini terlihat dengan perilaku yang dilakukan dugong dengan mendekati sumber suara. Pada hari ketiga, aktivitas yang dominan terlihat adalah bernafas (42,94%) dan berenang di permukaan (40,80%).

Pada akhir pengamatan, dugong memperlihatkan perilaku yang berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Ketika kapal Onesimus Laa telah pergi dari lokasi pengamatan, dugong bermain- main di belakang kapal Musa Serang, kapal ini mulai didayung ke perairan yang lebih dangkal agar menghindar dari

(5)

Bioekologi dan Tingkah Laku Duyung sebagai Dasar Rekomendasi Wisata Pengamatan Duyung yang Bertanggung ....

235

dugong ketika menyalakan mesin, tetapi dugong tetap mengikuti kapal tersebut sampai keperairan yang memiliki ke dalam +1 meter. Dugong memperlihatkan kemanjaan dirinya seperti takut ditinggal oleh kapal, dia menggesekan punggungnya ke kapal dan berenang santai di pinggir kapal. akhirnya kapal didayung ke perairan yang lebih dangkal lagi dan dugong mulai menjauh secara perlahan, karena jika dugong mengikuti terus, hewan tersebut akan terdampar, setelah itu barulah mesin kapal dinyalakan.

Hari keempat

Pengamatan visual tingkah laku yang dilakukan pada hari keempat menggunakan dua kapal, dengan hasil yang tidak jauh berbeda yaitu bernafas (41,38%), berenang di permukaan (35,34%), memperlihatkan punggung (13,79%), serta berenang cepat memutar kapal (1,72%) dan logging (1,72%). Logging merupakan kegiatan berenang mengapung di kolom perairan tanpa pergerakan. Duyung juga menunjukkan perilaku memeluk lambung kapal dan bermain dengan schooling ikan di perairan tersebut.

B. Karakteristik suara duyung

Secara umum, klasifikasi suara duyung berdasarkan Anderson et al (1995) dikelompokkkan menjadi suara chirp- squeaks, barks, dan trills. Chirp-squeaks memiliki durasi yang pendek yang merupakan sinyal frekuensi yang termodulasi. Chirp-squeaks merupakan harmonisasi dari dua atau lima suara dari suara yang dikeluarkan oleh dugong yang berkisan hingga frekuensi suara 18 KHz akan tetapi jika ditemukan hanya satu suara maka disebut chirp. Barks merupakan sinyal broadband yang meliputi frekuensi 500-22000 Hz dengan nilai rata sekitar 1200 Hz. Durasi dari barks sendiri berkisar antara 0.03 - 0.12 detik. Sementara itu untuk tipe suara trills, Terdengar sebagai deretan nada yang meningkat dengan durasi 100-2200 ms. Pengamatan suara dilakukan dengan durasi perkaman selama 10 jam 56 menit 18 detik (10,938 jam), dengan daerah pengamatan suara yaitu Kelurahan Kabola diperoleh 11 file suara dengan suara dugong yang terdeteksi hanya di daerah Kelurahan Kabola. Tipe suara yang dominan dikeluarkan duyung adalah barks sebanyak 130 kali.

Secara umum chirp digunakan dalam sistem komunikasi dan echo-lokasi oleh duyung untuk mengidentifikasi keberadaan individu lain ataupun menunjukan keberadaan individu itu sendiri. Pada

pengamatan ini terdapat 103 tipe suara chirp yang muncul selama pengamatan hal ini menunjukan adanya interaksi yang diberikan oleh duyung kepada obj ek yang terdapat di sekitarnya yaitu kapal pengamat. Rentang frekuensi dari chirps yang dihasilkan berkisar antara 1368-8538 Hz dengan durasi suara antara 0.046-0.185 detik. Frekuensi yang dihasilkan menunjukan bahwa suara yang dihasilkan oleh duyung masih memiliki rentang suara yang dapat terdengan oleh manusia. Akan tetapi, durasi suara yang dikeluarkan oleh setiap modulasi tergolong cepat yakni kurang dari 1 detik. Intensitas suara yang dihasilkan berkisar antara -38.0-(-22.6) dB. Intensitas dapat menunjukan seberapa besar jarak antara sumber suara dengan hydrophone. Intesitas suara tertinggi dihasilkan pada saat duyung mendekati hydrophone yakni dengan nilai -22.6 dB. Terlihat bahwa dalam bentuk gelombang suara chirp tidak terlihat perbedaannya dengan suara yang lain. Akan tetapi, jika ditampilkan dengan grafik sonogram tampak terlihat jelas perbedaan yang terjadi dimana terdapat warna kuning yang berbentuk sabit yang menandakan adanya suara yang termodulasi dengan nilai intensitas yang lebih tinggi dibandingkan suara lainnya.

