BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tahun 2014 merupakan tahun politik bagi Indonesia. Disebut tahun politik antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang melibatkan setidaknya rakyat berusia 17 tahun ke atas dan berujung pada pemilihan anggota legislatif (anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah/Senator dan DPRD) dan kabinet pemerintahan baru (Presiden, Wakil Presiden dan para menteri).
Di tahun 2014 ini Indonesia menggelar pesta demokrasi. Masyarakat Indonesia secara langsung memilih anggota DPR, DPRD, dan DPD untuk periode jabatan 2014 – 2019. Sedangkan di bulan Juli 2014, masyarakat Indonesia memilih Presiden dan Wakil Presiden yang akan menggantikan Presiden dan Wakil Presiden RI saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono.
Berdasarkan data yang dirilis KPU, jumlah total pemilih yang telah terdaftar untuk pemilu tahun 2014 adalah sejumlah 186.612.255 orang penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut 20-30%nya adalah Pemilih Pemula sebagai kelompok muda yang baru pertama kali akan menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu. Pemilih pemula ini terdiri dari mahasiswa dan siswa SMA yang akan menggunakan hak pilihnya di tahun 2014.
Pada Pemilu 2004, jumlah pemilih pemula sekitar 27 juta dari 147 juta pemilih. Pada Pemilu 2009 sekitar 36 juta pemilih pemula dari 171 juta pemilih.
Data BPS 2010: Penduduk usia 15-19 tahun: 20.871.086 orang, usia 20-24 tahun:
19.878.417 orang. Dengan demikian, jumlah pemilih pemula sebanyak 40.749.503 orang. Dalam pemilu, jumlah itu sangat besar dan bisa menentukan kemenangan partai politik atau kandidat tertentu yang berkompetisi dalam pemilihan umum.
Bagi mereka yang berusia 17-21 tahun, memilih dalam Pemilu merupakan pengalaman pertama kali. Ada juga kalangan yang menyebutkan bahwa TNI/Polri yang baru pensiun dan kembali menjadi warga sipil yang memiliki hak memilih, juga dikategorikan sebagai Pemilih Pemula. Ketika menjadi anggota TNI/Polri aktif, mereka tidak punya hak pilih dalam pemilu. Setelah memasuki usia pensiun, barulah mereka memiliki hak memilih dan dipilih dalam pemilu.
Pada dasarnya setiap warga negara memiliki hak politik untuk memilih dalam pemilu. Akan tetapi, hak itu harus diatur dengan cara menetapkan syarat tertentu agar terjadi keteraturan dalam proses politik. Syarat tersebut antara lain merupakan WNI yang berusia minimal 17 tahun, sudah/pernah menikah, tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya, terdaftar sebagai pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), bukan anggota TNI/Polri aktif, tidak sedang dicabut hak pilihnya, khusus untuk Pemilukada, calon pemilih harus berdomisili sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan di daerah yang bersangkutan.Di antara syarat tersebut, yang paling penting mendapat perhatian adalah harus terdaftar sebagai pemilih. Untuk terdaftar sebagai pemilih, Pemilih pemula harus mempunyai KTP. Meskipun sudah memenuhi syarat-syarat untuk menjadi pemilih namun tidak terdaftar sebagai pemilih, Pemilih pemula tidak bisa ikut memilih. Jika tidak terdaftar sebagai pemilih, Pemilih pemula harus melapor pada Petugas Pemungutan Suara memalui RT atau RW tempat tinggal pemilih.
Dalam penghitungan suara pemilu, satu suara saja sangat berarti karena bisa mempengaruhi kemenangan politik. Apalagi suara yang berjumlah jutaan sebagaimana halnya yang dimiliki kalangan Pemilih pemula. Itu sebabnya, dalam setiap pemilu, Pemilih pemula menjadi “rebutan” berbagai kekuatan politik.
Menjelang pemilu, partai politik atau peserta pemilu lainnya, biasanya membuat iklan atau propaganda politik yang menarik para pemilih pemula. Mereka juga membentuk komunitas kalangan muda dengan aneka kegiatan yang menarik anak- anak muda, khususnya pemilih pemula. Tujuannya agar para pemilih pemula tertarik dengan partai atau kandidat tersebut dan memberikan suaranya dalam pemilu untuk mereka sehingga mereka dapat mendulang suara yang signifikan dan meraih kemenangan.
Selain memiliki banyak kelebihan, disisi lainnya pemilih pemula juga memiliki kekurangan. Pemilu mendatang merupakan pengalaman pertama bagi pemilih pemula untuk menggunakan hak pilihnya. Karena belum punya pengalaman memilih dalam pemilu, pada umumnya banyak dari kalangan mereka yang belum mengetahui berbagai hal yang terkait dengan pemilihan umum.
Mereka juga tidak tahu bahwa suaranya sangat berarti bagi proses politik di negaranya. Bahkan tidak jarang mereka enggan berpartisipasi dalam pemilu dan memilih ikut-ikutan tidak mau menggunakan hak pilihnya alias golongan putih (golput).
Temuan Lembaga Peduli Remaja (LPR) Kriya Mandiri Solo yang melakukan jajak pendapat pada Pemilih Pemula di Kota Solo tanggal 19 Februari 2009, menyatakan bahwa potensi golput pemilih pemula di Solo cukup tinggi.
