• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 juncto Undang-Undang Nomor 10 Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 juncto Undang-Undang Nomor 10 Tahun"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN

A. Pengertian Perbankan

Apabila berbicara tentang Lembaga Keuangan Bank, ada dua istilah yang perlu dijelaskan lebih dahulu, yaitu Perbankan dan Bank. Perbankan diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 juncto Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, “Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”. Pada angka (2) pasal tersebut ditentukan, “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dipahami bahwa pengertian Perbankan itu lebih luas dibandingkan dengan pengertian Bank. Pengertian Perbankan merupakan rumusan umum yang abstrak mencakup 3 (tiga) aspek utama yaitu :9

a. kelembagaan Bank; b. kegiatan usaha Bank;

c. cara dan proses pelaksanaan kegiatan usaha Bank.

9

Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, op.cit., hal. 33.

(2)

Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tujuan perbankan adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Sedangkan pengertian Bank merupakan rumusan khusus yang konkret mencakup 2 (dua) aspek utama, yaitu :

a. badan usaha Bank (corporate company); b. kegiatan usaha Bank (business activities).

Adapun yang menjadi kegiatan utama suatu bank adalah menghimpun dana dari masyarakat melalui simpanan dalam bentuk tabungan, deposito berjangka, giro dan menyalurkan kembali dana yang dihimpun tersebut kepada masyarakat umum dalam bentuk kredit yang diberikan.10

Sebagai lembaga yang menjalankan usaha di bidang jasa keuangan, Bank bukanlah sembarang badan usaha, melainkan yang secara hukum memiliki status yang kuat dengan kekayaan sendiri yang mampu melayani kebutuhan masyarakat, karena itu dipercaya oleh masyarakat. Berdasarakan rumusan definisi Bank, dapat dipahami pula bahwa kegiatan usaha Bank pada pokoknya meliputi 3 (tiga) bentuk kegiatan, yaitu :11

a. menghimpun dana;

b. menyalurkan dana; dan c. memberikan jasa keuangan.

10

Martono, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Ekonisia, Yogyakarta, 2002, hal.28. 11

(3)

Bank adalah tulang punggung pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, pengawasan dan pembinaan terhadap Bank oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral sangat menentukan. Semuanya ini diatur dalam Undang-Undang Perbankan.

Dalam hukum perbankan dikenal beberapa prinsip perbankan yaitu :12 1. Prinsip Kepercayaan (fiduciary relation principle)

Prinsip kepercayaan adalah suatu asas yang melandasi hubungan antara bank dan nasabah bank. Bank berusaha dari dana masyarakat yang disimpan berdasarkan kepercayaan, sehingga setiap bank perlu menjaga kesehatan banknya dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat. Prinsip kepercayaan diatur dalam Pasal 29 ayat (4) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

2. Prinsip Kehati-hatian (prudential principle)

Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat hati-hati. Tujuan dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan. Prinsip kehati-hatian tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

12

Rochmat Soemitro, Kumpulan Azas-Azas Perbankan Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, hal. 185.

(4)

3. Prinsip Kerahasiaan (secrety principle)

Prinsip kerahasaiaan bank diatur dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 47 A UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Menurut Pasal 40 bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Namun dalam ketentuan tersebut kewajiban merahasiakan itu bukan tanpa pengecualian. Kewajiban merahasiakan itu dikecualikan dalam hal-hal untuk kepentingan pajak, penyelesaian utang piutang bank yang sudah diserahkan kepada badan Urusan Piutang dan Lelang/Panitia Urusan Piutang Negara (UPLN/PUPN), untuk kepentingan pengadilan perkara pidana, dalam perkara antara bank dengan nasabah, dan dalam rangka tukar menukar informasi antar bank.

4. Prinsip Mengenal Nasabah (know how customer principle)

Prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan bank untuk mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk melaporkan setiap transaksi yang mencurigakan. Prinsip mengenal nasabah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Tujuan yang hendak dicapai dalam penerapan prinsip mengenal nsabah adalah meningkatkan peran lembaga keuangan dengan berbagai kebijakan dalam menunjang praktik lembaga keuangan, menghindari berbagai kemungkinan lembaga keuangan dijadikan ajang tindak kejahatan dan aktivitas illegal yang dilakukan nasabah, dan melindungi nama baik dan reputasi lembaga keuangan.

