• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN BUKU II: Prioritas Pembangunan Bidang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN BUKU II: Prioritas Pembangunan Bidang"

Copied!
350
0
0

Teks penuh

(1)

[Type text]

[Type text]

LAMPIRAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 29 TAHUN 2011

TENTANG

RENCANA KERJA PEMERINTAH

TAHUN 2012

BUKU II:

Prioritas Pembangunan Bidang

DIPERBANYAK OLEH :

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

(2)
(3)

LAMPIRAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 29 TAHUN 2011

TENTANG

RENCANA KERJA PEMERINTAH

TAHUN 2012

BUKU II :

(4)
(5)

i

DAFTAR ISI

Daftar Isi --- i Daftar Tabel --- viii Daftar Gambar --- ix

BAB I

KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN DAN LINTAS BIDANG

1.1 Pengarusutamaan --- II.1-1 1.1.1 Pengarusutamaan Pembangunan Berkelanjutan --- II.1-1 1.1.1.1 Kondisi Umum --- II.1-1 1.1.1.2 Permasalahan dan Sasaran --- II.1-2 1.1.1.3 Strategi dan Arah Kebijakan --- II.1-3 1.1.2 Tata Kelola Pemerintahan yang Baik --- II.1-4 1.1.2.1 Kondisi Umum --- II.1-4 1.1.2.2 Permasalahan dan Sasaran --- II.1-6 1.1.2.3 Strategi dan Arah Kebijakan --- II.1-8 1.1.3 Pengarusutamaan Gender --- II.1-12

1.1.3.1 Kondisi Umum --- II.1-12 1.1.3.2 Permasalahan dan Sasaran --- II.1-13 1.1.3.3 Strategi dan Arah Kebijakan --- II.1-14 1.2 Kebijakan Lintas Bidang --- II.1-24 1.2.1 Penanggulangan Kemiskinan --- II.1-24 1.2.1.1 Kondisi Umum --- II.1-24 1.2.1.1.1 Pendahuluan --- II.1-24 1.2.1.1.2 Pelaksanaan Program Tahun 2010 dan Rencana

Pelaksanaan Tahun 2011 --- II.1-25 1.2.1.1.3 Pencapaian Hasil Pelaksanaan --- II.1-27 1.2.1.2 Permasalahan dan Sasaran --- II.1-27 1.2.1.3 Strategi dan Arah Kebijakan --- II.1-28 1.2.2 Perubahan Iklim Global --- II.1-31 1.2.2.1 Kondisi Umum --- II.1-31 1.2.2.2 Permasalahan dan Sasaran --- II.1-33 1.2.2.3 Strategi dan Arah Kebijakan --- II.1-34 1.2.3 Pembangunan Kelautan Berdimensi Kepulauan --- II.1-34 1.2.3.1 Kondisi Umum --- II.1-34 1.2.3.2 Permasalahan dan Sasaran --- II.1-37 1.2.3.3 Sasaran --- II.1-38 1.2.3.4 Arah Kebijakan --- II.1-38 1.2.4 Perlindungan Anak --- II.1-38

(6)

ii

1.2.4.1 Kondisi Umum --- II.1-38 1.2.4.2 Permasalahan dan Sasaran --- II.1-40 1.2.4.3 Strategi dan Arah Kebijakan --- II.1-41 1.2.5 Pembangunan Karakter Bangsa --- II.1-42 1.2.5.1 Kondisi Umum --- II.1-42 1.2.5.2 Permasalahan dan Sasaran --- II.1-42 1.2.5.3 Strategi dan Arah Kebijakan --- II.1-43 1.2.6 Peningkatan Status Gizi Masyarakat --- II.1-46 1.2.6.1 Kondisi Umum --- II.1-46 1.2.6.2 Permasalahan dan Sasaran --- II.1-47 1.2.6.3 Kebijakan dan Strategi --- II.1-47

BAB II

BIDANG SOSIAL BUDAYA DAN KEHIDUPAN BERAGAMA

2.1 Kondisi Umum --- II.2-1 2.2 Permasalahan dan Sasaran Pembangunan Tahun 2012 --- II.2-16

2.2.1 Permasalahan --- II.2-16 2.2.2 Sasaran --- II.2-22 2.3 Arah Kebijakan --- II.2-29

BAB III

BIDANG EKONOMI

3.1 Kondisi Umum --- II.3-1 3.1.1 Investasi --- II.3-2 3.1.2 Ekspor --- II.3-4 3.1.3 Pariwisata --- II.3-5 3.1.4 Daya Beli Masyarakat --- II.3-7 3.1.5 Keuangan Negara --- II.3-8 3.1.6 Moneter --- II.3-10 3.1.7 Sektor Keuangan --- II.3-11 3.1.8 Industri --- II.3-13 3.1.9 Ketenegakerjaan --- II.3-17 3.1.10 Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah --- II.3-18 3.1.11 Jaminan Sosial --- II.3-18 3.2 Permasalahan dan Sasaran Pembangunan Tahun 2012 --- II.3-20 3.2.1 Investasi --- II.3-20 3.2.2 Ekspor --- II.3-21 3.2.3 Pariwisata --- II.3-22 3.2.4 Daya Beli Masyarakat --- II.3-24 3.2.5 Keuangan Negara --- II.3-24 3.2.6 Stabilitas Harga dan Nilai Tukar --- II.3-26

(7)

iii

3.2.7 Sektor Keuangan --- II.3-27 3.2.8 Industri dan BUMN --- II.3-28 3.2.9 Ketenagakerjaan --- II.3-29 3.2.10 Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah --- II.3-30 3.2.11 Jaminan Sosial --- II.3-31 3.3 Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2012 --- II.3-32 3.3.1 Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan --- II.3-32 3.3.2 Peningkatan Investasi --- II.3-37 3.3.3 Peningkatan Ekspor --- II.3-37 3.3.4 Peningkatan Daya Saing Pariwisata --- II.3-38 3.3.5 Peningkatan Daya Beli Masyarakat --- II.3-39 3.3.6 Keuangan Negara --- II.3-40 3.3.7 Stabilitas Harga --- II.3-41 3.3.8 Stabilitas Sektor Keuangan --- II.3-42 3.3.9 Revitalisasi industri --- II.3-43 3.3.10 Daya Saing Ketenagakerjaan --- II.3-44 3.3.11 Pemberdayaan Koperasi dan UMKM --- II.3-45 3.3.12 Jaminan Sosial --- II.3-45

BAB IV

BIDANG ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

4.1 Kondisi Umum --- II.4-1 4.1.1 Sistem Inovasi Nasional --- II.4-1 4.1.2 Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan (P3) Iptek --- II.4-2 4.2 Permasalahan dan Sasaran Pembangunan Tahun 2012 --- II.4-5 4.3 Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2012 --- II.4-5

BAB V

BIDANG SARANA DAN PRASARANA

5.1 Kondisi Umum --- II.5-1 5.2 Permasalahan dan Sasaran Pembangunan Tahun 2012 --- II.5-6 5.3 Arah Kebijakan dan Strategi --- II.5-12

BAB VI

BIDANG POLITIK

6.1 Subbidang Politik Dalam Negeri dan Komunikasi --- II.6-1 6.1.1 Kondisi Umum --- II.6-1 6.1.2 Permasalahan dan Sasaran Pembangunan Tahun 2012 --- II.6-7 6.1.3 Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2012 --- II.6-10 6.2 Subbidang Politik Luar Negeri --- II.6-12 6.2.1 Kondisi Umum --- II.6-13

(8)

iv

6.2.2 Permasalahan dan Sasaran Pembangunan Tahun 2012 --- II.6-20 6.2.3 Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2012 --- II.6-25

BAB VII

BIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN

7.1 Kondisi Umum --- II.7-1 7.2 Permasalahan dan Sasaran Pembangunan Tahun 2012 --- II.7-6 7.2.1 Permasalahan --- II.7-6 7.2.1.1 Kesenjangan Postur dan Struktur Pertahanan Negara --- II.7-6 7.2.1.2 Wilayah Perbatasan dan Pulau Terdepan --- II.7-7 7.2.1.3 Industri Pertahanan --- II.7-7 7.2.1.4 Gangguan Keamanan dan Pelanggaran Hukum

di Wilayah Laut Yurisdiksi Nasional --- II.7-8 7.2.1.5 Keamanan dan Keselamatan Pelayaran

di Selat Malaka dan ALKI --- II.7-8 7.2.1.6 Terorisme --- II.7-8 7.2.1.7 Kejahatan Lintas Negara dan Kejahatan Serius (serious crime) --- II.7-9 7.2.1.8 Intensitas dan Variasi Kejahatan Konvensional --- II.7-9 7.2.1.9 Gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat

serta Keselamatan Publik --- II.7-9 7.2.1.10 Penanganan dan Penyelesaian Perkara --- II.7-10 7.2.1.11 Kepercayaan Masyarakat Terhadap Polisi --- II.7-10 7.2.1.12 Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba --- II.7-11 7.2.1.13 Deteksi dini yang Masih Belum Memadai --- II.7-11 7.2.1.14 Keamanan Informasi Negara yang Masih Lemah --- II.7-11 7.2.1.15 Kesenjangan Kapasitas Lembaga Penyusun

Kebijakan Pertahanan-Keamanan Negara --- II.7-12 7.2.2 Sasaran Pembangunan Tahun 2012 --- II.7-12 7.3 Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2012 --- II.7-13

