• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. satu dari 4 rumah sakit yang ada di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. satu dari 4 rumah sakit yang ada di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam lingkungan global saat ini, organisasi dituntut untuk terus melakukan perbaikan melalui perubahan baik dari sisi struktur, sistem, strategi maupun budaya di dalam organisasi. Perubahan ini sangat penting dilakukan untuk meningkatkan daya saing sehingga organisasi dapat terus bertahan di dunia bisnis. Cummings dan Worley (2014) menyatakan bahwa bukan hanya organisasi yang bergerak dalam bidang industrial atau manufaktur saja yang membutuhkan perubahan, tetapi organisasi non-industri seperti organisasi yang bergerak dalam pelayanan kesehatan, pendidikan, pelayanan publik, dan perusahaan keluarga juga tetap membutuhkan perubahan.

Rumah Sakit (RS) PKU Muhammadiyah Karanganyar merupakan salah satu dari 4 rumah sakit yang ada di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Rumah sakit ini merupakan rumah sakit swasta yang memberikan pelayanan dengan keterbatasan dokter spesialis. Selain itu, rumah sakit ini juga memberikan pelayanan rujukan dari puskesmas. Hingga tahun 2015, RS PKU Muhammadiyah Karanganyar belum memiliki sertifikasi akreditasi dari Kementrian Kesehatan.

Padahal pemerintah melalui UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang tertuang dalam pasal 40 mewajibkan rumah sakit untuk melakukan akreditasi.

Berbagai kegiatan perubahan dan pengembangan organisasi mulai

dilakukan sebagai bentuk upaya untuk mendapatkan akreditasi, salah satunya

adalah dengan melakukan perubahan sistem penilaian kinerja perawat dari yang

(2)

2

sebelumnya menggunakan DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) menjadi berdasarkan deskripsi pekerjaan. Komponen penilaian berdasarkan deskripsi pekerjaan ini lebih spesifik dibandingkan dengan menggunakan DP3. Penilaian kinerja dengan DP3 hanya menilai kinerja secara umum tanpa melihat kemampuan dan keterampilan perawat dalam melayani pasien. Berbeda ketika rumah sakit menggunakan penilaian berdasarkan deskripsi pekerjaan. Dengan berdasarkan deskripsi pekerjaan penilaian kinerja perawat dilihat dari dua sisi, yaitu pemenuhan tugas (kemampuan penyelesaian pekerjaan) dan perilaku kerja (perilaku perawat sehari-hari). Sistem penilaian kinerja ini juga berdampak pada penilaian kinerja perawat menjadi lebih objektif bila dibandingkan ketika menggunakan DP3.

Perubahan yang terjadi di dalam organisasi seringkali menimbulkan pro dan kontra dalam diri setiap karyawan, tidak terkecuali para perawat RS PKU Muhammadiyah Karanganyar. Dengan adanya perubahan sistem penilaian kinerja ini mengakibatkan para perawat harus keluar dari zona nyaman mereka dalam menjalankan pekerjaannya. Hal ini dapat menjadi faktor pemicu munculnya penolakan terhadap inisiatif perubahan yang dilakukan. Oleh sebab itu, untuk mencapai kesuksesan dari program perubahan yang dilakukan oleh rumah sakit dibutuhkan komitmen organisasional yang tinggi dan kesiapan berubah dalam diri para perawat.

Komitmen organisasional dan kesiapan berubah dalam diri perawat

merupakan hal yang sangat penting mengingat perawat merupakan salah satu

sumber daya manusia yang memiliki peranan penting untuk menentukan penilaian

(3)

3

atau kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh sebuah rumah sakit. Hal ini disebabkan perawat sebagai bagian dari tenaga paramedis memberikan perawatan secara langsung kepada pasien. Dengan adanya perubahan sistem penilaian kinerja di RS PKU Muhammadiyah Karanganyar, para perawat harus tetap menunjukkan profesionalisme mereka dalam menjalankan pekerjaannya.

