• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sehat dengan umur yang panjang adalah harapan bagi setiap orang. Tidak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sehat dengan umur yang panjang adalah harapan bagi setiap orang. Tidak"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan anugerah yang tak ternilai harganya. Hidup sehat dengan umur yang panjang adalah harapan bagi setiap orang. Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang berkehendak untuk sakit. Namun kenyataanya tidak selalu berjalan selaras dengan harapan. Setiap orang yang hidup, pasti pernah sakit, entah itu karena tidak menjaga pola hidup, memiliki daya tahan tubuh yang rendah atau bahkan memang memiliki penyakit bawaan. Sejak zaman dahulu kala, penanganan terhadap penyakit dilakukan oleh dokter atau ahli pengobatan tradisional kepada pasien sehingga menimbulkan sebuah hubungan yang bersifat timbal-balik.

Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi yang semakin canggih, ilmu-ilmu kesehatan dan kedokteran pun semakin berkembang.

Berkembangnya ilmu-ilmu tersbut juga berdampak kepada perkembangan praktik pengobatan sehingga praktik pengobatan dapat dilakukan dengan lebih mudah, cepat, efektif, dan efisien.

Kesehatan juga merupakan hak asasi manusia. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD NRI 1945 yang berbunyi:

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh layanan kesehatan”. Perwujudan hak asasi tersebut dilakukan

(2)

melalui pemberian kemudahan akses kesehatan bagi setiap orang yang membutuhkanya. Secara otomatis, setiap praktik kedokteran menimbulkan hubungan hukum antara pasien dengan dokter yang menanganinya.

Hubungan hukum tersebut terjalin melalui sebuah perjanjian bernama transaksi terapeutik yang artinyaadalah transaksi (perjanjian/verbintenis) untuk mencari/menentukan terapi yang paling tepat bagi pasien oleh dokter.1Layaknya sebuah perjanjian pada umumnya, kesepakatan merupakan dasar utama. Maka dari itu, diperlukan persetujuan dari pasien atas tindakan-tindakan yang akan dilakukan dokter atau yang sering disebut dengan informed consent. Informed consent ini juga merupakan hak asasi manusia yang menyangkut hak untuk menentukan nasib sendiri karena pasien memiliki hak untuk menolak maupun menerima tindakan yang akan dilakukan oleh seorang dokter terhadap dirinya.

Layaknya sebuah perjanjian, dalam transaksi terapeutik, terkadang tidak hanya terjalin satu hubungan hukum secara timbal balik saja, akan tetapi sering dijumpai pihak ketiga yang berperan penting dalam pelaksanaan transaksi terapeutik. Pihak-pihak ketiga ini biasanya dihadirkan dengan tujuan khusus untuk mendonorkan sebagian organ dan/

atau jaringan tubuhnya guna menunjang kelangsungan hidup dari seorang pasien. Salah satu contoh praktik donor yang paling sering dijumpai adalah praktik donor ginjal. Ginjal yang didonorkan kemudian akan ditransplantasikan ke tubuh penerima donor. Praktik transplantasi ginjal

1Hermien Hadiati Koeswadji, “Beberapa Permasalahan Mengenai Kode Etik Kedokteran”, Forum Diskusi IDI. Jawa Timur, 11 Maret 1984

(3)

ini lebih banyak dipilih oleh pasien penderita gagal ginjal karena memiliki manfaat yang lebih banyak dan efek samping yang lebih sedikit daripada cuci darah atau hemodialysis yang harus terus dilakukan seumur hidup oleh penderita gagal ginjal. Hemodialysis yang dilakukan berfungsi untuk menggantikan peran ginjal yang sudah tidak dapat berfungsi dengan baik lagi. Walaupun begitu, hemodialysis akan tetap mematikan sel-sel pada ginjal sehingga tetap akan menurunkan fungsi ginjal dari waktu ke waktu.

Maka dari itu, transplantasi ginjal adalah cara yang paling aman dan efektif yang dapat dilakukan oleh penderita gagal ginjal. Selain itu, transplantasi ginjal memberikan win win solution terhadap pendonor maupun penerima donor, karena pada hakekatnya, seorang manusia tetap bisa bertahan hidup dengan menggunakan satu buah ginjal saja.

