ANALISIS KEUNGGULAN KOMPETITIF USAHATANI KEDELAI
DI DESA WONOKALANG KECAMATAN WONOAYU
KABUPATEN SIDOARJO
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
AHMAD IRDHONI
NPM : 0624010030
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
ANALISIS KEUNGGULAN KOMPETITIF USAHATANI KEDELAI
DI DESA WONOKALANG KECAMATAN WONOAYU
KABUPATEN SIDOARJO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Program Studi Agribisnis
Oleh :
AHMAD IRDHONI
NPM : 0624010030
Kepada
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
ANALISIS KEUNGGULAN KOMPETITIF USAHATANI KEDELAI DI DESA
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur pada 15 Juni 2010
Telah disetujui oleh :
Pembimbing : 1. Pembimbing Utama
Ir. INDRA TJAHAJA AMIR, MP
Tim Penguji : 1. Ketua
Dr. Ir. SUDIYARTO, MM 2. Pembimbing Pendamping
Dr. Ir. EKO NURHADI, MS
2. Sekretaris
Ir. SRI WIDAYANTI, MP
3. Anggota
Ir. INDRA TJAHAJA AMIR, MP Mengetahui :
Dekan Fakultas Pertanian
Dr. Ir. RAMDAN HIDAYAT, MSi
Ketua Program Studi Agribisnis
RINGKASAN
Ahmad irdhoni, NPM : 0624010030 Judul Skripsi : Analisis Keunggulan Kompetitif Usahatani Kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. Dosen Pembimbing Utama: Ir. Indra Tjahaja Amir, MP. Dosen Pendamping: Dr.Ir.Eko Nurhadi,MS.
Kedelai di Indonesia merupakan komoditas publik yang memiliki nilai strategis, baik dari segi ekonomi, lingkungan hidup, sosial maupun politik. Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia. Oleh karena itu, upaya untuk berswasembada kedelai tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung agroindustri dan menghemat devisa serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan impor.
Penelitian tentang analisis keunggulan kompetitif usahatani kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo bertujuan : (1) Menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap produksi kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo. (2) Menganalisis keunggulan kompetitif usahatani kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer yang didapat dari wawancara serta pengisian kuisioner langsung oleh responden dan data sekunder yang berasal dari laporan pembukuan petani / kelompok tani serta publikasi dari lembaga-lembaga pemerintahan seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan kantor kepala Desa.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk menjawab tujuan pertama yaitu menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap produksi kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo maka digunakan analisis fungsi produksi Cobb – Douglass.
2. Untuk menjawab tujuan kedua yaitu untuk menganalisis keunggulan kompetitif usahatani kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo maka digunakan analisis Privat Cost Ratio (PCR).
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Alloh SWT, yang mana telah memberikan berkah rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Analisis Keunggulan Kompetitif Usahatani Kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo “ Penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana bagi mahasiswa Fakultas Pertanian Program Studi Manajemen Agribisnis UPN “Veteran” Jawa Timur.
Dengan telah tersusunnya penelitian ini, penulis menyadari sepenuhnya akan keterlibatan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati maka penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Ir. Indra
Tjahaja Amir, MP selaku Dosen Pembimbing Utama dan Bapak Dr. Ir. Eko Nurhadi, MS selaku Dosen Pembimbing Pendamping. Selain itu dalam kesempatan ini
penulis juga menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dr.Ir.Ramdan Hidayat, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Ir,. Indra Tjahaja Amir, MP selaku Ketua Program Studi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 3. Papi M. Syafi,i yang tercinta, yang selalu memberi doa serta dukungan baik moral
maupun materil.
4. Mami Nur Chanifah (Alm) tercinta, yang selalu memberi dukungan dan doa serta harapan untuk saya jadi lebih baik di masa beliau hidup.
6. Buat rekan dan teman – teman seperjuangan terima kasih atas semangat dan partisipasinya.
7. Dan semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan satu – per satu.
Penulis menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki masih terbatas dan sedikit sehingga skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat obyektif dan membangun.
Akhir kata, semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surabaya, Juni 2010
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
1.5. Pembatasan Masalah……… 8
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 9
2.2. Usahatani Kedelai... 13
2.3. Konsep Daya Saing ... 26
2.3.1. Keunggulan Komparatif ... 26
2.3.2. Keunggulan Kompetitif ... 30
2.4. Fungsi Produksi Cobb - Douglass ... 32
2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian………... 36
2.6. Hipotesis………. 39
3.1. Penentuan Lokasi Penelitian ... 40
3.2. Penentuan Sampel ... 41
3.3. Pengumpulan Data ... 41
3.4. Metode Analisis ... 42
3.5. Definisi Operasional ... 48
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Wilayah …………...……… 50
4.2. Karakteristik Petani di Desa Wonokalang .………... 53
4.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Kedelai di Desa wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo………...……….. 56
4.4. Keunggulan Kompetitif Usahatani Kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo……… 65
4.5. Hubungan Fungsi Cobb – Douglass Dengan Privat Cost Ratio (PCR) Usahatani Kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo………... 72
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ……… 74
5.2. Saran ………. 74
DAFTAR PUSTAKA ... 76
DAFTAR TABEL
2. Data Hipotesis Cost Comparative (Sumber: Ekonomi Internasional
Dr. Hamdy Hady)... 28
3. Data Perhitungan Cost Comparative (Labor Efficiency) (Sumber: Ekonomi Internasional Dr. Hamdy Hady)... ... 29
4. Stategi Genetik Dari Porter (Sumber: E:/ Porter’s Generic Strategies.htm)... 31 5. Realisasi Luas Tanam dan Panen Palawija Menurut Desa / Kelurahan (Dalam Ha) Kecamatan Wonoayu Tahun 2008... 40 9. Pengalaman Usahatani Kedelai di DesaWonokalang
Tahun 2010 ……….……… 54 10. Karakteristik Pendidikan Responden di Desa Wonokalang Tahun
2010……… 55 11. Analisis cob – Douglass Usahatani Kedelai Di Desa
12. Rasio NPM Usahatani Kedelai di Desa Wonokalang Tahun
2010………..……… 64 13. Harga Privat Usahatani Kedelai di Desa Wonokalang
Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo……….. 67 14. Budget Privat Usahatani Kedelai di Desa Wonokalang
