Skripsi
Pengaruh Zakat dan Infaq terhadap Pendapatan Muzakki
di Kecamatan Cinere
Oleh :
Zyra Yunka Aulia
1113086000030
Jurusan Ekonomi Syariah
Fakultas Ekonomi and Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kemiskinan di suatu negara adalah suatu cerminan bahwa adanya
distribusi yang tidak merata antara orang yang mampu dengan orang yang
kekurangan. Zakat merupakan salah satu cara sebagai sarana distribusi yang
dapat membantu mengurangi kemiskinan yang telah menjadi suatu kewajiban
bagi umat Muslim. Pasalnya, menurut Wakil Ketua Umum Badan Amil Zakat
Nasional Zainulbahar Noor mengatakan potensi zakat Indonesia mencapai Rp
217 Triliun yang artinya potensi zakat nilainya hampir 10% dari APBN.
Namun, zakat yang terhimpun baru 1,2% yaitu sekitar Rp 3 Triliun (Baznas,
2016). Disisi lain, zakat tidak terlepas dari infaq dan sedekah sunnah. Ketiga
jenis amalan maliyah ini mampu membantu mendistribusikan pendapatan dari
yang berkecukupan kepada yang kekurangan.
Sesungguhnya, tekanan yang sama pada zakat dan sholat menandakan
kemajuan yang sebenarnya dalam masyarakat Islam. Dalam hal ini Aldous
Huxley menulis (Mannan, 1970) “Demikianlah dunia tempat tinggal kita
ini-suatu dunia yang dinilai dari satu-satunya tolak ukur kemajuan yang dapat
diterima, nyatanya berada dalam kemunduran. Kemajuan teknologi memang
cepat, tetapi tanpa kemajuan dalam amal kedermawanan, maka kemajuan
teknik tidak berguna. Bahkan dapat lebih buruk daripada tidak berguna.
Kemajuan teknologi hanya memberikan sarana yang lebih efisien untuk
menarik kembali kata-kata kita. Oleh karena itu pentingnya arti zakat tidak
Seperti yang kita ketahui bahwasannya pola pikir kapitalis yang telah
berjaya berabad – abad di lapisan masyarakat membuat masyarakat
mempercayai bahwa pengeluaran selalu akan membuat pendapatan untuk
konsumsi kita berkurang, contohnya jika kita mengeluarkan pajak otomatis
pendapatan untuk konsumsi kita berkurang. Begitu juga dalam berzakat,
berinfaq dan bersedekah, adalah bentuk dari konsumsi yang harus dikeluarkan
sebagai umat muslim dan bagian dari ibadah kepada Allah yang akan
mengurangi pendapatan. Menurut Muhammad (2008) universalisme hukum
ekonomi yang diusung oleh Kapitalisme memunculkan ketergantungan yang
berlebihan pada apa yang disebut dengan profit oriented atau capital oriented,
sehingga nilai-nilai lain, selain profit yang bersifat immaterial, menjadi suatu
yang mustahil. Karena dijiwai oleh spririt capital oriented yang berlebihan,
maka kapitalisme berpihak kepada sedikit kelompok elit yang mampu
mengaksesnya sehingga dalam konteks ini terjadilah kesenjangan ekonomi
yang melebar antara the have/agniya’ dengan the have not/ fuqara’ (Ibrahim,
2005), Muhammad (2008).
Sebagai umat Islam, pernahkah kita sadari bahwa bersedekah—salah
satunya berzakat- akan menambahkan rezeki kita dikemudian hari? Banyak
dari kita yang enggan untuk mempelajari apa yang sudah menjadi kewajiban
kita. Salah satunya adalah berzakat. Membayar zakat merupakan tuntunan
dalam Rukun Islam yang keempat, namun belum banyak yang tahu untuk apa
zakat itu dikeluarkan, sebagian beranggapan bahwa bayar zakat hanyalah
untuk penggugur kewajiban. Zakat telah diperintahkan Allah, kata zakat dalam
satu ayat bersama-sama dengan kata shalat (Muhammad, 2005). Dan masih
banyak orang yang membayar zakat maupun berInfaq karena sebagai tuntutan
dari sisi kesombongan diri, ataupun karena punya suatu misi tertentu, sehingga
tidak terdapat manfaat dari apa yang telah ditanamkan. Dan masih juga
banyak orang yang belum mau membayar zakat karena takut hartanya
berkurang naudzubillah.
Namun, masih banyak masyarakat muslim yang memenuhi kewajibannya
dalam membayar zakat. Muhammad Daud Ali (1988) mengatakan sebagian
yang membayar zakat, yang mendorong masyarakat Islam melaksanakan
pemungutan zakat di Indonesia antara lain adalah; (1) Keinginan ummat Islam
Indonesia untuk menyempurnakan pelaksanaan ajaran agamanya. Setelah
mendirikan shalat, berpuasa selama bulan Ramadhan dan bahkan menunaikan
ibadah Haji ke Mekkah, ummat Islam semakin menyadari perlunya penunaian
zakat, sebagai kewajiban agama; kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
setiap orang yang mampu melaksanakannya karena telah memenuhi
syarat-syarat yang telah ditentukan, (2) kesadaran yang semakin meningkat
dikalangan ummat Islam tentang potensi zakat jika dimanfaatkan
sebaik-baiknya, akan dapat memecahkan berbagai masalah sosial di Indonesia, (3)
Usaha-usaha untuk mewujudkan pengembangan dan pengelolaan zakat di
Indonesia makin lama makin tumbuh dan berkembang.
Dalam bidang sosial ekonomi, zakat memungkinkan orang kaya
melaksanakan tanggung jawab untuk mengurangi kemiskinan karena
menyalurkan harta dari yang mampu kepada orang-orang yang kekurangan
harta kekayaan yang dimiliki setiap muzakki agar harta kekayaannya di ridhoi
oleh Allah SWT. Zakat membersihkan jiwa dari sifat kikir dan sekaligus
mensucikan masyarakat dari sifat mendendam dan mendengki (Mubyarto,
1982).
Jika kita berbicara mengenai Zakat dan Infaq, maka kedua hal itu tidak
dapat terlepas dari harta. Karena semua itu dapat didasarkan oleh harta. Dilihat
dari teori harta, harta dari segi hak-haknya terbagi menjadi tiga; yaitu milik
Allah, milik pribadi dan milik umum (Muslih, 2004). Ketiga konsep inilah
yang disebut multiple ownership. Pertama harta milik Allah, yang pada
hakekatnya harta adalah mutlak milik Allah, manusia hanya diberikan amanah
untuk memiliki, mengelolanya dan menggunakannya sementara. Kedua adalah
harta pribadi untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga yang senantiasa
Allah mengingatkan kepada kita untuk menggunakannya dijalan Allah, dan
tidak untuk dikonsumsi ke hal-hal yang membawa mudharat. Karena
bahwasannya yang disebut harta adalah sesuatu yang halal yang tidak
diharamkan oleh Allah, jadi sesuatu yang diharamkan oleh Allah tidaklah
termasuk dalam konsumsi umat Islam dan bukan merupakan bagian dari harta
juga tidak bernilai ekonomi. Selanjutnya, sebagian yang terakhir adalah harta
milik umum. Harta seperti inilah yang didasari oleh kebersamaan. Jadi harus
mendahulukan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis berfikir perlunya dilakukan
penelitian untuk melihat pengaruh Zakat dan Infaq terhadap pendapatan
muzakki agar potensi zakat bisa terwujud dengan bertambahnya muzakki yang
judul “Pengaruh Zakat dan Infaq terhadap Pendapatan Muzakki” Studi
penelitian ini dilakukan dengan mengambil sample dummy Muzakki di
Kecamatan Cinere.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan dalam latar belakang
masalah, maka permasalahan yang dirumuskan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh Zakat terhadap pendapatan Muzakki? 2. Bagaimana pengaruh Infaq terhadap pendapatan Muzakki?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh Zakat terhadap pendapatan Muzakki 2. Mengetahui pengaruh Infaq terhadap pendapatan Muzakki
D. Manfaat Penelitian
1. Akademisi
Bagi akademisi diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan
sumbangan pemikiran bagi ilmu Syari’ah pada umumnya dan keuangan
zakat pada khususnya, serta menjadi rujukan selanjutnya tentang pengaruh
Zakat dan Infaq terhadap pendapatan Muzakki.
