• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN

A. Kerangka Teoretis

Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat yang memberikan penjelasan tentang konsep-konsep yang akan diteliti. Arikunto (2007:127) mengatakan bahwa “Kerangka teori merupakan wadah untuk menerangkan variabel atau pokok masalah yang terkandung dalam penelitian”.

Penelitian yang membahas suatu permasalahan haruslah didukung teori- teori dari pemikiran para ahli. Selain itu, penggunaan teori dalam sebuah penelitian juga mempunyai dasar yang kuat dalam memperoleh suatu kebenaran.

Mengingat pentingnya teori, maka dalam uraian ini penulis akan memberikan uraian dari variabel yang akan diteliti.

1. Kesalahan Berbahasa

a. Pengertian Kesalahan Berbahasa

Keterampilan berbahasa mengenal adanya keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Seseorang yang melaksanakan aktivitas berbahasa dengan sengaja atau tidak sengaja, pasti membuat kesalahan. Kesalahan biasanya bersifat sistematis dan terjadi secara konsisten, sehingga jika tidak diperbaiki maka kesalahan itu dapat berlangsung lama.

▸ Baca selengkapnya: penjelasan mengenai tujuan suatu rancangan biasanya dijelaskan dalam…

(2)

Pateda (1998:57) menyatakan tiga kategori dasar kesalahan, yaitu:

1. kesalahan presistematik, yakni kesalahan yang muncul ketika si terdidik mencoba mengatasi persoalan penggunaan bahasa

2. kesalahan sistematis, yakni kesalahan yang muncul apabila si terdidik telah memiliki kompetensi bahasa tertentu atau bahasa sasaran

3. kesalahan pascasistematik, yakni kesalahan yang dibuat si terdidik ketika ia mempraktikkan bahasa.

Maka dari itu, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Tarigan (1984:126) bahwa, “Kesalahan adalah penyimpangan dalam pemakaian bahasa disebabkan oleh faktor kompetensi.” Analisis kesalahan berbahasa sangat diperlukan untuk mengetahui betapa bahasa diucapkan, ditulis, disusun, dan berfungsi (Samsuri, 1987:6). Tujuan analisis kesalahan berbahasa yaitu sebagai umpan balik demi kepentingan penyusunan materi pembelajaran bahasa (Parera, 1997:141). Lebih lanjut, Wilkins (dalam Parera, 1997:142) menyatakan bahwa dengan teori analisis kesalahan berbahasa, orang dapat langsung menjelaskan kesalalahan-kesalahan berbahasa siswa dengan lebih memuaskan, lebih langsung, lebih berhasil, dan menghemat waktu.

Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa analisis kesalahan berbahasa berarti kegiatan yang digunakan oleh peneliti untuk mengetahui, mengklasifikasikan, serta mengevaluasi kesalahan dalam berbahasa, supaya terdapat adanya pemahaman yang lebih baik.

(3)

b. Jenis Kesalahan Berbahasa

Kesalahan berbahasa memiliki berbagai jenis sesuai dengan letak dari kesalahan yang terjadi dalam kegiatan berbahasa. Pateda (1998:50) menyebutkan kesalahan berbahasa tersebut di antaranya (1) daerah kesalahan fonologis; (2) daerah kesalahan morfologis; (3) daerah kesalahan sintaksis; dan (4) daerah kesalahan semantis.

Hastuti (1989:73) juga menyebutkan empat jenis kesalahan berbahasa, yaitu (1) kesalahan leksikon; (2) kesalahan sintaksis; (3) kesalahan morfologis;

dan (4) kesalahan ortografi.

Kemudian Tarigan (1984:178) berdasarkan taksonomi linguistik membedakan kesalahan berbahasa atas kesalahan fonologi, kesalahan morfologi, kesalahan sintaksis, dan kesalahan leksikon. Kesalahan fonologi mencakup kesalahan pelafalan dan penulisan fonem, kata baku dan tidak baku. Kesalahan morfologi terdiri dari kesalahan afiks, kesalahan kata ulang, kesalahan kata majemuk, dan kesalahan bentuk kata. Kesalahan sintaksis mencakup kesalahan struktur frasa, klausa, atau kalimat, serta ketidaktepatan pemakaian partikel, sedangkan kesalahan leksikon meliputi kesalahan penggunaan kata yang tidak atau kurang tepat.

