• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEREMPUAN KONVEKSI : PENDAMPINGAN PEREMPUAN BURUH KONVEKSI DALAM MENGEMBANGKAN USAHA KREATIF DESA BANDUNG KECAMATAN GEDEG MOJOKERTO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEREMPUAN KONVEKSI : PENDAMPINGAN PEREMPUAN BURUH KONVEKSI DALAM MENGEMBANGKAN USAHA KREATIF DESA BANDUNG KECAMATAN GEDEG MOJOKERTO."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PEREMPUAN KONVEKSI

Pendampingan Perempuan Buruh Konveksi Dalam Mengembangkan

Usaha Kreatif Desa Bandung Kecamatan Gedeg Mojokerto

SKRIPSI

Diajukan sebagai syarat menempuh gelar Strata Satu (S1) Prodi Pengembangan Masyarakat Islam

Oleh

Muhammad Dimas

B02210018

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

JURUSAN DAKWAH

PRODI PENGEMBANGAN MASYARAKAT

(2)

PENGESAHAN TIM PENGUJI

Skripsi atas Nama Muhammad Dimas NIM B02210018 ini telah diujikan dan dipertahankan di depan tim penguji pada hari Senin tanggal 09 februari 2015

Surabaya, 15 Februari 2015

Mengesahkan,

Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Dekan,

Dr. Hj. Rr. Suhartini, M.Si NIP. 195801121982032001

Ketua,

Achmad Murtafi Haris, Lc, M.Fil.I NIP.197003042007011056

Sekretaris

Drs.H. Munir Mansyur,M.Ag, NIP. 195903171994031001

Penguji I

Drs. H. Nadhir Salahuddin. M.A. NIP.197107081994031001

Penguji II

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Kata Kunci: Pendampingan Perempuan Buruh Konveksi, Asset Based Community Development

Kehidupan buruh konveksi di Desa Bandung memberikan gambaran tentang kehidupan buruh di Indonesia yang rata-rata berjenis kelamin perempuan dengan gaji yang tidak sepadan dengan usaha yang dilakukannya. Terbatasnya ruang usaha ditunjang dengan minimnya tingkat pendidikan serta sumber daya manusia dan juga terbatasnya akses serta rentannya terhadap dominasi pihak-pihak tertentu dialami dan dimiliki sebagian besar masyarakat pedesaan dalam hal ini adalah masyarakat Desa Bandung menjadi problem yang semakin pelik yang mencegah masyarakat desa untuk berkembang. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat desa melakukan urbanisasi dengan pengharapan hidup yang lebih baik meskipun tidak sedikit cerita pilu di tanah perantauan.

Latar belakang mengangkat problem ini pada dasarnya memuat tiga pokok permasalahan. Pertama, rendahnya pendapatan perempuan buruh konveksi Desa Bandung karena ketergantungan terhadap pemilik modal. Kedua, rendahnya pengetahuan masyarakat dalam mengembangkan potensi yang ada. Ketiga, adanya keberpihakan pemerintah desa terhadap pemilik modal/pengusaha konveksi yang mengakibatkan terbatasnya ruang gerak perempuan buruh konveksi dalam menciptakan usaha sendiri serta tidak adanya lembaga yang menghimpun masyarakat buruh konveksi dalam menciptakan langkah-langkah survival agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Proses pengorganisasian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa masyarakat memiliki harapan tentang bagaimana bertahan dengan kekuatan yang dimiliki. Kesadaran menjadi hal dasar yang menguatkan eksistensi dari proses pemberdayaan masyarakat. Hal ini terbukti dengan banyaknya masyarakat yang mulai memahami pada hal apa mereka harus berbuat dan menghindarinya.

Adapun pendekatan yang digunakan menggunakan pendekatan berbasis asset. Pendekatan berbasis aset sama artinya dengan pendekatan ‘merawat’. Bila mengamati alam sekitar dan melihat bagaimana tanaman tumbuh, maka memahami bahwa pertumbuhan terjadi ketika ada cahaya, air dan gizi. Ini serupa dengan organisasi sosial. Semuanya memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berubah dalam situasi yang tepat. Bila organisasi tidak berhasil tumbuh, artinya kondisi untuk bertumbuh itu tidak ada atau kurang tepat. Seorang aktor perubahan mengasumsikan bahwa ada potensi untuk tumbuh, ada benih yang nanti akan menjadi sesuatu yang besar dan yang kita butuhkan adalah kondisi yang tepat untuk pertumbuhannya.

(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ………i

LEMBAR PENGESAHAN ……….ii

LEMBAR MOTTO ……….iii

LEMBAR PERSEMBAHAN ………...….iv

ABSTRAK ………v

KATA PENGANTAR ……….vi

DAFTAR ISI ………...viii

BAB I - PENDAHULUAN A.Analisa Situasi ...1

B. Fokus Penelitian...3

C.Metodologi Pendampingan………..………4

D. Tujuan Penelitian...7

E. Manfaat Penelitian...8

F. Jadwal Pelaksanaan...8

G. Sistematika Pembahasan...10

BAB II - KOMUNITAS PEREMPUAN BURUH KONVEKSI DESA BANDUNG A. Gambaran Umum Desa 1. Bentang Alam Desa Bandung………..……12

2. Kondisi Demografi Masyarakat Desa ………..…………13

3. Perekonomian Masyarakat Desa ……….………...…..17

(7)

5. Masyarakat dalam Budaya dan Adat Istiadat………..……….………….20

6. Kebijakan Desa dan Politik Pembangunan………..….24

B. Kehidupan Dilematis Perempuan Buruh Konveksi 1. Cerita Perempuan Buruh Konveksi……….………..26

2. Perempuan Buruh dan Sampah Konveksi……….28

BAB III - PERUBAHAN SOSIAL MELALUI KEBERDAYAAN ASET (KAJIAN TEORITIS)……….………..……..30

Energi Masa Lampau ... 33

Daya Tarik Masa Depan………...…….……. 34

Persuasi Masa Kini………. 34

BAB IV - PROSES PENDAMPINGAN KOMUNITAS PEREMPUAN BURUH KONVEKSI DESA A. Pra Pendampingan……….………….40

B. Proses Pendampingan Terhadap Perempuan Buruh Konveksi Desa Bandung 1. Pendekatan Kepada Masyarakat……….…….……41

2. Mengapa Komunitas Perempuan Buruh Konveksi Desa Bandung?...44

3. Meraih Cita Untuk Perubahan……….…45

4. Pemetaan Aset……….…….49

5. Menghubungkan dan Memobilisasi Aset ...53

BAB V - HASIL DAN ANALISA PERUBAHAN A. Munculnya Usaha Baru Bagi Perempuan Buruh Konveksi Desa Bandung………… 56

B. Pola Pemasaran Produk “Aseli Bandung”...….59

(8)

BAB VI - REFLEKSI HASIL PENDAMPINGAN PEREMPUAN BURUH

KONVEKSI DESA

A. Memfasilitasi Masyarakat Menemukan Kekuatan………...……….63 B. Pendampingan Perempuan Buruh Berbasis Aset dalam Konteks Islam………...……66

BAB VII - KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN………..……….77

B. REKOMENDASI………78

DAFTAR PUSTAKA ...80

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Analisa Situasi

Desa Bandung merupakan salah satu desa yang terletak di pinggiran kota Mojokerto. Karena letaknya yang berdekatan dengan pusat kota yang terkenal dengan perusahaan-perusahaan besarnya, sehingga berpengaruh pada kehidupan masyarakatnya. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya industri-industri kecil dan besar yang muncul dari masyarakat. Adapun yang dominan adalah industri konveksi. Namun pekerjaan konveksi ini justru sebagian besar dilakukan oleh perempuan-perempuan desa, mengingat banyaknya laki-laki yang memilih bekerja di pabrik-pabrik yang ada di kota Mojokerto. Ada sekitar 104 orang yang bekerja sebagai buruh konveksi di Desa Bandung ini. Meskipun demikian, masyarakat Desa Bandung masih sangat memegang erat alam sebagai penyeimbangnya. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya lahan pertanian yang terbentang yakni 1.400 Ha.

Desa Bandung tampak dengan kehidupan hiruk pikuk masyarakat yang produktif dengan mengejar makna kesejahteraan. Namun keproduktifan itu tidak sebanding dengan kenyataannya, dari hampir 104 orang yang bekerja di ruang-ruang konveksi merupakan masyarakat kalangan menengah ke bawah dengan penghasilan yang rendah yakni rata-rata per bulan Rp.500.000 dengan durasi waktu 12 jam kerja. Hal ini diperparah dengan adanya ketergantungan buruh

(10)

konveksi ini terhadap pemilik modal sehingga tidak dapat berkembang secara mandiri.

Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki perempuan buruh konveksi di Desa Bandung juga menjadi faktor keterbelengguan kehidupan keluarga buruh konveksi. Padahal jika ditinjau lebih jauh banyak potensi yang dapat dikembangkan mengingat gencarnya pasar global dewasa ini. Tidak adanya proteksi dari pemerintah desa karena keberpihakan pada pemilik modal serta tidak adanya lembaga yang mampu menghimpun buruh konveksi ini dalam mengembangkan diri juga dinilai sebagai faktor pendukung yang menyebabkan perempuan buruh konveksi di desa ini yang hidup dengan serba kekurangan. Maka ketika mereka sudah tua dan tidak dipekerjakan lagi oleh usaha konveksi yang ada mengakibatkan semakin buruknya kondisi keluarga buruh konveksi.

Tidak adanya langkah survival yang dilakukan perempuan buruh konveksi di desa ini menjadi pemicu adanya upaya pemberdayaan dengan mengedepankan potensi lokal dalam hal ini memanfaatkan sampah-sampah dari hasil produksi untuk dikembangkan menjadi usaha kreatif, yang nantinya mampu mewujudkan usaha kecil baru yang bersumber dari kreatifitas masyarakat. Mengingat sampah dari industri konveksi ini sebenarnya mampu dimanfaatkan, namun upaya ini masih dilakukan oleh 1 orang perempuan saja yakni Ibu Riani (30 tahun) dengan mengembangkannya dalam bentuk aksesoris perempuan yang dijual ke Surabaya. Ibu Riani sendiri berprofesi sebagai guru.

