• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN. Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 3 KERANGKA PENELITIAN. Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten serdang Bedagai. Spiritualitas adalah suatu kepercayaan akan adanya hubungan dengan suatu kekuasaan yang lebih tinggi, memiliki kekuatan, mengandung aspek tentang Tuhan, dan memiliki sumber kekuatan yang tidak terbatas dan terdiri dari dimensi vertikal dan dimensi horizontal (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 2004).

Skema 1. Kerangka konseptual spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan

pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai.

Spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup

1. Hubungan dengan Tuhan 2. Hubungan dengan diri sendiri 3. Hubungan dengan orang lain

4. Hubungan dengan lingkungan  /alam 

Tinggi 

(2)

2. Defenisi Operasional

Tabel 1. Definisi operasional spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai.

No. Variabel Defenisi

operasional Alat ukur Hasil ukur Skala ukur 1. Spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup Kepercayaan seorang Suku Batak yang telah berusia 60 tahun keatas terhadap suatu pengalaman kehidupan yang memberikan kekuatan dan hubungan yang bermakna dalam kehidupan setelah kematian suami atau istrinya, dan terdiri dari dimensi spiritualitas, yaitu: 1.) Hubungan dengan Tuhan, yaitu hubungan yang agamis dan tidak agamais. Menggunakan 4 bagian kuesioner yang berjumlah 24 pernyataan tertutup dan memiliki pilihan. Menggunakan kuesioner yang berjumlah 6 pernyataan tertutup yang memiliki pilihan. Tinggi (61-96) Rendah (24-60) Tinggi (16-24) Rendah (6-15) Ordinal Ordinal

(3)

2.) Hubungan dengan diri sendiri, yaitu hubungan yang bersumber dari kekuatan diri sendiri, meliputi kepercayaan, harapan, makna dalam kehidupan diri sendiri. 3.) Hubungan dengan orang lain, yaitu hubungan yang harmonis dan tidak harmonis dengan orang lain, meliputi maaf dan pengampunan, cinta kasih dan dukungan sosial. 4.) Hubungan dengan lingkungan atau alam yaitu mengetahui tentang tanaman, pohon, kehidupan alam liar, cuaca, mampu bersatu dengan alam seperti berkebun, dan berjalan. Menggunakan kuesioner yang berjumlah 6 pernyataan tertutup yang memiliki pilihan. Menggunakan kuesioner yang berjumlah 6 pernyataan tertutup yang memiliki pilihan. Menggunakan kuesioner yang berjumlah 6 pernyataan tertutup yang memiliki pilihan. Tinggi (16-24) Rendah (6-15) Tinggi (16-24) Rendah (6-15) Tinggi (16-24) Rendah (6-15) Ordinal Ordinal Ordinal

(4)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Populasi dan Sampel

2.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, peristiwa dan gejala yang terjadi di dalam masyarakat atau di dalam alam (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah lansia Suku Batak yang sudah kehilangan pasangan hidupnya yang berada di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai. Menurut data dari Kepala Desa Pagar Manik jumlah lansia Suku Batak yang sudah kehilangan pasangan hidup sebanyak 50 orang lansia. 2.2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau terdiri dari sebagian jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang sesuai dengan kriteria yang akan diteliti. Penelitian ini menggunakan tekhnik sampling jenuh (total sampling) dengan semua populasi dijadikan sampel (Hidayat, 2009). Tekhnik ini digunakan

(5)

agar hasil yang didapatkan representatif dan untuk membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil (Sugiyono, 2010).

Kriteria inklusi

1. Lansia yang tinggal di Desa Pagar Manik Kecamatan silinda Kabupaten serdang Bedagai dan bersuku Batak.

2. Sudah kehilangan pasangan hidup diatas 6 bulan 3. Bersedia menjadi responden

4. Mampu berbahasa Indonesia 5. Mampu berkomunikasi.

Pada saat pengumpulan data jumlah responden yang didapat adalah 44 orang dikarenakan ada tiga orang lansia yang tidak bisa di jumpai peneliti karena ternyata sudah berdomisili ditempat lain bersama dengan anaknya, dan terdapat juga seorang lansia yang meninggal pada bulan Maret 2014 sebelum peneliti selesai melakukan pengumpulan data, dan sisanya sebanyak lima orang lansia tidak bersedia menjadi responden, sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 41 orang.

3. Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai yang terdiri dari 4 Dusun. Penelitian ini dilakukan di Desa Pagar Manik karena lansia ditempat ini belum pernah dijadikan responden

(6)

penelitian dan para lansia ini adalah mayoritas Suku batak yang telah kehilangan pasangan hidupnya, sehingga memungkinkan peneliti mendapatkan jumlah sampel yang memadai sesuai dengan kriteria peneliti. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2014.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan setelah proposal penelitian disetujui oleh fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, mendapat surat etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan, setelah selesai melakukan uji reliabilitas instrumen di Desa Pamah Kecamatan silinda, dan terakhir mendapat surat ijin dari Kepala Desa Pagar Manik. Seluruh populasi dijadikan sampel penelitian agar semuanya memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi responden. Peneliti terlebih dahulu menemui responden dan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan. Peneliti memberikan kebebasan pada responden dalam menentukan dirinya sehingga penelitian yang dilaksanakan menghargai kebebasan dari setiap responden (self determination).

Peneliti juga sangat menghormati pilihan responden antara mau atau tidak menjadi responden penelitian, sehingga tidak ada paksaan dalam penelitian ini. Peneliti juga memberikan surat persetujuan (Informed Consent) antara peneliti dengan responden agar responden mengerti maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan, dan jika subjek bersedia maka ia harus menandatangani lembar persetujuan tersebut. Peneliti juga memberikan kesempatan bagi responden untuk bertanya tentang penelitian yang dilakukan. Pada lembar kuesioner nama

(7)

responden juga tidak dicantumkan (anonymity) dan hanya menggunakan kode agar memberikan jaminan kepada responden bahwa data yang didapat akan dijaga kerahasiaannya (Confidentiality). Semua data yang diperoleh dari responden akan digunakan untuk kepentingan penelitian saja.

5. Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berguna untuk mendapatkan informasi dari responden tentang spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai. Kuesioner yang digunakan terdiri dari dua buah kuesioner yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner spiritualitas. Kuesioner data demografi meliputi usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, dan lama hidup menjanda atau duda. Kuesioner spiritualitas yang digunakan mengacu pada tinjauan pustaka dari Bukhardt (1993 dalam Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 2004), dan Potter, P. A. & Perry, A. G. (2007), dengan modifikasi dari peneliti sendiri. Kuesioner spiritualitas terdiri dari pernyataan tentang hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain, dan hubungan dengan lingkungan atau alam. Penilaian yang dilakukan memggunakan skala Likert dengan empat pilihan jawaban yaitu: Tidak pernah (TP), jarang (J), sering (S), dan sangat sering (SS). Jumlah semua pernyataan adalah 24 yang keseluruhannya adalah pernyataan positif. Untuk pernyataan positif nilai TP =1, J =2, S =3, dan SS =4. Penghitungan penentuan interval akan dilakukan berdasarkan rumus statitistik, yaitu:

(8)

P=

P adalah panjang kelas dengan nilai tertinggi (96) dikurangi nilai terendah (24) sehingga didapat rentang kelas dan banyak kelas adalah 2 kelas yaitu tinggi dan rendah, sehingga didapat hasil tinggi (61-96) dan rendah (24-60).

6. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

a. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Validitas isi dilakukan atas isinya untuk memastikan apakah isi instrumen mengukur secara tepat keadaan yang ingin diukur (Purwanto, 2007 dalam Siswanto, Susila, dan Suyanto, 2013). Pengujian validitas pada penelitian ini menggunakan pengujian validitas isi (Content Validity) yang dilakukan dengan menggunakan pendapat dari ahli (Judgment Experts) untuk mengukur kevaliditasan instrumen penelitian yaitu kuesioner (Sugiyono, 2010). Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini telah divalidasi oleh salah satu dosen yang memiliki pengetahuan khusus dibidang spiritualitas di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, yaitu ibu Nunung Febriany Sitepu, S.kep, Ns, MNS.

Perubahan awal yang dilakukan adalah mengurangi pernyataan menjadi 24 dari 30 pernyataan yang disusun peneliti karena dinilai kurang relevan dan memiliki makna yang sama sehingga mungkin akan menjadi bias pada hasil penelitian, lalu perbaikan selanjutnya adalah memperbaiki beberapa kata-kata

(9)

dalam setiap pernyataan agar lebih sesuai, dan akhirnya seluruh pernyataan dinilai valid dan seluruh pernyataan diberi nilai 4 kecuali pernyataan nomor 7, 11, dan 28 diberi nilai 3, jika dihitung nilai validitasnya (content validity index) yaitu nilai skor hitung (93) dibagi nilai tertinggi (96) adalah 0.96, sehingga dinyatakan telah valid secara validitas isi oleh ahlinya.

b. Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya atau benar sesuai kenyataannya sehingga walaupun data diambil berulang hasilnya akan tetap sama (Arikunto, 2010). Uji reliabilitas telah dilakukan sebelum pengumpulan data kepada 20 orang lansia pada tanggal 5-25 Februari 2014 di desa sebelah yaitu Desa Pamah Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai yang sesuai dengan kriteria penelitian. Uji reliabilitas kuesioner penelitian ini menggunakan rumus Uji Alpha Cronbach (Cronbach’s Alpha Coeffient), yang dianalisa menggunakan proses komputerisasi.

