• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENJELASAN ATAS UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENJELASAN ATAS UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PENJELASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1999

TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH I. UMUM

1. Dasar Pemikiran

a. Negara Republik Indonesia sebagai negara Kesat uan menganut asas desent ralisasi dalam penyelenggaraan pemerint ahan, dengan memberikan kesempat an dan keleluasaan kepada daerah unt uk menyelenggarakan Ot onomi Daerah. Karena it u, Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, ant ara lain,

menyat akan bahwa pembagian Daerah Indonesia at as daerah besar dan kecil, dengan bent uk dan susunan pemerint ahannya dit et apkan dengan undang-undang.

Dalam penj elasan pasal t ersebut , ant ara lain, dikemukakan bahwa "oleh karena Negara Indonesia it u suat u eenheidsst aat, maka Indonesia t idak akan

mempunyai Daerah dalam lingkungannya yang bersif at st aat j uga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam Daerah Propinsi dan Daerah Propinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil. Di daerah-daerah yang bersif at ot onom (st reek en l ocal e recht gemeensschappen) at au bersif at adminit rasi belaka, semuanya menurut at uran yang akan dit et apkan dengan undang-undang". Di daerah-daerah yang bersif at ot onom akan diadakan Badan Perwakilan Daerah. Oleh karena it u, di daerah pun, pemerint ahan akan bersendi at as dasar

permusyawarat an.

b. Dengan demikian, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat unt uk menyelenggarakan ot onomi dengan memberikan kewenangan yang luas, nyat a, dan bert anggung j awab kepada daerah, sebagaimana t ert uang dalam Ket et apan MPR-RI Nomor XV/ MPR/ 1998 t ent ang Penyelenggaraan Ot onomi Daerah; Pengat uran, Pembagian, dan Pemanf aat an Sumber Daya Nasional yang berkeadilan; sert a Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesat uan Republik Indonesia.

c. Undang-undang ini disebut "Undang-undang t ent ang Pemerint ahan Daerah" karena undang-undang ini pada prinsipnya mengat ur penyelenggaraan Pemerint ahan Daerah yang lebih mengut amakan pelaksanaan asas desent ralisasi.

d. Sesuai dengan Ket et apan MPR-RI Nomor XV/ MPR/ 1998 t ersebut di at as, penyelenggaraan Ot onomi Daerah dilaksanakan dengan memberikan

kewenangan yang luas, nyat a dan bert anggung j awab kepada Daerah secara proporsional yang diwuj udkan dengan pengat uran, pembagian, dan

pemanf aat an sumber daya nasional yang berkeadilan, sert a perimbangan keuangan Pusat dan Daerah. Disamping it u, penyelenggaraan Ot onomi Daerah j uga dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran sert a masyarakat , pemerat aan, dan keadilan, sert a memperhat ikan pot ensi dan keanekaragaman Daerah.

e. Hal-hal yang mendasar dalam undang-undang ini adalah mendorong unt uk memberdayakan masyarakat , menumbuhkan prakarsa dan kreat ivit as, meningkat kan peran sert a masyarakat , mengembangkan peran dan f ungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena it u, undang-undang ini

(2)

kewenangan dan keleluasaan unt uk membent uk dan melaksanakan kebij akan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat .

f . Propinsi Daerah Tingkat I menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974, dalam undang-undang ini dij adikan Daaerah Propinsi dengan kedudukan sebagai Daerah Ot onom dan sekaligus Wilayah Administ rasi, yang melaksanakan kewenangan Pemerint ah Pusat yang di delegasikan kepada Gubernur. Daerah Propinsi bukan merupakan Pemerint ah at asan dari Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a. Dengan demikian, Daerah Ot onom Propinsi dan Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a t idak mempunyai hubungan hierarki.

g. Pemberian kedudukan Propinsi sebagai Daerah Ot onom dan sekaligus sebagai Wilayah Administ rasi dilakukan dengan pert imbangan:

1. unt uk memelihara hubungan yang serasi ant ara Pusat dan Daerah dalam kerangka Negara Kesat uan Republik Indonesia;

2. unt uk menyelenggarakan Ot onomi Daerah yang bersif at lint as Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a sert a melaksanakan kewenangan Ot onomi Daerah yang belum dapat dilaksanakan oleh Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a; dan

3. unt uk melaksanakan t ugas-t ugas pemerint ahan t ert ent u yang dilimpahkan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsent rasi.

h. Dengan memperhat ikan pengalaman penyelenggaraan Ot onomi Daerah pada masa lampau yang menganut prinsip ot onomi yang nyat a dan bert anggung j awab dengan penekanan pada ot onomi yang lebih merupakan kewaj iban daripada hak, maka dalam undang-undang ini pemberian kewenangan ot onomi kepada Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a didasarkan kepada asas

desent ralisasi saj a dalam wuj ud ot onomi yang luas, nyat a dan bert anggung j awab. Kewenangan ot onomi luas adalah keleluasaan Daerah unt uk

menyelenggarakan pemerint ahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerint ahan, kecuali kewenangan di bi dang polit ik luar negeri, pert ahanan keamanan, peradilan, monet er dan f iskal, agama, sert a kewenangan bidang lainnya yang akan dit et apkan dengan Perat uran Pemerint ah. Disamping it u keleluasaan ot onomi mencakup pula kewenangan yang ut uh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.