2. Praktisi
Bagi praktisi diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi
Badan Amil Zakat dan Perbankan Syariah di Indonesia atau pihak terkait
lainnya untuk membuka dan mengelola zakat serta dapat menarik minat
Muzakki dalam membayar zakat secara kontinu atau terus menerus dan
dapat mengoptimalkan pemungutan zakat juga infaq.
3. Muzakki
Bagi para masyarakat terutama Muzakki diharapkan untuk
menyisihkan sebagian dari rezekinya, baik itu berupa zakat maupun infaq,
karena bahwasannya di dalam pendapatan dan rezeki seseorang, Allah
telah menitipkan di dalamnya rezeki orang lain yang membutuhkan.
Dalam penulisan skripsi ini, sistematika penulisan yang digunakan penulis
adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Pada bab ini berisi hal-hal yang akan dibahas dalam
skripsi. Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Landasan teori pada penelitian ini merupakan landasan
teori yang akan mendasari pemecahan masalah dan
pembentukan hipotesis. Dan hasil-hasil penelitian
terdahulu yang ada kaitannya dengan masalah yang
diteliti.
BAB III : Metode Penelitian
Pada bab ini terdapat batasan populasi dan sample
penelitian, jenis dan sumber data serta metode
pengumpulan data serta metode analisis data, dan data
penelitian
BAB IV : Analisis Data dan Pembahasan
Pada bab ini menguraikan tentang gambaran umum
penelitian yang diangkat, data dan hasil analisa dari
masalah penelitian.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini berisi kesimpulan dari masalah yang telah
dibahas dan juga dikemukakan saran-saran yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Zakat dan Infaq
Para ulama membedakan sedekah kedalam dua macam yaitu sedekah wajib
dan sedekah sunnah. Sedekah wajib umumnya disebut zakat, baik itu zakat fitrah
maupun zakat maal sebagaimana dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60
(Nasution, 1992).
1. Zakat (Sedekah Wajib) a. Pengertian Zakat
Ibn Rusyd dikutip dari Ibrahim (1972) mengartikan zakat ditinjau dari
segi bahasa merupakan kata yang berarti kesuburan, kesucian,
keberkahan, dan kebaikan yang banyak.
Bila seseorang diberi sifat zaka dalam arti baik, maka berarti orang itu
lebih banyak mempunyai sifat yang baik. Seorang itu zaki, berarti
seseorang yang memiliki lebih banyak sifat baik, dan kalimat
“hakim-zaka-saksi” berarti hakim menyatakan jumlah saksi-saksi diperbanyak
(Qardawi, 1973).
Dalam pengertian lain, zakat juga berarti tumbuh, berkembang,
kesuburan atau bertambah (HR. Tarmizi) atau pula berarti membersihkan
atau mensucikan. Yakni bahwa harta seseorang itu bisa berkembang
dengan mendistribusikan sebagiannya kepada orang lain, setidaknya
alokasi pemanfaatannya yang tidak semata untuk dia dan keluarganya,
tetapi orang lain yang juga sangat membutuhkan (Nata, dkk, 1999).
Pertumbuhan sebagai makna dari kata zakat di atas mengandung
pengertian bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan membawa
dampak pada pertumbuhan kekayaan (wealth) seorang muzakki. Secara
fisik tampak harta berkurang dengan dikeluarkan zakat, namun secara
hakekat harta terus tumbuh dan berkembang di bawah sinaran kebesaran
Allah (Muhammad dan Abubakar, 2011, 11). Zakat manyucikan harta dan
jiwa pemilik harta dari sifat tamak, kikir dan cinta harta benda yang
berlebihan (Saud, 1976) dikutip dari Muhammad dan Abubakar (2011, 11). Secara istilah zakat adalah sejumlah harta tertentu yang harus
diberikan kepada kelompok tertentu dengan berbagai syarat (Abdurrahim,
dan Mubarak, 2002). Menurut hukum Islam, zakat adalah nama bagi suatu
pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut syarat-syarat yang
tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu (Al Mawardi dalam
kitab Hawiy). Seperti yang dapat kita temui pada Al-Qur’an surat
at-Taubah ayat 60 :
Sesungguhnya zakat-zakat itu,
hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana.
Adapun 8 ashnaf (mustahik) alias golongan yang berhak menerima
zakat adalah: (1) Fakir alias tidak memiliki penghasilan, (2) Miskin alias
orang yang berpenghasilan tetapi tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari,
(3) Amil Zakat alias panitia zakat, (4) Riqab alias hamba sahaya atau
budak (bukan asisten rumah tangga), (5) Gharim alias orang yang sedang
terlilit hutang, (6) Muallaf alias orang yang baru saja masuk Islam, (7) Fii
Sabilillah alias orang yang berjuang dijalan Allah, termasuk disini seperti
Kyiai ayau guru yang kesehariannya memang tulus dan perjuangannya
sangat terasa, (8) Musafir alias orang yang sedang dalam perjalanan jauh
(Sholihin, 2016). Dari firman di atas, ada sebagian orang yang
dikhususkan oleh Allah untuk menerima harta, sebagaian nikmat yang
diberikan untuk mereka. Selain itu, Allah menetapkan kepada mereka
untuk mengeluarkan sebagian harta yang mereka miliki untuk diberikan
kepada orang yang tidak seberuntung mereka, sebagai perwakilan (atau
penyambung tangan) Tuhan kepada kaum papa. Allah memang telah
menetapkan kepada setiap makhluk rezekinya masing-masing, bahkan
untuk hewan sekalipun (Al-Qurthubi, 2008, 403).
Bila seseorang memperhatikan ketentuan dan peraturan mengenai
zakat dengan teliti, maka akan mudah baginya untuk mendapatkan enam
prinsip syariat yang mengatur zakat, yaitu (Mannan, 1970) :
a) Prinsip Keyakinan
Karena membayar zakat adalah suatu ibadat dan dengan demikian
melaksanakannya dalam arti dan jiwa yang sesungguhnya. Dalam
beberapa ayat Allah memerintahkan shalat dan zakat pada mereka yang
iman pada Islam, seperti yang tertera dalam QS Al-Muzammil ayat 20:
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasannya kamu berdiri
(sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua
malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari
orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran
malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu tidak sekali-kali
tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, karena Dia
memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang
mudah bagimu dai Al-Qur’an. Dia mengetahui bahwa akanada di
antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang
berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan
orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka
bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an dan dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada
perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di
sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar
pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
b) Prinsip Keadilan
Suatu kali Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Bagi (hasil) tanah yang diairi hujan dan mata air, atau yang
diairi air yang mengalir pada permukaan bumi ditentukan
zakatnya sepersepuluh dari hasilnya, sedangkan bagi yang diairi
sumur, seperduapuluh dari hasilnya” (Bukhari)
Hal ini mengikuti prinsip keadilan yang menyatakan bahwa makin
berkurang jumlah pekerjaan dan modal, maka makin berkurang pula
tingkat pemungutan (Siddiqi, 1948).
c) Prinsip Produktivitas atau sampai batas waktunya
Ibn Umar berkata :“Rasulullah saw bersabda : ‘barangsiapa
memperoleh kekayaan setelah satu tahun, berlaku zakat atasnya”
(Tarmidzi dan Mishkat).
Demikianlah zakat dibayar setiap tahun setelah mencapai nisabnya.
Nisab berarti surplus minimum tahunan dari nilai 40 real atau dari
harta benda yang sama nilainya di atas pengeluaran yang diperlukan.
