• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Penerapan Persetujuan Tindakan Kedokteran dalam Pelayanan Kesehatan Dihubungkan dengan Malpraktik dalam Praktik Kedokteran.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis Penerapan Persetujuan Tindakan Kedokteran dalam Pelayanan Kesehatan Dihubungkan dengan Malpraktik dalam Praktik Kedokteran."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

1087047 ABSTRAK

Pelayanan kesehatan yang baik dalam dunia medik sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Ini dibuktikan karena pelayanan kesehatan merupakan hal yang penting dan seharusnya diterapkan dengan benar untuk menunjang kehidupan masyarakat dibidang kesehatan lebih baik. Akan tetapi, dalam kenyataanya masih saja terjadi tindakan malpraktik dalam praktik medik. Hal tersebut sangat membahayakan masyarkat karena proses tindakan medis berkaitan erat dengan hajat hidup manusia dan juga menyangkut hak bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Dokter dalam melakukan pelayanan kesehatan sepatutnya memberikan persetujuan tindakan kedokteran kepada pasien guna menghindari dokter dari tuntutan malpraktik medik. Namun dalam praktiknya pemberian persetujuan tindakan kedokteran oleh dokter kepada pasien masih belum baik oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti hal tersebut.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yatu mengkaji suatu pene litian yang objeknya adalah norma, kaidah dan aturan hukum untuk dikaji kualitasnya, dengan menggunakan pendekatan pada asas-asas hukum/ajaran/doktrin hukum yang mengacu pada pendapat para ahli. Data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini

adalah data sekunder berupa bahan primer berupa Permenkes RI No.

290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan tindakan kedokteran, undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan, Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, Perundang-Undangan, bahan kepustakaan, buku-buku, dan sebagainya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis tindakan malpraktik sering terjadi di Indonesia dimana dokter sering melakukan kelalaian dalam proses medik terhadap pasien. Tindakan kelalaian tersebut seharusnya dapat dicegah oleh dokter dengan mengikuti prosedur medik yang benar.

Upaya pencegahan terhadap malpraktik di Indonesia, dilakukan dengan penerapan persetujuan tindakan kedokteran sesuai dengan prosedur kententuan hukum yang berlaku. Dalam hal ini dokter sebagai pemegang kewajiban atas prosedur persetujuan tindakan kedokteran harus menjalankan sesuai Standar Operasional Prosedur yang telah ditentukan. Oleh sebab itu ini merupakan dasar hak seorang pasien atas segala sesuatu yang terjadi pada tubuhnya serta tugas utama dokter dalam melakukan penyembuhan terhadap pasien sebagai bentuk pelayanan kesehatan. Persetujuan tindakan kedokteran yang disampaikan dengan baik oleh dokter kepada pasien agar mencegah terjadinya malpraktik medik.

(2)

1087047 ABSTRACT

A good health care from the medical world is needed by the community. This is evidenced by the importance of health care itself and of the right application in order to be able to support people’s lives better. However, there is still malpractice in reality of medical practices. It is so harmful, as the medical action is closely related to the lives of people and also to the right of the people to get better healthcare. Although the protection toward action of malpractice has been regulated, there is still doctors that are negligent in performing their duties properly. In the field of health service, doctors duly provide medical consent to the patient to prevent doctor itself from malpractice indictment. Nevertheless, in practice the provision of medical consent by doctors to patient is not adequate enough. Therefore, the author is interested in examining it.

This study uses a judicial-normative research method, as the object of the research is norm, rules, and quality of the rule of law that needed to be reviewed. This research uses also principles of law, teachings, doctrines of law which refers to the opinion of experts as an approach. Moreover, the data used by the author in this study are secondary data from the primary raw material in the form of Health Minister Regulation Number. 290/ Health Minister/ Law/ III/ 2008 concerning medical consent, Law Number 36 of 2009 on Health, Law Number 29 of 2004 on Medical Practice, Legislation, library books, and so on. Based on research that has been done by the author, malpractices are common in Indonesia, where doctors often perform negligence in the medical process of the patient. However, the negligence action could have been prevented by a medical doctor by following the right procedures.

The prevention efforts against malpractice in Indonesia can be carried out by the application of medical consent in accordance with the procedural applicable law. In this case, a doctor as the holder of liability for medical consent procedure must work according to Standard Operating Procedures that have been determined. Therefore, this is the basic right of a patient for everything that happens to his body, as well as the main task of the doctor in patient’s healing as a form of health care. Medical consents that are conveyed well by the doctor to the patient are useful to prevent the occurrence of medical malpractice

(3)

Halaman Judul………...…..……..i

Pernyataan Keaslian………..…...ii

Pengesahan Pembimbing………..iii

Persetujuan Panitia Sidang………...iv

Pengesahan Penguji………...v

Abstrak ………..…….…....….vi

Kata Pengantar………...……viii

Daftar Isi……….………..xi

BAB I PENDAHULUAN…………..………..1

A. Latar Belakang....………...………...1

B. Identifikasi Masalah………14

C. Tujuan Penelitian……....………...15

D. Kegunaan Penelitian………15

E. Kerangka Pemikiran………16

F. Metode Penelitian………....24

(4)

1. Pengertian Pelayanan Kesehatan di Dunia Medik……….32

2. Pengaturan Pelayanan Kesehatan di Indonesia………..33

B. Persetujuan Tindakan Kedokteran di Dunia Kesehatan……….….39

1. Pengertian Persetujuan Tindakan Kedokteran Secara Umum…………...39

2. Terbentuknya Persetujuan Tindakan Kedokteran………...41

3. Bentuk Persetujuan Dari Tindakan Kedokteran………43

4. Fungsi dan Tujuan Tindakan Kedokteran……….44

5. Persetujuan Tindakan Kedokteran Dalam Berbagai Peraturan Perundang-undangang………...47

6. Persetujuan Tindakan Kedokteran Dihubungkan Dengan Transaksi Terapeutik……….58

a. Pengertian Transaksi Terapeutik Dalam Hubungan Dokter Dengan Pasien……….…58

b. Dasar Hukum Terbentuknya Transaksi Terapeutik………61

BAB III MALPRAKTIK DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN……….………...70

A. Pengertian Malpraktik……….70

B. Latar Belakang Malpraktik……….74

C. Jenis Malpraktik………..77

(5)

G. Tingkatan Malpraktik………..89

H. Malpraktik Dikaitkannya Dengan Pengertian Standar Profesi Kedokteran…90 BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN DIHUBUNGKAN DENGAN MALPRAKTIK DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN……….……….97

A. Persetujuan Tindakan Kedokteran Dalam Pelayanan Kesehatan …………...97

B. Malpraktik Medik Dihubungkan Dengan Persetujuan Tindakan Kedokteran………105

C. Pengaruh Persetujuan Tindakan Kedokteran Atas Pencegahan Malpraktik Medik Dalam Praktik Kedokteran………..………111

1. Implikasi Hubungan Kontraktual Antara Dokter Dengan Pasien Dalam Telaah Perdata……….112

2. Persetujuan Tindakan Kedokteran Secara Tertulis Sebagai 3. Dasar Bertindak Dokter Dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan…...116

4. Fungsi Persetujuan Tindakan Kedokteran Dalam Praktik Kedokteran...120

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…..………..…………125

A. Kesimpulan………125

B. Saran………..127

(6)
(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah salah satu negara terbesar di dunia, dengan

kepemilikan pulau sebanyak 17.504 dan penduduk melebihi 200 juta jiwa.1

Penduduk yang berpenghuni dari sabang sampai merauke diatur oleh negara

dengn tujuan untuk mensejahterahkan penduduknya. Salah satu tujuan negara

yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu

memajukan kesejahteraan umum, yang artinya memenuhi kebutuhan dasar

manusia, yaitu pangan, sandang, pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja.