Yang dimaksud dengan ot onomi nyat a adalah keleluasaan Daerah unt uk menyelenggarakan kewenangan pemerint ahan di bidang t ert ent u yang secara nyat a ada dan diperlukan sert a t umbuh, hidup, dan berkembang di Daerah. Yang dimaksud dengan ot onomi yang bert anggung j awab adalah berupa perwuj udan pert anggungj awaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada Daerah dalam wuj ud t ugas dan kewaj iban yang harus dipikul oleh Daerah dalam mencapai t uj uan pemberian ot onomi, berupa peningkat an pelayanan dan kesej aht eraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerat aan, sert a pemeliharaan hubungan yang serasi ant ara Pusat dan Daerah sert a ant ar-Daerah dalam rangka menj aga keut uhan Negara Kesat uan Republik Indonesia. Ot onomi unt uk Daerah Propinsi diberikan secara t erbat as yang meliput i kewenangan lint as Kabupat en dan Kot a, dan kewenangan yang t idak at au belum dilaksanakan oleh Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a, sert a kewenangan bidang pemerint ahan t ert ent u lainnya.

(3)

1. Penyelenggaraan Ot onomi Daerah dilaksanakan dengan memperhat ikan aspek demokrasi, keadilan, pemerat aan, sert a pot ensi dan

keanekaragaman Daerah.

2. Pelaksanaan Ot onomi Daerah didasarkan pada ot onomi luas, nyat a, dan bert anggung j awab.

3. Pelaksanaan Ot onomi Daerah yang luas dan ut uh dilet akkan pada Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a, sedang Ot onomi Daerah Propinsi merupakan ot onomi yang t erbat as.

4. Pelaksanaan Ot onomi Daerah harus sesuai dengan konst it usi negara sehingga t et ap t erj amin hubungan yang serasi ant ara Pusat dan Daerah sert a Ant ar-Daerah.

5. Pelaksanaan Ot onomi Daerah harus lebih meningkat kan kemandirian Daerah Ot onom, dan kaarenanya dalam Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a t idak ada lagi Wilayah Administ rasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibi na oleh Pemerint ah at au pihak lain, sepert i badan ot orit a, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan indust ri, kawasan perkebunan, kawasan pert ambangan, kawasan kehut anan, kawasan perkot aan baru, kawasan pariwisat a, dan semacamnya berlaku ket ent uan perat uran Daerah Ot onom.

6. Pelaksanaan Ot onomi Daerah harus lebih meningkat kan peranan dan f ungsi badan legislat if Daerah, baik sebagai f ungsi legislasi, f ungsi pengawasan maupun f ungsi anggaran at as penyelenggaraan Pemerint ahan Daerah.

7. Pelaksanaan asas dekonsent rasi dilet akkan pada Daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administ rasi unt uk melaksanakan kewenangan pemerint ahan t ert ent u yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerint ah.

8. Pelaksanaan asas t ugas pembant uan dimungkinkan, t idak hanya dari Pemerint ah kepada Daerah, t et api j uga dari Pemerint ah dan Daerah kepada Desa yang disert ai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, sert a sumber daya manusia dengan kewaj iban melaporkan pelaksanaan dan mempert anggungj awabkan kepada yang menugaskannya.

2. Pembagian Daerah

Isi dan j iwa yang t erkandung dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 besert a penj elasannya menj adi pedoman dalam penyusunan undang-undang ini dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut :

a. Sist em ket at anegaraan Indonesia waj ib menj alankan prinsip pembagian

kewenangan berdasarkan asas dekonsent rasi dan desent ralisasi dalam kerangka Negara Kesat uan Republik Indonesia;

b. Daerah yang dibent uk berdasarkan asas desent ralisasi dan dekonsent rasi adalah Daerah Propinsi, sedangkan Daerah yang dibent uk berdasarkan asas

desent ralisasi adalah Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a. Daerah yang dibent uk dengan asas desent ralisasi berwenang unt uk menent ukan dan melaksanakan kebij aksanaan at as prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat ;

c. Pembagian Daerah di luar Daerah Propinsi dibagi habis ke dalam Daerah Ot onom. Dengan demikian, Wilayah Administ rasi yang berada dalam Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a dapat dij adi kan Daerah Ot onom at au dihapus; d. Kecamat an yang menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 sebagai Wilayah

Administ rasi dalam rangka dekonsent rasi, menurut undang-undang ini

(4)

Prinsip penyelenggaraan Pemerint ahan Daerah adalah:

a. digunakannya asas desent ralisasi, dekonsent rasi, dan t ugas pembant uan; b. penyelenggaraan asas desent ralisasi secara ut uh dan bulat yang dilaksanakan di

Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a; dan

c. asas t ugas pembant uan yang dapat dilaksanakan di daerah Propinsi, Daerah Kabupat en, Daerah Kot a dan Desa.

4. Susunan Pemerint ahan Daerah dan Hak DPRD

Susunan Pemerint ahan Daerah Ot onom meli put i DPRD dan Pemerint ah Daerah. DPRD dipisahkan dari Pemerint ah Daerah dengan maksud unt uk lebih memberdayakan DPRD dan meningkat kan pert anggungj awaban Pemerint ah Daerah kepada rakyat . Oleh karena it u hak-hak DPRD cukup luas dan diarahkan unt uk menyerap sert a menyalurkan aspirasi masyarakat menj adi kebij akan Daerah dan melakukan f ungsi pengawasan.

5. Kepala Daerah

Unt uk menj adi Kepala Daerah, seseorang diharuskan memenuhi persyarat an t ert ent u yang int inya agar Kepala Daerah selalu bert akwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki et ika dan moral, berpenget ahuan, dan berkemampuan sebagai pimpinan pemerint ahan, berwawasan kebangsaan, sert a mendapat kan kepercayaan rakyat . Kepala Daerah disamping sebagai pimpinan pemerint ahan, sekaligus adalah Pimpinan Daerah dan pengayom masyarakat sehingga Kepala Daerah harus mampu berpikir, bert indak, dan bersikap dengan lebih mengut amakan kepent ingan bangsa, negara, dan masyarakat umum daripada kepent ingan pribadi, golongan dan aliran. Oleh karena it u, dari kelompok at au et nis, dan keyakinan mana pun Kepala Daerah harus bersikap arif , bij aksana, j uj ur, adil, dan net ral.