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa jenis kesalahan berbahasa terdiri dari kesalahan fonologis, morfologis, sintaksis, semantis, ortografi, dan leksikon. Pada penelitian ini, penulis hanya akan

(4)

memfokuskan pada analisis kesalahan berbahasa pada tataran sintaksis, yang mencakup kesalahan pada frasa dan kalimat.

2. Langkah-langkah Analisis Kesalahan Berbahasa

Ada beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk menganalisis kesalahan berbahasa yang dapat dijadikan dasar untuk melaksanakan penelitian.

Ellis (dalam Tarigan, 1984:63) menyebutkan lima prosedur atau metodologi dalam menganalisis kesalahan, yaitu mengumpulkan sampel kesalahan, mengidentifikasi kesalahan, menjelaskan kesalahan, mengklasifikasi kesalahan, dan mengevaluasi kesalahan.

Sridhar (dalam Tarigan, 1984:62) menyebutkan enam prosedur dalam menganalisis kesalahan, yaitu mengumpulkan data, mengidentifikasi kesalahan, mengklasifikasi kesalahan, menjelaskan frekuensi kesalahan, mengidentifikasi daerah kesulitan/kesalahan, dan mengoreksi kesalahan.

Selanjutnya, Tarigan (1984:64) menyatakan bahwa analisis kesalahan mempunyai langkah-langkah kerja, yaitu:

1) mengumpulkan data kesalahan

2) mengidentifikasi dan mengklasifikasi kesalahan 3) memperingkat kesalahan

4) menjelaskan kesalahan

5) memprakirakan daerah rawan kesalahan

(5)

6) mengoreksi kesalahan

Sejalan dengan itu, Tarigan (1984:63) menyusun langkah-langkah kerja baru analisis kesalahan melalui penyelesaian, pengurutan, dan penggabungan.

Hasil modifikasi tersebut adalah sebagai berikut:

1) mengunpulkan data, berupa kesalahan berbahasa yang dibuat oleh siswa, misalnya hasil ulangan, karangan, dan percetakan

2) mengidentifikasi dan mengklasifikasi kesalahan, mengenali dan memilih kesalahan berdasarkan kategori berbahasa, misalnya kesalahan-kesalahan pelafalan, pembentukan kata, penggabungan kata dan penyusunan kalimat

3) memperingkatkan kesalahan, mengurutkan kesalahan berdasarkan frekuensi dan keseringannya

4) menjelaskan kesalahan, menggambarkan letak kesalahan, penyebab kesalahan, dan memberikan contoh yang benar

5) memperkirakan atau memprediksi daerah atau butir kebahasaan yang rawan, meramalkan tataran bahasa yang dipelajari yang potensial mendatangkan kesalahan

6) mengoreksi kesalahan, memperbaiki dan bisa dapat menghilangkan melalui penyusunan bahan yang tepat, buku pegangan yang baik dan teknik pengajaran serasi.

Apabila memperhatikan beberapa langkah yang sudah disebutkan di atas, tentu analisis kesalahan berbahasa sangat perlu diberlakukan dalam proses

(6)

pembelajaran di sekolah, dengan cara mengetahui letak kesalahan berbahasa pada peserta didik berdasarkan sampel, lalu mengidentifikasi serta menjelaskan kesalahan tersebut, untuk kemudian mengoreksi masing-masing kesalahan tersebut agar peserta didik mendapatkan pemahaman yang baik.

3. Hakikat Sintaksis a. Pengertian Sintaksis

Sintaksis adalah cabang linguistik yang membicarakan hubungan antarkata dalam tuturan (speech). Verhaar (dalam Sari, 2002:15) menyatakan bahwa sintaksis merupakan tata bahasa yang menyelediki semua hubungan antar kata dan antar kelompok kata atau antar frasa dalam satuan dasar sintaksis yaitu kalimat.

Verhaar (dalam Markhamah, 2013:5) juga menyatakan bahwa sintaksis merupakan cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase, berbeda dengan morfologi yang membicarakan seluk beluk kata dan morfem.

Maka, dapat disimpulkan bahwa sintaksis merupakan salah satu cabang ilmu tata bahasa yang di dalamnya terdapat struktur-struktur pembentuk berupa kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.

b. Satuan Sintaksis

(7)

Secara hierarkial, satuan sintaksis dibedakan atas lima macam, yaitu kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana (Chaer, 2015:37).

Wacana Kalimat Klausa

Frasa Kata

Berdasarkan tabel di atas, maka urutannya adalah kata merupakan satuan terkecil yang membentuk frasa. Lalu, frasa membentuk klausa; klausa membentuk kalimat; kalimat membentuk wacana. Jadi, apabila kata merupakan satuan terkecil, maka wacana merupakan satuan terbesar.