Salah satu upaya mencapai tujuan negara ialah melalui peningkatan

pembangunan kesehatan dalam masyarakat, demi tercapainya kemampuan

untuk hidup sehat bagi setiap penduduk. Pembangunan kesehatan secara

menyeluruh dan terpadu didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional yang

berpihak pada rakyat merupakan wujud dari cita-cita Bangsa Indonesia. Hak

masyarakat dalam mendapatkan kesehatan yang layak diatur dalam Pasal 28

huruf H Undang-Undang Dasar 1945 yaitu:

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan yang sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” Ini artinya bahwa setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya,

(8)

dan Negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya tanpa memandang kekayaan dan status”.2

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan hidup yang sangat penting

dalam menunjang aktifitas sehari-hari. Pengertian kesehatan sebagaimana

tercantum dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan yang menyebutkan “Kesehatan adalah keadaan sejahtera

dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

secara sosial dan ekonomi’’. Banyak hal yang harus diperbuat oleh seseorang

agar mencapai suatu kesehatan yang baik, upaya yang dimaksud adalah upaya

kesehatan. Pasal 1 angka 11 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan menjelaskan yang dimaksud dengan upaya kesehatan adalah setiap

kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh

pemerintah dan atau masyarakat. Upaya kesehatan dibagi empat macam

antara lain upaya peningkatan (promotif)3, upaya pencegahan (preventif)4,

upaya penyembuhan (kuratif)5, upaya pemulihan (rehabiltatif)6. Upaya

kesehatan sebagaimana dimaksud di atas, dipengaruhi oleh faktor dan

2 Pada BAB XA Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang terdiri dari

Pasal 28 A sampai dengan J, mengatur mengenai Hak Asasi Manusia. 3

Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kegiatan

4 Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah

kesehatan/penyakit. 5

Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.

6

(9)

lingkungan fisik dan biologis yang bersifat dinamis dan kompleks. Menyadari

betapa luasnya hal tersebut, pemerintah melalui sistem kesehatan nasional,

berupaya menyelenggarakan kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu,

merata, dan dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Upaya kesehatan diselenggarakan dengan menitikberatkan pada pelayanan

kesehatan untuk melindungi hak setiap masyarakat dalam mendapatkan

pelayanan kesehatan dan perawatan medik. Hak atas kesehatan sebagai hak

asasi manusia yang telah diakui dan diatur dalam berbagai instrumen baik

nasional maupun internasional.

Hak atas pelayanan kesehatan memerlukan penanganan yang

sungguh-sungguh, salah satu hak atas pelayanan kesehatan yang diakui secara

internasional ialah diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada

tahun 1948. Beberapa Pasal yang berkaitan dengan hak atas pelayanan

kesehatan dan hak atas diri sendiri antara lain dimuat dalam Pasal 3 Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia yang berbunyi : Setiap orang berhak atas

kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai induvidu. Selanjutnya dalam

Pasal 5 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyebutkan : Tidak seorang

pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dikukum

secara tidak manusiawi atau dihina. Ini membuktikan bahwa adanya hak-hak

(10)

baik itu laki-laki maupun perempuan, dimana dalam hal ini bertujuan untuk

menigkatkan kualitas hidup manusia.7

Sistem Kesehatan Nasional menyebutkan bahwa kesehatan

menyangkut semua segi kehidupan yang ruang lingkup dan jangkauannya

sangat luas dan komples. Menunjang Sistem Kesehatan Nasional tersebut

Pemerintah dan masyarakat berhak dan wajib membangun suatu pengaturan

hukum yang bersifat menyeluruh dan terpadu di dunia kesehatan.

Pengaturan mengenai kesehatan tersebut diatur dalam peraturan

perundang-undangan di Indonesia, yaitu Undang-Undang No. 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan perubahan atas Undang-Undang No.23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan. Permenkes RI No. 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan

tindakan kedokteran, Undang-Undang No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan

Publik, Undang-Undang No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

perubahan atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1974 tentang

Ketentuan-ketentuan pokok Kesejahteraan Sosial. Dengan adanya pengaturan tersebut

bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya.

Peraturan-peraturan tersebut dibentuk dengan harapan untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara luas yang mencakup upaya

(11)

promotif8, preventif9, kuratif10, dan rehabilitatif 11yang bersifat menyeluruh

terpadu dan berkesinambungan. Peraturan tersebut dibentuk berdasarkan

prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka

pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta memberikan kesadaran

bagi kehidupan bangsa Indonesia mengenai nilai sebuah kesehatan dengan

menciptakan sebuah pemikiran bahwa kesehatan merupakan sebuah bentuk

investasi non materi yang tidak ternilai harganya. Dengan adanya masyarakat

yang sehat, maka segala perencanaan pembangunan bisa dilaksanakan dengan

lancar. Hal ini karena masyarakat merupakan bagian penting dari berbagai

program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah.

Berdasarkan dari peraturan kesehatan maka para pihak yang berperan

penting dalam bidang kesehatan diantaranya pemerintah, para medik dan

pasien yang merupakan warga negara yang sakit. Para pihak tersebut memiliki

tugas dan tanggungjawab masing-masing. Salah satu tanggungjawab

Pemerintah seperti yang dijelaskan dalam Pasal 14 No.36 Tahun 2009

Undang-Undang Kesehatan yang berbunyi: “Pemerintah bertanggungjawab

merencanakan, mengatur, membina menyelenggarakan, dan mengawasi

penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh

8

Upaya promotif adalah upaya meningkatkan kesehatan masyarakat ke arah yang lebih baik lagi. 9 Upaya preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya sesuatu

yang tidak diinginkan. 10

Upaya kuratif adalah upaya yang bertujuan untuk merawat dan mengobati anggota keluarga, kelompok yang menderita penyakit atau masalah kesehatan.

(12)

masyarakat”. Agar upaya kesehatan berhasil guna dan berdaya guna,

Pemerintah perlu merencanakan, mengatur, membina dan mengawasi

penyelenggaraan upaya kesehatan ataupun sumber dayanya secara serasi dan

seimbang dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat.

Tanggungjawab pemerintah untuk peyelenggraaan kesehatan tersebut

dalam hal ini pemerintah juga berhak memberikan hak kepada pasien dalam

pelayanan kesehatan. Salah satu hak pasien adalah hak informasi.