BAB VIII

BIDANG HUKUM DAN APARATUR

8.1 Kondisi Umum --- II.8-1 8.2 Permasalahan dan Sasaran Pembangunan Tahun 2012 --- II.8-10

8.2.1 Permasalahan --- II.8-10 8.2.2 Sasaran --- II.8-13 8.3 Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2012 --- II.8-14 8.3.1 Peningkatan Efektivitas Peraturan Perundang-Undangan --- II.8-14 8.3.2 Peningkatan Kinerja Lembaga Penegak Hukum --- II.8-14 8.3.3 Peningkatan Penghormatan terhadap HAM --- II.8-15

(9)

v

8.3.4 Peningkatan Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN -- II.8-16 8.3.5 Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik --- II.8-17 8.3.6 Peningkatan Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah --- II.8-19 8.3.7 Pemantapan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi --- II.8-21

BAB IX

BIDANG WILAYAH DAN TATA RUANG

9.1 Kondisi Umum --- II.9-1 9.1.1 Data dan Informasi Spasial --- II.9-4 9.1.2 Penataan Ruang --- II.9-5 9.1.3 Pertanahan --- II.9-7 9.1.4 Perkotaan --- II.9-7 9.1.5 Perdesaan --- II.9-10 9.1.6 Ekonomi Lokal dan Daerah --- II.9-12 9.1.7 Kawasan Strategis --- II.9-14 9.1.8 Kawasan Perbatasan --- II.9-15 9.1.9 Daerah Tertinggal --- II.9-16 9.1.10 Kawasan Rawan Bencana --- II.9-18 9.1.11 Desentralisasi, Hubungan Pusat Daerah dan Antardaerah --- II.9-19 9.1.12 Tata Kelola dan Kapasitas Pemerintahan Daerah --- II.9-21 9.2 Permasalahan dan Sasaran Pembangunan Tahun 2012 --- II.9-23 9.2.1 Permasalahan --- II.9-23 9.2.1.1 Data dan Informasi Spasial --- II.9-23 9.2.1.2 Penataan Ruang --- II.9-23 9.2.1.3 Pertanahan --- II.9-24 9.2.1.4 Perkotaan --- II.9-25 9.2.1.5 Perdesaan --- II.9-25 9.2.1.6 Ekonomi Lokal dan Daerah --- II.9-26 9.2.1.7 Kawasan Strategis --- II.9-27 9.2.1.8 Kawasan Perbatasan --- II.9-27 9.2.1.9 Daerah Tertinggal --- II.9-28 9.2.1.10 Kawasan Rawan Bencana --- II.9-29 9.2.1.11 Desentralisasi, Hubungan Pusat Daerah dan Antardaerah --- II.9-29 9.2.1.12 Tata Kelola dan Kapasitas Pemerintahan Daerah --- II.9-30 9.2.2 Sasaran Pembangunan Tahun 2012 --- II.9-31 9.2.2.1 Data dan Informasi Spasial --- II.9-31 9.2.2.2 Penataan Ruang --- II.9-31 9.2.2.3 Pertanahan --- II.9-31 9.2.2.4 Perkotaan --- II.9-31 9.2.2.5 Perdesaan --- II.9-32 9.2.2.6 Ekonomi Lokal dan Daerah --- II.9-33

(10)

vi

9.2.2.7 Kawasan Strategis --- II.9-33 9.2.2.8 Kawasan Perbatasan --- II.9-34 9.2.2.9 Daerah Tertinggal --- II.9-34 9.2.2.10 Kawasan Rawan Bencana --- II.9-34 9.2.2.11 Desentralisasi, Hubungan Pusat Daerah dan Antardaerah --- II.9-35 9.2.2.12 Tata Kelola dan Kapasitas Pemerintahan Daerah --- II.9-35 9.3 Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2012 --- II.9-36 9.3.1 Pembangunan Data dan Informasi Spasial --- II.9-36 9.3.2 Penyelenggaraan Penataan Ruang --- II.9-36 9.3.3 Pengelolaan Pertanahan --- II.9-37 9.3.4 Pembangunan Perkotaan --- II.9-37 9.3.5 Pembangunan Perdesaan --- II.9-39 9.3.6 Pengembangan Ekonomi Lokal dan Daerah --- II.9-39 9.3.7 Pengembangan Kawasan Strategis--- II.9-40 9.3.8 Pengembangan Kawasan Perbatasan --- II.9-41 9.3.9 Pengembangan Daerah Tertinggal --- II.9-41 9.3.10 Penanggulangan Bencana dan Pengurangan Resiko Bencana --- II.9-43 9.3.11 Pemantapan Desentralisasi, Hubungan Pusat Daerah dan Antardaerah --- II.9-43 9.3.12 Tata Kelola dan Kapasitas Pemerintahan Daerah --- II.9-44

BAB X

BIDANG SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

10.1 Kondisi Umum --- II.10-1 10.1.1 Peningkatan Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian

Perikanan, dan Kehutanan --- II.10-2 10.1.2 Peningkatan Ketahanan dan Kemandirian Energi --- II.10-6 10.1.3 Peningkatan Pengelolaan Sumber daya Mineral dan Pertambangan --- II.10-7 10.1.4 Perbaikan Kualitas Lingkungan Hidup --- II.10-8 10.1.5 Peningkatan Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Hutan --- II.10-11 10.1.6 Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan --- II.10-12 10.1.7 Peningkatan Kualitas Informasi Iklim dan Bencana Alam

serta Kapasitas Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim --- II.10-14 10.2 Permasalahan dan Sasaran Pembangunan Tahun 2012 --- II.10-15 10.2.1 Permasalahan --- II.10-15

10.2.1.1 Peningkatan Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian

Perikanan, dan Kehutanan --- II.10-16 10.2.1.2 Peningkatan Ketahanan dan Kemandirian Energi --- II.10-17 10.2.1.3 Peningkatan Pengelolaan Sumber daya Mineral

dan Pertambangan --- II.10-18 10.2.1.4 Perbaikan Kualitas Lingkungan Hidup --- II.10-20 10.2.1.5 Peningkatan Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Hutan --- II.10-21

(11)

vii

10.2.1.6 Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan --- II.10-22 10.2.1.7 Peningkatan Kualitas Informasi Iklim dan Bencana Alam

serta Kapasitas Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim --- II.10-23 10.2.2 Sasaran --- II.10-23

10.2.2.1 Peningkatan Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian

Perikanan, dan Kehutanan --- II.10-23 10.2.2.2 Peningkatan Ketahanan dan Kemandirian Energi --- II.10-24 10.2.2.3 Peningkatan Pengelolaan Sumber daya Mineral

dan Pertambangan --- II.10-25 10.2.2.4 Perbaikan Kualitas Lingkungan Hidup --- II.10-25 10.2.2.5 Peningkatan Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Hutan --- II.10-25 10.2.2.6 Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan --- II.10-26 10.2.2.7 Peningkatan Kualitas Informasi Iklim dan Bencana Alam

serta Kapasitas Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim --- II.10-26 10.3 Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2012 --- II.10-26

10.3.1 Peningkatan Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian

Perikanan, dan Kehutanan --- II.10-29 10.3.2 Peningkatan Ketahanan dan Kemandirian Energi --- II.10-31 10.3.3 Peningkatan Pengelolaan Sumber daya Mineral dan Pertambangan --- II.10-33 10.3.4 Perbaikan Kualitas Lingkungan Hidup --- II.10-34 10.3.5 Peningkatan Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Hutan --- II.10-34 10.3.6 Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan --- II.10-35 10.3.7 Peningkatan Kualitas Informasi Iklim dan Bencana Alam

serta Kapasitas Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim --- II.10-36

BAB XI

SISTEM PENDUKUNG MANAJEMEN PEMBANGUNAN NASIONAL

11.1 Kondisi Umum --- II.11-1 11.2 Permasalahan dan Sasaran Pembangunan --- II.11-3 11.2.1 Peraturan Perundang-undangan --- II.11-3 11.2.2 Sumber Daya Manusia Perencana --- II.11-3 11.2.2 Desentralisasi dan Otonomi Daerah --- II.11-3 11.2.2 Sinergi Perencanaan dan Evaluasi Pembangunan Nasional --- II.11-4 11.2.2 Globalisasi --- II.11-4 11.3 Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2012 --- II.11-7 11.3.1 Penguatan Perencanaan dan Pengembangan --- II.11-7 11.3.2 Perkuatan Data dan Statistik --- II.8-8 11.3.3 Perkuatan Pengadaan Barang dan Jasa Publik --- II.8-9 Lampiran Matriks Target Kinerja Pembangunan Tahun 2012

(12)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Implementasi Kebijakan Pengarusutamaan Tata Kelola Pemerintah yang Baik RKP Tahun 2011 Melalui Rencana Kerja Kementerian/Lembaga

Tahun 2012 Beserta Indikatornya --- II.1-8 Tabel 1.2 Target Kinerja Pembangunan Pengarusutamaan Gender Tahun 2012--- II.1-15 Tabel 2.1 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia, 2000-2010 --- II.2-2 Tabel 2.2 Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial--- --- II.2-13 Tabel 2.3 Cakupan Layanan Kementerian Sosial --- II.2-13 Tabel 3.1 Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2008-2010 --- II.3-2 Tabel 3.2 Realisasi Penanaman Modal Sektor Non Migas 2004-2010 --- II.3-3 Tabel 3.3 Realisasi Penanaman Modal Sektor Non Migas Berdasarkan Lokasi--- II.3-3 Tabel 3.4 Nilai dan Pertumbuhan Ekspor (2008-2010) --- II.3-5 Tabel 3.5 Perkembangan Pembangunan Kepariwisataan Tahun 2009-2010 --- II.3-6 Tabel 3.6 Perkembangan Aset Lembaga Keuangan dan Pasar Modal