Dari 340 responden yang dipilih secara acak dari sepuluh SMA dan SMK di Solo,
hanya 21,49% saja yang menyatakan siap memberikan suara. Sisanya 60,51%
menyatakan belum yakin apakah akan memilih atau tidak, artinya berpotensi golput, dan 18% dengan tegas menyatakan tidak memilih.Hasil survei juga menunjukkan 67,55% Pemilih Pemula belum mengetahui secara persis tahapan dan sistem pemilu. Tidak hanya itu, sebanyak 76,40% bahkan mengaku tidak tahu jumlah kontestan partai politik. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketertarikan pemilih pemula untuk berpartisipasi pada Pemilu 2009 lalu masih sangat rendah.
Sikap ini terlihat dari 91,01% responden menyatakan tidak bersedia turut serta dalam kegiatan kampanye.
Secara psikologis, Pemilih pemula memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang-orang tua pada umumnya. Pemilih pemula cenderung kritis, mandiri, independen, anti status quo atau tidak puas dengan kemapanan, pro perubahan dan sebagainya. Karakteristrik itu cukup kondusif untuk membangun komunitas pemilih cerdas dalam pemilu yakni pemilih yang memiliki pertimbangan rasional dalam menentukan pilihannya. Misalnya karena integritas tokoh yang dicalonkan partai politik, track record atau program kerja yang ditawarkan. Karena belum punya pengalaman memilih dalam pemilu, pemilih pemula perlu mengetahui dan memahami berbagai hal yang terkait dengan pemilu. Misalnya untuk apa pemilu diselenggarakan, apa saja tahapan pemilu, siapa saja yang boleh ikut serta dalam pemilu, bagaimana tata cara menggunakan hak pilih dalam pemilu dan sebagainya. Pertanyaan itu penting diajukan agar Pemilih Pemula menjadi pemilih cerdas dalam menentukan pilihan politiknya di setiap pemilu. (http://www.antara.net.id/index.php/2014/01/02/pemilih-pemula-
pemilu-2014-potensi-besar-sosialisasi-program-yang-belum-merata/id/,diakses25 Januari 2014 pada pukul 15.00 WIB)
Preferensi atau seleraadalah sebuah konsep, yang umumnya digunakan pada ilmu sosial, juga pada bidang ekonomi. Ini mengasumsikan pilihan realitas atau imajiner antara alternatif-alternatif berdasarkan kesenangan, kepuasan, gratifikasi, pemenuhan, kegunaan yang ada. Lebih luas lagi, bisa dilihat sebagai sumber dari motivasi. Di ilmu kognitif, preferensi individual memungkinkan pemilihan tujuan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Preferensi, diakses pada 26 April 2014 pada pukul 14.30 WIB).
Dalam bukunya Ramlan Surbakti, memahami ilmu politik, beliau menyebutkan bahwa preferensi merupakan aspek kesukaan dengan pelaksanaan politik semisalnya Pemilu. Preferensi politik dapat disimpulkan sebagai sisi seseorang dimana dia memiliki kecenderungan dan kesukaan terhadap suatu pelaksanaan aktivitas politik baik itu berupa pemilu, pengambilan keputusan, berperan aktif dalam pemerintahan dan sebagainya.
Pemilih pemula memiliki antusiasme yang tinggi sementara keputusanpilihan yang belum bulat, sebenarnya menempatkan pemilih pemula sebagaiswing voters yang sesungguhnya.Pilihan politik mereka belum dipengaruhimotivasi ideologis tertentu dan lebih didorong oleh konteks dinamika lingkunganpolitik lokal. Pemilih pemula mudah dipengaruhi kepentingan- kepentingantertentu, terutama oleh orang terdekat seperti anggota keluarga, mulai dariorangtua hingga kerabat dan teman. Selain itu, media massa juga lkutberpengaruh terhadap pilihan pemilih pemula. Hal ini dapat berupa berita
(berusia 17 tahun) mempunyai nilaikebudayaan yang santai, bebas, dan cenderung pada hal-hal yang informal danmencari kesenangan, oleh karena itu semua hal yang kurang menyenangkan akandihindari. Disamping mencari kesenangan, kelompok sebaya adalah palingpenting dalam kehidupan seorang remaja, sehingga bagi seorang remaja.
Pemilih pemula yang berperan penting menentukan arah perubahan kemajuan Indonesia memiliki potensi akan berhasil memenangkan Pemilu 2014.Dengan jumlah perkiraan pemilih pemula yang besar maka jelas akan berpotensi memenangkan Pemilu, sehingga sayang rasanya jika suara dari pemilih pemula ini diabaikan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam Pemilu 2014 dan sepatutnya harus mampu untuk dirangkul agar berpartisipasi memilih dan tidak golput mengingat ini merupakan suatu peluang untuk mencapai kemenangan dalam pemilu ketika suara pemilih pemula dapat dirangkul oleh otoritas politik.
Atas fenomena tersebut saya merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Preferensi politik pemilih pemula pada pemilu legislatif tahun 2014 (Studi pada mahasiswa tingkat I jurusan Ilmu Politik Fisip USU). Disini penulis ingin melihat pada mahasiswa tingkat I jurusan Ilmu Politik karena para mahasiswa Fisip mempunyai fokus yang lebih intensif dalam melihat serta mengkaji kehidupan sosial dan bernegara baik diluar kampus maupun dalam proses pembelajaran di kampus dengan teori-teori yang dipelajari.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menarik suatu rumusan masalah yaitu : Bagaimana Preferensi Pemilih PemulaMahasiswa Tingkat I Jurusan Ilmu Politik Fisip USU pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 ?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana preferensi pemilih pemulamahasiswa tingkat I jurusan ilmu politik Fisip USU pada pemilu legislatif tahun 2014.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang juga melingkupi ilmu pembangunan yang diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran mengenai preferensi politik pemilih pemula pada pemilihan umum.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam membedah persoalan negara dalam pesta demokrasi yang bersinggungan dengan permasalahan pemilih pemula.