Dari hasil uji yang dilakukan jika didapat nilai r alpha yang lebih besar dari r tabel maka seluruh pernyataan dinyatakan reliabel (Arikunto, 2010). Suatu instrumen dikatakan reliabel bila nilai reliabilitasnya > 0.7 (Polit & Hungler, 1995). Hasil uji reliabel yang dilakukan untuk penelitian ini adalah 0.803 sehingga seluruh pernyataan dikatakan reliabel.

(10)

7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti mendapatkan surat ijin dari fakultas keperawatan Universitas Sumatera Utara, lalu mendapat surat etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan, dan mendapat ijin dari Kepala Desa Pagar Manik. Selanjutnya peneliti menemui responden dan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan. Jika calon responden bersedia menjadi menjadi responden maka diawali dengan mengisi lembar informed consent, dan kemudian mengambil data dari kuesioner spiritualitas yang diisi oleh responden.

Peneliti juga memberikan kesempatan kepada responden jika ada hal-hal yang tidak diketahui atas pertanyaannya. Peneliti mengunjungi responden masing-masing kerumahnya untuk membagikan kuesioner, saat pengisian kuesioner responden didampingi oleh salah satu anggota keluarganya agar para lansia tersebut tidak sedih jika harus mengingat suami atau istrinya yang sudah meninggal. Responden yang tidak pandai membaca ataupun sudah rabun maka peneliti akan membacakan kuesionernya kepada responden. Setelah responden selesai mengisi kuesioner yang ada maka peneliti kembali memeriksa kelengkapan data yang telah diisi, sehingga apabila terdapat data yang kurang lengkap akan langsung dilengkapi oleh peneliti. Setelah memastikan semua data telah diisi oleh responden maka peneliti mengucapkan terimaksih atas partisipasinya dan data yang telah terkumpul dianalisa.

(11)

8. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah para responden mengisi kuesioner yang diberikan. Analisa data diawali dengan editing, yaitu memeriksa kembali kebenaran data yang telah terkumpul kemudian dilanjutkan dengan pemberian kode (coding) yaitu pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang telah di kategorikan. Kemudian data yang sudah diberi kode akan dimasukkan (entri) kedalam program komputer dan tahap selanjutnya adalah melakukan pembersihan data apabila terdapat kesalahan saat pemasukan data kekomputer (cleaning). Tahap selanjutnya adalah melakukan tekhnik analisis, yaitu analisis deskriptif untuk menggambarkan suatu data secara sistematis.

Data akan dianalisis menggunakan tekhnik komputerisasi. Analisa deskriptif yang digunakan akan menggambarkan spiritualitas lansia Suku Batak terhadap kehilangan pasangan hidup. Data yang didapat akan ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentasi.

(12)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian beserta pembahasan mengenai spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup yang telah dilaksanakan oleh peneliti mulai tanggal 27 Februari hingga 31 Maret 2014 terhadap 41 orang lansia Suku Batak sebagai responden di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai. Penyajian data dalam penelitian ini akan ditampilkan secara deskriptif yaitu karakteristik responden dan spiritualitas pada lansia Suku Batak.

1. Hasil Penelitian

1.1 Deskriptif karakteristik responden

Responden pada penelitian ini adalah lansia Suku Batak yang telah kehilangan pasangan hidupnya yang bertempat tinggal di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai dengan jumlah responden sebanyak 41 orang. Karakteristik responden yang diteliti meliputi usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, dan lama hidup menjanda/duda.

Hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa dari 41 orang responden yang diteliti, mayoritas responden termasuk kedalam kelompok usia setengah baya (elderly) yaitu usia 60-74 tahun, dengan jumlah 34 orang responden (82.9%) dan hanya sebagian kecil yang termasuk kedalam kelompok usia tua (old) yaitu usia 75-90 tahun sebanyak 7 orang (17.1%). Mayoritas responden lansia berjenis kelamin perempuan sebanyak 36 orang (87.8%), seluruh responden beragama

(13)

Kristen Protestan sebanyak 41 orang (100%), pendidikan terakhir SD sebanyak 28 orang (68.3%), pekerjaan sebagai buruh/bertani sebanyak 35 orang (85.4%), dan lamanya responden telah kehilangan pasangan hidup yaitu 6-10 tahun sebanyak 17 orang (41.4%). Hasil penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik demografi responden yaitu lansia Suku Batak di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)

No. Karakteristik Responden Frekuensi (f) Persentase (%) 1. Usia

Setengah baya (60-74 tahun) Tua (75-90 tahun) Sangat tua (diatas 90 tahun)