Pada awalnya pemanfaatan kain sisa ini dilakukan sebagai ujian praktek dari siswanya di SMP Gedeg Mojokerto. Namun lama kelamaan usaha ini

(11)

dikembangkan seiring dengan mudahnya akses pemasaran melalui internet. Sayangnya jejak ini tidak dilakukan oleh 104 buruh konveksi yang ada di desa .

Jika ditelisik lebih jauh, kisaran volume sampah konveksi bisa sampai 1 kwintal dalam 1 minggunya. Sampah-sampah ini dibiarkan menumpuk di gudang tanpa ada yang menggunakannya. Masyarakat yang ingin memunguti dipersilahkan untuk mengambilnya dengan sesuka hati.

B. Fokus Penelitian

Kehidupan buruh konveksi di Desa Bandung memberikan gambaran tentang kehidupan buruh di Indonesia yang rata-rata berjenis kelamin perempuan dengan gaji yang tidak sepadan dengan usaha yang dilakukannya. Terbatasnya ruang usaha ditunjang dengan minimnya tingkat pendidikan serta sumber daya manusia dan juga terbatasnya akses serta rentannya terhadap dominasi pihak-pihak tertentu dialami dan dimiliki sebagian besar masyarakat pedesaan.

Latar belakang mengangkat problem ini pada dasarnya memuat tiga pokok permasalahan. Pertama, rendahnya pendapatan perempuan buruh konveksi Desa Bandung karena ketergantungan terhadap pemilik modal. Kedua, rendahnya pengetahuan masyarakat dalam mengembangkan potensi yang ada. Ketiga, tidak adanya lembaga yang menghimpun masyarakat buruh konveksi dalam menciptakan langkah-langkah survival agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Sehingga fokus penelitian mengerucut menjadi dua hal pokok sebagai berikut:

1. Menganalisa potensi lokal dengan mempertimbangkan sisi kemanfaatan dalam meningkatkan ekonomi keluarga perempuan buruh konveksi.

(12)

2. Menghimpun upaya-upaya pemberdayaan berbasis aset dengan bekerja bersama masyarakat dalam menciptakan inovasi baru guna meningkatkan pendapatan keluarga perempuan buruh konveksi dan meminimalisir ketergantungan terhadap pemilik modal.

Kajian hasil penelitian yang berlokasi di Desa Bandung ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan aktivitas ekonomi keluarga perempuan buruh konveksi dengan mempertimbangkan problematika, upaya-upaya meningkatkan kesadaran kritis atas apa yang dialaminya serta melakukan upaya-upaya pemberdayaan dengan meningkatkan pemanfaatan potensi lokal yang ada di Desa Bandung.

C. Metodologi Pendampingan

Penelitian tentang Perempuan Buruh Konveksi Desa Bandung, penulis menggunakan teori pengembangan masyarakat berbasis asset. Dalam bahasa Inggris, teori ini dinamakan teori Asset-Based Community Development atau lebih dikenal dengan teori ABCD. Salah satu tokoh yang membahas teori ini adalah Kretzmann dan McKnight1. Pada dasarnya asset didefinisikan oleh Kretzmann dan McKnight sebagai "hadiah, keterampilan dan kapasitas "dari" individu, asosiasi dan institusi"

Dalam konteks ekonomi, aset bisa menjadi bentuk modal seperti properti, saham dan obligasi, dan tunai. Aset mengambil berbagai bentuk dalam masyarakat. Ada tentang lima bentuk komunitas modal: fisik, manusia, sosial,

1

Christoper Dureau. 2013. Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan. TT: Australian Community Development and Civil Society (ACCESS) Tahap II. Hal 4

4

(13)

keuangan, dan poli-vertikal. Hijau dan Haines2 mengidentifikasi tujuh bentuk modal masyarakat: fisik, manusia, sosial, Finansial,lingkungan, budaya, dan politik. Rainey et.al.3 menyajikan tiga bentuk modal yang mereka lihat sebagai penting: manusia, masyarakat (fisik), dan sosial. Masyarakat tidak terlepas dari keistimewaan yang dimilikinya, baik potensi atau masalah selalu saja menggeluti dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Salah satunya adalah asset masyarakat yang dijelaskan di atas. Dalam hal ini asset bisa berbentuk sumber daya manusia dan sumber daya alam yang dimiliki oleh lapisan masyarakat. Di dalam asset ini ada modal sosial yang bisa dikembangkan oleh masyarakat.

Pendekatan berbasis aset untuk pengembangan organisasi dan pemberdayaan komunitas. Setiap pendekatan ini berkembang dari beberapa pengalaman, sector, dan tujuan yang cukup berbeda-beda. Pendekatan berbasis aset yang paling maju kemungkinan berasal dari apa yang dinamakan Appreciative Inquiry.

Appreciative Inquiry adalah filosofi perubahan positif dengan pendekatan

siklus 5-D, yang telah sukses digunakan dalam proyek-proyek perubahan skala kecil dan besar, oleh ribuan organisasi di seluruh dunia. Dasar dari Appreciative Inquiry adalh gagasan sederhana, yaitu bahwa organisasi akan bergerak menuju apa yang mereka pertanyakan4.

2

Adi, Isbandi Rukminto. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi Komunitas : Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis. (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI). Hal. 35

3

Ibid, Hal.36

4

Alison Mathie and Deborah Puntenney. 2009. From Client to Citizens. Northwestern University USA. Hal,6

5

(14)

Yang membedakan Appreciative Inquiry dari metodelogi perubahan lainnya, bahwa Appreciative Inquiry sengaja mengajukan pertanyaan positif untuk memancing percakapan konstruktif dan tindakan inspiratif dalam organisasi. Adapun pendekatan yang digunakan dalam membangun kesadaran perempuan buruh konveksi Desa Bandung mengunakan lima langkah, yaitu Define, Discovery, Dream, Design, dan Destin5y.

a) Define (menetapkan), maksudnya ketika masyarakat desa Bandung menemukan apa yang diimpikan dan merencanakan lalu mereka dapat menemukan langkah untuk mewujudkan keinginan yang diinginkan masyarakat desa Bandung bisa tercapai.

b) Discovery (mengungkap), maksudnya apa yang telah sangat dihargai di masa lalu perlu diidentifikasi sebagai titik awal proses perubahan. Pada tahap discovery, mulai memindahkan tanggung jawab untuk perubahan kepada para individu yang berkepentingan dengan perubahan tersebut. c) Dream (impian), maksudnya dengan cara kreatif dan secara kolektif

melihat masa depan yang mungkin terwujud, apa yang sangat dihargai dikaitkan dengan apa yang paling diinginkan. Seperti apa masa depan yang dibayangkan oleh semua pihak, membangun angan-angan yang diinginkan oleh masyarakat dengan mengungkapkan dalam bahasa dan menggambarkan apa yang diinginkan, maka masyarakat desa Bandung akan mudah mengingat apa yang ingin dicapai dalam hidupnya.

5

Christoper Dureau. 2013. Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan. TT: Australian Community Development and Civil Society (ACCESS) Tahap II. Hal 18

6

(15)

d) Design (merancang), maksudnya proses di mana seluruh komunitas (atau kelompok) terlibat dalam proses belajar tentang kekuatan atau aset yang dimiliki agar bisa mulai memanfaatkannya dalam cara yang konstruktif, inklusif, dan kolaboratif untuk mencapai aspirasi dan tujuan seperti yang sudah ditetapkan sendiri. Komunitas Laskar Sampah di desa Bandung merancang apa yang diimpikan masyarakat untuk mencapai mimpi-mimpi dengan melakukan langkah-langkah yang mendekati mimpi tersebut.

e) Destiny (target), maksudnya bagaimana memberdayakan, belajar, menyesuaikan atau improvisasi, dimana masyarakat desa Bandung sudah menemukan kekuatan, memimpikan apa yang diinginkan, mereka akan merencanakan, menentukan dan melakukan apa yang seharusnya dilakukan, sehingga mereka akan dapat mewujudkan apa yang diinginkannya selama ini.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan fasilitator dalam pendampingan perempuan buruh konveksi yang di Desa Bandung dengan meningkatkan pemanfaatan potensi lokal dalam menciptakan usaha kreatif dengan berpacu pada:

a. Meningkatnya peran serta perempuan buruh konveksi dalam pembangunan desa dengan meningkatkan pendapatan melalui pengelolahan potensi lokal

b. Adanya kelembagaan yang merupakan wadah belajar bagi perempuan buruh konveksi dalam mengembangkan diri sekaligus wadah yang menjadi perlindungan bagi perempuan buruh konveksi dan keluarganya.

(16)

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Bagi Peneliti

Hasil penelitian dan pemberdayaan perempuan buruh konveksi ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan model pemberdayaan dengan mengikutsertakan perempuan desa sebagai motor penggerak perubahan, mengingat sejatinya pembangunan dimulai dari pedesaan.

2. Manfaat Bagi Prodi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI)

Penelitian dan pemberdayaan ini dapat dijadikan acuan dalam melaksanaan proses belajar bersama masyarakat dengan nilai-nilai Islam sebagai pemicu dan pondasinya

3. Manfaat Bagi Universitas

Sebagai tolak ukur untuk mengembangkan pola pemberdayaan melalui dakwah bil hal, selain itu dapat dijadikan referensi dalam melakukan riset dan pendampingan masyarakat.

4. Manfaat Bagi Masyarakat

Penelitian berbasis pendampingan ini diharapkan mampu merangsang daya partisipatif masyarakat dalam meningkatkan usaha-usaha kreatif sebagai peningkatan ekonomi.

F. Jadwal Pelaksanaan

Agustus September Oktober

(17)

November Desember Januari

Keterangan

Inkulturasi Evaluasi dan Monitoring

Analisa Potensi Membangun kesepakatan keberlanjutan Aksi

Tabel 1.1 Jadwal Pelaksanaan

(18)

G. Sistematika Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini merupakan bab yang mengawali tentang judul proposal skripsi yang diangkat oleh penulis: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat, sistematika pembahasan.