Saat (2015) berpendapat bahwa profesionalisme saat ini menuntut seorang

perawat untuk memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas pekerjaannya

dengan efisien dan efektif. Profesionalisme memiliki dua kriteria pokok yaitu

keahlian dan pendapatan, artinya seorang perawat dikatakan profesional apabila

memiliki keahlian yang layak sesuai bidang tugasnya dan pendapatan yang layak

sesuai kebutuhan hidupnya. Namun dalam hal ini, keberhasilan perubahan sistem

penilaian kinerja yang dilakukan oleh rumah sakit tidak hanya bergantung pada

sikap profesionalisme saja tetapi juga dibutuhkan komitmen organisasional yang

tinggi. Menurut Saat (2015) komitmen organisasional merupakan sikap loyalitas

yang dimiliki oleh seorang pekerja terhadap suatu organisasi dan hal tersebut

merupakan suatu proses berkelanjutan. Perawat dengan komitmen organisasional

yang tinggi dalam menjalankan profesinya akan memiliki pola pikir dan prestasi

kerja yang berbeda dibandingkan dengan yang tidak memiliki komitmen. Dengan

adanya komitmen yang tinggi ini para perawat mampu menyelesaikan pekerjaan

dengan maksimal dan tidak merasa terbebani dengan tugas dan tanggung jawab

yang diberikan kepada mereka. Komitmen yang tinggi pula akan membuat

mereka lebih terbuka serta mendukung adanya perubahan yang terjadi di RS PKU

(4)

4

Muhammadiyah Karanganyar, khususnya dalam perubahan sistem penilaian kinerja perawat.

Setiap organisasi harus memastikan bahwa seluruh anggota di dalam organisasi siap dengan adanya inisiatif perubahan yang dicanangkan. Namun pada kenyataannya masih banyak organisasi yang langsung mengimplementasikan perubahan tanpa memperhatikan kesiapan dari seluruh karyawan. Hal tersebut juga terjadi pada perubahan sistem penilaian kinerja perawat yang terjadi di RS PKU Muhammadiyah Karanganyar. Pemimpin rumah sakit tidak melakukan pengukuran terlebih dahulu untuk menciptakan kesiapan berubah pada perawat dan langsung mengimplementasikan perubahan sistem penilaian kinerja tersebut.

Tidak adanya proses penilaian atau pengukuran dapat memperbesar peluang kegagalan perubahan sistem yang telah dilakukan. Karena organisasi tidak mengetahui apakah karyawan dalam hal ini perawat, benar-benar siap berubah atau tidak. Apabila ternyata para perawat tidak siap untuk berubah, maka mereka akan menunjukkan sikap menolak terhadap perubahan dan hal ini akan berdampak negatif bagi perusahaan.

Secara khusus terdapat tiga tahap dalam proses perubahan menurut

Armenakis (2002). Fase pertama adalah kesiapan, seluruh anggota di dalam

organisasi melakukan persiapan dan menjadi pendukung di dalam proses

perubahan. Fase yang kedua adalah pengadopsian, ketika perubahan

diimplementasikan karyawan mampu melakukan penyesuaian terhadap cara baru

dalam kegiatan operasional. Fase ketiga adalah institusionalisasi, berawal dari

upaya untuk mempertahankan fase pengadopsian dan memperkuat perubahan

(5)

5

sampai menjadi sesuatu yang diinternalisasi dalam diri seluruh karyawan. Lebih lanjut, Weiner et al. (2008) menyatakan bahwa kesiapan berubah terkait dan fokus pada perubahan organisasi yang direncanakan dan disengaja (sering diprakarsai oleh manajemen) agar organisasi menjadi lebih proaktif di masa depan dibandingkan dengan kondisi saat ini. Karena masa depan penuh dengan ketidakpastian dan mungkin juga dapat memberikan dampak negatif pada kompetensi dan kemampuan karyawan saat ini, maka banyak anggota organisasi khususnya karyawan menolak adanya perubahan. Menurut Holt et al. (2007) terdapat empat faktor yang mempengaruhi kesiapan berubah, yaitu kesesuaian (appropriatness), kemampuan untuk melakukan perubahan (change efficacy), dukungan manajemen (management support), dan manfaat individu (personally beneficial). Keempat faktor ini dapat menjadi sebuah alat untuk mengukur

kesiapan berubah di dalam diri karyawan agar inisiatif perubahan dapat diimplementasikan dengan baik sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan.

