• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak—Fenomena aliran melintasi suatu benda telah diteliti dalam memahami karakteristik aliran seperti vortex shedding. Fenomena vortex shedding dapat diketahui dengan mengetahui frekuensi vortex shedding sehingga bilangan Strouhal dapat dihitung. Pengukuran frekuensi vortex shedding dan perhitungan bilangan Strouhal dilakukan dengan menempatkan probe HWA pada jarak x= 3D dan y= 1D. Sedangkan untuk profi kecepatan x = 4D. Metode yang digunakan adalah FFT untuk mengubah domain waktu ke bentuk frekuensi. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah bilangan Strouhal cenderung meningkat seiring dengan pertambahan jarak kedua silinder untuk S/D 0,6-1,375 dan nilai CDP silinder sirkular utama semakin menurun dengan pertambahan jarak S/D.

Kata Kunci—vortex shedding, bilangan Strouhal, probe, HWA, FFT

I. PENDAHULUAN

alam aplikasi dunia engineering, banyak dijumpai aliran yang melintasi silinder sirkular seperti pada struktur bangunan pantai, alat penukar panas, dan aplikasi lainnya. Bilangan Strouhal merupakan pendekatan angka tak berdimensi yang digunakan untuk memperoleh karakteristik aliran yang melintasi silinder sirkular. Penjabaran mengenai definisi bilangan Strouhal adalah perbandingan dari frekuensi vortex shedding dengan kecepatan udara, St = fs.D/U dimana fs adalah frekuensi vortex shedding, D sebagai panjang karakteristik, dan U sebagai kecepatan fluida.

Fenomena vortex shedding tidak dapat dilihat dengan pengukuran pitot static tube karena menggunakan satu lubang titik stagnasi dan statis. Pengukuran dengan basis waktu tidak dapat dilakukan. Besar tekanan statik dan tekanan stagnasi diperoleh dengan mengetahui kapasitas aliran yang diberikan. Setelah perbedaan tekanan statis dan tekanan stagnasi diketahui, tekanan dinamis dapat ditentukan. Besar tekanan dinamis fluida dapat dinyatakan dalam besar kecepatan fluida. Ketika pitot static tube digunakan, alat ini mengharuskan adanya penetrasi ke dalam aliran sehingga hasilnya akan tidak akurat dan responnya terlalu lambat. Hal ini dikarenakan timbulnya pergeseran garis arus (streamline) aliran. Selain itu, Pitot Static Tube hanya bisa digunakan untuk pengukuran yang sifatnya rata-rata dan itu menjadi kelemahan paling mendasar pada pengukuran pitot static tube. Sebaliknya, manfaat positif pada pengukuran HWA (Hot Wire Anemometer) adalah alat

tersebut dapat memprediksi adanya fenomena vortex shedding dengan menggunakan prinsip perpindahan panas dari kawat panas atau elemen film pada medan aliran secara konveksi. Definisi dari konveksi adalah perpindahan panas yang disertai dengan perpindahan zat perantaranya. Perpindahan panas secara konveksi terjadi melalui aliran zat. Perubahan yang terjadi pada kawat akan mengakibatkan kehilangan panas pada kawat sehingga akan mengubah besaran resistansi kawat yang akhirnya muncul suatu beda potensial atau tegangan. Konversi tegangan ke kecepatan fluida dapat digunakan melalui persamaan respon seperti persamaan simple power law oleh King Brunn (1995).

Penelitian kali ini bertujuan untuk mengukur bilangan Strouhal silinder sirkular dengan pengganggu silinder teriris tipe-D 65º di depan silinder utama dengan variasi jarak S/D = 0,6 – 1,375.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Aliran Melintasi Silinder

Aliran fluida yang melintasi sebuah silinder dapat terlihat pada gambar 1, terlihat bahwa aliran fluida dipercepat hingga kecepatan maksimum dan tekanan minimumnya pada titik C.

Gambar 1 Aliran Melintasi Silinder Sirkular B. Hot Wire Anemometer

HWA dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: sensor, instrument, dan data acquisition (DAQ Sensor dipasang pada prong dengan cara pengelasan titik. Single normal wire probe digunakan pada penelitian kali ini karena merupakan tipe yang paling sederhana dan umum digunakan. Jumlah perpindahan panas yang diterima probe dinyatakan dengan overheat ratio yang dirumuskan sebagai berikut:

overheat ratio = ( 1 )

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH BILANGAN

STROUHAL TERHADAP ALIRAN DI BELAKANG

SILINDER SIRKULAR UTAMA YANG DIGANGGU

SILINDER TERIRIS TIPE-D

“Studi Kasus untuk Jarak = 0,6 ≤ S/D ≤ 1,375”

Hanggar Sangra Avianto, Triyogi Yuwono

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

E-mail:

triyogi@me.its.ac.id

(2)

𝑛

HWA dibagi menjadi dua prinsip kerja dalam pengoperasiannya, yaitu Constant Temperature (CT mode) dan Constant Current (CC mode).

