• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),sedangkan dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),sedangkan dalam"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang TindakPidana 1. Pengertian Tindak Pidana

Seperti kita ketahui sumber hukum pidana di Indonesia secara umum menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),sedangkan dalam KUHP tidak terdapat mengenai pengertian atau penjelasan mengenai tindak pidana. Tindak pidana dalam ilmu hukum pidana saling erat kaitannya karena merupakan bagian yang pokok dan penting selain kesalahan dan pidana. Akan tetapi sampai saat ini belum ada kesepakatan para ahli hukum pidana mengenai pengertian tindak pidana. Para ahli hukum pidana menggolongkan pidana menjadi dua golongan yaitu aliran monistis dan aliran dualistis.

Aliran monitis adalah aliran yang melihat kecenderungan syarat untuk adanya pidana itu, kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan atau dengan kata lain tidak memisahkan antara perbuatan pidana (criminal act) dengan pertanggung jawaban pidana (criminal responsibility). Sedangkan aliran dualistis adalah aliran yang memisahkan antara pengertian pidana (criminal act) dan pertanggung jawaban pidana (criminal resposibility).1

Istilah tindak pidana atau heit strafbaar feit dalam ilmu hukum memiliki banyak pengertian maupun terjemahan–terjemahan yang bermakna serupa.

(2)

Terjemahan atau tafsiran tersebut diantaranya ada yang menyebutkan tindak pidana (delik) sebagai perbuatan yang dapat atau boleh dihukum.2

Sebenarnya strafbaar feit merupakan istilah asli bahasa Belanda yang diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia dengan berbagai arti diantaranya yaitu delik, tindak pidana, perbuatan pidana, peristiwa pidana, maupun perbuatan yang dapat dipidana. Kata strafbaar feit terdiri dari tiga suku kata yakni straf, baar dan feit. Berbagai istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feit itu ternyata straf diterjemahkan sebagai pidana dan hukum. Perkataan Baar diterjemahkan dengan artian dapat atau boleh, sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.3

Simons ,menyatakan bahwa strafbaar feit adalah suatu handeling (tindakan/perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum (onrechmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seorang yang mampu bertanggung jawab.4 Selanjutnya Van Hattum juga

berpendapat bahwa “Strafbaar feit adalah tindakan yang karena telah melakukan tindakan semacam itu membuat seseorang menjadi dapat di hukum”.5 Kedua ahli tersebut sependapat dengan merujuk penggunaan istilah tindak pidana dalam merumuskan strafbaar feit.

Moeljatno tidak menggunakan istilah tindak pidana, tetapi menggunakan kata perbuatan pidana, yang merumuskan bahwa perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa melanggar

2SR. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta : Storia Grafika, 2002), halaman 204. 3

Adami Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bag I, (Jakarta : Grafindo, 2002), halaman 69. 4

S.R. Sianturi, Op.Cit., halaman 205.

5P.A.F Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : Sinar Baru, 1990), halaman 175.

(3)

larangan tersebut. Menurut wujudnya atau sifatnya, perbuatan ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam masyarakat dianggap baik dan adil.6

Menurut Roeslan Saleh, perbuatan pidana adalah perbuatan yang bertentangan dengan tata atau ketertiban yang dikehendaki. Perbuatan pidana hanya menunjukan sifatnya perbuatan yang terlarang. Menurut pandangan tradisional pengertian perbuatan pidana mencakup isi sifat dari perbuatan yang terlarang dan kesalahan terdakwa.7

Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Utrecht yang memberikan definisi

serta menganjurkan pemakaian istilah “peristiwa pidana” untuk menterjemahkan

istilah strafbaar feit tersebut. Menurut beliau pemakaian istilah peristiwa pidana sudah tepat karena meliputi suatu perbuatan (handelen) ataupun suatu kelalaian (zerzuim).8

Tindak pidana (delik) atau strafbaar feit pada dasarnya adalah perbuatan yang melawan hukum yang berlaku. Perbuatan melawan hukum itu dapat merugikan masyarakat sekitarnya. Berdasarkan istilah-istilah dan pengertian tindak pidana (delik) atau strafbaar feit tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa perbedaan-perbedaan istilah seperti ini hanya menyangkut terminologi bahasa yang

6Moeljatno, Hukum Pidana Materiil, Unsur-unsur Subjektif sebagai Dasar Dakwaan, (Jakarta : Sinar Grafika, 1996), halaman 28.