BAB II KOMUNITAS PEREMPUAN BURUH KONVEKSI DESA

Dalam bab ini peneliti menyusun profil desa, letak desa secara geografis, kondisi demografis, kondisi sosial kemasyarakatan, kondisi ekonomi, kebijakan pemerintah dan pembangunan, dan aspek-aspek lain yang mempengaruhi kehidupan keluarga buruh konveksi Desa Bandung Kecamatan Gedeg Mojokerto.

BAB III KAJIAN TEORITIK PEMBERDAYAAN BERBASIS ASET

Pada bab ini penulis memaparkan teori Asset Based Community Development sebagai pisau analisa dalam pendampingan terhadap perempuan buruh konveksi Desa Bandung.

BAB IV PROSES PENDAMPINGAN PEREMPUAN BURUH

KONVEKSI DESA

Pada bab ini penulis memaparkan hasil Focus Group Discussion maupun hasil pengamatan secara subyektif dalam menganalisa potensi sebagai kekuatan dalam melakukan perubahan sosialolehPerembuan buruh konveksi Desa Bandung Kecamatan Gedeg Mojokerto.

(19)

BAB V HASIL DAN ANALISA PENDAMPINGAN

Dalam bab ini berisi tentang hasil dan analisa pendampingan yang dilakukan terhadap perempuan buruh konveksi Desa

BAB VI ANALISA REFLEKTIF

Di bab ini berisi tentang hasil perubahan yang muncul setelah pemberdayaan dilakukan. Analisa reflektif juga berisi tentang kajian hasil pendampingan dalam kehidupan perempuan marjinal di pedesaan, islam dan dakwah bil hal.

(20)

BAB II

KOMUNITAS PEREMPUAN BURUH KONVEKSI DESA BANDUNG

A. Gambaran Umum Desa

1. Bentang Alam Desa Bandung

Desa Bandung merupakan salah satu desa di Kecamatan Gedeg Mojokerto. Desa Bandung merupakan desa yang berada di pinggiran kota Mojokerto dengan kondisi masyarakat yang heterogen dan menguasai sektor industri kecil dan menengah. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya industri konveksi yang menjadi tumpuan hidup masyarakatnya.

Letaknya yang cukup dekat dengan pusat kota juga menunjang kehidupan masyarakatnya yang heterogen. Jarak Desa Bandung dari pusat kota adalah sekitar 5 kilometer sehingga dibutuhkan waktu sekitar 30 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor. Adapun batasan desa sebelah utara adalah Desa Jeruk Seger, sebelah timur adalah desa Pagerwojo, sebelah barat adalah Desa Ngudi dan disebelah selatan berbatasan dengan Desa Gempolkerep.

Gambar 1. Jalan Perkebunan Tebu

(21)

Dengan luas wilayah mencapai 1.556 km2Desa Bandung terdiri menjadi 3 Dusun, yakni Dusun Ngudilor, Dusun Ngudikidul dan Dusun Bandung sendiri, dengan wilayah administrasi yang terdiri dari 8 Rukun Warga dan 27 Rukun tetangga6. Ketiga dusun tersebut mengisi relung-relung penghidupan di lahan pertanian dan industri yang berdiri kokoh di selatan desa ini.

Desa Bandung secara umum merupakan desa yang masih asri dengan kondisi masyarakat yang masih memegang adat istiadat dan kegotongroyongannya. Sawah terbentang di sebelah barat dan sungai mengalir di sebelah timur. Meski Adapun aset yang dimiliki oleh masyarakat adalah tanah persawahan dan ladang. Luas tanah persawahan di desa ini mencapai 140,5Ha sedangkan tanah kering hanya sekitar 309 Ha yang diperuntukkan untuk pemukiman warga7.

Selain menjadi kawasan pertanian yang berpotensi dikembangkan sebagai kawasan holtikultur, Desa juga dikelilingi oleh industri-industri kecil milik masyarakat yang kini berkembang seperti industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki.Sehingga berpengaruh besar pada kualitas sumber daya alam dan sumber daya manusianya serta pola hidup masyarakatnya.

2. Kondisi Demografi Masyarakat Desa

Desa Bandung berpenduduk 3.768 orang yang terbagi menjadi 844KK. Jumlah perempuan mencapai 1.839 jiwa dan jumlah penduduk laki-laki mencapai 1.924 jiwa.8 Keseluruhan jumlah penduduk ini tersebar dalam 8 Rukun Warga dan

6

Data Monografi Desa Bandung Tahun 2014

7

Data Statistik Desa Tahun 2014

8

Data Kecamatan Gedeg Dalam Angka Tahun 2011, hal. 8

13

(22)

27 Rukun Tetangga. Mayoritas masyarakat ini berprofesi sebagai buruh dan pengrajin. Beberapa diantaranya yang bekerja di lahan persawahan sebagai petani.

Masyarakat Desa Bandung yang bekerja di sector industry menggantungkan hidupnya pada pemilik modal di desa tersebut meskipun dengan gaji yang tidak memuaskan. Hal inilah yang mengakibatkan banyaknya masyarakat yang memilih bekerja di kota, namun bagi mereka yang kurang mumpuni mereka terpaksa bekerja sebagai serabutan sebagai buruh industry di desa ini dengan dominasi yang sangat kuat dan mempengaruhi perekonomian keluarga. Terutamanya karena sebagian besar atau sekitar 70% dari masyarakat yang bekerja pada sektor industry adalah perempuan.

Keluarga-keluarga di Desa Bandung mayoritas merupakan keluarga pra sejahtera dengan kehidupan menengah ke bawah. Tidak jarang dari masyarakat yang memilih untuk melakukan mobilitas dengan menjadi pembantu rumah tangga atau pekerja kasar di luar desa demi mendapatkan penghidupan yang layak. Hal ini juga ditunjang dengan jumlah masyarakat berusia produktif dan latar belakang pendidikan sebagaimana yang dijelaskan dalam tabel berikut:

(23)

Tabel 2.2 Data Penduduk Berdasarkan Profesi9

Jenis Profesi Jumlah Penduduk

Pertanian 223

Pertambangan 1

Industri Pengolahan 378 Listrik, Gas dan Air 1 Perdagangan, Hotel dan

Restoran

140

Keuangan dan Jasa 30

Sumber: Data Monografi Desa Bandung dalam Kecamatan Gedeg Dalam Angka Tahun 2011

Adapun latar belakang pendidikan masyarakat Desa Bandung dapat dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 2.2

Pendidikan Masyarakat Desa 10

Latar Belakang Pendidikan Jumlah Penduduk

Tidak Tamat SD 146

Tamat SD-SMP 237

Tamat SMA 542

Tamat Perguruan Tinggi 32

Sumber: Data Monografi Desa Bandung dalam Kecamatan Gedeg Dalam Angka Tahun 2011

Data diatas menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Desa Bandung memiliki latar belakang pendidikan tamat SD hingga SMA saja. Hal ini berpengaruh pada pola pikir dan cara masyarakat bertahan hidup. Masyarakat Desa Bandung memang banyak yang peduli dengan pendidikan terutama pendidikan pesantren, namun meski begitu rata-rata orientasi pendidikan hanya dibatasi untuk kerja dan kerja. Hal ini ditunjang dengan banyaknya industry yang

9

Data Kecamatan Gedeg Dalam Angka, hal.17

10

Ibid hal.28

15

(24)

membentuk pola pikir anak-anak dan pemuda Desa Bandung menjadi sekedar buruh.

Tabel 2.3

Data Produktivitas Penduduk

Rentan Usia Jumlah

0 – 4 213

5 – 9 465

10-14 303

15- 19 298

20 – 24 245 25 – 29 561 30 – 34 334 35 – 39 409 40 – 44 301 45 _ 49 114 50 – 54 144

55-59 87

60 – 64 145

65-70 95

70 keatas 54

Jumlah 3.768

(25)

Sumber: Data Monografi Desa Bandung dalam Kecamatan Gedeg Dalam Angka Tahun 2011

3. Perekonomian Masyarakat Desa

Jika dilihat dari segi ekonomi, masyarakat Desa Bandung merupakan masyarakat yang menengah ke bawah. Hanya beberapa gelintir orang saja yang berpenghasilan diatas Rp.600.000,- per bulan. Dari hasil survey belanja harian yang dilakukan dengan mengikut sertakan keluarga yang kepala keluarganya adalah buruh konveksi disimpulkan bahwa rata-rata penghasilan masyarakat yang berkisar Rp.450.000,- hingga Rp.600.000.11 sedangkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mengingat perputaran uang di desa ini masih cenderung sama dengan wilayah perkotaan, mereka mengandalkan penghasilan dari pekerjaan lain yang menjadi sampingan.

Tabel 2.4

Kondisi Masyarakat Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan

Pra Sejahtera Keluarga Sejahtera KS II, III

319 469 56

Jumlah 844

Sumber: Data Masyarakat Desa Bandung Berdasar Tingkat Kesejahteraan dalam Kecamatan Gedeg Dalam Angka Tahun 2011

Tabel diatas menunjukkan bahwa masyarakat Desa Bandung lebih didominasi dengan keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera saja. Hal ini mempengaruhi tingkat masalah kesejahteraan masyarakat. Masyarakat Desa Bandung menggantungkan hidupnya pada dua aspek, yakni pertanian dan industri. Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya bahwa pertanian tidak sekedar menjadi

11

Hasil Wawancara dengan Ibu Dewi (12 November 2014)

17

(26)

penyelesaian ekonomi saja, melainkan juga menjadi pola pikir dan gaya hidup masyarakat Desa Bandung yang gotong royong. Sedangkan industri juga dianggap sebagai potensi yang berperan besar dalam kehidupan masyarakat, seperti menjual jasa menjadi pekerja publik seperti buruh, penjahit dan lain sebagainya atau menjadi penyablon yang menerima pesanan untuk membuat kemasan dari hasil industry yang berkembang di masyarakat.