C. Kalibrasi Hot Wire Anemometer Persamaan Respon Kalibrasi Persamaan Simple Power-law

Persaman ini diperkenalkan oleh King Bruun (1995). Persamaan tersebut dirumuskan sebagai berikut:

E2 = A+ B.Un ( 2 )

dimana:

A dan B : konstanta-konstanta kalibrasi E : tagangan kawat

𝑛 : konstanta pangkat

U : komponen kecepatan aksial Persamaan Extended Power-law

Persamaan ini diperkenalkan oleh Siddall dan Davies (1972).yang dirumuskan sebagai berikut:

E2 = A + B.Un + CU ( 3 ) dimana:

A, B, dan C adalah konstanta-konstanta kalibrasi Berikut perhitungan FFT dengan data (xj) pada rentang pengambilan data (N):

( 4 ) Guna mendapatkan PSD dengan cara mengubah

sinyal E(t) hasil dari pengambilan data,

( 5 ) dimana:

t : waktu

N : jumlah pengukuran

Kemudian didapatkan power spectral density

PSD = E(j).conj(E(j)/N) ( 6 ) Power spectral density (PSD) digambarkan terhadap fungsi frekuensi, sedangkan frekuensi tersebut dihitung dengan persamaan :

( 7 ) Dimana :

S : frekuensi pengambilan data

Gambar 2 Data Time-Series (Dantec, 2002)

Data time series yang didapatkan pada Gambar 2 dalam pengukuran menggunakan HWA, data tersebut akan diolah menggunakan software Sig.View versi 2.2.1 dengan metode FFT untuk medapatkan besarnya frekuensi vortex shedding.

D. Bilangan Strouhal

Perumusan bilangan Strouhal adalah sebagai berikut:

St = fs/D.U ( 8 )

dimana:

: Frekuensi vortex shedding (Hz) D : Panjang karakteristik (m)

U : Kecepatan free stream fluida (m/s) E. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang mengacu dengan data bilangan Strouhal untuk variasi bilangan Reynolds telah dilakukan Schewe (2001). Ketika bilangan Reynolds naik sebesar 3,5 x 105 Re 106 maka diikuti juga dengan pencapaian maksimum bilangan Strouhal sebesar St 0,48, sedangkan untuk koefisien drag minimum sebesar CD 0,2. Fenomena yang terjadi pada variasi bilangan Reynolds pada silinder sirkular ditunjukkan pada gambar 3.

Gambar 3 Bilangan Strouhal dan Koefisien Drag Silinder Sirkular (Schewe, 2001)

F. Penelitian Silinder Teriris

Aiba dan Watanabe (1997) melakukan penelitian dengan menggunakan model teriris tipe-D dan tipe-I. Gambar 4 merupakan specimen yang digunakan dalam eksperimen.

Gambar 4 Spesimen yang diuji Tipe-D dan Tipe-I (Aiba dan Watanabe, 1997)

Gambar 5 Grafik koefisien drag terhadap sudut iris (Aiba dan Watanabe, 1997)

Kenaikan harga koefisien drag diikuti juga dengan naiknya sudut pengirisan (diatas 53°) - 65°. Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa grafik hubungan antara koefisien drag (CD) dengan sudut Iris ( ) sebagai fungsi sudut iris ( ).

(3)

G. Penelitian Silinder Dengan Pengganggu

Tsutsui dan Igarashi (2002) melakukan penelitian Seperti ditunjukkan pada gambar 6.

Gambar 6 Geometri Pada Benda Uji (Tsutsui dan Igarashi, 2002) Hasil eksperimen dapat disimpulkan bahwa penurunan harga koefisien drag (CD) disebabkan oleh peningkatan bilangan Reynolds (Re), d/D, dan juga penurunan harga L/D. Selain itu, terlihat bahwa bilangan Strouhal mengalami peningkatan yang diikuti dengan pertambahan perbandingan diameter (d/D) dan bilangan Reynolds.