1. Kata

Menurut Chaer (2015:37), kata merupakan satuan terbesar dalam tataran morfologi, dan sebagai satuan terkecil dalam sintaksis. Sebagai satuan terkecil dalam morfologi, kata dibentuk dari bentuk dasar melalui proses morfologi afiksasi, reduplikasi, atau komposisi. Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata yang termasuk kelas terbuka (nomina, verba, dan ajektifa) dapat mengisi fungsi- fungsi sintaksis.

2. Frasa

(8)

Frasa merupakan satuan linguistik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih, yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa (Cook dalam Tarigan, 1993:93). Kemudian Rusyana dan Samsuri (dalam Arifin dan Junaiyah, 2008:18), menyatakan bahwa frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikat.

Selain itu, terdapat dua macam sifat frasa, yakni frasa sebagai suatu fungsi dan frasa sebagai suatu bentuk. Sebagai suatu fungsi, frasa adalah satuan sintaksis yang terkecil yang merupakan pemadu kalimat. Sedangkan sebagai suatu bentuk, frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang nonpredikat.

3. Klausa

Klausa dapat diartikan sebagai satuan gramatikal yang terdiri dari subjek dan predikat atau predikat saja tanpa adanya intonasi final (Badu’lu dan Herman, 2005:55). Sebagai unsur kalimat, klausa tidak selalu berdiri sendiri tetapi dapat berkombinasi dengan klausa lain, dengan tataran, fungsi, dan kelas yang sama atau berbeda. Dengan demikian, suatu kalimat dapat memiliki satu klausa atau lebih.

4. Kalimat

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:956), kalimat adalah (1) kesatuan ujar yang mengungkapkan suatu konsep pikiran dan perasaan; (2) perkataan; (3) ling satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa.

Sedangkan menurut Chaer (2009:44), kalimat adalah satuan sintaksis yang

(9)

disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final. Sejalan dengan pendapat Ramlan (2010:20), bahwa yang menentukan satuan kalimat bukan banyaknya kata yang menjadi unsur, melainkan intonasinya.

Kalimat memiliki lima unsur pembentuk. Seperti dikemukakan Finoza (2008:150-155), bahwa unsur kalimat adalah fungsi sintaksis yang dalam buku- buku tata bahasa lama lazim disebut jabatan kata dan kini disebut peran kata, yaitu subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket).

5. Wacana

Sebagai satuan tertinggi dalam hierarki sintaksis, wacana mempunyai

“pengertian” yang lengkap atau utuh, dibangun oleh kalimat atau kalimat-kalimat (Chaer, 2015:46). Sehingga, kalimat yang terbentuk tersebut tentu merupakan bagian dari wacana baik tertulis maupun lisan.

c. Kesalahan Sintaksis

Kesalahan sintaksis adalah kesalahan atau penyimpangan struktur frasa, klausa, atau kalimat, serta ketidaktepatan pemakaian partikel. Analisis kesalahan dalam bidang tata kalimat menyangkut urutan kata, kepaduan, susunan frase, kepaduan kalimat, dan logika kalimat. Dalam berbahasa kita mengucapkan kalimat-kalimat untuk menyampaikan pikiran, perasaan, atau gagasan kita (Markhamah, 2010:143).

(10)

Menurut Setyawati (2013:68), kesalahan berbahasa dalam bidang frasa dapat disebabkan oleh berbagai hal, di antaranya: (a) adanya pengaruh bahasa daerah, (b) penggunaan preposisi yang tidak tepat, (c) kesalahan susunan kata, (d) penggunaan unsur yang berlebihan atau mubazir, (e) penggunaan superlatif yang berlebihan, (f) penjamakan ganda, dan (g) penggunaan bentuk resiprokal yang tidak tepat.