Tahun 2008-2010 --- II.3-13 Tabel 3.7 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas--- --- II.3-14 Tabel 3.8 Penduduk Usia 15 Tahun Keatas yang Bekerja di Sektor Industri

Pengolahan--- II.3-15 Tabel 3.9 Penanaman Modal dan Penyaluran Kredit di Sektor Industri --- II.3-15 Tabel 3.10 Perkembangan BUMN Tahun 2005-2010 --- II.3-16 Tabel 3.11 Pelaksanaan Jaminan Kesehatan di Indonesia Tahun 2010--- --- II.3-19 Tabel 6.1 Statistik Pelayanan Perlindungan WNI dan BHI --- II.6-16 Tabel 8.1 Perkembangan Pencapaian Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih

dan Bebas KKN --- II.8-5 Tabel 8.2 Perkembangan Pencapaian Pelayanan Publik --- II.8-7 Tabel 8.3 Perkembangan Pencapaian Peningkatan Kapasitas dan Akuntabilitas

Birokrasi, serta Reformasi Birokrasi pada Instansi Pemerintah --- II.8-9 Tabel 9.1 Alur Pikir Prioritas Bidang Penyelenggaraan Penataan Ruang dalan

RPJMN 2010-2014--- II.9-6 Tabel 9.2 Daerah yang Menerapkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)

Tahun 2010 --- II.9-13 Tabel 9.3 SPM yang Telah Ditetapkan --- II.9-21 Tabel 10.1 Produksi/Konsumsi Minyak dan Gas Bumi --- II.10-6

(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Perkembangan Angka Kemiskinan Indonesia Tahun 2004-2010---- II.1-27 Gambar 2.1 Kerangka Pikir Kebijakan Pembangunan Bidang Sosial Budaya

dan Kehidupan Beragama--- --- II.2-1 Gambar 3.1 Kinerja Aliran Investasi Langsung (FDI) di Indonesia--- --- II.3-4 Gambar 3.2 Nilai Indeks Penjualan Ritel--- --- II.3-7 Gambar 3.3 Gambaran Pertumbuhan Industri Non Migas--- II.3-14 Gambar 3.4 Kontribusi BUMN untuk APBN--- II.3-16 Gambar 3.5 Kontribusi Ekspor Berdasarkan Sektor--- II.3-21 Gambar 3.6 Perkembangan Kunjungan Wisman --- II.3-22 Gambar 3.7 Perbandingan Kunjungan Wisman Antar Negara ASEAN

Tahun 2006-2009 --- II.3-22 Gambar 4.1 Kerangka Pikir Pembangunan IPTEK--- II.4-1 Gambar 5.1 Kerangka pikir kebijakan pembangunan sarana dan Prasarana... --- II.5-1 Gambar 6.1 Indeks Demokrasi Indonesia 2007 dan 2009 --- II.6-2 Gambar 6.2 Komposisi Parpol Koalisi dan Oposisi di DPR-RI --- II.6-2 Gambar 6.3 Jumlah Pembangunan dan Penguatan Media Center 2007-2010 ---- II.6-5 Gambar 6.4 Sebaran Media Tradisional Per Provinsi 2010 --- II.6-6 Gambar 6.5 Sebaran Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) --- II.6-6 Gambar 7.1 Kerangka Pikir Pembangunan Bidang Pertahanan dan Keamanan

Tahun 2010-2014 --- II.7-2 Gambar 7.2 Kerangka Pikir RKP 2012 Bidang Pertahanan dan Keamanan --- II.7-15 Gambar 8.1 Kerangka Pikir Pembangunan Bidang Hukum dan Aparatur --- II.8-2 Gambar 9.1 Alur Berpikir Pencapaian Sasaran Pembangunan Bidang Wilayah

dan Tata Ruang --- II.9-3 Gambar 9.2 Alur Pikir Pembangunan Bidang Pengelolaan Bencana --- II.9-18 Gambar 10.1 Alur Pembangunan Bidang Sumber Daya Alam

(14)
(15)

BAB I

KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN

DAN LINTAS BIDANG

(16)
(17)

BAB I

KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN

DAN LINTAS BIDANGPENGARUSUTAMAAN

1.1. Pengarusutamaan

1.1.1. Pengarusutamaan Pembangunan Berkelanjutan 1.1.1.1. Kondisi Umum

Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai proses pembangunan yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan. Untuk mencapai keberlanjutan yang menyeluruh, diperlukan keterpaduan antara 3 (tiga) pilar utama pembangunan, yaitu keberlanjutan dalam aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan yang berintegrasi dan saling memperkuat satu dengan yang lain. Selain ketiga pilar tersebut, untuk mendukung terlaksananya ketiga pilar utama dan menjaga dan menjamin pencapaian pembangunan berkelanjutan, diperlukan aspek kelembagaan yang meliputi kerangka kerja kelembagaan dan kemampuan lembaga/ institusi-institusi yang ada.

Salah satu bentuk penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan yang sudah dimulai Indonesia yaitu dengan disusunnya National Sustainable Development

Strategy (Agenda 21) pada tahun 1997. Dokumen ini berisi rekomendasi strategi untuk

sektor-sektor terkait dalam menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan hingga tahun 2020. Selanjutnya, prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ini telah ditetapkan sebagai salah satu kebijakan pengarusutamaan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009, RPJMN 2010-2014 serta Rencana Kerja Tahunannya. Langkah ini penting, karena meskipun pembangunan dalam setiap aspek telah berjalan, namun sinergi dan sinkronisasinya untuk menjamin keberlanjutan perlu dilakukan dan dijaga bersama.

Pada aspek sosial, Indonesia telah mensinergikan tujuan pembangunan berkelanjutan dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals-MDGs) pada tahun 2015. Indonesia telah menerapkan pembangunan sosial ini dan setiap tahun melaporkan kemajuan capaiannya. Untuk memastikan pencapaian tujuan MDG, Indonesia juga telah menyusun Roadmap MDG 2010-2015. Selain itu, untuk mempercepat pencapaian tujuan MDGs, yang berarti bertujuan pada peningkatan kesejahteraan, Pemerintah Pusat juga membantu Pemerintah Daerah untuk menyusun Rencana Aksi Daerah pencapaian MDGs. Langkah-langkah ini akan memungkin adanya keselarasan dalam pembangunan sosial dan lingkungan hidup. Pada aspek lingkungan hidup, Indonesia juga telah menyusun langkah-langkah konkrit untuk menurunkan dampak perubahan iklim dengan penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN), yang juga akan diikuti dengan Rencana Aksi Daerah (RAD) Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Untuk bidang kehutanan, Indonesia telah menyusun draft Rencana Strategis Nasional Reduction Emission from Forest

Degradation and Deforestation (REDD+). Sedangkan untuk pelestarian lingkungan hidup,

Indonesia juga telah memiliki Indonesia Biodiversity Strategy Action Plan (IBSAP) yang penerapannya masih perlu diperkuat dan ditingkatkan.

(18)

Untuk menuju pembangunan yang berkelanjutan, Pemerintah Indonesia menekankan strategi pembangunan yang pro-growth, pro-job, dan pro-environment. Strategi tersebut dilaksanakan dengan menerapkan model pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan atau disebut sebagai Green Economy. Green economy adalah suatu model pendekatan pembangunan ekonomi yang mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan menuju pembangunan yang berkelanjutan. Dalam pemahaman konsep green economy, kesejahteraan masyarakat akan tidak menurun/ meningkat secara terus menerus dalam kualitas lingkungan fisik dan sosial yang tidak semakin menurun. Dalam pertemuan Special

Session on Governing Council ke-11 UNEP di Bali, Pemerintah Indonesia menyatakan green economyparadigm pembangunan yang berlandaskan pendekatan efisiensi sumberdaya

dengan penekanan kepada internalisasi biaya deplesi dan degradasi lingkungan, usaha untuk memerangi kemiskinan, menciptakan lapangan kerja yang layak, dan memastikan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Beberapa inisiatif yang sudah dilakukan untuk menerapkan green economy/ ekonomi hijau di Indonesia antara lain melalui penerapan efisiensi energi, pemakaian energi terbarukan, penerapan mekanisme pembangunan bersih, subsidi dan pajak lingkungan, peningkatan transportasi massal yang rendah karbon, penerapan penangkapan ikan berkelanjutan, penerapan pola pertanian berkelanjutan, serta pemanfaatan hasil hutan yang lestari.

Dalam tataran internasional, Indonesia berperan aktif dalam forum internasional yangmembahas implementasi pembangunan berkelanjutan seperti pertemuan-pertemuan para pihak untuk tiga konvensi hasil pertemuan tingkat tinggi bumi di Rio de Janeiro (UNFCCC, UNCBD, dan UNCCD) serta berbagai pertemuan terkait lainnya. Pada pertemuan

Intergovernmental Preparatory MeetingComission Sustainable Development (IPM-CSD)

ke-19 di New York pada bulan Maret 2011, dibahas enam isu tematik yang perlu mendapat perhatian khusus dalam rangka pencapaian pembangunan berkelanjutan, yaitu: (1) transportasi (efisiensi energi, peningkatan alternatif mode transportasi yang rendah karbon, peningkatan teknologi, dan sistem transportasi berkelanjutan); (2) bahan kimia (peran SAICM, sinergi antara the Basel, Rotterdam and Stockholm Conventions, dukungan pendanaan dan teknologi, kebijakan nasional, dan kerjasama dengan para pihak.); (3) manajemen limbah (pentingnya pendekatan 3Rs (reducing, reusing, recycling) dan pengelolaan sampah sebagai salah satu opsi untuk menyelesaikan masalah persampahan, menyediakan peluang kerja, dan menurunkan angka kemiskinan); (4) pertambangan (kebijakan dan institusi di tingkat nasional untuk menangani dampak sosial dan lingkungan akibat penambangan, peningkatan teknologi bersih, dan efisiensi energi); (5) pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan sebagai salah satu langkah konkrit green

economy (membahas proses penyusunan 10th Year Framework of Programmes on Sustainable Consumption and Production, terutama untuk sektor energi, limbah padat dan

limbah B3, air dan sanitasi, serta tata kota dan mobilitasnya); dan (6) isu lintas bidang yang mengindikasikan banyaknya keterkaitan antar lima thematic issues sebelumnya.