Usaha konveksi ini mulai menggeliat pada tahun 1980an.12Awalnya yaitu berasal dari adanya pengusaha konveksi kecil di Dusun Ngudilor. Pengusaha inilah yang menyediakan bahan dan memasarkannya ke pusat-pusat grosir yang ada di Surabaya dan Jakarta. Awalnya usaha konveksi ini hanya digeluti oleh 1 orang saja dengan beberapa buruh yang dipekerjakan, kini sekitar puluhan buruh yang dipekerjakan. Perkembangan industry ini dibuktikan dengan banyaknya sampah-sampah hasil konveksi yang menumpuk setiap harinya yakni 3 Kwintal dalam sehari.

Selain menjadi buruh jahit konveksi, aktifitas kerajinan tangan lainnya juga dilakukan dalam memanfaatkan kain-kain perca yang merupakan limbah dari salah satu pabrik konveksi yang ada di desa ini. Kain-kain perca tersebut diolah untuk kemudian menjadi keset, kain pel dan bross. Penghasilannya pun lumayan yakni berkisar Rp.2.000,- per keset. Namun hanya 2 orang yang menggeluti bisnis ini.

12

Hasil Wawancara dengan Ibu Maryati (5 Desember 2014)

18

(27)

4. Kondisi Kesehatan Masyarakat Desa

Di Desa terdapat Poskesdes yang terletak di balai Desa, namun poskesdes hanya buka pada hari-hari tertentu sehingga dalam menjawab problem kesehatan di desa ini masyarakat menggunakan jasa dokter jaga yang terdapat di Desa Gempolkerep atau ke Puskesmas Gedeg yang jaraknya sekitar 3 km dari desa. Biasanya Poskesdes memiliki bidan jaga yakni Ibu Rina. Warga yang berobat tidak dikenai biaya, namun karena sering tidak ada yang menjaga pada akhirnya warga mengandalkan pusat kesehatan lain di luar desa.

Di Desa Bandung ini juga terdapat Posyandu. Posyandu diadakan di tiap-tiap Dusun setiap-tiap satu bulan sekali. Orang yang bertanggung jawab atas Posyandu ini adalah Ibu Rina. Posyandu yang berada di Desa Bandung ini yang menjadi kader (orang yang menulis dan mengukur pertumbuhan anak) yaitu Mariati, Ibu Suliati dan Ibu Maryani.

Posyandu dilakukan untuk anak berusia balita yaitu mulai bayi hingga berumur lima tahun. Bayi berumur satu minggu sampai tujuh bulan dibawa ke Posyandu untuk diberikan imunisasi. Dan pada bayi berumur sembilan bulan diberikannya imunisasi campak. Imunisasi ini diberikan kepada bayi supaya bayi tidak mudah terkena penyakit dan bisa menjaga kekebalan tubuhnya. Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 28 anak tiap dusunnya.13 Setiap orang tua yang mau datang ke Posyandu harus membawa buku KIA (kartu imunisasi anak) karena untuk mengetahui perkembangan bayi.

13

Hasil Wawancara dengan Ibu Rina (14 November 2014) 19

(28)

5. Masyarakat dalam Budaya dan Adat Istiadat

Eksistensi masyarakat Desa Bandung secara umum merupakan golongan masyarakat paguyuban yang masih menjunjung tinggi kegotongroyongan. Hal ini merupakan ciri khas masyarakat desa, meskipun sedikit banyak mengalami perubahan akibat budaya dari luar. Masyarakat Desa Bandung juga memiliki kecenderungan sebagai masyarakat muslim taat dan muslim kejawen. Kecenderungan ini mengarahkan kehidupan mereka pada bagaimana mereka melakukan ritual peribadatan dan gaya hidup.

Tabel 1.5

Data Masyarakat Dalam Keberagaman Agama

Agama Jumlah Penganut

Islam 3.731

Sumber:Data Monografi Desa Bandung Tahun 2011

Desa ini masih begitu tradisionil dengan mempertahankan adat dan sistem sosial yang dibangun meskipun hampir setengah dari penduduk merupakan pendatang. Warga masih mengakui eksistensi sesepuh desa dan kiai sebagai pemeranutama diatas perangkat desa sebab masyarakat Desa Bandung juga masih sangat agamis, hampir seluruh masyarakat beragama islam.

Selain itu dalam sistem keagamaan, masyarakat dapat mengomparasikan secara apik dengan adat dan budaya yang telah diteguhkan bertahun-tahun lamanya. Tingkepan, selapan, brokohan dan mudun lemah misalnya adalah serangkaian upacara yang harus dijalani oleh seorang ibu maupun keluarganya

(29)

untuk mengiringi pra dan pasca kelahiran jabang bayi. Wujud korelasinya yakni dengan menyelipkan nilai-nilai dan ajaran islam didalamnya.

Tayub

Tayub merupakan tradisi masih ada sebagai bagian yang tidak lepas dari

kehidupan masyarakat pertanian. Tayub yaitu suatu bentuk kegiatan masyarakat yang dilakukan setelah panen padi dari hasil pertanian pada bulan ke- 5 atau ke-6 di tahun masehi. Kegiatan tersebut yaitu suatu bentuk rasa syukur masyarakat kepada Allah SWT atas anugerah yang telah diberikan kepada mereka karena telah diberikan rezeki yang melimpah dan banyak.

Gambar . Tayub sebagai Budaya Masyarakat Desa Bandung

Kegiatan Tayub diselenggarakan di makam sesepuh desa atau yang dianggap membentuk desa. Pada bulan-bulan tertentu terutama setelah panen, masyarakat menjalani ritual tersebut dengan memberikan sesajen sebagai bentuk rasa syukur karena telah diberikan kesehatan dan rezeki yang melimpah. Kegiatan

(30)

ini menjadi sebuah keharusan bagi masyarakat desa karena jika tidak dilakukan mitosnya akan terjadi bencana yang besar.

Tayub kini juga menjadi ajang dari aksi premanisme pemuda Desa Bandung. Terkadang dalam prosesi wayangan banyak pemuda yang mabuk-mabukan akhirnya terlibat perkelahian. Pernah terjadi pembunuhan dan penikaman dalam prosesi ini yakni sekitar tahun 2012. “Biyen onok bacokan, le nang nayuban. Goro-goro mendem moro bacoki koncone”14

Tingkeban

Tingkeban merupakan suatu adat yang sampai saat ini masih dilakukan

pada masyarakat setempat, tingkeban adalah upacara syukuran kehamilan pada usia kehamilan empat bulan, upacara ini basannya dilakukan pada kehamilan pertama.

Selapan

Upacara adat selapan in tidak jauh berbeda dengan tingkeban tetapi tardisi Selapan ini dilakukan pada bulan ke tujuh kehamilan. Selapanan dilakukan 35 hari setelah kelahiran bayi. Selapanan mempunyai makna yang sangat kuat bagi kehidupan si bayi, utamanya dilakukan sebagai wujud syukur atas kelahiran dan kesehatan bayi.

Yang pertama dilakukan dalam rangkaian selapanan, adalah potong rambut atau parasan. Pemotongan rambut pertama-tama dilakukan oleh ayah dan ibu bayi, kemudian dilanjutkan oleh sesepuh bayi. Di bagian ini aturannya, rambut bayi dipotong habis. Potong rambut ini dilakukan untuk mendapatkan rambut bayi

14

Hasil Wawancara dengan Bapak Mustakim, Tanggal 15 November 2014 22

(31)

yang benar-benar bersih, diyakini rambut bayi asli adalah bawaan dari lahir, yang masih terkena air ketuban. Alasan lainnya adalah supaya rambut bayi bisa tumbuh bagus, oleh karena itu rambut bayi paling tidak digunduli sebanyak 3 kali. Namun pada tradisi potong rambut ini, beberapa orang ada yang takut untuk menggunduli bayinya, maka pemotongan rambut hanya dilakukan seperlunya, tidak digundul, hanya untuk simbolisasi.

Setelah potong rambut, dilakukan pemotongan kuku bayi. Dalam rangkaian ini, dilakukan pembacaan doa-doa untuk keselamatan dan kebaikan bayi dan keluarganya. Upacara pemotongan rambut bayi ini dilakukan setelah waktu salat Maghrib, dan dihadiri oleh keluarga, kerabat, dan tetangga terdekat, serta pemimpin doa.15

Acara selapanan dilakukan dalam suasana yang sesederhana mungkin. Sore harinya, sebelum pemotongan rambut, masyarakat merayakan selapanan biasanya membuat bancaan yang dibagikan ke kerabat dan anak-anak kecil di seputaran tempat tinggalnya. Bancaan mengandung makna agar si bayi bisa membagi kebahagiaan bagi orang di sekitarnya.

Adapun makanan wajib yang ada dalam paket bancaan, yaitu nasi putih dan gudangan, yang dibagikan di pincuk dari daun pisang. Menurut Mardzuki, seorang ustadz yang kerap mendoakan acara selapanan, sayuran yang digunakan untuk membuat gudangan, sebaiknya jumlahnya ganjil, karena dalam menurut keyakinan, angka ganjil merupakan angka keberuntungan. Gudangan juga dilengkapi dengan potongan telur rebus atau telur pindang, telur ini

15

Hasil Wawancara dengan Sesepuh Desa Bapak Supriadi (14 November 2014) 23

(32)

melambangkan asal mulanya kehidupan. Selain itu juga beberapa sayuran dianggap mengandung suatu makna tertentu, seperti kacang panjang, agar bayi panjang umur, serta bayem, supaya bayi hidupanya bisa tenteram.

6. Kebijakan Desa dan Politik Pembangunan

Sebuah daerah pasti memiliki struktur Pemerintahan, begitu juga dengan Desa . Pamong Desa terdiri dari Kepala Desa, Sekretaris Desa, Bayan, Mudin, dan Polo. Kepala Desa dipimping oleh Mardiyanto, Sekretaris Desa dipimpin oleh Kayat. Proses pembentukan struktur Desa dilakukan secara demokratis. Pemilihan Kepala Desa dilakukan secara terbuka, semua warga secara keseluruhan dalam memilih Kepala Desa dengan suka rela dan pertimbangan yang masak. Untuk mencalonkan sebagai Kepala Desa terlebih dahulu harus memiliki citra yang bagus dan kemampuan yang akan dipertimbangkan oleh warga nantinya. Baru kemudian ada suatu istilah pendaftaran secara formal di Kecamatan.

