• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Zakat dan Infaq terhadap Pendapatan Muzakki di Kecamatan Cinere

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Zakat dan Infaq terhadap Pendapatan Muzakki di Kecamatan Cinere "

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Pengaruh Zakat dan Infaq terhadap Pendapatan Muzakki

di Kecamatan Cinere

Oleh :

Zyra Yunka Aulia

1113086000030

Jurusan Ekonomi Syariah

Fakultas Ekonomi and Bisnis

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

(2)

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang

Kemiskinan di suatu negara adalah suatu cerminan bahwa adanya

distribusi yang tidak merata antara orang yang mampu dengan orang yang

kekurangan. Zakat merupakan salah satu cara sebagai sarana distribusi yang

dapat membantu mengurangi kemiskinan yang telah menjadi suatu kewajiban

bagi umat Muslim. Pasalnya, menurut Wakil Ketua Umum Badan Amil Zakat

Nasional Zainulbahar Noor mengatakan potensi zakat Indonesia mencapai Rp

217 Triliun yang artinya potensi zakat nilainya hampir 10% dari APBN.

Namun, zakat yang terhimpun baru 1,2% yaitu sekitar Rp 3 Triliun (Baznas,

2016). Disisi lain, zakat tidak terlepas dari infaq dan sedekah sunnah. Ketiga

jenis amalan maliyah ini mampu membantu mendistribusikan pendapatan dari

yang berkecukupan kepada yang kekurangan.

Sesungguhnya, tekanan yang sama pada zakat dan sholat menandakan

kemajuan yang sebenarnya dalam masyarakat Islam. Dalam hal ini Aldous

Huxley menulis (Mannan, 1970) “Demikianlah dunia tempat tinggal kita

ini-suatu dunia yang dinilai dari satu-satunya tolak ukur kemajuan yang dapat

diterima, nyatanya berada dalam kemunduran. Kemajuan teknologi memang

cepat, tetapi tanpa kemajuan dalam amal kedermawanan, maka kemajuan

teknik tidak berguna. Bahkan dapat lebih buruk daripada tidak berguna.

Kemajuan teknologi hanya memberikan sarana yang lebih efisien untuk

menarik kembali kata-kata kita. Oleh karena itu pentingnya arti zakat tidak

(3)

Seperti yang kita ketahui bahwasannya pola pikir kapitalis yang telah

berjaya berabad – abad di lapisan masyarakat membuat masyarakat

mempercayai bahwa pengeluaran selalu akan membuat pendapatan untuk

konsumsi kita berkurang, contohnya jika kita mengeluarkan pajak otomatis

pendapatan untuk konsumsi kita berkurang. Begitu juga dalam berzakat,

berinfaq dan bersedekah, adalah bentuk dari konsumsi yang harus dikeluarkan

sebagai umat muslim dan bagian dari ibadah kepada Allah yang akan

mengurangi pendapatan. Menurut Muhammad (2008) universalisme hukum

ekonomi yang diusung oleh Kapitalisme memunculkan ketergantungan yang

berlebihan pada apa yang disebut dengan profit oriented atau capital oriented,

sehingga nilai-nilai lain, selain profit yang bersifat immaterial, menjadi suatu

yang mustahil. Karena dijiwai oleh spririt capital oriented yang berlebihan,

maka kapitalisme berpihak kepada sedikit kelompok elit yang mampu

mengaksesnya sehingga dalam konteks ini terjadilah kesenjangan ekonomi

yang melebar antara the have/agniya’ dengan the have not/ fuqara’ (Ibrahim,

2005), Muhammad (2008).

Sebagai umat Islam, pernahkah kita sadari bahwa bersedekah—salah

satunya berzakat- akan menambahkan rezeki kita dikemudian hari? Banyak

dari kita yang enggan untuk mempelajari apa yang sudah menjadi kewajiban

kita. Salah satunya adalah berzakat. Membayar zakat merupakan tuntunan

dalam Rukun Islam yang keempat, namun belum banyak yang tahu untuk apa

zakat itu dikeluarkan, sebagian beranggapan bahwa bayar zakat hanyalah

untuk penggugur kewajiban. Zakat telah diperintahkan Allah, kata zakat dalam

(4)

satu ayat bersama-sama dengan kata shalat (Muhammad, 2005). Dan masih

banyak orang yang membayar zakat maupun berInfaq karena sebagai tuntutan

dari sisi kesombongan diri, ataupun karena punya suatu misi tertentu, sehingga

tidak terdapat manfaat dari apa yang telah ditanamkan. Dan masih juga

banyak orang yang belum mau membayar zakat karena takut hartanya

berkurang naudzubillah.

Namun, masih banyak masyarakat muslim yang memenuhi kewajibannya

dalam membayar zakat. Muhammad Daud Ali (1988) mengatakan sebagian

yang membayar zakat, yang mendorong masyarakat Islam melaksanakan

pemungutan zakat di Indonesia antara lain adalah; (1) Keinginan ummat Islam

Indonesia untuk menyempurnakan pelaksanaan ajaran agamanya. Setelah

mendirikan shalat, berpuasa selama bulan Ramadhan dan bahkan menunaikan

ibadah Haji ke Mekkah, ummat Islam semakin menyadari perlunya penunaian

zakat, sebagai kewajiban agama; kewajiban yang harus dilaksanakan oleh

setiap orang yang mampu melaksanakannya karena telah memenuhi

syarat-syarat yang telah ditentukan, (2) kesadaran yang semakin meningkat

dikalangan ummat Islam tentang potensi zakat jika dimanfaatkan

sebaik-baiknya, akan dapat memecahkan berbagai masalah sosial di Indonesia, (3)

Usaha-usaha untuk mewujudkan pengembangan dan pengelolaan zakat di

Indonesia makin lama makin tumbuh dan berkembang.

Dalam bidang sosial ekonomi, zakat memungkinkan orang kaya

melaksanakan tanggung jawab untuk mengurangi kemiskinan karena

menyalurkan harta dari yang mampu kepada orang-orang yang kekurangan

(5)

harta kekayaan yang dimiliki setiap muzakki agar harta kekayaannya di ridhoi

oleh Allah SWT. Zakat membersihkan jiwa dari sifat kikir dan sekaligus

mensucikan masyarakat dari sifat mendendam dan mendengki (Mubyarto,

1982).

Jika kita berbicara mengenai Zakat dan Infaq, maka kedua hal itu tidak

dapat terlepas dari harta. Karena semua itu dapat didasarkan oleh harta. Dilihat

dari teori harta, harta dari segi hak-haknya terbagi menjadi tiga; yaitu milik

Allah, milik pribadi dan milik umum (Muslih, 2004). Ketiga konsep inilah

yang disebut multiple ownership. Pertama harta milik Allah, yang pada

hakekatnya harta adalah mutlak milik Allah, manusia hanya diberikan amanah

untuk memiliki, mengelolanya dan menggunakannya sementara. Kedua adalah

harta pribadi untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga yang senantiasa

Allah mengingatkan kepada kita untuk menggunakannya dijalan Allah, dan

tidak untuk dikonsumsi ke hal-hal yang membawa mudharat. Karena

bahwasannya yang disebut harta adalah sesuatu yang halal yang tidak

diharamkan oleh Allah, jadi sesuatu yang diharamkan oleh Allah tidaklah

termasuk dalam konsumsi umat Islam dan bukan merupakan bagian dari harta

juga tidak bernilai ekonomi. Selanjutnya, sebagian yang terakhir adalah harta

milik umum. Harta seperti inilah yang didasari oleh kebersamaan. Jadi harus

mendahulukan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis berfikir perlunya dilakukan

penelitian untuk melihat pengaruh Zakat dan Infaq terhadap pendapatan

muzakki agar potensi zakat bisa terwujud dengan bertambahnya muzakki yang

(6)

judul “Pengaruh Zakat dan Infaq terhadap Pendapatan Muzakki” Studi

penelitian ini dilakukan dengan mengambil sample dummy Muzakki di

Kecamatan Cinere.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan dalam latar belakang

masalah, maka permasalahan yang dirumuskan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh Zakat terhadap pendapatan Muzakki? 2. Bagaimana pengaruh Infaq terhadap pendapatan Muzakki?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh Zakat terhadap pendapatan Muzakki 2. Mengetahui pengaruh Infaq terhadap pendapatan Muzakki

D. Manfaat Penelitian

1. Akademisi

Bagi akademisi diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan

sumbangan pemikiran bagi ilmu Syari’ah pada umumnya dan keuangan

zakat pada khususnya, serta menjadi rujukan selanjutnya tentang pengaruh

Zakat dan Infaq terhadap pendapatan Muzakki.