Khusus mengenai hak informasi dalam pelayanan kesehatan

sebagaimana dikatakan oleh Bailey ialah:

In a true life threatening emergency there is no problem with the obtainingof an informed consen. In the absence of a valid consent from a sane and sober adult patient, or from the parent or committee of a minor of incompetent person, consent is implied and the physician has a positive duty to proceed with any reasonable effort to savage life

or limb.12

Yang diterjemahkan bebas oleh penulis yaitu : Dalam keadaan darurat

yang mengancam benar tidak ada masalah dengan persetujuan tindakan

kedokteran. Dengan tidak adanya suatu persetujuan yang sah dari pasien yang

cakap waras dan sadar, atau dari orang tua atau komite di bawah umur dari

orang yang tidak kompeten, maka persetujuan tersebut tidak sah dan dokter

memiliki kewajiban untuk melanjutkan dengan upaya yang wajar untuk

kehidupan ekstremitas.

(13)

Selain dari hak pasien atas informasi maka dokter juga mempunyai

kewajiban sebagai pengemban profesi yang berdasarkan pada perjanjian

terapeutik.13 Jika diperhatikan Kode Etik Kedokteran Indonesia yang tertuang

dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan R.I.No.34 Tahun 1983,

didalamnya terkandung beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan oleh

dokter di Indonesia. Kewajiban-kewajiban tersebut meliputi: kewajiban

umum, kewajiban terhadap penderita, kewajiban terhadap teman sejawatnya,

kewajiban terhadap diri sendiri.

Berpedoman pada isi rumusan kode etik kedokteran tersebut, Hermien

Hadiati Koweswadji mengatakan bahwa secara pokok kewajiban dokter dapat

dirumuskan sebagai berikut.

1. Bahwa ia wajib merawat pasiennya dengan cara keilmuan yang ia miliki

secara adekuat. Dokter dalam perjanjian tersebut tidak menjanjikan

menghasilkan satu resultaat atau hasil tertentu, karena apa yang

dilakukannya itu merupakan upaya atau usaha sejauh mungkin sesuai

dengan ilmu yang dimilikinya.

2. Dokter wajib menjaklankan tugasnya sendiri (dalam arti secara pribadi

dan bukan dilakukan oleh orang lain) sesuai dengan yang telah

diperjanjikan, kecuali apabila pasien menyetujui perlu adanya seseorang

13

(14)

yang mewakilinya (karena dokter dalam lafal sumpahnya juga wajib

menjaga kesehatannya sendiri).

3. Dokter wajib memberi informasi kepada pasiennya mengenai segala

sesuatu yang berhubungan dengan penyakit atau penderitaannya.

Kewajiban dokter ini dalam hal perjanjian perawatan menyangkut hal

yang ada kaitannya dengan kewajiban pasien.

Penulisan ini membahas mengenai salah satu kewajiban dokter yaitu

memberi informasi kepada pasiennya mengenai segala sesuatu yang

berhubungan dengan penyakit atau penderitaannya. Informasi dari dokter

dalam hukum kedokteran merupakan hak pasien serta kewajiban dokter, baik

diminta atau tidak diminta oleh pasien maka dokter wajib menyampaikan

informasi tersebut kepada pasien. Hak atas informasi dan hak memberikan

persetujuan tersebut oleh pasien maupun keluarganya atas dasar informasi dan

penjelasan mengenai tindakan medik apa yang akan dilakukan terhadap pasien

dikenal dengan hak pasien atas Persetujuan tindakan kedokteran.

Persetujuan tindakan kedokteran ini sangat erat kaitannya dengan

tindakan medik yang artinya adalah suatu transaksi untuk menentukan atau

upaya untuk mencari terapi yang paling tepat bagi pasien yang dilakukan oleh

dokter. Sehingga hubungan antara Persetujuan tindakan kedokteran dan

tindakan medik yang akan dilakukan oleh dokter dapat dikatakan bahwa

(15)

mendukung adanya tindakan medik tersebut.

Faktor utama yang sangat berpengaruh dalam persetujuan tindakan

kedokteran adalah kerelaan dan berpartisipasi. Umumnya tindakan yang

berkaitan dengan persetujuan tindakan kedokteran mengarah pada pelayanan

kesehatan, penelitian dan institusi yang cenderung tidak hanya berdampak

pada pasien. Prioritas utamanya adalah memberikan kontribusi penting pada

pasien untuk membentuk persepsi tentang informasi yang diberikan serta

mengevaluasi proses pengambilan keputusan.14 Keikutsertaan pasien dalam

tindakan medik tidak hanya sebagai hasil dari penerimaan informasi tentang

manfaat dan resiko, serta membandingkan kondisi dan keputusan yang

rasional. Dari standar prsetujuan tindakan kedokteran yang ditampilkan

ternyata mendapat reaksi yang bermacam-macam. Dalam bentuk pertama

persetujuan tindakan kedokteran berkemungkinan tidak tercapai. Bentuk

kedua persetujuan tindakan kedokteran, memberikan solusi dengan penyajian

informasi yang lebih baik serta menjamin bahwa pasien membuat

keputusannya dengan kerelaannya.

Persetujuan tindakan kedokteran diatur di dalam Peraturan Menteri

Kesehatan No. 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.

Bersama dengan standar profesi medik, persetujuan tindakan kedokteran

14

Dedi H.Sibarani skripsi Akibat Hukum Dari Tidak Adanya Persetujuan Tindakan Kedokteran Serta

Kaitannya Dengan Malpraktik Medik, 2008, hlm .3.

(16)

merupakan unsur pokok dari tanggung jawab profesional kedokteran.

Persetujuan tindakan kedokteran merupakan salah satu bagian penting dalam

suatu kontrak antara dokter dan pasien, maka masalah persetujuan tindakan

kedokteran mempunyai banyak korelasi/hubungan dengan masalah-masalah

malpraktik medik dari segi hukum dan etika.

Pengertian Malpraktik oleh Adami Chazawi dalam bukunya

’’Malpraktik Kedokteran Tinjauan Norma dan Doktrin Hukum’’ yakni

pandangan malpraktik kedokteran jika dikaitkan dengan faktor tanpa

wewenang atau kompetensi, dapat diterima dari sudut hukum administrasi

kedokteran. Salah satu tindakan malpraktik diantaranya dibidang perizinan

praktik dokter. Dengan tidak adanya izin praktik dokter bisa dikategorikan

tindakan malpraktik karena melakukan tindakan medik tanpa adanya surat izin

yang resmi atau sudah disetujui oleh pemerintah atau menteri kesehatan.

Kejadian itulah yang disebut awal dari pelanggaran malpraktik kedokteran

yang kemudian berpotensi menjadi malpraktik yang kemudian menimbulkan

kerugian bagi pihak yang dirugikan terutama oleh pasien. Oleh karena adanya

kerugian yang diterima bagi pasien berarti adanya suatu pelanggaran hak

terhadap pasien. Dan hal itulah yang menjadikan suatu hubungan apabila

terjadi malpraktik sudah pasti pula terjadi pelanggaran terhadap hak pasien.15

Tindakan malpraktik itu menimbulkan akibat hukum dalam perdata,

(17)

pidana, maupun administrasi. Dalam hal malpraktik pidana harus berupa

akibat yang sesuai dengan yang ditentukan dalam undnag-undang, malpraktik

kedokteran hanya terjadi pada tindak pidana materiil. Suatu tindak pidana

yang melarang menimbulakn akibat tertentu seperti kematian, luka berat, rasa

sakit atau luka yang mendatangkan penyakit atau luka yang menghambat

tugas dan mata pencarian sebagai unsur malpraktik pidana dokter.

