NGANJUK TAHUN 2015
SKRIPSI
Oleh:
Dwi Siswanto
NIM. C01212070
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
ProdiAhwal al- Syakhsiyyah
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
ABSTRAK
Penelitian yang berjudul “Dinamika Dalil Hukum Hakim dalam Penetapan
Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Nganjuk Tahun 2015” merupakan hasil penelitian hukum normative yang bertujuan menjawab pertanyaan tentang dalil hukum hakim, perbedaan penggunaan dalil hukum hakim dan tinjauan hukum Islam terhadap penetapan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Nganuk Tahun 2015.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum doctrinal, dengan data primer berasal dari salinan penetapan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Nganjuk Tahun 2015, selain salinan penetapan penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang berasal dari buku – buku hukum dengan tujuan menunjang penjelasan data primer, dengan menggunakan analisis induktif kemudian ditarik pada yang umum, mengenai dalil hukum hakim.
Proses penelitian yang dilakukan menemukan bahwa pertimbangan hukum hakim tidak hanya berpedoman pada ketentuan yang berlaku, melainkan majelis hakim menggunakan pendekatan metodologi pengkajian hukum Islam maslahah mursalah, terhadap wanita hamil di luar nikah. mengenai terjadinya perbedaan penggunaan dalil hukum hakim hanya sebagai dasar hukum hakim dalam penetapannya dikarenakan pada permohonan tersebut menggunakan penasehat hukum dan ketentuan mengenai permohonan yang digugurkan dan dicabut. Dalil hukum hakim sudah sesuai dengan Islam.
Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian hukum normative yang menggunakan penelitian metode penelitian doctrinal, menyatakan bahwa pertimbangan hukum hakim tidak hanya berpedoman pada ketentuan yang berlaku, melainkan majelis hakim, menggunakan pendekatan metodologi pengkajian hukum Islam maslahah mursalah. dan pertimbangan terhadap perlindungan dan kepastian hukum terhadap keberadaan anak, terhadap wanita hamil diluar nikah, mengenai terjadinya perbedaan penggunaan dalil hukum hakim hanya sebagai dasar hukum penetapan dikarenakan pada permohonan tersebut menggunakan penasehat hukum dan ketentuan mengenai permohonan yang digugurkan dan dicabut, dalil hukum hakim sudah sesuai dengan Islam, maka permohonan Pemohon patut diterima.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN…….. ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN……… vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TRANSLITERASI ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan Masalah dan Identifikasi masalah ... 8
C. Rumusan Masalah ... 9
D. Kajian Pustaka ... 10
E. Tujuan Hasil Penelitian ... 13
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13
G. Definisi Oprasional ... 14
H. Metode Penelitian ... 15
I. Sistematika Pembahasan ... 19
BAB II KONTRUKSI YURIDIS DISPENSASI NIKAH DI PENGADILAN AGAMA ……….. ... 21
A. Pengertian Dispensasi Nikah ... 21
B. Dasar Hukum Dispensasi Nikah ... 23
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2. Dispensasi nikah dalam kontruksi hukum Islam ... 24
C. Akibat Hukum Dispenasi Nikah……… 31
1. Akibat hukum dispensasi nikah………... 31
2. Kepastian hukum adanya dispensasi nikah………. 33
D. Proses Pengajuan Dispensasi Nikah………... 38
E. Faktor – faktor Terjadinya Dispensasi Nikah………. 43
BAB III DALIL HUKUM HAKIM DALAM PENETAPAN PERMOHONAN DISPENSASI NIKAH DI PENGADILAN AGAMA NGANJUK TAHUN 2015 ... 45
A. Kewenangan Pengadilan Agama Ngajuk ... 45 1.Kewenangan relatif……….………. 45
2.Kewenangan absolut……….……….. 46 B. Penyelesaian Perkara Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Nganjuk Tahun 2015 ... 47
C. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Penetapan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Nganjuk Tahun 2015 . ... 59
BAB IV ANALISIS TERHADAP DALIL HUKUM HAKIM DALAM PERMOHONAN DISPENSASI NIKAH DI PENGADILAN AGAMA NGANJUK TAHUN 2015 ... 77
A. Pertimbangan Dalil Hukum Hakim dalam Memberikan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Nganjuk Tahun 2015 ... 77
B. Perbedaan Penggunaan Dalil Hukum Hakim dalam Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama ... 85
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB V PENUTUP ... 93 A. Kesimpulan ... 93 B. Saran... 94
DAFTAR PUSTAKA ...
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Istilah pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan oleh
pasangan atau salah satu calon mempelai usianya masih di bawah batas usia
pernikahan, pernikahan dini yang terjadi ditengah – tengah masyarakat tidak
hanya karena masalah ekonomi, pendidikan, maupun adat istiadat, melainkan
sering kali terjadi pernikahan dini disebabkab terjadinya zina, yang
menyebabkan hamil diluar perrnikahan yang sah.1
Pernikahan dini merupakan suatu antisipasi dari orang tua untuk
mencegah timbulnya akibat negatif yang merusak dan mencemarkan nama
baik serta martabat keluarga, antisipasi orang tua ini diwujudkan dalam bentuk
proses pendampingan melegalkan atau memperoleh bukti akta pernikahan dari
lembaga yang berwenang proses ini dilakukan di Pengadilan Agama2
Proses pendampingan orang tua dilakukan karena adanya batas usia
minimum seseorang boleh melakukan pernikahan, batas usia pernikahan diatur
dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
“perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
1Aisyah Dahlan, Persiapan Menuju yang Lestari, ( Jakarta: PT. Pustaka Antara, 1996), 39. 2
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
(Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 ( enam belas)
tahun”. 3 Penentuan batas usia minimum seseorang boleh melakukan
pernikahan sangatlah penting, sebab pernikahan sebagai sesuatu perjanjian
perikatan antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, oleh sebab itu
pernikahan seharusnya dilakukan oleh pasangan yang sudah siap baik dilihat
dari biologis dan spikologis.4
Berdasarkan persyaratan seseorang boleh melakukan pernikahan salah
satunya sudah memenuhi batas usia pernikahan, bilamana belum memenuhi
batas usia pernikahan maka dapat memohon izin dispensasi nikah kepada
Pengadilan Agama, ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UU No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan “dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1)
pasal ini dapat meminta dispensasi nikah ke pengadilan agama atau pejabat
lain yang berwenang ditunjuk oleh salah kedua orang tua pihak pria maupun
pihak wanita”.5
Adapun dalam Islam tidak mengenal adanya dispensasi nikah,
dikarenakan dalam Islam masih mengalami beberapa kendala mengenai batas
usia seseorang boleh melakukan pernikahan, asalkan seseorang tersebut sudah
balig, menurut madzab Syafii ketentuan balig bagi anak laki - laki ditandai
dengan mimpi basah, sesuatu yang menyebabkan keluarnya air mani yang
3 Pasal 7 ayat (1) Undang - undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
4Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang – undang Perkawinan, (Yogjakarta: Liberty,
1986), 70.