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Judul
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
Judul
1. Kuesioner Petani Kedelai di Desa Wonokalang Tahun 2010...
... 77 2. ... Hasil Analisis Regresi Kedelai Desa Wonokalang Tahun 2010
... 86 3. Penggunaan Input Usahatani Kedelai di Desa Wonokalang
Tahun 2010 ... 90
4. Hasil Perhitungan NPM Usahatani Kedelai di Desa wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten SidoarjoTahun 2010 ... 92
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia. Oleh karena itu,
upaya untuk berswasembada kedelai tidak hanya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung agroindustri dan menghemat
devisa serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan impor Baharsjah (
2004 ). Beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan kedelai adalah konsumsi yang terus meningkat mengikuti pertambahan jumlah penduduk, meningkatnya pendapatan per kapita, meningkatnya kesadaran masyarakat akan kecukupan gizi, dan berkembangnya berbagai industri yang menggunakan bahan baku kedelai., sejak tahun 2000, impor kedelai meningkat secara drastis seiring dengan signifikansinya penurunan produksi pada tahun tersebut. Impor selama periode 2000-2003 meningkat dengan laju 14.03 persen per tahun, disamping itu volume impor yang meningkat ini disebabkan pula oleh rendahnya tingkat efisiensi di dalam negeri, sementara subsidi ekspor di Negara eksportir tetap tinggi (Puslitbang Tanaman Pangan, 2005).
Permintaan kedelai terus meningkat, namun peningkatan kebutuhan
tersebut belum diikuti oleh ketersediaan pasokan yang mencukupi. Pertumbuhan
produksi lebih lambat dibanding konsumsi sehingga untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri dilakukan impor. Kesenjangan produksi dan konsumsi ini makin
nyata karena kedelai juga merupakan bahan baku industri dan pakan. Goenadi
program peningkatan produksi kedelai menuju swasembada sejak tahun 1996.
Namun implementasinya sering tergeser oleh prioritas lain, khususnya beras.
Tingkat kebutuhan kedelai dalam negeri yang mencapai 1,9 juta - 2 juta ton per tahun Seputar Indonesia, 16 januari (2008), maka sekitar 70 % kebutuhan kedelai bergantung pada impor dari luar negeri. Hal ini menyebabkan naiknya harga kedelai dunia yang saat ini mencapai 100 % dari 300 dolar AS per ton meningkat tajam menjadi 600 dolar AS per ton, memberikan dampak yang cukup signifikan bagi harga kedelai nasional Afandi, (2008).
Menurut Sam Hadi, (2008), kacang kedelai merupakan salah satu komoditas pangan strategis yang mengalami fluktuasi harga dalam dua tahun terakhir ini, karena penurunan produksi, gangguan pasokan dan distribusi, lonjakan harga pasar dunia dan faktor lainnya. Kasus yang dialami komoditas kacang kedelai menunjukkan pentingnya ketahanan dan kemantapan pangan serta mengingatkan betapa bahayanya ketergantungan pada bahan pangan impor. Meskipun kacang kedelai bukan bahan pangan pokok namun sudah sangat melekat dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak ratusan tahun. Tahu dan tempe menjadi sumber utama protein nabati dan merupakan menu makanan yang hampir setiap hari hadir diantara salah satu hidangan makanan andalan keluarga.
berbagai komoditas pangan masih akan berlanjut, target swasembada kacang kedelai yang di tetapkan pada tahun 2015, tidak akan tercapai jika melihat implementasi di lapangan saat ini, masih jauh dari harapan.
Harga kedelai impor yang lebih murah dibanding kedelai dalam negeri
menyebabkan upaya peningkatan produksi kedelai agak terabaikan. Kebutuhan
kedelai dalam negeri dipenuhi melalui impor yang volumenya terus meningkat.
Padahal ketergantungan yang makin besar pada impor dapat menjadi musibah
terutama jika harga pangan dunia sangat mahal akibat stok menurun (Baharsjah
2004). Persoalannya, petani selalu kalah karena pasar internasional tidak adil.
Pakpahan (2003) menyatakan promosi impor bertentangan dengan jaminan
keberlanjutan kehidupan bangsa dan negara karena akan mematikan kehidupan
petani serta kehidupan bangsa dan negara.