Setyawati (2013:76) juga menyatakan bahwa kesalahan dalam tataran kalimat adalah kesalahan berbahasa yang disebabkan:

a. kalimat tidak bersubjek b. kalimat tidak berpredikat

c. kalimat tidak bersubjek dan tidak berpredikat (kalimat buntung) d. penggandaan subjek

e. antara predikat dan objek yang tersisipi f. kalimat yang tidak logis

g. kalimat yang ambiguitas h. penghilangan konjungsi

i. penggunaan konjungsi yang berlebihan j. urutan yang tidak paralel

Sebab-sebab terjadinya kesalahan sintaksis terbagi menjadi 9 kesalahan di antaranya: (1) kalimat berstruktur tidak baku, (2) kalimat ambigu, (3) kalimat yang tidak jelas, (4) diksi yang tidak tepat dalam membentuk kalimat, (5)

(11)

kontaminasi kalimat, (6) koherensi, (7) penggunaan kata mubazr, (8) kata serapan yang tidak tepat dalam membentuk kalimat, dan (9) logika kalimat.

Berkaitan dengan hal tersebut, Tarigan dan Sulistyaningsih (1979) mengemukakan bahwa kesalahan dalam bidang sintaksis meliputi: kesalahan frasa, kesalahan klausa, dan kesalahan kalimat. Sebab penelitian kali ini hanya akan mengambil dua unsurnya saja yang berupa frasa dan kalimat, maka berikut akan diuraikan rincian dari kesalahan-kesalahan tersebut.

1. Kesalahan bidang frasa

- Penggunaan kata depan tidak tepat.

Beberapa frasa preposisional yang tidak tepat karena menggunakan kata depan yang tidak sesuai. Hal ini pengaruh dari bahasa sastra atau bahasa media masa. Misalnya: di masa seharusnya pada masa itu; di waktu itu seharusnya pada waktu itu; di malam ini seharusnya pada malam ini.

- Penyusunan frasa yang salah struktur.

Sejumlah frasa kerja yang salah karena strukturnya yang tidak tepat karena kata keterangan atau modalitas terdapat sesudah kata kerja. Misalnya:

belajar sudah seharusnya sudah belajar; minum belum seharusnya belum minum.

- Penambahan yang dalam frasa benda (B+S)

Frasa benda yang berstruktur kata benda + kata sifat tidak diantarai kata penghubung yang. Misalnya: petani yang muda seharusnya petani muda;

pedagang yang hebat seharusnya pedagang hebat.

- Penambahan kata dari dalam frasa benda (B+B)

(12)

Frasa benda yang berstruktur kata benda + kata benda tidak diantarai kata penghubung dari karena tanpa kata dari sudah menunjukkan asal.

Misalnya: gadis dari Bali seharusnya gadis Bali; pisang dari Ambon seharusnya pisang ambon.

- Penambahan kata kepunyaan dalam frasa benda (B+Pr)

Frasa benda yang berstruktur kata benda + kata pronomina tidak diantarai kata penghubung milik atau kepunyaan, karena tanpa kata itu sudah menunjukkan kepunyaan posesif. Misalnya: daster kepunyaan ibu seharusnya daster ibu; golok milik Abdullah seharusnya golok Abdullah.

- Penambahan kata untuk dalam frasa kerja (K pasif + K lain)

Frasa kerja yang berstruktur kata kerja pasif + kata kerja aktif tidak diantarai kata seperti untuk supaya makna yang ditunjuk tampak jelas.

Misalnya: diajar untuk membaca seharusnya diajar membaca; dituduh untuk membunuh seharusnya dituduh membunuh.

- Penghilangan kata yang dalam frasa benda (benda + yang + K pasif) Frasa benda yang berstruktur kata benda + kata kerja pasif memerlukan kata yang untuk memperjelas makna frase tersebut. Misalnya: kursi kududuki seharusnya kursi yang kududuki; taman kupelihara seharusnya taman yang kupelihara.

- Penghilangan kata oleh dalam frasa kerja pasif (K pasif + oleh + B) Frasa yang berstruktur dimulai dari kata kerja pasif + kata benda seharusnya tidak dihilangkan kata oleh atau perlu ada kata oleh di antaranya untuk memperjelas makna pasif frase tersebut. Misalnya:

(13)

diminta ibu seharusnya diminta oleh ibu; dinasehati kakak seharusnya dinasehati oleh kakak.

- Penghilangan kata yang dalam frasa sifat (yang + paling + sifat)

Frase sifat yang dimulai kata paling seharusnya diawali kata yang.

Misalnya: paling besar seharusnya yang paling besar; sangat berwibawa seharusnya yang sangat berwibawa.

2. Kesalahan bidang kalimat

- Penyusunan kalimat yang terpengaruh pada struktur bahasa daerah

Berbahasa Indonesia dalam situasi resmi kadang-kadang tidak disadari menerapkan struktur bahasa daerah. Seperti: (a) Amin pergi ke rumahnya Rudy seharusnya Amin pergi ke rumah Rudy (b) Buku ditulis oleh saya seharusnya Buku itu saya tulis (c) Rumah itu dibuat oleh saya seharusnya Rumah itu saya buat.