Penelitian dengan menggunakan silinder pengganggu tipe-I dengan variasi sudut iris 0° sampai dengan 65° dilakukan oleh Triyogi et al (2009). Silinder pengganggu tersebut menggunakan variasi bilangan Reynolds sebesar 5,3 x 104 dimana ditempatkan di depan silinder sirkular utama. Hasil pengukuran koefisien drag didapatkan pengurangan sudut iris yang efektif dengan sudut iris 65°. Hal ini disebabkan daerah wake yang terjadi di belakang silinder teriris sangat besar sehingga mampu menunda letak titik separasi dan efektif mengganggu silinder utama.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumner et al (2007) didapatkan berupa data bilangan Strouhal dengan nilai bilangan Reynolds (Re) = 3,2 x 104 - 7,4 x 104 ,P/D = 1,125 - 4,0, dan variasi sudut bentukan = 0° sampai 90°. Berikut ini gambaran mengenai pola aliran Gambar 7.

Gambar 7 Pola Aliran Pada Dua Silinder yang Tersusun Tandem,

Staggered, dan Side by Side (Sumner et al, 2007).

Penelitian dengan silinder pengganggu juga dilakukan oleh Dapot (2010) melakukan penelitan tentang passive flow control yang menggunakan silinder pengganggu pada upstream silinder utama sirkular. Silinder pengganggu yang digunakan adalah silinder teriris tipe-D dengan sudut iris sebesar 65 ° dan silinder sirkular (pembanding). Hasil yang didapatkan berupa nilai S/D yang paling efektif mengurangi gaya drag pressure sebesar 1,375 dimana untuk silinder pengganggu tipe-D.

Dhahlia (2010) melakukan penelitan yang hampir sejenis juga menggunakan silinder teriris tipe-D 0° dan 65° sebagai pengganggu dengan jarak pusat sumbu silinder utama antar silinder (S/D) yang divariasikan 1,6 ≤ S/D ≤ 2,5. Semakin besarnya harga S/D maka nilai koefisien gaya drag pressure (CDP) dan koefisien gaya drag total (CDT)

semakin naik hingga mencapai harga S/D yang efektif tercapai.

Catur Basuki Rachmawan (2006) melakukan penelitian dengan memvariasikan jarak antara kedua pusat silinder (S) dan sudut iris silinder pengganggu tipe-D (d = 32 mm). Jarak S/D antara 1,25 – 2,25. Variasi sudut iris yang dilakukan adalah 0°, 53°, dan 65º. Hasil yang didapatkan yaitu penggunaan silinder pengganggu dengan koefisien drag terbesar akan memberikan gangguan boundary layer di depan silinder utama (D = 167 mm) secara signifikan.

Penelitian Rizal (2010) yang juga menggunakan silinder pengganggu didapatkan beberapa kesimpulan, yaitu persamaan respon yang digunakan adalah persamaan respon simple power law dengan nilai konstanta pangkat n = 0,5 dengan error sebesar 0,174%. Over heat ratio yang digunakan adalah 1,52.

Gambar 8 Bilangan Strouhal untuk Silinder Utama dengan Pengganggu

Silinder Teriris Tipe-I 65°pada Jarak 0,55 S/D 3,0 (Rizal, 2010)

Gambar 8 merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizal (2010) menunjukkan bahwa bilangan Strouhal tertinggi pada jarak S/D = 1,375.

III. METODE PENELITIAN A. Skema Penelitian

Skema penelitian ditunjukkan pada Gambar 9 dimana silinder pengganggu tipe-D 65° diletakkan di depan silinder sirkular utama dengan rasio jarak 0,6 ≤ S/D ≤ 1,375 dan bilangan Reynolds sebesar 5,3 x 104. Kemudian probe HWA diletakkan di belakang silinder sirkular utama dengan posisi X = 3D dan Y = 1D terhadap pusat silinder sirkular utama.

(4)

B. Hot Wire Anemometer

Berikut ini adalah rangkaian instrumentasi Hot Wire Anemometer yang ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 10 Instrumentasi Hot Wire anemometer C. Kalibrasi Hot Wire Anemometer

Kalibrasi dilakukan setiap akan melakukan pengambilan data. Hal ini berlaku juga untuk penggunaan alat ukur hot wire anemometer karena sifat alat tersebut dapat berubah bergantung pada kondisi dan pemakaian. Kalibrasi dilakukan agar mendapatkan hasil pengukuran yang benar dan akurat. Proses kalibrasi hot wire anemometer dilakukan dengan membandingkan data kecepatan referensi yang diperoleh dari pengukuran menggunakan pitot static tube dengan data tegangan yang dihasilkan dari nilai keluaran hot wire anemometer. Pada penelitian ini dipilih persamaan simple power law dengan konstanta pangkat 0,5 karena error yang dihasilkan kecil yaitu 0,186%. Selain itu, pemilihan didasarkan kemudahan dalam perhitungan dan keakuratan data.