Kedelai memiliki potensi pasar yang luas di dalam negeri untuk memenuhi
kebutuhan pangan dan pakan. Namun, potensi pasar yang besar dan terus
berkembang tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal melalui
pengembangan produksi dalam negeri. Pengembangan kedelai menghadapi
persoalan teknis, sosial, dan ekonomi. Jika kondisi sosial ekonomi kondusif maka
secara teknis pengembangan kedelai memiliki potensi dan peluang yang memadai
Sudaryanto et al. ( 2004).
Untuk mendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi, selain
memberikan insentif jaminan harga dasar juga perlu didukung oleh penyuluhan,
penciptaan teknologi, dan pengembangan infrastruktur (fisik dan kelembagaan)
tersedia dan pemerintah menyediakan modal, petani kurang tertarik menanam
kedelai jika harga tidak menguntungkan petani. Dengan jaminan harga yang layak,
petani dapat melakukan analisis usaha taninya.
Dalam upaya meningkatkan produksi kedelai nasional, pemerintah telah
menggulirkan Program Bangkit Kedelai. Program ini akan berhasil bila tujuan
yang bersifat makro (peningkatan produksi) sejalan dengan tujuan petani dalam
berusahatani, yaitu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Dengan kata
lain, tujuan yang bersifat makro harus sejalan dengan harapan petani dalam
berusaha tani. Dalam hal ini, keserasian langkah-langkah penyelenggaraannya
(kebijakan, penggerakan, pembinaan, pelayanan, dan pengendalian) yang
memungkinkan kedua tujuan tersebut tercapai secara simultan diperlukan untuk
mewujudkan partisipasi petani dalam menanam kedelai.
Kondisi yang sangat mempengaruhi keputusan petani berpartisipasi dalam
peningkatan produksi kedelai adalah iklim ekonomi yang menguntungkan dan
juga secara sosial dapat diterima. Partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan
dalam sesuatu yang ditawarkan. Tindakan petani untuk berpartisipasi tidak lepas
dari kemampuan diri serta perhitungan untung rugi. Dalam keadaan sewajarnya,
petani tidak akan melakukan hal-hal di luar kemampuannya atau yang merugikan
dirinya. Kemampuan petani berkaitan dengan situasi lingkungan serta keadaan
yang melekat pada dirinya Warsito (2007).
satunya kedelai dengan harga terjangkau telah menjadi tujuan utama kebijakan pembangunan pertanian, guna menghindari kelaparan serta gejolak ekonomi dan politik Sudaryanto et al. (1999).
1.2. Perumusan Masalah
Menurut Tahlim et al. (2003) pengembangan produksi kedelai dalam negeri masih menghadapi beberapa permasalahan, antara lain; (1) Usaha perluasan areal pada lahan bukaan baru pada umumnya menghadapi kendala kemasaman tanah yang tinggi; (2) Lahan bukaan baru berkontur bergelombang/berbukit sehingga rentan terhadap erosi; (3) Terbatasnya ketersediaan benih unggul bermutu baik dari segi jumlah maupun kualitas saat diperlukan; (4) Terbatasnya ketersediaan teknologi yang yang bersifat spesifik lokasi; (5) Rendahnya adopsi teknologi di tingkat petani; dan (6) Rendahnya tingkat harga yang diterima petani yang direfleksikan makin menurunnya nilai tukar petani.
Tabel 1.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kedelai Tahun 2005 - 2009 Tahun Luas Panen Produksi Produktivitas
(000 ha) (000 Ton) (Kuintal / ha)
2005 621,5 808,4 13,01
2006 580,5 747,6 12,88
2007 459,1 592,5 12,91
2008 591,0 775,7 13,13
2009 701,4 924,5 13,18
Sumber : Statistik Indonesia 2009
Dari tabel diatas dari tahun 2005 sampai 2009 produksi kedelai stabil dan produktivitas juga tidak menunjukkan tidak mengalami penurunan yang drastis, walau demikian kebutuhan kedelai dalam negeri masih belum bisa terpenuhi dan masih tergantung pada Negara lain yaitu impor. Tingkat kebutuhan kedelai dalam negeri yang mencapai 1,9 juta - 2 juta ton per tahun Seputar Indonesia, 16 januari ( 2008 ), maka sekitar 70 % kebutuhan kedelai bergantung pada impor dari luar negeri. Pada hal budidaya tanaman kedelai sangat menjanjikan mengingat kebutuhan kedelai dari tahun ke tahun meningkat, dan industri rumah tangga seperti pabrik kecap, pabrik tahu dan tempe tumbuh sangat subur.
Sehubungan dengan uraian latar belakang dan penjelasan di atas, maka terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani kedelai?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan penjelasan di atas, maka tujuan penelitian tersebut adalah:
1. Menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap produksi usahatani kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.
2. Menganalisis keunggulan kompetitif usahatani kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu Kabupaten Sidoarjo.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan oleh penelitian ini adalah:
1. Sebagai informasi bagi peneliti untuk dapat mengetahui keunggulan kompetitif usahatani kedelai.
2. Sebagai informasi dan pengetahuan peneliti untuk dapat mengetahui keunggulan kompetitif usahatani kedelai.
3. Sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan produksi masa mendatang serta mengetahui keunggulan kompetititf kedelai di perdagangan bebas. 4. Sebagai pembanding dan sumbang pikiran agar penelitian dapat bermanfaat
bagi petani atau konsumen kedelai.