Permasalahan dan Sasaran

Secara umum, Indonesia telah berupaya menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan melalui berbagai kebijakan dan program pembangunannya. Namun demikian, sampai saat ini, masih diperlukan sistem dan mekanisme yang efektif untuk melakukan pengintegrasian isu pembangunan berkelanjutan tersebut ke dalam implementasi /pelaksanaan program-program pembangunan secara terpadu dan terarah.

(19)

Pembangunan Indonesia sebagian besar saat ini masih bertumpu pada peningkatan perekonomian yang didominasi penggunaan sumber daya alam secara berlebihan, penggunaan teknologi yang belum efisien dan tidak ramah lingkungan, yang menyebabkan turunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan. Penerapan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan perlu diaplikasikan dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari di setiap bidang/ aktivitas pembangunan.

Dari sisi lingkungan, walaupun sudah dilakukan berbagai upaya untuk menanggulangi kerusakan lingkungan hidup, pencemaran dan penurunan kualitas daya dukung lingkungan hidup terus terjadi. Untuk itu, pelaksanaan pembangunan di berbagai bidang/ sektor yang telah mengkoordinasikan aspek dampak terhadap lingkungan secara terintegrasi masih perlu terus dilakukan.

Permasalahan lain yang dihadapi dari sisi lingkungan adalah belum adanya indikator/ ukuran secara nasional yang dipakai untuk mengetahui perkembangan kondisi kualitas lingkungan di Indonesia. Saat ini, BPS dan KLH telah menyusun Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH), dan data-data serta konsep indikator sudah disusun. Namun demikian, Indeks yang bersifat komposit tersebut masih perlu dipertajam dan disederhanakan agar mudah dan dapat dilaksanakan di lapangan. Dengan demikian monitoring dan evaluasi dapat dilakukan.

Banyaknya pemangku kepentingan yang berperan dalam pembangunan berkelanjutan mengharuskan adanya koordinasi serta sinergi yang baik antar berbagai pihak tersebut. Setiap pihak mempunyai peran dan fungsi dalam menggerakkan subsistem yang membentuk sistem pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, konsep pembangunan berkelanjutan harus bersifat transparan dan membuka akses seluruh pihak (masyarakat, swasta dan pemerintah) untuk dapat berperan aktif dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan itu. Pemerintah diharapkan dapat memberikan arah kebijakan, standar-standar, manual, serta kerangka kebijakan penunjang lainnya yang berkaitan dengan pembangunan berkelanjutan.

Memperhatikan kondisi dan permasalahan diatas, sasaran pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan pada tahun 2012 adalah: (1) Teradopsinya secara bertahap prinsip pembangunan berkelanjutan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan; (2) Terpadunya pelaksanaan program-program pembangunan yang mengarah kepada perwujudan pembangunan berkelanjutan, yaitu: MDGs, Green Economy/ Ekonomi Hijau, serta Penerapan KLHS dalam perencanaan pembangunan; (3) Disepakati, disusunnya satu alat untuk mengukur pencapaian pembangunan yang berkelanjutan; serta (4) Terwujudnya peningkatan kapasitas kelembagaan dan aparat pemerintah di Indonesia untuk penerapan Pembangunan yang Berkelanjutan.

Strategi dan Arah Kebijakan

Sesuai arahan RPJMN 2010-2014, prinsip pengarusutamaan dilakukan dengan cara yang terstruktur dengan kriteria sebagai berikut: (1) kegiatan yang dilakukan merupakan upaya integral dalam kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan; (2) kegiatan tidak mengimplikasikan adanya tambahan pendanaan (investasi) yang signifikan karena berasaskan koordinasi dan sinergi; (3) pembangunan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi sosial kemasyarakatan, kondisi daya dukung dan daya

(20)

tampung lingkungan dalam proses perencanaan dan pelaksanaannya; dan (4) pengarusutamaan terutama dilakukan pada sektor yang memberikan dampak besar terhadap kualitas lingkungan dan di wilayah/daerah yang rawan kerusakan lingkungan, diprioritaskan pada kegiatan strategis pelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan serta keadilan dan keberlanjutan sosial.

Sebagai kelanjutan dari capaian yang sudah diperoleh dan adanya permasalahan yang dihadapi, arah kebijakan pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan tahun 2012 adalah:

(1) Melanjutkan proses internalisasi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam 3 (tiga) pilar utama pembangunan berkelanjutan.

(2) Menjabarkan hal-hal konkrit dalam pilar kerangka kelembagaan terutama untuk memastikan berbagai pemangku kepentingan dalam kerangka kelembagaan yang tepat dan dapat memercepat internalisasi 3 (tiga) prinsip pembangunan berkelanjutan.

(3) Menyepakati ukuran-ukuran untuk pembangunan berkelanjutan yang tepat dan dapat digunakan baik di tingkat nasional dan daerah sehingga prinsip pembangunan berkelanjutan dapat berjalan nyata di lapangan.

1.1.2. Tata Kelola Pemerintahan yang Baik 1.1.2.1. Kondisi Umum

Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan tatanan manajemen pemerintahan yang ditandai dengan penerapan prinsip-prinsip tertentu, seperti keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi, supremasi hukum, keadilan, dan partisipasi. Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik secara konsisten dan berkelanjutan oleh sebuah negara mempunyai peranan yang sangat penting bagi tercapainya sasaran pembangunan nasional secara efektif dan efisien. Terbangunnya tata kelola yang baik dalam manajemen pemerintahan,tercermin dari berkurangnya angka korupsi, meningkatnya keberhasilan pembangunan di berbagai bidang, meningkatnya kualitas pelayanan publik, dan terbentuknya birokrasi pemerintahan yang profesional dan berkinerja tinggi. Oleh karena itu, guna mewujudkan visi pembangunan nasional yaitu terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan berkeadilan, maka tata kelola pemerintahan yang baik dalam manajemen pemerintahan harus dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan.

Hingga saat ini, upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN terus dilakukan. Berdasarkan berbagai upaya yang telah dilakukan, memperlihatkan adanya kemajuan yang berarti di lihat dari beberapa indikator capaian. Sampai dengan tahun 2010, dari 530 Prov/Kab/Kota di Indonesia, 241 daerah (53,78%) telah menetapkan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tentang SPIP. Sedangkan di tingkat pusat sampai dengan tahun 2010 terdapat 13 K/L yang telah memiliki peraturan internal tentang SPIP. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen untuk menerapkan sistem pengendalian intern telah berkembang di pusat dan di daerah. Untuk mengakselerasi implementasi SPIP di berbagai instansi, BPKP telah mengadakan diklat SPIP terhadap 6.687 orang, baik di internal BPKP, instansi pusat, maupun pemda. Sampai dengan Desember 2010, BPKP juga telah melaksanakan sosialisasi SPIP kepada 469

(21)

instansi yang melibatkan 31.121 peserta, yang terdiri dari jajaran eksekutif, legislatif, maupun LSM.

Terkait dengan sistem penegakan disiplin PNS, pemerintah telah mengeluarkan PPNomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Peraturan tersebut telah ditindaklanjuti dengan Peraturan Kepala BKN No. 21/2010 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.Diharapkan peraturan ini dapat dijadikan pedoman bagi K/L untuk menerapkan sistem penegakan disiplin di instansi masing-masing. Sedangkan terkait dengan mekanisme pengadaan barang dan jasa, pemerintah telahmenerbitkan Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagai revisi Keppres Nomor 80 Tahun 2003, yang kemudian akan diperkuat melalui penyusunan RUU Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Langkah-langkah untuk mengurangi praktek KKN dalam pengadaan barang dan jasa diperkuat dengan penerapan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), yang diatur melalui Perka LKPP Nomor 2 Tahun 2010.

Dalam bidang pelayanan publik, pemerintah menyadari bahwa masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang terbaik, dan demikian juga sebaliknya peemrintah berkewajiban menyelenggarakan pelayanan secara professional, cepat, murah dan tidak diskriminatif. Oleh karena itu, beberapa langkah yang telah ditempuh oleh pemerintah, antara lain telah diterbitkannya UU. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang kemudian akan diikuti dengan penyusunan PP yang mengatur tentang penerapan sistem pelayanan terpadu, standar pelayanan publik, tata cara peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik, dan manajemen pengaduan. Selain itu, sampai dengan tahun 2010 telah ditetapkan 8 SPM, yaitu SPM Bidang Kesehatan, SPM Bidang Lingkungan Hidup, SPM Bidang Sosial, SPM Bidang Perumahan Rakyat, SPM Bidang Pemerintahan Dalam Negeri, SPM Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, SPM Bidang Pendidikan dan SPM Bidang Keluarga Berencana.