5
3
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
memancar yang darinya akan menjadi anak, hal ini sering kali terjadi pada
rentang usia 15 tahun. Sedangkan pada anak perempuan ketentuan balig
ditandai dengan menstruasi minimal dapat terjadi pada anak perempuan pada
usia 9 tahun. Ketentuan bagi anak perempuan juga bisa dikenakan sebab
mengandung (hamil).6
Bilamana tidak terdapat indikasi/tanda balig pada anak laki-laki maupun
anak perempuan maka ketentuan balig ditentukan dengan usia, menurut Imam
Abu Hanifah berpendapat bahwa usia pada anak laki-laki 18 tahun sedangkan
untuk anak perempuan usia 17 tahun sementara Abu Yusuf Muhammad bin
Hasan dan madzab Syafii berpendapat usia 15 tahun adalah tanda balig bagi
laki-laki maupun perempuan. 7 Islam mengnyisaratkan seseorang hendak
melakukan pernikahan hendaklah dewasa, sebagaimana firman Allah Swt.
dalam Surah Annisa Ayat 6:
kalimat telah cukup umur, padahal dalam realitanya kedewasaan sendiri masih
tergolong ambigu, dikarenakan seringkali definisi dewasa dan usia terkadang
6 Husein Muhammad, Fiqih Perempuan Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender, (Yogyakarta:
LKiS, 2007), 90.
7Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2010), 95.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
tidak sesuai, meskipun telah mengalami kematangan seksual, akan tetapi
belum tentu seorang anak tersebut memiliki kematangan berfikir dewasa.9
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan “perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur
19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16
(enam belas) tahun”.10 Persyaratan tersebut juga dipertegas dalam Kompilasi
Hukum Islam Pasal 15 ayat (1) “untuk kemaslahatan keluarga dan rumah
tangga perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah
mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 UU No.1 Tahun 1974 yakni
calon suami sekurang - kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang -
kurangnya berumur 16 tahun”.11
Meskipun sudah ada batas minimum seseorang boleh melakukan
pernikahan masih memberikan kelonggaran untuk terjadinya pernikahan yang
menyimpang dari ketentuan, asalkan ada dispensasi nikah dari Pengadilan
Agama berdasarkan permintaan dari salah satu orang tua pihak mempelai
ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 7 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan “dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini
dapat meminta dispensasi nikah ke Pengadilan Agama atau pejabat lain yang
9
Muhammad Fauzi Adhim, Indahnya Pernikahan Dini, (Jakarta: Gema Insani, 2004), 47.
5
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
berwenang ditunjuk oleh salah kedua orang tua pihak pria maupun pihak
wanita”.12
Pengadilan Agama mempunyai kewenangan absolut untuk menerima,
memeriksa dan memutuskan perkara hukum perdata Islam salah satunya
permohonan dispensasi nikah.13 Pertimbangan hukum hakim dalam putusan
maupun penetapan perkara di lingkungan Peradilan Agama dibagi menjadi dua,
pertimbangan tentang duduk perkara atau peristiwa dan pertimbangan tentang
hukum, dalam hal ini para pihak menjelaskan duduk perkara atau peristiwa
sedangkan hakim menjelaskan tentang hukum dan dituangkan dalam bentuk
tulisan yang berupa putusan maupun penetapan.14
Hakim dalam memberikan putusan maupun penetapan di Pengadilan
Agama salah satunya permohonan dispensasi nikah, hakim mempunyai ijtihad
atau pertimbangan hukum hakim sendiri yang berdasarkan musyawarah
majelis hakim, salah satunya memberikan penetapan permohonan dispensasi
nikah, hakim mempunyai wewenang penuh untuk mengabulkan atau menolak
permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama sesuai dengan
pertimbangan hukum Hakim.15
12
Pasal 7 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
13
Ahmad Mujahidin, Pembaruan Hukum Acara Peradilan Agama, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), 120.
14 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogjakarta: Liberty Yogjakarta, 2002),
221.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Pengadilan Agama Nganjuk merupakan Pengadilan tingkat pertama
dibawah naungan Mahkamah Agung, Pengadilan Agama Nganjuk tahun 2015
memberikan penetapan permohonan dispensasi nikah sejumlah 44 permohonan
dispensasi nikah, dari 44 permohonan dispensasi nikah 1 permohonan
dispensasi nikah digugurkan dikarenakan Pemohon tidak hadir saat
persidangan dan 1 permohonan dispensasi nikah dicabut oleh Pemohon.
Berdasarkan fakta dipersidangan majelis hakim dalam memberikan izin
dispensasi nikah kepada Pemohon dengan beberapa pertimbangan antara lain,
perkara yang diajukan oleh Pemohon merupakan kewenang absolut Pengadilan
Agama Nganjuk, berdasarkan surat penolakan dari Pegawai Pencatatan Nikah
(PPN) Kantor Urusan Agama Kecamatan Kabupaten Nganjuk dengan alasan
bahwa usia anak Pemohon belum memenuhi persyaratan minimum seseorang
boleh melakukan pernikahan.
Berdasarkan atas penolakan tersebut Pemohon memohan agar Pengadilan
Agama Nganjuk dapat memberikan izin dispensasi nikah kepada Pemohon
agar dapat melangsungkan pernikahan anaknya meskipun usianya masih
dibawah batas usia pernikahan, pertimbangan selanjutnya apabila Pemohon
sudah memunuhi syarat pengajuan lengkap adminitrasi, Pemohon merupakan
persona standi in yudicio atau pihak yang berkepentingan dalam perkara ini,
7
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
formil kesaksian dalam persidangan, antara calon suami dan calon istri tidak
ada larangan pernikahan, dan mempertimbangkan asas kemaslahatan yang
bersandarkan dalam kaidah fikih yang berbunyi “mencegah kerusakan harus
didahulukan dari pada pencapaian nilai - nilai maslahah”. 16
Majelis hakim III dan majelis hakim IV mempertimbangkan, bahwa
dalam ketentuan Pasal 53 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam terdapat norma
hukum bahwa “seorang wanita hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan
pria yang menghamilinya”. ”Selanjutnya dalam pasal 53 ayat (2), dinyatakan
bahwa “perkawinan dengan wanita hamil yang disebutkan pada ayat (1) dapat
dilangsungkan tanpa menungu lebih dahulu kelahiran anaknya”.17
Majelis hakim telah beralasan untuk mengesampingkan ketentuan batas
usia minimum usia pernikahan yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 7 ayat
(1), UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Jo pasal 15 ayat (1) Kompilasi
Hukum Islam di Indonesia dalam hal ini memberikan sebuah kelemahan
terhadap ketentuan pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
Jo Pasal 15 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, bilamana semua
permohonan dispensasi nikah dikabulkan.
