• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Sumber :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Sumber :"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Friesian Holstein

Sapi Friesian Holstein merupakan bangsa sapi perah yang banyak terdapat di Amerika Serikat dengan jumlah sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang ada. Sapi ini berasal dari Negeri Belanda yaitu dari propinsi North Holand dan West Friesland, kedua daerah yang memiliki padang rumput yang bagus. Sapi FH menyebar ke seluruh dunia, baik negara subtropis ataupun di negara tropis. Ciri-ciri yang paling menonjol pada sapi perah Friesian Holstein (FH) yaitu warna tubuhnya memiliki dua warna, hitam dan putih (black Holstein) atau merah dan putih (red Holstein).

Sumber : www.wapedia.mobi/id

Gambar 1. Sapi Friesian Holstein (FH)

Bangsa sapi FH merupakan bangsa sapi perah yang memiliki tingkat produksi susu tertinggi jika dibandingkan dengan bangsa sapi perah lainnya. Dengan tingkat produksi susun rata-rata setiap satu masa laktasi (10 bulan) adalah sekitar 3.050 liter atau sekitar 10 liter per ekor per hari. Pada daerah asalnya produksi susu per masa laktasi rata-rata sebanyak 7.245 liter atau sekitar 20 liter per hari (Putranto, 2006).

Bangsa-bangsa Sapi Pedaging

Sapi pedaging merupakan sapi yang dipelihara untuk menghasilkan pertumbuhan dengan karkas yang optimal. Bangsa-bangsa sapi pedaging yang sudah dikenal cukup baik di Indonesia adalah sapi Peranakan Ongole (PO), Simmental, Brahman, Limousin, dan Angus. Setiap bangsa tersebut memiliki keungulan dan karakteristik yang spesifik.

(2)

Sapi Simmental

Blakely & Bade (1991) menyatakan sapi Simmental berasal dari Lembah Simme di Swiss (Gambar 2a.). Sapi Simmental memiliki karakteristik warna bulu krem kecoklatan hingga sedikit merah, bulu muka berwarna putih dan bagian ekor dan lutut kebawah berwarna putih dengan ukuran tanduk tidak begitu besar. Ternak sapi ini berukuran besar, pertumbuhan ototnya sangat baik dan tidak banyak penimbunan lemak dibawah kulit (Pane, 1986). Sapi ini terkenal karena pertumbuhannya cepat, badannya panjang dan padat (Blakely & Bade, 1991).

2a. Sapi Simmental 2b. Sapi Brahman

2c. Sapi Limosin 2d. Sapi Angus Sumber : www.infoternak.com

Gambar 2. Bangsa-bangsa Sapi Pedaging Sapi Brahman

Sapi Brahman (Gambar 2b.) berasal dari keturunan kelompok sapi Zebu dari India memiliki campuran Bos taurus dari Inggris yang telah dikembangkan di Amerika serikat. Sapi ini memiliki kaki yang panjang, punuk besar, telinga panjang menjulai kebawah dan bergelambir; serta warna bulu umumnya berwarna putih atau kelabu muda, akan tetapi ada juga yang berwarna kemerah-merahan (Pane, 1986). Menurut Williamson dan Payne (1993) sapi Brahman merupakan sapi pedaging yang tumbuh baik di padang pengembalaan yang buruk dan kering, tahan panas, endoparasit, caplak, dan responsive.

(3)

Sapi Limousin

Sapi Limousin (Gambar 2c.) berasal dari Perancis Tengah di bagian selatan. Sapi Limousin merupakan tipe sapi pedaging dengan warna bulu merah keemasan, kaki dari lutut kebawah memiliki warna merah agak muda, dan umumnya terdapat lingkaran berwarna merah agak muda disekeliling mata (Pane, 1986). Bobot lahir sapi ini tergolong kecil sampai medium yang berkembang menjadi golongan besar pada saat dewasa. Betina dewasa dapat mencapai 575 kg, sedangkan pejantan dewasa mencapai berat 1100 kg (Blakely & Bade, 1991). Sapi peranakan Limousin sudah banyak tersebar dan memiliki produktivitas yang bagus di sejumlah wilayah di Indonesia.