Dari segi kapasitas dan akuntabilitas birokrasi, pemerintah telah menyusun berbagai peraturan perundangan sebagai landasan penataan birokrasi pemerintah. Selain itu, dalam aspek kelembagaan akan terus diupayakan penataan menyeluruh pada instansi pemerintah. Dari sisi akuntabilitas, berdasarkan hasil evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pusat tahun 2010, tercatat 50 K/L atau 63,29% mendapatkan kategori cukup baik ke atas. Prosentase ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya 47,37%. Capaian tersebut tersebut memperlihatkan bahwa pemerintah berkomitmen untuk senantiasa mendorong upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas birokrasi, sebagai langkah untuk mengembangkan manajemen pemerintahan berbasis kinerja.

Untuk melihat perkembangan implementasi kebijakan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik pada kementerian/lembaga (K/L), pada awal tahun 2011 Bappenas menyampaikan edaran kepada seluruh K/L agar dapat menyampaikan data dan informasi kemajuan pelaksanaan kebijakan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik di masing-masing instansinya. Sampai dengan awal Mei 2011, terdapat 39 K/L atau kurang lebih 50% dari seluruh K/L yang telah menyampaikan kemajuan di masing-masing instansinya. Hasil dari implementasi kebijakan pengarusutamaan tata kelola yang baik, yang telah dilaksanakan oleh K/L telah mencapai 52%, dengan rincian sebagai berikut:

(22)

a. Implementasi kebijakan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik oleh K/L, untuk mencapai sasaran penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN adalah sebesar 60%, yang diimplementasikan dalam bentuk kebijakan yang harus diatur pada level instansi maupun penerapan dari kebijakan yang sifatnya nasional. Indikator yang diukur antara lain, penegakan disiplin, penerapan pakta integritas, kepatuhan penyampaian LHPKN, penerapan SPIP, penerapan

e-procurement, tindaklanjut hasil temuan, dan lainnya.

b. Implementasi kebijakan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik oleh K/L, untuk mencapai sasaran peningkatan kualitas pelayanan publik adalah sebesar 43%. Indikator yang diukur antara lain, penerapan standar pelayanan, penerapan maklumat pelayanan, penerapan manajemen pengaduan, dan lainnya.

c. Implementasi kebijakan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik oleh K/L, untuk mencapai sasaran peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi adalah sebesar 50%. Indikator yang diukur antara lain penataan kelembagaan, penyusunan SOP utama, manajemen SDM aparatur, penerapan SAKIP, dan lainnya.

Capaian tersebut menunjukkan komitmen K/L dalam mengimplementasikan kebijakan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik, sesuai mandat RPJMN 2010-2014. Namun demikian, capaian tersebut harus terus ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya, mengingat sesuai dengan target RPJMN 2010-2014, pada tahun 2014 diharapkan seluruh K/L telah sepenuhnya mengimplementasikan kebijakan tersebut. Hal itu sekaligus sebagai salah satu upaya dalam rangka perluasan dan peningkatan kualitas reformasi birokrasi nasional.

1.1.2.2. Permasalahan dan Sasaran

Dalam aspek penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN,

permasalahan yang munculdiantaranya belum tuntasnya berbagai landasan peraturan perundang-undangan, seperti peraturan yang mengatur pengawasan nasional; kualitas pengelolaan keuangan negara belum sepenuhnya dikelola secara akuntabel dan transparan sesuai standar akuntansi pemerintah; praktek pengadaan barang dan jasa pemerintah belum transparan; kualitas dan kompetensi aparat pengawas internal pemerintah belum memadai Demikian pula dengan penerapan sistem integritas di lingkungan instansi pemerintah masih cukup rendah.

Dari sisi pelayanan publik, penyelenggaraan pelayanan publik belum berjalan secara maksimal. Pelayanan dasar belum dapat dinikmati secara optimal oleh masyarakat; sistem perizinan masih berbelit-belit; SDM sebagai ujung tombak pelayanan belum bertindak secara profesional, responsif dan penuh integritas; dan manajemen pelayanan belum memanfaatkan TIK secara optimal.Selain itu, penerapan standar pelayanan minimal (SPM) belum dilaksanakan secara konsisten; dan pengaduan masyarakat belum dimanfaatkan sebagai input untuk evaluasi dan perbaikan kualitas pelayanan.

Terkait dengan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, beberapa permasalahan yang muncul terkait dengan kelembagaan dan ketatalaksanan. Dari sisi kelembagaan, masih terjadi tumpang tindih kewenangan, tugas pokok dan fungsi, dan pelaksanaan program/kegiatan.Dari sisi ketatalaksanaan, bisnis proses yang ada pada instansi

(23)

pemerintah belum disertai dengan SOP utama yang mencerminkan tugas pokok dan pelayanan. Pada aspek SDM aparatur, penerapan sistem merit dalam manajemen kepegawaian belum diterapkan secara maksimal di lingkungan instansi pemerintah.Pada aspek akuntabilitas kinerja, meskipun terdapat kemajuan dalam pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, namun masih terdapat beberapa permasalahan pokok yang harus ditangani.

Sasaran prioritas pembangunan bidang hukum dan aparatur adalah: (1) peningkatan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN; (2) Peningkatan kualitas pelayanan publik; dan (3) Peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. Sasaran tersebut, diuraikan lebih lanjut pada RKP 2012 Bab VIII Bidang Hukum dan Aparatur.

Untuk mendukung tercapainya sasaran-sasaran tersebut di atas, sasaran kebijakan pengarusutamaan tatakelola pemerintahan yang baik adalah sebagai berikut:

1. Meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, yang ditandai dengan, antara lain:

a. Meningkatnyaprosentasepenegakan disiplin PNS di seluruh instansi pemerintah; b. Makin meningkatnya penerapan pakta integritas bagi pejabat pemerintah;

c. Meningkatnya Kepatuhan penyampaian LHKPN; d. Meningkatnya prosentase pelaporan gratifikasi; e. Meningkatnya kualitas penyelenggaraan SPIP;

f. Meningkatnya penerapan e-procurement dalam pengadaan barang dan jasa; g. Meningkatnya prosentase tindaklanjut atas hasil pemeriksaan BPK

h. Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan anggaran; dan

i. Meningkatnya prosentase tindaklanjut atas pengaduan masyarakat 2. Meningkatnya kualitas pelayanan publik, yang ditandai dengan, antara lain:

a. Meningkatnya prosentase penerapan Standar Pelayanan pada Unit Penyelenggara Pelayanan Publik;

b. Meningkatnya prosentase penerapan Maklumat Pelayanan pada unit pelayanan publik;

c. Meningkatnya jumlah Pelayanan Terpadu Satu Pintu untuk pelayanan utama dan investasi;

d. Meningkatnya prosentase penerapan manajemen pengaduan yang efektif pada unit penyelenggara pelayanan publik;

e. Tersusun dan terlaksananya rencana percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik; dan

f. Terlaksananya evaluasi dan penilaian terhadap kinerja pelayanan publik.

3. Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, yang ditandai dengan, antara lain:

a. Meningkatnya prosentase kelembagaan dan tatalaksana instansi pemerintah yang proporsional, efektif dan efisien;

b. Meningkatnya prosentase instansi pemerintah yang telah menyusun SOP utama; c. Meningkatnya kualitas penerapan manajemen SDM (transparan dan berbasis

merit/kompetensi);

(24)

e. Meningkatnya prosentase penerapan manajemen kearsipan dan dokumentasi berbasis TIK; dan

f. Meningkatnya prosentase penerapan SAKIP (renstra, penilaian kinerja, kontrak kinerja, pengendalian, dan lain-lain)

1.1.2.3. Strategi dan Arah Kebijakan

Untuk mendorong implementasi kebijakan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan yang baik maka akan ditempuh strategi dan arah kebijakan sebagai berikut:

1. Peningkatan sosialisasi dan asistensi kebijakan nasional tatakelola pemerintahan yang baik;

2. Pengintegrasian implementasi kebijakan pengarusutamaan tatakelola pemerintahan yang baik dalam sistem perencanaan dan penganggaran;

3. Pengembangan sistem reward and punishment atas implementasi kebijakan tatakelola pemerintahan yang baik;

4. Peningkatan monitoring dan evaluasi implementasi kebijakan pengarusutamaan tatakelola pemerintahan yang baik.

TABEL 1.1

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGARUSUTAMAAN TATA KELOLA PEMERINTAHANYANG BAIK RKP TAHUN 2011 MELALUI RENCANA KERJA

KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2012 BESERTA INDIKATORNYA

No. Isu/Kebijakan Nasional

Kebijakan Instansi dalam Rencana Kerja

K/L 2012

Indikator di setiap instansi

Target Rencana Kerja K/L 2012

1. Peningkatan Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN

1.1 Penegakan disiplin PNS di seluruh instansi pemerintah

Penegakan peraturan mengenai disiplin PNS

-Sistem penegakan disiplin yang efektif

-Sistem penegakan disiplin telah tersedia dan diimplementasikan -% Pelanggaran disiplin mendapatkan sanksi -Meningkatnya prosentase pelanggaran disiplin yang mendapatkan sanksi 1.2 Penerapan pakta integritas bagi pejabat pemerintah

Penerapan pakta integritas bagi pejabat Eselon I, II, dan III

- Sistem penerapan pakta integritas

Telah tersedia sistem penerapan pakta integritas dan diimplementasikan - % pejabat telah menandatangani dan melaksanakan pakta integritas Meningkatnya prosentase pejabat yang menandatangani pakta integritas

(25)

1.3 Kepatuhan penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Mewajibkan pejabat untuk melaporkan LHKPN

% pejabat yang telah melaporkan LHKPN Meningkatnya prosentase pejabat yang telah menyampaikan LHKPN