(5)

B. Sejarah Perbankan

Dalam sejarahnya, kegiatan perbankan dikenal mulai dari zaman Babylonia. Kegiatan perbankan ini kemudian berkembang ke zaman Yunani kuno serta zaman Romawi. Pada saat itu kegiatan utama bank hanyalah sebagai tempat tukar menukar uang oleh para pedagang antar kerajaan.

Seiring dengan perkembangan perdagangan dunia, maka perkembangan perbankan pun semakin pesat. Hal ini disebabkan karena perkembangan dunia perbankan tidak terlepas dari perkembangan perdagangan. Perkembangan perdagangan yang semula hanya berkembang di daratan Eropa akhirnya menyebar ke Asia Barat. Bank-bank yang sudah terkenal pada saat itu di benua Eropa adalah Bank Venesia tahun 1171, kemudian menyusul Bank of Genoa dan Bank of Barcelona tahun 1320. Sebaliknya, perkembangan perbankan di daratan Inggris baru dimulai pada abad ke 16. Namun karena Negara-negara Eropa seperti Inggris, Perancis, Belanda, Spanyol, atau Portugis begitu aktif mencari daerah perdagangan yang kemudian menjadi daerah jajahannya, maka perkembangan perbankan pun ikut dibawa ke Negara jajahannya sehingga perkembangan perbankan di Indonesia juga tidak terlepas dari era zaman penjajahan Hindia Belanda.

Sejarah perbankan di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa kurun, yaitu : 1. Sebelum Kemerdekaan :

a. Zaman Belanda b. Zaman Jepang

(6)

2. Sesudah Kemerdekaan : a. Masa Orde Lama b. Masa Orde Baru

1) Tahap stabilisasi dan rehabilitasi 2) Tahap pembangunan

3) Tahap deregulasi 3. Masa Orde Reformasi

1.a Perbankan Zaman Belanda

Kegiatan lembaga keuangan seperti pembiayaan dan perbankan diperkenalkan operasinya oleh Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). VOC membawa serta perangkat sistem keuangan dan pembayaran dalam usaha berdagang, dan mencari keuntungan di bumi Nusantara ini, yang selanjutnya mereka menjurus ke arah penjajahan suatu bangsa dengan berbagai variasi pelaksanaan kebijakan di bidang politik untuk mendukung tujuan ekonomi-perdagangannya.

Perusahaan yang pertama menjalankan fungsi sebagai bank di Indonesia yaitu De Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM) yang secara resminya adalah perusahaan dagang. Adapun perusahaan yang benar-benar resmi didirikan untuk menjalankan usaha bank adalah N.V.De Javasche Bank yang didirikan pada tanggal 10 Oktober 1828. De Javasche Bank inilah satu-satunya bank asing yang pada waktu itu direksinya berkedudukan di Indonesia.

(7)

Dengan telah berdirinya De Javasche Bank oleh pemerintah Hindia Belanda, bank tersebut diberi monopoli untuk mengeluarkan uang yang semula pengedarannya ditangani oleh pemerintah sendiri. Sejak itu bank tersebut terkenal sebagai bank sirkulasi atau bank of issue. Dari fungsinya seperti itu, maka bank tersebut merupakan bankir bagi pemerintah Hindia Belanda meskipun belum menjadi bank sentral penuh karena hanya menjalankan beberapa tugas yang biasa dilakukan oleh bank sentral, yaitu diantaranya : mengeluarkan dan mengedarkan uang kertas; mendiskonto wesel; surat hutang jangka pendek, dan obligasi negara; menjadi kasir pemerintah; menyimpan dan menguasai dana-dana devisa; dan bertindak sebagai pusat kliring sejak tahun 1909. Meskipun menjalankan tugasnya sebagai bank sirkulasi, tetapi tugas sebagai bank umum pun tetap juga dijalaninya sehingga turut bersaing dengan bank-bank lain. Sifat dualistis ini berulang kali menimbulkan berbagai kritik, dengan alasan-alasan sebagai berikut :13

1. Dengan bunga yang lebih rendah daripada bank-bank lain maka De Javasche

Bank dapat dengan mudah menarik nasabah yang terbaik.

2. Persaingan oleh suatu badan (De Javasche Bank) yang karena tugasnya dapat memiliki data-data bank lain, sehingga dianggap tidak wajar.