2. Praktisi

Bagi praktisi diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi

Badan Amil Zakat dan Perbankan Syariah di Indonesia atau pihak terkait

lainnya untuk membuka dan mengelola zakat serta dapat menarik minat

Muzakki dalam membayar zakat secara kontinu atau terus menerus dan

dapat mengoptimalkan pemungutan zakat juga infaq.

3. Muzakki

Bagi para masyarakat terutama Muzakki diharapkan untuk

menyisihkan sebagian dari rezekinya, baik itu berupa zakat maupun infaq,

karena bahwasannya di dalam pendapatan dan rezeki seseorang, Allah

telah menitipkan di dalamnya rezeki orang lain yang membutuhkan.

(7)

Dalam penulisan skripsi ini, sistematika penulisan yang digunakan penulis

adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Pada bab ini berisi hal-hal yang akan dibahas dalam

skripsi. Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Landasan teori pada penelitian ini merupakan landasan

teori yang akan mendasari pemecahan masalah dan

pembentukan hipotesis. Dan hasil-hasil penelitian

terdahulu yang ada kaitannya dengan masalah yang

diteliti.

BAB III : Metode Penelitian

Pada bab ini terdapat batasan populasi dan sample

penelitian, jenis dan sumber data serta metode

pengumpulan data serta metode analisis data, dan data

penelitian

BAB IV : Analisis Data dan Pembahasan

Pada bab ini menguraikan tentang gambaran umum

penelitian yang diangkat, data dan hasil analisa dari

masalah penelitian.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini berisi kesimpulan dari masalah yang telah

dibahas dan juga dikemukakan saran-saran yang

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Zakat dan Infaq

Para ulama membedakan sedekah kedalam dua macam yaitu sedekah wajib

dan sedekah sunnah. Sedekah wajib umumnya disebut zakat, baik itu zakat fitrah

maupun zakat maal sebagaimana dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60

(Nasution, 1992).

1. Zakat (Sedekah Wajib) a. Pengertian Zakat

Ibn Rusyd dikutip dari Ibrahim (1972) mengartikan zakat ditinjau dari

segi bahasa merupakan kata yang berarti kesuburan, kesucian,

keberkahan, dan kebaikan yang banyak.

Bila seseorang diberi sifat zaka dalam arti baik, maka berarti orang itu

lebih banyak mempunyai sifat yang baik. Seorang itu zaki, berarti

seseorang yang memiliki lebih banyak sifat baik, dan kalimat

“hakim-zaka-saksi” berarti hakim menyatakan jumlah saksi-saksi diperbanyak

(Qardawi, 1973).

Dalam pengertian lain, zakat juga berarti tumbuh, berkembang,

kesuburan atau bertambah (HR. Tarmizi) atau pula berarti membersihkan

atau mensucikan. Yakni bahwa harta seseorang itu bisa berkembang

dengan mendistribusikan sebagiannya kepada orang lain, setidaknya

(9)

alokasi pemanfaatannya yang tidak semata untuk dia dan keluarganya,

tetapi orang lain yang juga sangat membutuhkan (Nata, dkk, 1999).

Pertumbuhan sebagai makna dari kata zakat di atas mengandung

pengertian bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan membawa

dampak pada pertumbuhan kekayaan (wealth) seorang muzakki. Secara

fisik tampak harta berkurang dengan dikeluarkan zakat, namun secara

hakekat harta terus tumbuh dan berkembang di bawah sinaran kebesaran

Allah (Muhammad dan Abubakar, 2011, 11). Zakat manyucikan harta dan

jiwa pemilik harta dari sifat tamak, kikir dan cinta harta benda yang

berlebihan (Saud, 1976) dikutip dari Muhammad dan Abubakar (2011, 11). Secara istilah zakat adalah sejumlah harta tertentu yang harus

diberikan kepada kelompok tertentu dengan berbagai syarat (Abdurrahim,

dan Mubarak, 2002). Menurut hukum Islam, zakat adalah nama bagi suatu

pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut syarat-syarat yang

tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu (Al Mawardi dalam

kitab Hawiy). Seperti yang dapat kita temui pada Al-Qur’an surat

at-Taubah ayat 60 :

Sesungguhnya zakat-zakat itu,

hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,

pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk

(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan

(10)

ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi

Maha Bijaksana.

Adapun 8 ashnaf (mustahik) alias golongan yang berhak menerima

zakat adalah: (1) Fakir alias tidak memiliki penghasilan, (2) Miskin alias

orang yang berpenghasilan tetapi tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari,

(3) Amil Zakat alias panitia zakat, (4) Riqab alias hamba sahaya atau

budak (bukan asisten rumah tangga), (5) Gharim alias orang yang sedang

terlilit hutang, (6) Muallaf alias orang yang baru saja masuk Islam, (7) Fii

Sabilillah alias orang yang berjuang dijalan Allah, termasuk disini seperti

Kyiai ayau guru yang kesehariannya memang tulus dan perjuangannya

sangat terasa, (8) Musafir alias orang yang sedang dalam perjalanan jauh

(Sholihin, 2016). Dari firman di atas, ada sebagian orang yang

dikhususkan oleh Allah untuk menerima harta, sebagaian nikmat yang

diberikan untuk mereka. Selain itu, Allah menetapkan kepada mereka

untuk mengeluarkan sebagian harta yang mereka miliki untuk diberikan

kepada orang yang tidak seberuntung mereka, sebagai perwakilan (atau

penyambung tangan) Tuhan kepada kaum papa. Allah memang telah

menetapkan kepada setiap makhluk rezekinya masing-masing, bahkan

untuk hewan sekalipun (Al-Qurthubi, 2008, 403).

Bila seseorang memperhatikan ketentuan dan peraturan mengenai

zakat dengan teliti, maka akan mudah baginya untuk mendapatkan enam

prinsip syariat yang mengatur zakat, yaitu (Mannan, 1970) :

a) Prinsip Keyakinan

Karena membayar zakat adalah suatu ibadat dan dengan demikian

(11)

melaksanakannya dalam arti dan jiwa yang sesungguhnya. Dalam

beberapa ayat Allah memerintahkan shalat dan zakat pada mereka yang

iman pada Islam, seperti yang tertera dalam QS Al-Muzammil ayat 20:

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasannya kamu berdiri

(sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua

malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari

orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran

malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu tidak sekali-kali

tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, karena Dia

memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang

mudah bagimu dai Al-Qur’an. Dia mengetahui bahwa akanada di

antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang

berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan

orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka

bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an dan dirikanlah

sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada

(12)

perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di

sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar

pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya

Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

b) Prinsip Keadilan

Suatu kali Nabi Muhammad SAW bersabda :

“Bagi (hasil) tanah yang diairi hujan dan mata air, atau yang

diairi air yang mengalir pada permukaan bumi ditentukan

zakatnya sepersepuluh dari hasilnya, sedangkan bagi yang diairi

sumur, seperduapuluh dari hasilnya” (Bukhari)

Hal ini mengikuti prinsip keadilan yang menyatakan bahwa makin

berkurang jumlah pekerjaan dan modal, maka makin berkurang pula

tingkat pemungutan (Siddiqi, 1948).

c) Prinsip Produktivitas atau sampai batas waktunya

Ibn Umar berkata :“Rasulullah saw bersabda : ‘barangsiapa

memperoleh kekayaan setelah satu tahun, berlaku zakat atasnya”

(Tarmidzi dan Mishkat).

Demikianlah zakat dibayar setiap tahun setelah mencapai nisabnya.

Nisab berarti surplus minimum tahunan dari nilai 40 real atau dari

harta benda yang sama nilainya di atas pengeluaran yang diperlukan.