Namun, faktor yang mempengaruhi keberhasilan perubahan bukan hanya kesiapan, tetapi komitmen dan sumber daya juga menjadi hal yang harus diperhatikan sebelum mengimplementasikan perubahan. Komitmen dan kesiapan berubah perlu ditumbuhkan dalam diri karyawan agar implementasi perubahan menjadi lebih efektif, pendapat ini disampaikan oleh Turner (dalam Holt, 2002).

Penelitian sebelumnya mengindikasikan bahwa sikap karyawan terhadap

perubahan organisasi yang diinspirasi oleh manajer memiliki peran yang besar

untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan dari inisiatif perubahan (Lines,

2005).

(6)

6

Menurut Kouzes dan Posner (dalam Elias, 2009), kesuksesan perubahan membutuhkan karyawan yang memiliki motivasi intrinsik, kemampuan untuk melihat perubahan sebagai kesempatan pembelajaran dan merasa seolah-olah mereka memiliki kontrol terhadap program perubahan. Komitmen organisasional yang tinggi akan menumbuhkan komitmen terhadap perubahan dalam diri karyawan secara individu. Dengan adanya komitmen organisasional ini para karyawan akan tetap menunjukkan loyalitas ketika organisasi tempat mereka bekerja mengalami perubahan dan karyawan pun bersedia untuk mendukung serta terlibat di dalam perubahan tersebut.

Noble dan Mokwa (1999) berpendapat bahwa komitmen organisasional adalah kemampuan karyawan secara individu untuk mengidentifikasi dan bekerja sesuai dengan tujuan dan nilai organisasi. Lebih lanjut, Jena (2015) menyatakan komitmen organisasional adalah komitmen karyawan terhadap organisasi yang memiliki dua aspek yaitu perspektif karyawan dan perspektif organisasi.

Komitmen dapat diamati sebagai perspektif karyawan ketika komitmen tumbuh karena adanya persamaan antara tujuan dan nilai yang dimiliki karyawan dengan organisasi. Sedangkan komitmen dapat diamati sebagai perspektif organisasi ketika komitmen berkembang setelah karyawan menjadi bagian dari organisasi dan menyebabkan mereka terus menjadi anggota organisasi tersebut.

Komitmen organisasional berkembang secara alami dan dapat diwujudkan

dalam bentuk sifat hubungan antara karyawan dan organisasi atau hubungan ke

berbagai entitas dalam organisasi. Bagi Meyer dan Allen (dalam Azeem,2010)

komitmen organisasional merupakan keadaan psikologis yang menunjukkan

(7)

7

hubungan karyawan dan organisasi yang berdampak pada keputusan untuk tetap menjadi anggota dalam organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen organisasional juga harus diperhatikan dalam sebuah inisiatif perubahan.

Pemimpin perlu melakukan identifikasi serta membangun komitmen organisasional pada masing-masing individu. Karena selain menunjukkan seberapa besar keterikatan karyawan terhadap organisasi, komitmen organisasional juga mencerminkan cara berpikir karyawan tentang seberapa besar tujuan dan nilai yang mereka pegang sejalan dengan organisasi dan bagaimana mereka menyelesaikan konflik, khususnya konflik yang mungkin muncul dalam sebuah inisiatif perubahan dalam organisasi.

Meyer dan Allen (1991) menyusun model komitmen organisasional dari tiga komponen komitmen. Di dalam model tersebut, komitmen dikonseptualisasikan sebagai keadaan psikologis atau pola pikir yang akan meningkatkan kemungkinan individu mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Tiga komponen komitmen organisasional tersebut adalah komitmen afektif (affective commitment), komitmen kontinuans (continuance commitment), dan komitmen normatif (normative commitment).