6. Pert anggungj awaban Kepala Daerah

Dalam menj alankan t ugas dan kewaj iban Pemerint ah Daerah, Gubernur bert anggung j awab kepada DPRD Propinsi, sedangkan dalam kedudukannya sebagai wakil

Pemerint ah, Gubernur bert anggung j awab kepada Presiden. Sement ara it u, dalam penyelenggaraan Ot onomi Daerah di Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a, Bupat i at au Walikot a bert anggung j awab kepada DPRD Kabupat en/ DPRD Kot a dan berkewaj iban memberikan laporan kepada Presiden melalui Ment eri Dalam Negeri dalam rangka pembinaan dan pengawasan.

7. Kepegawaian

Kebij akan kepegawaian dalam undnag-undang ini dianut kebij akan yang mendorong pengembangan Ot onomi Daerah sehingga kebij akan kepegawaian di Daerah yang dilaksanakan oleh Daerah Ot onom sesuai dengan kebut uhannya, baik pengangkat an, penempat an, pemindahan, dan mut asi maupun pemberhent ian sesuai dengan perat uran perundang-undangan. Mut asi ant ar-Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a dalam Daerah Propinsi diat ur oleh Gubernur, sedangkan mut asi ant ar-Daerah Propinsi diat ur oleh Pemerint ah. Mut asi ant ar-Daerah Propinsi dan/ at au ant ar-Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a at au ant ara Daerah Propinsi dengan Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a didasarkan pada kesepakat an Daerah Ot onom t ersebut .

(5)

(1)Unt uk menyelenggarakan Ot onomi Daerah yang luas, nyat a, dan bert anggung j awab, diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan ant ara Pemerint ah Pusat dan Daerah sert a ant ara Propinsi dan Kabupat en/ Kot a yang merupakan prasyarat dalam sist em Pemerint ahan Daerah.

(2)Dalam rangka menyelenggarakan Ot onomi Daerah kewenangan keuangan yang melekat pada set iap kewenangan pemerint ahan menj adi kewenangan Daerah.

9. Pemerint ahan Desa

(1)Desa berdasarkan Undang-undang ini adalah Desa at au yang disebut dengan nama lain sebagai suat u kesat uan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersif at ist imewa, sebagaimana dimaksud dalam penj elasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Landasan pemikiran dalam pengat uran mengenai Pemerint ahan Desa adalah keanekaragaman, part isipasi, ot onomi asli, demokrat isasi, dan pemberdayaan masyarakat .

(2)Penyelenggaraan Pemerint ahan Desa merupakan subsist em dari sist em penyelenggaraan pemerint ahan sehingga Desa memiliki kewenangan unt uk mengat ur dan mengurus kepent ingan masyarakat nya. Kepala Desa bert anggung j awab pada Badan Perwakilan Desa dan menyampaikan laporan pelaksanaan t ugas t ersebut kepada Bupat i.

(3)Desa dapat melakukan perbuat an hukum, baik hukum publik maupun hukum perdat a, memiliki kekayaan, hart a benda, dan bangunan sert a dapat dit unt ut dan menunt ut di pengadilan. Unt uk it u, Kepala Desa dengan perset uj uan Badan Perwakilan Desa mempunyai wewenang unt uk melakukan perbuat an hukum dan mengadakan perj anj ian yang saling mengunt ungkan.

(4)Sebagai perwuj udan demokrasi, di Desa dibent uk Badan Perwakilan Desa at au sebut an lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di Desa yang

bersangkut an, yang berf ungsi sebagai lembaga legislasi dan pengawasan dalam hal pelaksanaan Perat uran Desa, Anggaran Pendapat an dan Belanj a Desa, dan

Keput usan Kepala Desa.

(5)Di Desa dibent uk lembaga kemasyarakat an Desa lainnya sesuai dengan kebut uhan Desa. Lembaga dimaksud merupakan mit ra Pemerint ah Desa dalam rangka pemberdayaan masyarakat Desa.

(6)Desa memiliki sumber pembiayaan berupa pendapat an Desa, bant uan Pemerint ah dan Pemerint ah Daerah, pendapat an lain-lai n yang sah, sumbangan pihak ket iga dan pinj aman Desa.

(7)Berdasarkan hak asal-usul Desa yang bersangkut an, Kepala Desa mempunyai wewenang unt uk mendamaikan perkar a/ sengket a dari para warganya.

(8)Dalam upaya meningkat kan dan mempercepat pelayanan kepada masyarakat yang bercirikan perkot aan dibent uk Kelurahan sebagai unit Pemerint ah Kelurahan yang berada di dalam Daerah Kabupat en dan/ at au Daerah kot a.

10. Pembinaan dan Pengawasan

(6)

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup j elas Pasal 2 Ayat (1)

Cukup j elas Ayat (2)

Yang dimaksud Wilayah Administ rasi adalah daerah administ rasi menurut Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 3 Cukup j elas Pasal 4 Ayat (1)

Cukup j elas Ayat (2)

Yang dimaksud dengan t idak mempunyai hubungan hierarki sat u sama lain adalah bahwa Daerah Propinsi t idak membawahkan Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a, t et api dalam prakt ek penyelenggaraan pemerint ahan t erdapat hubungan koordinasi, kerj a sama, dan/ at au kemit raan dengan Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a dalam kedudukan masing-masing sebagai Daerah Ot onom. Sement ara it u, dalam kedudukan sebagai Wilayah Administ rasi, Gubernur selaku wakil Pemerint ah melakukan hubungan pembinaan dan pengawasan t erhadap Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a.

Pasal 5 Ayat (1)

Cukup j elas Ayat (2)

Unt uk menent ukan bat as dimaksud, set iap undang-undang mengenai pembent ukan daerah dilengkapi dengan pet a yang dapat menunj ukkan dengan t epat let ak geograf is daerah yang bersangkut an, demikian pula mengenai perubahan bat as Daerah. Ayat (3)

Yang dimaksud dit et apkan dengan Perat uran Pemerint ah didasarkan pada usul Pemerint ah Daerah dengan perset uj uan DPRD.