Barks merupakan tipe suara yang dihasilkan oleh duyung sebagai suara peringatan atau sebagai penanda serangan. Secara umum barks tidak akan dikeluarkan oleh duyung akan tetapi dalam keadaan tertentu suara ini akan sering dikeluarkan. Gambar 19 menunjukan contoh hasil dari grafik suara dan sonogram dari tipe bark. Grafik gelombang suara yang berwarna biru bentuk dari bark tidak memiliki perbedaan dengan suara yang lainnya. Akan tetapi, pada grafik sonogram terlihat adanya perbedaan dimana terdapat warna kuning yang menunjukan intensitas yang lebih tinggi yang dihasilkan oleh bark. Terlihat bahwa warna yang muncul memliki frekuensi yang berbeda-beda sehingga menunjukan bahwa tipe ini adalah jenis dari suara bark.

Hasil pengukuran tipe suara barks diperoleh nilai rata rentang frekuensi yang dihasilkan yaitu 5767 Hz ±2058 Hz dengan durasi kumunculan suara antara 0.079-0.463 detik. Rentang frekuensi yang dihasilkan merupakan broadband atau kumpulan dari banyak fekuensi yang dihasilkan serentak. Sehingga secara keseluruhan barks akan menghasilkan suara yang memiliki nilai frekuensi yang bervariasi. Intensitas suara yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan suara yg dihasilkan oleh chirps yakni berkisar antar -35 hingga -19.9 dB.

(6)

1st International Proceeding: Building Synergy on Diversity in The Borders “Embodying The Global Maritime Axis”

236

Trills merupakan tipe suara yang memiliki durasi yang paling panjang (long-duration) menurut Anderson and Barclay (1995). Anderson et al (1995) menyebutkan bahwa trills menunjukan indikasi tindakan yang tidak agresif. Kondisi terlihat pada dugong yang menjadi pengamatan dimana berdasarkan hasil yang dperoleh terdapat beberapa suara trills yang dihasilkan oleh duyung. Jika dilihat dari bentuk suaranya, trills memiliki perbedaan dari suara lainnya dengan intensitas dan durasi yang dihasilkan. Grafik sonogram menunjukan bahwa pada tipe suara trills terlihat bahwa terdapat polarisasi dari intensitas suara yang dihasilkan dengan durasi yang panjang mencapai 5 detik. Hasil analisis diperoleh bahwa rentan frekuensi suara dari trills 3150 Hz ± 2100 Hz dengan durasi 1.160 - 5.206 detik. Intensitas suara yang dihasilkan berkisar -33.4 hingga -25.7 dB. Saat pengamatan dilakukan trills muncul setelah duyung berinteraksi cukup lama dengan kapal dan merasa kondisi yang ada bukan menjadi ancaman bagi dirinya.

C. Interaksi duyung dengan manusia dan kapal

Selama pengamatan berlangsung tercatat berbagai perilaku yang dilakukan oleh duyung, seperti berenang di permukaan, berenang di dasar, makan, istirahat, bernafas, memainkan kemudi, memainkan kamera, memainkan hydrophone, sosialisasi dengan penyu dan ikan, menggesekan tubuhnya ke kapal, menggesekan tubuhnya ke kemudi, mengeluarkan penis, menggesekan penisnya ke kapal dan memeluk manusia.