Tumbuhnya dunia perbankan memberikan pengaruh berupa suatu kondisi masyarakat yang lebih baik, yaitu sejak itu mulai dapat dikatakan bahwa hampir seluruh orang di pedalaman Pulau Jawa telah mengenal uang sebagai alat pembayaran, baik untuk membayar pajak, maupun untuk transaksi jual beli, dan lainnya. Perkembangan selanjutnya maka mulai tumbuh adanya kebutuhan sebuah

13

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 41.

(8)

bentuk perkreditan yang terorganisasikan dalam suatu lembaga. Melihat kebutuhan tersebut, dibentuklah bank yang khusus dapat melayani penduduk golongan pribumi yaitu Bank Priyayi yang didirikan oleh Patih Raden Bei Wiriaatmadja yang mana modalnya berasal dari kas mesjid.

Pada awal abad ke-20 berdirilah bank-bank kabupaten (afdelingsbanken), yang disebut sebagai bank kabupaten atau bank daerah karena ruang geraknya menyangkut suatu daerah atau kabupaten. Modal kerja bank diperoleh dari kelebihan uang lumbung desa dan bank desa, deposito dari pihak swasta, tetapi pemerintah juga memberikan modal kerja.

Selain didirikannya bank-bank kabupaten, juga didirikan Kas Sentral (Centrale Kas) melalui keputusan Raja Belanda pada tanggal 10 Mei 1912. Lembaga ini diperuntukan guna melayani rakyat yang membutuhkan pinjaman. Pada mulanya lembaga ini merupakan suatu Jawatan Perkreditan Rakyat, yaitu bentuk turut campur pemerintah Hindia Belanda yang lebih dalam mengenai masalah perkreditan rakyat, guna untuk mengarahkan perkreditan rakyat yang lebih sehat.

Lembaga Kas Sentral ini selanjutnya bertugas memberikan modal kerja pada lembaga perkreditan rakyat dan memberikan nasihat serta bimbingan dalam usaha-usaha perkreditan rakyat.

Bank-bank yang dapat bertahan pada masa ini adalah Bank Tabungan Himpunan 1906 dan Bank Tabungan Belanda NISP, PT.Bank Kesawan di Medan, PT.Bank Jakarta di Jakarta, Bank Nasional di Bukit Tinggi. Serta munculnya bank-bank devisa asing untuk mendirikan kantor cabangnya di Indonesia seperti

(9)

The Chartered Bank of India, The Overseas Chinese Banking Corporation, The Bank of China.

1.b Perbankan Zaman Jepang

Pada tahun 1942-1945 merupakan masa suram bagi perbankan di Indonesia, dimana semua bank asing termasuk De Javasche Bank dikuasai oleh pemerintah Jepang. Pemerintah Jepang juga memaksa agar menyediakan biaya untuk keperluan perang. Usaha ini dilakukan dengan menutup bank-bank yang ada dengan likuidatornya adalah Nanpo Kaihatsu Kinko, sebuah bank sirkulasi yang berpusat di Tokyo.

Hanya ada satu bank yang diperkenankan yaitu Algemene Volkscredit (AVB) dan diganti namanya menjadi Syomin Ginko.14

Kemudian, berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 2 tahun 1946 pemerintah mendirikan Bank Negara Indonesia 1946 pada tanggal 5 Juli 1946, yang kemudian lebih dikenal dengan BNI 1946. BNI banyak membantu kegiatan perjuangan nasional dalam bidang perekonomian pada umumnya dan bidang moneter pada khususnya. Hal ini sesuai dengan tujuan didirikannya bank tersebut, yang tercantum pada Pasal 2 Perpu No. 2 tahun 1946,

2. Perbankan Zaman Indonesia Merdeka

Di awal kemerdekaan terdapat gagasan untuk mendirikan Bank Sirkulasi. Usaha merealisasikannya dengan mendirikan Pusat Bank Indonesia.

14

(10)

yaitu : Dengan nama Bank Negara Indonesia didirikan sebuah bank kepunyaan Republik Indonesia untuk :

1. Mengatur pengeluaran dan peredaran uang kertas bank dengan harga yang tetap menurut keperluan masyarakat terhadap alat penukaran.