Pelanggaran hukum administrasi praktik dokter pada dasarnya adalah

pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban hukum administrasi kedokteran.

Kewajiban administrasi dokter dapat dibedakan menjadi dua. Pertama,

kewajiban administrasi yang berhubungan dengan kewenangan sebelum

dokter berbuat. Kedua, kewajiban administrasi pada saat dokter sedang

melakukan pelayanan medik. Dari berbagai aspek hukum diatas banyak

menimbulkan berbagai macam masalah malpraktik yang menjadi pusat

perhatian dimasyarakat.

Aspek hukum malpraktik dibidang medik dewasa ini sangat menjadi

perhatian karena perkembangannya yang terus meningkat dengan korban yang

begitu besar dan kompleks serta banyak timbulnya gugatan dari pasien yang

merasa dirugikan, yakni secara umum tidak hanya dapat menguras sumber

daya alam, akan tetapi juga modal manusia, modal sosial bahkan modal

kelembagaan yang dilakukan dalam upaya memberikan perlindungan terhadap

korban tindakan medik tersebut. Karena pada dasarnya kebijakan hukum itu

(18)

hakikatnya merupakan bagian dari integral dari usaha perlindungan

masyarakat. Perlindungan dan penegakan hukum di Indonesia di bidang

kesehatan masih terlihat sangat kurang hal ini terlihat dari beberapa kasus

yang terjadi dimaysrakat yang berkaitan dengan perlindungan dan penegakan

hukum. Satu demi satu terdapat beberapa contoh kasus yang terjadi terhadap

seorang pasien yang tidak mendapatkan pelayanan semestinya, yang terburuk

dan kadang-kadang berakhir dengan kematian.

Salah satu contoh kasus malpraktik yang berhubungan dengan

persetujuan tindakan kedokteran ialah yang terjadi terjadi di Manado. Penulis

akan mencoba untuk menguraikan secara singkat kronologi kejadian dengan

bertuntun. Sabtu pada tanggal 10 April 2010, pada waktu pukul 22.00 Wita

bertempat diruang operasi Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R.D. Kandauw

Malalayang kota Manado. Bahwa pada waktu dan tempat sebagaimana

disebut diatas dr. Dewa Ayu Sasiary Pwawani yang selanjutnya disnigkat

dengan nama Ayu (Terdakwa I), dr.Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dr.

Hendy Siagian (Terdakwa III). Sebagai dokter pada Rumah Sakit Umum Prof.

Dr. R.D. Kandauw Malalayang kota Manado melakukan operasi Cito Secsio

Sesaria terhadap korban Siska Makatey.

Pada saat sebelum operasi Cito Secsio Sesaria16 terhadap korban

dilakukan para terdakwa tidak pernah menyampaikan kepada pihak keluarga

(19)

korban tentang kemungkinan-kemungkinan terburuk termasuk kematian yang

dapat terjadi diri korban jika operasi Cito Secsio Sesaria tersebut dilakukan

terhadap diri korban dan para terdakwa sebagai dokter yang melaksanakan

operasi Cito Secsio Sesaria terhadap diri korban tidak melakukan

pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan jantung, foto rontgen dada dan

pemeriksaan penunjang lainnya sedangkan tekanan darah pada saat sebelum

korban dinasehati/ dilakukan pembiusan, sedikit tinggi yaitu menunjukan

angka 160/70 (seratus enam puluh per tujuh puluh)

Berdasarkan uraian diatas terlihat ada permasalahan hukum mengenai

persetujuan tindakan kedokteran sehingga menyebabkan malpraktik medik.

Permasalahan hukum mengenai hak pasien atas informasi medik yang di

berikan dokter dalam persetujuan tindakan kedokteran tersebut merupakan

unsur yang sangat penting seperti yang di atur dalam Peraturan Menteri

Kesehatan No. 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.

Bersama dengan Standar Profesi Medik (SPM), persetujuan tindakan

kedokteran merupakan unsur pokok dari tanggung jawab professional

kedokteran dalam setiap tindakan medik.

Permasalahan mengenai persetujuan tindakan kedokteran dalam

malpraktik medik ini sebelumnya sudah diteliti oleh Amalia Tufani

Mahasiswa Program Sarjana Satu Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan

judul “Tinjauan Yuridis Malpraktik Medis Dalam Sistem Hukum Indonesia”

(20)

Informed Consent Serta Kaitannya Dengan Malpraktik Medik”. Karya-karya

ilmiah berupa skripsi tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

penulis. Dalam skripsi ini, penulis akan membahas mengenai Tinjauan

Yuridis Persetujuan Tindakan Kedokteran Dalam Pelayanan Kesehatan di

Hubungkan Dengan Malpraktik Dalam Praktik Kedokteran.

Berdasarkan dari permasalahan yang diuraikan, maka penulis tuangkan

dalam suatu penulisan hukum dengan judul “TINJAUAN YURIDIS

PENERAPAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN DIHUBUNGKAN DENGAN MALPRAKTIK DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi

perumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah yang dimaksud dengan persetujuan tindakan kedokteran dalam

pelayanan kesehatan dan pelayanan kesehatan apa saja yang

membutuhkan persetujuan tindakan kedokteran ?

2. Apakah yang dimaksud dengan malpraktik medik dalam praktik

kedokteran ?

3. Apakah persetujuan tindakan kedokteran menyebabkan pencegahan terjadi

(21)

C. Tujuan Penelitian

Adanya tujuan yang ingin disampaikan penulis dalam skripsi ini adalah

1. Untuk memberikan penjelasan mengenai persetujuan tindakan kedokteran

dan untuk mengetahui kategori pelayanan kesehatan yang membutuhkan

persetujuan tindakan kedokteran.

2. Untuk mengetahui dan memahami dengan jelas gambaran tentang

malpraktik medik dalam praktik kedokteran.

3. Untuk memberikan penjelasan mengenai persetujuan tindakan kedokteran

dalam mencegah terjadinya malpraktik medik dalam praktik kedokteran.

D. Kegunaan Penelitian

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun

praktis sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis

Dengan penulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian ataupun

masukan terhadap pemahaman Persetujuan tindakan kedokteran

khususnya berkaitan dengan malpraktikdalam praktikkedokteran.

2. Manfaat praktis

a. Untuk menambah pengetahuan ilmu hukum kesehatan tentang

kepastian hukum yang diperoleh pasien sehingga dapat dipergunakan

(22)

kebijaksanaan bagi pemerintah, para medik, pasien yang merupakan

warga negara yang sakit, serta instansi penegak hukum yang terkait.

b. Dengan penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

masukan ataupun sumbangan untuk kepentingan ilmu pengetahuan,

memberikan manfaat bagi dunia pelayanan kesehatan dan masyarakat

pada umumnya. Selain itu diharapkan agar tulisan ini dapat digunakan

sebagai bahan referensi bagi perpustakaan Fakultas Hukum

Universitas Kristen Maranatha.