Ginjal merupakan organ sangat penting sehingga harus di lindungi dan dijaga secara ekstra hati hati. Ginjal berfungsi untuk membersihkan darah.

Selain itu ginjal juga ditugaskan untuk menjaga jumlah dari mineral yang ada di dalamnya.2Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal adalah salah satu prosedur transplantasi organ yang paling sering dan paling berhasil dilakukan saat ini. Semakin berkembangnya teknologi kedokteran, transplantasi ginjal akhirnya menjadi solusi yang telah menyelamatkan nyawa ribuan penderita penyakit ginjal stadium akhir. Bagi penderita gagal ginjal yang tidak direncanakan untuk menjalani transplantasi ginjal,

2http://www.informasi-pendidikan.com/2015/08/fungsi-ginjal-sebagai-alat-ekskresi.html, diakses pada 5 November 2015 pukul 13.46

(4)

perawatan dialisis (cuci darah) dapat menunjang keberlangsungan hidup mereka.3

Dikarenakan keadaan yang mendesak, transplantasi ginjal lebih sering dipilih oleh penderita gagal ginjal. Pasien yang membutuhkan transplantasi ginjal akan menerima organ baru dari seorang donor. Seorang donor dapat berupa:

1) Donor hidup yang masih berhubungan keluarga (anggota keluarga dan relatif)

2) Donor hidup yang tidak berhubungan keluarga (teman dan orang asing);

3) Donor mati

Donor yang berasal dari relatif berarti donor dari orang yang merupakan sanak saudara di luar keluarga inti. Donor hidup menjalani tes skrining yang teliti, bersamaan dengan penerima. Dokter harus memastikan bahwa mereka masih dapat hidup dengan sehat walaupun hanya memiliki satu ginjal.Sementara itu, penerima donor harus melewati pemeriksaan tipe darah dan jaringan untuk menentukan apakah tubuh mereka memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menolak organ baru. Hal ini juga berarti bahwa jaringan ginjal dan golongan darah penerima organ dan donor harus cocok. Tes kanker juga akan dilaksanakan, dikarenakan pasien akan diberi obat-obatan yang harus diminum dalam jangka

3http://www.medkes.com/2015/01/transplantasi-ginjal-cangkok-ginjal.html, diakses pada 5 November 2015 pukul 14.02

(5)

panjang.4 Selain donor hidup, seorang pasien transplantasi juga dapat menerima donor dari organ tubuh orang yang sudah meninggal dunia atau donor mati. Akan tetapi pemanfaatan ginjal yang berasal dari donor mati belum terfasilitasi di Indonesia.

Di Indonesia, pendonoran ginjal hanya boleh dilakukan secara sukarela tanpa memasang tariff atau harga ginjal sebagai objek jual-beli.

Hal ini berdasarkan Pasal 64 ayat (3) Undang-Undang Kesehatan yang melarang jual-beli organ tubuh. Pendonoran secara sukarela memiliki kemungkinan lebih besar berasal dari keluarga kandung atau keluarga dekat. Akan tetapi, biasanya, pasien tidak menginginkan hal tersebut karena tidak ingin ikut menyulitkan orang-orang terdekat yang mereka sayangi. Sebagai alternatif, pasien gagal ginjal mencari pendonor yang bukan keluarga kandung maupun keluarga dekat mereka atau bahkan donor yang merupakan orang yang sama sekali belum dikenal sebelumnya.

Apabila yang menjadi donor adalah bukan berasal dari keluarga kandung maupun keluarga dekat, rasanya sangat sulit mengharapkan donor secara sukarela, mengingat ginjal merupakan organ tubuh yang tidak dapat diperbaharui kembali seperti darah, sehingga biasanya para donor ini mengharapkan imbalan berupa uang sebagai harga yang patut dibayar atas ginjal yang didonorkan. Di Indonesia sendiri, ginjal belum memiliki tempat penampungan khusus atau Bank Donor bagi orang yang ingin

4https://www.docdoc.com/id/id/info/condition/transplantasi-ginjal, diakses pada 5 November 2015 pukul 14.18