2. Memperbaiki peredaran alat pembayaran lain.

3. Memenuhi kredit masyarakat, dan umumnya supaya dapat bekerja untuk kepentingan umum.

Selain BNI 1946, bank milik Negara pada saat awal kemerdekaan adalah Bank Rakyat Indonesia. Bank ini adalah hasil perubahan dari De Algemene

Volkscredit Bank, dengan dasar hukumnya berupa peraturan pemerintah pada

tanggal 2 Januari 1946. Usaha bank tersebut tercantum pada Pasal 3 akta pendiriannya, yaitu Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1946, yaitu : memberikan pinjaman kepada rakyat; menerima uang simpanan; menjalankan tugas-tugas bank umum, dan tugas-tugas lain yang ditetapkan oleh pemerintah. Karena tugasnya tersebut, BRI inilah yang oleh pemerintah ditujukan sebagai bank yang langsung berhubungan dengan rakyat.15

Periode ini diwarnai pula oleh beberapa peristiwa politik yang secara otomatis juga mempengaruhi kebijaksanaan moneter pemerintah. Pada perkembangan perbankan periode ini belum secara jelas terbentuknya sebuah Bank Sentral. Sehingga kemudian dimuatlah ketentuan mengenai Bank Sentral pada Pasal 110 Undang-Undang Dasar RIS yang menyebutkan : ”Ada satu bank

15

(11)

sentral untuk Indonesia, Penunjukan bank sentral dan mengenai susunan serta wewenangnya diatur dengan undang-undang”.16

Pada tahun 1950, RIS dibubarkan dan menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan pemerintah menasionalisasikan De Javasche Bank melalui UU No. 24 Tahun 1951 dan diganti dengan UU No. 11 Tahun 1953 tentang Pokok

2.a Perbankan Pemerintahan Orde Lama

Perkembangan perbankan pada zaman orde lama begitu kalut, sesuai dengan kekalutan perekonomian saat itu. Ekspansi kredit perbankan yang didukung pencetakan uang kertas baru oleh Bank Indonesia telah menciptakan inflasi yang sangat tinggi dengan segala akibat buruknya terhadap perekonomian nasional.

Semua kekalutan perbankan ini terjadi juga karena sifat dualisme bank sentral pada saat itu, yang mana bank sentral juga merangkap sebagai bank komersial atau bank umum.

Pada masa orde lama ditandai dengan peristiwa Konferensi Meja Bundar (KMB) dimana diputuskan untuk menyerahkan kedaulatan Indonesia kepada pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS).

Pihak Indonesia menginginkan agar BNI sebagai Bank Sentral, namun usul tersebut tidak diterima sehingga De Javasche Bank sebagai Bank Sentral yang berhak mengedarkan uang kertas dan membiayai perusahaan Belanda di Indonesia.

16

(12)

Bank Indonesia sehingga De Javasche Bank berganti nama menjadi Bank Indonesia.

Namun demikian, sifat dualistik masih mewarnai Undang-Undang Pokok Bank Indonesia dimana selain sebagai bank sentral juga sebagai bank umum sehingga dunia perbankan cenderung kurang berkembang.

2.b Perbankan Pemerintahan Orde Baru

Dengan tenggelamnya orde lama, kehidupan perbankan memasuki babak baru bersama naiknya kebijakan pemerintah Orde Baru. Pemerintahan Orde Baru ingin konsisten menerapkan sistem anggaran berimbang dan lalu lintas devisa bebas. Langkah selanjutnya untuk perbaikan perbankan pada pemerintahan orde baru ini dimulai dengan memperkuat perundang-undangan yang mengatur perbankan baik berupa penggantian maupun membuat undang-undang yang baru, misalnya membuat peraturan yang baru berupa UU Perbankan No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan dan penggantian peraturan yang lama, yaitu berupa UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral guna mengganti UU Pokok Bank Indonesia 1953.

Sebagai langkah awal perbaikan ekonomi nasional, pemerintah Orde Baru melalui UU No. 14 Tahun 1967 ingin secara jelas mengatur usaha perbankan termasuk masalah perkreditan sehingga kesalahan pengelolaan, seperti ekspansi kredit yang tak terkendali dapat dihindari, dan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penghimpunan, serta penggunaan dana masyarakat.

(13)

2.b.1 Tahap Stabilisasi dan Rehabilitasi

Pada tahap ini perkembangan yang berarti adalah lahirnya landasan pokok yang penting bagi perbankan yaitu dengan lahirnya UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan dan UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. Pada masa ini dualistis dari Bank Sentral ditiadakan, sehingga kegiatan Bank Umum tidak dijalankan lagi. Salah satu materi yang penting dari Undang-Undang Perbankan Tahun 1967 adalah memberikan arahan kepada dunia perbankan Indonesia yaitu sebagai berikut :

1. Tata perbankan harus merupakan suatu kesatuan sistem yang menjamin adanya kesatuan pimpinan dalam mengatur seluruh perbankan di Indonesia serta mengawasi pelaksanaan kebijaksanaan moneter pemerintah di bidang perbankan.