E. Kerangka Pemikiran

Upaya peningkatan kualitas hidup manusia dibidang kesehatan,

merupakan suatu usaha yang sangat luas dan menyeluruh, usaha tersebut

meliputi peningkatan kesehatan masyarakat baik fisik maupun non fisik.

Dalam Sistem Kesehatan Nasional disebutkan, bahwa kesehatan menyangkut

semua segi kehidupan yang ruang lingkup dan jangkauannya sangat luas dan

kompleks.

Menurut Anderson dalam Notoadmojo, ada 3 faktor yang

mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu (1) mudahnya

menggunakan pelayanan kesehatan yang tersedia, (2) adanya faktor-faktor

yang menjamin terhadap pelayanan kesehatan yang ada, (3) adanya kebutuhan

pelayanan kesehatan.17

17

(23)

Berdasarkan hak dari setiap orang untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan maka timbulah kewajiban bagi mereka yang berprofesi sebagai

dokter untuk melayani pasien sebaik-baiknya.

Dokter dan pasien adalah dua subjek hukum yang terkait dalam bidang

pemeliharaan kesehatan. Kedua unsur ini membentuk suatu hubungan medik

dan hubungan hukum. Hubungan yang dibentuk umumnya merupakan objek

pemeliharaan kesehatan umumnya dan pelayanan kesehatan khususnya.

Dokter berperan sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan, sedangkan pasien

berperan sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan. Pelaksanaan hubungan

antara pasien dan dokter selalu diatur dengan peraturan-peraturan tertentu

supaya terjadi keharmonisan dalam melaksanakan hubungan antar pihak.

Peraturan-peraturan ini dituangkan dalam hukum kesehatan18

Menurut Van Der Mijn, hukum kesehatan diartikan sebagai hukum

yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan yang meliputi

penerapan perangkat hukum perdata, hukum pidana, dan hukum tata usaha

Negara. Sedangkan Leenen mendefinisikan hukum kesehatan sebagai aktifitas

juridis dan peraturan hukum dibidang kesehatan serta studi ilmiahnya.19

Menurut P. Scholten menyatakan bahwa ada empat asas hukum yang

sifatnya universal. Asas tersebut yaitu : asas keperibadian, asas persekutuan,

asas kesamaan, asas kewibawaan.

18

Willa Chandrawila S, Hukum Kedokteran, Bandung : Mandar Maju,2001, hlm .1.

(24)

Didalam ilmu kesehatan juga mempunyai asas yaitu :

1. Sa science et sa conscience ( ya ilmunya dan ya hati nuraninya )

2. Agroti salus lex superma (kesehatan pasien adalah hukum yang

tertinggi)

3. Deminimis noncurat lex (hukum tidak mencampuri hal-hal yang

sepele)

4. Res ipsa liquitur (faktanya telah berbicara)20

Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

terdapat tiga faktor yang menjadi penyebab diaturnya masalah kesehatan yang

termasuk dalam ranah hukum, ketiga faktor tersebut ialah, (1) meningkatnya

jumlah permintaan akan upaya pelayanan kesehatan berkat meningkatnya

taraf kesejahteraan masyarakat dan kesadaran akan hidup sehat, (2)

berubahnya pola penyakit dan (3) kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan

dibidang kedokteran. Ketiga faktor tersebut sangat menentukan dalam

pembangunan bidang kesehatan, yang akhirnya memandang, pertama,

perlunya perawatan kesehatan diatur dengan

langkah-langkah/tindakan-tindakan oleh pemerintah, kedua perlunya pengaturan dalam hukum

dilingkungan system perawatan kesehatan, dan ketiga, perlunya kejelasan

yang membatasi antara perawatan kesehatan dan tindakan medik tertentu.21

20 Ibid. 120.

(25)

Pelaksanaan hubungan hukum antara dokter dan pasien ditandai yang

bermula dari dokter yang melakukan praktik kedokteran pada pasien dalam

melaksanakan hak dan kewajiban. Yang dimaksud dengan hubungan hukum

antardua subjek hukum atau lebih, atau antar subjek hukum dan objek hukum

yang berlaku dibawah kekuasaan hukum22 atau diatur/ ada dalam hukum dan

mempunyai akibat hukum. Jelasnya, hubungan hukum ada tiga kategori, yaitu

a. Hubungan hukum antardua subjek hukum orang dengan subjek

hukum orang, misalnya hubungan hukum dokter-pasien,

b. Hubungan hukum antara dua subjek hukum orang dengan subjek

hukum badan, misalnya antara pasien dengan rumah sakit, dan

c. Hubungan hukum antara subjek hukum orang maupun badan

dengan objek hukum benda berupa hak kebendaan.23

Berpedoman pada isi rumusan kode etik kedokteran, Hermien Hadiati

Koweswadji mengatakan bahwa salah satu kewajiban dokter terhadap

pasiennya adalah memberikan informasi. Dalam hal ini dokter wajib memberi

informasi kepada pasiennya mengenai segala sesuatu yang berhubungan

dengan penyakit atau penderitaannya. Kewajiban dokter ini dalam hal

perjanjian perawatan (behandelingscontract) menyangkut hal yang ada

kaitannya kengan kewajiban pasien. Informasi dari dokter dalam hukum

kedokteran merupakan hak pasien serta kewajiban dokter, baik diminta atau

(26)

tidak diminta oleh pasien maka dokter wajib menyampaikan informasi

tersebut kepada pasien. Hak atas informasi dan hak memberikan persetujuan

tersebut oleh pasien maupun keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan

mengenai tindakan medik apa yang akan dilakukan terhadap pasien dikenal

dengan hak pasien atas persetujuan tindakan kedokteran.

Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan pasien untuk

dilakukan perawatan atau pengobatan oleh dokter setelah pasien tersebut

diberikan penjelasan yang cukup oleh dokter mengenai bebagai hal, seperti

diagnosis dan terapi. Peraturan Menteri Kesehatan No.

290/MenKes/Per/III/2008 tentang Persetujuan tindakan kedokteran, memberi

batasan tentang Persetujuan tindakan kedokteran yang menyatakan bahwa “

Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh

pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang

akan dilakukan oleh pasien tersebut’’. Peraturan Menteri Kesehatan inilah

yang menjadi dasar hukum yang mewajibkan dokter untuk mendapatkan

persetujuan tindak medik dari pasien sebelum adanya Undang-Undang

No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran. Menurut Beauchamp dan Walters

bahwa Persetujuan tindakan kedokteran dilandasi oleh prinsip etik dan moral

serta otonomi pasien. Prinsip ini mengandung dua hal yang penting yaitu :

1) Setiap orang mempunyai hak untuk memutuskan secara bebas hal

(27)

2) Keputusan itu harus dibuat dalam keadaan yang

memungkinkannya membuat pilihan tanpa adanya campur tangan

atau paksaan dari pihak lain. Prinsip inilah yang oleh para ahli etik

disebut doktrin Persetujuan tindakan kedokteran.24

Menurut Appelbaum bahwa, untuk menjadi doktrin hukum maka

Persetujuan tindakan kedokteran harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a) Adanya kewajiban dari dokter untuk menjelaskan informasi

kepada pasien.

b) Adanya kewajiban dari dokter untuk mendapatkan izin atau

persetujuan dari pasien, sebelum dilaksanakan perawatan.25

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemahaman terhadap

Persetujuan tindakan kedokteran dalam perawatan atau pengobatan, dan

penelitian kedokteran dapat ditinjau baik dari sudut kepentingan pasien

maupun kewajiban dokter.