7

Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana, (Jakarta : Aksara Baru, 1981), halaman 9.

(4)

ada serta untuk menunjukan tindakan hukum apa saja yang terkandung didalamnya.9

2. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Berikut adalah klasifikasi tindak pidana yaitu :

a) Kejahatan dan pelanggaran;

Dalam KUHP telah ada klasifikasi tindak pidana (delik), yang mana klasifikasi itu dibagi menjadi dua bagian yaitu di dalam Buku Kedua mengenai kejahatan dan Buku Ketiga mengenai pelanggaran. Yang mana di dalam Buku Kedua dan Ketiga tersebut dibagi lagi menjadi beberapa bab.

Dicoba membedakan bahwa kejahatan merupakan rechtsdelict atau delik hukum dan pelanggaran merupakan wetsdelict atau delik undang-undang. Delik hukum adalah pelanggaran hukum yang dirasakan melanggar rasa keadilan, misalnya perbuatan seperti pembunuhan, melukai orang lain, mencuri dan sebagainya. Sedangkan delik undang-undang melanggar apa yang telah ditentukan di dalam undang-undang, misalnya saja keharusan untuk mempunyai SIM (Surat Izin Mengemudi) bagi yang mengendarai sepeda motor, disini tidak ada kaitannya dengan masalah keadilan.10

b) Delik formal dan delik materiil;

Delik formal adalah delik yang mengacu pada perbuatan yang telah diatur di dalam undang-undang, sehingga pelaku sudah dapat dipidana terlepas apakah sudah atau belum ada akibatnya, misalnya adalah tindak

9Roeslan Saleh, Perbuatan dan Pertanggung jawaban Pidana, (Jakarta : Aksara Baru cetakan ke 3, 1997) halaman 20.

(5)

pidana (penghasutan) Pasal 160 KUHP, (sumpah palsu)Pasal 242 KUHP. Delik materiil adalah delik yang titik beratnya pada akibat yang dilarang, delik ini dianggap selesai jika akibatnya sudah terjadi, maksudnya adalah pelaku baru dapat dipidana apabila perbuatannya tersebut menimbulkan akibat yang dilarang atau hasil perbuatannya dikehendaki sesuai rencana pelaku, misalnya Pasal 338KUHP (pembunuhan) dan Pasal 187 KUHP (pembakaran) .

c) Delik Dolus dan Delik Culpa ;

Delik dolus dan delik culpa pada dasarnya sama-sama merupakan bentuk kesalahan (schuld). Delik dolus adalah delik yang didalam perumusannya memuat unsur kesengajaan, maksudnya adalah pelaku dengan sadar telah merencanakan tindak pidana itu dan mengetahui akibat yang timbul jika melakukannya. Sebagai contoh untuk delik dolus Pasal 187 KUHP (menimbulkan kebakaran) dan Pasal 338 KUHP (pembunuhan), sedangkan delik culpa adalah delik yang didalam perumusannya tidak memuat unsur kesengajaan. Pelaku tidak sengaja atau karena kealpaanya merugikan orang lain misalnya Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP.

d) Delik Commissionis, Delik Omissionis dan Delik Coomissionis per Omissionis Commissa ;

Pelanggaran hukum itu dapat berbentuk berbuat sesuatu yang dilarang atau tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya malah