(6)

mendonorkan ginjalnya seperti hal nya Darah dan Mata. Selain itu, belum ada program pemerintah maupun lembaga yang khusus memberikan kepastian hukum bagi orang yang akan mendonorkan ginjalnya dan orang yang sedang membutuhkan donor ginjal. Sehingga,pada praktiknya, banyak orang-orang yang bersedia menjadi pendonor dengan memasang

“tariff” atau “harga jual” daripada ginjal milik mereka. Harganya rata-rata sejumlah ratusan juta rupiah. Bahkan terdapat komunitas-komunitas pendonor ginjal secara online maupun offline yang mewadahi transaksi ini.

Praktik jual-beli ginjal tersebut tentunya akan membawa kearah pembahasan mengenai hukum perjanjian. Jual beli merupakan bagian dari hukum perdata sehingga pelaksanaanya harus disesuaikan dengan ketentuan dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Berbicara tentang perjanjian, berarti mengulas kembali dasar- dasar hukum perdata maupun asas asas perikatan. Dalam melakukan perjanjian, seorang individu dibekali asas kebebasan berkontrak. Namun asas kebabasan berkontrak tidak berarti mutlak memberikan keleluasaan kepada individu untuk mengadakan segala jenis perjanjian tanpa pembatasan-pembatasan.Kebebasan berkontrak ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa. Sehingga para pihak yang membuat persetujuan harus menaati hukum, yang sifatnya memaksa tersebut, misalnya, terhadap

(7)

Pasal 1320.5 Seperti yang telah kita ketahui, Pasal 1320 mengatur mengenai syarat sah perjanjian yaitu sebagai berikut:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian 3. Mengenai suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Poin 1 dan 2 merupakan syarat subjektif sementara poin 3 dan 4 merupakan syarat objektif. Dalam hal syarat objektif, kalau syarat itu tidak terpenuhi, perjanjian itu batal demi hukum. Artinya: Dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan perikatan hukum adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. Dalam Bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang demikian itu null and void. Dalam hal suatu syarat subjektif, jika syarat itu tidak dipenuhi, perjanjianya bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak dapat meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberi sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas.6 Selanjutnya, Pasal 1337 memberikan pembatasan kepada asas ini dengan dalih: “Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh Undang-Undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.” Jika diintepretasikan, maka

5 R. Setiawan, 1977,Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Binacipta, Bandung, hlm. 64

6 Subekti, 2001, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, hlm. 20

(8)

kebebasan berkontrak tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan atau ketertiban umum.

Dalam hal ini kedudukan ginjal adalah sebagai objek perjanjian yang kemudian harus ditinjau terlebih dahulu bagaimanakah kedudukan ginjal dalam Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Ginjal merupakan sebuah organ tubuh yang terletak di bagian rongga perut. Singkatnya, kedudukan ginjal di sini adalah sebagai organ tubuh. Jika ditinjau lebih spesifik, tidak ada permasalahan berarti dalam perjanjian terapeutik transplantasi ginjal, akan tetapi permasalahan justru terletak pada persoalan pendahuluan nya yaitu, bagaimana perjanjian yang dibuat antara pendonor dengan penerima donor. Apakah dilakukan secara sukarela atau justru dilakukan jual-beli layaknya sebuah barang. Perjanjian jual-beli ginjal ini dapat berjalan selaras dengan asas-asas maupun syarat sah perjanjian sampai kita bertemu pada kausa halal. Seperti yang telah diulas di atas, kausa halal yaitu sebab yang tidak bertentangan dengan Undang- Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Ketika sudah menemukan kedudukan ginjal sebagai organ tubuh maka selanjutnya kita perlu melihat hal-hal mengenai jual-beli organ tubuh. Dalam Pasal 64 ayat (3) Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjual belikan dengan dalih apapun.