1.5. Pembatasan Masalah
1. Usahatani kedelai yang di teliti hanya di desa wonokalang kecamatan wonoayu kabupaten sidoarjo.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian ini sedikit banyak didasari oleh beberapa penelitian terdahulu.
Penelitian yang mendukung terhadap daya saing dan dampak kebijakan pemerintah
terhadap komoditi pertanian, antara lain adalah:
Menurut Saptana, et al., 2009, dengan penelitiannya yang berjudul
“Analisis Daya Saing Komoditi Tembakau Rakyat di Klaten Jawa Tengah”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa: (1) Usahatani komoditi tembakau asepan dan
tembakau rajangan menunjukkan bahwa komoditi tembakau memiliki keunggulan
komparatif yang ditunjukkan oleh nilai DRCR = 0,42 untuk usahatani tembakau
asepan pada desa contoh irigasi teknis; untuk usahatani tembakau yang sama pada
desa contoh irigasi setengah teknis diperoleh koefisien DRCR = 0,45; dan untuk
usahatani tembakau rajangan pada desa contoh irigasi sederhana diperoleh nilai
DRCR = 0,65; (2) Hasil analisis untuk komoditi tembakau asepan di desa contoh
irigasi teknis dan semi teknis masing-masing diperoleh nilai PCR 0,62 dan 0,67,
sedangkan untuk tembakau rajangan di desa contoh irigasi sederhana diperoleh nilai
PCR sebesar 0,55. Hal tersebut menunjukkan bahwa komoditi tembakau
mempunyai keunggulan kompetitif; (3) Kebijakan insentif dan struktur proteksi
diukur melalui transfer output, transfer input, transfer faktor dan transfer bersih. (a)
Proteksi input menunjukkan nilai NPCI > 1 yaitu 1,00-1,06 untuk Urea; 1,02-1,03
untuk TSP; 1,16 untuk KCL, serta 1,01-1,10 untuk ZA. Hal ini memberikan
gambaran bahwa petani mengalami disinsentif dalam mengusahakan usahatani
Proteksi output menunjukkan nilai NPCO untuk tembakau asepan adalah 0,74.
Sementara untuk tembakau rajangan diperoleh nilai NPCO sebesar 1,17; (c) Proteksi
efektif menunjukkan nilai EPC < 1 hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya
perlidungan atau proteksi pemerintah terhadap produsen atau petani tembakau
Besarnya nilai PC di lokasi penelitian diperoleh positif < 1. Artinya petani dirugikan
karena petani memperoleh keuntungan jauh lebih rendah dari seharusnya; Dan
Subsidy Ratio to Producer (SRP). Untuk komoditi tembakau asepan diperoleh nilai
koefisien SRP negatif, yaitu -0,28, sedangkan untuk tembakau rajangan bernilai
positif, yaitu 0,15. Artinya secara umum kebijaksanaan pemerintah atau distorsi
pasar yang ada memberikan dampak yang merugikan bagi petani tembakau asepan
dan menguntungkan bagi tembakau rajangan.
Menurut Arga Tunggul, 2008, dengan penelitiannya yang berjudul
“Analisis Pengaruh Kebijakan Pemerintah Terhadap Daya Saing Sistem Usahatani
Kedelai di Jawa Timur Kabupaten tuban”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1)
sistem usahatani kedelai di Kabupaten nganjuk tahun 2007 menguntungkan (BC
rasio = 0,71) dan memiliki keunggulan kompetitif (PCR = 0,4491) tapi tidak
memiliki keunggulan komparatif (DRCR = 1,4768); (2) Kebijakan pemerintah yang
diberlakukan terhadap sistem usahatani kedelai di Kabupaten nganjuk tahun 2007
bersifat protektif terhadap output (NPCO = 0,9653) dan menunjukkan adanya
subsidi terhadap input tradable (NPCI = 0,8351), hal itu menunjukkan bahwa
kebijakan pemerintah bersifat protektif terhadap output dan input (EPC = 0,9892),
Menurut Muhammad Firdaus, 2007, dengan penelitiannya yang berjudul
“Analisis Daya Saing Kedelai di Jawa Timur”. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: (1) Persamaan garis regresi linier luas panen adalah Y’ = 309.362,27 –
20.596,26X. Dari persamaan ini diketahui luas panen kedelai di Jawa Timur setiap
tahunnya mengalami penurunan sebesar 20.596,26 ha; Persamaan garis regresi linier
produksi adalah Y’ = 43.920.269,49 – 21.759,95X. dari persamaan ini diketahui
bahwa produksi kedelai di Jawa Timur setiap tahunnya mengalami penurunan
sebesar 21.759,95 ton; Persamaan garis regresi linier produktivitas adalah Y’ = 1,23
+ 0,0123X. Persamaan tersebut memberikan informasi bahwa perkembangan
produktivitas kedelai di Jawa Timur mengalami peningkatan sebesar 0,0123 ton/ha
setiap tahunnya; (2) Keunggulan komparatif kedelai di Jember ditunjukkan dengan
nilai DRC sebesar 0,9477, hal ini menunjukkan bahwa usahatani kedelai di Jember
secara ekonomi masih efisien dalam menggunakan sumberdaya domestik,