Perilaku-perilaku di atas tidak semuanya masuk dalam perilaku normal yang dilakukan duyung di alam. Hodgson (2004) menjelaskan, terdapat enam kategori perilaku harian yang dilakukan di Moerton Bay, diantaranya ialah: 1. Merumput (Feeding), 2. Menjelajah (Travelling), 3. Istirahat (resting), 4 Sosialisai (Socializing), 5. Menjungkir (Rolling) dan 6. Ke Permukaan (Surfacing). Jika mengacu pada penelitian tersebut beberapa perlaku dugong di Perairan Mali seperti: menggesekan alat kelaminnnya ke kapal, menggesekan alat kelaminnnya ke manusia dan memeluk manusia, tergolong pada perilaku tidak normal dilakukan oleh duyung. Perilaku tersebut cenderung agresif, karena bisa membahayakan orang-orang yang sedang berwisata di Perairan Mali. Duyung di Perairan Mali berjenis kelamin jantan dengan ukuran panjang tubuh ±2,5 meter ini telah memasuki fase perubahan dari remaja menuju dewasa. Fase-fase

ini yang membuat duyung mulai mengalami puber dan memiliki peningkatan hormon yang tinggi. Oleh karena itu duyung mencoba mencari betina lain untuk bisa melakukan perkawinan. Burgess (2012) menyebutkan dugong dengan ukuran panjang tubuh 2,5 meter sudah memasuki tahap dewasa dan memiliki peningkatan hormone testosterone yang tinggi. Duyung di Moreton Bay, Australia memasuki masa peningkatan produksi hormone testosterone pada bulan Oktober-September atau musim semi di daerah tersebut. Pada musim itu duyung memasuki fase musim kawin dan peningkatan hormon testosteronenya meningkat empat kali lebih banyak daripada bulan-bulan lainnya.

Pada dasarnya perilaku atau sifat alami duyung adalah menghindari manusia, hanya duyung yang sudah sering berinteraksi dengan manusia yang akan berani beraktivitas di sekitar manusia. Bahaya yang akan dihadapi manusia jika sudah sering berinteraksi dengan duyung ialah sudah tidak adanya rasa takut terhadap manusia, serta kecenderungan hewan tersebut melampiaskan birahinya kepada manusia, bukan kepada duyung lainnya.

4. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat berbagai perilaku yang dilakukan oleh duyung di Perairan Mali, Kelurahan Kabola seperti berenang di permukaan, berenang di dasar, makan, istirahat, bernafas, memainkan kemudi, memainkan kamera, memainkan hydrophone, sosialisasi dengan penyu dan ikan, menggesekan tubuhnya ke kapal, menggesekan tubuhnya ke kemudi, mengeluarkan penis, menggesekan penisnya ke kapal, dan memeluk manusia. Terdapat tipe suara yang dihasilkan oleh duyung yakni chirps, barks dan trills.

Terdapat perubahan dari perilaku atau sifat alami duyung yaitu menghindari manusia, menjadi berani beraktivitas di sekitar manusia. Bahaya yang akan dihadapi adalah sudah tidak adanya rasa takut dan kecenderungan hewan tersebut melampiaskan birahinya kepada manusia.

Terdapat rekomendasi yang dapat diberikan untuk kegiatan wisata mengamati duyung maupun kegiatan nelayan di sekitar habitat duyung, antara lain: 1) mengurangi kecepatan kapal saat memasuki habitat duyung, kegiatan pengamatan duyung dilakukan dengan keadaan kondisi mesin mati; 2) jumlah pengunjung maksimal adalah 7 orang atau sesuai kapasitas kapal; 3) jumlah kapal maksimal

(7)

Bioekologi dan Tingkah Laku Duyung sebagai Dasar Rekomendasi Wisata Pengamatan Duyung yang Bertanggung ....

237

dalam satu kali kunjungan adalah 2 kapal dengan jarak tidak terlalu dekat ±100 meter; 4) durasi kunjungan maksimal 30 menit; 5) waktu kunjungan ideal adalah pukul 9-15 WITA; 6) interaksi yang diperbolehkan adalah mengamati dari kapal, tidak menyentuh duyung, dan tidak menceburkan anggota tubuh ke dalam air; 7) tidak diperbolehkan menggunakan lampu flash saat mengambil gambar duyung di bawah air; 8) tidak memberi makan duyung; 9) tidak membuang sampah di pesisir pantai dan sepanjang perjalanan menuju habitat duyung; dan 10) tidak diperbolehkan berenang di habitat duyung.