Ayat (4)

Cukup j elas Pasal 6

Cukup j elas Pasal 7 Ayat (1)

(7)

Khusus di bidang keagamaan sebagian kegiat annya dapat dit ugaskan oleh Pemerint ah kepada Daerah sebagai upaya meningkat kan keikut sert aan Daerah dalam

menumbuhkembangkan kehidupan beragama. Ayat (2)

Cukup j elas Pasal 8

Dalam penyelenggaraan kewenangan Pemerint ah yang diserahkan dan at au dilimpahkan kepada Daerah/ Gubernur, Daerah/ Gubernur mempunyai kewenangan unt uk mengelolanya mulai dari pembiayaan, perij inan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sesuai dengan st andar, norma, dan kebij akan Pemerint ah.

Pasal 9 Ayat (1)

Kewenangan bidang pemerint ahan yang bersif at lint as Kabupat en dan Kot a sepert i kewenangan di bidang pekerj aan umum, perhubungan, kehut anan, dan perkebunan. Yang dimaksud dengan kewenangan bidang pemerint ahan t ert ent u lainnya adalah:

a. perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro;

b. pelat ihan bidang t ert ent u, alokasi sumber daya manusia pot ensi, dan penelit ian yang mencakup wilayah Propinsi;

c. pengelolaan pelabuhan regional; d. Pengendalian lingkungan hidup;

e. promosi dagang dan budaya/ pariwisat a;

f . penanganan penyakit menular dan hama t anaman; dan g. perencanaan t at a ruang Propinsi.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan kewenangan ini adalah kewenangan Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a yang dit angani oleh Propinsi set elah ada pernyat aan dari Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a.

Ayat (3)

Cukup j elas Pasal 10

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan sumber daya nasional adalah sumber daya alam, sumber daya buat an, dan sumber daya manusia yang t ersedia di Daerah.

Ayat (2)

Khusus unt uk penangkapan ikan secara t r adisional t idak dibat asi wilayah laut . Ayat (3)

(8)

Cukup j elas Pasal 11

Ayat (1)

Dengan diberlakukannya undang-undang ini, pada dasarnya seluruh kewenangan sudah berada pada Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a. Oleh karena it u, penyerahan

kewenangan t idak perlu dilakukan secara akt if , t et api dilakukan melalui pengakuan oleh Pemerint ah.

Ayat (2)

Tanpa mengurangi art i dan pent ingnya prakarsa Daerah dalam penyelenggaraan ot onominya, unt uk menghindarkan t erj adinya kekosongan penyelengaaraan pelayanan dasar kepada masyarakat , Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a waj ib melaksanakan kewenangan dalam bidang pemerint ahan t ert ent u menurut pasal ini, sesuai dengan kondisi Daerah masing-masing.

Kewenangan yang waj ib dilaksanakan oleh Daerah Kabupat en dan Daerah Kot a dapat dialihkan ke Daerah Propinsi.

Khusus kewenangan Daerah Kot a disesuaikan dengan kebut uhan perkot aan, ant ara lain, pemadam kebakaran, kebersihan, pert amanan, dan t at a kot a.

Pasal 12 Cukup j elas Pasal 13 Cukup j elas Pasal 14 Cukup j elas Pasal 15 Cukup j elas Pasal 16 Ayat (1)

Cukup j elas Ayat (2)

Dalam kedudukannya sebagai Badan Legislat if Daerah, DPRD bukan merupakan bagian Pemerint ah Daerah.

Pasal 17 Cukup j elas Pasal 18 Ayat (1)

Huruf a

Cukup j elas Huruf b

Pemilihan anggot a MPR dari Ut usan Daerah hanya dilakukan oleh DPRD Propinsi. Huruf c

(9)

Huruf d

Cukup j elas Huruf e

Cukup j elas Huruf f

Cukup j elas Huruf g

Cukup j elas Huruf h

Cukup j elas Ayat (2)

Cukup j elas Pasal 19

Cukup j elas Pasal 20 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pej abat negara dan pej abat pemerint ah adalah pej abat di lingkungan kerj a DPRD bersangkut an.

Ayat (2)

Cukup j elas Ayat (3)

Cukup j elas Pasal 21

(10)

Cukup j elas Pasal 29 Cukup j elas Pasal 30 Cukup j elas Pasal 31 Cukup j elas Pasal 32 Cukup j elas Pasal 33 Cukup j elas Pasal 34 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara bersamaan adalah bahwa calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah dipilih secara berpasangan. Pemilihan secara bersamaan ini dimaksudkan unt uk menj amin kerj a sama yang harmonis ant ara Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Ayat (2)

Cukup j elas Ayat (3)

Cukup j elas Ayat (4)

Cukup j elas Ayat (5)

Cukup j elas Pasal 35

Cukup j elas Pasal 36 Ayat (1)

Cukup j elas Ayat (2)

Yang dimaksud dengan rapat paripurna adalah rapat yang khusus diadakan unt uk pemilihan Kepala Daerah.

Ayat (3)

Cukup j elas Pasal 37

Cukup j elas Pasal 38 Ayat (1)

(11)

Ayat (2)

Calon Bupat i dan calon Wakil Bupat i sert a calon Walikot a dan calon Wakil Walikot a diberit ahukan kepada Gubernur selaku wakil Pemerint ah.