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih
lanjut mengenai permasalahan dalil hukum hakim dalam memberikan
penetapan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Nganjuk Tahun
16
Salinan Penetapan No. 0042/Pdt.P/2015.Ngj, 10.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2015 untuk itu penelitian ini diberi judul “Dinamika Dalil Hukum Hakim
dalam Penetapan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama
Nganjuk Tahun 2015”
B.Identifikasi dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan
permasalahan sebagai berikut:
1. Penyebab terjadinya pernikahan dini
2. Perbedaan pendapat tentang batas usia balig
3. Penyebab terjadinya dispenasi nikah
4. Diskripsi penggunaan dalil hukum hakim
5. Pertimbangan dalil hukum hakim dalam memberikan penetapan
dispensasi nikah di Pengadilan Agama Nganjuk tahun 2015
2. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini terbatas
pada permasalahan :
1. Dalil hukum yang digunakan oleh hakim dalam penetapan perkara
permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Nganjuk pada Tahun
9
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2. Terjadi perbedaan penggunaan dalil hukum hakim dalam penetapan
perkara dispensasi nikah di Pengadilan Agama Nganjuk Tahun 2015.
3. Tinjauan hukum Islam terhadap penetapan majelis hakim dalam perkara
permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Nganjuk Tahun
2015.
C.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi, dan batasan masalah
yang telah dipaparkan di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana dalil hukum yang digunakan oleh hakim dalam Penetapan
perkara permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Nganjuk
pada Tahun 2015 ?
2. Mengapa terjadi perbedaan penggunaan dalil hukum hakim dalam
Penetapan perkara dispensasi nikah di Pengadilan Agama Nganjuk
Tahun 2015 ?
3. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap penetapan majelis hakim
dalam perkara permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
D.Kajian Pustaka
Pembahasan yang dikaji dalam penelitian ini adalah dinamika dalil
hukum hakim dalam memberikan izin dispensasi nikah di Pengadilan Agama
Nganjuk Tahun 2015. Sebelumnya sudah ada penelitian yang membahas
mengenai izin dispensasi nikah di Pengadilan Agama, diantaranya:
Skripsi yang ditulis oleh Barir Masna Af’idah pada tahun 2010 yang berjudul “Studi terhadap Penetapan Pengadilan Agama Nganjuk dan
Pengadilan Yogjakarta tentang Dispensasi Nikah karena Calon Istri Hamil di
Luar Nikah”.18 Dalam skripsi ini penulis mengkaji terhadap penetapan
dispensasi nikah di dua Pengadilan Agama yang berbeda, Pengadilan Agama
Nganjuk dan Pengadilan Agama Yogjakarta, dalam permohonan calon istri
sudah hamil, dan calon suami belum mendapat pekerjaan yang menjadi pokok
permasalahan antara dua Pengadilan Agama tersebut sama mendapatkan
masalah yang sama akan tetapi beda penetapan, Pengadilan Agama Nganjuk
monolaknya karena majelis hakim berpendapat bahwa calon suami belum
mampu memikul tanggung jawab sebagai suami dan kehamilan tersebut
disengaja supaya mendapat restu dari orang tua, sedangkan Pengadilan Agama
Yogjakarta mengabulkan dengan pertimbangan bahwa calon suami tersebut
sudah dewasa dan sudah siap memikul tanggung jawab sebagai suami.
18Barir Masna Af’idah “ Studi Terhadap Penetapan Pengadilan Agama Nganjuk dan Pengadilan
11
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Skripsi yang ditulis oleh Faruq Alfarizmi pada tahun 2011 yang berjudul
“Studi Analisis terhadap Penetapan Pengadilan Agama Pasuruhan
No.0053/Pdt.P /PA.Pas tentang Dispensasi Nikah Karena Sudah
Bertunangan”. 19 Dalam skripsi ini antara anak Pemohon dan calon suami
sudah melakukan pertunangan selama 5 bulan, dan hubungan antara calon
suami dan calon istri sudah dekat bahkan mereka berdua pernah melakukan
hubungan intin layaknya suami istri, dalam penetapannya majelis hakim
mengabulkan permohonannya dengan pertimbangan mencegah kerusakan
harus didahulukan dari pada pencapaian nilai - nilai maslahah, meskipun umur
calon istri masih 12 tahun.
Skripsi yang ditulis oleh Ary Ardila pada tahun 2012 yang berjudul
“Analisis Yuridis terhadap Penolakan Dispensasi Nikah bagi Pasangan Sirri di
Bawah Umur dalam Penetapan Pengadilan Agama Krasakan No
032/Pdt.P/2011/PA.Krs”.20 Dalam skripsi ini peneliti mengkaji terhadap calon
suami masih dibawah umur yang sudah melakukan nikah siri, dalam
permohonannya supaya nantinya tidak sulit mendapatkan akta nikah maupun
akta kelahiran anaknya, dalam penetapannya majelis hakim menolaknya,
permohonan Pemohon lebih tepat untuk melakukan permohonan isbat nikah.
19Faruq Alfarizmi, “Studi Analisis Terhadap Penetapan Pengadilan Agama Pasuruhan No.0053/Pdt.P
/PA.Pas Tentang Dispensasi Nikah Karena Sudah Bertunangan” (Skripsi IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011).
20Ary Ardila “Analisis yuridis Terhadap Penolakan Dispensasi Nikah bagi Pasangan Sirri di Bawah Umur dalam Penetapan Pengadilan Agama Krasakan No 032/Pdt.P/2011/PA.Krs,”(Skripsi IAIN
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Jurnal yang ditulis Quri Orchid pada tahun 2012 yang berjudul
“Pemberian Dispensasi Usia Perkawinan (Studi Kasus Penetapan
No.82/Pdt.P/PA.Mks”.21 Dalam jurnal ini mengakaji tentang pertimbangan
hukum hakim dalam memberikan dispensasi nikah dalam penetapannya majelis
hakim tidak hanya berpedoman pada ketentuan yang berlaku majelis hakim
mempertingkan maslahah mursalah pertimbangan kebaikan dan menolak
kerusakan, karena takut akan terjadi hal – hal yang tidak diingikan dikemudian
hari jika tidak cepat dinikahkan apabila mereka tetap menjalin hubungan dan
akan akan mengkwatirkan orang tua.
Berdasarkan penelitian yang sudah ditemukan oleh peneliti menunjukan,
bahwa belum ada penelitian yang secara khusus membahas tentang dinamika
dalil hukum hakim dalam penetapan dispensasi nikah di Pengadilan Agama
Nganjuk tahun 2015. Adapun perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian
tersebut di antaranya:
1. Salinan penetapan permohonan dispensasi nikah berasal dari Penetapan
Pengadilan Agama Nganjuk tahun 2015.
2. Dalam penelitian disini mengkaji tetang dalil hukum yang digunakan
oleh hakim dalam penetapan perkara permohonan dispensasi nikah di
Pengadilan Agama Nganjuk tahun 2015.
21 Quri Orchid “Pemberian Dispensasi Usia Perkawinan (Studi Kasus Penetapan
13
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
E. Tujuan Hasil Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang ada, tujuan penelitian yang ingin
dicapai oleh penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui dalil hukum yang digunakan oleh hakim dalam penetapan
perkara permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Nganjuk
tahun 2015.
2. Mengetahui terjadi perbedaan penggunaan dalil hukum hakim dalam
penetapan perkara permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama
Nganjuk tahun 2015.
3. Mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap penetapan majelis hakim
dalam permohonan perkara dispensasi nikah di Pengadilan Agama
Nganjuk tahun 2015.
F. Kegunanaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan berguna
dalam beberapa hal sebagai berikut :
1. Aspek keilmuan (teoritis)
hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan menambah wawasan, memperluas khazanah ilmu
pengetahuan dalam arti membangun, memperkuat dan menyempurnakan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2. Aspek terapan (praktis)
hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan hukum hakim dalam memberikan penetapan perkara
permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama.
G. Definisi Oprasional
Berdasarkan judul skrispsi yang telah dipaparkan di atas, maka perlu
untuk mengertikan masing - masing variabel secara tegas dan spesifik dari
penelitian yang berjudul “Dinamika Dalil Hukum Hakim dalam Penetapan
Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Nganjuk Tahun 2015”.
sebagai berikut :
1. Dinamika Dalil Hukum Hakim : persamaan dan perbedaan, dalil hukum
yang digunakan oleh hakim dalam
menyelesaikan perkara. 22 Terutama
perkara permohonan dispensasi nikah
di Pengadilan Agama Nganjuk tahun
2015.
2. Dispensasi Nikah : pengecualian dari aturan umum untuk
keadaan yang khusus, pembebasan
22
15
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
dari yang sudah suatu kewajiban atau
larangan.23
3. Penetapan Permohonan : pernyataan yang diucapkan oleh hakim
dalam sidang terbuka untuk umum
untuk mengakhiri perkara
permohonan di pengadilan agama.24
H.Metode Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
hukum normatif, karena data primer yang digunakan dalam penelitian ini
berupa salinan penetapan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama
Nganjuk Tahun 2015 agar penelitian ini tersusun dengan benar, maka
penelitian ini menggunakan motode sebagai berikut :
1. Data yang dikumpulkan
Dalam pelaksanaan penelitian ini dikumpulkan data yang sesuai
dengan kebutuhan dalam menjawab permasalahan dalam penelitian ini
antara lain;
a. Prosedur penyelesaian perkara permohonan dispensasi nikah di
Pengadilan Agama Nganjuk Tahun 2015.
23 Depaertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1995 ), 238.
24
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
b. Dalil hukum yang digunakan oleh hakim dalam penetapan
permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Nganjuk Tahun
2015.
2. Sumber data
sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data
diperoleh.25 Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian
ini, maka digunakan dua sumber data antara lain :
a. Sumber primer yaitu sumber data yang sifatnya penting dan
memungkinkan untuk mendapatkan sejumlah informasi yang
diperlukan dan berkaitan dengan penelitian.26
1. Salinan penetapan Pengadilan Agama Nganjuk tentang
perkara permohonan dispensasi nikah Tahun 2015.
b. Sumber sekunder yaitu sember data yang diperoleh atau dikumpulkan
oleh peneliti yang merupakan hasil penelitian dari sumber – sumber
yang telah ada.27 Dengan tujuan menunjang penjelasan data primer
antara lain :
1. Undang - Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
2. Intruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi
Hukum Islam
17
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3. Peraturan Menteri Agama No.3 Tahun 1975
4. UU No.7 Tahun 1989 diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006
tentang Peradilan Agama
5. Muhammad Husain, Fiqih Perempuan Refleksi kiai atas
Wacana Agama dan Gender
6. Ahmad Mujahidin, Pembaharuan Hukum Acara Perdilan
Agama
7. Wahbah Zuhailiy, Ushul Fiqh al- Islamiy
3. Teknik pengumpulan data
Dalam sebuah penelian juga membutuhkan data yang akurat dan
relevan dengan tujuan agar penelitiannya terarah sesuai dengan tujuan
yang diharapkan, sedangkan dalam mendapatkan data tersebut perlu juga
menggunakan metode yang sesuai dengan data yang di butuhkan, teknik
pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematika dan standart
untuk mendapatkan data yang di perlukan dalam penelitian.28 Dalam
penelitian ini teknik pengumpulan data sebagai berikut:
Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data dengan menelusuri dan
mempelajari data berupa dokumen tertulis.29 Terutama dari salinan
penetapan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Nganjuk
Tahun 2015.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Dengan menggunakan dokumentasi peneliti mendapatkan data
tentang prosedur permohonan dispensasi nikah, berita acara persidangan,
dan salinan penetapan Pengadilan Agama Nganjuk Tahun 2015
4. Teknik analisis data
Merupakan upaya untuk meningkatkan pemahaman penelitian
tentang dalil hukum yang digunakan oleh Hakim dalam penetapan
permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Nganjuk Tahun
2015.
Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder
dianalisis menggunakan analisis induktif yaitu kerangka berfikir yang
diawali dari fakta – fakta yang khusus kemudian ditarik pada yang
umum.30 Mengenai dalil hukum yang digunakan oleh hakim dalam
penetapan permohonan dispensi nikah di Pengadilan Agama Nganjuk
Tahun 2015.
Kemudian dianalis apakah dalil hukum hakim yang digunakan
dalam memeberikan penetapan dispensasi nikah di Pengadilan Agama
Nganjuk Tahun 2015 tersebut sudah sesuai dengan undang – undang
yang berlaku yaitu UU No. Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan hukum
Islam kaidah fikih (maslahah mursalah).
19
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
I. Sistematika Pembahasan
Dalam setiap pembahasan suatu masalah sistematika pembahasan
merupakan aspek terpenting karena sistematika pembahasan ini dimaksud
untuk mempermudah bagi pembaca dalam mengetahui alur pembahasan yang
terkandung dalam skripsi ini. adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini
terdiri dari lima bab. Adalah sebagai berikut:
Bab Pertama, membahas tentang pendahuluana yang berisi latar
belakang, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, metode penelitian, dan
sistematika pembahasan.
Bab Kedua, merupakan bab yang berisi tentang kontruksi yuridis
dispensasi nikah di Pengadilan Agama yang meliputi pengertian dispensasi
nikah, dasar hukum dispensasi nikah, akibat hukum dispensasi nikah dan
prosedur pengajuan dispensasi nikah di Pengadilan Agama, penyebab
dispensasi nikah.
Bab Ketiga. Merupakan uraian terhadap kewenangan Pengadilan Agama
Nganjuk, penyelesaian perkara permohonan dispensasi nikah di Pengadilan
Agama Nganjuk Tahun 2015 dan dalil hukum hakim, perbedaan dalil hukum
hakim yang digunakan oleh hakim dalam penetapan permohonan dispensasi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Bab Keempat, merupakan bab yang berisi tentang analisis dalil hukum
Hakim, perbedaan penggunaan dalil hukum hakim dan tinjauan hukum Islam
mengenai dalil hukum yang digunakan oleh hakim dalam penetapan perkara
dispensasi nikah di pengadilan Agama Nganjuk Tahun 2015.