34 7 - 82.9 17.1 - 2. Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 5 36 12.2 87.8 3. Agama Islam Kristen protestan Kristen Katolik Hindu Budha - 41 - - - - 100 - - - 4. Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMU DIII Sarjana 9 28 3 1 - - 22.0 68.3 7.3 2.4 - - 5. Pekerjaan Tidak bekerja Buruh/ bertani Pensiunan Wiraswasta Lain-lain. 5 35 - 1 - 12.2 85.4 - 2.4 - 6. Lama hidup menjanda/ duda

6-11 bulan 1-5 tahun 6-10 tahun >10 tahun - 15 17 9 - 36.6 41.4 22.0

(14)

1.2 Spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai

Spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup dikategorikan tinggi dan rendah. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat bahwa mayoritas lansia memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi sebanyak 27 orang (65.9%), jauh lebih sedikit dengan yang memiliki spiritualitas rendah sebanyak 14 orang (34.1%). Spiritualitas lansia suku batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)

No. Spiritualitas Frekuensi (f) Persentase (%)

1. Tinggi 27 65.9

2. Rendah 14 34.1

1.2.1 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas lansia memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan rendah yaitu sebanyak 24 orang responden (58.5%), jauh lebih sedikit dengan yang memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan tinggi yaitu sebanyak 17 responden (41.5%). Dimensi

(15)

spiritualitas: hubungan dengan Tuhan pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)

No. Spiritualitas Frekuensi (f) Persentase (%)

1. Tinggi 17 41.5

2. Rendah 24 58.5

1.2.2 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas lansia memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri tinggi yaitu sebanyak 27 orang responden (65.9%), jauh lebih sedikit dengan yang memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri rendah yaitu 14 orang (34.1%). Dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup dapat dilihat pada Tabel 5.4.

(16)

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi dan persentase dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)

No. Spiritualitas Frekuensi (f) Persentase (%)

1. Tinggi 27 65.9

2. Rendah 14 34.1

1.2.3 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan orang lain pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas lansia memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan orang lain tinggi yaitu sebanyak 31 orang (75.6%), jauh lebih sedikit dengan yang memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan orang lain rendah yaitu 10 orang (24.4%). Dimensi spiritualitas: hubungan dengan orang lain pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi dan persentase dimensi spiritualitas: hubungan dengan Orang lain lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)

No. Spiritualitas Frekuensi (f) Persentase (%)

1. Tinggi 31 75.6

(17)

1.2.4 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan lingkungan/alam pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan lingkungan/alam tinggi yaitu sebanyak 32 orang (78%), jauh lebih sedikit dengan yang memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan lingkungan/alam rendah yaitu 9 responden (22%). Dimensi spiritualitas: hubungan dengan lingkungan/alam pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel5.6 Distribusi frekuensi dan persentase dimensi spiritualitas: hubungan dengan Lingkungan/alam lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)

No. Spiritualitas Frekuensi (f) Persentase (%)

1. Tinggi 32 78

(18)

2. Pembahasan

Pembahasan pada penelitian ini menjelaskan tentang makna hasil penelitian dan membandingkannya dengan penelitian sebelumnya atau dengan literatur yang ada. Pembahasan hasil penelitian menjelaskan tentang karakteristik demografi dan spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai.

2.1 Spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup

Berdasarkan hasil penelitian, secara umum didapatkan bahwa spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai sebanyak 27 orang lansia (65.9%) berada pada tingkat spiritualitas tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Ebersole & Hess (1997) dalam Young & Koopsen (2007) yang menyatakan bahwa spiritualitas merupakan faktor terpenting bagi lansia untuk beradaptasi karena kehilangan orang tercinta, dan menurut Kozier, Erb, Blaiss & Wilkinson (1995) dimana perkembangan spiritualitas lansia yang matang akan membantu lansia dalam menghadapi kenyataan hidupnya. Peneliti juga berasumsi bahwa para lansia pada umumnya tinggal dan dirawat dengan baik oleh anak dan keluarga yang lain setelah kehilangan pasangan hidupnya, sehingga para lansia ini masih merasa berharga dan tidak akan merasa kesepian. Hal ini juga yang memberikan dampak positif terhadap spiritualitas para lansia Suku Batak yang telah kehilangan pasangan hidup, dengan sistem kekerabatan dan nilai agama yang dianut dengan baik oleh masyarakat Suku Batak.

(19)

Berdasarkan penelitian didapatkan juga bahwa mayoritas lansia tergolong kedalam kelompok usia setengah baya (elderly) yaitu usia 60-74 tahun, dengan jumlah 34 orang responden (82.9%), hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Taylor, et, all (1997) bahwa perkembangan spiritualitas pada tahap ini sudah lebih matang, berpartisipasi dalam aktifitas sosial dan keagamaan, sehingga membuat individu lebih mampu untuk mengatasi masalah. Pertumbuhan spiritualitas pada lansia menunjukkan perkembangan perasaan identitas, penciptaan, dan pemeliharaan relasi yang bermakna dengan orang lain, dengan Tuhan, mampu menghargai alam, dan mengembangkan suatu kesadaran transendental (Young dan Koopsen, 2007).