(9)

Das sollen dan das sein seringkali tidak berjalan sebagaimana

mestinya. Pendonoran ginjal banyak dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki hubungan keluarga dengan penerima donor dan biasanya mereka tidak begitu saja mendonorkan ginjal mereka, akan tetapi melalui proses jual-beli dengan harga yang sangat mahal. Ginjal merupakan organ tubuh yang tidak dapat diperbaharui kembali sehingga rasanya sulit bagi pendonor selain keluarga yang mendonorkan ginjalnya secara sukarela tanpa meminta pembayaran apapun. Biasanya orang yang mendonorkan memang orang yang sedang membutuhkan uang dalam waktu singkat dan jumlah yang cukup banyak sehingga menjual ginjal merupakan cara yang sangat menggiurkan bagi mereka. Namun, di sisi lain, jual-beli ginjal menawarkan win win solution sehingga menimbulkan keuntungan bagi para pihak di dalamnya.

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, Penulis mencoba membahas sebuah kasus transplantasi ginjal yang diperoleh dari hasil jual-beli dari pendonor dan resipien yang berdomisili di DKI Jakarta dan Tangerang Selatan. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan tersebut, maka Penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan menuangkanya dalam Penulisan hukum yang berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Praktik Jual-Beli Ginjal Berdasarkan Peraturan Perundang- Undangan yang Berlaku di Indonesia.”

(10)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, serta agar permasalahan yang diteliti menjadi lebih jelas dan Penulisan penelitian hukum mencapai tujuan yang diinginkan, maka permasalahan pokok yang akan diteliti Penulis adalah:

1. Bagaimana prosedur praktik perjanjian jual-beli ginjal serta pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak di dalamnya?

2. Bagaimana legalitas perjanjian jual-beli ginjal jika ditinjau dari hukum positif di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini antara lain:

1. Tujuan Subjektif

Penelitian dan Penulisan hukum ini bertujuan untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada serta menggali dan meningkatkan kemampuan dan wawasan Penulis dalam bidang penelitian, Penulisan, dan ilmu hukum.

2. Tujuan Objektif

(11)

a. Bertujuan untuk mengetahui prosedur perjanjian jual-beli ginjal yang terjadi pada kasus yang diulas oleh Penulis beserta ketentuan mengenai hak dan kewajiban dari para pihak di dalamnya.

b. Bertujuan untuk mengetahui legalitas daripada perjanjian jual-beli ginjal ditinjau dari hukum positif di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan melalui Penulisan ini antara lain:

1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu bentuk kontribusi daripada perkembangan ilmu hukum dan hukum perdata terutama dalam hal perjanjian jual-beli dan donor organ tubuh.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti diharapkan mampu meningkatkan kemampuan di bidang menulis serta menambah wawasan di bidang ilmu hukum;

b. Bagi lembaga-lembaga terkait diharapkan dapat memberikan inspirasi untuk menemukan solusi atas permasalahan dari illegalitas jual-beli ginjal;

c. Bagi masyarakat diharapkan dapat memberikan pemahaman atas illegalitas dari perjanjian jual-beli ginjal yang bertentangan

(12)

dengan Undang-Undang dan asas asas hukum beserta akibat hukum dari pelaksanaan jual-beli ginjal tersebut.

E. Keaslian Penelitian

Sepanjang penelusuran Penulis dan selama proses penelusuran yang dilakukan melalui Perpustakaan Fakultas Hukum UGM dan internet, Penulis tidak menemukan Penulisan hukum yang sama seperti judul yang dibuat oleh Penulis. Akan tetapi, Penulis menemukan beberapa hasil Penulisan hukum yang memiliki keterkaitan dengan judul yang dibuat oleh penulis dalam hal objek perjanjian yang merupakan bagian dari tubuh manusia, yaitu antara lain:

1. Legalitas Perjanjian “Jual Beli Darah” yang Terjadi dalam Praktek di Yogyakarta7. Penelitian ini membahas mengenai perjanjian donor darah yang dilakukan baik secara sukarela maupun dengan bayaran tertentu apabila stok darah di Rumah Sakit maupun di PMI tidak mencukupi atau stok golongan darah yang diminta tidak tersedia. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian Penulis adalah, pertama, objek perjanjian yang akan diteliti berbeda yaitu pada penelitian tersebut objeknya adalah darah sebagai jaringan tubuh,

7 Silvi Sumiati Magnolia Gea, 2014, Legalitas Perjanjian “Jual Beli Darah” yang Terjadi dalam Praktek di Yogyakarta,Penulisan Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