Masa jabatan Lurah itu selama 5 tahun, setelah itu baru ada pemilihan lurah lagi. Begitu pula dengan jabatan Polo, RT, RW, Bayan dan Mudin. Pemilihan 5 jabatan tersebut diatur oleh Kepala Desa Dan Sekretarisnya. Beberapa usaha pembangunan Desa, seperti pembangunan kamar mandi dan POSKESDES, gedung TK, Mushollah, sarana jalan dan jembatan. Dana pembangunan ini turun dari Pemerintah lewat program PNPM.16

16

Hasil Wawancara dengan Bapak Misari, Tanggal 12 November 2014

24

(33)

Gambar 2:3

Dalam proses pengambilan kebijakan di Desa , pemerintah desa mengedepankan peran musyawarah dengan melibatkan perwakilan dari elemen masyarakat pada setiap RT dalam sebuah wadah musyawarah yang disebut Badan Permusyawaratan Desa. Masyarakat dilibatkan dalam diskusi tentang perencanaan program jangka menengah desa atau yang disebut RPJMDes. Pemerintah desa menghimpun aspirasi masyarakat dengan mengedepankan problem-problem secara fisik maupun non fisik. Seperti perbaikan infrastruktur desa, kualitas pendidikan masyarakat desa, masalah pertanian, kesehatan dan lain sebagainya.

Selain itu setiap tahun, pemerintah juga mengadakan evaluasi keuangan melalui rapat RKAK. Sehingga transparasi dana yang dikucurkan pemerintah kepada masyarakat dapat terpenuhi. Diadakannya evaluasi ini juga untuk membantu tersalurnya aspirasi masyarakat dalam penyediaan modal dalam mengembangkan ekonomi lokal.

Dibentuknya kelompok PKK desa juga membantu pengembangan diri perempuan desa dalam pengambilan keputusan. Anggota PKK seringkali

(34)

dilibatkan dalam menentukan perencanaan program desa. PKK juga memiliki program yang cukup intensif dilakukan kini yakni dengan mengembangkan inovasi teknologi tepat guna di bidang pangan, seperti menggunakan potensi alam sebagai makanan yang inovatif dan bernilai jual. Namun peran PKK ini tidak sepenuhnya diterima di masyarakat, mengingat masih banyaknya dominasi dari orang-orang tertentu yang menjadi pengurus dan yang seringkali mengikuti agenda kegiatan PKK. Selain itu minimnya partisipasi perempuan tani menjadi penyebab rendahnya peran mereka dalam pengambilan keputusan.

Dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, pemerintah Desa Bandung juga mencanangkan program-program pemberdayaan masyarakat yang bersumber dari tingkat pusat maupun tingkat kabupaten. Seperti PKH misalnya yang diperuntukkan untuk anak-anak sekolah yang berprestasi namun berasal dari keluarga yang tidak mampu. Ada 126 anak yang mendapatkan bantuan ini, namun yang menjadi polemik adalah masih digunakannya data PPLS 2011 sebagai dasar dalam menyerahkan bantuan, sehingga terkadang setiap bantuan yang datang menjadi tidak relevan.

B. Kehidupan Dilematis Perempuan Buruh Konveksi

1. Cerita Perempuan Buruh Konveksi

Realita kehidupan buruh memang identik dengan kantung – kantung kemiskinan meskipun pemerintah telah mencanangkan peningkatan kesejahteraan buruh segera dilakukan melalui kebijakan yang dikeluarkan, namun nyatanya tidak banyak industry baik besar maupun kecil yang mematuhi peraturan tersebut.

(35)

Desa Bandung yang terkenal dengan sector industry konveksinya digeluti oleh sebagian besar masyarakatnya dengan 70% diantaranya adalah perempuan. Perempuan Desa Bandung memiliki peran vital dalam meningkatkan ekonomi keluarganya. Mereka tidak hanya bekerja sebagai pekerja, namun juga sebagai pengelola ekonomi keluarga ketika dalam sebuah keluarga masih cenderung kurang sejahtera. Etos kerja yang tinggi di kalangan perempuan Desa Bandung juga menjadi alasan mengapa perempuan banyak yang menghuni pekerjaan ini.

Gambar2.1 .Aktifitas buruh konveksi

Namun hal tersebut tidak pernah ditunjang dengan hasil yang didapatkan. Ketergantungan perempuan buruh konveksi terhadap pemilik modal dalam hal ini adalah pemilik industri, serta tidak adanya pekerjaan lain yang lebih baik mengakibatkan mereka tetap bertahan meskipun dengan gaji yang sangat kecil. Untuk memproduksi 12 kodi pakaian, buruh perempuan hanya mengantongi Rp.1.000,-/bijinya. Dominasi pemilik industry ini juga seringkali menyulitkan kehidupan perempuan buruh konveksi, yakni terkadang upah dari hasil tersebut tidak diberikan selama berbulan-bulan dengan alasan

(36)

kredit macet padahal sebagian besar perempuan buruh ini mengetahui bahwa usaha tersebut jarang sekali menghadapi benturan yang berarti.17

Dengan rendahnya nilai jual tersebut, perempuan buruh konveksi yang menjadi tonggak keberhasilan mengalami kekurangan dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Bahkan sedikit sekali diantara keluarga perempuan buruh konveksi yang dapat menikmati hasil jerih payahnya karena kerugian yang disebabkan dari berbagai aspek.

2. Perempuan Buruh dan Sampah Konveksi

Dalam setiap harinya, industri konveksi menghasilkan sekitar 3-4 Kwintal limbah kain yang dibiarkan menumpuk di gudang.18 Biasanya dalam melakukan daur ulang sampah ini banyak di kirim ke industry pengolahan sampah kain di Kota Mojokerto. Alur yang seperti ini terus terjadi bahkan terkadang masih banyak sisa-sisa sampah yang dibiarkan begitu saja.

Gambar. Tumpukan kain perca

Pendapatan yang minim dari hasil menjahit di perusahaan konveksi seharusnya dapat disiasati dengan baik. Kurangnya perhatian masyarakat

17

Hasil wawancara dengan Ibu Maryati (buruh konveksi) Tanggal 21 November 2014

18

Hasil Wawancara dengan Bapak Sugono, Pemilik industri konveksi. Tanggal 12 November 2014

28

(37)

dalam mengelola potensi yang ada, rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat, ditunjang dengan vakumnya peran pemerintah desa dalam meningkatkan taraf hidup warganya melalui terciptanya usaha kreatif. Akibatnya ketika perempuan-perempuan ini terutama yang menjadi tulang punggung keluarga ketika sudah tidak produktif banyak yang menghabiskan waktunya sebagai pengangguran dan menjadi beban baru bagi keluarganya. Sehingga banyak diantara anak-anak mereka yang memilih untuk berhenti sekolah dan bekerja di pabrik. Rendahnya nilai jual hasil kerja yang tidak mumpuni bagi satu keluarga ditambah dengan tidak adanya lapangan kerja baru yang dapat menunjang pekerjaan ini berdampak besar pada terhambatnya pembangunan desa.

(38)

BAB III

PERUBAHAN SOSIAL MELALUI KEBERDAYAAN ASET

(KAJIAN TEORITIS)

Pendekatan berbasis aset adalah perpaduan antara metode bertindak dan cara berpikir tentang pembangunan. Pendekatan ini merupakan pergeseran yang penting sekaligus radikal dari pandangan yang berlaku saat ini tentang pembangunan serta menyentuh setiap aspek dalam cara kita terlibat dalam pelaksanaan pembangunan. Daripada melihat negara-negara berkembang sebagai masalah yang perlu diatasi kemudian memulai proses interaksi dengan analisis pohon masalah, pendekatan berbasis aset fokus pada sejarah keberhasilan yang telah dicapai, menemu-kenali para pembaru atau orang-orang yang telah sukses dan menghargai potensi melakukan mobilisasi serta mengaitkan kekuatan dan aset yang ada19.

Walau memang menggunakan pendekatan masalah atau kebutuhan berguna dalam merancang atau mengevaluasi program, pendekatan ini tidak terlalu cocok untuk program yang membutuhkan perubahan perilaku atau perbaikan layanan. Dalam konteks tipikal yang kompleks dan multi-aktor, tidak pernah ada problem tunggal atau solusi yang mudah ditentukan. Dalam konteks seperti itu, menemu-kenali kebutuhan yang tak ada habisnya bisa melemahkan, terutama sebagai titik awal perubahan. Oleh karena itu, pendekatan berbasis aset sekarang ini dianggap lebih bermanfaat untuk konteks sosial, ekonomi dan politik yang berkarakter rumit dan di mana ada banyak cara dan jalan untuk perubahan. 1919

Christoper Dureau. 2013. Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan. TT: Australian Community Development and Civil Society (ACCESS) Tahap II. Hal 3

30

(39)

Titik awal adalah akar penyebab kesuksesan di masa lampau, bukanlah akar penyebab kegagalan di masa lampau

Paradigma perubahan sosial melalui keberdayaan aset ini dimulai ketika sebuah asumsi yang telah terbangun dalam model pemberdayaan masyarakat dengan mengutamakan bahwa setiap individu memiliki kekuatan dibalik kelemahan, memiliki kemungkinan untuk survive dibalik problem yang dihadapinya, memiliki potensi dibalik kebutuhan-kebutuhan. Hal ini sedikit berbeda dengan paradigma perubahan sosial sebelumnya yang lebih memfokuskan pada analisa masalah dalam penyelesaian problem sosial di masyarakat.20

Pendekatan berbasis kebutuhan bisa dibayangkan sebagai pendekatan mengisi kesenjangan atau pendekatan defisit. Ketika kesenjangan atau defisit sudah ditemu-kenali, maka seseorang harus mengisi atau memperbaikinya. Asumsinya, sumber daya yang dibutuhkan untuk mengisi kesenjangan tersebut tidak tersedia. Seorang aktor atau manajer perubahan menemukan lubang atau kesenjangan ini lalu mulai merencanakan bagaimana mengisinya.