sedangkan untuk usahatani kedelai di Banyuwangi diperoleh nilai DRC 1,3731, hal
ini menunjukkan bahwa usahatani kedelai di Banyuwangi tidak efisien dalam
menggunakan sumberdaya domestik. Keunggulan kompetitif diketahui melalui nilai
PCR yang menunjukkan bahwa usahatani kedelai di Jember dan Banyuwangi
sama-sama memiliki keunggulan kompetitif dengan nilai 0,8733 untuk Jember dan 0,9621
untuk Banyuwangi; (3) Dampak kebijakan pemerintah (i) Dampak kebijakan
pemerintah terhadap output. Nilai NPCO untuk usahatani Jember adalah sebesar
1,1405 artinya petani memperoleh harga 14,05% lebih mahal daripada harga
internasional. Sedangkan untuk usahatani Banyuwangi nilai NPCO sebesar 1,3070
internasional. Sehingga dapat dikatakan terdapat kebijakan pemerintah yang
memproteksi output usahatani kedelai di Jember dan Banyuwangi; (ii) Dampak
kebijakan pemerintah terhadap input. Nilai NPCI usahatani kedelai di Jember
sebesar 0,8453, yang berarti bahwa petani membeli input tradable dengan harga
15,47% lebih murah daripada harga input sosialnya. Sedangkan usahatani kedelai di
Banyuwangi memiliki nilai NPCI sebesar 0,8358yang artinya petani membeli input
tradable dengan harga 16,42% lebih murah daripada harga input sosialnya; (iii)
Dampak kebijakan pemerintah terhadap input-output. (a) EPC digunakan untuk
mengetahui dampak dari keseluruhan kebijakan pemerintah dan mekanisme pasar
input output. Nilai EPC di Jember adalah sebesar 1,1986 yang berarti pemerintah
memberikan insentif secara efektif kepada petani, sedangkan di Banyuwangi nilai
EPC adalah sebesar 1,5475 yang artinya pemerintah memberikan insentif secara
efektif kepada petani dengan nilai tambah yang dinikmati petani sebesar 54,75%
lebih tinggi dari nilai tambah sosialnya. (b) NPT merupakan nilai yang
menggambarkan bertambah atau berkurangnya surplus produsen yang diakibatkan
oleh kebijakan pemerintah. Hasil analisis menunjukkan bahwa usahatani kedelai di
Jember dan Banyuwangi mendapatkan dampak positif dari kebijakan pemerintah
dengan nilai NPT sebesar Rp 360.705,88 di Jember dan Rp 1.128.853,61 di
Banyuwangi. (c) Nilai PC digunakan untuk mengetahui besarnya perbedaan tingkat
keuntungan privat dan keuntungan sosial. Berdasarkan hasil analisis diketahui
bahwa nilai PC untuk usahatani kedelai di Jember dan Banyuwangi memiliki
keuntungan privat yang lebih tinggi daripada keuntungan sosialnya. (d) SRP
bahwa terdapat proteksi positif dari pemerintah terhadap usahatani kedelai di Jember
dan Banyuwangi, hal ini dibuktikan dengan nilai SRP yang positif yaitu 0,0831 di
Jember dan 0,2858 di Banyuwangi.
Berbeda dengan penelitian terdahulu yang telah disajikan di atas,
penelitian kali ini untuk mengetahui daya saing kedelai baik secara kuantitas
maupun kualitas, serta untuk mengetahui cara berusahatani kedelai dan keunggulan
– keunggulan yang dimiliki petani.
2.2. Usahatani Kedelai
Usahatani menurut Kadarsan adalah suatu tempat dimana seseorang atau
sekumpulan orang berusaha mengelola unsur-unsur produksi seperti alam, tenaga
kerja, modal dan ketrampilan dengan tujuan memproduksi untuk menghasilkan
sesuatu di lapangan pertanian. Sedangkan menurut Mosher, usahatani adalah suatu
tempat atau sebagian dari permukaan bumi dimana pertanian diselenggarakan
seorang petani tertentu, apakah ia seorang pemilik, penyakap atau manajer yang
digaji himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat pada tempat itu yang
diperlukan untuk produksi pertanian seperti tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang
dilakukan atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas
tanah itu dan sebagainya (Agustina Shinta, 2009). Maka dapat disimpulkan
usahatani kedelai adalah kegiatan di sebagian permukaan bumi yang dilakukan oleh
petani untuk berusaha mengelola unsur-unsur produksi dengan tujuan memproduksi
kedelai.
Kedelai yang dibudidayakan bertujuan untuk mendapatkan hasil yang lebih
kegiatan yang menunjang. Ada beberapa tahapan yang dilakukan para petani
dalam melakukan budidaya kedelai diantaranya yaitu: pemilihan varietas,
persemaian atau pembenihan, pengolahan lahan, penanaman, pemupukan,
penyiangan, pengendalian hama dan panen.
2.2.1. Pemilihan Varietas
Tujuan pembentukan varietas unggul kedelai ini yaitu untuk meningkatkan
produktivitas kedelai yang tidak dapat dipecahkan melalui pendekatan agronomi.