Komitmen organisasional merupakan salah satu elemen penting yang akan

memengaruhi perubahan di dalam organisasi, karena dengan adanya komitmen

organisasional yang tinggi akan menumbuhkan kesiapan berubah dalam diri setiap

karyawan. Hal ini akan membuat karyawan bersedia untuk menerima perubahan,

memiliki keinginan untuk terlibat dalam perubahan, dan mengembangkan sikap

positif terhadap perubahan yang terjadi di organisasi. Hubungan komitmen

(8)

8

organisasional dengan kesiapan berubah telah ditunjukkan dalam beberapa penelitian. Di dalam penelitian yang dilakukan oleh Visagie dan Steyn (2011), komitmen afektif dan komitmen normatif memiliki hubungan yang signifikan dengan kesiapan berubah, sedangkan komitmen kontinuans tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kesiapan berubah.

Hasil penelitian yang sedikit berbeda ditunjukkan di dalam penelitian yang dilakukan oleh Al-Abbrow dan Abrishamkar (2013) yang menemukan bahwa ada pengaruh antara komitmen organisasional pada kesiapan berubah. Pengaruh terkuat adalah antara komitmen afektif dengan kesiapan berubah, sedangkan komitmen kontinuans dan komitmen normatif keduanya memiliki dampak yang positif pada kesiapan berubah karyawan. Namun objek dari kedua penelitian yang disebutkan di atas bukanlah perawat di sebuah rumah sakit akan tetapi karyawan perusahaan telekomunikasi di Afrika Selatan untuk penelitian yang dilakukan oleh Visagie dan Steyn (2011), sedangkan objek penelitian dari Al-Abbrow dan Abrishamkar (2013) adalah karyawan di sektor pendidikan tinggi di Iraq.

1.2 Rumusan Masalah

Mengimplementasikan sebuah perubahan di dalam organisasi sangat

penting, karena program perubahan menjadi kewajiban bagi organisasi agar tetap

bertahan dan kompetitif. Perubahan seringkali dilakukan tanpa memperhatikan

kesiapan dari karyawan yang terlibat. Perubahan sistem, kebijakan, prosedur,

strategi, teknologi dan sebagainya harus diikuti oleh perubahan pola pikir dari

seluruh anggota organisasi. Kegagalan dalam implementasi perubahan seringkali

(9)

9

disebabkan oleh kurangnya komitmen organisasional dan kesiapan berubah dari para karyawan yang terlibat.

RS PKU Muhammadiyah Karanganyar melakukan perubahan sistem penilaian kinerja para perawat, dari yang sebelumnya menggunakan DP3 menjadi berdasarkan deskripsi pekerjaan. Sistem penilaian kinerja berdasarkan deskripsi pekerjaan lebih objektif dibandingkan dengan menggunakan DP3. Dengan sistem penilaian berdasarkan deskripsi pekerjaan kualitas kerja perawat dapat lebih jelas dinilai. Adanya perubahan sistem penilaian kinerja meningkatkan tingkat kompetitif bagi para perawat. Oleh sebab itu, kesiapan berubah dibutuhkan agar para perawat mampu bersaing dalam peningkatan produktivitas kerja mereka.

Namun dalam hal ini, pemimpin rumah sakit langsung melakukan

implementasi perubahan sistem penilaian kinerja tanpa melakukan pengukuran

terhadap kesiapan para perawat. Tidak adanya pengukuran kesiapan berubah

dapat berakibat gagalnya perubahan yang dilakukan. Selain kesiapan berubah,

komitmen organisasional juga menjadi salah satu indikator yang menentukan

sukses atau tidaknya sebuah perubahan. Ketika perawat memiliki komitmen

penuh terhadap pekerjaan yang dilakukan, mereka akan sepenuhnya mendukung

dan bersedia terlibat di dalam perubahan yang dilakukan. Berdasarkan

permasalahan tersebut peneliti ingin menganalisis pengaruh komitmen

organisasional pada kesiapan berubah bagi perawat RS PKU Muhammadiyah

Karanganyar.