Nisab berlaku pada zakat hanya bila telah sampai waktunya dan

produktif. Dan zakat dihapuskan bila pemiliknya meninggal dunia dan

murtad.

d) Prinsip Nalar

Orang yang diharuskan membayar zakat adalah seorang yang

berakal sehat dan bertanggung jawab. Dari sinilah ada anggapan

bahwa orang yang belum dewasa dan tidak waras bebas dari zakat

(13)

e) Prinsip Kemudahan

Zakat diperoleh dari sifat pemungutan zakat dan sebagian

diperoleh dari hukum Islam tentang etika ekonomi. Mengenai

pemungutan zakat, tidak ada yang lebih menyenangkan daripada zakat

yang dibayarkan pada akhir tahun. f) Prinsip Kebebasan

Yaitu seseorang harus menjadi manusia bebas sebelum dapat

disyaratkan untuk membayar zakat. Karena itu, seorang budak atau

tawanan tidak diharuskan untuk membayar zakat bila dia dianggap

tidak memiliki harta benda. Sesungguhnya seorang budak berhak

untuk memperoleh bantuan keuangan dari uang zakat yang mungkin

dapat digunakannya untuk memperoleh kebebasan.

Secara lahiriah, zakat mengurangi nominal (harta) dengan

mengeluarkannya, tetapi dibalik pengurangan yang bersifat zhahirini,

hakikatnya akan bertambah dan berkembang (niliai intrinsik) yang

hakiki di sisi Allah di sisi Allah SWT.

Kemungkinan tafsir di bidang ekonomi yang akan berkembang ini

adalah sebagaimana yang diisyaratkan oleh ayat-ayat Al-Qur’an seperti

dalam surat As-Saba’ ayat 39 :

Katakanlah :”sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi

siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan

(14)

apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya

dan Dialah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya

Selanjutnya terkandung dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 39:

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia

bertambah pada harta manusia, maka riba tersebut tidak

menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa

zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah,

maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat

gandakan (pahalanya)

Kemudian bagian yang dikeluarkan setiap tahun berupa zakat dari

harta Muslim, akan menjadikan pendorong untuk menyumbangkan

hartanya dan melipat-gandakan hasilnya, baik oleh dirinya maupun

bersama orang lain, sehingga tidak dimakan oleh zakat. Hasil yang

berkembang ini, akan kembali kepada pemilik harta, sejalan dengan

sunnah Allah, dengan pembalasan yang berlipat-ganda (Qardawi,

1973).

Zakat memiliki banyak hikmah, baik yang berkaitan dengan Allah

SWT maupun yang hubungannya dengan sosial kemasyarakatan

diantara manusia, antara lain : menolong, membantu, membina dan

(15)

memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Dengan kondisi tersebut, akan

mampu melaksanakan kewajibannya terhadap Allah SWT,

memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri

orang-orang yang berkehidupan cukup, apalagi berkemewahan. Sedang dia

sendiri tidak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan diri mereka

(orang kaya) kepadanya (Centre for Entrepreneurship Development,

2005).

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Muhammad Daud Ali

(1988), zakat merupakan sumber dana yang cukup potensial untuk

meningkatkan kualitas hidup manusia. Tujuan zakat adalah:

a) Mengangkat derajat fakir miskin dan membantu keluar dari

kesulitan hidup

b) Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para

gharimin, Ibnu Sabil dan mustahik lain

c) Membina tali persaudaraan sesama islam, dan umat manusia d) Menghilangkan sifat kikir dengan rakus pemilik harta

e) Membersihkan sifat iri dan dengki (kecemburuan sosial) di hati

orang-orang miskin

menyerahkan hak orang lain yang ada padanya

i) Sebagai salah satu instrumen pengentasan kemiskinan

j) Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun

prasarana umat Islam, seperti sarana ibadah, penidikan, kesehatan,

(16)

Bahkan orang yang menuntut ilmu berhak menerima zakat atas

nama golongan fakir miskin maupun sabilillah (Sabiq, 1968) k) Untuk memasyarakatkan etika bisnis, zakat bahkan membersihkan

harta, tetapi mengeluarkan sebagian hak orang lain dari harta yang

diusahakan dengan baik dan benar sesuai ketentuan Allah SWT l) Sebagai instrumen pemerataan dan keadilan sosial, yakni membagi

secara adil dan merata kekayaan Allah SWT yang dititipkan kepada

orang-orang yang dikehendakinya.

m) Pendorong peningkatan produktivitas dan pemberdayaan ekonomi

umat

n) Sebagai pilar kebersamaan antara orang yang kaya dengan orang

yang membutuhkan, zakat merupakan jaminan sosial yang

disyariatkan oleh ajaran agama Islam (Ali, 1988).

Kita bisa menarik sejarah yang diangkat dari poin ix yaitu sebagai

salah satu instrument pengentasan kemiskinan. Sebuah bentuk

kesuksesan dari zakat yang bermula pada zaman Umar bin Khattab

(Qasim, 2009) pada masa awal pertumbuhan konsep baitul maal yang

dipelopori oleh Khalifah Umar bin Khattab pengelolaan zakat menjadi

otoritas pusat dengan model pemusatan atau sentralisasi. Sehingga

pemerintah pusat menjadi lembaga yang bertanggung jawab atas

perubahan kondisi masyarakat, terutama dalam mengangkat harkat dan

martabat kaum Dhuafa.Wibawa pemerintah dan ketaatan rakyat

menjadi harmonis seiring dengan imbangnya pengelolaan zakat kepada

masyarakat. Pada masa Umar bin Khattab, sahabatnya yang bernama

Muadz bin Jabal yang menjabat sebagai Gubernur Yaman ditunjuk

(17)

model sentralisasi dipahami sebagai satu kewajiban ketaatan karena

sistem dan infrastruktur yang telah dibangun. Pada tahun pertama,

Muadz mengirimkan 1/3 dari surplus dana zakat ke pemerintah pusat,

lalu Khalifah Umar mengembalikan kembali untuk pengentasan

kemiskinan di daerah Yaman. Pada tahun ke dua Muadz kembali

menyerahkan ½ hasil surplus zakat ke pemerintah pusat dan di tahun

ke tiga Muadz menyerahkan sepenuhnya zakat yang terkumpul ke

pemerintah pusat karena sudah tidak ada lagi orang yang menerima

zakat, sudah tidak ada lagi orang yang menjadi Mustahik. Hal ini pun

berlanjut ketika masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Bani

Umayyah. Pemimpin yang mengoptimalkan potensi Zakat, Infaq,

Sedekah sebagai kekuatan solusi pengentasan kemiskinan di

negerinya. Hal ini terbukti dengan hanya 2 tahun 6 bulan dengan

pengelolaan dan sistem yang profesional, komperhensif dan universal

membuat negerinya makmur dan sejahtera tanpa ada orang yang

miskin.

Hukum Zakat

Hukum membayar zakat adalah wajib sesuai yang tertera dalam QS

(Al-Baqarah:43) :

Dan dirikanlah shalat,

tunaikan zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’

Semua ayat dan hadits di atas adalah tentang zakat, tetapi diungkapkan

(18)

sedekah itu disalahartikan, yaitu hanya berarti sedekah yang diberikan

kepada pengemis dan peminta-minta. Tetapi hal itu tidak boleh membuat

kita lupa bagaimana sebenarnya pengertian satu kata dalam bahasa Arab

pada zaman Qur’an turun. Kata shadaqah sesungguhnya berasal dari kata

Shidq yang berarti benar (Qardawi, 1973).

Menurut pendapat Yusuf Qardawi (1973), oleh karena itulah Allah

menggabungkan kata “memberi” dan “kikir” dengan “dusta” dalam

firman-Nya Al-Qur’an surat Al-Layl ayat 5-10:

Siapa yang “memberi” dan bertaqwa, serta “membenarkan” adanya

pahala yang terbaik.Kami sungguh memudahkan baginya jalan menu

ju bahagia. Tetapi siapa yang “kikir” dan lupa daratan, serta

“mendustakan” adanya pahala yang terbaik, akan Kami mudahkan

baginya jalan kepada kemalangan.

Dengan demikian sedekah berarti bukti “kebenaran” imam dan

“membenarkan” adanya hari kiamat. Oleh karena itu, Rasulullah saw.

bersabda:

“Sedekah itu adalah bukti”

Perhatian Islam yang besar terhadap penanggulangan problema

kemiskinan dan orang-orang miskin dapat dilihat dari kenyataan bahwa

Islam sejak Kota Makkah masih mengalami kekacauan akibat belum

mempunyai pemerintah dan organisasi politik. Pada saat itu diturunkannya

Al-Qur’an surat al Muddatstsir. Allah berfirman dalam surat

(19)

Setiap orang bertanggungjawab atas perbuatannya, kecuali

orang-orang disebelah kanan, mereka berada di taman-taman surga saling

bertanya tentang orang-orang durjana, “Apakah sebabnya kamu

diceblos ke dalam neraka?” mereka menjawab, “Kami bukan

golongan orang yang salat, dan kami tiada memberi makan orang

yang miskin. Kami asyik membicarakan kebatilan dengan orang yang

berbuat kebatilan itu, dan kami mendustakan hari pembalasan.