Di sisi lain pendekatan berbasis aset sebagai pendekatan ‘merawat’. Bila mengamati alam sekitar dan melihat bagaimana tanaman tumbuh, maka memahami bahwa pertumbuhan terjadi ketika ada cahaya, air dan gizi. Ini serupa dengan organisasi sosial. Semuanya memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berubah dalam situasi yang tepat. Bila organisasi tidak berhasil tumbuh, artinya

20

Alison Mathie and Deborah Puntenney. From Client to Citizen: Deepening the Practice of Asset-Based and Citizen-Led Development. ( The Coady International Institute, St. Francis Xavier University, Canada, and co-sponsored by the ABCD Institute,

Northwestern University, USA: 2009)

31

(40)

kondisi untuk bertumbuh itu tidak ada atau kurang tepat. Seorang aktor perubahan mengasumsikan bahwa ada potensi untuk tumbuh, ada benih yang nanti akan menjadi sesuatu yang besar dan yang kita butuhkan adalah kondisi yang tepat untuk pertumbuhannya. Maka aktor perubahan akan bertindak seperti seorang petani yang merawat potensi alamiah yang telah ada dalam organisasi.

Traditional Process Appreciative Inquiry

Mendefinisikan masalah Mencari solusi yang telah ada Memperbaiki apa yang salah Memperkuat apa yang bekerja Fokus pada apa yang kurang Fokus pada tenaga yang

menjadikan hidup Apa masalah anda? Apa yang terbaik di sini?

Paradigma ini dianalogikan dengan sebuah ember yang diisi dengan air dan diberi satu lubang di bawahnya, air yang terisi akan senantiasa turun ke bawah. Artinya keseimbangan antara pengeluaran dan pemasukan dapat berjalan dengan baik21. Dengan kata lain keberdayaan berbasis aset menjelaskan tentang bagaimana menciptakan kemandirian melalui potensi yang dimiliki, bukan sekedar analisa problematis. Pendekatan berbasis kekuatan juga dianalogikan dengan mengambil buah dari pohon bukan dengan memanjatnya namun memunguti buah-buah yang jatuh terlebih dahulu sebelum memanjatnya.

Pendekatan berbasis aset mencari cara bagi individu dan seluruh komunitas berkontribusi pada pengembangan mereka sendiri dengan:22

- Menggali dan memobilisasi kapasitas dan aset mereka sendiri

- Menguatkan kemampuan sendiri untuk mengelola proses perubahan dengan memodifikasi dan memperbaiki struktur organisasi yang ada

21

Ibid, hal 8

22

Dureau, Christoper. Pembaru dan Kekuatan Lokal Untuk Pembangunan. (Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) Phase II: 2013)

32

(41)

- Mendorong mereka yang menginginkan perubahan untuk secara jelas mengartikulasi mimpi atau memvisualisasikan perubahan yang ingin mereka lihat dan memahami bagaimana mereka bisa mencapainya.

Cara pikir tentang pembangunan yang seperti ini memiliki potensi untuk merevitalisasi pemahaman tentang kemitraan, karena fokusnya adalah membantu tiap mitra menemukenali kekuatan masyarakat, atau apa yang bisa mereka kontribusikan pada suatu kemitraan. Pendekatan ini bisa membantu kita lebih memahami berbagai pernyataan tentang arah dan efektivitas bantuan pembangunan. Contohnya konsep ‘menyelaraskan pendekatan dengan proses dan struktur lokal’ atau ‘mendorong tanggungjawab bersama untuk mencapai hasil’ bisa dipahami dengan lebih baik dari perspektif berbasis aset terhadap pelaksanaan pembangunan.23

Terdapat tiga kunci yang menjadi elemen penting dalam pendekatan berbasis asset yang menjadi tahapan proses, diantaranya adalah24:

- Energi Masa Lampau

Menemukan apa yang telah membuat individu, kelompok atau organisasi sukses di masa lampau. Terkadang elemen ini dipahami juga sebagai melihat ke masa lampau untuk menemukan apa yang memberi kehidupan, membuat masyarakat bangga dan apa strategi yang digunakan untuk mencapai hasil sukses tersebut. Ingatan-ingatan dan cerita-cerita ini menunjukkan kelentingan

23

http://www.oecd.org/dac/aideffectiveness/ and especially the Dec, 2011 Busan Partnership Document (Diakses pada tanggal 5 Juli 2014)

24

Dureau, Christoper. Pembaru dan Kekuatan Lokal Untuk Pembangunan. (Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) Phase II: 2013)

33

(42)

mereka – bagaimana kuat dan kreatifnya mereka menghadapi tantangan sejarah.

- Daya Tarik Masa Depan

Pembuatan dan komitmen terhadap visi masa depan lewat proses kelompok yang sepenuhnya inklusif, sebuah gambaran tentang apa yang disepakati bersama sebagai sukses di masa depan. Komitmen kelompok untuk bekerja bersama demi masa depan bersama adalah motivasi yang sangat kuat bagi setiap peserta. Mengingatkan masyarakat secara terus-menerus tentang visi mereka atau gambaran sukses mereka terbukti menjadi strategi perubahan yang efektif.

- Persuasi Masa Kini

Persuasi masa kini diartikan seperti proses pembentukan ulang situasi masa kini secara, dari gambaran yang defisit menjadi gambaran berkelimpahan. Pemetaan aset yang dilakukan oleh anggota kelompok, organisasi atau komunitas menjadi gambaran yang sangat persuasif tentang apa yang bisa dicapai dan bisa dimulai secepatnya. Pemetaan aset adalah proses belajar menghitung dan menghargai, untuk menata dan memberi makna pada aset yang sudah dimiliki komunitas, baik yang bisa ditemukenali sebagai sumber daya produktif milik sendiri, maupun yang diterima dari pihak luar. Hal ini juga menjadi dasar kemitraan yang sesungguhnya antara kelompok lokal dengan lembaga pendukung dari luar, termasuk pemerintah.25

25

Dureau, Christoper. Pembaru dan Kekuatan Lokal Untuk Pembangunan. (Australian Community Development and Civil Society Strengthening Scheme (ACCESS) Phase II: 2013)

34

(43)

Dalam teori perubahan ada beberapa kerangka dasar atau fondasi teori menjadi bagian dari teori perubahan bagi pendekatan berbasis kekuatan26.

1. Keberlimpahan Masa Kini, setiap orang mempunyai kapasitas,

kemampuan, bakat dan gagasan. Setiap kelompok punya sistem dan sumber daya yang bisa digunakan dan diadaptasi untuk proses perubahan.

2. Pembangunan “Inside Out” atau dari dalam keluar, perubahan yang bermakna dan berkelanjutan pada dasarnya bersumber dari dalam dan orang merasa yakin untuk menapak menuju masa depan saat mereka bisa memanfaatkan kesuksesan masa lalunya.

3. Proses Apresiatif, setiap kelompok komunitas punya pilihan untuk

melihat realitas dari sisi negatif atau sisi positif. Misalnya saja, saya bisa melihat sebuah gelas sebagai setengah penuh atau setengah kosong.

4. Pengecualian Positif, dalam setiap komunitas serng sekali ada sesuatu yang bekerja dengan baik dan seseorang yang berhasil secara istimewa, kendati menggunakan sumber daya yang sama. Ini adalah prinisp yang mendasari teori Positive Devience, menurut teori ini titik mula adalah mencari dan menganalisis contoh-contoh mereka lebih berhasil meski menggunakan sumber daya yang sama. Titik awal perubahan adalah mrengamati perilaku yang patut dicontoh.

5. Konstruksi Sosial atas Realitas, tidak ada situasi sosial yang telah ditentukan sebelumnya. Kita selalu mengkonstruksikan sendiri realitas yang kita jalani – apapun yang kita lakukan merupakan langkah pertama menuju apa yang kita wujudkan. Appreciative Inquiry dan pendekatan

26

Ibid, Hal,21

35

(44)

berbasis aset lain beranjak dari teori ini. Banyak pendekatan berbasis aset yang menyatakan kita bergerak menuju realitas yang kita paling menarik perhatian kita. Apa yang kita bicarakan menjadi fokus kita, dan apa yang kita inginkan sangat mungkin terwujud karena kita selalu menciptakan peluang dan membuat pilihan untuk mewujudkannya. Bahkan apa yang ingin kita ketahui, dan saat kita mulai proses pencarian, maka kita memulai proses perubahan. Jadi jika kita ingin perubahan positif maka kita harus mencari tahu tentang berbagai hal yang paling mungkin membuat perubahan itu terjadi.

6. Hipotesis Heliotropik, sistem-sistem sosial berevolusi menuju gambaran paling positif yang mereka miliki tentang dirinya. Mungkin hal ini tidak disadari atau didiskusikan secara terbuka namun gambaran-gambaran itu menjelaskan alasan mengapa kita melakukan hal-hal tertentu. Contoh paling baik tentang hal ini ditemukan di biologi – benda hidup tumbuh menuju sumber cahaya, dan mereka berkembang dengan cara-cara agar bisa lebih maksimal meraih cahaya tersebut. Hal ini menggunakan dengan menyatakan bahwa ketika gambaran masa depan kita positif, memberi semangat dan inklusif, maka kemungkinan besar kita akan lebih terlibat dan mempunyai energi yang lebih besar untuk mewujudkannya. Selalu penting untuk yakin bahwa perubahan yang dicari adalah gambaran realitas yang positif dan diinginkan — bukan sesuatu yang negatif atau tidak diinginkan.