Ada beberapa aspek yang dapat dicapai melalui pembentukan varietas unggul ini,
antara lain sebagai berikut :
1. Meningkatkan potensi daya hasil biji
2. Memperpendek umur masak atau panen
3. Memperbaiki sifat ketahanan terhadap serangan penyakit utama kedelai, yaitu
karat daun dan virus
4. Menambah sifat ketahanan terhadap hama utama, yaitu lalat kacang
(Agromyza), ulat pemakan daun (Lamprosema litura), wereng kedelai
(Phaedonia inclusa), pengisap polong (Riptortus linearis), penggerek polong
(Etiella zinckenella), serta pengisap dan penggerek polong (Nezara viridula).
5. Toleransi terhadap abiotik, meliputi tanah masam, kahat unsure hara, tanah
basa, tanah jenuh air, dan pengaruh naungan.
6. Peningkatan mutu biji, khususnya kandungan protein, lemak, dan unsur kimia
lainnya.
Pendukung utama dalam pengembangan kedelai melalui perakitan paket
1918 – 2004 telah berhasil dilepas sebanyak 60 varietas kedelai. Upaya-upaya
pengembangan varietas unggul tanaman kedelai sebenarnya sudah dimulai sejak
tahun 1916 dengan cara memasukkan varietas dari luar negeri, antara lain Cina,
Taiwan,Manchuria, dan Amerika Serikat, namun demikian kegiatan hibridisasi
atau persilangan-persilangan baru dimulai pada tahun 1930. Beberapa varietas
yang berasal dari introduksi yaitu Otan, No. 27 (1918), dan No. 29 (1924) yang
berasal dari Taiwan. Umumnya varietas ini berumur panjang, sekitar 100-110 hari,
dan berbiji kecil (7 – 8 g/100 biji). Sementara beberapa varietas hasil persilangan
antara lain Ringgit (1925), Sumbing (1937), Merapi (1938) dan Shakti serta
Davros (1965). Pada tahun 1974 dilepas varietas baru dengan nama Orba,
kemudian diikuti oleh varietas Galunggung (1981), Lokon (1982), dan Wilis
(1983). Dari keempat varietas tersebut, potensi daya hasilnya mencapai rata-rata
1,50 ton/ha dengan kisaran kadar protein 30,5 – 44,4%, kadar minyak 15,8 –
19,9%, serta umur panen 81 hari. Dilihat dari data statistik yang ada, ternyata
produksi kedelai selama periode tahun 1974 -1983 hanya mencapai rata-rata 0,83
ton/ha atau baru mencapai sekitar 61% dari potensi varietas kedelai yang telah
dianjurkan.
Selama periode tahun 1984 – 1993, proses pembentukan varietas kedelai
unggul baru menunjukkan jumlah yang cukup banyak, sebanyak 21 varietas
kedelai unggul baru. Rata-rata produktivitas varietas tersebut lebih tinggi
dibandingkan varietas Orba (1974), Galunggung (1981), Guntur (1982), Lokon
(1982), dan Wilis (1983), yaitu 2,04 ton/ha. Disamping itu, kadar protein dan
protein tertinggi dicapai varietas Merbabu, yaitu 45%, sedangkan kadar minyak
terendah pada varietas Tengger, yaitu 12,8%. Umur panen yang paling pendek
yaitu varietas Malabar (70 hari), sedangkan umur panen paling lama yaitu varietas
Dempo (92 hari). Potensi daya hasil tertinggidicapai oleh varietas
Jayawijaya, sebanyak 2,50 ton/ha, diikuti oleh vareitas Dieng (2,30ton/ha). Selama
periode 10 tahun terakhir, dari tahun 1995 - 2004, terjadi lonjakan pelepasan
varietas unggul baru, sebanyak 25 varietas Pada periode ini tidak terjadi
perubahan umur panen, sekitar 85 – 86 hari. Akan tetapi, potensi hasilnya cukup
menonjol, yaitu lebih dari 2,0 ton/ha dan tertinggi dicapai varietas Baluran (3,50
ton/ha). Ada perkembangan yang menarik dari proses pembentukan varietas
unggul baru ini, yaitu toleransi terhadap kondisi lahan masam dan serangga
penggerek polong.
2.2.2. Pembenihan
Kualitas benih sangat menentukan keberhasilan usaha tani kedelai. Pada
penanaman kedelai, biji atau benih ditanam secara langsung, sehingga apabila
kemampuan tumbuhnya rendah, jumlah populasi per satuan luas akan berkurang.
Di samping itu, kedelai tidak dapat membentuk anakan sehingga apabila benih
tidak tumbuh, tidak dapat ditutup oleh tanaman yang ada. Oleh karena itu, agar
dapat memberikan hasil yang memuaskan, harus dipilih varietas kedelai yang
sesuai dengan kebutuhan, mampu beradaptasi dengan kondisi lapang, dan
dalam pemilihan varietas yaitu umur panen, ukuran dan warna biji, serta tingkat
adaptasi terhadap lingkungan tumbuh yang tinggi.
a. Umur panen
Varietas yang akan ditanam harus mempunyai umur panen yang cocok
dalam pola tanam pada agroekosistem yang ada. Hal ini menjadi penting untuk
menghindari terjadinya pergeseran waktu tanam setelah kedelai dipanen.
b. Ukuran dan warna biji
Ukuran dan warna biji varietas yang ditanam harus sesuai dengan
permintaan pasar di daerah sekitar sehingga setelah panen tidak sulit dalam
menjual hasilnya.
c. Bersifat aditif
Untuk daerah sentra pertanaman tertentu, misalnya di tanah masam,
hendaknya memilih varietas kedelai unggul yang mempunyai tingkat adaptasi
tinggi terhadap tanah masam sehingga akan diperoleh hasil optimal, contohnya
varietas Tanggamus.