1.4 Kebijakan antikorupsi Mewajibkan pelaporan gratifikasi Tersedianya sistem pelaporan gratifikasi Meningkatnya implementasi sistem pelaporan gratifikasi 1.5 Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) Penerapan sistem pengendalian internal yang efektif

Tersedia dan terlaksananya sistem pengendalian internal yang efektif

Diterapkannya SPIP sesuai pedoman. Pembinaan penerapan SPIP dilakukan oleh BPKP. 1.6 Pengembangan Sistem e-Procurement Nasional Penerapan e-procurement dalam pengadaan barang dan jasa % pengadaan menggunakan e-procurement 100 % K/L sudah mulai menerapkan e-procurement dalam pengadaan

1.7 Tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK

Peningkatan tindak lanjut atas temuan hasil pemeriksaan % temuan yang ditindaklanjuti Meningkatnya prosentase temuan yang ditindaklanjuti 1.8 Akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara Peningkatan akuntabilitas pengelolaan anggaran dan pelaporannya

Opini BPK atas LK K/L 75 % K/L telah mendapat opini WTP

1.9 Pengaduan masyarakat Tindaklanjut

pengaduan masyarakat

-Tersedianya sistem pengaduan masyarakat yang efektif

-% Penyelesaian tindak lanjut atas pengaduan yang disampaikan masyarakat

-Telah tersedia sistem pengaduan masyarakat yang efektif dan diimplementasikan -Meningkatnya prosentase penyelesaian tindak lanjut pengaduan masyarakat

2. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

2.1 Penerapan Standar Pelayanan pada Unit Penyelenggara Pelayanan Publik

Penerapan Standar Pelayanan Publik untuk seluruh unit

penyelenggara pelayanan publik

% unit penyelenggara pelayanan publik yang sudah menerapkan Standar Pelayanan Meningkatnya prosentase unit penyelenggara pelayanan publik yang telah menerapkan standar pelayanan 2.2 Penerapan Maklumat Pelayanan pada unit pelayanan publik

Menerapkan maklumat pelayanan untuk unit pelayanan publik

% unit pelayanan publik yang sudah menerapkan maklumat pelayanan

Meningkatnya prosentase unit pelayanan publik yang telah

(26)

menerapkan

maklumat pelayanan

2.3 Penerapan Pelayanan Terpadu Satu Pintu untuk pelayanan utama dan investasi

Penerapan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Pemerintah Daerah menerapkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)/One Stop Services (OSS)

Meningkatnya Pemda yang menerapkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan berfungsi efektif

2.4 Penerapan Manajemen Pengaduan

Penerapan manajemen pengaduan yang efektif pada unit

penyelenggara pelayanan publik

% unit pelayanan publik yang menerapkan manajemen pengaduan yang efektif Meningkatnya prosentase unit pelayanan publik pada K/L yang telah menerapkan manajemen pengaduan yang efektif 2.5 Percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik Menyusun rencana percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik dan melaksanakannya sesuai batas waktu yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pelayanan publik -Tersusunnya rencana peningkatan kualitas pelayanan publik pada unit penyelenggara pelayanan publik Tersusunnya rencana peningkatan kualitas pelayanan publik -Terlaksananya rencana peningkatan kualitas pelayanan publik sesuai batas waktu yang ditetapkan Terlaksananya rencana peningkatan kualitas pelayanan publik 2.6 Pelaksanaan evaluasi dan penilaian terhadap kinerja pelayanan publik

Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan penilaian kinerja kepada unit

penyelenggara pelayanan publik yang ada

-Tersedianya sistem evaluasi kinerja pelayanan publik

-% Unit Penyelenggara Pelayanan Publik yang mendapat penilaian baik

-Tersusunnya sistem evaluasi kinerja pelayanan publik dan dimplementasikan pada setiap unit pelayanan publik yang ada di K/L dengan instrumen yang kredibel -Meningkatnya prosentase unit penyelenggara pelayanan publik yang mendapat penilaian baik -Setiap K/L menetapkan 3-5 unit pelayanan publik sebagai Quick Wins.

(27)

3. Peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi

3.1 Penataan kelembagaan instansi pemerintah

Melakukan restrukturisasi organisasi dan tata kerja instansi untuk rightsizing di dasarkan visi, misi, strategi dan analisis obyektif, serta tupoksi.

% Tersusunnya struktur kelembagaan (organisasi dan tata kerja) yang proporsional, efektif, efisien Meningkatnya prosentase kelembagaan dan tatalaksana instansi pemerintah yang proporsional, efektif dan efisien 3.2 Penataan ketatalaksanaan instansi pemerintah Penyederhanaan proses bisnis dan penyusunan SOP utama

% SOP utama telah tersusun sesuai dengan proses bisnis yang lebih sederhana

Tersusunnya 50% SOP utama pada setiap K/L sesuai dengan proses bisnis yang lebih sederhana

3.3 Pemantapan kualitas manajemen SDM Penerapan manajemen SDM yang berkualitas (transparan dan berbasis merit/kompetensi) -Tersedianya sistem

rekrutmen yang transparan

-Tersedia sistem rekrutmen pegawai yang transparan dan berbasis

merit/kompetensi serta mulai

diimplementasikan

-Tersedianya sistem penilaian kinerja yang terukur

-Tersedia sistem penilaian kinerja yang terukur dan mulai

diimplementasikan -Tersedianya sistem

promosi dan mutasi yang terbuka dan transparan

-Tersedia sistem promosi dan penempatan dalam jabatan struktural yang terbuka, transparan, dan berbasis merit/kompetensi, serta diimplementasikan. -Tersedianya sistem diklat

berbasis merit dan kompetensi

-Tersedia sistem diklat berbasis merit dan kompetensi, serta merupakan bagian integral dari fungsi pembinaan kapasitas dan karir pegawai, serta meningkatkan kinerja lembaga

(28)

1.1.3. Pengarusutamaan Gender 1.1.3.1. Kondisi Umum

Pembangunan nasional selama ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Untuk itu, pembangunan nasional selayaknya memberikan akses yang memadai serta adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan, serta turut mempunyai andil dalam proses pengendalian/kontrol pembangunan. Hal ini juga tercermin pada salah satu agenda pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, yaitu agenda kelima, pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Upaya yang telah dilakukan adalah dengan menerapkan strategi pengarusutamaan gender di setiap bidang pembangunan.

Pengarusutamaan gender (PUG) dilakukan dengan mengintegrasikan perspektif (sudut pandang) gender ke dalam proses pembangunan di setiap bidang. Penerapan pengarusutamaan gender akan menghasilkan kebijakan publik yang lebih efektif untuk mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan merata bagi seluruh penduduk Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan. Piranti analisis yang dapat digunakan untuk strategi pengarusutamaan gender antara lain adalah 'Alur Kerja Analisis Gender' (Gender Analysis

Pathway – GAP). GAP digunakan untuk melakukan analisis gender dalam rangka

pengarusutamaan gender ke dalam perencanaan kebijakan/ program/kegiatan -Tersedianya sistem

penegakan kode etik yang efektif, disertai penerapan reward and punishment

-Tersedia sistem kode etik instansi, dan diimplementasikan dengan penegakannya secara efektif 3.4 Pengembangan dan penerapan e-Government Pengembangan dan penerapan e-Government Tersusunnya rencana penerapan e-Government yang konkrit dan terukur

Tersusunnya rencana penerapan

e-Government

3.5 Sistem kearsipan dan dokumentasi berbasis TIK Penerapan manajemen kearsipan dan dokumentasi berbasis TIK

Manajemen kearsipan dan dokumentasi sudah dilaksanakan dengan sistem berbasis TIK

Tersedia sistem kearsipan dan dokumentasi berbasis TIK, serta diimplementasikan secara efektif. 3.6 Penyelenggaraan Sistem Akuntabilitas Kinerja Aparatur Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah % penerapan SAKIP (renstra, penilaian kinerja, kontrak kinerja,

pengendalian, dan lain-lain) Meningkatnya prosentase penerapan SAKIP (renstra, penilaian kinerja, kontrak kinerja, pengendalian, dan lain-lain)

(29)

pembangunan. Hasil analisis gender ini kemudian digunakan untuk melakukan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender. Dengan demikian, diharapkan bahwa pengintegrasian gender ke dalam siklus perencanaan dan penganggaran di tingkat pusat dan daerah akan membuat pengalokasian sumber daya pembangunan menjadi lebih efektif, akuntabel, dan adil dalam memberikan manfaat kepada perempuan dan laki-laki.

1.1.3.2. Permasalahan dan Sasaran

Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam pembangunan adalah sebagai berikut. Pertama,meningkatkan kualitas

hidup dan peran perempuan. Rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan, antara

lain, disebabkan oleh terjadinya kesenjangan gender dalam hal akses, manfaat, dan partisipasi dalam pembangunan, serta penguasaan terhadap sumber daya, terutama di bidang politik, jabatan-jabatan publik, dan di bidang ekonomi, baik di tatanan antarprovinsi dan antarkabupaten/kota; serta rendahnya kesiapan perempuan dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim, krisis energi, krisis ekonomi, bencana alam dan konflik sosial, serta terjadinya penyakit.