Hingga datang kepada kami kematian”

2. Sedekah Sunnah

Abdul Mujieb (1994) mengartikan sedekah adalah pemberian berupa

sesuatu yang berguna bagi orang lain yang memerlukan bantuan (fakir,

miskin) dengan tujuan beribadah (mencari pahala) kepada Allah swt. semata.

Quraish Shihab (2008) mengartikan sedekah sebagai pengeluaran harta secara

ikhlas yang bersifat sunnah atau anjuran. Jika Infaq berkenaan dengan materi,

maka sedekah memiliki arti yang lebih luas dari sekedar material. Menurut

(20)

perbuatan yang disyariatkan dan hukumnya adalah sunnah, kesepakatan

mereka didasarkan padas surat Al – Baqarah ayat 280 (Aziz, 1996):

Dan jika

(orang yanag berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh

sampai dia berkelapangan.Dan menyedekahkan (sebagian atau semua

utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

Sedekah sunnah dapat dilakukan setiap waktu, untuk melakukannya ada

dalam surat Al-Baqarah ayat 280. Sedekah tidak hanya dikhususkan pada

waktu tertentu seperti bulan Ramadhan tetapi dianjurkan setiap saat (Sa’di,

2006).

Dari ‘Asma binti Abi Bakr, Rasulullah Saw bersabda kepadaku,

“Janganlah engkau menyimpan harta (tanpa mensedekahkannya). Jika tidak,

maka Allah swt akan menahan rezeki untukmu.” Dalam riwayat lain juga

disebutkan, “Infaqkanlah hartamu, jangan engkau menghitung-hitungnya

(menyimpan tanpa mau mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan

menghilangkan anugerah Allah untukmu. Jika tidak maka harta yang engkau

miliki akan habis dan tidak akan barokah.”(An Nawawi, 1982).

a. Infaq

Pengertian Infaq

Infaq ditinjau dari segi bahasa berarti “membelanjakan” (Mujieb, Thollah :

1994). Sedangkan menurut syari’at, Infaq adalah mengeluarkan

sebagian dari harta atau pendapatan (penghasilan) untuk suatu kepentingan

kemanusiaan yang diperintahkan ajaran Islam. Pengertian infaq dalam

(21)

yang umum yang mencakup setiap aktivitas pengeluaran dana baik berupa

kewajiban seperti zakat maupun kewajiban menafkahi keluarga, pengertian

infaq juga bisa sebagai kedermawanan dari seseorang untuk menafkahkan

sebagian hartanya untuk kepentingan sosial (Nasution, 1992). Dengan

demikian, infaq terlepas dari ketentuan dan ukuran, tetapi tergantung kepada

kerelaan masing-masing. Sehingga kewajiban memberikan infaq tidak hanya

tergantung pada mereka yang kaya saja tetapi juga ditujukan kepada

orang-orang yang mempunyai kelebihan dari kebutuhan sehari-harinya (Muhammad,

2004).

Syariah telah memberikan panduan kepada kita dalam berinfaq atau

membelanjakan harta. Seperti yang dapat kita temukan dalam Al-Qur’an

bahwasanya kita diperintahkan untuk menafkahkan diri sendiri seperti

tercantum dalam QS at-Taghabun ayat 16:

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan

dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk

dirimu.Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka

itulah orang-orang yang beruntung.

Allah telah mengatur setiap aktivitas manusia baiknya adalah dengan

mencari nafkah atau mencari rezeki yang halal dengan cara yang baik di jalan

Allah dan menyisihkan rezeki yang telah kita dapati tanpa sedikitpun kita

(22)

hal-hal yang dilarang oleh Allah seperti yang terdapat dalam QS al-Baqarah ayat

267 :

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian

dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami

keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang

buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri

tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata

terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha

Terpuji.

Namun menafkahkan harta bukanlah dengan sesuka hati kita tanpa ada

batasan, melainkan semua itu Allah telah atur agar terjadi keseimbangan dan

tidak terjadi kemubaziran. Seperti yang tertuang dalam QS al-Isra’ ayat 26 :

Dan berikanlah

kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin

dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu

menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.

Ibn Abbas, Mujtahid, Qatadah, Ibn al-Juraij dan kebanyakan mufassir

menafsirkan israf (berfoya-foya) sebagai tindakan membelanjakan harta di

dalam kemaksiatan meski hanya sedikit. Israf itu disamakan dengan Tabzir

(boros). Menurut Ibn Abbas, Ibn Mas’ud dan jumhur ulama, tabzir adalah

(23)

mengatakan, Mujtahid berkata, “Andai seseorang menginfaqkan seluruh

hartanya di dalam kebenaran, ia tidak berlaku Tabzir. Sebaliknya, andai ia

menginfaqkan satu mud saja di luar kebenaran, maka ia telah berlaku tabzir.

Dasar Hukum Infaq

Dasar hukum Infaq telah banyak dijelsakan baik dalam Al-Qur’an maupun

Hadis seperti yang termuat dalam QS adz-Zariyat ayat 19 :

Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk

orang misikin yang meminta dan orang miskin

yang tidak mendapat bagian.

Dijelaskan dalam surat al- Baqarah mengenai imbalan bagi yang berinfaq

seperti yang tertuang dalam QS al-Baqarah ayat 245:

Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah , dan pinjaman yang

baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat

gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan

Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu

dikembalikan.

Hukum infaq yang lain yang termuat dalam QS Ali Imran ayat 134 :

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang

(24)

memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat

kebajikan.

Berdasarkan pemahaman mengenai zakat dan infaq seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya, namun perlulah kita ketahui bahwa rezeki dan berkah

yang diberikan Allah tidak serta merta tanpa aturan-aturan yang

membatasinya. Dalam hal ini adalah bagaimana manusia dapat memenuhi

kebutuhannya dan dapat membatasi apa yang menjadi keinginannya.

Selanjutnya, bagaimana manusia dapat hidup dengan kesejahteraan diri sendiri

dan keluarga juga dalam mensejahterakan hidup orang lain. Hal ini dapat

tercermin dari bagaimana seseorang menghabiskan pendapatan yang ia terima,

untuk apa pendapatan yang ia terima, alangkah menjadi sangat darmawan jika

seseorang menghabiskan pendapatan yang ia terima untuk konsumsi dunia dan

konsumsi akhirat. Selanjutnya akan dibahas rumusan yang dapat

menggambarkan konsumsi sesorang yang akan berpengaruh terhadap

pendapatan yang akan ia terima.

3. Teori Konsumsi Islami

a. Pengertian Teori Konsumsi Islami

Dalam buku Ekonomi Islam, P3EI UII membedakan konsumsi

kedalam dua kategori, yaitu konsumsi yang ditujukan untuk ibadah dan

konsumsi untuk memenuhi kebutuhan/keinginan manusia semata.

Konsumsi ibadah pada dasarnya adalah segala konsumsi atau

(25)

meliputi belanja untuk keperluan jihad, sedekah, wakaf dan jenis ibadah

lainnya. Sedangkan konsumsi duniawi adalah ketika kegiatan duniawi

diniatkan untuk beribadah, maka di samping kegiatan itu akan

memberikan manfaat bahkan juga akan memberikan berkah bagi

pelakunya (P3EI UII, 2008).

Fungsi Kesejahteraan, Maximizer dan Utilitas oleh Imam Al-Ghazali

Seorang ulama besar, Imam Al-Ghazali yang lahir pada tahun

450/1058 M, telah memberikan sumbangan yang besar dalam

pengembangan dan pemikiran dalam dunia Islam. Sebuah tema yang

menjai pangkal tolak sepanjang karya-karyanya adalah konsep maslahat,

atau kesejahteraan sosial atau utilitas (“kebaikan bersama”), sebuah

konsep yang mencakup semua urusan manusia, baik urusan ekonomi

maupun urusan lainnya, dan yang membuat kaitan yang erat antara

individu dengan masyarakat (Karim, 2007).

Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat

tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar: (1)

agama (Al-dien), (2) hidup atau jiwa (an-nafs), (3) keturunan (nasl), (4)

harta (maal), (5) akal (aql). Ini menitikberatkan bahwa sesuai tuntunn

wahyu, “Kebaikan dunia ini dan akhirat (maslahat al-din wa al dunya)

merupakan tujuan utamanya”.