7. Dialog Internal, Anda bisa mengukur dan memengaruhi bagaimana

sebuah organisasi berfungsi dengan memerhatikannya dan mengubah

(45)

dialog internal yang terjadi di dalam organisasi tersebut. Riset oleh Profesor Marcial Losada dan Barbara Fredrickson tentang Organisasi dengan Kinerja Tinggi dan Rendah memperlihatkan efek ini. Mereka memberikan beberapa bukti untuk menunjukkan bahwa jika sebagian besar hubungan kita berdasarkan interaksi positif, maka besar kemungkinan hubungan tersebut akan berkembang. Akibatnya, Jika dialog internal (atau percakapan antar anggota) positif, terbuka terhadap perubahan, dan kolaboratif maka organisasi itu akan menjadi lebih kuat. Mengambil dari teori ini dengan menyatakan bahwa jika suatu komunitas yang ada fokus pada kekuatan dan kesuksesan maka kita bisa menemukan energi yang lebih besar untuk perubahan dan kita bisa menciptakan lingkungan yang mendukung terjadinya perubahan.

8. Keterlibatan Seluruh Sistem, Cara berpikir sistem atau systems thinking (bagaimana segala sesuatu bekerja dalam sistem atau saling terhubung, dengan masing-masing bagian saling memengaruhi dalam menentukan apa yang akan terjadi) diadaptasi untuk diterapkan pada sistem sosial dan organisasi oleh Peter Checkland, dan telah menjadi apa yang sekarang dikenal sebagai Soft Systems Methodology (SSM). Metodologi ini beranggapan bahwa sebuah organisasi atau kumpulan kelompok yang bekerja menuju tujuan bersama dapat berubah dengan menemukan cara untuk memengaruhi bagian-bagian dalam rantai unit yang saling berinteraksi. AI menggunakan sebagian teori di balik systems thinking dan SSM dengan menawarkan bahwa jika ingin melakukan perubahan seluruh

(46)

sistem harus dilibatkan keseluruhan organisasi dan mitranya, semua yang berhubungan dengan apa yang sedang diusahakan.

9. Teori Naratif, Penggunaan percakapan semi terstruktur makin sering digunakan dandilihat sabagai cara mendorong pemahaman dan fokus komunitas pada apa yang menjadi kepedulian bersama kelompok. Percakapan merupakan bentuk lain mendorong bertutur cerita dalam format yang tidak terlalu terstruktur. Percakapan adalah belajar mengidentifikasi apa yang dianggap penting lewat suasana terbuka dan tidak terlalu formal. Salah satu contoh adalah World Café yang biasanya dipakai sebagai pertemuan kelompok yang sedanng mencari arah, dan dijelaskan sebagai usaha interaksi pemikiran yang ‘lewat percakapan tentang pertanyaan yang benar-benar penting’.

Adapun pendekatan yang digunakan dalam membangun kesadaran perempuan buruh konveksi Desa Bandung mengunakan lima langkah, yaitu Define, Discovery, Dream, Design, dan Destiny27.

f) Define (menetapkan), maksudnya ketika masyarakat desa Bandung menemukan apa yang diimpikan dan merencanakan lalu mereka dapat menemukan langkah untuk mewujudkan keinginan yang diinginkan masyarakat desa Bandung bisa tercapai.

g) Discovery (mengungkap), maksudnya apa yang telah sangat dihargai di masa lalu perlu diidentifikasi sebagai titik awal proses perubahan. Pada

27

Christoper Dureau. 2013. Pembaru dan Kekuatan Lokal untuk Pembangunan. TT: Australian Community Development and Civil Society (ACCESS) Tahap II. Hal 18

38

(47)

tahap discovery, mulai memindahkan tanggung jawab untuk perubahan kepada para individu yang berkepentingan dengan perubahan tersebut. h) Dream (impian), maksudnya dengan cara kreatif dan secara kolektif

melihat masa depan yang mungkin terwujud, apa yang sangat dihargai dikaitkan dengan apa yang paling diinginkan. Seperti apa masa depan yang dibayangkan oleh semua pihak, membangun angan-angan yang diinginkan oleh masyarakat dengan mengungkapkan dalam bahasa dan menggambarkan apa yang diinginkan, maka masyarakat desa Bandung akan mudah mengingat apa yang ingin dicapai dalam hidupnya.

i) Design (merancang), maksudnya proses di mana seluruh komunitas (atau kelompok) terlibat dalam proses belajar tentang kekuatan atau aset yang dimiliki agar bisa mulai memanfaatkannya dalam cara yang konstruktif, inklusif, dan kolaboratif untuk mencapai aspirasi dan tujuan seperti yang sudah ditetapkan sendiri. Komunitas Laskar Sampah di desa Bandung merancang apa yang diimpikan masyarakat untuk mencapai mimpi-mimpi dengan melakukan langkah-langkah yang mendekati mimpi tersebut.

j) Destiny (target), maksudnya bagaimana memberdayakan, belajar, menyesuaikan atau improvisasi, dimana masyarakat desa Bandung sudah menemukan kekuatan, memimpikan apa yang diinginkan, mereka akan merencanakan, menentukan dan melakukan apa yang seharusnya dilakukan, sehingga mereka akan dapat mewujudkan apa yang diinginkannya selama ini.

(48)

BAB IV

PROSES PENDAMPINGAN KOMUNITAS PEREMPUAN BURUH

KONVEKSI DESA

A. Pra Pendampingan

Pada tahap pra pendampingan, fasilitator terlebih dahulu melakukan proses rancang bangun dengan mengedepankan latar belakang memilih Desa Bandung dan perempuan buruh konveksi sebagai subyek pemberdayaan dengan mengedepankan aset yang dimiliki dalam kerangka proposal penelitian. Setelah itu, fasilitator melakukan pengenalan dan pendekatan terhadap masyarakat Desa . Meskipun dalam proses ini tidak sulit mengingat fasilitator merupakan penduduk asli Desa , namun proses inkulturasi ini difungsikan untuk membangun sinergi yang berkelanjutan agar program pemberdayaan masyarakat dapat berjalan secara terus menerus.

Hal ini dilakukan karena karakteristik masyarakat yang cenderung berbeda-beda. Ada yang menerima dan ada juga yang apatis. Penggalian data dengan memusatkan asset-aset yang dimiliki masyarakat Desa Bandung membutuhkan pendekatan yang intensif, pendekatan tersebut adalah fasilitator terlibat langsung dalam kegiatan dn rutinitas masyarakat. Selain itu menunjuk Local Leader sebagai pemegang kendali dalam melaksanakan sekaligus mengawasi proses pemberdayaan yang dilakukan juga menjadi fokus utama yang harus dilakukan fasilitator.

Sebelum membentuk Local Leader, fasilitator lebih awal juga mengurus perizinan kepada pemerintah desa terlebih dahulu. Ibu Rina (37 Tahun) dan Ibu

(49)

Maryati(43 Tahun)-lah yang pada akhirnya membantu fasilitator dalam melakukan diskusi komunitas dengan melibatkan masyarakat, selain melakukan diskusi strategis tentang merancang dan melakukan aksi perubahan dengan masyarakat. Ibu Rina dan Ibu Maryati sendiri merupakan perempuan Desa Bandung yang sering dilibatkan dalam pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan pemerintah dalam hal meningkatkan kesejahteraan perempuan.

B. Proses Pendampingan Terhadap Perempuan Buruh Konveksi Desa Bandung

1. Pendekatan Kepada Masyarakat

Pada bulan Oktober 2014, fasilitator melakukan pendekatan kepada masyarakat, meski fasilitator merupakan salah satu penduduk di Desa , namun pendekatan tetap dilakukan sebagai bagian dari upaya pendampingan terhadap perempuan buruh konveksi. Hal ini juga mempermudah fasilitator dalam melakukan diskusi-diskusi strategis dalam menghimpun kekuatan yang dimiliki masyarakat sebagai upaya untuk melakukan perubahan. Namun meski begitu fasilitator membutuhkan adanya peran serta masyarakat dalam merancang perubahan tersebut dengan mengedepankan peran serta Local Leader. Local Leader tidak sekedar sebagai pelaksana namun juga sebagai monitor dan

evaluator dalam keberhasilan program pemberdayaan.

Dalam membentuk tim yang merupakan Local Leader dari Desa Bandung tidaklah sulit, fasilitator memerankan perempuan yang dulunya adalah salah satu dari buruh konveksi dan kini menghabiskan waktunya untuk mengembangkan bisnis kain perca yakni Ibu Maryati. Ibu Maryati ini nantinya diharapkan dapat menularkan kreatifitas yang dimilikinya sehingga perempuan buruh konveksi memiliki langkah survive menghadapi pendapatan yang tidak menentu. Selain Ibu

(50)

Maryati adalah Ibu Rina. Ibu Rina merupakan petugas kesehatan di polindes yang ada di Desa . Ibu Rina sendiri memahami kesulitan perempuan buruh konveksi karena ibu dan kakaknya juga merupakan buruh di industri konveksi tersebut. Ibu Rina merupakan tokoh perempuan di Desa Bandung dengan sumber daya manusia yang mumpuni.

Selain membentuk Local Leader, menggali gagasan melalui dialog yang dilakukan berulang-ulang dengan turut bersama dalam kegiatan masyarakat setiap harinya juga kerap kali dilakukan. Seperti ikut serta dalam kegiatan menjahit maupun juga dalam kegiatan kemasyarakatan lainnya.

Pada tanggal 21 November 2014, fasilitator bersama tim bentukan melakukan Focus Group Discussion dengan menitik beratkan pada analisa potensi dan peluang yang dimiliki perempuan buruh konveksi Desa . Tidak mudah mengumpulkan perempuan buruh inikarena waktu bekerja yang padat yakni mulai pukul 7.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Sehingga fasilitator memanfaatkan waktu dibaan yakni habis ashar pada hari Minggu di rumah Ibu Maryati.

Gamba 4.1 . FGD bersama Ibu Rina dan Ibu Maryati

(51)

Proses ini diikuti oleh 21 perempuan Desa Bandung yang 12 orang diantaranya merupakan pekerja konveksi.

Tabel

Daftar Peserta FGD

NO NAMA USIA

Dalam penganalisaannya fasilitator menghimpun banyaknya skill yang tidak tereksplorasi dengan baik seperti pengelolahan limbah kain menjadi barang jadi yang memiliki nilai ekonomis.