Berdasarkan penelitian juga didapatkan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 36 orang (87.8%), hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Fatimah (2010) bahwa umur harapan hidup pada wanita 79.3 tahun dan umur harapan hidup pada laki-laki 72.7 tahun, dilanjutkan dengan pernyataan Suardiman (2011) bahwa angka harapan hidup pada wanita 4-7 tahun lebih panjang daripada laki-laki sehingga menyebabkan jumlah janda lebih banyak daripada jumlah duda, dan menyatakan bahwa para wanita lebih mampu mengatasi kondisi menjadi janda, karena memiliki hubungan persahabatan yang erat dan mendalam dengan orang lain, dan umumnya sudah terbiasa memiliki hubungan sosial yang luas dibanding dengan para duda.

Berdasarkan lamanya hidup menjanda/duda , lansia yang sudah menjanda/duda selama 6-10 tahun sebanyak 17 orang (41.4%). Lamanya proses berduka yang dialami seseorang sangat individual dan dapat sampai beberapa

(20)

tahun lamanya. Reaksi kesedihan yang terus menerus biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut 3-5 tahun setelah pengalaman kehilangan orang terdekat (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 2004). Kemungkinan para lanjut usia merasa dapat menerima untuk mengenali kesedihan karena kehilangan pasangan hidup. Lansia sering mengalami banyak kepuasaan hidup yaitu kegunaan dan kenikmatan hidup berakhir pada usia tua, semakin lama seseorang hidup maka akan semakin banyak membentuk ikatan cinta (Rando, 1986, Kastenbaum, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Peneliti berasumsi bahwa lamanya waktu hidup sebagai seorang janda/duda bagi seorang lansia menyebabkan lansia tersebut sudah dapat menyesuaikan dirinya kembali.

Kebutuhan spiritualitas pada lansia umumnya dilakukan dengan mengisi waktu untuk beribadah, karena dengan beribadah para lansia mendapatkan ketenangan jiwa dan kedamaian (Setiti, 2007). Sedangkan berdasarkan latar belakang budaya, seluruh responden bersuku Batak. Suku Batak memiliki tuntunan agama dan nilai luhur yang menempatkan lanjut usia sebagai seorang yang harus dihormati, dihargai, dan dibahagiakan dalam kehidupan keluarga (Situmeang, 2007). Para lansia yang sudah janda/duda akan dirawat dengan baik oleh keluarganya dan senantiasa terlibat dalam setiap aktivitas hubungan antar manusia, hal ini akan membuat para lansia tersebut tidak merasa kesepian, dan hal ini juga didukung dengan sistem kepercayaan masyarakat Batak yang meyakini adanya Tuhan yang Maha Tinggi yang disebut dengan Mula Jadi Nabolon dan senantiasa berserah kepada Tuhan untuk mendapatkan kekuatan (Harahap, 1940).

(21)

Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa sebanyak 14 orang lansia (34.1%) memiliki tingkat spiritualitas yang rendah akibat kehilangan pasangan hidupnya. Hal ini bisa terjadi karena dampak kehilangan pada lansia khususnya kehilangan karena kematian pasangan hidup dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan (Hidayat, 2009), khususnya bagi seorang duda yang kurang terlibat dalam kegiatan keagamaan yang merupakan suatu sumber dukungan sosial dan kekuatan dari Tuhan (Berk, 2007; 619 dalam Young dan Koopsen, 2007). Peneliti juga berasumsi bahwa spiritualitas seorang juga dipengaruhi oleh pengalaman hidup, dimana pengalaman yang tidak menyenangkan yaitu kehilangan pasangan hidup dianggap sebagai suatu cobaan dan mempengaruhi spiritualitas lansia. Krisis dan perubahan juga sangat mempengaruhi spiritualitas seorang lansia, proses penuaan dan kehilangan yang dialami oleh lansia dapat menghilangkan spiritualitas seseorang dan bersifat sangat emosional ( Craven & Hirnle, 1996). Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Hidayat (2004) bahwa kondisi kehilangan pasangan hidup karena kematian akan mengakibatkan gangguan emosional dimana lansia akan merasa sedih akibat kehilangan orang yang dicintainya. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan bahwa lansia yang tidak matur dalam spiritualitas akan menunjukkan kelemahan fisik, merasa putus asa, dan berkurangnya minat dalam pekerjaan ataupun komunitas sosial (Kozier, et all, 1995).