Al-Ghazali memandang perkembangan ekonomi sebagai bagian dari

tugas-tugas kewajiban sosial (Fard al Kifayah) yang sudah ditetapkan

Allah: jika hal-hal ini tidak dipenuhi, kehidupanndunia akan runtuh dan

(26)

mengapa seseorang harus melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi: (1)

mencukupi kebutuhan hidup yang bersangkutan; (2) mensejahterakan

keluarga; (3) membantu orang lain yang membutuhkan. Jelaslah bahwa

Al-Ghazali tidak hanya menyadari keinginan manusia untuk

mengumpulkan kekayaan, tetapi juga kebutuhannya untuk persiapan di

masa depan.

1) Urgensi, Tujuan dan Etika Konsumsi Islami a) Urgensi Konsumsi Islami

Beberapa hal yang melandasi perilaku seseorang muslim dalam

berkonsumsi adalah berkaitan dengan urgensi, tujuan, dan etika

konsumsi. Konsumsi memiliki urgensi yang sangat besar dalam setiap

perekonomian, karena tiada kehidupan bagi manusia tanpa konsumsi.

Oleh sebab itu, sebagian besar konsumsi akan diarahkan kepada

pemenuhan tuntutan konsumsi bagi manusia (Arif, 2006). b) Tujuan Konsumsi Islami

Pencapaian mashlahah merupakan tujuan dari syariat Islam

(Maqashid Syariah) yang tentu saja harus menjadi tujuan dari kegiatan

konsumsi (P3EI UII, 2008, 128).

Dikutip dalam buku Ekonomi Islam oleh P3EI UII (2008, 129)

dalam menjelaskan konsumsi, kita mengasumsikan bahwa konsumen

cenderung untuk memilih barang dan jasa yang memberikan

mashlahah maksimum. Hal ini sesuai dengan rasionalitas Islami

bahwa setiap pelaku ekonomi selalu ingin meningkatkan mashlahah

yang diperolehnya. Keyakinan bahwa ada kehidupan dan pembalasan

(27)

sempurna akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kegiatan

konsumsi.

Kandungan mashlahah terdiri dari manfaat dan berkah. Demikian

pula dalam hal perilaku konsumsi, seorang konsumen akan

mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan

konsumsinya (P3EI UII, 2008). c) Etika Konsumsi Islami

Menurut Islam, anugerah-anugerah Allah itu milik semua manusia

dan suasana yang menyebabkan sebagian diantara anugerah-anugerah

itu berada di tangan orang-orang tertentu. Namun, bukan berarti

mereka dapat memanfaatkannya.

2) Prinsip-prinsip Dasar dalam Konsumsi Menurut Islam

Konsumsi Islam senantiasa memerhatikan halal-haram, komitmen dan

konsekuen dengan kaidah-kaidah dalam hukum-hukum syariat yang

mengatur konsumsi agar mencapai kemanfaatan konsumsi seoptimal

mungkin dan mencegah penyelewengan dari jalan kebenaran dan dampak

mudharat baik bagi dirinya maupun orang lain. Adapun kaidah/prinsip

konsumsi Islami menurut Al-Haritsi (2006):

a) Prinsip Syariah, yaitu menyangkut dasar syariat yang harus

terpenuhi dalam melakukan konsumsi dimana terdiri dari :

 Prinsip aqidah, yaitu hakikat konsumsi adalah sebagai sarana

untuk ketaatan / beribadah sebagai perwujudan keyakinan

manusia sebagai makhluk yang mendapatkan beban khalifah

dan amanah dibumi yang nantinya diminta pertanggung

jawaban oleh penciptanya.

 Prinsip ilmu, yaitu seseorang ketika akan mengkonsumsi harus

(28)

hukum-hukum yang berkaitan dengannya apakah merupakan sesuatu

yang halal atau haram, baik ditinjau dari prosesnya maupun

tujuannya

 Prinsip amaliyah, sebagai konsekuensi aqidah dan ilmu yang

telah diketahui tentagn konsumsi islami tersebut. Seseorang

ketika sudah beraqidah yang lurus dan berilmu, maka dia akan

mengkonsumsi hanya yang halal atau subhat

b) Prinsip kuantitas, yaitu sesuai dengan batas-batas kuantitas yang

telah diketahui, dijelaskan dalam syariat Islam, diantaranya:

 Konsumsi secukupnya, tidak pelit namun juga tidak

bermewah-mewahan

 Sesuai antara pemasukan dan pengeluaran, artinya dalam

mengkonsumsi harus disesuaikan dengan kemampuan yang

dimilikinya, bukan besar pasak daripada tiang

 Menabung dan investasi, artinya tidak semua kekayaan

digunakan untuk konsumsi namun juga disimpan untuk

kepentingan pengembangan kekayaan itu sendiri

c) Prinsip prioritas, dimana memperhatikan urutan kepentingan yang

harus diprioritaskan agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu:

 Primer, yaitu konsumsi dasar yang harus terpenuhi agar

manusia dapat hidup dan menegakkan kamaslahatan dirinya

dunia dan agamanya

 Sekunder, yaitu konsumsi untuk menambah / meningkatkan

tingkat kualitas hidup yang lebih baik

 Tertier, yaitu untuk memenuhi konsumsi manusia yang jauh

(29)

d) Prinsip sosial, yaitu memerhatikan lingkungan sosial disekitarnya

sehingga tercipta keharmonisan hidup dalam masyarakat,

diantaranya:

 Kepentingan umat, yaitu saling menanggung dan menolong

 Keteladanan, yaitu memberikan contoh yang baik dalam

konsumsi

 Tidak membahayakan orang lain, yaitu dalam mengkonsumsi

justru tidak merugikan dan memberikan mudharat ke orang lain e) Kaidah lingkungan, yaitu dalam mengkonsumsi harus sesuai

dengan kondisi potensi daya dukung sumber daya alam dan

berkelanjutan atau tidak merusak lingkungan

f) Tidak meniru atau mengikuti perbuatan konsumsi yang tidak

mencerminkan etika konsumsi Islami.

Monzer Kahf (1995) mengembangkan pemikiran tentang konsumsi

dengan memperkenalkan final spending (FS) sebagai variabel standar

dalam melihat kepuasan maksimum yang diperoleh konsumen muslim.

Kahf membagi konsumsi dengan dua kategori, yaitu konsumsi dunia

dan konsumsi akhirat. Salah satunya dengan melihat adanya asumsi

bahwa secara khusus zakat dipandang sebagai sebuah bagian dari

struktur sosio-ekonomi. Kahf berasumsi bahwa zakat suatu keharusan

bagi muzakki. Oleh karena itu, meskipun zakat merupakan spending

yang memberikan keuntungan, namun karena dari sifat zakat yang

tetap, maka diasumsikan diluar final spending.

Monzer Kahf (1995) menyebutkan bahwa dengan adanya zakat,

maka hasrat konsumsi rata-rata dan hasrat marjinal dalam jangka

pendek akan menurun. Akan tetapi penurunan ini lebih kecil di

(30)

punya tindakan fiskal yang sama, tetapi dalam jangka panjang tingkat

konsumsi masyarakat akan mengalami peningkatan, ini disebabkan

oleh :

a. Taraf hidup masyarakat zakat akan meningkat. Penurunan

konsumsi tersebut karena permintaan akan barang-barang mewah

akan menurun

b. Permintaan akan barang-barang pokok dari masyarakat tersebut

akan meningkat seiring meningkatnya taraf hidup masyarakat yang

menerima zakat.

Persamaan sederhana final spending terhadap pendapatan muzakki

menjadi :

Y = FS + S dimana FS = Cd + Czis Di mana :

Y = Pendapatan Muzakki FS = Final Spending

S = Tabungan Cd = Konsumsi untuk Dunia

Czis = Konsumsi untuk Zakat, Infaq, Sedekah

Selanjutnya, dari semua teori yang telah dipaparkan, kunci dari suatu

kesuksesan atau kunci utama dalam menghadirkan rezeki-rezeki itu adalah

bekerja keras atau usaha yang tekun dan diiringi dengan do’a serta selalu

bertawakal dan berserah diri dengan apa yang akan terjadi kedepannya.

Dan semua itu harus didasari dengan menafkahkan diri di jalan Alah,

karena bahwasanya siapa saja yang bertakwa kepada Allah SWT, maka

iadalam kondisi sedang dan akan diberi jalan keluar oleh Allah SWT.