Pada lembaga yudikatif, data tahun 2010 menunjukkan bahwa dari 7.974 hakim yang ada, terdapat 1.869 hakim perempuan (23,4 persen), dan dari 39 hakim agung, 6 diantaranya adalah perempuan (15,4 persen).Sementara itu, data Kejaksaan RI menunjukkan bahwa pada tahun 2010, jumlah jaksa perempuan sebanyak 2.357 orang (29,50 persen), sedangkan laki-laki sebanyak 5.632 orang (70,50 persen). Di lembaga eksekutif, walaupun terjadi peningkatan partisipasi perempuan yang menduduki jabatan eselon, namun jabatan yang diduduki perempuan masih berpusat pada eselon IV. Dari uraian tersebut terlihat bahwa posisi, komposisi, serta peran perempuan di lembaga yudikatif dan eksekutif masih relatif kecil. Di samping itu, marginalisasi perempuan di sektor informal merupakan masalah yang masih harus dihadapi, mengingat bahwa sektor informal ini menyerap tenaga kerja perempuan yang terbesar, dan telah terbukti menjadi 'sabuk pengaman' perekonomian keluarga.

Kedua,meningkatkan perlindungan bagi perempuan terhadap berbagai tindak

kekerasan. Hal ini terlihat dari masih belum memadainya jumlah dan kualitas tempat

pelayanan bagi perempuan korban kekerasan karena banyaknya jumlah korban yang harus dilayani dan luasnya cakupan wilayah yang harus dijangkau. Data Susenas 2006 menunjukkan bahwa prevalensi kekerasan terhadap perempuan sebesar 3,1 persen atau sekitar 3-4 juta perempuan mengalami kekerasan setiap tahun. Namun, hingga saat ini, pusat krisis terpadu (PKT) untuk penanggulangan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan perdagangan perempuan hanya tersedia di 3 provinsi dan 5 kabupaten. Di samping itu, masih terdapat ketidaksesuaian antarproduk hukum yang dihasilkan, termasuk antara produk hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dengan daerah, sehingga perlindungan terhadap perempuan belum dapat terlaksana secara komprehensif.

Ketiga,meningkatkan kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan

perempuan. Permasalahan yang muncul dalam meningkatkan kualitas hidup dan peran

perempuan serta perlindungan perempuan dari berbagai tindak kekerasan, antara lain, disebabkan oleh belum efektifnya kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan. Hal ini terlihat dari: (1) belum optimalnya penerapan peranti hukum, peranti analisis, dan dukungan politik terhadap kesetaraan gender sebagai prioritas pembangunan; (2) belum

(30)

memadainya kapasitas kelembagaan dalam pelaksanaan PUG, terutama sumber daya manusia, serta ketersediaan dan penggunaan data terpilah menurut jenis kelamin dalam siklus pembangunan; dan (3) masih rendahnya pemahaman mengenai konsep dan isu gender serta manfaat PUG dalam pembangunan, terutama di kabupaten/kota.

Sasaran pengarusutamaan gender adalah meningkatnya kesetaraan gender, yang

ditandai dengan: (a) meningkatnya kualitas hidup dan peran perempuan terutama di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi termasuk akses terhadap penguasaan sumber daya, dan politik dan pengambilan keputusan; (b) meningkatnya persentase cakupan perempuan korban kekerasan yang mendapat penanganan pengaduan; dan (c) meningkatnya efektivitas kelembagaan PUG dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan dan program pembangunan yang responsif gender di tingkat nasional dan daerah.

1.1.3.3. Strategi dan Arah Kebijakan

Berdasarkan permasalahan, tantangan, dan sasaran sebagaimana tersebut di atas, maka strategi dan arah kebijakan pengarusutamaan gender dilakukan melalui tiga isu nasional, yaitu:

1. peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan, melalui peningkatan akses terhadap pelayanan yang berkualitas serta harmonisasi peraturan perundangan dan pelaksanaannya di semua tingkat pemerintahan, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan;

2. perlindungan perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan, melalui upaya-upaya pencegahan, pelayanan, dan pemberdayaan; dan

3. peningkatan kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan.

Upaya peningkatan kesetaraan gender tersebut dilakukan secara lintasbidang, lintassektor, dan lintasdaerah yang keberhasilannya diukur antara lain oleh Indeks Pembangunan Gender (IPG) atau Gender-related Development Index (GDI) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) atau Gender Empowerment Measurement (GEM). IPG/GDI merupakan indikator komposit yang diukur melalui angka harapan hidup sejak lahir, angka melek huruf, dan gabungan angka partisipasi sekolah dasar, menengah, tinggi, serta Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per kapita dengan paritas daya beli (purchasing power

parity), dan dihitung berdasarkan jenis kelamin. Sementara itu, IDG/GEM diukur melalui

(31)

TABEL 1.2

TARGET KINERJA PEMBANGUNAN PENGARUSUTAMAAN GENDER TAHUN 2012

No Isu/Kebijakan Nasional Indikator Target Tahun 2012 Program Pelaksana

1. Peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan

1.1 Penjaminan Kepastian Layanan Pendidikan SD

1)

Rasio kesetaraan gender SD/SDLB 97,6 % Program Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan Nasional 1.2 Peningkatan Akses dan Mutu Madrasah Ibtidaiyah 1)

Rasio APM peserta didik perempuan:laki laki pada MI

>0,98 Program Pendidikan Islam Kementerian Agama 1.3 Penjaminan Kepastian Layanan Pendidikan SMP1)

Rasio kesetaraan gender SMP/SMPLB 97,6 % Program Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan Nasional 1.4 Peningkatan Akses dan Mutu Madrasah Tsanawiyah 1)

Rasio APM peserta didik perempuan:laki laki pada MTs

>0,98 Program Pendidikan Islam Kementerian Agama 1.5 Penyediaan dan Peningkatan Pendidikan SMA 1)

Rasio kesetaraan gendersiswa SMA 31,7 % Program Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional 1.6 Peningkatan Akses dan Mutu Madrasah Aliyah 1)

Rasio APK peserta didik perempuan:laki laki pada MA

>0,9 Program Pendidikan Islam Kementerian Agama 1.7 Penyediaan Layanan Pembelajaran dan Kompetensi Mahasiswa

Rasio kesetaraan gender PT 104,6 % Program Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional 1.8 Peningkatan Akses dan Mutu Pendidikan Tinggi Islam 1)

Rasio APK peserta didik perempuan:laki laki pada PTA

1,12 Program Pendidikan Islam Kementerian Agama 1.9 Penyediaan Layanan Pendidikan Masyarakat 1)

1 Persentase kab/kota yang telah menerapkan pengarusutamaan gender bidang pendidikan 32,0% Program Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional 1.10 Pembinaan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Reproduksi 1)

1 Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh nakes terlatih (cakupan PN)

88 Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak

Kementerian Kesehatan

2 Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal (cakupan K4)

(32)

1.11 Pembinaan Pelayanan Keperawatan dan Ketehnisian Medis1)

Jumlah Puskesmas yang menerapkan pelayanan keperawatan dan kebidanan sesuai standar dan pedoman

496 Pembinaan Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan 1.12 Penyehatan Lingkungan 1)

Persentase penduduk yang memiliki akses terhadap air minum berkualitas 63 Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan 1.13 Penanggulangan Krisis Kesehatan 1)

Jumlah kab/kota yang mempunyai kemampuan tanggap darurat dalam penanganan bencana 200 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Kesehatan 1.14 Pembinaan ketahanan remaja1)

Jumlah kebijakan, strategi, dan materi pembinaan ketahanan remaja yang dilaksanakan dan dapat diintegrasikan ke dalam kebijakan pembangunan sektor lainnya (NSPK, pedoman, juklak/juknis, SPM, mekanisme operasional, dan peta kerja)

4 Program Kependudukan dan Keluarga Berencana BKKBN 1.15 Peningkatan advokasi dan KIE Program Kependudukan dan KB 1)

Persentase PUS, WUS, remaja, dan keluarga yang mengetahui informasi Kependudukan dan KB melalui media massa (cetak dan elektronik) dan media luar ruang 95 Program Kependudukan dan Keluarga Berencana BKKBN 1.16 Pengelolaan pembangunan kependudukan dan KB provinsi

1 Persentase komplikasi berat yang dilayani 0,11% Program Kependudukan dan Keluarga Berencana BKKBN

2 Persentase kegagalan KB yang dilayani 0,03% 1.17 Peningkatan kesertaan ber-KB daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan (galciltas), wilayah khusus, dan sasaran khusus

Jumlah kebijakan, strategi, dan informasi tentang akses dan kualitas pelayanan KB yang dapat dioperasionalkan di daerah galciltas, wilayah khusus, sasaran khusus, dan berwawasan gender (NSPK, pedoman, juklak/juknis, SPM, mekanisme operasional, dan peta kerja) 7 Kebijak an Program Kependudukan dan Keluarga Berencana BKKBN 1.18 Pelayanan Sosial Lanjut Usia 1)

Jumlah lanjut usia terlantar yang berhasil dilayani, dilindungi dan direhabilitasi baik di dalam maupun di luar panti (jiwa) 38.365 Program Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial 1.19 Bantuan Sosial Korban Bencana Alam 1)

Jumlah korban bencana alam yang berhasil dibantu dan dilayani (jiwa) 138.91 3 Program Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial 1.20 Bantuan Sosial Korban Bencana Sosial 1)

Jumlah korban bencana sosial yang berhasil dibantu dan dilayani (jiwa) 112.50 0 Program Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial

(33)

1.21 Pedoman, petunjuk teknis dan bimbingan teknis/supervisi /publikasi/sosia lisasi penyelenggaraa n pemilu dan pendidikan pemilih 3)