21
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB II
Kontruksi yuridis Dispensasi Nikah
di Pengadilan Agama
A. Pengertian Dispensasi Nikah
Secara sederhana pengertian dispensasi nikah dapat dipahami dalam dua
kata dasar dispensasi dan nikah, dalam kamus besar bahasa Indonesia arti
dispensasi adalah pengecualian dari aturan umum untuk suatu keadaan yang
khusus pembebanan dari suatu kewajiban atau larangan, menyatakan bahwa
suatu peraturan perundang - undangan tidak berlaku untuk suatu hal yang
khusus.1
Sedangkan pengertian dispensasi dalam Kamus Hukum yang dikarang
oleh Sudarsono makna dispensasi adalah merupakan pengecualian dari suatu
aturan secara umum untuk sesuatu keadaan yang bersifat khusus, pembebasan
dari suatu larangan atau kewajiaban.2 Hal senada juga disampaikan oleh C.S.T
Kansil dan Chistine S.T Kansil makna dispensasi merupakan penetapan yang
menyatakan bahwa suatu ketentuan peraturan memang tidak berlaku bagi
kasus yang diajukan oleh seorang Pemohon.3
1 Tim Penyususunan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1988), 270.
2 Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 102.
3 C.S.T Kansil dan Chistine S.T Kansil, Kamus Istilah Aneka Ilmu, (Jakarta: Surya Multi Grafika,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Menurut Subekti dan Tjitosubodo dalam bukunya yang berjudul Kamus
Hukum makna dispensasi menyatakan bahwa penyimpangan atau pengecualian
dari suatu perintah yang berlaku, seiring dengan itu menurut Roihan A. Rasyid
makna dispensasi merupakan pemberian izin oleh Pengadilan Agama kepada
calon mempelai yang belum cukup umur untuk melangsungkan pernikahan
bagi pria yang umurnya belum mencapai 19 tahun dan bagi wanita yang
umurnya belum mencapai 16 tahun, dispensasi nikah diajukan oleh pihak
keluarga terutama orang tua kepada Pengadilan Agama dalam bentuk
permohonan.4
Adapun pernikahan menurut UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
dapat diartikan sebagai berikut “perkawinan ialah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga )yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang
Maha Esa”.5
Berdasarkan penjelasan mengenai makna dispensasi nikah diatas dalam
Islam tidak mengartikan secara spesifik mengenai makna dispensasi nikah,
dikarenakan dalam Islam belum dijelaskan secara pasti mengenai batas usia
seseorang boleh melakukan pernikahan, asalkan antara calon suami maupun
calon isteri telah balig.
23
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
B. Dasar Hukum Dispensasi Nikah
1. Dispensasi nikah dalam kontruksi hukum positif.
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan “perkawinan hanya diizikan jika pihak pria sudah mencapai
umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16
(enam belas) tahun.6 Persyaratan tersebut juga dipertegas dalam ketentuan
Pasal 15 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam “untuk kemaslahatan keluarga
dan rumah tangga perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang
telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang - undang No.1
Tahun 1974 yakni calon suami sekurang - kurangnya berumur 19 tahun dan
calon isteri sekurang - kurangnya berumur 16 tahun”.7
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan “dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini
dapat meminta dispensasi nikah ke Pengadilan Agama atau pejabat lain
yang berwenang ditunjuk oleh salah kedua orang tua pihak pria maupun
pihak wanita”.8 Mengenai halnya dengan permohonan dispensasi nikah
Pasal 4 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama,
menyatakan bahwa permohonan dispensasi nikah dapat diajukan
berdasarkan daerah hukum tempat tinggalnya pemohon yang terletak di
6Ibid., Pasal 7 ayat (1).
7 Pasal 15 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
kabupaten/kota.9 Permohonan dispensasi nikah diajukan oleh orang tua
calon mempelai yang usianya masih dibawah ketentuan usia pernikahan,
selanjutnya bilamana Pengadilan Agama mengabulkan permohonan
dispensasi nikah dalam bentuk penetapan, maka salinan penetapan tersebut
dapat dijadiakan sebagai memenuhi kekurangan persyaratan melangsungkan
pernikahan.10
Ketentuan yang sama juga dijelaskan dalam Peraturan Menteri
Agama Nomor 3 Tahun 1975 mengenai ketentuan batas usia pernikahan,
bilamana usianya belum mencapai usia minimal pernikahan dapat memohon
dispensasi nikah ke Pengadilan Agama berdasarkan daerah hukum tempat
tinggalnya, ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 12 dan Pasal 13
mengenai ketentuan prosedur pemahaman dispensasi nikah di Pengadilan
Agama bagi yang usianya belum mencapai usia minimal seseorang boleh
melakukan pernikahan, menyatakan sebagai tersebut :
Pasal 12
a. Pernikahan harus didasarkan persetujuan kedua calon mempelai; b. Seseorang calon mempelai yang akan melangsungkan pernikahan
belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin sebagaimana yang dimaksud pasal 6 ayat 2,3,4 dan 5 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. 11
9 Pasal 4 ayat (1) Undang- undang No.3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. 10 Moh.Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Sinar Grafindo, 1999), 183.
25
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Pasal 13
a. Apabila seorang suami belum mencapai umur 16 tahun hendak melangsungkan pernikahan harus mendapat dispensasi dari Pengadilan Agama.
b. Permohonan dispensasi nikah bagi mereka tersebut pada ayat (1) pasal ini, diajukan oleh kedua orang tua pria maupun wanita kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggalnya; c. Pengadilan Agama setelah memeriksa dalam persidangan dan
berkeyakinan bahwa terdapat hal-hal yang memungkinkan untuk memberikan dispensasi tersebut, maka Pengadilan Agama memberikan dispensasi nikah dengan suatu penetapan;
d. Salinan penetapan itu dibuat dan diberikan kepada pemohon untuk memenuhi persyaratan melangsungkan pernikahan.12
2. Dispensasi nikah dalam kontruksi hukum Islam
Dalam perpektif hukum Islam memiki resepsi yang berbeda mengenai
makna dispensasi nikah, dalam kontruksi hukum Islam dispensasi nikah
dapat diartikan sebagai sebuah keadaan yang merubah keadaan sebuah
hukum asal, misalnya dalam Islam memiliki metode maslahah mursalah
yaitu maslahah yang tidak ada legalitas hukumnya posisi yang tidak ada
legalitas hukumnya dalam halnya mengenai makna dispensasi nikah dalam
kontruksi hukum Islam, maka konsep maslahah inilah yang dapat dijadikan
salah satu dalil dalam penggalilan hukum Islam perpektif ulama ushul fikih
mengenai makna dispensasi nikah.13
Secara bahasa maslahah dapat diartikan sebagai menarik manfaat dan
menolak adanya kemundharatan, sedangakan arti maslahah adalah terlepas
12 Ibid., Pasal 13.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
dari penunjukan syariat baik dianggap ataupun menolak.14 Sedangkan
menurut terminilogi ushul fikih, maslahah mursalah adalah beberapa sifat
yang sejalan dengan tujuan syariat akan tetapi tidak ada dalil tertentu dari
syari‘ah yang membenarkan dan membatalkan dengan ditetapkan hukum
padanya akan tercapai kemaslahatan dan tertolak kerusakan dari manusia.15
Penggunaan metode maslahah mursalah ini masih memunculkan hal
yang delimatis dikarenakan maslahah ini sangat dibutuhkan mengingat
tidak semua kebutuhan manusia dijelaskan secara rinci dalam nash sehingga
penggunaan maslahah mursalah ini merupakan suatu kebutuhan yang sangat
mendesak, karena metode maslahah mursalah sebagai alat legalitas untuk
mengesahkan status hukum agar maslahah mursalah bisa dijadikan sebagai
salah satu dalil dalam menggali sebuah hukum dalam halnya mengenai
makna dispensasi nikah syarat - syarat tersebut antara lain:
1. Maslahah mursalah seharusnya sesuai dengan syarat syariat dalam
persyariatan sehingga tidak meniadakan pokok –pokok syariat
dan juga tidak bertentangan dengan nash maupun dalil – dalil
yang qa}t‘i jadi, jika dalam sesuatu hal yang harus direalisasikan
akan tetapi secara nyata kemaslahatan tersebut bertentangan dan
dapat merobohkan nilai – nilai agung al – maqa}}sid al – syari‘ah,
14Abdul Karim Zaidan, al- Wajiz Fi Ushul Fiqh,(Berut: Mu’asasah al- Risalah, 1998), 237.