(22)

2.1.1 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup

Hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan rendah yaitu sebanyak 24 orang responden (58.5%). Hasil penelitian ini bertentangan dengan pernyataan Hamid (2000) bahwa seiring bertambahnya usia seseorang keikutsertaan dalam upacara keagamaan akan meningkat karena kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama dan berusaha lebih mengerti nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi muda. Meskipun demikian hasil ini didukung dengan nilai Budaya Batak yang menjadikan prioritas nilai budaya yang pertama adalah kekerabatan dan yang kedua adalah religi, kedua nilai prioritas ini menjadi ciri dan identitas bersama orang Batak (Harahap, 1940). Nilai religi mencakup kehidupan keagamaan yang kemudian mengatur hubungannya dengan Maha Pencipta yang posisinya berada lebih rendah dibandingkan dengan nilai kekerabatan atau keakraban pada masyarakat batak (Situmeang, 2007).

Tingkat spiritualitas yang berhubungan dengan Tuhan rendah disebabkan oleh sebagian besar lansia jarang membaca kitab suci/buku-buku rohani yaitu 27 orang (65.9%), dan juga jarang bernyanyi lagu-lagu rohani setelah kematian suami/istrinya yaitu 22 orang (53.7%), dan masih banyak juga para lansia yang jarang mengikuti kegiatan kelompok-kelompok keagamaan di lingkungannya yaitu 24 orang (58.5%). Peneliti berasumsi bahwa para lansia pada penelitian ini umumnya memiliki keterbatasan kemampuan dalam membaca dan menulis karena

(23)

memang sebagian besar lansia memiliki pendidikan yang rendah yaitu SD sebanyak 28 orang (68.3%), ditambah lagi dengan penurunan penglihatan yang dialami lansia yang mempersulit lansia dalam melakukan ritual ibadah seperti membaca kitab suci yang dapat mendekatkan diri kepada Tuhan. Penuruan kesehatan fisik para lansia seperti penurunan penglihatan pada umumnya, sehingga menyebabkan para lansia ini tidak mampu melihat ataupun membaca dengan baik, dan kurang aktif dalam kegiatan sosial. Hal ini didukung oleh pernyataan Hardywinoto dan Setiabudhi (2012), dimana kondisi fisik lansia akan mengalami perubahan yang tidak dapat dihindari, perubahan akan terlihat pada jaringan dan organ tubuh, seperti kulit berkeriput, penglihatan semakin menurun, pendengaran juga berkurang, tulang keropos dan mudah patah, otot jantung bekerja tidak efisien, dan otak menyusut sehingga reaksi menjadi lambat. Perubahan-perubahan tersebut mengarah pada kemunduran psikis yang akhirnya akan berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial lansia.

Hasil diatas juga didukung dengan pernyataan Setijani dan Tri (1998 dalam Agus & Novia, 2008) menyatakan bahwa masalah umum yang dihadapi para lansia dalam beribadah biasanya dikarenakan keadaan kesehatan yang mulai menurun, sehingga pada umumnya kesempatan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan ibadat di masyarakat (pengajian, misa gereja, dll) serta kegiatan-kegiatan ibadah secara pribadi ( Sholat untuk yang beragam islam, bernyanyi, membaca Kitab Suci) mulai berkurang juga. Lansia yang pengetahuan dan pendalaman tentang agama yang diyakininya kurang mendalam, maka mereka tidak akan dapat melakukan kegiatan ibadah dengan baik.

(24)

Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui bahwa 17 orang responden (41.5%) memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan tinggi. Kebutuhan spiritualitas yang berhubungan dengan Tuhan dapat diwujudkan dengan doa dan ritual agama. Doa dan ritual agama merupakan hal yang penting bagi setiap individu dan dapat memberikan ketenangan pada individu yang melakukannya (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).

2.1.2 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa 27 orang responden (65.9%) memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri yang tinggi. Hal ini menujukkan bahwa para lansia Suku Batak yang telah kehilangan pasangan hidupnya tetap mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, juga masih memiliki harapan karena didukung juga oleh para keluarga lansia tersebut. Hasil ini juga didukung oleh pernyataan Potter & Perry (2005), bahwa orang tua atau lansia sering mengarah pada hubungan yang penting dan menyediakan diri mereka bagi orang lain sebagai tugas spiritual, sejalan dengan makin dewasanya seseorang mereka sering introspeksi untuk memperkaya nilai yang telah lama dianutnya. Kesehatan spiritualitas yang sehat pada lansia adalah sesuatu yang memberikan kedamaian dan penerimaan tentang diri sendiri. Hasil penelitian ini juga didukung dengan tuntunan nilai Budaya Batak bahwa lansia Suku Batak menyadari bahwa waktunya hidup didunia sudah tidak lama lagi sehingga para lansia ini akan mengusahakan hidupnya sendiri dengan berbuat baik dan benar kepada keluarga maupun semua orang yang dikenalnya (Situmeang, 2007).