Seperti yang telah digariskan Allah SWT dalam Al-Qur’an dalam

(31)

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang

menafkahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir benih

yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.Allah

melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.Dan

Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Dan selanjutnya dijelaskan lebih jauh dalam QS ath-Thalaaq ayat 3 :

Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.

Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan

mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan

urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah

mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.

4. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian terdahulu digunakan untuk membantu mendapatkan

gambaran dalam menyusun mengenai penelitian ini. Adapun tulisan terdahulu

yang telah membahas sekitar topik ini dapat disebutkan sebagai berikut : a. Al Arif, M Nur Rianto. Efek Multiplier Zakat Terhadap Pendapatan Di

Provinsi DKI Jakarta. Jurnal. Fakultas Syariah dan Hukum. Jakarta:

2009, Vol. 1, No. 1

Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis pengaruh multiplier zakat

terhadap pendapatan di DKI Jakarta, studi kasus pada Badan Amil Zakat,

Infak, dan Shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta. Penelitian ini didasarkan

(32)

Allah tentang instrumen zakat sebagai salah satu instrumen dalam Islam

sebagai alat pengentasan kemiskinan ternyata mempunyai efek multiplier

terhadap pendapatan. Dengan menggunakan metode analisis Least Square,

data dibandingkan dengan perekonomian tanpa zakat-pendapatan. Hasil

penelitian ini menunjukkan 2,522 efek multiplier zakat-pendapatan dan

3,561 efek multiplier dari pendapatan ekonomi tanpa zakat-pendapatan.

Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan zakat di BAZIS DKI Jakarta

masih belum dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

ekonomi. Namun dari sini terlihat pula fakta yang menyatakan

faktor-faktor kemungkinan mengapa zakat yang dikumpulkan oleh BAZIS DKI

Jakarta belum memberikan hasil yang signifikan kepada pendapatan di

DKI Jakarta, seperti pengumpulan dari BAZIS masih jauh relasinya

dibandingkan dengan potensinya, penggunaan dana zakat yang belum

tepat sasaran, dan masih banyak lagi.

b. Aziz dan Mahmud dan Karim. The Nature of Infaq and its Effects on

Distribution of Weal. KASBIT Business Journal: Muenchen, 2008

Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis peran infaq khususnya

sebagai alat distribusi pendapatan yang merata di masyarakat Islam. Pada

dasarnya infaq adalah salah satu hal dasar Qur’an, yang digunakan dalam

Qur’an hampir di enam puluh tempat. Pada dasarnya untuk konsumsi di

jalan Allah memiliki arti penting dalam prinsip-prinsip ekonomi syariah,

dengan mengacu pada redistribusi kekayaan dan penghapusan kemiskinan. Berdasarkan hasil analisa penulis, infaq adalah perintah Qur’an yang

penting, yang diberikan kepada seluruh umat manusia, khususnya untuk

(33)

penghasilan dan kekayaan, di luar syarat-syarat. Dengan melakukan infaq,

seseorang tidak kehilangan penghasilan dan kekayaannya, karena Allah

telah memberikan jaminan, setidaknya beberapa akan dikembalikan

kepadanya, mungkin dua kali atau mungkin 700 kali. Allah telah

memberikan manfaat dari apa yang telah dilakukan.

c. Santika, Yusrini. Analisis Potensi Zakat dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Muzaki Membayar Zakat di Kota Bogor. Skripsi.

Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor: Bogor,

2015

Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis potensi zakat dan

faktor-faktor yang memengaruhi muzaki membayar zakat di Kota Bogor, serta

mengidentifikasi alasan muzaki dalam memilih tempat berzakat. Analisis

potensi zakat menggunakan pendekatan 3 sektor yaitu zakat dari rumah

tangga, perusahaan (BUMD dan industri swasta) dan tabungan,

sedangkan metode yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor

yang mempengaruhi muzaki membayar zakat adalah analisis factor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi zakat Kota Bogor tahun

2015 mencapai Rp 462.402.202.437, sedangkan hasil analisis faktor

diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi muzaki dalam

membayar zakat di Kota Bogor yaitu faktor organisasi, kepedulian

sosial, pemahaman zakat, balasan dan keimanan. Alasan muzakki

memilih berzakat di organisasi formal seperti BAZNAS atau UPZ dan

LAZNAS adalah faktor transparansi sedangkan alasan muzaki yang

(34)

d. Yohani dan Yususf. Pengaruh zakat, Infaq dan Shadaqah terhadap

Laba pada Perbankan Syariah Indonesia. Jurnal. STIE

Muhammadiyah Pekalongan. Majalah Neraca Publisher :

Pekalongan, 2014, vol. 10, No. 2

Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan bukti empiris tentang

dampak Zakat, Infaq dan Shodaqoh pada profitabilitas Perbankan

Syariah di Indonesia. Sampel diambil dengan metode Purposive

Sampling. Sampel dari penelitian ini adalah Perbankan Syariah di

Indonesia selama periode Desember 2010 – Juni 2014. Data yang

dikumpulkan melalui metode observasi data sekunder. Metode analisis

yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier sederhana.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Zakat, Infaq dan Shadaqah

(ZIS) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas

Perbankan Syariah. Jumlah R2 dalam penelitian ini adalah 0,204.

Telah dilakukan beberapa penelitian terkait pengaruh zakat dan infaq

seperti pengaruhnya terhadap pengurangan kemiskinan dan penelitian

mengenai pengaruh zakat dan infaq terhadap laba perbankan syariah

yang hasilnya signifikan dengan yang dimaksud oleh peneliti yaitu

bahwa adanya pengaruh zakat dan infaq terhadap pendapatan atau laba,

namun masih sedikit yang melakukan penelitian terhadap pengaruhnya

terhadap pendapatan Muzakki. Peneliti ingin mencoba melihat apakah

ada pengaruh antara zakat dan infak terhadap pendapatan Muzakki

(35)

menambahkan berkah kepada siapapun yang mengeluarkannya sesuai

dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

5. Kerangka Pemikiran

Dalam kerangka pikir ini menunjukkan model-model atau gambaran dan

variabel utama yang menjadi permasalahan penelitian dan menjelaskan

adanya hubungan antara variabel satu dengan yang lain.

Gambar 1.1 Kerangka Penelitian

(36)

6.

Hipotesis

Hipotesis menurut Sugiyono (2009: 96) merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran teoritis yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis penelitian sebagai berikut:

H0: Tidak Terdapat pengaruh signifikan antara variabel Zakat terhadap Pendapatan Muzakki.

H1: Terdapat pengaruh signifikan antara variabel Zakat terhadap Pendapatan Muzakki.

H0: Tidak Terdapat pengaruh signifikan antara variabel Infaq terhadap Pendapatan Muzakki.

H1: Terdapat pengaruh signifikan antara variabel Infaq terhadap Pendapatan Muzakki.

H0: Tidak Terdapat pengaruh signifikan antara variabel Zakat dan

Infaq terhadap Pendapatan Muzakki secara simultan.

(37)

BAB III

Metode Penelitian

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini terdapat dua fungsi variabel, yaitu variabel terikat dan variabel

bebas. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau dijelaskan oleh

variabel bebas, sedangkan variabel bebas adalah variabel yang dapat

mempengaruhi variabel lain. Dengan demikian dalam penelitian ini, variabel

terikatnya adalah pendapatan Muzakki. Variabel bebasnya adalah Zakat dan Infaq. Dalam penelitian ini, operasional variabel penelitian dan pengukuran variabel dapat dilihat dari Tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.1 : Operasional Variabel

Variabel Definisi Operasional Indikator Ukuran

Zakat (X1)

Zakat adalah sejumlah harta tertentu yang harus diberikan kepada kelompok tertentu dengan berbagai syarat

Infaq sebagai kedermawanan

dari seseorang untuk

menafkahkan sebagian

(38)

(Yusuf Qardawi, 2004) skala likert

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cinere, Kota Depok, Jawa Barat.

Pemilihan lokasi ini sengaja dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria sampel

yaitu Muzakki yang membayar zakat kurun waktu 5 tahun terakhir dimana

peneliti dapat memenuhi kriteria sampel dengan Muzakki yang berdomisili di

Kecamatan Cinere. Pengambilan data dilakukan selama bulan Januari 2017 dan

tahap akhir proses pengolahan data dilakukan di akhir bulan Januari 2017.