(10)

10

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, pertanyaan yang akan dijawab di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah komitmen afektif berpengaruh positif dan signifikan pada kesiapan berubah ?

2. Apakah komitmen kontinuans berpengaruh positif dan signifikan pada kesiapan berubah ?

3. Apakah komitmen normative berpengaruh positif dan signifikan pada kesiapan berubah ?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh tiga komponen dalam komitmen organisasional yaitu komitmen afektif, komitmen kontinuans, komitmen normatif pada kesiapan berubah dalam kaitannya dengan perubahan sistem penilaian kinerja bagi para perawat di RS PKU Muhammadiyah Karanganyar.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Bagi RS PKU Muhammadiyah Karanganyar

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta bahan

pertimbangan bagi organisasi, terkait dengan pengaruh komitmen

organisasional pada kesiapan berubah sebagai faktor penting yang

mendukung sebuah program perubahan. Dengan mengidentifikasi dan

(11)

11

mengukur komitmen organisasional pada kesiapan berubah bagi para perawat dapat meningkatkan peluang keberhasilan dan keefektifan dari perubahan yang dilakukan oleh organisasi.

2. Bagi Pembaca dan kalangan akademisi

Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan serta dapat dijadikan sebagai tambahan literatur mengenai pengaruh tiga komponen dalam komitmen organisasional yaitu komitmen afektif, komitmen kontinuans, komitmen normatif pada kesiapan berubah.

1.6 Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap para perawat di RS PKU Muhammadiyah Karanganyar. Penelitian ini menganalisis pengaruh tiga komponen dalam komitmen organisasional yaitu komitmen afektif, komitmen kontinuans, komitmen normatif pada kesiapan berubah.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tesis ini terdiri atas 5 (lima) bab, yaitu:

Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang, rumusan masalah,

pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup atau

batasan penelitian, dan sistematika penulisan.

(12)

12

Bab II : Landasan Teori

Bab ini membahas landasan teori yang berkaitan dengan tiga komponen dalam komitmen organisasional yaitu komitmen afektif, komitmen kontinuans, komitmen normatif dan kesiapan berubah serta hipotesis yang digunakan dalam penelitian.

Bab III : Metode Penelitian

Bab ini membahas rancangan penelitian, populasi dan sensus, proses pengumpulan data, metode uji instrumen, metode pengujian hipotesis, dan profil organisasi.

Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini berisi penjelasan mengenai proses pengambilan data, temuan dan pembahasan berupa analisis yang mencakup pengaruh komitmen organisasional pada kesiapan berubah bagi perawat RS PKU Muhammadiyah Karanganyar.

Bab V : Simpulan, Keterbatasan, dan Saran

Bab ini menjelaskan tentang simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian

yang dilakukan, keterbatasan dalam penelitian, dan saran yang dapat diberikan

sebagai bahan pertimbangan bagi organisasi serta penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Pada suatu penampang tiang pancang beton prategang yang dibebani oieh gaya prategang efektif (Pe) dengan pusat gaya prategang berada tepat pada pusat penampang fee = 0), maka pada

[r]

Hasil percobaan menunjukkan bahwa dengan menggunakan tanaman Canna indica L dalam sistem lahan basah buatan pengolahan air limbah pencucian rumput laut dapat penyisihan

Pada umumnya masyarakat menyukai es krim untuk dihidangkan pada saat berkumpul bersama keluarga, sekedar menjamu tamu, atau untuk bekal bertamasya. Biasanya mereka lebih

lindungan-Nya.. Analisis Kemampuan Metakognisi dalam Pemecahan Masalah Persamaan Kuadrat Ditinjau dari Adversity Quotient pada Siswa Kelas X SMA Negeri 2

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Perbedaan pengaruh penerapan model work-based learning dan cooperative learning “metode demonstrasi” terhadap prestasi

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik

Untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan basis dan bukan basis dapat digunakan dengan metode Location Quotient (LQ), yang merupakan perbandingan relatif