(25)

Berdasarkan hasil penelitian juga ditemukan sebanyak 14 orang (34.1%) lansia yang memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri yang rendah. Ketika seorang individu tidak mempunyai hubungan yang baik dengan dirinya sendiri seperti kepercayaan, makna kehidupan, khusunya harapan maka individu tersebut akan merasa hampa, letih/lesu, tidak bersemangat, dan terasa mati (Kozier, et all (1995). Hubungan yang rendah dengan diri sendiri juga bisa terjadi ketika para lansia ini tidak mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri yang sebelumnya dilakukan oleh pasangan hidupnya, seperti yang didukung oleh pernyataan Young dan Koopsen (2007) bahwa seorang janda/duda akan mengalami pergantian peran yang sebelumnya dikuasai oleh pasangannya, juga di dukung oleh Suardiman (2011) yang menyatakan bahwa laki-laki yang sudah duda akan mengalami kesulitan dalam hal hubungan sosial, tugas rumah tangga, dan merasa kurang bebas mengekspresikan emosinya.

2.1.3 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan orang lain pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden sebanyak 31 orang (75.6%) memiliki dimensi spiritualitas: hubungan dengan orang lain yang tinggi. Persahabatan adalah hubungan yang dimiliki seseorang dengan orang lain, termasuk keluarga, teman akrab, rekan ditempat kerja, amggota komunitas masyarakat, dan lingkungan tetangga. Persahabatan mencakup komunitas yang mempunyai kepercayaan yang sama dan menciptakan ikatan yang kuat dengan orang lain sehingga menjadi sumber harapan bagi individu tersebut (Farran, et al, 1989 dalam Potter & Perry 2005). Hubungan yang harmonis dengan orang lain

(26)

seperti cinta kasih, dukungan sosial, perhatian pada anak-anak/orang sakit, menunjungi orang yang meninggal, dapat memberikan hubungan yang positif dan memberikan bantuan dan dukungan terhadap masalah yang dihadapi seseorang (Kozier, et all, 1995).

Hasil penelitian ini juga didukung dengan orientasi nilai Budaya Batak yang memiliki hubungan dengan intensitas yang tinggi terhadap sesamanya. Kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat membuat kadar partisipasi yang kuat untuk senantiasa terlibat dalam setiap aktivitas hubungan antar manusia, dan apabila ada salah seorang anggota masyarakat yang berduka maka para masyarakat akan melakukan hak dan kewajibannya pada orang tersebut, khususnya bagi para lansia yang sudah janda ataupun duda akan dirawat dengan baik oleh keluarganya (Harahap, 1940). Hal ini juga sesuai dengan nilai Budaya Batak yaitu masyarakat Suku Batak akan melakukan penghiburan kepada orang yang sedang berduka termasuk para lansia yang kehilangan pasangan hidupnya untuk melakukan penghiburan dan memberikan kata-kata nasihat kepada yang berduka agar lebih berserah kepada Tuhan untuk mendapatkan kekuatan (Sinaga, 2010).

2.1.4 Dimensi spiritualitas: hubungan dengan lingkungan/alam pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup

Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa sebanyak 32 responden (78%) memiliki hubungan yang tinggi dengan lingkungan/alam. Hubungan dengan alam/lingkungan meliputi mengetahui tentang tanaman, rekreasi (menonton TV, mendengar musik, berolah raga,dll), dan kedamaian akan membuat seseorang

(27)

dapat menyelaraskan hubungan antara jasmani dan rohani sehingga timbul perasaan kesenangan dan kepuasan dalam kebutuhan spiritualnya (Puchalski, 2004), hal ini terlihat dari hasil penelitian mayoritas lansia 21 orang (51.2%) sangat sering bercocok tanam walaupun telah kematian pasangan hidup. Sebagian lansia sering berjalan-jalan saat tidak memiliki kegiatan yaitu 23 orang (56.1%), dan terdapat 19 orang (46.3%) sering menonton TV ataupun mendengarkan musik di rumah jika merasa sendiri.

Hasil penelitian ini juga didukung dengan orientasi nilai Budaya Batak yang mengatur hakekat hubungan manusia dengan alam yang pada awalnya membangun suatu perkampungan atau desa yang disebut dengan huta sehingga memiliki hubungan yang akrab dengan alam, karena alam dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Harahap, 1940), hal ini didukung dengan hasil penelitian bahwa mayoritas pekerjaan responden sebanyak 35 orang (85.4%) adalah sebagai seorang petani.

(28)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian, maka didapatkan kesimpulan penelitian yaitu: mayoritas responden termasuk kedalam kelompok usia setengah baya (elderly) yaitu usia 60-74 tahun, dengan jumlah 34 orang responden (82.9%) dan hanya sebagian kecil yang termasuk kedalam kelompok usia tua (old) yaitu usia 75-90 tahun sebanyak 7 orang (17.1%). Mayoritas responden lansia berjenis kelamin perempuan sebanyak 36 orang (87.8%), seluruh responden beragama Kristen Protestan sebanyak 41 orang (100%), pendidikan terakhir SD sebanyak 28 orang (68.3%), pekerjaan sebagai buruh/bertani sebanyak 35 orang (85.4%), dan lamanya responden telah kehilangan pasangan hidup yaitu 6-10 tahun sebanyak 17 orang (41.4%).

Spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai berada dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 27 orang (65.9%). Dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup berada dalam kategori rendah sebanyak 24 orang responden (58.5%). Dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup berada dalam kategori tinggi sebanyak 27 orang responden (65.9%). Dimensi spiritualitas: hubungan dengan orang lain pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup berada dalam kategori tinggi

(29)

sebanyak 31 orang responden (75.6%). Dimensi spiritualitas: hubungan dengan lingkungan/alam pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup berada dalam kategori tinggi sebanyak 32 orang responden (78%).

2. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diberikan beberapa saran sebagai perbaikan dan pemanfaatan penelitian mengenai spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup, yaitu:

1. Pelayanan keperawatan

Para perawat di Rumah Sakit Khususnya di komunitas diharapkan selalu melakukan asuhan keperawatan secara holistik, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan spiritualitas seorang lansia dengan pendekatan kultural, khususnya bagi lansia yang telah mengalami kehilangan pasangan hidup, agar perawat dapat membimbing para lansia yang sudah berstatus janda/duda tersebut menemukan koping yang positif dan meningkatkan spiritualitasnya, sehingga dapat memberikan pengaruh yang positif juga terhadap kesehatan lansia.

2. Institusi keperawatan

Bagi pendidikan keperawatan diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi informasi tambahan tentang pengkajian spiritualitas dengan pendekatan kultural, sehingga perlu diberikan penekanan materi tentang spiritualitas khususnya bagi seorang lansia dalam proses belajar didalam mata ajar khusus lansia (gerontik).

(30)

3. Peneliti selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menjadi informasi tambahan dan bisa sebagai bahan masukan jika akan melakukan penelitian dengan Suku yang lain. berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa spiritualitas lansia Suku batak akibat kehilangan pasangan hidup adalah tinggi, namun spiritualitas yang berhubungan dengan Tuhan rendah, sehingga mungkin perlu diteliti tentang kendala yang dihadapi para lansia khususnya Suku Batak dalam memenuhi kebutuhan spiritualitas yang berhubungan dengan Tuhan.

3. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini jumlah sampel yang digunakan adalah 41 orang, dan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik mungkin perlu diteliti dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan beragam. Pada penelitian ini juga lamanya hidup menjanda/duda beragam dari 1 sampai 10 tahun sehingga memungkinkan para lansia sudah beradaptasi dan memiliki spiritualitas yang baik, sehingga mungkin bisa dilakukan penelitian dengan terlebih dahulu menentukan lamanya para lansia kehilangan pasangan hidup, sehingga hasilnya juga menjadi lebih baik.

Gambar

Tabel 1.  Definisi operasional spiritualitas lansia Suku Batak akibat  kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan  Silinda Kabupaten Serdang  Bedagai
Tabel 5.1  Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik demografi  responden yaitu lansia Suku Batak di Desa Pagar Manik  Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai (n=41)
Tabel 5.3  Distribusi  frekuensi dan persentase dimensi spiritualitas:
Tabel 5.5  Distribusi frekuensi dan persentase dimensi spiritualitas:

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut diperkuat dengan pendapat kepala madrasah bahwa kegiatan pembiasaan yang digunakan madrasah untuk melakukan pendidikan nilai nasionalisme

Dalam rangka menyediakan benih unggul jati pada masa yang akan datang telah dilakukan pembangunan uji keturunan jati di Gunung Kidul, yang merupakan salah satu

Semende Darat Tengah, Kecamatan Semende Darat Laut, Kecamatan Tanjung Agung, Kecamatan Lawang Kidul, Kecamatan Muara Enim, Kecamatan Ujan Mas, Kecamatan Benakat,

Bagi objek penelitian yaitu Sofyan Hotel Betawi untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam ketetapan produk Hotelapabila dihadapkan pada pengaruh jumlah tamu

Di sini beliau mengungkapkan lima paragraf dalam konteks penurunan dalam ayat yang sama, sebagai ayat yang artinya: "Allah telah mendengar pembicaraan wanita

Perdebatan tentang sanksi Pidana terhadap Korporasi Pembahasan terhadap pemidanaan terhadap korporasi merupakan sesuatu yang sangat penting dibahas mengingat

Pada pengenceran 2x terlihat bahwa ekstrak pepes kontrol dengan nilai IS 1,259 memiliki nilai lebih besar dari pada sampel pepes iradiasi B (1,084) dan C yaitu dengan

Penelitian ini menghasilkan prototype rancangan sistem informasi pengelolaan arsip berbasis web pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tebo yang menggunakan