- Kalimat yang tidak bersubjek karena terdapat preposisi di awal

Ketika menulis atau berbicara dengan orang lain pada situasi resmi, kadang-kadang menggunakan kalimat yang tidak bersubjek karena adanya kata penghubung seperti dalam, pada, untuk, kepada diletakkan di awal kalimat. Dengan demikian, kalimat tersebut menjadi tidak bersubjek.

Misalnya: Dalam pertemuan itu membahas berbagai persoalan. Supaya kalimat itu menjadi bersubjek, seharusnya: Pertemuan itu membahas berbagai persoalan, atau Dalam pertemuan itu dibahas berbagai persoalan.

(14)

- Penggunaan subjek yang berlebihan

Contoh kalimat yang menggunakan dua subjek yang sama misalnya: Ety membeli ikan ketika Ety akan makan malam. Kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi Ety membeli ikan ketika akan makan malam.

- Penggunaan kata penghubung secara ganda pada kalimat majemuk

Dalam kalimat majemuk setara berlawanan, kadang-kadang ada yang menggunakan dua kata penghubung sekaligus. Misalnya: Meskipun sedang sakit kepala, namun Alimuddin tetap pergi ke sekolah.

Seharusnya kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi Meskipun sedang sakit kepala, Alimuddin tetap pergi ke sekolah.

- Penggunaan kalimat yang tidak logis

Misalnya pada kalimat: Buku itu membahas peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar. Kalimat tersebut tidak logis, sehingga perlu diperbaiki menjadi: Dalam buku itu dibahas tentang peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar, atau Dalam buku itu, pengarang membahas peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar.

- Penggunaan kata penghubung berpasangan secara tidak tepat

Kedua kata penghubung berpasangan seharusnya digunakan secara konsisten dalam berbahasa Indonesia. Misalnya: Mereka tidak menulis melainkan sedang melukis seharusnya Mereka tidak menulis tetapi sedang melukis.

- Penyusunan kalimat yang terpengaruh pada struktur bahasa asing

(15)

Kata di mana, yang mana, dengan siapa adalah kata-kata yang lazim digunakan dalam membuat kalimat tanya. kata-kata tersebut bila digunakan di tengah kalimat yang fungsinya bukan menanyakan sesuatu merupakan pengaruh bahasa asing. Misalnya: Rumah di mana dia bermalam dekat dari pasar seharusnya Rumah tempat dia bermalam dekat dari pasar. Kemudian, Kitab yang kami kaji bersama-sama cukup jelas yang mana memberi contoh-contoh dengan jelas pula seharusnya Kitab yang kami kaji bersama-sama cukup jelas karena contoh-contohnya jelas pula.

- Penggunaan kalimat yang tidak padu

Kalimat yang digunakan kadang-kadang kurang padu karena kesalahan struktur kata yang kurang tepat sehingga maknanya agak kabur. Misalnya:

Mereka menyatakan persetujuannya tentang keputusan yang bijaksana itu seharusnya Mereka menyetujui keputusan yang bijaksana itu.

- Penyusunan kalimat yang mubazir

Kalimat yang mubazir biasanya disebabkan penggunaan kata-kata yang berualng secara berlebihan, sedangkan penggunaan dua kata itu relatif sama maknanya. Misalnya: Dalam konsep pendidikan yang disusunnya banyak terdapat berbagai kesalahan seharusnya Dalam konsep pendidikan yang disusunnya terdapat banyak kesalahan.

(16)

4. Kaidah Teks Prosedur Kompleks a. Keterampilan Menulis

Keterampilan menulis merupakan salah satu dari keterampilan berbahasa yang dikuasai seseorang sesudah menguasai keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca (Tarigan, 1986:3). Gie (2002:23) mengatakan “mengarang atau menulis adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan atau menyampaikan melalui bahasa tulisan kepada masyarakat pembaca untuk dipahami.”

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan komunikasi satu arah berupa tulisan yang dibuat oleh seseorang untuk mengungkapkan gagasannya, sehingga pembaca dapat memahaminya.

b. Pengertian Teks Prosedur Kompleks

Teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang (Depdiknas, 2012:1422). Sejalan dengan pendapat Sudaryat (2009:106) yang menyatakan bahwa teks juga disebut dengan wacana tulis yang melibatkan penulis dan pembaca.