Ada tiga teori tentang Persetujuan tindakan kedokteran berikut

pandangan yang mendasarinya yang kemukakan oleh Veatch. Adapun tiga

teori yang akan dikemukakan ini sehubungan dengan eksperimen pada

masusia dibidang kedokteran.

24

Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik, Bandung : Cita Aditya Bakti, 2002, hlm. 109.

(28)

(1) Teori manfaat untuk pasien (Het nut voor de patient als theorie

over informed consent)

Pemberian informasi kepada pasien harus dilakuan sedemikian

rupa, sehingga pasien dapat berperan serta dalam proses

pembentukan dan pengambilan keputusan, bahkan secara aktif

pasien menguasainya, agar semaksimal mungkin dapat diperoleh

manfaatnya.

(2) Teori manfaat bagi pergaulan hidup (Het nut voor de

samenleving als theorie over informed consent).

Teori ini menitikberatkan pada pandangan utillitis yaitu bahwa

kemanfaatan yang terbesar bagi jumlah yang terbesar.

Penyelenggaraan eksperimen diperkenankan apabila didasarkan

pertimbangan tetentu lebih banyak manfaatnya daripada

menghasilkan yang tidak baik dan apabila bersamaan dengan itu

eksperimen ini secara keseluruhan lebih banyak menghasilkan

manfaat dibandingkan dengan kemungkinan yang dihasilkan

dengan penerapan metode lain.

(3) Teori menentukan nasib sendiri ( De zelfbeschikkings theorie

over informed consent. Hak menentukan nasip sendiri

memberikan dasar yang otonom bagi syarat persetujuan tindakan

kedokteran. Hak ini merupakan dasar yang lebih jauh kokoh dari

(29)

kekhawatiran tentang perlindungan bagi individu terhadap resiko

dalam percobaan yang dilakukan secara.26

Persetujuan tindakan kedokteran merupakan unsur pokok dari

tanggung jawab professional kedokteran. Persetujuan tindakan kedokteran

merupakan salah satu bagian penting dalam suatu kontrak antara dokter dan

pasien, maka masalah Persetujuan tindakan kedokteran mempunyai banyak

korelasi/hubungan dengan masalah-masalah malpraktik medik (medical

malpractice) baik dari segi hukum dan etika.

Malpraktik medik menurut World Medical Association Tahun 1992

adalah kegagalan dokter untuk memenuhi standar pengobatan dan perawatan

yang menimbulkan cedera pada pasien atau adanya kekurangan ketrampilan

atau kelalaian dalam pengobatan dan perawatan yang menimbulkan cedera

pada pasien. Pandangan terhadap malpraktik dapat dilihat dari sudut

kewajiban dokter yang dilanggar, artinya dihubungkan dengan kewajiban

dokter. Pandangan terhadap malpraktik kedokteran ini dikaitkan dengan

kewajiban dokter bahwa tidak ada malpraktik kedokteran tanpa kewajiban

yang di bebankan kepada dokter dalam hubungan dokter-pasien. Ada

malpraktik kedokteran jika ada kewajiban hukum dokter yang dilanggar.

Pandangan ini pun benar karena tidak mngkin ada malpraktik kedokteran

apabila tidak dalam hubungan dokter pasien yang artinya ada hubungan hak

(30)

dan kewajiban antara dokter pasien (kontrak terapeutik) dimana kewajiban

dokter itu dilanggar.

Perbuatan dalam pelayanan medik dokter yang dapat dipersalahkan

pada pembuatnya harus mengandung sifat melawan hukum. Salah satu sifat

melawan hukum yang timbul disebabkan oleh praktik kedokteran tanpa

persetujuan tindakan kedokteran atau tidak sesuai dengan persetujuan

tindakan kedokteran. Tindakan malpraktik itu menimbulkan akibat hukum

dalam perdata, pidana, maupun administrasi.

Berbagai aspek hukum tersebut mempunyai tujuan hukum yang sama

yang bersifat secara umum yaitu mewujudkan ketertiban, ketentraman,

kedamaian kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan

bermasyarakat.27 Selain dari itu hukum juga memiliki fungsi pengayoman,

menjamin kepastian social, dan kepastian hukum. Kepastian hukum tidak

hanya melindungi manusia dan arti fasif, yakni hanya mencegah tindakan

sewenag-wenang dan pelanggaran hak saja. Melainkan juga meliputi

pengerian melindungi secara aktif, artinya meliputi upaya untuk menciptakan

kondisi dan mendorong manusia untuk selalu memanusiakan diri

terus-menerus28

F. Metode Penelitian

27

Zainal Askin, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm. 19-20.

(31)

1. Pengantar

Metode berasal dari bahasa Yunani : methodos, yang berarti cara

atau jalan, jadi metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara

kerja dalam mencapai sasaran yang diperlukan bagi penggunanya,

sehingga dapat memahami objek sasaran yang dikehendaki dalalm

upaya mencapai sasaran atau tujuan pemecahan permasalahan.

Sedangkan penelitian berasal dari terjemahan bahasa inggris yaitu

research, yang berarti usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali,

yang dilakukan dengan suatu metode tertentu dan dengan cara hati-hati,

sistematis serta sempurna terhadap permasalahan, sehingga dapat

digunakan untuk menyelesaikan atau menjawab problemnya.

Kesimpulannya metode penelitian merupakan salah satu cara atau jalan

untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap segala permasalahan.29

Penelitian pada dasarnya adalah usaha mencari data (sesuatu

yang diketahui atau diasumsikan) yang akan digunakan untuk

memecahkan suatu masalah, atau untuk menguji hipotesis, atau hanya

ingin mengetahui apakah ada permasalahan atau tidak. Data yang sudah

dikumpulkan oleh peneliti perlu diolah terlebih dahulu sebelum

(32)

dianalisis, dan pada akhirnya diinterprestasikan untuk menjawab

masalah dan atau membuktikan kebenaran hipotesisnya.30

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian deskriptif dengan jenis penelitian studi kepustakaan. Metode

pendekatan yang digunakan yaitu metode penelitian hukum normative.

Penelitian hukum norma adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum

tertulius dari berbagai aspek yang meliputi aspek teori, sejarah, filosofi,

perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi,

penjelasan umum, dan Pasal demi Pasal, formalitas dan kekuatan

mengikat suatu undang-undang, serta bahas hukum yang digunakan,

tetapi tidak mengkaji aspek terapan dan implementasinya. Karena tidak

mengkaji aspek implementasinya, maka penelitian hukum normative

disebut juga “penelitian hukum teoritis atau dogmatik”31

Ronny Hanitijo Soemito seperti dikutip oleh Rianto Adi

menyatakan:

”Penelitian hukum normatif merupakan studi dokumen yakni

menggunakan sumber-sumber data sekunder saja yang berupa

peraturan-peraturan, perundang-undnagan, keputusan-keputusan pengadilan,

30 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial Dan Hukum, Jakarta, Granit, 2005, hlm.47.