Hasil kajian dan rekomendasi ini selanjutnya menjadi dasar pembuatan regulasi dan tata kelola dalam wisata mengamati duyung yang bertanggung jawab yang bersifat spesifik di level akar rumput Kelurahan Kabola dan regional Kabupaten Alor, NTT.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Paul K. 1981. The behavior of the dugong (Dugong dugon) in relation to conservation and management. Bulletion of Marine Science. 31(3): 640-647.

Anderson, P. K. R. M. R. Barclay. 1995. Acoustic signals of solitary dugongs: physical characteristics and behavioral correlates. Journal of Mammalogy. (76):1226-1237.

Burgess AE, Lanyon JM, Keeley T. 2012. Testosterone and tusks: maturation and seasonal reproductive patterns of live, free- ranging male dugongs (Dugong dugon) in a subtropical population. Reproduction. (143): 683-697 Hodgson AJ. 2004. Dugong behaviour and responses to human

influences. PhD thesis, James Cook University,Townsville, Ausralia.

Ichikawa K, Akamatsu T, Shinke T, Arai N, Hara T, and Adulyanukosol K. 2003. Acoustical Analyses on the calls of dugong. Proceedings of the 4th SEASTAR 2000 Workshop, pp. 72-76

Ichikawa K, Tsutsumi C, Arai N, Akamatsu T, Shinke T, Hara T, and Adulyanukosol K. 2006. Dugong (Dugong dugon) vocalization patterns recorded by automatic underwater sound monitoring systems. J. Acoust. Soc. Am. 119, 3726-3733.

Lillis A., Caruso F., Mooney T. A., Llopiz J., Bohnenstiehl D., and Eggleston D. B. 2018. Drifting hydrophones as an ecologically meaningful approach to underwater soundscape

measurement in coastal benthic habitats. Journal of Ecoacoustics.

Silva-Jr J. M., Silva F. J. L., and Sazima I. 2005. Rest, nurture, sex, release, and play: diurnal underwater

behavior of the spinner dolphin at Fernando de Noronha Archipelago, SW Atlantic.

WWF-Indonesia. 2017. Survei Dugong dan Habitat Lamun Kelurahan Kabola dan Desa Pante Deere, Kabupaten Alor, NTT.

(8)

1st International Proceeding: Building Synergy on Diversity in The Borders “Embodying The Global Maritime Axis”

238

Gambar

Gambar 1. Skema perangkat  hydrophone diadopsi dari Ichikawa
Gambar 3. Peta lokasi pengamatan  tingkah laku duyung di Kabola

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat karya yang diciptakan semata-mata tidak mengedepankan bentuk dan teknik belaka, melainkan juga memperkuat isi atau pesan yang hendak disampaikan, maka, apa yang

Komunitas tegakan di hutan sekitar kawasan wisata air terjun Tirta Rimba Moramo terdiri atas 59 jenis dan tergolong dalam 27 suku, jenis yang memiliki jumlah

Dengan pola yang semacam ini akan tetap memberikan ruang bagi pesantren untuk dapat berkreasi, melestarikan tradisi yang khas serta mampu berbicara dalam konteks

Sedangkan dalam berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain antara warga Jawa, Tionghoa dan Madura mereka menggunakan bahwa Jawa Suroboyo rusuh (kotor/kasar) dan

Indikator-indikator fundamental yang meliputi input, proses, dan output seperti diuraikan pada tabel 2.1 kemudian dipetakan kedalam bidang- bidang pengembangan institusi

kelompok kontrol. Kesimpulan dan Saran.. Berdasarkan hasil dari analisa data dan perhitungan uji statistik, dapat diambil kesimpulan bahwa Ada perbedaan pengaruh core

Analisis di atas menunjukkan bahwa rumah tangga miskin di wilayah kontrol memiliki pendapatan, pengeluaran, aset tabungan fisik (tanpa tanah) yang lebih rendah

Mengetahui hasil analisis model matematis regresi linier berganda yang terbentuk bersadarkan faktor aksesibilitas, fasilitas umum dan sosial, serta variabel fisik tanah