C. Metode Penentuan Sampel

Jumlah Populasi Muzakki di Kecamatan Cinere berjumlah 7.358 jiwa

berdasarkan data yang diambil dari Kecamatan Cinere berupa salinan buku pada

tahun 2014. Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 2200

orang yang merupakan masyarakat yang berdomisili di Kecamatan Cinere.

Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Slovin. Salah satu metode yang

digunakan untuk menentukan jumlah sampel adalah rumus Slovin (Sevilla et. al,

1960:182), maka jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 200 jiwa.

Penarikan sampel ini dilakukan dengan menggunakan metode probability

sampling, dengan teknik stratified random sampling, yaitu bila populasi

mempunyai unsur yang tidak homogen dan berstrata (Sugiyono, 2001). Dalam hal

ini, masyarakat yang menjadi sampel penelitian adalah masyarakat yang

membayar zakat 5 tahun terakhir secara kontinuitas.

D. Jenis dan Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah dengan menggunakan data primer. Data

primer diperoleh melalui survey atau kuesioner langsung kepada responden

(39)

kelamin, jenis pekerjaan, pendidikan dan pendapatan perbulan, adapun data

sekunder diperoleh dari berbagai sumber yang relevan, diantaranya buku

referensi, laporan data kependudukan Kecamatan Cinere, Kota Depok, Jawa Barat

dan data dari instansi terkait.

E. Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan alat analisis regresi

linear berganda dengan menggunakan metode estimasi kuadrat terkecil atau

Ordinary Least Square (OLS). (Imam Ghazali, 2006) Analisis regresi bertujuan

untuk menghitung besarnya pengaruh dua variabel atau lebih variabel bebas

terhadap satu variabel terikat dan memprediksi variabel terikat dengan

menggunakan dua atau lebih variabel bebas. Analisis ini digunakan untuk menguji

pengaruh antara Zakat dan Infaq terhadap Pendapatan Muzakki.

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Masyarakat Kecamatan Cinere

Berdasarkan data statistika Kecamatan Cinere tahun 2014, jumlah penduduk

114.320 jiwa terdiri atas 58.456 jiwa penduduk laki-laki dan 55.854 jiwa

penduduk perempuan. Adapun jumlah penduduk menurut kelompok umur dan

(40)

27%

15% 20%

17%

10% 6% 4%

Kelompok Umur

0-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 >70

Grafik 4.1 : Kelompok Umur

Sumber : Kecamatan Cinere

Berdasarkan Grafik 4.1 dapat dilihat bahwa Masyarakat Kecamatan Cinere

didominasi oleh penduduk usia 0-19 tahun yaitu sebesar 28% lalu usia produktif

yaitu 30-39 tahun sebesar 20% dan umur 20-29 tahun sebesar 15%. Selanjutnya

pada usia 40-49 tahun sebesar 17%, pada usia 50-59 tahun sebesar 6% dan pada

masyarakat lanjut usia dengan jumlah yang paling sedikit yaitu di atas 70 tahun

(41)

20%

Kecamatan Cinere memiliki jenis pekerjaan atau mata pencaharian yang

berbeda-beda dan sangat menentukan jumlah potensi zakat yang ada di Kecamatan Cinere.

Adapun jumlah penduduk menurut jenis pekerjaan atau mata pencaharian adalah

sebagai berikut :

Grafik 4.2 : Mata Pencaharian

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa penduduk di Kecamatan Cinere

mayoritas memiliki pekerjaan sebagai karyawan yaitu sebesar 34% dari total

keseluruhan jumlah penduduk. Selanjutnya adalah para pelajar dengan presentase

yang cukup besar yaitu sebesar 26% dan yang belum bekerja memiliki presentase

yang tinggi yaitu sebesar 20% dari total jumlah penduduk. Selanjutnya ada

wiraswasta dengan presentase 9%, buruh dan PNS/TNI/POLRI dengan presentase

yang sama yaitu sebesar 3%. Pensiunan dan Ibu Rumah Tangga dengan presentase

(42)

2% lalu informal dengan presentase 1%. Petani atau peternak dan Pejabat Tinggi

Negara yang jumlahnya tidak mencapai 1%.

B. Analisis dan Pembahasan 1. Karakteristik Responden

a. Usia

Berdasarkan kategori usia, responden yang dibagi menjadi beberapa

kelompok. Responden yang paling sedikit berusia >40 tahun berjumlah

29% karena ada beberapa orang yang sudah pensiun dan sudah tidak usia

produktif. Kemudian responden dengan rentang usia 20-30 tahun memiliki

presentase yang paling besar yaitu 37% dikarenakan pada usia ini,

responden merupakan usia produktif dan kebanyakan memiliki

penghasilan tambahan. Responden pada rentan usia 30-40 tahun sebesar

34% , masih tergolong besar karena pada usia tersebut rata-rata

masyarakat masih produktif dan memiliki pekerjaan yang relatif tetap.

Grafik 4.3 : Usia Responden

37%

35% 29%

Usia

(43)

b. Jenis Kelamin

Klasifikasi responden yang diperoleh berdasarkan jenis kelamin

adalah mayoritas laki-laki dengan presentase sebesar 71% dan

perempuan sebesar 29%. Hal ini dikarenakan sudah menjadi kewajiban

bagi laki-laki untuk mencari nafkah dan perempuan yang menjadi

responden adalah mereka yang memiliki penghasilan sendiri dan

mengelola keuangan keluarga.

30%

71%

Jenis Kelamin

Wanita Laki-laki

Grafik 4.4 : Jenis Kelamin Responden

c. Pekerjaan

Berdasarkan Grafik 4.5 bahwa pekerjaan responden sangat

menentukan keputusan responden dalam berzakat. Melalui survey

lapangan didapatkan beragam jenis pekerjaan. Responden yang bekerja

menjadi pegawai swasta mendominasi dengan presentase sebesar 67%

(44)

memiliki pekerjaan sebagai PNS sebesar 6%, pensiun sebesar 3% dan

pekerjaan lainnya sebesar 11%.

Grafik 4.5 : Pekerjaan Responden

67% 13%

6% 4% 11%

Pekerjaan

Swasta Wiraswasta PNS Pensiun Lain-lain

d. Pendidikan

Pada survey lapangan menggambarkan bahwa masyarakat dengan

pendidikan yang tinggi lebih memiliki pengetahuan dan kesadaran

untuk membayar zakat dan infaq yang lebih tinggi. Berdasarkan Grafik

4.6 dapat dilihat bahwa kebanyakan dari responden tamat dari

perguruan tinggi. Lebih dari setengah responden adalah responden

dengan pendidikan terakhir pada jenjang S1 yaitu sebesar 53%.

Selanjutnya adalah responden dengan jenjang S2 sebanyak 3% lalu

pada jenjang S3 kurang dari 1%. Sedangkan responden terbanyak

berikutnya adalah dengan jenjang SMA/D2/D3 sebanyak 42% dan

(45)

53%

4% 1% 42%

2%

Pendidikan

S1 S2 S3

SMA/D2/D3 SMP

Grafik 4.6 : Pendidikan

e. Pendapatan

Berdasarkan Grafik 4.7 dapat dilihat bahwa mayoritas responden

adalah yang telah memiliki pendapatan lebih dari Rp

3.500.000,-dengan presentase sebesar 80% dan responden yang belum memiliki

pendapatan Rp 3.500.000,- atau kurang dari Rp 3.500.000,- memiliki

presentase yang lebih sedikit yaitu sebesar 20%.

Grafik 4.7 : Pendapatan

20%

80%

Pendapatan

(46)

a.

Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Statistik deskriptif menggambarkan variabel awal penelitian dan

digunakan untuk mengetahui karakteristik dari sampel yang digunakan

dalam penelitian. Tabel 4.1 menjelaskan bahwa seluruh responden

sebanyak 200 orang. Dapat dilihat bahwa besar mean adalah 18.3100

dengan standar deviasi sebesar 1.29218 dan minimum 14.2983 dan

maximum 19.8041.