Pasal 39 Cukup j elas Pasal 40 Cukup j elas Pasal 41 Cukup j elas Pasal 42 Ayat (1)

Cukup j elas Ayat (2)

Pengucapan sumpah/ j anj i dan pelant ikan Kepala Daerah dapat dilakukan di Gedung DPRD at au di gedung lain, dan t idak di laksanakan dalam rapat DPRD. Pengucapan sumpah/ j anj i dilakukan menurut agama yang diakui Pemerint ah, yakni:

h. diawali dengan ucapan "Demi Allah" unt uk penganut agama Islam;

i. diakhiri dengan ucapan "Semoga Tuhan menolong saya" unt uk penganut agama Krist en Prot est an/ Kat olik;

j . diawali dengan ucapan "Om at ah paramawisesa" unt uk penganut agama Hindu; dan

k. diawali dengan ucapan "Demi Sanghyang Adi Buddha" unt uk penganut agama Buddha.

Ayat (3)

Cukup j elas Ayat (4)

Cukup j elas Pasal 43

Huruf a

Cukup j elas Huruf b

Cukup j elas Huruf c

Cukup j elas Huruf d

(12)

Dalam upaya meningkat kan t araf kesej aht eraan rakyat , Kepala Daerah berkewaj iban mewuj udkan demokrasi ekonomi dengan melaksanakan pembinaan dan pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah yang mencakup permodalan, pemasaran,

pengembangan t eknologi, produksi, dan pengolahan sert a pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia.

Huruf f

Cukup j elas Huruf g

Cukup j elas Pasal 44

Cukup j elas Pasal 45 Cukup j elas Pasal 46 Cukup j elas Pasal 47 Cukup j elas Pasal 48

Huruf a dan huruf e

Larangan t ersebut dimaksudkan unt uk menghindarkan kemungkinan t erj adinya konf lik kepent ingan bagi Kepala Daerah dalam melaksanakan t ugasnya unt uk memberikan pelayanan pemerint ahan dengan t idak membeda-bedakan warga masyarakat . Huruf b, huruf c, dan huruf d

Larangan t ersebut dimaksudkan unt uk mencegah penyalahgunaan kekuasaan, ant ara lain yang berwuj ud korupsi, kolusi, dan nepot isme.

Pasal 49 Cukup j elas Pasal 50 Cukup j elas Pasal 51 Cukup j elas Pasal 52 Cukup j elas Pasal 53 Ayat (1)

Pemberit ahuan secara t ert ulis t ent ang berakhirnya masa j abat an Gubernur, t embusannya dikirimkan kepada Presiden, sedangkan berakhirnya masa j abat an Bupat i/ Walikot a, t embusannya dikirimkan kepada Gubernur.

Ayat (2)

Cukup j elas Ayat (3)

(13)

Cukup j elas Pasal 55 Cukup j elas Pasal 56 Ayat (1)

Cukup j elas Ayat (2)

Cukup j elas Ayat (3)

Pengucapan sumpah/ j anj i dan pelant ikan Wakil Kepala Daerah dapat dilakukan di Gedung DPRD at au di gedung lain, dan t idak dilaksanakan dalam rapat DPRD.

Pengucapan sumpah/ j anj i dilakukan menurut agama yang diakui Pemerint ah, yakni: l. diawali dengan ucapan "Demi Allah" unt uk penganut agama Islam;

m. diakhiri dengan ucapan "Semoga Tuhan menolong saya" unt uk penganut agama Krist en Prot est an/ Kat olik;

n. diawali dengan ucapan "Om at ah paramawisesa" unt uk penganut agama Hindu; dan

o. diawali dengan ucapan "Demi Sanghyang Adi Buddha" unt uk penganut agama Buddha.

Ayat (4)

Cukup j elas Ayat (5)

Cukup j elas Ayat (6)

Cukup j elas Pasal 57

Cukup j elas Pasal 58 Cukup j elas Pasal 59 Cukup j elas Pasal 60 Cukup j elas Pasal 61 Cukup j elas Pasal 62 Cukup j elas Pasal 63 Cukup j elas Pasal 64 Cukup j elas Pasal 65

Yang dimaksud dengan lembaga t eknis adalah Badan Penelit ian dan Pengembangan, Badan Perencanaan, Lembaga Pengawasan, Badan Pendidikan dan Pelat ihan, dan lain-lain Pasal 66

(14)

Ayat (1)

Cukup j elas Ayat (2)

Cukup j elas Ayat (3)

Sekret aris Daerah Kot a/ Kabupat en memberi pert imbangan kepada Walikot a/ Bupat i dalam proses pengangkat an Lurah.

Ayat (4)

Camat dapat melimpahkan sebagian kewenangan kepada Lurah. Ayat (5)

Cukup j elas Ayat (6)

Cukup j elas Pasal 68

Cukup j elas Pasal 69

Perat uran Daerah hanya dit andat angani oleh Kepala Daerah dan t idak dit andat angani-sert a Pimpinan DPRD karena DPRD bukan merupakan bagian dari Pemerint ah Daerah.

Pasal 70

Yang dimaksud dengan Perat uran Daerah lain adalah Perat uran Daerah yang sej enis dan sama kecuali unt uk perubahan.

Pasal 71 Ayat (1)

Paksaan yang dilakukan oleh Pemerint ah Daerah unt uk menegakkan hukum dengan Undang-undang ini disebut "paksaan penegakan hukum" at au "paksaan pemeliharaan hukum".

Paksaan penegakan hukum it u pada umumnya berwuj ud mengambil sesuat u yang t elah dibuat , diadakan, dij alankan, dialpakan, at au dit iadakan yang bert ent angan dengan hukum.

Paksaan it u harus didahului oleh suat u perint ah t ert ulis oleh penguasa eksekut if kepada pelanggar. Apabila pelanggar t idak mengindahkannya, diambil suat u t indakan paksaan. Pej abat yang menj alankan t indakan paksaan penegakan hukum t erhadap pelanggar harus dengan t egas diserahi t ugas t ersebut . Paksaan penegakan hukum it u hendaknya hanya dilakukan dalam hal yang sangat perlu saj a dengan cara seimbang sesuai dengan berat pelanggaran, karena paksaan t ersebut pada umumnya dapat menimbulkan kerugian at au penderit aan. Jumlah denda dapat disesuaikan dengan perkembangan t ingkat kemahalan hidup.