(6)

diharuskan/diwajibkan. Delik commissionis adalah suatu delik atau tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang dengan cara berbuat sesuatu yang dilarang oleh undang-undang. Delik ini berupa pelanggaran terhadap larangan yaitu melakukan perbuatan yang dilarang dalam undang-undang pidana misalnya Pasal 285 KUHP (pemerkosaan). Delik Ommissionis adalah suatu delik atau tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang dengan cara berbuat sesuatu sehingga timbul kejahatan yang melanggar undang-undang. Delik ini berupa pelanggaran terhadap perintah atau kewajiban untuk melakukan sesuatu perbuatan yang diatur dalam undang-undang. Contoh delik ommissionis Pasal 217 KUHP (membuat kegaduhan di persidangan) Pasal 224 KUHP (panggilan sebagai saksi/juru bahasa). Delik Coomissionis per Omssionis Commissa adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan yang dilakukan dengan tidak berbuat sesuatu. Contoh delik ommissionis adalah ibu yang dengan sengaja tidak memberikan air susunya kepada bayinya sehingga mengakibatkan bayinya meninggal, penjaga wissel yang menyebabkan kecelakaan kereta api karena tidak memindahkan wissel (Pasal 194 KUHP).

e) Delik aduan dan Delik Biasa.

Delik aduan (klachtdelict) adalah tindak pidana yang penuntutannya hanya dilakukan atas dasar adanya pengaduan dari pihak yang berkepentingan/pihak yang dirugikan, contohnya adalah perzinaan dan pemerasan. Delik aduan sendiri dibedakan menjadi dua yaitu delik aduan

(7)

relatif dan delik aduan absolute. Delik aduan absolute adalah delik aduan yang atas sifatnya hanya dapat dituntut atas dasar pengaduan, contohnya adalah kejahatan penghinaan (Pasal 310 sampai 319 KUHP). Delik aduan relatif adalah delik aduan yang bercirikan adanya hubungan khusus antara pelaku dengan korban. Contoh delik aduan relatif pencurian dalam keluarga Pasal 367 KUHP, sedangkan delik biasa adalah delik yang dapat diproses tanpa adanya persetujuan atau laporan dari pihak yang dirugikan atau pihak korban. Dalam delik biasa walaupun pihak korban telah berdamai dengan pihak tersangka proses hukum tetap saja berjalan berbeda halnya dengan delik aduan.

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Unsur-unsur tindak pidana diperlukan untuk membantu mengetahui ada tidaknya suatu tindak pidana. Sebagaimana diketahui belum ada kesepakatan mengenai pengertian tindak pidana oleh para ahli hukum, sehingga tiap ahli hukum pidana menafsirkan berbeda, begitu pula dengan unsur-unsur tindak pidana. Para ahli hukum mengemukakan pendapatnya masing-masing mengenai unsur tindak pidana. Ada begitu banyak rumusan terkait unsur-unsur dari perbuatan pidana. Lamintang merumuskan pokok-pokok perbuatan pidana menjadi tiga pokok yakni wederrechtjek(melanggar hukum), aan schuld te wijten (telah dilakukan sengaja ataupun dengan tidak sengaja) dan strafbaar (dapat dihukum).11

11Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana indonesia,(Bandung : Sinar Baru , 1992), halaman 173.

(8)

Christhine dan Cansil mengemukakan pendapatnya mengenai unsur tindak pidana. Christhine dan Cansil merumuskan bahwa pokok-pokok perbuatan pidana selain harus melanggar hukum, perbuatan pidana haruslah merupakan Handeling (perbuatan manusia), strafbaar gesteld (diancam dengan pidana), toerekeningsvatbaar (dilakukam oleh seseorang yang dapat bertanggung jawab) dan adanya schuld (kesalahan).12

Dari beberapa pendapat para ahli diatas, penulis menyimpulkan bahwa unsur-unsur tindak pidana pada dasarnya hampir sama semua yaitu :

a. Perbuatan manusia (handeling) b. Melanggar hukum (wederrechtjek) c. Diancam dengan pidana (strafbaar feit)

d.Dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan (toerekeningsvatbaar)

4. Tindak Pidana Pemalsuan Surat

Tindak pidana pemalsuan surat adalah tindak pidana yang mana didalamnya mengandung sistem ketidakbenaran atau palsu atas suatu hal (objek) yang mana dengan tujuan seolah-olah itu nampak benar adanya, padahal sebenarnya bertentangan dengan yang sebenarnya. Dalam ketentuan KUHP dikenal beberapa bentuk jenis (modus) dalam memalsukan surat.

12Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-pokok Hukum Pidana, (Jakarta : Pradnya Paramita ,2007). Halaman 38.

(9)

Bentuk modus dalam memalsukan surat antara lain di dalam Pasal 263 ayat (1) menyebutkan barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang atau yang diperuntukan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai surat tersebut seolah olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaiannya tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan di penjara paling lama enam tahum. Dengan kata lain agar dapat dihukum maka pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakannya atau menyuruh orang lain menggunakan seolah-olah surat itu asli dan dapat menimbulkan kerugian. Tindak pidana pada Pasal 263 ayat (1) dinamakan kualifikasi pemalsuan surat (valschheid in geschrift).13

Dengan demikian sesuai bunyi Pasal 263 ayat (1) KUHP tidak setiap pemalsuan surat dapat dijatuhi pidana, menurut Wirjono Prodjodikoro dalam pembatasan yaitu dibatasi dua macam surat :

a) Surat yang dapat menertibkan suatu hak atau suatu perikatan atau suatu pembebasan hutang.

Surat yang dimaksudkan ialah surat perjanjian atau surat kontrak seperti surat jual beli, sewa menyewa, surat pinjaman uang dan lain-lain. Ini semua mengandung timbulnya hak –hak dan kewajiban dari masing-masing pihak.

b) Surat yang ditujukan untuk membuktikan suatu tindakan .

Surat ini harus ditujukan untuk membuktikan sesuatu kejadian dan surat ini harus ada kekuatan pembuktian (bewijskracht).14

Penulis menyimpulkan unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 263 ayat (1) KUHP meliputi:

a) Unsur objektif 1. Perbuatan

1) Membuat surat palsu

13

“Pemalsuan Surat”( http://daragina.blogspot.co.id/2014/11/pemalsuan-surat-valschheid-in-geschrift.html. diaksestanggal 24 November 2014).

(10)

2) Memalsu

2. Objeknya yakni surat :

1) Yang dapat menimbulkan hak 2) Yang menimbulkan suatu perikatan

3) Yang menimbulkan suatu pembebasan hutang

4) Yang diperuntukan sebagai bukti dari pada sesuatu hal.

3. Dapat menimbulkan akibat kerugian dari pemakaian surat tertentu. b) Unsur Subyektif

Dengan maksud untuk menggunakannya sebagai surat yang seolah-olah asli dan tidak dipalsukan.

Adapun penjelasan terhadap Pasal 263 ayat (1) KUHP yang dimaksud dengan surat adalah segala surat yang baik ditulis tangan, dicetak maupun ditulis memakai mesin dan lain-lainnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju sekarang ini, surat tidak hanya ditulis, dicetak dan lainnya, tetapi telah ada pula surat elektronik yang tidak ditulis atau tertera pada selembar kertas.

B. Tinjauan tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) 1. Pengertian Tentara Nasional Indonesia (TNI)

Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan bagian dari masyarakat umum yang telah dipersiapkan secara khusus untuk melaksanakan tugas pembelaan negara dan bangsa serta memiliki peran dan fungsi sebagai mana telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang

(11)

Tentara Nasional Indonesia. Menurut Pasal 1 angka 21 Undang-Undang No.34 Tahun 2004,Tentara Nasional Indonesia adalah prajurit yang telah dipersiapkan dan dipersenjatai untuk tugas-tugas pertahanan negara guna menghadapi ancaman militer maupun ancaman bersenjata, sehingga dapat menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan negara, dan melindungi keselamatan bangsa.

Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, TNI terdiri atas TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara yang melaksanakan tugasnya secara matra dan gabungan di bawah pimpinan panglima. Tiap-tiap angkatan tersebut mempunyai kedudukan yang sama sederajat. Untuk menjadi anggota TNI haruslah yang mempenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh undang-undang dan diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk mengabdikan diri dalam dinas keprajuritan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang TNI. Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia Pasal 2 menyebutkan jati diri Tentara Nasional Indonesia:

a. Tentara Rakyat yaitu Tentara yang anggotanya berasal dari warga negara Indonesia.

b. Tentara Pejuang yaitu tentara yang menegakan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya.

c. Tentara Nasional yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara diatas kepentingan daerah, suku, ras dan golongan agama.

d. Tentara profesional adalah tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraanya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supermasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi.

(12)

Anggota TNI harus dan wajib untuk mematuhi peraturan dan tata tertib yang berlaku, serta taat pada atasan selain itu anggota TNI harus menjaga nama baik ketentaraan dan kesatuannya.

2. Peran, Tugas dan Fungsi TNI

Tentara Nasional Indonesia prajurit yang terlatih diharapkan dapat menjaga kedaulatan NKRI. Peran TNI dirasa sangat dibutuhkan karena TNI berperan sebagai alat negara dibidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang TNI. Maksud arti dari kebijakan dan keputusan politik negara adalah kebijakan politik pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dirumuskan melalui mekanisme hubungan kerja antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Adapun tugas pokok dari TNI adalah sebagaimana diatur pada Pasal 7 UU TNI :

Tugas pokok TNI adalah menegakan kedaulatan Negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 34 Tahun 2004 tentang TNI pada Pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa TNI sebagai alat pertahanan dan keamanan negara, berfungsi sebagai :

(13)

a) Penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, keselamatan bangsa.

b) Penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.

Peran, tugas dan fungsi TNI yang sangat sentral haruslah ditunjang oleh prajurit yang berkualitas. Prajurit yang dimaksud adalah prajurit yang bermoral serta tunduk pada hukum dalam TNI, prajurit di kelompokan dalam golongan kepangkatan dan kesatuan yang mana sebagai anggota TNI telah diberi wewenang dan tanggug jawab sesuai undang-undang.

3. Tinjauan tentang Sistem Peradilan Militer.

a. Pengertian sistem peradilan militer.

Pengertian hukum pidana militer tidak dapat dipisahkan dari hukum militer itu sendiri. Berdasarkan tata hukum di Indonesia tidak ditemukannya kualifikasi atas hukum militer karena di Indonesia hanya dikenal Hukum Tata Negara, Hukum Pidana dan Hukum Perdata. Akan tetapi bukan karena tidak ditemukannya kualifikasi hukum militer berarti tidak ada peraturan mengenai peradilan militer, justru malah sebaliknya banyak produk hukum yang mengatur mengenai militer atau peradilan militer itu sendiri baik berupa Konstitusi, UU, TAP MPR/MPRS, Perpu, UU Darurat, Keppres, Inpres, Peraturan Penguasa tertinggi, Dekrit Presiden, dan Penetapan Presiden.15

Banyaknya jumlah peraturan di bidang kemiliteran di Indonesia merupakan kekhususan tersendiri. Peraturan-peraturan yang bersifat khusus hanya berlaku bagi militer, inilah yang disebut hukum militer. S. Sianturi membagi 3

15Hasan Ashari, “Kewenangan Penyidikan Terhadap tindak Pidana Pembunuhan Oleh Anggota TNI di Pengadilan Militer II-10 Semarang”, Skripsi, UniversitasSemarang 2012.