(33)

teori hukum, dan pendapat-pendapat dari para sarjana hukum

terkemuka”.32

Melalui metode penelitian hukum normatif, penelitian hukum

dilakukan terhadap bahan pustaka atau data sekunder dan dengan

menggunakan metode berfikir deduktif serta criteria kebenaran koheren.

Adapun yang dimaksud dengan metode berfikir deduktif adalah cara

berfikir dalam yang ditarik dari sesuatu yang sifatnya umum dan sudah

dibuktikan kebenarannya dan kesimpulan tersebut ditunjukan untuk

sesuatu yang bersifat khusus. Sedangkan criteria kebenaran koheren

adalah suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi, atau hipotesis

dianggap benar apabila sejalan dengan pengetahuan, teori, pernyatan,

proposisi, atau hipotesis yang sebelumnya dianggap benar.33

3. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini didapatkan melalui

studi kepustakaan. Dilihat dari cara memperolehnya, data dibedakan

menjadi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data

yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti, sedangkan data

sekunder adalah data yang sudah dalam bentuk jadi, seperti data dalam

dokumen atau publikasi.34

32

Hukum dan Penelitian Hukum, Op. Cit., hlm. 92.

(34)

Ronny Hanitijo Soemito seperti dikutip oleh P. Joko Subagyo

membedakan data sekunder dibidang hukum berdasarkan segi kekuatan

mengikatnya menjadi:

a. Bahan-bahan hukum primer :

1) Undang-Undang Dasar 1945.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

4) Kitab Undang-undang Hukum Administrasi.

5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

6) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran.

7) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

8) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan tindakan

kedokteran.

9) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan

Praktik Kedokteran.

(35)

Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum

primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan

hukum primer, meliputi :

1) Rancangan peraturan perundangan

2) Hasil karya ilmiah para sarjana

3) Hasil-hasil penelitian

c. Bahan hukum tersier

Yaitu bahan hukum yang memberikan informasi tentang bahan

hukum primer dan sekunder misalnya :

1) Bibliografi

2) Indeks kumulatif35

G. Sistematika Penulisan

Agar Pembaca dapat lebih mengerti dan memahami isi yang termuat

dalam skripsi ini, penulis menyajikan skripsi dengan gambaran-gambaran

secara singkat pokok-pokok pembahasan dari karya tulis ini dengan membagi

pembahasan dalam lima bab, yang antara lain sebagai berikut :

Bab I : PENDAHULUAN

Penulis memberikan gambaran secara jelas dan singkat mengenai

hal-hal yang melatarbelakangi penulis sehingga penulis tertarik

melakukan penelitian ini, kemudian mengenai identifikasi

(36)

masalah, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

kerangka pemikiran, metode penelitian yang terdiri dari sifat

penelitian, pendekatan penelitian, jenis data, serta teknik

pengumpulan data dan teknik analitis data dan sistemakita

penulisan.

Bab II: PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN

Bab ini berisi tinjauan mengenai pengertian persetujuan tindakan

kedokteran, pengaturan pelayanan kesehatan, serta teori-teori yang

berhubungan dengan terbentuknya persetujuan tindakan

kedokteran di Indonesia.

Bab III: MALPRAKTIK DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN

Bab ini akan dibahas mengenai pengerian malpraktik,

latarbelakang timbulnya malpraktik, jenis malpraktik, unsur-unsur

malpraktik, teori sumber perbuatan malpraktik, tingkatan

malpraktik, malpraktik dan kaitannya dengan pengertian standar

profesi kedokteran, dan pembuktian malpraktik dibidang

pelayanan kesehatan.

(37)

KESEHATAN DIHUBUNGKAN DENGAN MALPRAKTIK DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN

Dalam bab ini membahas mengenai analisis dan pemaparannya,

berdasarkan identifikasi masalah akan dibahas secara detail.

Penulis akan mencoba menganalisa bagaimana penerapan

persetujuan tindakan kedokteran dalam dunia kesehatan untuk

mencegah terjadinya malpraktik medik.

Bab V : PENUTUP

Bagian ini berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan adalah hasil

analisis yang telah dibahas dalam bab-bab terdahulu yang

dipadukan dengan identifikasi masalah, setelah itu dikemukakan

beberapa saran yang diharapkan dari hasil penelitian ini yang dapat

(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisa pada uraian dari Bab I (satu) sampai dengan Bab IV

(empat) skripsi ini, maka penulis menarik beberapa point kesimpulan dan saran yang

merupakan cangkupan dari bahasan sebelumnya.

A. KESIMPULAN

1. Persetujuan tindakan kedokteran dalam pelayanan kesehatan merupakan

suatu kesepakatan atau persetujuan pasien atas upaya medis yang akan

dilakukan oleh dokter terhadap pasien, setelah pasien mendapatkan

informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk

menolong dirinya, disertai informasi mengenai segala resiko yang

mungkin terjadi terhadap pasien. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan

Kedokteran tersebut, informasi yang pantas kepada pasien tetap

diperlukan. Itu sebabnya peraturan menteri tersebut memberikan

pemahaman atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang

dilakukan terhadap pasien. Setiap pelayanan kesehatan harus mendapat

persetujuan tindakan kedokteran khususnya proses pengobatannya yang

(39)

mendapat penjelasan atau informasi yang diperlukan tentang pentingnya

tindakan kedokteran. Tentang informasi yang harus diberikan kepada

pasien haruslah informasi yang cukup, mencakup keuntungan maupun

kerugian dari tindakan medik tersebut, baik untuk tindakan diagnostik

maupun untuk terapeutik, baik jika dimina oleh paisen atau jika tidak

diminta.

2. Malpraktik medik dalam praktik kedokteran merupakan setiap tindakan

medis yang dilakukan oleh dokter secara melanggar hukum dan melanggar

prinsip-prinsip profesional baik dilakukan dengan kelalaian, kesengajaan,

atau ketidak hati-hatian yang tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan medik

sehingga menyebabkan kerugian pada pasien. Pandangan terhadap

malpraktik kedokteran dapat dilihat dari sudut kewajiban dokter yang

dilanggar, artinya dihubungkan dengan kewajiban dokter. Pandangan

malpraktik kedokteran dikaitkan dengan kewajiban dokter bahwa tidak

ada malpraktik kedokteran tanpa kewajiban yang dibebankan kepada

dokter dalam hubungan dokter dengan pasien. Ada malpraktik kedokteran

jika ada kewajiban hukum dokter yang dilanggar. Hubungan hak dan

kewajiban antara dokter dan pasien (kontrak terapeutik) dimana kewajiban

dokter itu dilanggar. Hukum tentang malpraktik dokter utamanya

mendasari pada bidang hukum tentang perbuatan melawan hukum yang

berlaku ketentuan dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum

(40)

3. Persetujuan tindakan kedokteran dapat mencegah terjadinya malpraktik

medik, karena dalam persetujuan tindakan kedokteran ini terdapat

informasi mengenai kondisi pasien dan keputusan untuk perawatan atau

pengobatan yang didasarkan kerjasama antara dokter dengan pasien serta

mengatur perilaku dokter dalam berinteraksi dengan pasien. Prioritas

utama dari persetujuan tindakan kedokteran adalah memberikan kontribusi

penting pada pasien untuk membentuk pandangan tentang informasi yang

diberikan serta mengevaluasi proses pengambilan keputusan. Bagian

terpenting mengenai persetujuan tindakan kedokteran ialah mengenai

informasi atau penjelasan yang perlu disampaikan kepada pasien atau

keluarga. Informasi yang harus disampaikan adalah prosedur tindakan

yang akan dijalani pasien hal ini mencakpu bentuk, tujuan, risiko, dan

manfaat dari terapi yang akan dilakukan dan alternatif terapi. Informasi

dari dokter yang lengkap disampaikan dengan menggunakan bahasa yang

bisa dimengerti oleh paien maka pasien dapat menerima dengan baik pula

mengenai kondisinya dengan begitu pasien berhak memberikan keputusan

apa yang akan diambilnya, dengan begitu adanya persetujuan tindakan

kedokteran ini dapat mencegah terjadinya tindakan malpraktik dokter.