(15)

Cukup j elas Pasal 72

Cukup j elas Pasal 73 Ayat (1)

Pengundangan Perat uran Daerah dan Keput usan Kepala Daerah yang bersif at mengat ur dilakukan menurut cara yang sah, yang merupakan keharusan agar Perat uran Daerah dan Keput usan Kepala Daerah t ersebut mempunyai kekuat an hukum dan mengikat . Pengundangan dimaksud kecuali unt uk memenuhi f ormalit as hukum j uga dalam rangka ket erbukaan pemerint ahan. Cara pengundangan yang sah adalah dengan

menempat kannya dalam Lembaran Daerah oleh Sekret aris Daerah. Unt uk lebih mengef ekt if kan pelaksanaan Perat uran Daerah dan Keput usan Kepala Daerah, perat uran dan keput usan t ersebut perlu dimasyarakat kan.

Ayat (2)

Cukup j elas Pasal 74

Cukup j elas Pasal 75 Cukup j elas Pasal 76

Pemindahan pegawai dalam daerah Kabupat en/ Kot a dilakukan oleh Bupat i/ Walikot a,

pemindahan pegawai ant ar-Daerah Kabupat en/ Kot a dan/ at au ant ara Daerah Kabupat en/ Kot a dan Daerah Propinsi dilakukan oleh Gubernur set elah berkonsult asi dengan Bupat i/ Walikot a, dan pemindahan pegawai ant ar-Daerah Propinsi at au ant ara Daerah Propinsi dan Pusat sert a pemindahan pegawai Daerah ant ara Daerah Kabupat en/ Kot a dan Daerah Kabupat en/ Kot a di Daerah Propinsi lainnya dit et apkan oleh Pemerint ah set elah berkonsult asi dengan Kepala Daerah.

Pasal 77 Cukup j elas Pasal 78 Cukup j elas Pasal 79 Huruf a

Angka 1

Cukup j elas Angka 2

Cukup j elas Angka 3

Cukup j elas Angka 4

Lain-lain pendapat an asli Daerah yang sah ant ara lain hasil penj ualan asset Daerah dan j asa giro.

(16)

Cukup j elas Huruf c

Cukup j elas Huruf d

Lain-lain pendapat an Daerah yang sah adalah ant ara lain hibah at au penerimaan dari Daerah Propinsi at au Daerah Kabupat en/ Kot a lainnya, dan penerimaan lain sesuai dengan perat uran perundang-undangan.

Pasal 80 Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan penerimaan sumber daya alam adalah penerimaan negara yang berasal dari pengelolaan sumber daya alam ant ara lain di bidang pert ambangan umum, pert ambangan mi nyak dan gas bumi, kehut anan, dan perikanan.

Huruf b

Cukup j elas Huruf c

Cukup j elas Ayat (2)

Tidak t ermasuk bagian Pemerint ah dari penerimaan Paj ak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak At as Tanah dan Bangunan yang dikembalikan kepada Daerah.

Ayat (3)

Cukup j elas Ayat (4)

Cukup j elas Pasal 81

Ayat (1)

Pinj aman dalam negeri bersumber dari Pemerint ah, lembaga komersial, dan/ at au penerbit an obligasi Daerah dengan di berit ahukan kepada Pemerint ah sebelum peminj aman t ersebut dilaksanakan.

Yang berwenang mengadakan dan menanggung pinj aman Daerah adalah Kepala Daerah, yang dit et apkan dengan Keput usan Kepala Daerah at as perset uj uan DPRD.

Di dalam Keput usan Kepala Daerah harus dicant umkan j umlah pinj aman dan sumber dana unt uk memenuhi kewaj iban pembayaran pinj aman.

(17)

Cukup j elas Ayat (3)

Mekanisme pinj aman dari sumber luar negeri harus mendapat perset uj uan Pemerint ah mengandung pengert ian bahwa Pemerint ah akan melakukan evaluasi dari berbagai aspek mengenai dapat t idaknya usulan pinj aman Daerah unt uk diproses lebih lanj ut . Dengan demikian pemrosesan lebih lanj ut usulan pinj aman Daerah secara t idak langsung sudah mencerminkan perset uj uan Pemerint ah at as usulan t ermaksud. Ayat (4)

Cukup j elas Pasal 82

Ayat (1)

Daerah dapat menet apkan paj ak dan ret ribusi dengan Perat uran Daerah sesuai dengan ket ent uan Undang-undang.

Ayat (2)

Penent uan t at a cara pemungut an paj ak dan ret ribusi Daerah t ermasuk pengembalian at au pembebasan paj ak dan/ at au ret ribusi Daerah yang dilakukan dengan berpedoman pada ket ent uan yang dit et apkan dengan Perat uran Daerah.

Pasal 83 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan insent if non f iskal adalah bant uan Pemerint ah berupa

kemudahan pembangunan prasarana, penyebaran lokasi indust ri st rat egis, penyebaran lokasi pusat -pusat perbankan nasional, dan lain-lain.

Ayat (2)

Cukup j elas Pasal 84

Cukup j elas Pasal 85 Ayat (1)

Cukup j elas Ayat (2)

Huruf a

Cukup j elas Huruf b

Cukup j elas Huruf c

Yang dimaksud dengan t indakan hukum lain adalah menj ual, menggadaikan, menghibahkan, t ukar guling, dan/ at au memindaht angankan.