2. Mengapa Komunitas Perempuan Buruh Konveksi Desa Bandung?

Dari berbagai macam Asset yang ada di Desa Bandung Kecamatan Gedeg Mojokerto, masyarakat khususnya para kaum perempuan yang ada di Desa Bandung tidak menyadari bahwa ada salah satu asset yang kurang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Padahal dari Asset tersebut bisa atau mampu

(52)

mengangkat perekonomian masyarakat Desa Bandung secara keseluruhan, terutama bagi keluarga perempuan buruh konveksi. Alasanmemilih Desa Bandung adalah karena di desa ini memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi usaha kecil masyarakat dengan mengedepankan kreatifitas dan kemanfaatan asset yang ada mengingat setiap hari sampah yang ada semain menumpuk dan tidak dikelola dengan baik. Selain itu hal ini juga dapat digunakan sebagai alternatif pekerjaan baru bagi perempuan buruh konveksi diantara ketergantungan terhadap pemilik modal. Masyarakat Desa Bandung sebenarnya juga memiliki potensi dalam mengelola, namun karena kurangnya perhatian serta belum adanya pendampingan masyarakat mengakibatkan mereka terbiasa dalam kondisi yang terbelenggu. Selain itu, pemberdayaan masyarakat pedesaan dengan pengembangan pola pengelolahan potensi yang ada dinilai penting sebagai bagian dari pembangunan desa.

Perempuan buruh konveksi memiliki keahlian dalam menjahit. Namun keahlian tersebut tidak dapat dikembangkan dengan baik. Sehingga ketergantungan terhadap penghasilan yang sangat minim sangatlah besar. Padahal keahlian tersebut dapat dikembangkan menjadi peluang usaha yang menjanjikan mengingat banyaknya industry yang digawangi perempuan yang muncul. Alasan lain dalam pemeberdayaan perempuan buruh konveksidiDesa ini adalah terdapat salah satu perempuan yang bernama ibu Maryati, yang mengelola sampah kain dari produksi industry konveksi menjadi barang jadi yang bernilai ekonomis seperti keset, tas dan aksesoris wanita. Keikutsertaan Ibu Maryati dalam pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh desa dan di luar desa membuat Ibu Maryati

(53)

semakin mantap dalam mengembangkan hasil usahanya. Meskipun persoalan modal dan rendahnya pemasaran menjadi persoalan yang seringkali dihadapinya.

3. Meraih Cita Untuk Perubahan

Pada tahap meraih cita untuk perubahan ini, fasilitator bersama Local Leader membangun kepercayaan kepada masyarakat untuk bisa mewujudkan

mimpi perempuan buruh konveksi Desa. Dibutuhkan pula adanya kesamaan visi dan misi agar proses perubahan yang dilakukan dapat berjalan secara berkelanjutan. Dalam mencapai kesamaan tersebut maka dibutuhkan diadakannya Focus Group Discussion secara berulang-ulang bersama masyarakat demi

membangun kesadaran bersama tentang potensi masyarakat yang belum tereksplorasi dengan baik.

Motivasi dan iming-iming dengan berbagai cara dan kata-kata yang dilakukan fasilitator, tapibeberapa diantara masyarakat masih cenderung ragu untuk mewujudkannya. Inilah yang menjadi tantangan bagi fasilitator untuk mengubah pola pikir mereka dari yang takut rugi menjadi ingin mencoba. Setelah banyak cara yang dilakukan dengan mendatangi rumah-rumah dan mengajak mereka agar berbicara sendiri tentang keinginan-keinginan mereka. Menganalisa potensi yang ada bahkan hal terkecil sekalipun juga menjadi focus dalam setiap dialog yang dilakukan. Analisa budgetting juga diperlukan dalam pemaparan ini sebagai bagian untuk meyakinkan masyarakat. Dari situ perempuan buruh konveksi bisa menghasilkan bermacam-macam inovasi.

Maka diadakanlah FGD pada tanggal 3 Desember bertempat di rumah Ibu Yati dan dihadiri oleh 5 orang perempuan Desa. Yakni, Ibu Rina, Ibu Maryati, Ibu Nuryati, Ibu Indri dan Ibu Maftuhah. Pada proses ini masyarakat banyak

(54)

menghimpun keinginannya untuk mendapatkan pekerjaan lain disamping pekerjaan sebagai buruh jahit. Hal ini bertujuan agar mereka bisa belajar dan mengembangkan kemampuannya di segala bidang, sehingga hasil alam agar nantinya generasi selanjutnya tidak banyak pemuda-pemudi yang memilih bekerja di luar desa sehingga pembangunan desa dapat tercapai. Peran fasilitator adalah menjembatani masyarakat agar dapat mengembangkan potensi dirinya melalui ide-ide kreatif yang nantinya potensi yang ada dapat bernilai ekonomis. Serta ketergantunganterhadap juragan/pemilik modal tidak berpengaruh besar pada pendapatan masyarakat khususnya perempuan buruh konveksi Desa .

Setelah melakukan pemetaan potensi yang ada, fasilitator mengajak perempuan Desa Bandung juga melakukan analisa kemanfaatan potensi. Selain hasil alam, seperti singkong dan jamur, yaitu adalah sampah produksi yang tidak dikelola dengan baik. Diskusi mengalir hingga muncullah ide pembuatan kerajinan menggunakan sampah yang ada.

Mengelola sampah bukanlah hal yang mudah apalagi memutar setir dari penjahit menjadi pengrajin. Namun menjalani profesi berbeda dengan kemampuan yang sama adalah hal yang mudah dilakukan sebagai batu lompatan. Dalam merancang bangun pendampingan perempuan buruh konveksi dalam meningkatkan pendapatan keluarga melalui usaha kreatif yang unik diperlukan seringnya dialog dan riset. Hingga dalam proses yang dilakukan fasilitator bersama masarakat memuat tiga langkah. Pertama, menciptakan komunitas kreatif yang beranggotakan perempuan buruh konveksi dengan memanfaatkan waktu luang mereka. Kedua, menganalisa kemanfaatan sampah dan melakukan

(55)

pengolahan sampah menjadi barang jadi bernilai ekonomis. Ketiga, bekerja sama dengan pemerintah dalam upaya pemasaran hasil produksi.

Gambar. FGD Membentuk Tim Pengolahan Kain Perca

Pada tanggal 14 Desember, fasilitator melakukan FGD bersama masyarakat dengan menitikberatkan pada aksi pendampingan. Sebelum melakukan pengolahan sampah, fasilitator dan Local Leader terlebih dahulu membentuk tim pengolahan sampah. Tim ini adalah mereka-mereka yang mengordinasi penyortiran sampah kain sebelum akhirnya diberikan kepada penjahit atau pengrajin. Dalam membentuk tim dengan mendasarkan pada musyawarah akhirnya menghasilkan seperti dibawah ini:

Tim Pengolahan Sampah Kain “Laskar Sampah”

Ketua : Ibu Maryati

Bendahara : Ibu Rina

Koord Penyortiran: Ibu Satukah

Koord Pengolahan: Ibu Mega

Koord Promosi : Ibu Mulyadi

(56)

Setelah membentuk tim pengolahan sampah yang beranggotakan 8 orang perempuan Desa , perempuan Desa Bandung melakukan aksi pada hari Minggu, 28 Desember 2014 melalui tangan hangat Ibu Maryati sebagai penggeraknya. Anggota PKK pun turut serta dalam kegiatan ini. Hal ini berkelanjutan maksudnya setiap hari minggu, perempuan buruh konveksi banyak yang menghabiskan waktunya untuk menekuni usaha baru ini.

Gambar 4.2 . Aksi Bersama Perempuan Buruh Konveksi dan Anggota PKK

Fasilitator pada awalnya melakukan pengenalan tentang bahan yang akan digunakan, sehingga bisa mencari kreasi-kreasi lain yang bisa dikembangkan lagi. Saat fasilitator mulaimenawarkan bermacam-macam kreasi, ibu-ibu tidak langsung menerimanya. Meskipun mereka sangat mau untuk melakukannya namun banyak faktor-faktor yang membuat mereka tidak bisa melakukannya. Perempuan takut pada pemasarannya, mereka tidak yakin bahwa kreasi-kreasi yang lain itu bisa laku. Karena pernah salah satu Local Leader tadi pernah membuat berbagai macam kreasi dan

Gambar

Tabel 1.1 Jadwal Pelaksanaan
  Tabel 2.2 Pendidikan Masyarakat Desa
Tabel 2.3
 Tabel 2.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

2 tentang analisis univariat menunjukkan bahwa berdasarkan distribusi frekuensi yang mengkonsumsi ektrak ikan gabus menunjukkan bahwa dari 20 responden yang

Berkaitan dengan hal demikian terhadap pemberian warisan dari pewaris yang telah meninggal dunia kepada ahli waris, timbul adanya gugatan oleh ahli waris dalam

telah dilakukan mulai bulan Maret 1992, sejalan dengan selesainya jadwal pembangunan pabrik pada tanggal 1 November 1995. GOLDSTAR ASTRA sempat berganti nama menjadi PT. LG ASTRA

Nilai signifikansi model lebih kecil dari nilai α (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi linier berganda sesuai untuk menjelaskan hubungan antara deskriptor

Dari hasil percobaan pelapisan buah stroberi menggunakan larutan kitosan, menunjukkan kondisi yang optimum dicapai pada pelapisan dengan konsentrasi 2% dan waktu

Pada penelitian ini diperoleh hasil jarak sumber air dengan kandang sapi masyarakat desa sruni lebih banyak dalam kategori tidak baik sebanyak 90... Hasil tersebut

Hasil penelitian yang berbeda ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Witasari (2009) dan Margitama (2010) yang menemukan tidak terdapat pengaruh yang

3 BP4 Kemenag Kota Semarang memang sangat membantu bagi para Pegawai Negeri Sipil yang akan bercerai untuk mendapatkan surat rekomendasi percerai yang diajukan