Sapi Angus

Sapi Angus (Gambar 2d.) berasal dari Skotlandia dan disebut juga Aberdeen-Angus. Sapi ini merupakan hasil persilangan antara sapi Buchman Bumlies dengan Angus Dodies. Sapi Angus memiliki warna bulu hitam, keriting, dan halus. Jantan dan betina tidak memiliki tanduk; tubuhnya panjang dan kompak, serta kualitas karkasnya tinggi (Pane, 1986). Sifat-sifat yang menonjol dan mempunyai arti penting adalah ketahanan terhadap hawa dingin, kemampuan yang baik dalam memelihara anak dan menyusui, masak dini, fertilitas tinggi, tidak banyak kesulitan dalam melahirkan, kualitas karkas yang istimewa dengan tulang-tulang yang kecil (Blakely & Bade, 1991). 

Gen Pit1 ( Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1)

Gen Pit1 (Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1) dikenal juga dengan nama POU1F1; atau growth hormone factor 1 (GHF1) merupakan faktor transkripsi spesifik pituitari yang berperan untuk perkembangan pituitari dan ekspresi hormon pada mamalia. Pit1 merupakan anggota dominan POU yang mengandung protein, yaitu kelompok regulator transkripsi yang mempunyai peran kunci dalam diferensiasi dan pembelahan sel (Mangalam et al., 1989). Secara in vivo, kebanyakan dari protein POU berperan penting dalam proses perkembangan yang terkait dengan sistem saraf. Gen Pit1 adalah faktor transkripsi khusus untuk ekspresi gen penyandi hormon pertumbuhan, hormon prolaktin, dan hormone tirotropin β- subunit (Brunsch

(4)

mengendalikan ekspresi gen penyandi growth hormone releasing hormone gene (GHRH). Faktor transkripsi dibutuhkan untuk penempelan enzym RNA polymerase pada bagian promotor suatu gen (Yuwono et al., 2005).

Rekonstruksi struktur gen Pit1 yang ditampilkan berdasarkan pada struktur gen Pit1 pada Ovis aries. Hal ini dapat dilakukan karena keduanya tergolong mamalia.

Keterangan : Panjang : 5787 pb

Ekson 1 (Ex1) : 142 pb Ekson 4 (Ex4) : 165 pb Ekson 2 (Ex2) : 150 pb Ekson 5 (Ex5) : 61 pb Ekson 3 (Ex3) : 225 pb Ekosn 6 (Ex6) : 211 pb

Gambar 3. Rekonstruksi Struktur Gen Pit1 pada Ovis aries (Bastos et al., 2006) Rekonstruksi struktur gen Pit1 pada Ovis aries mempunyai 6 ekson dan 5 intron, dimana panjang fragmen ekson 1 (Ex1) 142 pb, ekson 2 (Ex2) 150 pb, ekson 3

(Ex3) 225 pb, ekson 4 (Ex4) 165 pb, ekson 5 (Ex5) 61 pb, dan ekson 6 (Ex6) 211 pb.

Ekson 2 pada Ovis aries terbagi menjadi dua yaitu ekson 2A (78 pb) dan ekson 2 (72 pb).

Beberapa hasil penelitian keragaman gen Pit1 yang sudah dilakukan antara lain oleh Dybuss et al. (2004) pada sapi Polish hitam putih dengan menggunakan metode RFLP dan menggunakan enzim Hinf1 ditemukan dua alel yaitu A (0,243) dan B (0,757). Hal ini serupa dengan hasil yang didapatkan Edriss et al. (2008) pada sapi Holstein di Ishafan yang ditemukannya tiga variasi genotipe yaitu AA (0,018-0,050), AB (0,350-0,564), dan BB (0,418-0,600) dengan frekuensi alel A (0,225-0,300) dan alel B (0,700-0,775); serta dilaporkan pula oleh Jawasreh et al. (2009) pada sapi Friesian dan sapi lokal di Jordania bahwa frekuensi alel A (0,333) dan alel B (0,733).