(18)

Cukup j elas Pasal 87 Cukup j elas Pasal 88 Cukup j elas Pasal 89 Cukup j elas Pasal 90 Cukup j elas Pasal 91 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan lembaga bersama adalah lembaga yang dibent uk secara bersama oleh Pemerint ah Kabupat en/ Kot a yang berbat asan dalam rangka meningkat kan

pelayanan kepada masyarakat . Ayat (2)

Cukup j elas Ayat (3)

Cukup j elas Pasal 92

Ayat (1)

Pemerint ah Daerah perlu memf asilit asi pembent ukan f orum perkot aan unt uk mencipt akan sinergi Pemerint ah Daerah, masyarakat , dan pihak swast a. Ayat (2)

Yang dimaksud dengan pemberdayaan masyarakat adalah pengikut sert aan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemilikan.

Ayat (3)

Cukup j elas Pasal 93

Ayat (1)

Ist ilah Desa disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat set empat sepert i nagari, kampung, hut a, bori, dan marga.

Yang dimaksud dengan asal-usul adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 dan penj elasannya.

Ayat (2)

Dalam pembent ukan, penghapusan, dan/ at au penggabungan Desa perlu

dipert imbangkan luas wilayah, j umlah penduduk, sosial budaya, pot ensi Desa, dan lain-lain.

Pasal 94

Ist ilah Badan Perwakilan Desa dapat disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa set empat . Pembent ukan Pemerint ah Desa dan Badan Perwakilan Desa dilakukan oleh

(19)

Ayat (1)

Ist ilah Kepala Desa dapat disesuaikan dengan kondisi sosial budaya Desa set empat . Ayat (2)

Cukup j elas Ayat (3)

Cukup j elas Pasal 96

Daerah Kabupat en dapat menet apkan masa j abat an Kepala Desa sesuai dengan sosial budaya set empat .

Pasal 97 Cukup j elas Pasal 98 Ayat (1)

Cukup j elas Ayat (2)

Pengucapan sumpah/ j anj i Kepala Desa dilakukan menurut agama yang diakui Pemerint ah, yakni:

p. diawali dengan ucapan "Demi Allah" unt uk penganut agama Islam;

q. diakhiri dengan ucapan "Semoga Tuhan menolong saya" unt uk penganut agama Krist en Prot est an/ Kat olik;

r. diawali dengan ucapan "Om at ah paramawisesa" unt uk penganut agama Hindu; dan

s. diawali dengan ucapan "Demi Sanghyang Adi Buddha" unt uk penganut agama Buddha.

Ayat (3)

Cukup j elas Pasal 99

Cukup j elas Pasal 100

Pemerint ah Desa berhak menolak pelaksanaan Tugas Pembant uan yang t idak disert ai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, sert a sumber daya manusia.

Pasal 101 Huruf a

Cukup j elas Huruf b

Cukup j elas Huruf c

Cukup j elas Huruf d

(20)

Huruf e

Unt uk mendamaikan perselisihan masyarakat di Desa, Kepala Desa dapat dibant u oleh lembaga adat Desa. Segala perselisihan yang t elah didamaikan oleh Kepala Desa bersif at mengikat pihak-pihak yang berselisih.

Huruf f

Cukup j elas Pasal 102

Huruf a

Cukup j elas Huruf b

Laporan Kepala Desa disampaikan kepada Bupat i dengan t embusan kepada Camat . Pasal 103

Ayat (1) Huruf a

Cukup j elas Huruf b

Cukup j elas Huruf c

Cukup j elas Huruf d

Unt uk menghindari kekosongan dalam penyelenggaraan Pemerint ahan Desa, Kepala Desa yang t elah berakhir masa j abat annya t et ap melaksanakan t ugasnya sebagai Kepala Desa sampai dengan di lant iknya Kepala Desa yang baru.

Huruf e

Cukup j elas Ayat (2)

Cukup j elas Pasal 104

Fungsi pengawasan Badan Perwakilan Desa meliput i pengawasan t erhadap pelaksanaan Perat uran Desa, Anggaran Pendapat an dan Belanj a Desa, dan Keput usan Kepala Desa. Pasal 105

Ayat (1)

Cukup j elas Ayat (2)

(21)

Ayat (3)

Perat uran Desa t idak memerlukan pengesahan Bupat i, t et api waj ib disampaikan kepadanya selambat -lambat nya dua minggu set elah dit et apkan dengan t embusan kepada Camat .

Ayat (4)

Cukup j elas Pasal 106

Cukup j elas Pasal 107 Ayat (1)

Sumber pendapat an yang t elah dimiliki dan di kelola oleh Desa t idak dibenarkan diambil alih oleh Pemerint ah at au Pemerint ah Daerah.

Pemberdayaan pot ensi Desa dalam meningkat kan pendapat an Desa dilakukan, ant ara lain, dengan pendirian Badan Usaha Milik Desa, kerj a sama dengan pihak ket iga, dan kewenangan melakukan pinj aman.

Sumber Pendapat an Daerah yang berada di Desa, baik paj ak maupun ret ribusi yang sudah dipungut oleh Daerah Kabupat en, t i dak dibenarkan adanya pungut an t ambahan oleh Pemerint ah Desa.

Pendapat an Daerah dari sumber t ersebut harus diberikan kepada Desa yang bersangkut an dengan pembagian secara proporsional dan adil. Ket ent uan ini

dimaksudkan unt uk menghilangkan beban biaya ekonomi t inggi dan dampak lainnya. Ayat (2)

Kegiat an pengelolaan Anggaran Pendapat an dan Belanj a Desa yang dit et apkan set iap t ahun meliput i penyusunan anggaran, pelaksanaan t at a usaha keuangan, dan perubahan sert a perhit ungan anggaran.

Ayat (3)

Cukup j elas Ayat (4)

Cukup j elas Ayat (5)

Cukup j elas Pasal 108

Cukup j elas Pasal 109 Ayat (1)

(22)

Ayat (2)

Cukup j elas Pasal 110

Pemerint ah Desa yang t idak diikut sert akan dalam kegiat an dimaksud berhak menolak pembangunan t ersebut .