(13)

sedangkan pada penelitian Penulis objeknya adalah ginjal sebagai organ tubuh, dan kedua lokasi penelitian sebagai tempat Penulis memperoleh data juga berbeda di mana penelitian tersebut di Yogyakarta dan Penelitian Penulis di DKI Jakarta dan Yogyakarta. Rumusan masalah yang diteliti pada Penulisan hukum ini adalah 1) Apakah pelaksanaan perjanjian jual beli darah yang terjadi di masyarakat memiliki legalitas sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata? 2) Bagaimanakah peranan pengawasan Palang Merah Indonesia (PMI) cabang kota Yogyakarta dan Unit Transfusi Darah Rumah Sakit (UTDRS) RSUP Dr. Sardjito untuk mengatasi praktek jual beli darah di masyarakat?

2. Perjanjian antara Pendonor dan Pasien yang Membutuhkan

“Ginjal” untuk Transplantasi (analisis Pasal 64 Undang- Undang Republik Indonesia nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan) Fakultas Hukum Universitas Brawijaya8. Penelitian ini membahas mengenai perjanjian donor ginjal yang difokuskan kepada perjanjian transplantasi secara umum dan perlindungan hukum yang adil kepada pasien dan pendonor maupun keluarga pendonor, baik itu donor mati, maupun donor yang masih hidup. Hal yang membedakan penelitian tersebut adalah, pertama, rumusan masalah yang terdapat pada

8http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/585, diakses pada 11 Januari 2016 pukul 09.00

(14)

Penulisan tersebut antara lain 1) Apakah perjanjian yang dilakukan antara pasien dengan pendonor tersebut sah dalam hukum yang berlaku di Indonesia dan akibat hukum nya. 2) Apakah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 khususnya Pasal 64 yang mengatur tentang transplantasi,sudah memberikan perlindungan hukum yang adil bagi para pendonor dan pasien? Sedangkan rumusan masalah yang diteliti oleh Penulis adalah 1) Bagaimana prosedur praktik perjanjian jual-beli ginjal dan pengaturan hak dan kewajiban para pihak di dalamnya dan 2) Bagaimana legalitas perjanjian jual-beli ginjal jika ditinjau dari hukum positif di Indonesia?.

Kedua, metode yang digunakan berbeda di mana metode yang

digunakan pada Penulisan hukum tersebut adalah yuridis normative, yaitu hanya studi kepustakaan saja, sedangkan metode penelitian yang dipilih Penulis adalah yuridis empiris

dengan studi kasus.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk pasar dunia, konsumen minyak sawit yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Cina sebagai negara pengimpor minyak sawit terbesar di dunia dengan pangsa impor sekitar 20

Gambar 3- Kromatogram Gas Eugenol pada Sampel Minyak Atsiri Bunga Cengkeh dari Daerah di Maluku. Gambar 4-Kromatogram Gas Eugenol pada Sampel Minyak Atsiri Bunga

Mengenai hal tersebut, Lembaga Amil Zakat PKPU menyalurkan dana zakat melalui salah satu program yaitu Program Sinergitas Pemberdayaan Ekonomi Komunitas, program ini

Meriam Emma Simanjuntak : Analisis Pemakaian Verba Hataraku, Tsutomeru, Dan Shigoto Suru Dalam Kalimat Bahasa Jepang (Ditinjau Dari Segi Semantik) Imiron Kara Mita Nihongo No

Speaker Condenser, prinsip kerjanya hampir sama dengan mic condenser, yaitu menggunakan sistem kapasitansi yang diberikan tegangan DC yang besar, untuk menghindari

Penulisan hukum ini membahas tentang apakah pengajuan kasasi penuntut umum terhadap putusan bebas perkara perkosaan dengan alasan adanya kesalahan penerapan hukum

Pembiayaan dengan akad musyarakah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh BMT Bismillah kepada nasabah untuk pengembangan suatu usaha yang produktif. Dalam pembiayaan ini BMT

Komponen utama dari alat ini adalah dinamo sepeda (sebagai generator yang mengubah energi mekanik ke Komponen utama dari alat ini adalah dinamo sepeda (sebagai generator yang