D. Wind Tunnel ( Terowongan Angin )

Percobaan dengan menggunakan wind tunnel ini dimaksudkan untuk menguji benda dalam skala model yang ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11 Open Circuit Subsonic Wind Tunnel E. Benda Uji

Adapun spesifikasi benda uji tersebut adalah sebagai berikut:

1. Profil silinder utama dengan dimensi sebagai berikut:

 Diameter (D) : 60 mm  Panjang Silinder (L) : 600 mm  Pressure Tap : 72 lubang

2. Profil Pengganggu dengan silinder teriris tipe-D adalah sebagai berikut:

 Diameter (ds) : 7,5 mm  Panjang silinder (L) : 600 mm  Sudut iris : 65°

F. Alat Ukur

Penelitian ini menggunakan beberapa alat ukur yaitu pitot static tube, thermometer, manometer, HWA, avometer, DAQ, dan software computer.

IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN Penelitian ini meliputi pengukuran frekuensi vortex shedding dan profil kecepatan di belakang silinder sirkular utama yang diganggu silinder teriris tipe-D 65º dengan menggunakan Hot Wire Anemometer. Sedangkan pengukuran distribusi tekanan silinder utama digunakan alat ukur manometer.

A. Karakteristik Aliran Melintasi Silinder Sirkular Utama Dengan Adanya Pengganggu Silinder Teriris Tipe-D 65º Pada Bilangan Reynolds 5,3 x 104

B. Distribusi Tekanan Pada Silinder Sirkular Utama Yang Diganggu Silinder Teriris Tipe-D 65º

Penggambaran distribusi tekanan di sepanjang kontur silinder sirkular utama dengan pengganggu silinder teriris tipe-D 65° pada S/D = 0,6 - 1,375 dengan bilangan Reynolds 5,3 x 104 ditampilkan dalam bentuk grafik koefisien distribusi tekanan (CP) sebagai fungsi dari sudut kontur silinder sirkular utama ditunjukkan pada gambar 4.1

Gambar 12 Grafik kontur tekanan ( CP ) silinder sirkular dengan

pengganggu pada berbagai variasi jarak S/D

(5)

C. Profil Kecepatan Silinder Utama Dengan Pengganggu Silinder Teriris Tipe-D 65º

Gambar 13 secara eksplisit menunjukkan lebar wake di belakang susunan silinder, dimana dengan semakin besar jarak S/D hingga harga tertentu (S/D=1,375) maka daerah wake akan semakin sempit. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penempatan silinder pengganggu akan memberikan pengaruh terhadap lebarnya daerah wake di belakang susunan silinder hingga pada jarak tertentu yang efektif mempersempit daerah wake. Dengan menyempitnya daerah wake, menandakan defisit momentum pada silinder utama akan berkurang. Dengan berkurangnya defisit momentum silinder utama maka mengindikasikan adanya pengurangan gaya drag yang timbul pada silinder utama.

Gambar 13 Grafik Profil Kecepatan di Belakang Silinder Sirkular Utama

Dengan Pengganggu Silinder Teriris Tipe-D 65° Jarak S/D = 0,6-1,375

D. Bilangan Strouhal dan Koefisien Pressure Drag Silinder Sirkular Utama Dengan Pengganggu Silinder Teriris Tipe-D 65º dan Silinder Sirkular Tunggal