Demikian pula bila kedelai ditanam di daerah banyak terdapat hama ulat
grayak maka pemilihan varietas tahan ulat grayak amat menguntungkan,
contohnya varietas Ijen. Selain itu, varietas yang ditanam tersebut harus sudah
bersifat aditif dengan kondisi lahan yang akan ditanami sehingga tidak mengalami
hambatan dalam pertumbuhannya.
2.2.3. Pengolahan Lahan
Tanaman kedelai biasanya ditanam pada tanah kering (tegalan) atau tanah
dilakukan pada akhir musim kemarau, sedangkan pada lahan sawah, umumnya
dilakukan pada musim kemarau. Persiapan lahan penanaman kedelai di areal
persawahan dapat dilakukan secara sederhana. Mula-mula jerami padi yang tersisa
dibersihkan, kemudian dikumpulkan, dan dibiarkan mengering. Selanjutnya,
dibuat petak-petak penanaman dengan lebar 3 m - 10 m, yang panjangnya
disesuaikan dengan kondisi lahan. Diantara petak penanaman dibuat saluran
drainase selebar 25 cm - 30 cm, dengan kedalaman 30 cm. Setelah didiamkan
selama 7-10 hari, tanah siap ditanami.
Jika areal penanaman kedelai yang digunakan berupa lahan kering atau
tegalan, sebaiknya dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu. Tanah dicangkul
atau dibajak sedalam 15 cm – 20 cm. Di sekeliling lahan dibuat parit selebar 40
cm dengan kedalaman 30 cm. Selanjutnya, dibuat petakan-petakan dengan
panjang antara 10 cm – 15 cm, lebar antara 3 cm – 10 cm, dan tinggi 20 cm – 30
cm. Antara petakan yang satu dengan yang lain (kanan dan kiri) dibuat parit
selebar dan sedalam 25 cm. Antara petakan satu dengan petakan di belakangnya
dibuat parit selebar 30 cm dengan kedalaman 25 cm. Selanjutnya, lahan siap
ditanami benih.
Apabila lahan yang digunakan termasuk tanah asam (memiliki pH < 5,0),
bersamaan dengan pengolahan tanah dilakukan pengapuran. Dosis pengapuran
disesuaikan dengan pH lahan. Lahan sawah supra insus dianjurkan diberi kapur
sebanyak 300 kg/ha. Kapur disebarkan merata, kemudian tanah dibalik sedalam 20
Sebelum dilakukan kegiatan penanaman, terlebih dulu diberi pupuk dasar.
Pupuk yang digunakan berupa TSP sebanyak 75 kg – 200 kg/ha, KCl 50 kg – 100
kg/ha, dan Urea 50 kg/ha. Dosis pupuk dapat pula disesuaikan dengan anjuran
petugas Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian (WKPP) setempat. Pupuk disebar
secara merata di lahan, atau dimasukkan ke dalam lubang di sisi kanan dan kiri
lubang tanam sedalam 5 cm.
Untuk jenis kedelai manis (edamame), jarak tanam 40 cm x 40 cm.
Tanaman kedelai edamame dan koratame diberi pupuk dasar berupa Urea
sebanyak 600 kg – 800 kg, TSP 600 kg – 800 kg, dan KCl 400 kg per hektar.
Pupuk disebar merata pada lahan tanam. Untuk menghindari hama lalat bibit,
sebaiknya pada saat penanaman benih diberikan pula Furadan, Curater, atau
Indofuran ke dalam lubang tanam.
2.2.4. Penanaman
Cara tanam yang terbaik untuk memperoleh produktivitas tinggi yaitu
dengan membuat lubang tanam memakai tugal dengan kedalaman antara 1,5 – 2
cm. Setiap lubang tanam diisi sebanyak 3 – 4 biji dan diupayakan 2 biji yang bisa
tumbuh. Observasi di lapangan dijumpai bahwa setiap lubang tanam diisi 5 biji,
bahkan ada yang sampai 7 – 9 biji sehingga terjadi pemborosan benih yang cukup
banyak. Di sisi lain, pertumbuhan tanaman mengalami etiolisasisehingga dapat
mengakibatkan tanaman menjadi mudah roboh. Kebutuhan benih yang optimal
dengan daya tumbuh lebih dari 90% yaitu 50 – 60 kg/ha. Penanaman ini dilakukan
dapat diperjarang menjadi 15 – 20 cm. Populasi tanaman yang optimal berkisar
400.000 – 500.000 tanaman per hektar.
Penempatan arah tanam di daerah tropik tidak menunjukkan perbedaan
antara ditanam arah timur-barat dengan utara-selatan. Hal yang terpenting yaitu
arah tanam harus sejajar dengan arah saluran irigasi atau pematusan sehingga air
tidak menggenang dalam petakan.