Nisab berlaku pada zakat hanya bila telah sampai waktunya dan
produktif. Dan zakat dihapuskan bila pemiliknya meninggal dunia dan
murtad.
d) Prinsip Nalar
Orang yang diharuskan membayar zakat adalah seorang yang
berakal sehat dan bertanggung jawab. Dari sinilah ada anggapan
bahwa orang yang belum dewasa dan tidak waras bebas dari zakat
e) Prinsip Kemudahan
Zakat diperoleh dari sifat pemungutan zakat dan sebagian
diperoleh dari hukum Islam tentang etika ekonomi. Mengenai
pemungutan zakat, tidak ada yang lebih menyenangkan daripada zakat
yang dibayarkan pada akhir tahun. f) Prinsip Kebebasan
Yaitu seseorang harus menjadi manusia bebas sebelum dapat
disyaratkan untuk membayar zakat. Karena itu, seorang budak atau
tawanan tidak diharuskan untuk membayar zakat bila dia dianggap
tidak memiliki harta benda. Sesungguhnya seorang budak berhak
untuk memperoleh bantuan keuangan dari uang zakat yang mungkin
dapat digunakannya untuk memperoleh kebebasan.
Secara lahiriah, zakat mengurangi nominal (harta) dengan
mengeluarkannya, tetapi dibalik pengurangan yang bersifat zhahirini,
hakikatnya akan bertambah dan berkembang (niliai intrinsik) yang
hakiki di sisi Allah di sisi Allah SWT.
Kemungkinan tafsir di bidang ekonomi yang akan berkembang ini
adalah sebagaimana yang diisyaratkan oleh ayat-ayat Al-Qur’an seperti
dalam surat As-Saba’ ayat 39 :
Katakanlah :”sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi
siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan
apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya
dan Dialah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya
Selanjutnya terkandung dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 39:
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
bertambah pada harta manusia, maka riba tersebut tidak
menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa
zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah,
maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya)
Kemudian bagian yang dikeluarkan setiap tahun berupa zakat dari
harta Muslim, akan menjadikan pendorong untuk menyumbangkan
hartanya dan melipat-gandakan hasilnya, baik oleh dirinya maupun
bersama orang lain, sehingga tidak dimakan oleh zakat. Hasil yang
berkembang ini, akan kembali kepada pemilik harta, sejalan dengan
sunnah Allah, dengan pembalasan yang berlipat-ganda (Qardawi,
1973).
Zakat memiliki banyak hikmah, baik yang berkaitan dengan Allah
SWT maupun yang hubungannya dengan sosial kemasyarakatan
diantara manusia, antara lain : menolong, membantu, membina dan
memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Dengan kondisi tersebut, akan
mampu melaksanakan kewajibannya terhadap Allah SWT,
memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri
orang-orang yang berkehidupan cukup, apalagi berkemewahan. Sedang dia
sendiri tidak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan diri mereka
(orang kaya) kepadanya (Centre for Entrepreneurship Development,
2005).
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Muhammad Daud Ali
(1988), zakat merupakan sumber dana yang cukup potensial untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia. Tujuan zakat adalah:
a) Mengangkat derajat fakir miskin dan membantu keluar dari
kesulitan hidup
b) Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para
gharimin, Ibnu Sabil dan mustahik lain
c) Membina tali persaudaraan sesama islam, dan umat manusia d) Menghilangkan sifat kikir dengan rakus pemilik harta
e) Membersihkan sifat iri dan dengki (kecemburuan sosial) di hati
orang-orang miskin
menyerahkan hak orang lain yang ada padanya
i) Sebagai salah satu instrumen pengentasan kemiskinan
j) Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun
prasarana umat Islam, seperti sarana ibadah, penidikan, kesehatan,
Bahkan orang yang menuntut ilmu berhak menerima zakat atas
nama golongan fakir miskin maupun sabilillah (Sabiq, 1968) k) Untuk memasyarakatkan etika bisnis, zakat bahkan membersihkan
harta, tetapi mengeluarkan sebagian hak orang lain dari harta yang
diusahakan dengan baik dan benar sesuai ketentuan Allah SWT l) Sebagai instrumen pemerataan dan keadilan sosial, yakni membagi
secara adil dan merata kekayaan Allah SWT yang dititipkan kepada
orang-orang yang dikehendakinya.
m) Pendorong peningkatan produktivitas dan pemberdayaan ekonomi
umat
n) Sebagai pilar kebersamaan antara orang yang kaya dengan orang
yang membutuhkan, zakat merupakan jaminan sosial yang
disyariatkan oleh ajaran agama Islam (Ali, 1988).
Kita bisa menarik sejarah yang diangkat dari poin ix yaitu sebagai
salah satu instrument pengentasan kemiskinan. Sebuah bentuk
kesuksesan dari zakat yang bermula pada zaman Umar bin Khattab
(Qasim, 2009) pada masa awal pertumbuhan konsep baitul maal yang
dipelopori oleh Khalifah Umar bin Khattab pengelolaan zakat menjadi
otoritas pusat dengan model pemusatan atau sentralisasi. Sehingga
pemerintah pusat menjadi lembaga yang bertanggung jawab atas
perubahan kondisi masyarakat, terutama dalam mengangkat harkat dan
martabat kaum Dhuafa.Wibawa pemerintah dan ketaatan rakyat
menjadi harmonis seiring dengan imbangnya pengelolaan zakat kepada
masyarakat. Pada masa Umar bin Khattab, sahabatnya yang bernama
Muadz bin Jabal yang menjabat sebagai Gubernur Yaman ditunjuk
model sentralisasi dipahami sebagai satu kewajiban ketaatan karena
sistem dan infrastruktur yang telah dibangun. Pada tahun pertama,
Muadz mengirimkan 1/3 dari surplus dana zakat ke pemerintah pusat,
lalu Khalifah Umar mengembalikan kembali untuk pengentasan
kemiskinan di daerah Yaman. Pada tahun ke dua Muadz kembali
menyerahkan ½ hasil surplus zakat ke pemerintah pusat dan di tahun
ke tiga Muadz menyerahkan sepenuhnya zakat yang terkumpul ke
pemerintah pusat karena sudah tidak ada lagi orang yang menerima
zakat, sudah tidak ada lagi orang yang menjadi Mustahik. Hal ini pun
berlanjut ketika masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Bani
Umayyah. Pemimpin yang mengoptimalkan potensi Zakat, Infaq,
Sedekah sebagai kekuatan solusi pengentasan kemiskinan di
negerinya. Hal ini terbukti dengan hanya 2 tahun 6 bulan dengan
pengelolaan dan sistem yang profesional, komperhensif dan universal
membuat negerinya makmur dan sejahtera tanpa ada orang yang
miskin.
Hukum Zakat
Hukum membayar zakat adalah wajib sesuai yang tertera dalam QS
(Al-Baqarah:43) :
Dan dirikanlah shalat,
tunaikan zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’
Semua ayat dan hadits di atas adalah tentang zakat, tetapi diungkapkan
sedekah itu disalahartikan, yaitu hanya berarti sedekah yang diberikan
kepada pengemis dan peminta-minta. Tetapi hal itu tidak boleh membuat
kita lupa bagaimana sebenarnya pengertian satu kata dalam bahasa Arab
pada zaman Qur’an turun. Kata shadaqah sesungguhnya berasal dari kata
Shidq yang berarti benar (Qardawi, 1973).
Menurut pendapat Yusuf Qardawi (1973), oleh karena itulah Allah
menggabungkan kata “memberi” dan “kikir” dengan “dusta” dalam
firman-Nya Al-Qur’an surat Al-Layl ayat 5-10:
Siapa yang “memberi” dan bertaqwa, serta “membenarkan” adanya
pahala yang terbaik.Kami sungguh memudahkan baginya jalan menu
ju bahagia. Tetapi siapa yang “kikir” dan lupa daratan, serta
“mendustakan” adanya pahala yang terbaik, akan Kami mudahkan
baginya jalan kepada kemalangan.