Renaville et al. (1997) menyatakan alel A pada lokus Pit-1|Hinf1 dapat diasosiasikan dengan produksi susu, kadar protein dan persentase lemak pada sapi perah. Sehubungan dengan itu, Zwierzchowski et al. (2002) menunjukkan bahwa alel A pada lokus Pit-1 berdampak positif pada sifat produksi susu. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa gen Pit1 merupakan salah satu gen kandidat

(5)

yang potensial dan berpengaruh signifikan terhadap sejumlah sifat-sifat kuantitatif (QTL) seperti produksi susu, protein, dan lemak susu khususnya pada ternak sapi.

Polymerase Chain Reaction – Restriction Fragment Length Polymorphism

(PCR – RFLP)

Metode PCR merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk memperbanyak segmen DNA secara in vitro (Ausbel, 1995). Segmen DNA tersebut kemudian dapat diketahui runutan nukleotidanya, salah satunya dengan menggunakan enzim restriksi. Enzim restriksi dapat memotong DNA secara spesifik dan terbatas pada situs yang dikenalinya (Lewin, 1994). Williams (2005) menambahkan bahwa PCR merupakan suatu teknik untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada ruas-ruas tertentu dan monomer-monomer nukleotida yang dilakukan secara in vitro. Proses ini berjalan dengan bantuan primer dan enzym polymerase. Primer merupakan oligonukleotida spesifik yang menempel pada bagian DNA yang akan diperbanyak. Enzim Polymerase merupakan enzim yang dapat mencetak urutan DNA baru. Hasil dari proses PCR dapat divisualisasikan dengan elektroforesis.

Proses PCR terdiri dari 3 tahapan, yaitu (1) Denaturasi, yaitu struktur DNA utas ganda mengudar menjadi utas tunggal, (2) Anealing, yaitu penempelan primer pada sekuens DNA komplementer yang akan diperbanyak, (3). Ekstensi, yaitu pemanjangan primer oleh DNA polymerase (Muladno, 2002). Menurut Viljoen et al. (2005), reaksi yang terjadi dalam mesin thermalcycler secara umum dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap denaturasi DNA cetakan, tahap annealing atau penempelan primer dan tahap extension, yaitu pemanjangan primer atau polimerase. Reaksi ini umumnya terjadi dalam 25-30 siklus. Pada tahap denaturasi, DNA dipanaskan hingga 94 oC sehingga DNA untai ganda berpisah menjadi DNA untai tunggal. Tahapan yang paling menentukan dalam proses PCR adalah tahap penempelan primer, karena tiap pasangan primer memiliki suhu penempelan primer yang spesifik. Tahap pemanjangan primer terjadi pada suhu 27 oC. Pada tahapan ini enzim taq polymerase, buffer PCR, dNTP, dan Mg2+ memulai aktifitasnya memperpanjang primer.

(6)

menvisualisasikan perbedaan level DNA yang didasarkan pada penggunaan enzim pemotong (restriction enzyme) yang dapat memotong DNA pada tempat sekuens nukleotida spesifik. Metode PCR memanfaatkan runutan nukleotida yang bisa dikenali oleh enzim rerstriksi yang disebut sebagai situs restriksi. Jika situs restriksi mengalami mutasi (meskipun pada satu basa) maka enzim restriksi tidak mampu mengenalinya. Ada tidaknya situs restriksi kemudian dapat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya mutasi. Analisis RFLP biasa digunakan untuk mendeteksi adanya keragaman pada gen yang berhubungan dengan sifat ekonomis, seperti produksi dan kualitas susu (Sumantri et al., 2007).