27
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
maka masahah tersebut tidak bisa dijadikan sebuah dalil dan
metode untuk menggali hukum Islam.
2. Maslahah seharusnya berupa maslahah yang rasional (masuk akal)
maslahah yang disini adalah maslahah yang sudah pasti, bukan
berupa maslahah yang masih diragukan dan memunculkan ketidak
jelasan.
3. Maslahah merupakan manfaat yang dapat dirasakan oleh
mayoritas umat secara umum, bukan maslahah yang hanya dapat
dirasakan oleh sebagian orang sebagian kelompok saja syarat yang
ketiga inilah meminimalisir kesalahan yang dilakukan oleh pihak
tertentu yang menjadi maslahah mursalah sebagai penggalian
hukum untuk meligimasikan kepentingan sendiri saja.16
Apabila ketiga syarat diatas sudah terpenuhi, maka mujathid
dibolehkan untuk mengaplikasikan metode maslahah mursalah sebagai
sebuah kemaslahatan yang harus direalisasikan, maka boleh menerapkan
kemaslahatan tersebut walapun status hukumnya tidak mendapatkan
legalitas nash yang tegas dalam alqur’an. Pernikahan dalam Islam
memanglah sangat dianjurkan, berpedoman dari alqur’an dalam surah
Annisa ayat 32:
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.17
Berdasarkan ayat di atas kata (نحاصلا) dapat dipahami oleh banyak
ulama dalam arti “yang layak kawin” yakni yang mampu secara mental dan
spiritual untuk membina rumah tangga.18 Begitu pula dengan Hadist
Rasulullah Saw, yang menganjurkan kepada para pemuda untuk
melangsungkan pernikahan dengan syarat adanya kemampuan bila belum
mampu hendaknya berpuasa. mengamalkan sunahku, maka dia bukan termasuk golonganku. Dan menikahlah kalian semua, sesungguhnya aku (senang) kalian memperbanyak umat, dan barang siapa (diantara kalian) telah memiliki kemampuaan atau persiapan (untuk menikah) maka menikahlah, dan barang siapa yang belum mendapati
17
29
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
dirinya (kemampuan atau kesiapan) maka hendaklah ia berpuasa, sesungguhnya puasa merupakan pemotong hawa nafsu baginya.19
Berdasarkan Hadist di atas bahwa Rasullah Saw, menganjurkan
menikah bagi para pemuda yang telah sanggup melangsungkan pernikahan,
dalam Hadist tersebut tidak ada kreteria usia pernikahan hanya disebutkan
bagi mereka yang sudah mampu, karena pernikahan merupakan ikatan yang
sakral antara seorang pria dan wanita, pernikahan merupakan pembeda
antara hubungan sah suami istri dan berbuat zina, sedangakan bagi mereka
yang belum mampu hendaklah berpuasa, selanjutnya mayoritas ulama fikih
mengesahkan terjadinya perkawinan dini, berpedoman pada alqur’an Surah
attalaq Ayat 4 mengenai masa idah (masa menuggu) bagi perempuan yang
mengalami menopause dan perempuan yang belum haid.
antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.20
Ayat ini menjelaskan mengenai masa idah (masa menuggu) bagi
perempuan yang mengalami menopause dan perempuan yang belum haid.
Masa idah bagi kedua kelompok perempuan ini adalah tiga bulan. Secara
tidak langsung ayat ini mengandung makna bahwa pernikahan bisa
dilaksanakan pada perempuan beliu usia (muda), karena idah hanya bisa
dikenakan kepada seorang wanita yang sudah kawin dan bercerai.21
Sedangkan bagi anak perempuan kecil yang sudah janda (baik karena
ditinggal mati suaminya atau bercerai) maka walinya tidak boleh
mengawinkannya kembali demikian pula bagi orang lain (wali selain ayah)
Jadi, anak kecil yang sudah janda kedudukannya sama dengan janda yang
telah dewasa yaitu ia memberikan izin saat akan dikawinkan.22
Nabi juga pernah menikahkan anak perempuan pamannya (Hamzah),
dengan seorang laki - laki dan Abu Salamah, keduanya ketika itu umurnya
masih berusia muda belia.23 Diantara sahabat Nabi ada yang mengkawinkan
anak putra – putinya atau keponakannya masih berusia muda belia, ‘Ali bin
Abi Thollib mengawinkan anak perempuannya yang bernama Ummi
Kultsum dengan ‘Umar bin Khattab, saat itu Ummi Kultsum masih muda,
20 Departemen Agama RI, Al- Quran dan terjemahan…,559.
21Husain Muhammad, Fiqih Perempuan Refleksi Kiai Atas Wacana Agama dan Gender, (Jogjakarta:
LKiS, 2007), 91.
22Ibid., 100.
31
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
‘Urwah bin Zubair juga mengawinkan anak perempuan saudaranya dengan
laki- laki saudaranya yang lain, kedua keponakannya itu sama - sama masih
berusia muda belia.24
Ulama madzab Syafii berpendapat bahwa untuk menikahkan anak laki
– laki yang usianya dibawah ketentuan usia pernikahan disyaratkan adanya
kemaslakhatan (kepentingan yang baik) sedangkan anak perempuan
diperlukan beberapa syarat, diantaranya sebagai berikut;
1. Tidak ada permusuhan yang nyata antara anak perempuan
dengan walinya yaitu ayah atau kakek.
2. Tidak ada permusuhan antara calon istri dan calon suami
3. Calon suami harus sekufu (sesuai atau setara)
4. Calon suami harus mampu memberikan mas kawin kepada
calon istrinya yang pantas.25
C. Akibat Hukum Dispensasi Nikah
1. Akibat Hukum dispensasi nikah
Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan “perkawinan hanya dapat diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
mencapai usia 16 (enam belas) Tahun”.26 “Dalam hal penyimpangan
terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi nikah kepengadilan
atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun
wanita”.27
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, memberikan dorongan lebih luas terjadinya perkawinan diusia
dini, perlu dipahami sejauh mana dispensasi atas suatu peraturan dapat
dilakukan, harus diketahui pula tujuan yang hendak dicapai oleh peraturan
yang medasari tersebut, Pasal 7 ayat 2 UU No.1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, mengatur mengenai penyimpangan terhadap batas usia
minimum untuk seorang boleh melakukan pernikahan, yakni 19 (Sembilan
belas) tahun untuk pria dan 16 (enam belas) tahun untuk wanita.