Dengan demikian sedekah berarti bukti “kebenaran” imam dan
“membenarkan” adanya hari kiamat. Oleh karena itu, Rasulullah saw.
bersabda:
“Sedekah itu adalah bukti”
Perhatian Islam yang besar terhadap penanggulangan problema
kemiskinan dan orang-orang miskin dapat dilihat dari kenyataan bahwa
Islam sejak Kota Makkah masih mengalami kekacauan akibat belum
mempunyai pemerintah dan organisasi politik. Pada saat itu diturunkannya
Al-Qur’an surat al Muddatstsir. Allah berfirman dalam surat
Setiap orang bertanggungjawab atas perbuatannya, kecuali
orang-orang disebelah kanan, mereka berada di taman-taman surga saling
bertanya tentang orang-orang durjana, “Apakah sebabnya kamu
diceblos ke dalam neraka?” mereka menjawab, “Kami bukan
golongan orang yang salat, dan kami tiada memberi makan orang
yang miskin. Kami asyik membicarakan kebatilan dengan orang yang
berbuat kebatilan itu, dan kami mendustakan hari pembalasan.
Hingga datang kepada kami kematian”
2. Sedekah Sunnah
Abdul Mujieb (1994) mengartikan sedekah adalah pemberian berupa
sesuatu yang berguna bagi orang lain yang memerlukan bantuan (fakir,
miskin) dengan tujuan beribadah (mencari pahala) kepada Allah swt. semata.
Quraish Shihab (2008) mengartikan sedekah sebagai pengeluaran harta secara
ikhlas yang bersifat sunnah atau anjuran. Jika Infaq berkenaan dengan materi,
maka sedekah memiliki arti yang lebih luas dari sekedar material. Menurut
perbuatan yang disyariatkan dan hukumnya adalah sunnah, kesepakatan
mereka didasarkan padas surat Al – Baqarah ayat 280 (Aziz, 1996):
Dan jika
(orang yanag berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh
sampai dia berkelapangan.Dan menyedekahkan (sebagian atau semua
utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Sedekah sunnah dapat dilakukan setiap waktu, untuk melakukannya ada
dalam surat Al-Baqarah ayat 280. Sedekah tidak hanya dikhususkan pada
waktu tertentu seperti bulan Ramadhan tetapi dianjurkan setiap saat (Sa’di,
2006).
Dari ‘Asma binti Abi Bakr, Rasulullah Saw bersabda kepadaku,
“Janganlah engkau menyimpan harta (tanpa mensedekahkannya). Jika tidak,
maka Allah swt akan menahan rezeki untukmu.” Dalam riwayat lain juga
disebutkan, “Infaqkanlah hartamu, jangan engkau menghitung-hitungnya
(menyimpan tanpa mau mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan
menghilangkan anugerah Allah untukmu. Jika tidak maka harta yang engkau
miliki akan habis dan tidak akan barokah.”(An Nawawi, 1982).
a. Infaq
Pengertian Infaq
Infaq ditinjau dari segi bahasa berarti “membelanjakan” (Mujieb, Thollah :
1994). Sedangkan menurut syari’at, Infaq adalah mengeluarkan
sebagian dari harta atau pendapatan (penghasilan) untuk suatu kepentingan
kemanusiaan yang diperintahkan ajaran Islam. Pengertian infaq dalam
yang umum yang mencakup setiap aktivitas pengeluaran dana baik berupa
kewajiban seperti zakat maupun kewajiban menafkahi keluarga, pengertian
infaq juga bisa sebagai kedermawanan dari seseorang untuk menafkahkan
sebagian hartanya untuk kepentingan sosial (Nasution, 1992). Dengan
demikian, infaq terlepas dari ketentuan dan ukuran, tetapi tergantung kepada
kerelaan masing-masing. Sehingga kewajiban memberikan infaq tidak hanya
tergantung pada mereka yang kaya saja tetapi juga ditujukan kepada
orang-orang yang mempunyai kelebihan dari kebutuhan sehari-harinya (Muhammad,
2004).
Syariah telah memberikan panduan kepada kita dalam berinfaq atau
membelanjakan harta. Seperti yang dapat kita temukan dalam Al-Qur’an
bahwasanya kita diperintahkan untuk menafkahkan diri sendiri seperti
tercantum dalam QS at-Taghabun ayat 16:
Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan
dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk
dirimu.Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka
itulah orang-orang yang beruntung.
Allah telah mengatur setiap aktivitas manusia baiknya adalah dengan
mencari nafkah atau mencari rezeki yang halal dengan cara yang baik di jalan
Allah dan menyisihkan rezeki yang telah kita dapati tanpa sedikitpun kita
hal-hal yang dilarang oleh Allah seperti yang terdapat dalam QS al-Baqarah ayat
267 :
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata
terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji.
Namun menafkahkan harta bukanlah dengan sesuka hati kita tanpa ada
batasan, melainkan semua itu Allah telah atur agar terjadi keseimbangan dan
tidak terjadi kemubaziran. Seperti yang tertuang dalam QS al-Isra’ ayat 26 :
Dan berikanlah
kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Ibn Abbas, Mujtahid, Qatadah, Ibn al-Juraij dan kebanyakan mufassir
menafsirkan israf (berfoya-foya) sebagai tindakan membelanjakan harta di
dalam kemaksiatan meski hanya sedikit. Israf itu disamakan dengan Tabzir
(boros). Menurut Ibn Abbas, Ibn Mas’ud dan jumhur ulama, tabzir adalah
mengatakan, Mujtahid berkata, “Andai seseorang menginfaqkan seluruh
hartanya di dalam kebenaran, ia tidak berlaku Tabzir. Sebaliknya, andai ia
menginfaqkan satu mud saja di luar kebenaran, maka ia telah berlaku tabzir.
Dasar Hukum Infaq
Dasar hukum Infaq telah banyak dijelsakan baik dalam Al-Qur’an maupun
Hadis seperti yang termuat dalam QS adz-Zariyat ayat 19 :
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk
orang misikin yang meminta dan orang miskin
yang tidak mendapat bagian.
Dijelaskan dalam surat al- Baqarah mengenai imbalan bagi yang berinfaq
seperti yang tertuang dalam QS al-Baqarah ayat 245:
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah , dan pinjaman yang
baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat
gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan
Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan.
Hukum infaq yang lain yang termuat dalam QS Ali Imran ayat 134 :
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang
memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.
Berdasarkan pemahaman mengenai zakat dan infaq seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, namun perlulah kita ketahui bahwa rezeki dan berkah
yang diberikan Allah tidak serta merta tanpa aturan-aturan yang
membatasinya. Dalam hal ini adalah bagaimana manusia dapat memenuhi
kebutuhannya dan dapat membatasi apa yang menjadi keinginannya.
Selanjutnya, bagaimana manusia dapat hidup dengan kesejahteraan diri sendiri
dan keluarga juga dalam mensejahterakan hidup orang lain. Hal ini dapat
tercermin dari bagaimana seseorang menghabiskan pendapatan yang ia terima,
untuk apa pendapatan yang ia terima, alangkah menjadi sangat darmawan jika
seseorang menghabiskan pendapatan yang ia terima untuk konsumsi dunia dan
konsumsi akhirat. Selanjutnya akan dibahas rumusan yang dapat
menggambarkan konsumsi sesorang yang akan berpengaruh terhadap
pendapatan yang akan ia terima.
3. Teori Konsumsi Islami
a. Pengertian Teori Konsumsi Islami
Dalam buku Ekonomi Islam, P3EI UII membedakan konsumsi
kedalam dua kategori, yaitu konsumsi yang ditujukan untuk ibadah dan
konsumsi untuk memenuhi kebutuhan/keinginan manusia semata.
Konsumsi ibadah pada dasarnya adalah segala konsumsi atau
meliputi belanja untuk keperluan jihad, sedekah, wakaf dan jenis ibadah
lainnya. Sedangkan konsumsi duniawi adalah ketika kegiatan duniawi
diniatkan untuk beribadah, maka di samping kegiatan itu akan
memberikan manfaat bahkan juga akan memberikan berkah bagi
pelakunya (P3EI UII, 2008).
Fungsi Kesejahteraan, Maximizer dan Utilitas oleh Imam Al-Ghazali
Seorang ulama besar, Imam Al-Ghazali yang lahir pada tahun
450/1058 M, telah memberikan sumbangan yang besar dalam
pengembangan dan pemikiran dalam dunia Islam. Sebuah tema yang
menjai pangkal tolak sepanjang karya-karyanya adalah konsep maslahat,
atau kesejahteraan sosial atau utilitas (“kebaikan bersama”), sebuah
konsep yang mencakup semua urusan manusia, baik urusan ekonomi
maupun urusan lainnya, dan yang membuat kaitan yang erat antara
individu dengan masyarakat (Karim, 2007).
Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat
tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar: (1)
agama (Al-dien), (2) hidup atau jiwa (an-nafs), (3) keturunan (nasl), (4)
harta (maal), (5) akal (aql). Ini menitikberatkan bahwa sesuai tuntunn
wahyu, “Kebaikan dunia ini dan akhirat (maslahat al-din wa al dunya)
merupakan tujuan utamanya”.
Al-Ghazali memandang perkembangan ekonomi sebagai bagian dari
tugas-tugas kewajiban sosial (Fard al Kifayah) yang sudah ditetapkan
Allah: jika hal-hal ini tidak dipenuhi, kehidupanndunia akan runtuh dan
mengapa seseorang harus melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi: (1)
mencukupi kebutuhan hidup yang bersangkutan; (2) mensejahterakan
keluarga; (3) membantu orang lain yang membutuhkan. Jelaslah bahwa
Al-Ghazali tidak hanya menyadari keinginan manusia untuk
mengumpulkan kekayaan, tetapi juga kebutuhannya untuk persiapan di
masa depan.
1) Urgensi, Tujuan dan Etika Konsumsi Islami a) Urgensi Konsumsi Islami
Beberapa hal yang melandasi perilaku seseorang muslim dalam
berkonsumsi adalah berkaitan dengan urgensi, tujuan, dan etika
konsumsi. Konsumsi memiliki urgensi yang sangat besar dalam setiap
perekonomian, karena tiada kehidupan bagi manusia tanpa konsumsi.
Oleh sebab itu, sebagian besar konsumsi akan diarahkan kepada
pemenuhan tuntutan konsumsi bagi manusia (Arif, 2006). b) Tujuan Konsumsi Islami
Pencapaian mashlahah merupakan tujuan dari syariat Islam
(Maqashid Syariah) yang tentu saja harus menjadi tujuan dari kegiatan
konsumsi (P3EI UII, 2008, 128).
Dikutip dalam buku Ekonomi Islam oleh P3EI UII (2008, 129)
dalam menjelaskan konsumsi, kita mengasumsikan bahwa konsumen
cenderung untuk memilih barang dan jasa yang memberikan
mashlahah maksimum. Hal ini sesuai dengan rasionalitas Islami
bahwa setiap pelaku ekonomi selalu ingin meningkatkan mashlahah
yang diperolehnya. Keyakinan bahwa ada kehidupan dan pembalasan
sempurna akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kegiatan
konsumsi.
Kandungan mashlahah terdiri dari manfaat dan berkah. Demikian
pula dalam hal perilaku konsumsi, seorang konsumen akan
mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari kegiatan
konsumsinya (P3EI UII, 2008). c) Etika Konsumsi Islami
Menurut Islam, anugerah-anugerah Allah itu milik semua manusia
dan suasana yang menyebabkan sebagian diantara anugerah-anugerah
itu berada di tangan orang-orang tertentu. Namun, bukan berarti
mereka dapat memanfaatkannya.
2) Prinsip-prinsip Dasar dalam Konsumsi Menurut Islam
Konsumsi Islam senantiasa memerhatikan halal-haram, komitmen dan
konsekuen dengan kaidah-kaidah dalam hukum-hukum syariat yang
mengatur konsumsi agar mencapai kemanfaatan konsumsi seoptimal
mungkin dan mencegah penyelewengan dari jalan kebenaran dan dampak
mudharat baik bagi dirinya maupun orang lain. Adapun kaidah/prinsip
konsumsi Islami menurut Al-Haritsi (2006):
a) Prinsip Syariah, yaitu menyangkut dasar syariat yang harus
terpenuhi dalam melakukan konsumsi dimana terdiri dari :
Prinsip aqidah, yaitu hakikat konsumsi adalah sebagai sarana
untuk ketaatan / beribadah sebagai perwujudan keyakinan
manusia sebagai makhluk yang mendapatkan beban khalifah
dan amanah dibumi yang nantinya diminta pertanggung
jawaban oleh penciptanya.
Prinsip ilmu, yaitu seseorang ketika akan mengkonsumsi harus
hukum-hukum yang berkaitan dengannya apakah merupakan sesuatu
yang halal atau haram, baik ditinjau dari prosesnya maupun
tujuannya
Prinsip amaliyah, sebagai konsekuensi aqidah dan ilmu yang
telah diketahui tentagn konsumsi islami tersebut. Seseorang
ketika sudah beraqidah yang lurus dan berilmu, maka dia akan
mengkonsumsi hanya yang halal atau subhat
b) Prinsip kuantitas, yaitu sesuai dengan batas-batas kuantitas yang
telah diketahui, dijelaskan dalam syariat Islam, diantaranya:
Konsumsi secukupnya, tidak pelit namun juga tidak
bermewah-mewahan
Sesuai antara pemasukan dan pengeluaran, artinya dalam
mengkonsumsi harus disesuaikan dengan kemampuan yang
dimilikinya, bukan besar pasak daripada tiang
Menabung dan investasi, artinya tidak semua kekayaan
digunakan untuk konsumsi namun juga disimpan untuk
kepentingan pengembangan kekayaan itu sendiri
c) Prinsip prioritas, dimana memperhatikan urutan kepentingan yang
harus diprioritaskan agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu:
Primer, yaitu konsumsi dasar yang harus terpenuhi agar
manusia dapat hidup dan menegakkan kamaslahatan dirinya
dunia dan agamanya
Sekunder, yaitu konsumsi untuk menambah / meningkatkan
tingkat kualitas hidup yang lebih baik
Tertier, yaitu untuk memenuhi konsumsi manusia yang jauh
d) Prinsip sosial, yaitu memerhatikan lingkungan sosial disekitarnya
sehingga tercipta keharmonisan hidup dalam masyarakat,
diantaranya:
Kepentingan umat, yaitu saling menanggung dan menolong
Keteladanan, yaitu memberikan contoh yang baik dalam
konsumsi
Tidak membahayakan orang lain, yaitu dalam mengkonsumsi
justru tidak merugikan dan memberikan mudharat ke orang lain e) Kaidah lingkungan, yaitu dalam mengkonsumsi harus sesuai
dengan kondisi potensi daya dukung sumber daya alam dan
berkelanjutan atau tidak merusak lingkungan
f) Tidak meniru atau mengikuti perbuatan konsumsi yang tidak
mencerminkan etika konsumsi Islami.
Monzer Kahf (1995) mengembangkan pemikiran tentang konsumsi
dengan memperkenalkan final spending (FS) sebagai variabel standar
dalam melihat kepuasan maksimum yang diperoleh konsumen muslim.
Kahf membagi konsumsi dengan dua kategori, yaitu konsumsi dunia
dan konsumsi akhirat. Salah satunya dengan melihat adanya asumsi
bahwa secara khusus zakat dipandang sebagai sebuah bagian dari
struktur sosio-ekonomi. Kahf berasumsi bahwa zakat suatu keharusan
bagi muzakki. Oleh karena itu, meskipun zakat merupakan spending
yang memberikan keuntungan, namun karena dari sifat zakat yang
tetap, maka diasumsikan diluar final spending.
Monzer Kahf (1995) menyebutkan bahwa dengan adanya zakat,
maka hasrat konsumsi rata-rata dan hasrat marjinal dalam jangka
pendek akan menurun. Akan tetapi penurunan ini lebih kecil di
punya tindakan fiskal yang sama, tetapi dalam jangka panjang tingkat
konsumsi masyarakat akan mengalami peningkatan, ini disebabkan
oleh :
a. Taraf hidup masyarakat zakat akan meningkat. Penurunan
konsumsi tersebut karena permintaan akan barang-barang mewah
akan menurun
b. Permintaan akan barang-barang pokok dari masyarakat tersebut
akan meningkat seiring meningkatnya taraf hidup masyarakat yang
menerima zakat.