Keragaman Genetik

Keragaman genetik dalam suatu populasi digunakan untuk mengetahui dan melestarikan bangsa-bangsa dalam populasi terkait dengan penciri suatu sifat khusus. Menurut Frankham et al. (2002), beragamnya sumber daya genetik, maka akan semakin taan populasi tersebut untuk hidup dalam jangka waktu yang lama; serta semakin tinggi daya adaptasi populasi terhadap perubahan lingkungan. Estimasi perhitungan keragaman genetik dalam populasi secara kuantitatif dapat diperoleh melalui dua ukuran keragaman variasi populasi yaitu proporsi lokus polimorfisme dalam populasi dan rata-rata proporsi individu heterozigot dalam setiap lokus (Nei, 1987). Polimorfisme genetik dalam suatu populasi dapat digunakan dalam menentukan hubungan antar subpopulasi yang terfragmentasi dalam suatu spesies (Hartl dan Clark, 1997). Keragaman genetik dalam antara subpopulasi dapat diketahui dengan melihat persamaan dan perbedaan frekuensi alel di antara subpopulasi (Li et al., 2000). Menurut Falconer dan Mackay (1996), suatu alel dikatakan polimorfik jika memiliki frekuensi alel sama dengan atau kurang dari 0,99.

Hukum Hardy-Weinberg menyatakan frekuensi genotipe suatu populasi yang cukup besar akan selalu dalam keadaan seimbang bila tidak ada seleksi, migrasi, mutasi, dan genetic drift; selain itu, silang dalam dan silang luar juga dapat mempengaruhi frekuensi genotipe (Noor, 2000). Derajat heterozigositas merupakan rataan persentase lokus heterozigositas tipe individu atau rataan persentase individu heterozigot dalam populasi (Nei, 1987). Avise (1994) menyatakan bahwa semakin tinggi derajat heterozigositas suatu populasi maka daya tahan hidup populasi tersebut akan semakin tinggi.

(7)

Beberapa penelitian dilakukan untuk melihat keragaman genetik sebagai

salah satu contohnya adalah keragaman genetik sapi FH Indonesia. Rahmani et al. (2004) melaporkan keragaman genetik sapi FH berdasarkan gen

hormon pertumbuhan di BPTU Baturraden dan ditemukan 4 alel A, B, C, dan D dengan lima tipe genotipe melaporkan bahwa frekuensi gen A dan gen B pada peternakan sapi FH yang ada di Baturraden memiliki nilai yang hampir sama (0,47 dan 0,53).

Gambar

Gambar 3. Rekonstruksi Struktur Gen Pit1 pada Ovis aries (Bastos et al., 2006)  Rekonstruksi struktur gen Pit1 pada Ovis  aries mempunyai 6 ekson dan 5  intron, dimana panjang fragmen ekson 1 (Ex 1 ) 142 pb, ekson 2 (Ex 2 ) 150 pb, ekson 3  (Ex 3 ) 225 pb,

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Total

14 pekerjaan dengan mutu terbaik para karyawan telah melakukan pekerjaan yang mencapai standart kerja sehingga memuaskan perusahaan, begitu juga ketika menyelesaikan

Kombinasi HPMC K4M – amilum kulit pisang agung dan konsentrasi natrium bikarbonat maupun interaksinya memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kekerasan, floating

Apabila kenduri telah dilaksanakan pada bulan Rabiul Awal berarti pelaksanaan kenduri pada tahun bersangkutan telah dilaksanakan, tidak perlu diadakan lagi pada

Jurnal atau yang lebih sering dikenal jurnal umum adalah catatan akuntansi yang pertama kali dibuat yang gunanya untuk melakukan pencatatan seluruh

Dari Lampiran 4 dapat terlihat bahwa tingkat pemenuhan syarat kelompok unsur tulisan pada label minuman sari buah kemasan siap minum yang diteliti yaitu sebesar 88.24%.. Terdapat

Rumah menjadi tempat bagi keluarga untuk hidup dan mengembangkan karunia Allah dalam diri mereka.. Rumah juga menjadi tempat berelasi dengan lingkungan masyarakat sekitar, dengan

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data hasil validasi produk pengembangan oleh tiga orang dosen ahli pembelajaran fisika. Data tersebut dikumpulkan