Salah satu teks yang dipelajari di kelas X dan akan menjadi fokus penelitian kali ini yaitu teks prosedur kompleks. Prosedur adalah suatu rangkaian langkah-langkah yang saling berhubungan yang merupakan urutan-urutan menurut waktu dan tata cara tertentu untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang dilaksanakan berulang-ulang. Sedangkan kompleks berarti mengandung beberapa unsur yang rumit, sulit, dan saling berhubungan. Kemendikbud (2013:40)

(17)

menyatakan, “Dengan melihat karangan yang terdapat pada setiap langkah, ternyata keterangan seperti itulah yang menjadikan teks prosedur kompleks itu disebut kompleks.” Untuk mencapai suatu tujuan sebaiknya menggunakan langkah-langkah yang berurutan tanpa melangkahi urutan. Selanjutnya, menurut Kosasih (2013:91), “Prosedur kompleks ini sering dibutuhkan dan sangat bermanfaat sebagai panduan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan membaca prosedur kompleks, suatu kegiatan dapat terselesaikan dengan cara yang sistematis dan sesuai aturan.” Sejalan dengan pendapat Priyani (2013:62) yang menyatakan “teks prosedur kompleks adalah teks yang memberikan petunjuk untuk melakukan atau menggunakan sesuatu dengan langkah-langkah yang urut.”

Ada beberapa kaidah yang berlaku pada teks prosedur kompleks menurut Kosasih (2013:66-67), seperti berikut ini.

a. Di dalam teks prosedur kompleks banyak dijumpai kalimat perintah.

Kalimat perintah itu digunakan sebagai anak judul, seperti:

1) Bacalah peluang kerja

2) Carilah informasi sebanyak-banyaknya 3) Jangan mudah tergoda

b. Konsekuensi dari penggunaan kalimat perintah, banyak juga yang menggunakan kalimat imperatif, seperti kata yang menyatakan perintah, keharusan, atau larangan. Contoh: harus, jangan, perlu, tak perlu, carilah, bacalah.

c. Di dalam teks prosedur terdapat kata penghubung yang menyatakan urutan kegiatan, seperti dan, lalu, kemudian, setelah, dan selanjutnya.

(18)

Kata-kata tersebut sering muncul karena konsekuensi dari langkah- langkah penggunaan sesuatu yang bersifat kronologis.

Maka, penulis dapat menarik kesimpulan berdasarkan penjelasan di atas, bahwa teks prosedur kompleks menjabarkan langkah-langkah kegiatan yang berurutan dan sesuai aturan untuk mencapai suatu tujuan, serta di dalamnya menggunakan kalimat yang menyatakan perintah ataupun larangan yang dilanjutkan dengan kata penghubung untuk setiap urutan kegiatannya.

c. Struktur Teks Prosedur Kompleks

Struktur dimaksudkan sebagai cara sesuatu disusun atau dibangun. Sama halnya dengan teks prosedur kompleks, terdapat struktur yang membangun teks tersebut, sebagai berikut.

1. Tujuan yang akan dicapai

Berisi tujuan dari suatu pembuatan teks prosedur kompleks atau hasil akhir yang dicapai (dapat berupa judul)

TUJUAN

Hal yang harus diperhatikan saat ditilang agar tidak

dirugikan.

(19)

2. Langkah-langkah

Berisi langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan.

Langkah-langkah ini merupakan urutan yang biasanya tidak dapat diubah urutannya.

Kemendikbud, 2013:39 LANGKAH-LANGKAH

Pertama, kenali si petugas.

Kedua, pahami kesalahan.

Ketiga, pastikan tuduhan pelanggaran.

Keempat, jangan serahkan

kendaraan atau STNK begitu saja.

Kelima, terima atau tolak tuduhan.

(20)

Contoh lain teks prosedur kompleks, yaitu:

Tujuan:

Hal ini yang harus diperhatikan saat pengurusan SIM C. Dengan memperhatikan hal ini, Anda tidak akan melewatkan langkah-langkah proses pengurusan SIM C.

Langkah-langkah:

Pertama, memenuhi setiap persyaratan administrasi. Kedua, mendaftar ke bagian administrasi. Ketiga, mengikuti ujian praktik, ujian jalan raya, dan ujian tertulis.

d. Ciri-ciri Kebahasaan Teks Prosedur Kompleks

Menurut Kemendikbud (2013:48-52), ciri-ciri kebahasaan teks prosedur kompleks dapat terlihat dalam penggunaan:

1) Kata Penghubung

Kata penghubung disebut juga konjungsi atau kata sambung, yang berarti kata tugas yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat (Hasan Alwi, dkk., 2003:296).