(41)

B. SARAN

1. Bagi Rumah Sakit dan sarana Kesehatan lainnya, penerapan persetujuan

tindakan kedokteran perlu dipertegas kembali dalam dunia kesehatan

khususnya di Rumah Sakit dan sarana kesehatan lainnya, karena dalam hal

ini rumah sakit merupakan organisasi penyelenggara pelayanan publik

yang mempunyai tanggungjawab atas setiap pelayanan jasa kesehatan

demi untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Tanggungjawab Rumah Sakit diatur dalam ketentuan Pasal 15

Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Salah satu

pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah dalam pemberian informasi

mengenai persetujuan tindakan kedokteran secara benar kepada pasien.

2. Bagi masyarakat, mengenai pengetahuan kesehatan dalam hal ini

masyarakat masih minim akan kesehatan dan kepercayaan masyarakat

yang tinggi terhadap dokter menyebabkan masyarakat belum memahami

perbuatan dan kesalahan dokter yang dapat dilaporkan sebagai dugaan

malpraktik medis, sehingga masyarakat pelu mendapat sosialisasi dan

pemberitahuan mengenai hak-hak dan kewajiban baik yang dilakukan oleh

dokter maupun rumah sakit serta perlunya mendapatkan pendampingan

hukum bila terhadap malpraktik medis yang menimbulkan kerugian.

Adanya hak tersebut diantaranya adalah hak mengenai atas informasi

(42)

merupakan hak dasar yang harus dipahami oleh pasien tentang tindakan

medis apa yang harus dilakukan pada dirinya.

3. Bagi dokter dan tenaga kesehatan diharapkan sebelum melakukan

tindakan medik hendaknya harus menginformasikan mengenai persetujuan

tindakan kedokteran kepada pasien maupun kepada keluarganya. Dalam

melakukan pelayanan kesehatan hendaknya lebih berhati-hati lagi dengan

menjunjung tinggi profesionalisme yang akan diberikan kepada pasien

supaya tidak terjadinya koban dari malpraktik medik yang sebelumnya

sering terjadi. Dokter harus melakukan tindakan sesuai dengan Standar

Operasional Prosedur seyogyanya penulis menyarankan persetujuan

tindakan kedokteran harus dilakukan dengan baik dan benar oleh dokter

dan memberikan pelayanan kesehatan guna menghindarkan dari tuntutan

malpraktik medik. Dalam kondisi atau keadaan gawat darurat persetujuan

tindakan kedokteran tetap dilakukan dengan cara menyampaikan

persetujuan tindakan kedokteran kepada keluarga pasien mengenai

tindakan yang telah dilakukan, serta akibat yang mungkin terjadi dan tetap

melakukan pengisian formulir persetujuan tindakan kedokteran. Jadi

penulis menyarankan setiap tindakan pelayanan kesehatan membutuhkan

(43)

A. Buku

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 2004.

Achmad Surhadi Kartohadiprodjo, Pancasila Sebagai Pandangan Hidup

Bangsa Indonesia, Gatra Pustaka, Jakarta, 2002.

Adami Chazawi, Malpraktik Kedokteran, Malang: Bayu Media, 2007.

Andi Hamzah, Kamus Hukum, Penerbit Gahalia Indonesia, 1986.

Bahder Johan Nasution, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter,

Rineka Cipta, 2006.

Emanuel Hayat, Legal Aspects of Medical Record, Physicians Record

Company, Illinois, 1966

Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum Kesehatan, Citra Aditya Bakti Tahun

1998.

Kansil, Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, Jakarta : Rineka Cipta, 1991.

Mertokusumo, S. Mengenal Hukum, liberty, Yogyakarta, 1986.

Munif Fuady, Sumpah Hippocrates (Aspek Hukum Malpraktek Dokter),

Aditya Bakti, 2005.

P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Rineka Cipta,

Jakarta, 2006.

Patna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirodihardjo, Jakarta, 2001.

(44)

Sonny Kreaf, Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan, Kanisius, Yogyakarta, 2001.

Sutrisno, Pertanggungjawaban dokter dalam hukum Perdata, Varia Peradilan,

IKAHI,1989.

Veronica Komalawati, Peranan Informed Consent dalam transaksi terapeutik,

Citra Aditya Bakti, 2002.

Zainal Askin, Pengantar Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2012.

B. Undang-Undang

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 290 tentang Persetujuan Tindakan

Kedokteran

C. Website

http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_pulau_di_Indonesia.

Siti,HukumKesehatan, http://hpm.fk.ugm.ac.id/hpmlama/images/Hukum_Reg

ulasi_2011/TA.20122013/sesi%203_rm_health%20care%20and%20public%2

0policy%20in%20community.pdf).

(45)

Blongspot.com/2013/04/system-pelayanan-kesehatan.

Muhamad Saifudin, Malpraktik Medik di Dunia Kesehatan

Referensi

Dokumen terkait

Komponen yang didasarkan pada perasaan dan komitmen konsumen terhadap suatu merek.Konsumen memiliki kedekatan emosi terhadap merek tersebut.Loyalitas afektif ini

Bumi Safas Enterprise telah merangka beberapa strategi pemasaran yang strategik dan unik bagi membantu meningkatkan prestasi syarikat. Strategi utama yang di gunakan

Pada seorang yang mempunyai kebugaran jantung paru yang baik, berbagai sistem dalam tubuhnya mampu mengambil oksigen dari udara secara optimal, mendistribusikannya ke

Hutang piutang atau pinjaman uang yang dilakukan oleh masyarakat kecamatan Sukamakmur juga terdapat tambahan pengembalian, yang mana tambahan pengembalian ini telah

RINCIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : DIPA-004.02-0/2016 I. Pengembangan, dan Bantuan Hukum -

7.2 Kondisi untuk penyimpanan yang aman, termasuk ketidakcocokan Bahan atau campuran tidak cocok. Pertimbangan untuk nasihat lain •

Pendekatan konseptual digunakan peneliti untuk dapat menemukan serta memberi jawaban atas permasalahan- permasalahan hukum, terutama yang terkait dengan akibat hukum

Strategi kepala sekolah merupakan faktor yang paling menentukan dalam keberhasilan peningkatan mutu lembaga pendidikan, apabila kepala sekolah sebagai pemimpin telah