Berdasarkan penjelasan Pasal 7 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 tentang
perkawinan, dikatakan tujuan yang hendak dicapai dari ditetapkannya batas
usia perkawinan guna menjaga kesehatan suami istri maupun keturunannya,
oleh sebab itu Pasal 7 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
membuka praktek terjadinya pernikahan diusia dini. Konsekuensinya,
apabila semua permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama
dikabulkan telah memperparah kondisi kualitas pertumbuhan anak di
Indonesia, karena akan kehilangan akses terhadap pendidikan dan
26 Pasal 7 ayat (1) Undang- Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
33
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
kesempatan untuk dapat berkembang dan memahami tanggung jawab dalam
perkawinan sebelum melakukan perkawinan tersebut.
2. Kepastian hukum dengan adanya dispensasi nikah
Pada dasarnya permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama,
untuk memperoleh adanya kepastian hukum atau pembuktian secara yuridis
mengenai hukum yang ditimbulkan dengan adanya perkawinan bagi mereka
yang usianya belum mencapai usia minimal seseorang boleh melakukan
pernikahan yang di atur dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No.1 Tahun
1974 tentang Perkawinan.
Berdasarkan kitab Undang - undang hukum Perdata Burgerlijk
Wetboek (BW) ketentuan Pasal 1865 BW tentang Pembuktian, menyatakan
sebagai berikut “setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu
hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membatah suatu hak
orang lain, menunjukkan pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan
adanya hak tau peristiwa tersebut”.28
Berdasarkan hukum perkawinan pembuktian hanya bisa dibuktikan
dengan adanya surat kutipan akta nikah, mendapatkan pengakukan secara
hukum dalam mendapatkan bukti otentik dari pernikahan yang
dilangsungkan, hal ini dilakukan berkaitan dengan masalah keperdataan
dalam akibat hukum yang ditimbulkan dengan adanya pernikahan, karena
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
dalam mengurus masalah adminitrasi yang berkaitan dengan akibat hukum
yang ditimbulkan dengan adanya pernikahan harus menunjukkan adanya
akta pernikahan.29
Berdasarkan akibat hukum yang ditimbulkan dengan adanya
pernikahan yang sah, seseorang akan memperoleh bukti dari pernikahan
yang sah berupa akta nikah, akta nikah selain sebagai bukti ontentik
terhadap akibat hukum yang ditimbulkan dari pernikahan yang sah, akta
nikah juga memiliki jaminan hukum terhadap pasangan suami istri yang
melakukan pernikahan yang sah.30
Berdasarkan Akta nikah sebagai bukti ontentik terhadap keabsaan
seseorang telah melakukan pernikahan yang sah, ketentuan tersebut
terdapat dalam Pasal 7 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam “perkawinan hanya
dapat dibuktikan dengan akta nikah yang di buat oleh pegawai pencatat
nikah”.31 Ketentuan yang sama terdapat pada Pasal 2 ayat (2) UU No.1
Tahun 1974 tentang Perkawinan “bahwa tiap - tiap pernikahan dicatatan
menutut peraturan perundang - undangan yang berlaku”.32 Mengenangi
keabsahan pernikahan Kompilasi Hukum Islam juga mempertegas pada
ketentuan Pasal 5 dan Pasal 6 yang menyatakan sebagai berikut:
29 Moh Zahid, Dua Puluh Tahun Pelaksanaan Undang – undang Perkawinan, (Jakarta: Departemen
Agama RI Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, 2002), 72.
30Ahamd Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, ( Jakarta: PT Grafindo Persada, 1998), 116.
31 Pasal 7, Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam.
35
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Pasal 5
1) Agar terjamin ketertipan pernikahan bagi masyarakat Islam, setiap pernikahan harus dicatatkan.
2) Pencatatan pernikahan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat pencatatan nikah sebagaimana sudah diatur dalam UU No.22 Tahun 1946. Jo UU No. 32 Tahun 1975.33
Pasal 6
1) Untuk memenuhi ketentuan pada pasal 5, setiap pernikahan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan pegawai pencatatan nikah.
2) Pernikahan yang dilangsungkan yang dilangsungkan di luar pengawasan pegawai pencatatan nikah tidak mempunyai kekuatan hukum tetap.34
Mengenai halnya dengan wanita hamil diluar pernikahan yang sah,
ketentuan Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam mengenai wanita hamil diluar
pernikahan yang sah, menyebutkan sebagai berikut:
Pasal 53
1) Seorang wanita hamil diluar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
2) Perwakina dalam keadaan hamil yang disebutkan pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
3) Dengan dilangsungkanya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelang anak yang dikandungan lahir.35
perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap status
keberadaan seorang anak sejak anak tersebut masih dalam kandungan
33 Pasal 5 Kompilasi Hukum Islam. 34 Ibid., Pasal 6.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
hingga anak tersebut lahir nantinya, ketentuan mengenai perlindungan dan
kepastian hukum terhadap keberadaan anak terdapat dalam ketentuan Pasal
13 dan 27 UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menyatakan
sebagai berikut:
Pasal 13
1. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhannya, berhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan .
a. Diskriminasi
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun sexsual c. Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan d. Ketidak adilan dan
e. Perlakuan salah lainnya.36 Pasal 27
1. Identitas diri anak harus diberikan sejak kelahirannya
2. Identintitas sebagaimana dimaksudkan dalam Ayat (1)
dituangkan dalam akta kelahiran
3. Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang tua atau orang yang membantu kelahiran
4. Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang tuanya tidak diketahui keberadaanya, pembuatan akta kelahiran anak tersebut berdasarkan pada keterangan orang yang menemukannya.37
Berdasarkan perlindungan dan kepastian hukum terhadap asal asul
anak akibat hukum selanjutnya mengenai perkawinan yang sah, adanya
kepastian hukum antara hubungan antara orang tua dan anak. Ketentuan
terhadap hubungan anak dan orang tua tersebut diatur didalam ketentuan
37
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Pasal 45 sampai Pasal 49 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang
menyatakan sebagai berikut : kewajiban mana berlalu terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua nya putus.
Pasal 46
1) Anak wajib menghormati orang tuanya dan mentaati kehendak mereka yang baik
2) Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang dan keluarganya dalam garis lurus keatas, bila mana itu memerlukan bantuan.
Pasal 47
1) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) Tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaannya
2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuata hukum di dalam dan di luar pengadilan.
Pasal 48
1) Orang tua tidak dibolehkan memnidahkan hak atau
menggadaikan barang – barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum umur 18 (delapan belas) Tahun atau belum melangsungkan perkawinan kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya.
Pasal 49
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan pengadilan dalam hal :
a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya: b. Ia berkelakuan buruk sekali.
2) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut.38
Berdasarkan dengan adanya kepastian hukum dengan adanya
dispensasi nikah, maka pernikahan hanya dapat dibuktikan dengan adanya
akta nikah sebagai bukti otentik, dengan demikian akta nikah berguna bagi
kedua belah pihak, misalnya dengan adanya akta nikah dapat dijadikan
bukti bahwa mereka telah melaksanakan pernikahan secara sah menurut
hukum Islam maupun UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
D. Proses Pengajuan Dispensasi Nikah
Mengenai prosedur permohoan dispensasi nikah di Pengadilan Agama
sudah diatur sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan “perkawinan hanya diizinkan apabila pihak pria sudah
mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai
umur 16 (enam belas) tahun.” Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal
ini dapat meminta dispensasi nikah kepada Pengadilan Agama atau pejabat
lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita.”39
38 Pasal 45 – 49 Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
39
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 UU No.7 Tahun 1989 di ubah dengan UU
No.3 Tahun 2006 tentang Peradilan permohonan dispensasi nikah ke
Pengadilan Agama berdasarkan daerah hukumnya pemohon yang
berkedudukan di Ibu kota Kabupaten atau kota.40 Ketentuan dan persyaratan
tentang tata cara menyusun surat permohonan sudah di atur dalam Rv Pasal 8
No.3 menyebutkan bahwa dalam surat permohonan harus pokok permohonan
yang meliputi.
a. Identitas Pemohon, anak pemohon dan calon suami atau calon istri
anak pemohon, identitas terdiri dari (Nama, Umur, Agama,
Pekerjaan dan Alamat tinggal).
b. Posita yaitu penjelasan tentang keadaan atau peristiwa dan
penjelasan yang berhubungan dengan hukum yang dijadikan dasar
atau alasan permohonan.
c. Potitum yatu tuntutan yang diminta oleh pemohon agar
dikabulkannya permohonan pemohon oleh Majelis Hakim.41
Permohonan tersebut diajukan ke Pengadilan Agama setelah kehendak
melangsungkan pernikahan ditolak oleh Pegawai Pencatatan Nikah (PPN)
Kantor Urusan Agama, dengan alasan salah satu atau kedua calon mempelai
usianya belum memenuhinya persyaratan usia pernikahan.42 Untuk itu
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
mengajukan permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama harus
memenuhi prosedur dan tata cara dalam mengajukan permohonan dispensasi
nikah di Pengadilan Agama antara lain :
1. Meja 1
Surat permohonan yang telah di buat dan di tandatangani
ditunjukan pada kepeniteraan permohonan, pemohon menghadap pada
meja satu yang akan menaksirkan besarnya panjar biaya perkara dan
menuliskan pada surat kuasa untuk membayar (SKUM) yang harus
dibayar oleh pemohon kepada Bank yang telah ditunjuk oleh Pengadilan
Agama.
Dalam menafsirkan panjar biaya perkara ketua Pengadilan Agama
harus merujuk peraturan mahkamah agung RI No. 53 Tahun 2008,
peraturan Mahkamah Agung No 3 tahun Tahun 2012 tentang biaya
proses penyelesaian perkara dan pengelolaannya pada Mahkamah Agung
dan badan peradilan yang berada di bawahnya serta peraturan terkait
lainnya.43Mengenai ketentuan mengenai menaksirkan panjar biaya
perkara perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut:
a. Jumlah pihak yang berperkara
43 Pedoman Pelaksaan Tugas dan Adminitrasi Peradilan Agama Edisi Revisi, Buku II, (Direktoral
41
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
b. Jarak tempat tinggal dan kondisi daerah para pihak
(radius).44
Ketentuan biaya perkata sudah di atur dalam Pasal 90 No.7
Tahun1989 diubah dengan UU No.3 Tahun 2006 tentang Peradilan
Agama sehingga pasal 90 berisi sebagai berikut;
a. Biaya kepaniteraan dan biaya materai yang diperlukan untuk perkara tersebut.
b. Biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah, dan biaya pengambilan sumpah yang diperlukan dalam perkara tersebut
c. Biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan
setempat dan tindakan – tindakan lain yang diperlukan pengadilan dalam perkara tersebut
d. Biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan lain –lain atas perintah pengadilan yang berkenaan dengan perkara tersebut.45
Kemudian Pemohon menghadap kepada kasir dengan menyerahkan
surat permohonan dan surat kuasa untuk membayar (SKUM), kemudian
petugas kasir melakukan proses sebagai berikut:
a. Menerima bukti pembayaran yang telah dilakukan oleh
pemohon tersebut dan mencatat dalam jurnal biaya perkara,
menandatangani dan memberikan nomor perkara serta tanda
lunas pada SKUM.
b. Mengembalikan surat permohonan dan SKUM kepada
pemohon.46
44 Ibid., 2.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2. Meja II
Pemohon kemudian menghadap pada meja II dengan menyerahkan
surat permohonan dan SKUM yang telah dibayar. Kemudian petugas
meja II melakuan proses sebagai berikut:
a. Memberikan nomor pada surat permohonan sesuai dengan
yang telah diberikan oleh kasir. Sebagai tanda telah terdaftar
maka meja II melakukan paraf.
b. Menyerahkan atau lembar surat permohonan yang telah
terdaftar bersama satu helai SKUM kepada pemohonan.
Kepada para pihak diberitahukan pula bahwa mereka dapat
mempersiapkan bukti – bukti yang diajukan dalam
persidangan.47
Setelah berkas permohonan dispensasi nikah di Meja II, kemudian
berkas perkara diserahkan kepada Ketua Pengadilan Agama oleh Wakil
Panitera untuk diperiksa kelengkapan formilnya.48 Kemudian Ketua
Pengadilan Agama kemudian membuat penetapan majelis hakim dan
dikembalikan kepada panitera, kemudian panitera menunjuk panitera
siding atau panitera pengganti. majelis hakim membuat penetapan hari
siding serta mengembalikan berkas kepada Meja II, kemudian Meja II
46Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Peradilan Agama, (Jogjakarta, Pusta Pelajar, 1996), 28
47 Ibid., 28.
43
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
membuat surat penggilan kepada pemohon dan calon mempelai yang
akan dimintakan dispensasi nikah beserta saksi guna untuk meperkuat
permohonan pemohon. Setelah menyidangkan perkara, dengan
pertimbangan hukum yang ada dan sesuai dengan keadaan, serta
keterangan – keterangan para saksi, maka majelis hakim memberikan
penetapan berupa : -Menolak atau Mengabulkan permohonan Pemohon.
Apabila Majelis hakim mengabulkan permohonan dispensasi nikah
tersebut, maka calon mempelai dapat mendaftarkan kembali ke Pegawai
Pencatatan Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan guna untuk
melengkapi salah satu kekurangan pesyaratan perkawinan mengenai
batas usia perkawinan, kemudian dapat melangsungkan pernikahan. Bila
mana Majelis hakim menolak, maka harus menunggu sampai umur
mereka boleh untuk melakukan pernikahan.49
E. Faktor – Faktor Penyebab Terjadinya Dispensasi Nikah
Factor - faktor yang menjadikan banyaknya permohonan dispensasi
nikah di pengadilan agama rata – rata karena hamil sebelum melangsungkan
perkawinan. Karena pada masa remaja, banyak remaja mengalami perubahan
baik secara fisik maupun psikologis, sehingga mengakibatkan perubahan sikap
dan tingkah laku, seperti mulai memperhatikan penampilan diri, mulai tertarik