Macam-macam konjungsi:

a. konjungsi waktu: sesudah, setelah, sebelum, lalu, kemudian, setelah itu

(21)

b. konjungsi gabungan: dan, serta, dengan

c. konjungsi pertentangan: tetapi, akan tetapi, namun, melainkan, sedangkan

d. konjungsi pilihan: atau

e. konjungsi penegasan/penguatan: bahkan, apalagi, hanya, lagi pula, itu pun

f. konjungsi pembatasan: kecuali, selain, asal g. konjungsi tujuan: agar, supaya, untuk

h. konjungsi persyaratan: kalau, jika, jikalau, bila, asalkan, bilamana, apabila

i. konjungsi perincian: yaitu, adalah, ialah, antara lain, yakni j. konjungsi penjelasan: bahwa

k. konjungsi sebab akibat: karena, sehingga, sebab, akibat, akibatnya l. konjungsi perbandingan: bagai, seperti, ibarat, serupa

m. konjungsi penyimpulan: oleh sebab itu, oleh karena itu, jadi, dengan demikian.

2) Kata Ganti Benda

Pronomina atau kata ganti benda adalah kata yang dipakai untuk mengganti orang atau benda, seperti aku, engkau, dia. Pronomina terdiri atas empat bagian, yaitu: pronomina persona (kata ganti diri), pronomina demonstratif

(22)

(kata ganti petunjuk), pronomina introgatif (kata ganti tanya), dan pronomina tak tentu.

Contoh: Jika pengendara melakukan pelanggaran, tentu pihak yang berwajib menilangnya

3) Kata Kerja

Kata kerja atau verba adalah suatu jenis kata yang menyatakan suatu perbuatan. Kata kerja dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kata kerja transistif dan kata kerja intransistif. Kata kerja transitif adalah kata kerja yang selalu diikuti oleh unsur subjek. Contoh: membeli, memukul, membunuh. Kata kerja intransitif adalah kata kerja yang tidak memerlukan pelengkap. Contoh: tidur.

4) Menggunakan Kalimat Perintah

Penggunaan kalimat perintah adalah pemakaian kata kerja imperatif, yakni kata yang menyatakan perintah, keharusan, atau larangan.

Seperti: bacalah, carilah, pakailah.

5) Terdapat Bahan atau Materi

Berkaitan mengenai hal apa yang menjadi tujuan atau fokus permasalahan.

(23)

6) Koherensi

Koherensi adalah tersusunnya uraian atau pandangan sehingga bagian- bagiannya berkaitan satu dengan yang lainnya (Depdiknas, 2012:712). Koheren dalam teks prosedur kompleks adalah hubungan antar kalimat yang satu dengan yang lain di dalam teks prosedur tersebut.

7) Ejaan

Ejaan adalah kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb.) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca (Depdiknas, 2012:353). Ejaan yang terdapat dalam teks prosedur kompleks meliputi, 1) penggunaan tanda baca, seperti: titik, koma, tanda seru, dan lain-lain; 2) penulisan huruf kapital atau huruf besar; 3) penggunaan kalimat yang efektif, artinya kalimat yang digunakan harus mudah dipahami oleh pembaca.

e. Contoh Teks Prosedur Kompleks

Cara Pembuatan Paspor

Paspor adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu negara yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku untuk melakukan perjalanan antar negara.

(24)

Berikut langkah-langkah untuk membuat paspor:

1. Datang dahulu ke kantor imigrasi. Bisa datang ke kantor imigrasi yang tertera pada KTP kita atau datang saja ke kantor imigrasi terdekat.

2. Kemudian Anda beli formulir permohonan. Formulir permohonan ada di loket yang sudah disediakan, isi dengan lengkap formulir tersebut sesuai dokumen yang Anda miliki dan bawalah dokumen yang asli.

3. Serahkan formulir yang telah diisi ke loket pendaftaran.

4. Setelah itu ambil tanda terima dan jadwal foto serta pengambilan sidik jari.

Untuk pengambilan sidik jari dan jadwal foto bisa datang pada hari berikutnya jika nomor antrian Anda masih lama.