(14)

katagori konstruksi hukum pidana militer, yakni landasan hukum, sumber hukum formal dan cakupan hukum:

Landasan hukum militer di Indonesia adalah Pancasila, UUD 1945, Sapta Marga, sumpah prajurit dan doktrin militer Indonesia (Catur Darma Eka Karma, Doktrin Opskamdagri, Doktrin Opshan, dll): sementara sumber-sumber hukum formal lainnya adalah UUD, UU, dan peraturan lainnya, adat dan kebiasaan-kebiasaan (custom dan usage), perjanjian-perjanjian internasional, putusan hakim, dan doktrin militer di Indonesia. Sedangkan cakupannya meliputi hukum disiplin militer, hukum pidana militer, hukum acara pidana militer, hukum kepenjaraan militer, hukum pemerintahan militer atau hukum Tatanegara (darurat) militer, hukum administrasi militer, hukum internasional (hukum perang)/hukum sengketa bersenjata dan hukum perdata militer.16

Ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku bagi setiap anggota TNI yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (selanjutnya disebut KUHPM), Kitab Undang-Undang Hukum Disiplin Militer (selanjutnya disebut KUHDM) dan Peraturan Displin Milter (selanjutnya disebut PDM) serta peraturan-peraturan lainnya. Semua peraturan hukum diterapkan kepada Tamtama, Bintara maupun Perwira yang melakukan suatu tindakan yang merugikan negara, kesatuan ataupun yang merugikan masyarakat.

Apabila ada anggota TNI yang melakukan tindak pidana, baik tindak pidana umum maupun tindak pidana militer sebagaimana terdapat dalam KUHPM dapat diadili oleh Peradilan Militer. Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer menyebutkan bahwa peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan angkatan

16S.R Sianturi, Hukum Pidana Militer di Indonesia, (Jakarta : Alumni, cetakan kedua, 1985), halaman 3.

(15)

bersenjata untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggara pertahanan keamanan negara.Undang-Undang No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, khususnya pada Pasal 65 ayat (2) menyatakan bahwa prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dalam undang-undang.

Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer yang merupakan badan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan angkatan bersenjata secara organisasi dan administratif berada di bawah pembinaan panglimaTNI. Pembinaan tersebut tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.

Pasal 12 Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1997 disebutkan macam-macam pengadilan dalam lingkungan peradilan milter, yaitu :

1. Pengadilan Militer

Pengadilan militer bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat pertama dengan satu orang hakim ketua dan dua orang hakim anggota, dan dihadiri oleh satu orang oditur militer dan dibantu oleh satu panitera. Hakim ketua paling rendah berpangkat Mayor, sedangkan hakim anggota dan Oditur militer paling rendah berpangkat Kapten dan Panitera paling rendah berpangkat Pembantu letnan Dua (Pelda) dan paling tinggi berpangkat kapten.

(16)

Berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 tentang kekuasaan Pengadilan Militer adalah memeriksa dan memutus padatingkat pertama tindak pidana yang terdakwanya adalah:

a) Prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah;

b) Mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 huruf b dan huruf c yang terdakwanya “termasuk tingkat kepangkatan” kapten kebawah : dan

c) Mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili oleh Pengadilan Militer.

2. Pengadilan Militer Tinggi

Pengadilan Militer Tinggi bersidang untuk memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat banding dengan satu orang hakim ketua dan dua orang hakim anggota, dan dihadiri oleh satu orang Oditur Militer dan dibantu oleh satu orang Panitera. Hakim ketua paling rendah berpangkat kolonel, sedangkan hakim anggota dan Oditur Militer paling rendah berpangkat setingkat dengan terdakwa.

Kekuasaan Pengadilan Militer Tinggi diatur dalam Pasal 41 ayat (1),(2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer adalah sebagai berikut:

(1) Pengadilan Militer Tinggi pada tingkat pertama :

a. memeriksa dan memutus perkara pidana yang terdakwanya adalah: 1) prajurit atau salah satu prajuritnya berpangkat mayor ke atas ; 2) mereka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 angka 1 huruf b

dan huruf c yang terdakwanya atau salah satu terdakwanya termasuk tingkat kepangkatan mayor keatas dan;

3) mereka yang berdasarkan Pasal 9 angka 1 huruf d harus diadili oleh pengadilan militer tinggi

b. memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata.