Secara umum besarnya bilangan Strouhal semakin meningkat seiring dengan penambahan pengganggu berupa silinder tipe-D 650 yang divariasikan jarak S/D sampai 1,375 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14. Peningkatan bilangan Strouhal ini disebabkan karena pada jarak S/D = 0,6-1,375 daerah wake yang terjadi juga mengalami penyempitan dimana vortex sebagai aliran tak stabil terlepas. Vortex shedding semakin cepat pada daerah wake yang semakin menyempit sehingga perubahan yang terjadi juga semakin cepat. Hal ini juga diikuti dengan penurunan gaya drag dimana pada daerah wake yang semakin menyempit maka CDP mengalami penurunan sampai pada jarak S/D sebesar 1,375. Sehingga dapat dikatakan bahwa dengan adanya peningkatan bilanag Strouhal maka koefisien drag pressure mengalami penurunan ataupun sebaliknya. Besarnya bilangan Strouhal maksimum dan koefisen drag pressure minimum terjadi pada jarak S/D = 1,375. Besarnya bilangan Strouhal pada jarak S/D = 1,375 adalah 0,43454 dan besarnya koefisien drag minimum pada S/D = 1,375 adalah 0,50. Dari Gambar 15 juga terlihat bahwa harga sehingga dapat disimpulkan penggunaan silinder tipe-D 650 memberikan pengaruh efektif dalam menurunkan koefisien drag pressure silinder tunggal. Jarak S/D yang paling efektif mengurangi koefisien drag pressure yaitu sebesar 1,375 ditandai dengan CDP silinder sirkular utama turun menjadi 45,27% (berkurang 54,73%).

Penggunaan silinder tipe-D 65° bertujuan untuk memberikan pengaruh efektif dalam mengganggu aliran yang melintasi silinder sirkular utama. Daerah wake di depan silinder sirkular utama akan muncul dengan adanya penambahan silinder pengganggu tersebut. Hal ini menyebabkan boundary layer silinder sirkular utama menjadi terganggu. Keadaan tersebut berakibat momentum aliran yang melintasi silinder sirkular utama menjadi lebih besar. Transisi aliran dari laminar ke turbulen akan semakin cepat dengan besarnya momentum aliran yang melintasi silinder sirkular utama sehingga aliran yang melintasi silinder sirkular utama akan lebih dapat menahan adverse pressure gradient dan gaya gesek. Hal ini menyebabkan titik separasi mundur ke belakang dan daerah wake di belakang silinder sirkular menyempit. Penyempitan daerah wake di belakang silinder sirkular utama ini ditandai dengan peningkatan bilangan Strouhal, dimana bilangan Strouhal besar maka daerah wake di belakang silinder sirkular utama menjadi lebih sempit atau begitu juga sebaliknya sebaliknya.

Gambar 14 Grafik Bilangan Strouhal untuk Silinder Sirkular

Utama dengan Pengganggu Silinder Teriris Tipe-D 65° dan Silinder Sirkular Tunggal Pada Jarak 0,6 ≤ S/D ≤ 3,0

Gambar 15 Grafik Perbandingan Koefisien Drag Pressure (CDP) Silinder Sirkular Utama Dengan Pengganggu Silinder Teriris Tipe-D 65°

(6)

IV. KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Penggunaan silinder pengganggu tipe-D 650 yang disusun tandem dengan silinder sirkular utama efektif dalam peningkatan bilangan Strouhal.

2. Penggunaan silinder pengganggu tipe-D 650 yang disusun tandem dengan silinder sirkular utama efektif dalam mengurangi gaya drag.

3. Semakin bertambahnya jarak S/D maka posisi backward separation pada silinder sirkular utama akan lebih mundur kebelakang dan daerah wake dibelakan silinder sirkular utama menyempit.

4. Variasi jarak S/D yang diteliti berpengaruh terhadap peningkatan bilangan Strouhal.

5. Penelitian ini menggunakan bilangan Reynolds sebesar 5,3x104 dan d/D = 0,125 , maka didapatkan jarak silinder pengganggu tipe-D 650 dengan silinder sirkular utama yang paling efektif adalah sebesar S/D = 1,375 ditandai dengan bilangan Strouhal tertinggi yaitu sebesar 0,43454. 6. Dengan menggunakan bilangan Reynolds sebesar 5,3x104

dan d/D = 0,125 , maka didapatkan jarak S/D yang paling efektif mengurangi gaya drag pressure yaitu sebesar 1,375 ditandai dengan CDP silinder sirkular utama turun menjadi 45,27% ( berkurang 54,73% ).

UCAPANTERIMAKASIH

Penulis berterimakasih kepada kedua orang tua penulis serta keluarga besar jurusan Teknik Mesin ITS Surabaya yang telah memberikan banyak pelajaran berharga kepada penulis.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Aiba, S. dan Watanabe, H. 1997. Flow Characteristics of A

Bluff Body Cut From A Circular Cylinder, Journal of Fluids Engineering, Journal Of Fluids Engineering , Vol 119,

Page Paper 453-457.

[2] Bruun, H. H. 1995. Hot Wire Anemometry, Principles and Signal Analysis. Oxford Science Publication: New York. [3] Dantec Dynamic. 2002. How to Measure Turbulence with

Hot-Wire Anemometers A Practical Guide. Dantec:Denmark.