2. Memobilisasi dan mengembangkan seluruh potensi nasional yang bergerak di bidang perbankan.

3. Membimbing dan mengembangkan potensi tersebut bagi kepentingan ekonomi rakyat.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas lebih lanjut dijelaskan bahwa tugas pokok dari dunia perbankan nasional adalah menghimpun dana di masyarakat guna diarahkan ke bidang-bidang yang dapat mempertinggi taraf hidup rakyat. Hal ini sesuai yang diterapkan dalam Tap MPRS No. XXIII/MPRS/1966 mengenai “Pembaharuan kebijaksanaan landasan ekonomi, keuangan, dan pembangunan”17

17

Ibid, hal. 52.

(14)

digariskan prioritas-prioritas yang harus diutamakan di dalam arah pembangunan kreditnya, dengan tujuan agar usaha-usaha ke arah peningkatan produksi dapat terlaksana, termasuk penyediaan kredit untuk melayani kebutuhan masyarakat tani, nelayan, dan industri kecil.

Serangkaian keputusan dan undang-undang yang dikeluarkan pada masa ini mampu melahirkan suatu landasan kebijaksanaan nasional tentang pengaturan perbankan di Indonesia. Seiring dengan usaha-usaha pembangunan secara umum yang sistematis tersebut, juga dilakukan rehabilitasi sistem perbankan yang tujuan utamanya adalah untuk menghentikan laju inflasi dengan pengendalian fiscal dan moneter yang ketat tetapi dapat menumbuhkan sistem perbankan yang dapat berperan aktif dalam pembangunan sebagai lembaga perantara keuangan.

2.b.2 Tahap Pembangunan

Masa ini terjadi pada tahun 1970 sampai tahun 1982. Setelah gejolak perkembangan ekonomi dapat dikendalikan, kebijaksanaan moneter diarahkan untuk mencapai stabilitas moneter dan meningkatkan ekspor. Di bidang perkreditan dibuat kebijkasanaan pemberian kredit secara selektif dalam mengatur jumlah dan penyalurannya dalam perekonomian. Penentuan besarnya kredit likuiditas beserta suku bunganya oleh Bank Indonesia kepada bank pemerintah disesuaikan dengan urutan prioritas. Untuk menjaga tekanan inflasi mulai tahun 1973, Bank Indonesia memberlakukan pagu kredit yaitu suatu pembatasan pertumbuhan kuantitatif kredit bank.

(15)

Pada tahun 1974, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan tentang Pasar Uang di Jakarta, sehingga bank-bank yang memiliki kelebihan dana ataupun kekurangan dana dapat secara bebas melakukan transaksi berupa mentransfer atau meminta dana pada bank lain.

Di samping itu, untuk memantau perkembangan suku bunga di Pasar Uang, Bank Indonesia mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang dimaksudkan untuk menampung kelebihan dana dari bank-bank yang tidak dapat disalurkan. Hal ini mengakibatkan dana dapat berkurang dan suku bunga dapat meningkat kembali.

2.b.3 Tahap Deregulasi

Pada masa ini terdapat berbagai kebijaksanaan baru yang merupakan kemajuan besar di dunia perbankan Indonesia. Dalam menguraikan perkembangan moneter dan perbankan selama masa ini, terbagi dalam dua bagian yaitu sebelum Pakto 88 dan setelah Pakto 88.18

Perkembangan perbankan mengalami perubahan yang cukup mendasar dengan dikeluarkannya Kebijaksanaan 1 Juni 1983 menghapuskan pagu kredit pada tahun 1973. Hal ini mengurangi ketergantungan bank-bank pada Bank Indonesia dan meningkatkan mobilisasi dana dari masyarakat. Dan memberikan kebebasan terhadap bank-bank dalam menentukan suku 1. Sebelum Pakto 88

18

Bahan ajaran Tan Kamello dan Syarifah Lisa, Hukum Pembiayaan Perbankan, hal. 12-13.

(16)

bunga, baik dalam pengumpulan dana dari masyarakat maupun penyaluran kredit.

Kebijaksanaan tersebut kemudian ditambah lagi dengan deregulasi baru melalui Paket Kebijaksanaan 27 Oktober 1988. Melalui paket kebijaksanaan ini, memberikan kemudahan pembukaan dan pemberian ijin kantor cabang sehingga jaringan perbankan menjadi semakin luas.