(17)

(2) Pengadilan Militer Tinggi memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana yang telah diputus oleh pengadilan militer daerah hukumnya yang dimintakan banding

(3) Pengadilan Militer Tinggi memutus pada tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan militer dalam daerah hukumnya.

3. Pengadilan Militer Utama

Pengadilan militer utama bersidang untuk memeriksa dan memutus sengketa, dengan majelis hakim yang terdiri satu orang hakim ketua dan dua orang hakim anggota, dan dibantu oleh satu orang panitera. Hakim ketua paling rendah berpangkat Brigadir Jendral/Laksamana Pertama atau Marsekal Pertama, sedangkan hakim anggota paling rendah berpangkat Kolonel.

Kekuasaan Pengadilan Militer Utama diatur dalam Pasal 43ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer sebagai berikut:

(1) pengadilan militer utama memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang wewenang mengadili ;

a. antar pengadilan militer yang berkedudukan di daerah hukum pengadilan militer tinggi yang berlainan;

b. antar pengadilan militer tinggi ; dan

c. antara pengadilan militer tinggi dan pengadilan militer. (2) sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi :

a. apabila 2 (dua) pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang sama ;

b. apabila 2 (dua) pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perkara yang sama

(3) pengadilan militer utama memutus perbedaan pendapat antara perwira penyerah perkara dan oditur tentang diajukan atau tidaknya suatu

(18)

perkara kepada pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.

4. Pengadilan Militer Pertempuran.

Pengadilan Militer pertempuran merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam mengadili perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit di daerah pertempuran, yang merupakan pengkhususan (diferensiasi atau spesialisasi) dari pengadilan dalam lingkungan Peradilan Militer. Pengadilan ini merupakan organisasi kerangka yang baru berfungsi apabila diperlukan dan disertai pengisian pejabatnya diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang No.31 Tahun 1997.

Pengadilan Militer Pertempuran bersidang untuk memeriksa dan memutus suatu perkara pidana dengan seorang hakim ketua dan beberapa hakim anggota yang berjumlah ganjil, dihadiri satu oditur militer/oditur militer tinggi dan dibantu oleh seorang panitera. Hakim ketua paling rendah berpangkat Letnan Kolonel sedangkan hakim anggota dan oditur paling rendah berpangkat Mayor.

4. Kode Etik Tentara Nasional Indonesia (TNI)

a. Pengertian Kode Etik.

Kode etik merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma

(19)

sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka termasuk dalam kategori norma hukum yang didasari kesusilaan.

Kode etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku dan berbudaya. Tujuan kode etik agar profesionalisme memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak professional.17 Kode etik sendiri disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing dari profesi mempunyai kode etik tersendiri termasuk TNI.

b. Fungsi Kode Etik.

Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi yang lebih mementingkan pada kode etik sebagai pedoman pelaksanaan tugas professional dan pedoman bagi masyarakat sebagai seorang professional. Menurut Biggs dan Blocher mengemukakan tiga fungsi kode etikyaitu:

1. Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah. Dengan adanya kode etik yang jelas terlebih khusus dalam rangka mengatur hubungan antara anggota profesi dengan pihak pemerintah akan memberikan kejelasan tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.

2. Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi. Dengan adanya kode etik hal ini akan memberikan kejelasan tentang cara menjalin hubungan yang baik dengan rekan sejawat yang tentunya akan

17“kodeetik”(https://id.m.wikipedia.org/wiki/kode-etik-profesidiaksestanggal 17 desember 2015).

(20)

sangat mempengaruhi peforma dari masing-masing anggota profesi untuk bekerja dengan maksimal tanpa adanya perasaan iri atau ketidaksukaan dalam bekerja.

3. Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi. Hal ini berkaitan dengan hasil kerja oleh praktisi dalam suatu profesi, dengan kode etik tentunya para anggota profesi yang bijaksana tidak akan memberikan kemudahandan penyelewengan tindakan bekerja, yang nantinya hanya akan merugikan bagi dirinya sendiri dan perusahaan. Selain itu, hal tersebut juga akan memberikan penggambaran lebih baik kepada setiap anggota profesi untuk tidak melakukan kesalahan-kesalahan sekecil apapun itu dalam bekerja.18

Adapun kesimpulan secara umum fungsi kode etik profesi adalah:

1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan.