Persamaan sederhana final spending terhadap pendapatan muzakki
menjadi :
Y = FS + S dimana FS = Cd + Czis Di mana :
Y = Pendapatan Muzakki FS = Final Spending
S = Tabungan Cd = Konsumsi untuk Dunia
Czis = Konsumsi untuk Zakat, Infaq, Sedekah
Selanjutnya, dari semua teori yang telah dipaparkan, kunci dari suatu
kesuksesan atau kunci utama dalam menghadirkan rezeki-rezeki itu adalah
bekerja keras atau usaha yang tekun dan diiringi dengan do’a serta selalu
bertawakal dan berserah diri dengan apa yang akan terjadi kedepannya.
Dan semua itu harus didasari dengan menafkahkan diri di jalan Alah,
karena bahwasanya siapa saja yang bertakwa kepada Allah SWT, maka
iadalam kondisi sedang dan akan diberi jalan keluar oleh Allah SWT.
Seperti yang telah digariskan Allah SWT dalam Al-Qur’an dalam
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.Allah
melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki.Dan
Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Dan selanjutnya dijelaskan lebih jauh dalam QS ath-Thalaaq ayat 3 :
Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan
urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah
mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.
4. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian terdahulu digunakan untuk membantu mendapatkan
gambaran dalam menyusun mengenai penelitian ini. Adapun tulisan terdahulu
yang telah membahas sekitar topik ini dapat disebutkan sebagai berikut : a. Al Arif, M Nur Rianto. Efek Multiplier Zakat Terhadap Pendapatan Di
Provinsi DKI Jakarta. Jurnal. Fakultas Syariah dan Hukum. Jakarta:
2009, Vol. 1, No. 1
Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis pengaruh multiplier zakat
terhadap pendapatan di DKI Jakarta, studi kasus pada Badan Amil Zakat,
Infak, dan Shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta. Penelitian ini didasarkan
Allah tentang instrumen zakat sebagai salah satu instrumen dalam Islam
sebagai alat pengentasan kemiskinan ternyata mempunyai efek multiplier
terhadap pendapatan. Dengan menggunakan metode analisis Least Square,
data dibandingkan dengan perekonomian tanpa zakat-pendapatan. Hasil
penelitian ini menunjukkan 2,522 efek multiplier zakat-pendapatan dan
3,561 efek multiplier dari pendapatan ekonomi tanpa zakat-pendapatan.
Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan zakat di BAZIS DKI Jakarta
masih belum dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
ekonomi. Namun dari sini terlihat pula fakta yang menyatakan
faktor-faktor kemungkinan mengapa zakat yang dikumpulkan oleh BAZIS DKI
Jakarta belum memberikan hasil yang signifikan kepada pendapatan di
DKI Jakarta, seperti pengumpulan dari BAZIS masih jauh relasinya
dibandingkan dengan potensinya, penggunaan dana zakat yang belum
tepat sasaran, dan masih banyak lagi.
b. Aziz dan Mahmud dan Karim. The Nature of Infaq and its Effects on
Distribution of Weal. KASBIT Business Journal: Muenchen, 2008
Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis peran infaq khususnya
sebagai alat distribusi pendapatan yang merata di masyarakat Islam. Pada
dasarnya infaq adalah salah satu hal dasar Qur’an, yang digunakan dalam
Qur’an hampir di enam puluh tempat. Pada dasarnya untuk konsumsi di
jalan Allah memiliki arti penting dalam prinsip-prinsip ekonomi syariah,
dengan mengacu pada redistribusi kekayaan dan penghapusan kemiskinan. Berdasarkan hasil analisa penulis, infaq adalah perintah Qur’an yang
penting, yang diberikan kepada seluruh umat manusia, khususnya untuk
penghasilan dan kekayaan, di luar syarat-syarat. Dengan melakukan infaq,
seseorang tidak kehilangan penghasilan dan kekayaannya, karena Allah
telah memberikan jaminan, setidaknya beberapa akan dikembalikan
kepadanya, mungkin dua kali atau mungkin 700 kali. Allah telah
memberikan manfaat dari apa yang telah dilakukan.
c. Santika, Yusrini. Analisis Potensi Zakat dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Muzaki Membayar Zakat di Kota Bogor. Skripsi.
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor: Bogor,
2015
Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis potensi zakat dan
faktor-faktor yang memengaruhi muzaki membayar zakat di Kota Bogor, serta
mengidentifikasi alasan muzaki dalam memilih tempat berzakat. Analisis
potensi zakat menggunakan pendekatan 3 sektor yaitu zakat dari rumah
tangga, perusahaan (BUMD dan industri swasta) dan tabungan,
sedangkan metode yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi muzaki membayar zakat adalah analisis factor.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi zakat Kota Bogor tahun
2015 mencapai Rp 462.402.202.437, sedangkan hasil analisis faktor
diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi muzaki dalam
membayar zakat di Kota Bogor yaitu faktor organisasi, kepedulian
sosial, pemahaman zakat, balasan dan keimanan. Alasan muzakki
memilih berzakat di organisasi formal seperti BAZNAS atau UPZ dan
LAZNAS adalah faktor transparansi sedangkan alasan muzaki yang
d. Yohani dan Yususf. Pengaruh zakat, Infaq dan Shadaqah terhadap
Laba pada Perbankan Syariah Indonesia. Jurnal. STIE
Muhammadiyah Pekalongan. Majalah Neraca Publisher :
Pekalongan, 2014, vol. 10, No. 2
Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan bukti empiris tentang
dampak Zakat, Infaq dan Shodaqoh pada profitabilitas Perbankan
Syariah di Indonesia. Sampel diambil dengan metode Purposive
Sampling. Sampel dari penelitian ini adalah Perbankan Syariah di
Indonesia selama periode Desember 2010 – Juni 2014. Data yang
dikumpulkan melalui metode observasi data sekunder. Metode analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier sederhana.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Zakat, Infaq dan Shadaqah
(ZIS) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas
Perbankan Syariah. Jumlah R2 dalam penelitian ini adalah 0,204.
Telah dilakukan beberapa penelitian terkait pengaruh zakat dan infaq
seperti pengaruhnya terhadap pengurangan kemiskinan dan penelitian
mengenai pengaruh zakat dan infaq terhadap laba perbankan syariah
yang hasilnya signifikan dengan yang dimaksud oleh peneliti yaitu
bahwa adanya pengaruh zakat dan infaq terhadap pendapatan atau laba,
namun masih sedikit yang melakukan penelitian terhadap pengaruhnya
terhadap pendapatan Muzakki. Peneliti ingin mencoba melihat apakah
ada pengaruh antara zakat dan infak terhadap pendapatan Muzakki
menambahkan berkah kepada siapapun yang mengeluarkannya sesuai
dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
5. Kerangka Pemikiran
Dalam kerangka pikir ini menunjukkan model-model atau gambaran dan
variabel utama yang menjadi permasalahan penelitian dan menjelaskan
adanya hubungan antara variabel satu dengan yang lain.
Gambar 1.1 Kerangka Penelitian
6.
HipotesisHipotesis menurut Sugiyono (2009: 96) merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran teoritis yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis penelitian sebagai berikut:
H0: Tidak Terdapat pengaruh signifikan antara variabel Zakat terhadap Pendapatan Muzakki.
H1: Terdapat pengaruh signifikan antara variabel Zakat terhadap Pendapatan Muzakki.
H0: Tidak Terdapat pengaruh signifikan antara variabel Infaq terhadap Pendapatan Muzakki.
H1: Terdapat pengaruh signifikan antara variabel Infaq terhadap Pendapatan Muzakki.
H0: Tidak Terdapat pengaruh signifikan antara variabel Zakat dan
Infaq terhadap Pendapatan Muzakki secara simultan.
BAB III
Metode Penelitian
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini terdapat dua fungsi variabel, yaitu variabel terikat dan variabel
bebas. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau dijelaskan oleh
variabel bebas, sedangkan variabel bebas adalah variabel yang dapat
mempengaruhi variabel lain. Dengan demikian dalam penelitian ini, variabel
terikatnya adalah pendapatan Muzakki. Variabel bebasnya adalah Zakat dan Infaq. Dalam penelitian ini, operasional variabel penelitian dan pengukuran variabel dapat dilihat dari Tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1 : Operasional Variabel
Variabel Definisi Operasional Indikator Ukuran
Zakat (X1)
Zakat adalah sejumlah harta tertentu yang harus diberikan kepada kelompok tertentu dengan berbagai syarat
Infaq sebagai kedermawanan
dari seseorang untuk
menafkahkan sebagian
(Yusuf Qardawi, 2004) skala likert
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cinere, Kota Depok, Jawa Barat.