2. Setelah Pakto 1988

Dalam perkembangannya, Pakto 1988 mengalami penyempurnaan dalam rangka penyesuaian dengan kondisi dan perkembangan moneter, serta perbankan di Indonesia.

Paket terakhir yang dikeluarkan pada tahun 1991 mengenai Prudential

Banking (asas kehati-hatian) dan pemenuhan CAR (Capital Aduquacy Ratio) yakni perbandingan antar modal sendiri dengan asset tertimbang

menurut risiko.

Puncaknya dengan dikeluarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Tujuan penggantian dan penyempurnaan peraturan perbankan adalah dalam rangka mendukung kesinambungan dan peningkatan pelaksanaan pembangunan, dan juga agar mampu menampung tuntutan jasa perbankan.

3. Masa Orde Reformasi

Pada tahun 1997 terjadi krisis moneter di Indonesia dimana nilai tukar rupiah menjadi tertekan dan berdampak pada sendi-sendi perekonomian Indonesia. Dengan dilikuidasinya 16 Bank pada tahun 1997 mengakibatkan

(17)

terjadinya Rush dan terjadinya kepanikan masyarakat atas keamanan dananya di bank.

Setelah lengsernya orde baru, terjadi pembaharuan di bidang perbankan dengan dikeluarkannya UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Hal yang signifikan adalah dengan didirikannya lembaga yang berfungsi untuk melakukan program penyehatan terhadap bank. Badan yang dimaksud adalah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang bersifat sementara.

Selain itu, pada masa ini juga dikeluarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dimana diberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk menanggulangi krisis ekonomi dalam waktu sesingkat-singkatnya. Oleh karenanya, dalam rangka pengelolaan keuangan nasional yang sehat, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral harus mandiri, bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak lainnya, serta kinerjanya dapat diawasi dan dipertanggungjawabkan.

C. Jenis-Jenis Perbankan

Dalam praktiknya, perbankan di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis perbankan seperti yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Antara jenis perbankan sebelum keluar Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 dengan sebelumnya yaitu Undang-Undang nomor 14 tahun 1967 terdapat beberapa perbedaan. Namun kegiatan utama atau pokok bank sebagai lembaga

(18)

keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tidak berbeda satu sama lainnya.

Perbedaan jenis perbankan dapat dilihat dari segi fungsi, serta kepemilikannya. Dari segi fungsi, perbedaan yang terjadi terletak pada luasnya kegiatan atau jumlah produk yang dapat ditawarkan serta jangkauan wilayah operasinya. Sedangkan kepemilikan perusahaan dilihat dari segi kepemilikan sahamnya.

Perbedaan lainnya dilihat dari segi siapa nasabah yang mereka layani, apakah masyarakat luas atau masyarakat dalam lokasi tertentu (kecamatan). Jenis perbankan juga dibagi kedalam bagaimana caranya menentukan harga jual dan harga beli atau dengan kata lain caranya mencari keuntungan.

Adapun jenis perbankan dewasa ini jika ditinjau dari berbagai segi antara lain :19

a. Bank Sentral

1. Dilihat dari segi fungsinya

Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan nomor 14 tahun 1967, jenis perbankan menurut fungsinya terdiri dari :

b. Bank Umum

c. Bank Pembangunan d. Bank Tabungan

19

(19)

Namun setelah keluar UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan ditegaskan lagi dengan keluarnya Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 maka jenis perbankan berdasarkan fungsinya terdiri dari :

a. Bank Umum

b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Bentuk Bank Pembangunan dan Bank Tabungan yang semula berdiri sendiri dengan keluarnya Undang-Undang No. 10 tahun 1998 berubah fungsinya menjadi Bank Umum.

Pengertian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sesuai dengan UU No. 10 Tahun 1998 adalah sebagai berikut :

a. Bank Umum

Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah operasinya, dapat dilakukan di seluruh wilayah Indonesia bahkan ke luar negeri (cabang). Bank umum sering disebut bank komersil (commercial bank). b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

(20)

BPR tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya, jasa-jasa perbankan yang ditawarkan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan atau jasa bank umum.

2. Dilihat dari segi kepemilikannya

Ditinjau dari segi kepemilikan maksudnya adalah siapa saja yang memiliki bank tersebut. Kepemilikan ini dapat dilihat dari akte pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki bank yang bersangkutan.