2. Sebagai sarana control social bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.

3. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi.

Tentara Nasional Indonesia (TNI) bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keurtuhan wilayah, dan melindungi bangsanya. Dalam menjalankan tugasnya angota TNI mempunyai regulasi khusus mengenai kode etik TNI yang terdiri atas Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan 8 Wajib TNI.

18“FungsiKodeEtik’( http://bayudwiristanto.blogspot.co.id/2015/03/etika-dan-kode-etik-fungsi-kode-etik.html. diaksestanggal03maret 2015).

(21)

a. Sapta Marga Prajurit.

1. Kami warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berpendidikan Pancasila.

2. Kami patriot Indonesia pendukung serta pembela ideologi negara, yang bertanggung jawab dan tidak kenal menyerah.

3. Kami ksatria Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta membela kejujuran, kebenaran, dan keadilan.

4. Kami prajurit Tentara Nasional Indonesia adalah bhayangkari negara dan bangsa Indonesia.

5. Kami prajurit Tentara Nasional Indonesia, memegang teguh disiplin, patut dan taat kepada pimpinan serta menjunjung tinggi sikap dan kehormatan prajurit.

6. Kami prajurit Tentara Nasional Indonesia, mengutamakan keperwiraan di dalam melaksanakan tugas serta senantiasa siap sedia berbakti kepada negara dan bangsa.

7. Kami prajurit Tentara Nasional Indonesia setia dan menepati janji serta Sumpah Prajurit.

b. Sumpah Prajurit

1. Setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dn Undang-Undang Dasar 1945.

2. Tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan. 3. Taat kepada atasan dengan tidak membantah perintah atau putusan. 4. Menjalankan segala kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab

kepada Tentara dan Negara Republik Indonesia. 5. Memegang segala rahasia tentara sekeras-kerasnya.

c. 8 Wajib TNI.

1. Bersikap ramah tamah tehadap rakyat. 2. Bersikap sopan santun terhadao rakyat. 3. Menjunjung tinggi kehormatan wanita,. 4. Menjaga kehormatan diri di muka umum.

5. Senantiasa menjadi contoh dalam sikap dan kesederhanaannnya. 6. Tidak sekali-kali merugikan rakyat.

7. Tidak sekali menakuti dan menyakiti hati rakyat.

8. Menjadi contoh dan mempelopori usaha-usaha untuk mengatasi kesulitan rakyat sekelilingnya.19

Referensi

Dokumen terkait

“Jazzahummullahukhaira…” pada Nabiku Muhammad SAW dan semua sahabatnya… kalianlah yang selalu memperjuangkan hidayah Allah dan menuntunku kejalan

Upaya pembangunan sumber daya pun masalah ini bukan masalah baru, tetapi alam (SDA) danlingkungan hidup tersebut benturan kepentingan antara pemanfaatan hendaknya

b) Penilaian kinerja menghasilkan informasi yang dapat dipergunakan sebagai kriteria dalam membuat tes (test) yang validitasnya tinggi. c) Penilaian kinerja

Emulsifier fase minyak merupakan bahan tambahan yang dapat larut dalam minyak yang berguna untuk menghindari terpisahnya air dari emulsi air

To convert cassava stems into glucose, there are two main step processwere done in this research: Swelling of cassava stemsby using acid solvent as

This research was aimed at proving that team word-webbing was effective for teaching narrative writing at the eighth grade students of SMP Negeri 2 Jeruklegi in

menempel di batang yang sudah lapuk. Jenis ini ditemukan di beberapa tempat namun hampir semuanya tumbuh di tempat yang tidak mendapat banyak sinar matahari. Jenis lain yang

Huruf-huruf yang tidak bisa disambung dengan huruf di sebelah kirinya adalah….. Menulis huruf Arab dimulai