Pemilihan lokasi ini sengaja dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria sampel
yaitu Muzakki yang membayar zakat kurun waktu 5 tahun terakhir dimana
peneliti dapat memenuhi kriteria sampel dengan Muzakki yang berdomisili di
Kecamatan Cinere. Pengambilan data dilakukan selama bulan Januari 2017 dan
tahap akhir proses pengolahan data dilakukan di akhir bulan Januari 2017.
C. Metode Penentuan Sampel
Jumlah Populasi Muzakki di Kecamatan Cinere berjumlah 7.358 jiwa
berdasarkan data yang diambil dari Kecamatan Cinere berupa salinan buku pada
tahun 2014. Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 2200
orang yang merupakan masyarakat yang berdomisili di Kecamatan Cinere.
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Slovin. Salah satu metode yang
digunakan untuk menentukan jumlah sampel adalah rumus Slovin (Sevilla et. al,
1960:182), maka jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 200 jiwa.
Penarikan sampel ini dilakukan dengan menggunakan metode probability
sampling, dengan teknik stratified random sampling, yaitu bila populasi
mempunyai unsur yang tidak homogen dan berstrata (Sugiyono, 2001). Dalam hal
ini, masyarakat yang menjadi sampel penelitian adalah masyarakat yang
membayar zakat 5 tahun terakhir secara kontinuitas.
D. Jenis dan Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah dengan menggunakan data primer. Data
primer diperoleh melalui survey atau kuesioner langsung kepada responden
kelamin, jenis pekerjaan, pendidikan dan pendapatan perbulan, adapun data
sekunder diperoleh dari berbagai sumber yang relevan, diantaranya buku
referensi, laporan data kependudukan Kecamatan Cinere, Kota Depok, Jawa Barat
dan data dari instansi terkait.
E. Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan alat analisis regresi
linear berganda dengan menggunakan metode estimasi kuadrat terkecil atau
Ordinary Least Square (OLS). (Imam Ghazali, 2006) Analisis regresi bertujuan
untuk menghitung besarnya pengaruh dua variabel atau lebih variabel bebas
terhadap satu variabel terikat dan memprediksi variabel terikat dengan
menggunakan dua atau lebih variabel bebas. Analisis ini digunakan untuk menguji
pengaruh antara Zakat dan Infaq terhadap Pendapatan Muzakki.
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Masyarakat Kecamatan Cinere
Berdasarkan data statistika Kecamatan Cinere tahun 2014, jumlah penduduk
114.320 jiwa terdiri atas 58.456 jiwa penduduk laki-laki dan 55.854 jiwa
penduduk perempuan. Adapun jumlah penduduk menurut kelompok umur dan
27%
15% 20%
17%
10% 6% 4%
Kelompok Umur
0-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 >70
Grafik 4.1 : Kelompok Umur
Sumber : Kecamatan Cinere
Berdasarkan Grafik 4.1 dapat dilihat bahwa Masyarakat Kecamatan Cinere
didominasi oleh penduduk usia 0-19 tahun yaitu sebesar 28% lalu usia produktif
yaitu 30-39 tahun sebesar 20% dan umur 20-29 tahun sebesar 15%. Selanjutnya
pada usia 40-49 tahun sebesar 17%, pada usia 50-59 tahun sebesar 6% dan pada
masyarakat lanjut usia dengan jumlah yang paling sedikit yaitu di atas 70 tahun
20%
Kecamatan Cinere memiliki jenis pekerjaan atau mata pencaharian yang
berbeda-beda dan sangat menentukan jumlah potensi zakat yang ada di Kecamatan Cinere.
Adapun jumlah penduduk menurut jenis pekerjaan atau mata pencaharian adalah
sebagai berikut :
Grafik 4.2 : Mata Pencaharian
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa penduduk di Kecamatan Cinere
mayoritas memiliki pekerjaan sebagai karyawan yaitu sebesar 34% dari total
keseluruhan jumlah penduduk. Selanjutnya adalah para pelajar dengan presentase
yang cukup besar yaitu sebesar 26% dan yang belum bekerja memiliki presentase
yang tinggi yaitu sebesar 20% dari total jumlah penduduk. Selanjutnya ada
wiraswasta dengan presentase 9%, buruh dan PNS/TNI/POLRI dengan presentase
yang sama yaitu sebesar 3%. Pensiunan dan Ibu Rumah Tangga dengan presentase
2% lalu informal dengan presentase 1%. Petani atau peternak dan Pejabat Tinggi
Negara yang jumlahnya tidak mencapai 1%.
B. Analisis dan Pembahasan 1. Karakteristik Responden
a. Usia
Berdasarkan kategori usia, responden yang dibagi menjadi beberapa
kelompok. Responden yang paling sedikit berusia >40 tahun berjumlah
29% karena ada beberapa orang yang sudah pensiun dan sudah tidak usia
produktif. Kemudian responden dengan rentang usia 20-30 tahun memiliki
presentase yang paling besar yaitu 37% dikarenakan pada usia ini,
responden merupakan usia produktif dan kebanyakan memiliki
penghasilan tambahan. Responden pada rentan usia 30-40 tahun sebesar
34% , masih tergolong besar karena pada usia tersebut rata-rata
masyarakat masih produktif dan memiliki pekerjaan yang relatif tetap.
Grafik 4.3 : Usia Responden
37%
35% 29%
Usia
b. Jenis Kelamin
Klasifikasi responden yang diperoleh berdasarkan jenis kelamin
adalah mayoritas laki-laki dengan presentase sebesar 71% dan
perempuan sebesar 29%. Hal ini dikarenakan sudah menjadi kewajiban
bagi laki-laki untuk mencari nafkah dan perempuan yang menjadi
responden adalah mereka yang memiliki penghasilan sendiri dan
mengelola keuangan keluarga.
30%
71%
Jenis Kelamin
Wanita Laki-laki
Grafik 4.4 : Jenis Kelamin Responden
c. Pekerjaan
Berdasarkan Grafik 4.5 bahwa pekerjaan responden sangat
menentukan keputusan responden dalam berzakat. Melalui survey
lapangan didapatkan beragam jenis pekerjaan. Responden yang bekerja
menjadi pegawai swasta mendominasi dengan presentase sebesar 67%
memiliki pekerjaan sebagai PNS sebesar 6%, pensiun sebesar 3% dan
pekerjaan lainnya sebesar 11%.
Grafik 4.5 : Pekerjaan Responden
67% 13%
6% 4% 11%
Pekerjaan
Swasta Wiraswasta PNS Pensiun Lain-lain
d. Pendidikan
Pada survey lapangan menggambarkan bahwa masyarakat dengan
pendidikan yang tinggi lebih memiliki pengetahuan dan kesadaran
untuk membayar zakat dan infaq yang lebih tinggi. Berdasarkan Grafik
4.6 dapat dilihat bahwa kebanyakan dari responden tamat dari
perguruan tinggi. Lebih dari setengah responden adalah responden
dengan pendidikan terakhir pada jenjang S1 yaitu sebesar 53%.
Selanjutnya adalah responden dengan jenjang S2 sebanyak 3% lalu
pada jenjang S3 kurang dari 1%. Sedangkan responden terbanyak
berikutnya adalah dengan jenjang SMA/D2/D3 sebanyak 42% dan
53%
4% 1% 42%
2%
Pendidikan
S1 S2 S3
SMA/D2/D3 SMP
Grafik 4.6 : Pendidikan
e. Pendapatan
Berdasarkan Grafik 4.7 dapat dilihat bahwa mayoritas responden
adalah yang telah memiliki pendapatan lebih dari Rp
3.500.000,-dengan presentase sebesar 80% dan responden yang belum memiliki
pendapatan Rp 3.500.000,- atau kurang dari Rp 3.500.000,- memiliki
presentase yang lebih sedikit yaitu sebesar 20%.