1 Jumlah modul pendidikan pemilih untuk kelompok perempuan,miskin, cacat, pemilih pemula, lansia

5 Program Penguatan Kelembagaan Demokrasi dan Perbaikan Proses Politik KPU

2 Jumlah kegiatan pendidikan pemilih bagi caleg perempuan

10

3 Jumlah kader parpol

perempuan yang mendapatkan pendidikan politik

150

1.22 Bina Ideologi dan Wawasan Kebangsaan3)

Jumlah penguatan forum dan sosialisasi pengembangan nilai kebangsaan untuk pemuda, perempuan, aparatur pemerintah 20 Program Pembinaan Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri 1.23 Fasilitasi Politik Dalam Negeri3) Jumlah materi/modul pendidikan politik bagi calon pemilih pemula 1 Modul Program Pembinaan Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri 1.24 Fasilitasi Politik Dalam Negeri3)

Jumlah kerjasama dengan organisasi masyarakat sipil dalam peningkatan partisipasi politik perempuan 100 Program Pembinaan Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri 1.25 Pembinaan Penyelenggaraa n Kegiatan di bidang Kesehatan dan Perawatan warga binaan pemasyarakata n 4)

Persentase bayi, ibu hamil, ibu menyusui dan kelompok resiko tinggi yang memperoleh perlindungan sesuai standar

50% Program Pembinaan dan Penyelenggaraa n Pemasyarakata n Kementerian Hukum dan HAM

2. Perlindungan Perempuan terhadap Berbagai Tindak Kekerasan

2.1 Penyusunan dan harmonisasi kebijakan perlindungan perempuan dari tindak kekerasan 1) Persentase cakupan

perempuan korban kekerasan yang mendapat penanganan pengaduan 70 Program Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan KPP dan PA 2.2 Pemantapan Hubungan dan Politik Luar Negeri di Kawasan Asia

Tingkat penanganan isu illegal migrant dan human traficking serta isu-isu lainnya

25% Program Pemantapan Hubungan dan Politik Luar Negeri serta Kementerian Luar Negeri

(34)

Timur dan Pasifik 3) Optimalisasi Diplomasi di Kawasan Asia Pasifik dan Afrika 2.3 Pemantapan Hubungan dan Politik Luar Negeri di Kawasan Asia Selatan dan Tengah 3)

Tingkat penanganan isu illegal migrant dan human traficking serta isu-isu lainnya

25% Program Pemantapan Hubungan dan Politik Luar Negeri serta Optimalisasi Diplomasi di Kawasan Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri 2.4 Peningkatan perlindungan dan pelayanan WNI/BHI di Luar Negeri 3)

% pemberian bantuan hukum (advokasi dan lawyer) bagi WNI terutama tenaga kerja wanita 41,20% Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Keprotokolan dan Kekonsuleran Kementerian Luar Negeri 2.5 Peningkatan Perlindungan Pekerja Perempuan dan Penghapusan Pekerja Anak 2)

Persentase perusahaan yang memenuhi norma kerja perempuan dan anak

Naik 25% Program Perlindungan TenagaKerja dan Pengembangan Sistem Pengawasan Ketenagakerjaa n Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2.6 Pencegahan dan Penanggulangan Segala Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan dan Pemenuhan Hak Korban 4)

1 Tingkat pelibatan dan penyikapan aparat negara dalam upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap

perempuan serta

perlindungan, penegakan dan pemajuan HAM perempuan

80% Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Komnas HAM Komnas HAM

2 Tingkat pelibatan dan

penyikapan masyarakat dalam upaya pencegahan dan

penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap

perempuan serta

perlindungan, penegakan dan pemajuan HAM perempuan

30%

3 Hasil kajian dan rekomendasi yang ditindaklanjuti terkait isu kekerasan terhadap

perempuan dan perlindungan HAM perempuan 2 Kajian 2 Rekome ndasi

4 Jumlah pemantauan termasuk pencarian fakta dan

pendokumentasian

pelanggaran HAM perempuan

5 laporan

(35)

5 Prosentase respon pengaduan perempuan korban kekerasan

80%

6 Presentase sistem pemulihan korban pelanggaran HAM yang dikembangkan

45%

7 Meningkatnya fungsi kelembagaan Komnas Perempuan dalam rangka menciptakan lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam menjalankan mandat Komnas Perempuan

50%

3. Peningkatan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan

3.1 Penyusunan dan harmonisasi kebijakan bidang pendidikan yang responsif gender 1) 1 Jumlah kebijakan pelaksanaan PUG dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan - Program Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan KPP dan PA

2 Jumlah K/L dan pemda yang difasilitasi dalam penerapan ARG di bidang pendidikan

K/L 1

prov 2

3 Jumlah K/L dan pemda yang difasilitasi dalam penyusunan data terpilah di bidang pendidikan K/L 1 prov 2 3.2 Penyusunan dan harmonisasi kebijakan bidang kesehatan yang responsif gender 1) 1 Jumlah kebijakan

pelaksanaan PUG di bidang kesehatan - Program Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan KPP dan PA

2 Jumlah K/L dan pemda yang difasilitasi dalam penerapan ARG di bidang kesehatan

K/L 1

prov 5

3 Jumlah K/L dan pemda yang difasilitasi dalam penyusunan data terpilah di bidang kesehatan K/L 1 prov 5 3.3 Penyusunan dan harmonisasi kebijakan bidang sumber daya alam dan lingkungan yang responsif gender 1)

1 Jumlah kebijakan

pelaksanaan PUG di bidang sumber daya alam dan lingkungan - Program Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan KPP dan PA

2 Jumlah K/L dan pemda yang difasilitasi dalam penerapan ARG di bidang sumber daya alam dan lingkungan

K/L 2

prov 5

3

Jumlah K/L dan pemda yang difasilitasi dalam penyusunan data

terpilah di bidang sumber daya alam dan lingkungan

K/L 1 prov 2 3.4 Penyusunan dan harmonisasi 1 Jumlah kebijakan

pelaksanaan PUG di bidang politik dan pengambilan

1 Program Kesetaraan Gender dan

(36)

kebijakan partisipasi perempuan di bidang politik dan pengambilan keputusan 1) keputusan Pemberdayaan Perempuan

2 Jumlah K/L dan pemda yang difasilitasi dalam penerapan ARG di bidang politik dan pengambilan keputusan

K/L 3

prov 6

3 Jumlah K/L dan pemda yang difasilitasi dalam penyusunan data terpilah di bidang politik dan pengambilan keputusan K/L 2 prov 3 3.5 Penyusunan dan harmonisasi kebijakan bidang hukum yang responsif gender 1) 1 Jumlah kebijakan

pelaksanaan PUG di bidang hukum - Program Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan KPP dan PA 2

Jumlah K/L dan pemda yang difasilitasi dalam penerapan ARG di bidang hukum

K/L 1

prov 8

3 Jumlah K/L dan pemda yang difasilitasi dalam penyusunan data terpilah di bidang hukum K/L 2 prov 7 3.6 Penyusunan dan harmonisasi kebijakan bidang ketenagakerjaa n yang responsif gender 1) 1 Jumlah kebijakan

pelaksanaan PUG di bidang ketenagakerjaan 1 Program Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan KPP dan PA

2 Jumlah K/L dan pemda yang difasilitasi dalam penerapan ARG di bidang ketenagakerjaan

K/L 1

prov 5

3 Jumlah K/L dan pemda yang difasilitasi dalam penyusunan data terpilah di bidang ketenagakerjaan K/L - prov 2 3.7 Penyusunan dan harmonisasi kebijakan koperasi, usaha mikro dan kecil, industri, dan perdagangan yang responsif gender 1)

1 Jumlah kebijakan

pelaksanaan PUG di bidang koperasi, usaha mikro dan kecil, industri, dan

perdagangan 2 Program Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan KPP dan PA

2 Jumlah K/L dan pemda yang difasilitasi dalam penerapan ARG di bidang koperasi, usaha mikro dan kecil, industri, dan

perdagangan

Gambar

GAMBAR 1: PERKEMBANGAN ANGKA KEMISKINAN INDONESIA   TAHUN 2004-2010
GAMBAR PERTUMBUHAN INDUSTRI NON MIGAS
TABEL 3.10  PERKEMBANGAN BUMN  TAHUN 2005-2010    Satuan  Realisasi RPJMN 2005-2009  RPJMN 2010-2014  2005  2006  2007  2008  2009  2010  (unaudited)  Jumlah  BUMN  Perusahan  139  139  139  141  141  142

Referensi

Dokumen terkait

COAL BUNKER BUNKER BUNKER BUNKER BA BA Y  Y  BA BAY  Y  COAL JETTY  COAL JETTY  COAL JETTY  COAL JETTY  OIL STORAGE OIL STORAGE OIL STORAGE OIL STORAGE MATERIAL MATERIAL

Apabila dalam ketiga hal ini terjadi gesekan mekanis yang terlalu besar maka tekanan udara yang diinjeksikan pada waktu starting untuk mendorong piston bergerak

Pada kelompok bank konvensional, rata- rata CAR selama periode pengamatan sebesar 15,63%, nilai ini melebih standar yang ditetapkan oleh otoritas moneter, sedangkan CAR untuk

Pantai ini juga kaya akan jenis ikan laut sehingga banyak nelayan yang menangkap ikan, tidak heran jika di pantai ini terdapat tempat pelelangan ikan yang

meningkatkan kreativitas peserta didik sesuai dengan strategi pembelajaran yang dipilihnya, dan (2) kurangnya kemampuan guru dalam mengukur kemampuan kreativitas

Sama seperti halnya pada ordered list, digunakan 2 buah tag yaitu <ul> untuk memulai sebuah list berupa bullet, dan tag <li> untuk menuliskan isi dari list HTML yang

Bumi Meranti berkedudukan dan berkantor pusat di ibu kota Kabupaten Kepulauan Meranti dan dapat membuka/ mendirikan anak-anak perusahaan dan atau perwakilan