Tabel 4.1 : Residuals Statistics

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 14.2983 19.8041 18.3100 1.29218 200 Std. Predicted Value -3.105 1.156 .000 1.000 200

Standard Error of Predicted

Value .076 .271 .123 .039 200

Adjusted Predicted Value 14.2371 19.8259 18.3101 1.29282 200

Residual -3.94660 3.25365 .00000 1.04786 200 Std. Residual -3.747 3.089 .000 .995 200

Stud. Residual -3.791 3.121 .000 1.004 200

Deleted Residual -4.03983 3.31971 -.00007 1.06688 200

Stud. Deleted Residual -3.928 3.193 -.001 1.014 200 Mahal. Distance .039 12.156 1.990 2.192 200

Cook's Distance .000 .113 .006 .016 200

Centered Leverage Value .000 .061 .010 .011 200

a. Dependent Variable: Pendapatan

(47)

Uji validitas merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengukur

valid atau tidaknya variabel pertanyaan penelitian yang diteliti. Jumlah

responden dalam uji validitas ini adalah 200 responden dengan 18 variabel

pertanyaan. Pengujian validitas kuesioner pada penelitian ini

menggunakan software SPSS 22 dengan metode Korelasi Pearson, yaitu

dengan cara mengkorelasikan skor variabel dengan skor totalnya. Hasil uji

validitas dapat dilihat pada Lampiran 2.

c.

Uji Reabilitas

Uji reabilitas adalah kelanjutan dari uji validitas dimana variabel yang

masuk pengujian adalah variabel yang valid saja yaitu tanpa melihat

variabel pertanyaan I3 dan P3 dengan total variabel valid 18 variabel

pertanyaan. Menguji reabilitas pada kuesioner penelitian ini menggunakan

SPSS 22 dengan metode Cronbach’s Alfa.

Tabel 4.2 : Case Processing Summary

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 200 100.0

Excludeda 0 .0

Total 200 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Dapat dilihat pada Tabel 4.2 bahwa setiap butir jawaban dari

responden adalah jawaban yang valid dengan total responden 200 dengan

presentase 100%. Reabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik, dan lebih

(48)

2014). Berdasarkan Tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa dengan

Cronbach’s Alpha sebesar 0.905 dari total 18 butir pertanyaan dapat

dinyatakan reabilitas baik yaitu Cronbach’s Alpha lebih dari 0,8.

Tabel 4.3 : Reability Statistics

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.905 18

d.

Uji Multikolinearitas

Asumsi Multikolinearitas ini adalah asumsi yang menunjukkan adanya

hubungan linear yang kuat di antara beberapa variabel prediktor dalam

suatu model. Pengujian dengan menghitung nilai VIF untuk semua

variabel independen beberapa buku yang mengatakan bahwa VIF < 5 atau

kurang dari 10 (Supriyadi, 2004, hal. 83). Dapat dilihat pada hasil analisis

menggunakan SPSS 22 pada Tabel 4.4 bahwa nilai VIF sebesar 1.928

yang artinya tidak terdapat masalah multikolinearitas. Uji Klein, yaitu

dengan membandingkan antara R2 atau nilai 1-TOL(tolerance) dengan R2

yang lebih kecil tidak terdapat multikolinearity (Supriyadi, 2014, hal. 83).

Dapat dilihat pada Tabel 4.5 bahwa nilai dari R2 adalah 0.603 masih lebih

besar dari 1-Tol yaitu sebesar 0.481 dengan itu dinyatakan tidak terdapat

multikolinearitas. Untuk tabel yang lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran

3.

Tabel 4.4 : Coefficientsa

(49)

Model 1 (Constant) .943 1.079 .874 .383 -1.184 3.071

Zakat .152 .032 .299 4.791 .000 .090 .215 .673 .323 .215 .519 1.928 Infaq .562 .065 .539 8.653 .000 .434 .690 .746 .525 .388 .519 1.928 a. Dependent Variable: Pendapatan

e.

Uji R2 (Koefisien Determinasi) dan Autokorelasi

Berdasarkan data yang diolah menggunakan software SPSS 22 dengan

menggunakan Model Summary dapat dilihat pada Tabel 4.5 bahwa R

Square bernilai 0.603 menjelaskan bahwa 60.3% variabel bebas mampu

menjelaskan variabel terikat, dan sisanya 39.7% dijelaskan oleh variabel

lain diluar model.

1 .777a .603 .599 1.05316 .603 149.788 2 197 .000 1.935

a. Predictors: (Constant), Infaq, Zakat

b. Dependent Variable: Pendapatan

Tabel 4.5 : Model Summaryb

Uji Autokorelasi dari sebuah model dapat dilakukan dengan

menggunakan metode Durbin Watson. Dalam pengujian yang

menggunakan jumlah observasi sebanyak 200(n-60) dan jumlah variabel

independen sebanyak 2 (k – 2) serta dengan taraf signifikansi 0,05 (α –

0,05), maka diperoleh dL 1.75844 dan dU 1.77852 . Dari hasil pengolahan

(50)

sebesar 1.935. Nilai dw yang dihasilkan adalah 1.935 > 1.767263 maka

tidak terdapat autokerelasi positif.

f.

Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedasitas dilakukan untuk mengetahui apakah varian dari

error konstan atau tidak. Dapat dilihat dari grafik residual dalam Grafik

4.8 bahwa model regresi pada grafik tidak memiliki pola tertentu yang

artinya tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Untuk melihat grafik

yang lebih jelas terdapat dalam Lampiran 3.

Grafik 4.8 : Standar Residual

g.

Hasil Uji f

Berdasarkan yang dikutip oleh Hidayat Huang bahwa Uji Anova

adalah bentuk dari analisis statistik yang banyak digunakan dalam

penelitian eksperimen yang dikembangkan oleh R.A Fisher. Uji anova juga

adalah bentuk uji hipotesis statistik dimana kesimpulan diambil

(51)

dari populasi yang sama sehingga memiliki ekspektasi mean dan varians

yang sama. Berdasarkan Tabel 4.6 analisis menggunakan software SPSS

22 dengan menggunakan metode ANOVA didapatkan hasil pada kolom

Sig. bernilai 0,00. Berdasarkan hasil ini maka dapat diinterpretasikan

tingkat kesalahan 0% yang kurang dari 10%, ini artinya semua variabel

bebas yaitu Zakat dan Infaq berpengaruh terhadap variabel terikat yaitu

Pendapatan yakni H0 ditolak atau terdapatnya pengaruh yang signifikan

antara Zakat dan Infaq terhadap Pendapatan secara bersama-sama. Tabel 4.6 : Anova

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 332.277 2 166.138 149.788 .000b

Residual 218.503 197 1.109

Total 550.780 199

a. Dependent Variable: Pendapatan b. Predictors: (Constant), Infaq, Zakat

Adanya pengaruh zakat dan infaq terhadap pendapatan secara

bersama-sama menunjukkan bahwa membayar zakat sekaligus

memberikan infaq tidak akan mengurangi pendapatan seorang muzakki.

Berdasarkan fakta di lapangan bahwa kebanyakan muzakki memberikan

pernyataan ada pendapatan tambahan yang diterima muzakki ketika

membayar zakat dan memberikan infaq. Ketika seorang muzakki

membayarkan zakat dan menginfaqkan hartanya di jalan Allah kepada

orang yang membutuhkan atau mustahik, secara teori ekonomi umum

hartanya akan berkurang, namun menurut teori ekonomi Islam

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka Penelitian
Tabel 3.1 : Operasional Variabel
Grafik 4.1 : Kelompok Umur
Grafik 4.2 : Mata Pencaharian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari sistem pakar diagnosa penyakit tanaman karet yaitu mampu mendiagnosa penyakit tanaman karet dengan gejala –gejala yang ada pada database dan efektif membantu

Dari tabel diatas diketahui bahwa aspek tanggung jawab mendapat skor 3,86 dengan kategori tinggi hal ini berarti karyawan yang ada diperusahaan memiliki tanggung

Data yang digunakan dalam perangkat lunak deteksi penyakit epilepsi dengan Menggunakan Independent Component Analysis, Wavelet Transform, dan Multilayer Perceptron

Penelitian ini bertujuan menguji kualitas papan partikel dari ampas batang sagu dengan nilai kerapatan dan perekat alami asam sitrat yang berbeda yang meliputi

Dengan membandingkan gambar 1.1 dan 1.2, dapat terlihat bahwa Asia menjadi daerah yang memiliki peranan dan pengaruh besar terhadap perkembangan industri metanol, di sisi lain

5) Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Dalam rangka menunjang perbaikan regulasi pengusahaan UCG diperlukan litbang UCG di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan mengingat

Untuk menentukan daerah imbuhan dan asal usul airtanah pada akuifer tertekan dilakukan pengukuran dan pengambilan conto untuk isotop stabil dari sumur pantau yang