5. Apabila Anda sudah foto dan mengambil sidik jari, maka Anda akan sampai pada tahap wawancara dengan menunjukkan dokumen asli.

6. Setelah tahap wawancara selesai, langkah selanjutnya adalah membayar buku paspor dan menandatangani buku paspor serta minta informasi kapan jadwal pengambilan paspor yang sudah selesai.

7. Pada saat tanggal yang telah ditentukan, kita dapat datang kembali ke kantor imigrasi untuk mengambil paspor yang telah jadi. Biasanya dalam waktu seminggu, paspor baru Anda sudah selesai dan bisa diambil.

B. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual perlu dijelaskan setelah dikemukakannya landasan teori, guna menunjukkan keterkaitan antar konsep untuk menentukan perencanaan

(25)

yang berhubungan dengan penelitian. Kerangka konseptual juga menjelaskan secara teoretis tentang variabel bebas dengan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah analisis kesalahan berbahasa tataran sintaksis, sedangkan variabel terikatnya adalah teks prosedur kompleks.

Analisis kesalahan adalah suatu prosedur kerja yang biasa digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa, yang meliputi pengambilan sampel, penjelasan kesalahan tersebut, pengklasifikasian kesalahan berdasarkan penyebabnya, serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan kesalahan itu. Sehingga analisis kesalahan berbahasa sangat diperlukan agar peserta didik mendapatkan pemahaman yang baik berdasarkan kesalahan yang kemudian harus dikoreksi.

Sintaksis merupakan cabang linguistik yang membahas gabungan kata menjadi sebuah kalimat yang padu. Satuan sintaksis terdiri atas kata sebagai satuan terkecil, lalu frasa yang kemudian membentuk klausa, selanjutnya membentuk kalimat, dan terakhir wacana sebagai satuan terbesarnya. Fokus penelitian menitikberatkan pada kesalahan penggunaan frasa dan kalimat. Frasa adalah satuan gramatikal di atas kata dan di bawah klausa yang bersifat nonpredikatif. Sedangkan kalimat merupakan gabungan dari beberapa kata ataupun klausa yang memiliki intonasi final dan secara relatif dapat berdiri sendiri.

Teks prosedur kompleks berisi langkah-langkah kegiatan yang tersusun secara urut guna mencapai suatu tujuan. Prosedur kegiatan tersebut umumnya

(26)

banyak menggunakan kalimat perintah, kata kerja, serta kalimat penghubung di dalamnya.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kerangka teoretis dan kerangka konseptual yang sudah dipaparkan di atas, maka penulis akan memberikan pertanyaan penelitian terkait.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang berarti tidak merumuskan hipotesis dalam langkah penelitiannya, sehingga akan dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai pengganti hipotesis. Pertanyaan penelitian merupakan landasan untuk pemecahan masalah penelitian sampai penelitian ini terbukti melalui data yang dikumpulkan. Untuk itu, pertanyaan penelitian tersebut adalah: “Bagaimanakah kesalahan penggunaan sintaksis yang berupa frasa dan kalimat pada penulisan teks prosedur kompleks siswa kelas X SMA Negeri 15 Medan tahun pembelajaran 2016/2017?”

Referensi

Dokumen terkait

Untuk hal itu akan ditampilkan data nilai kapasitansi dan konstanta dielektrik minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan pada saat sebelum digunakan dan

Pengamatan aktifitas siswa dalam kelompok pada siklus I dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 3.. Aktivitas siswa pada saat pembentukan kelompok mendapat kriteria kurang

metode pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis sosiologis. Yaitu dengan pendekatan masalah melalui peraturan dan teori yang ada kemudian

Berdasarkan kendala pada siklus I sampai siklus III solusi yang dilakukan oleh peneliti yaitu: (a) peneliti memberikan soal latihan ke mudian membimbingnya satu per

Oleh karena itu, perlu adanya gagasan dan inovasi sebagai alternatif pemecahan masalah.Dari pemaparan itulah alasan kami mengangkat tema ini ke dalam bentuk Lomba

Rencana Penarikan Dana dan Perkiraan Penerimaan yang tercantum dalam Halaman III DIPA diisi sesuai dengan rencana pelaksanaan kegiatanM. Tanggung jawab terhadap penggunaan anggaran

Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional, yakni untuk mencari hubungan antara kebiasaan merokok, kondisi lingkungan dengan

Dinas Pertanian Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Palembang Tahun 2018-2023 adalah salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Kota Palembang yang mempunyai tugas