Pasal 111 Ayat (1)

Cukup j elas Ayat (2)

Yang dimaksud dengan asal-usul adalah asal-usul t erbent uknya Desa yang bersangkut an. Pasal 112

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan memf asilit asi adalah upaya memberdayakan Daerah Ot onom melalui pemberian pedoman, bimbingan, pelat ihan, arahan, dan supervisi.

Ayat (2)

Cukup j elas Pasal 113

Cukup j elas Pasal 114 Ayat (1)

Cukup j elas Ayat (2)

Cukup j elas Ayat (3)

Cukup j elas Ayat (4)

Pengaj uan keberat an kepada Mahkamah Agung sebagai upaya hukum t erakhir dilakukan selambat -lambat nya lima belas hari set elah adanya keput usan pembat alan dari

Pemerint ah. Pasal 115

Ayat (1)

Mekanisme pembent ukan, penghapusan, penggabungan, dan/ at au pemekaran Daerah dilakukan dengan cara sebagai berikut :

t . Daerah yang akan dibent uk, dihapus, digabung, dan/ at au dimekarkan diusulkan oleh Kepala Daerah dengan perset uj uan DPRD kepada Pemerint ah;

(23)

v. Dewan Pert imbangan Ot onomi Daerah menyampaikan pert imbangan unt uk penyusunan rancangan undang-undang yang mengat ur pembent ukan, penghapusan, penggabungan, dan/ at au pemekaran Daerah Ot onom. Ayat (2)

Yang dimaksud dengan Asosiasi Pemerint ah Daerah adalah organisasi yang dibent uk oleh Pemerint ah Daerah dalam rangka kerj a sama ant Pemerint ah Propinsi, ant ar-Pemerint ah Kabupat en, dan/ at au ant ar-ar-Pemerint ah Kot a berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh Pemerint ah.

Wakil-wakil Daerah dipilih oleh DPRD dari berbagai keahlian, t erut ama di bidang keuangan dan pemerint ahan, sert a bersikap independen sebanyak 6 orang, yang t erdiri at as 2 orang wakil Daerah Propinsi, 2 orang wakil Daerah Kabupat en, dan 2 orang wakil Daerah Kot a dengan masa t ugas selama dua t ahun.

Ayat (3)

Cukup j elas Ayat (4)

Cukup j elas Ayat (5)

Cukup j elas Ayat (6)

Cukup j elas Pasal 116

Cukup j elas Pasal 117 Cukup j elas Pasal 118 Ayat (1)

Pemberian ot onomi khusus kepada Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur didasarkan pada perj anj ian bilat eral ant ara Pemerint ah Indonesia dan Pemerint ah Port ugal di bawah supervisi Perserikat an Bangsa-Bangsa.

Yang dimaksud dengan dit et apkan lain adal ah Ket et apan MPR RI yang mengat ur st at us Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur lebih lanj ut .

Ayat (2)

Cukup j elas Pasal 119

(24)

Cukup j elas Pasal 122

Pengakuan keist imewaan Propinsi Ist imewa Aceh didasarkan pada sej arah perj uangan kemerdekaan nasional, sedangkan isi keist imewaannya berupa pelaksanaan kehidupan beragama, adat , dan pendidikan sert a memperhat ikan peranan ulama dalam penet apan kebij akan Daerah.

Pengakuan keist imewaan Propinsi Ist imewa Yogyakart a didasarkan pada asal-usul dan peranannya dalam sej arah perj uangan nasional, sedangkan isi keist imewaannya adalah pengangkat an Gubernur dengan mempert imbangkan calon dari ket urunan Sult an Yogyakart a dan Wakil Gubernur dengan mempert imbangkan calon dari ket urunan Paku Alam yang memenuhi syarat sesuai dengan undang-undang ini.

Pasal 123 Cukup j elas Pasal 124 Cukup j elas Pasal 125 Cukup j elas Pasal 126 Cukup j elas Pasal 127 Cukup j elas Pasal 128 Cukup j elas Pasal 129 Cukup j elas Pasal 130 Cukup j elas Pasal 131 Cukup j elas Pasal 132 Ayat (1)

Perat uran perundang-undangan yang t erkai t dengan pelaksanaan undang-undang ini sudah harus selesai selambat -lambat nya dalam wakt u sat u t ahun.

Ayat (2)

Pelaksanaan penat aan dimulai sej ak di t et apkannya undang-undang ini dan sudah selesai dalam wakt u dua t ahun.

Pasal 133 Cukup j elas Pasal 134 Cukup j elas

Referensi

Dokumen terkait

Banyak hal yang menunjukkan bahwa beliau memiliki kesabaran dan keteguhan dalam menyampaikan risalah Allah.. Terutama, ketika beliau harus menghadapi fitnah yang disebar kaum

Dengan memanjatkan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang dengan kasih sayang-Nya terus melimpahkan rahmat dan karunia sehingga penulis dapat menyajikan tulisan

Keadaan hubungan latar belakang yang berbeda sering menjadi penyebab hubungan antar siswa yang kurang harmoni. Siswa cenderung membuat kelompok bermain.. yang

Pekatan protein merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan protein dengan kualitas tinggi sehingga dapat digunakan dalam pembuatan produk pangan untuk menghasilkan

*.,i sulit untuk muncul dalam kondisi yang sangat tinggi secara bersamaan, karena secara Seminar Nasional dan Rapat Tahunan 81i5 - PTN Witayah Barat Bidang llmu

Dalam pembiayaan mudharabah di Bank Syariah Mandiri menggunakan pinsip bagi hasil dalam pelaksanaannya. Setelah penentuan nisbah , pada saat akad juga ditentukan metode

Gizka Puji Alivia (1000652 ) “Pengaruh Kompetensi Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja Non Fisik terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Kantor Imigrasi Klas I Bandung ”,

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, maka perumusan masalah yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah Apakah secara parsial maupun