Jenis bank dilihat dari segi kepemilikian adalah : a. Bank milik pemerintah

Merupakan bank yang akte pendirian maupun modal bank sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula.

Misalnya, Bank Negara Indonesia 46 (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Mandiri.

Kemudian Bank Pemerintah Daerah (BPD) yang terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi. Modal BPD sepenuhnya dimiliki oleh Pemda masing-masing tingkatan.

Misalnya, PT Bank Sumut, BPD DKI Jakarta, BPD Jawa Barat, BPD Jawa Tengah, BPD Riau, dan BPD lainnya.

(21)

b. Bank milik swasta nasional

Merupakan bank yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh swasta nasional. Kemudian akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula dengan pembagian keuntungannya yang mana keuntungan tersebut pun untuk keuntungan swasta pula.

Misalnya, Bank Central Asia (BCA), Bank Muamalat, Bank Niaga, Bank Bumi Putera, Bank Permata, dan lainnya.

c. Bank milik koperasi

Merupakan bank yang kepemilikian saham-sahamnya dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi.

Misalnya, Bank Umum Koperasi Indonesia (Bukopin). d. Bank milik asing

Merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, bank milik swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikannya pun jelas dimiliki oleh pihak asing (luar negeri).

Misalnya, City Bank, Bank of America, Bank of Tokyo, Bangkok Bank, Deutsche Bank.

e. Bank milik campuran

Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warganegara Indonesia.

Misalnya, Bank Finconesia, Inter Pacific Bank, Mitsubishi Buana Bank, Sanwa Indonesi Bank.

(22)

3. Dilihat dari segi status

Dilihat dari segi kemampuannya melayani masyarakat, bank umum dapat dibagi kedalam dua jenis. Pembagian jenis ini disebut juga pembagian berdasarkan kedudukan atau status bank tersebut.

Kedudukan atau status ini menunjukkan ukuran kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal maupun kualitas pelayanannya. Untuk memperoleh status tertentu, diperlukan penilaian-penilaian dengan kriteria tertentu pula.

Jenis bank dilihat dari segi status adalah sebagai berikut : a. Bank devisa

Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer keluar negeri, inkaso keluar negeri, travellers cheque, pembukaan dan pembayaran Letter of Credit dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia.

b. Bank non devisa

Merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa. Bank non devisa ini merupakan kebalikan dari bank devisa, di mana transaksi yang dilakukan masih dalam batas-batas Negara.

(23)

4. Dilihat dari segi cara menetukan harga

Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam menetukan harga, baik harga jual maupun harga beli terbagi dalam 2 kelompok, yaitu :

a. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional (Barat)

Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia saat ini adalah bank yang berorientasi pada prinsip konvensional. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia di mana asal mula bank di Indonesia dibawa oleh colonial Belanda.

Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya, bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan dua metode yaitu :

- Menetapkan bunga sebagai harga, untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga untuk produk pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan istilah

spread based.

- Untuk jasa-jasa bank lainnya, pihak perbankan konvensional menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau persentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based.

b. Bank yang berdasarkan prinsip syariah (Islam)

Bank yang berdasarkan prinsip syariah belum lama berkembang di Indonesia. Namun di luar negeri terutama di negara-negara Timur Tengah

(24)

seperti Mesir atau di Pakistan, bank yang berdasarkan prinsip syariah sudah berkembang pesat sejak lama.

Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah dalam penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank yang berdasarkan prinsip konvensional. Bank berdasarkan prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hokum islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya.

Dalam menentukan harga atau mencari keuntungan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut :

1. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).

2. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah). 3. Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah). 4. Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan

(ijarah).

5. atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Sedangkan penetuan biaya-biaya jasa bank lainnya bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah juga sesuai dengan syariah islam. Sumber penentuan harga atau pelaksanaan kegiatan bank prinsip syariah dasar hukumnya adalah Al Qur’an dan Sunnah Rasul. Bank berdasarkan prinsip syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah, bunga adalah riba.

(25)

Bank-bank yang diperbolehkan untuk melakukan pola pembiayaan dan kegiatan lainnya berdasarkan prinsip syariah yaitu :20

1. Bank Umum

Bank umum yang melakukan fungsi kegiatan usaha secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah melalui :

a. pendirian kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang baru; atau

b. pengubahan kantor cabang atau di bawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan berdasarkan prinsip syariah. Dalam rangka persiapan perubahan kantor bank tersebut, kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang, yang sebelumnya melakukan kegiatan usaha secara konvensional, dapat terlebih dahulu membentuk unit tersendiri yang melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah di dalam kantor bank tersebut.