Grafik 4.7 : Pendapatan
20%
80%
Pendapatan
a.
Statistik Deskriptif Variabel PenelitianStatistik deskriptif menggambarkan variabel awal penelitian dan
digunakan untuk mengetahui karakteristik dari sampel yang digunakan
dalam penelitian. Tabel 4.1 menjelaskan bahwa seluruh responden
sebanyak 200 orang. Dapat dilihat bahwa besar mean adalah 18.3100
dengan standar deviasi sebesar 1.29218 dan minimum 14.2983 dan
maximum 19.8041.
Tabel 4.1 : Residuals Statistics
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 14.2983 19.8041 18.3100 1.29218 200 Std. Predicted Value -3.105 1.156 .000 1.000 200
Standard Error of Predicted
Value .076 .271 .123 .039 200
Adjusted Predicted Value 14.2371 19.8259 18.3101 1.29282 200
Residual -3.94660 3.25365 .00000 1.04786 200 Std. Residual -3.747 3.089 .000 .995 200
Stud. Residual -3.791 3.121 .000 1.004 200
Deleted Residual -4.03983 3.31971 -.00007 1.06688 200
Stud. Deleted Residual -3.928 3.193 -.001 1.014 200 Mahal. Distance .039 12.156 1.990 2.192 200
Cook's Distance .000 .113 .006 .016 200
Centered Leverage Value .000 .061 .010 .011 200
a. Dependent Variable: Pendapatan
Uji validitas merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengukur
valid atau tidaknya variabel pertanyaan penelitian yang diteliti. Jumlah
responden dalam uji validitas ini adalah 200 responden dengan 18 variabel
pertanyaan. Pengujian validitas kuesioner pada penelitian ini
menggunakan software SPSS 22 dengan metode Korelasi Pearson, yaitu
dengan cara mengkorelasikan skor variabel dengan skor totalnya. Hasil uji
validitas dapat dilihat pada Lampiran 2.
c.
Uji ReabilitasUji reabilitas adalah kelanjutan dari uji validitas dimana variabel yang
masuk pengujian adalah variabel yang valid saja yaitu tanpa melihat
variabel pertanyaan I3 dan P3 dengan total variabel valid 18 variabel
pertanyaan. Menguji reabilitas pada kuesioner penelitian ini menggunakan
SPSS 22 dengan metode Cronbach’s Alfa.
Tabel 4.2 : Case Processing Summary
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 200 100.0
Excludeda 0 .0
Total 200 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Dapat dilihat pada Tabel 4.2 bahwa setiap butir jawaban dari
responden adalah jawaban yang valid dengan total responden 200 dengan
presentase 100%. Reabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik, dan lebih
2014). Berdasarkan Tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa dengan
Cronbach’s Alpha sebesar 0.905 dari total 18 butir pertanyaan dapat
dinyatakan reabilitas baik yaitu Cronbach’s Alpha lebih dari 0,8.
Tabel 4.3 : Reability Statistics
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.905 18
d.
Uji MultikolinearitasAsumsi Multikolinearitas ini adalah asumsi yang menunjukkan adanya
hubungan linear yang kuat di antara beberapa variabel prediktor dalam
suatu model. Pengujian dengan menghitung nilai VIF untuk semua
variabel independen beberapa buku yang mengatakan bahwa VIF < 5 atau
kurang dari 10 (Supriyadi, 2004, hal. 83). Dapat dilihat pada hasil analisis
menggunakan SPSS 22 pada Tabel 4.4 bahwa nilai VIF sebesar 1.928
yang artinya tidak terdapat masalah multikolinearitas. Uji Klein, yaitu
dengan membandingkan antara R2 atau nilai 1-TOL(tolerance) dengan R2
yang lebih kecil tidak terdapat multikolinearity (Supriyadi, 2014, hal. 83).
Dapat dilihat pada Tabel 4.5 bahwa nilai dari R2 adalah 0.603 masih lebih
besar dari 1-Tol yaitu sebesar 0.481 dengan itu dinyatakan tidak terdapat
multikolinearitas. Untuk tabel yang lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran
3.
Tabel 4.4 : Coefficientsa
Model 1 (Constant) .943 1.079 .874 .383 -1.184 3.071
Zakat .152 .032 .299 4.791 .000 .090 .215 .673 .323 .215 .519 1.928 Infaq .562 .065 .539 8.653 .000 .434 .690 .746 .525 .388 .519 1.928 a. Dependent Variable: Pendapatan
e.
Uji R2 (Koefisien Determinasi) dan AutokorelasiBerdasarkan data yang diolah menggunakan software SPSS 22 dengan
menggunakan Model Summary dapat dilihat pada Tabel 4.5 bahwa R
Square bernilai 0.603 menjelaskan bahwa 60.3% variabel bebas mampu
menjelaskan variabel terikat, dan sisanya 39.7% dijelaskan oleh variabel
lain diluar model.
1 .777a .603 .599 1.05316 .603 149.788 2 197 .000 1.935
a. Predictors: (Constant), Infaq, Zakat
b. Dependent Variable: Pendapatan
Tabel 4.5 : Model Summaryb
Uji Autokorelasi dari sebuah model dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Durbin Watson. Dalam pengujian yang
menggunakan jumlah observasi sebanyak 200(n-60) dan jumlah variabel
independen sebanyak 2 (k – 2) serta dengan taraf signifikansi 0,05 (α –
0,05), maka diperoleh dL 1.75844 dan dU 1.77852 . Dari hasil pengolahan
sebesar 1.935. Nilai dw yang dihasilkan adalah 1.935 > 1.767263 maka
tidak terdapat autokerelasi positif.
f.
Uji HeteroskedastisitasUji heteroskedasitas dilakukan untuk mengetahui apakah varian dari
error konstan atau tidak. Dapat dilihat dari grafik residual dalam Grafik
4.8 bahwa model regresi pada grafik tidak memiliki pola tertentu yang
artinya tidak terdapat masalah heteroskedastisitas. Untuk melihat grafik
yang lebih jelas terdapat dalam Lampiran 3.
Grafik 4.8 : Standar Residual
g.
Hasil Uji fBerdasarkan yang dikutip oleh Hidayat Huang bahwa Uji Anova
adalah bentuk dari analisis statistik yang banyak digunakan dalam
penelitian eksperimen yang dikembangkan oleh R.A Fisher. Uji anova juga
adalah bentuk uji hipotesis statistik dimana kesimpulan diambil
dari populasi yang sama sehingga memiliki ekspektasi mean dan varians
yang sama. Berdasarkan Tabel 4.6 analisis menggunakan software SPSS
22 dengan menggunakan metode ANOVA didapatkan hasil pada kolom
Sig. bernilai 0,00. Berdasarkan hasil ini maka dapat diinterpretasikan
tingkat kesalahan 0% yang kurang dari 10%, ini artinya semua variabel
bebas yaitu Zakat dan Infaq berpengaruh terhadap variabel terikat yaitu
Pendapatan yakni H0 ditolak atau terdapatnya pengaruh yang signifikan
antara Zakat dan Infaq terhadap Pendapatan secara bersama-sama. Tabel 4.6 : Anova
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 332.277 2 166.138 149.788 .000b
Residual 218.503 197 1.109
Total 550.780 199
a. Dependent Variable: Pendapatan b. Predictors: (Constant), Infaq, Zakat
Adanya pengaruh zakat dan infaq terhadap pendapatan secara
bersama-sama menunjukkan bahwa membayar zakat sekaligus
memberikan infaq tidak akan mengurangi pendapatan seorang muzakki.
Berdasarkan fakta di lapangan bahwa kebanyakan muzakki memberikan
pernyataan ada pendapatan tambahan yang diterima muzakki ketika
membayar zakat dan memberikan infaq. Ketika seorang muzakki
membayarkan zakat dan menginfaqkan hartanya di jalan Allah kepada
orang yang membutuhkan atau mustahik, secara teori ekonomi umum
hartanya akan berkurang, namun menurut teori ekonomi Islam