[4] Dapot, B.T. 2010. Studi Eksperimental Pengaruh Jarak

Longitudinal Silinder Teriris Tipe-D Sebagai Pengontrol Pasif Terhadap Gaya Drag Silinder Utama Sirkular ― Studi Kasus untuk Jarak S/D = 0,6 – 1,5 ―. Tugas Akhir Teknik

Mesin ITS : Surabaya.

[5] Dhahlia, A.P. 2010. Studi Eksperimental Pengaruh Jarak

Longitudinal Silinder Teriris Tipe-D Sebagai Pengontrol Pasif Terhadap Gaya Drag Silinder Utama Sirkular ― Studi Kasus untuk Jarak S/D = 1,6 – 2,5 ―. Tugas Akhir Teknik

Mesin ITS : Surabaya.

[6] Fox, Robert W. dan Mc. Donald, Alan T. 1998. Introduction to

Fluid Mechanics, 5th Edition. John Wiley and Son, Inc:New

York.

[7] Rachmawan, Catur Basuki. 2005. Studi Eksperimental

Tentang Karakteristik Aliran Fluida Melintasi Silinder Pengganggu Teriris Tipe-I Terhadap Silinder Utama. Tugas

Akhir Teknik Mesin ITS: Surabaya.

[8] Rizal, N.R. 2010. Rancang Bangun Hot Wire Anemometer

Single Normal Probe Untuk Mengukur Bilangan Strouhal Pada Karakteristik Aliran Di Belakang Silinder Sirkular Yang DIganggu Silinder Teriris Tipe-I. Tugas Akhir Teknik

Mesin ITS: Surabaya.

[9] Schewe, Gunter. 2001. Reynolds-Number Effects in Flow

Around More-or-Less Bluff Bodies, Journal of Wind

Engineering and Industrial Aerodynamics 89 (2001) 1267-1289. [10] Siddall, R.G. dan T.W. Davies. 1970. An Improved Response

Equation For Hot-Wire Anemometry. Int. J. Heat Mass

Transf., 6, 981-987.

[11] Triyogi, Y, D. Suprayogi, dan E. Spirda. 2009. Reducing the

Drag on a Cyclinder by Upstream Installation of an I Type Bluff Body as Passive Control, Journal Mechanical

Engineering Science, Vol 223 Part C, Page Paper 2291- 2296. [12] Tsutsui, T dan Igarashi, T. 2002. Drag Reduction on

CircularCylinder in an Air-Stream, Journal of Wind

Gambar

Gambar 1 Aliran Melintasi Silinder Sirkular
Gambar 3 Bilangan Strouhal dan Koefisien Drag Silinder Sirkular  (Schewe, 2001)
Gambar 6 Geometri Pada Benda Uji (Tsutsui dan Igarashi, 2002)  Hasil  eksperimen  dapat  disimpulkan  bahwa  penurunan  harga  koefisien  drag  (C D )  disebabkan  oleh  peningkatan  bilangan  Reynolds  (Re),  d/D,  dan  juga  penurunan  harga  L/D
Gambar 10 Instrumentasi Hot Wire anemometer
+2

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang akan digunakan untuk peramalan jumlah penumpang pesawat terbang dari Bandar Udara Abdulrachman Saleh adalah: pertumbuhan Jumlah Penduduk

menggunakan media pembelajaran yang memiliki kesesuaian antara materi pembelajaran dan media pembelajaran. Guru memilih, merancang, membuat, dan menggunakan media

Adapun beberapa strategi yang dapat diterapkan antara lain: pemerintah desa segera memetakan potensi ekowisata yang ada pada kawasan hutan Selelos dan merancang serta

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan nikmat-Nya, rahmat, karunia serta hidayah-Nya sehingga terselesainya Skripsi ini dengan judul: Pengaruh

Konsentrasi aerosol tinggi dengan indeks aerosol adalah dalam kisaran 7-9 dan 5-7 terjadi di Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Timur terus Bali dan Lombok, Nusa Tenggara Barat

Pola hidup sehat berarti kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan teratur menjadi kebiasaan dalam gaya hidup dengan memperhatikan hal-hal yang

Namun, karena tahapan dan kondisi pengujian untuk media kontrol dan perlakuan dibuat sama, kolesterol yang terbuang pada keduanya diasumsikan sama, sehingga

Tata Cara pengangkatan dan pemberhentian Hakim Ad Hoc sebagaimana dimaksud, tidak diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 karena itu sesuai dengan ketentuan Pasal