Bank umum berdasarkan prinsip syariah tidak melakukan kegiatan usaha secara konvensional.

2. Bank Perkreditan Rakyat

Bank Perkreditan Rakyat yang melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah tidak diperkenankan melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional. Demikian juga Bank Perkreditan

20

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal. 67.

(26)

Rakyat yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

D. Kelembagaan Perbankan

Maksud dari kelembagaan perbankan adalah bank dilihat sebagai organisasi yang meliputi aspek internal dan eksternal.

Aspek internal bank adalah garis ketatalaksanaan bank yang meliputi manajemen, laporan keuangan, pembayaran dalam dan luar negeri, sumber daya manusia, dan sebagainya.

Aspek eksternal bank adalah hubungan antara bank yang satu dengan bank yang lain, yang menyangkut struktur, kepemilikan, usaha, operasional, dan sebagainya.

Yang dimaksud dengan struktur perbankan adalah susunan bank dalam hubungannya yang satu dengan yang lain atau bentuk organisasi bank tersebut, yang terdiri dari unit banking system (bank tunggal) dan multiple office bank

system. Yang dikatakan sebagai unit banking system adalah sejumlah bank yang

berdiri sendiri dan tidak mempunyai cabang atau perwakilan, sedangkan multiple

office bank system adalah beberapa kantor bank yang beroperasi dalam kesatuan

hukum.

Ada tiga jenis multiple office bank system, yaitu :21

1. Branch banking system, yaitu bank yang merupakan satu kesatuan hukum yang beroperasi pada lebih dari satu kantor bank. Pada sistem ini, kantor

21

(27)

pusat bank mendirikan kantor cabang yang memiliki hak yang sama dengan kantor pusat tetapi dalam hal-hal tertentu masih ada keterbatasan atau instruksi kantor pusat.

2. Chain banking system, yaitu sejumlah bank yang berdiri sendiri dalam kedudukannya sebagai suatu kesatuan hukum. Pada sistem ini, operasi dan kebijaksanaan berada di tangan satu orang atau beberapa orang yang berkuasa atas bank tersebut.

3. Group banking system, yaitu sejumlah bank yang berdiri sendiri dalam kedudukannya sebagai suatu kesatuan hukum yang secara langsung dikuasai oleh suatu perusahaan (holding company).

Dalam aspek eksternal bank terdapat dua hubungan yakni hubungan vertikal dan hubungan horizontal. Hubungan vertikal artinya hubungan antara bank sentral atau Bank Indonesia dengan bank-bank lain, sedangkan hubungan horizontal artinya hubungan antara bank yang satu dengan bank lainnya.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh pada fase baseline 1 yaitu frekuensi anak dalam komunikasi hanya berada pada kisaran 5-7, pada fase intervensi setelah diberikan beberapa kali

Penelitian dilaksanakan di dua lokasi tempat tumbuh alami Gonystylus yaitu kawasan hutan alam Bukit Pucung, Taman Nasional Kerinci Seblat, Kabupaten Rejang Lebong,

Perancangan ini merupakan wujud kepedulian untuk melestarikan dan mengajarkan kembali nilai-nilai luhur yang terkandung dalam lagu dolanan kepada anak-anak jaman sekarang dengan

Pergerakan Robot didasarkan pada inputan keypad kemudian melakukan gerkan yang telah diprogram sebelumnya Robot dapat melakukan gerakan-gerakan dasar seperti berjalan maju

Dalam rangka menjamin mutu telah dilakukan monev terhadap kinerja dosen misalnya setiap dosen harus membuat laporan Beban Kerja Dosen (BKD), bagi dosen yang

The reproductive biology of yellowfin tuna (Thunnus albacares) in Hawaiian water and the western tropical Pacific Ocean: Project summary.. Fecundity of yellowfin tuna

Dengan menggunakan tingkat kemiskinan sebagai target intervensi dan angka partisipasi murni (APM) sebagai salah satu indikator utama dibidang pendidikan pada jenjang

Yang menjadi kendala dalam peneluran informasi menggunakan IBRA di perpustakaan SMP Negeri 5 Yogyakarta adalah Sistem OPAC untuk pencarian informasi mandirinya mati, jadi