2.2.5. Penyulaman, Penyiangan dan Pemupukan
Untuk mengurangi penguapan tanah pada lahan, dapat digunakan mulsa
berupa jerami kering. Mulsa ditebarkan di antara barisan tempat penanaman benih
dengan ketebalan antara 3 cm – 5 cm. Satu minggu setelah penanaman, dilakukan
kegiatan penyulaman. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih kedelai yang
mati atau tidak tumbuh. Keterlambatan penyulaman akan mengakibatkan tingkat
pertumbuhan tanaman yang jauh berbeda. Tanaman kedelai sangat memerlukan
air saat perkecambahan (0 – 5 hari setelah tanam), stadium awal vegetatif (15 – 20
hari), masa pembungaan dan pembentukan biji (35 – 65 hari). Pengairan sebaiknya
dilakukan pada pagi atau sore hari. Pengairan dilakukan dengan menggenangi
saluran drainase selama 15 – 30 menit. Kelebihan air dibuang melalui saluran
pembuangan. Jangan sampai terjadi tanah terlalu becek atau bahkan kekeringan.
Pada saat tanaman berumur 20 – 30 hari setelah tanam, dilakukan kegiatan
penyiangan. Penyiangan pertama dilakukan bersamaan dengan kegiatan
pemupukan susulan. Penyiangan kedua dilakukan setelah tanaman kedelai selesai
menggunakan tangan atau kored. Selain itu, dilakukan pula penggemburan tanah.
Penggemburan dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak perakaran tanaman.
Pemberian pupuk susulan dilakukan saat tanaman berumur 20 – 30 hari
setelah tanam. Pemberian pupuk susulan hanya dilakukan pada tanah yang kurang
subur saja. Pupuk yang digunakan berupa Urea sebanyak 50 kg/ha. Pupuk
diberikan dalam larikan di antara barisan tanaman kedelai, selanjutnya ditutup
dengan tanah. Bagi kedelai Jepang, pupuk susulan yang digunakan adalah Urea,
TSP, dan KCl masingmasing sebanyak 200 kg/ha. Untuk meningkatkan hasil
produksi kedelai, dapat digunakan pula ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) dan PPC
(Pupuk Pelengkap Cair). Dosis yang digunakan disesuaikan dengan dosis anjuran.
2.2.6. Perlindungan Tanaman
Pertumbuhan tanaman kedelai yang optimal tidak akan mempunyai
produktivitas yang baik bila hama dan penyakit tidak dikendalikan dengan baik.
Oleh karena itu perlindungan tanaman sangat diperlukan dengan cara disemprot
dengan spayer.
2.2.7. Panen dan Pascapanen
Salah satu faktor penting yang dapat menentukan produktivitas kedelai
yaitu penanganan panen dan pascapanen. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan
antara lain saat dan umur panen, penjemuran, pembijian, pembersihan biji, dan
penyimpanan.
a. Panen
Panen kedelai dilakukan apabila sebagian besar daun sudah menguning,
tetapi bukan karena serangan hama atau penyakit, lalu gugur, buah mulai berubah
warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retakretak, atau polong sudah
kelihatan tua, batang berwarna kuning agak coklat dan gundul. Panen yang
terlambat akan merugikan, karena banyak buah yang sudah tua dan kering,
sehingga kulit polong retak-retak atau pecah dan biji lepas berhamburan.
Disamping itu, buah akan gugur akibat tangkai buah mengering dan lepas dari
cabangnya.
Perlu diperhatikan umur kedelai yang akan dipanen yaitu sekitar 75- 110
hari, tergantung pada varietas dan ketinggian tempat. Perlu diperhatikan, kedelai
yang akan digunakan sebagai bahan konsumsi dipetik pada usia 75-100 hari,
sedangkan untuk dijadikan benih dipetik pada umur 100-110 hari, agar kemasakan
biji betul-betul sempurna dan merata.
2. Cara Panen
Pemungutan hasil kedelai dilakukan pada saat tidak hujan, agar hasilnya
segera dapat dijemur.
a) Pemungutan dengan cara mencabut
Sebelum tanaman dicabut, keadaan tanah perlu diperhatikan terlebih dulu.
Pada tanah ringan dan berpasir, proses pencabutan akan lebih mudah. Cara
pencabutan yang benar ialah dengan memegang batang poko, tangan dalam posisi
tepat di bawah ranting dan cabang yang berbuah. Pencabutan harus dilakukan
dengan hati-hati sebab kedelai yang sudah tua mudah sekali rontok bila tersentuh
b) Pemungutan dengan cara memotong
Alat yang biasanya digunakan untuk memotong adalah sabit yang cukup
tajam, sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan goncangan. Di samping itu
dengan alat pemotong yang tajam, pekerjaan bisa dilakukan dengan cepat dan
jumlah buah yang rontok akibat goncangan bisa ditekan. Pemungutan dengan cara
memotong bisa meningkatkan kesuburan tanah, karena akar dengan
bintil-bintilnya yang menyimpan banyak senyawa nitrat tidak ikut tercabut, tapi
tertinggal di dalam tanah. Pada tanah yang keras, pemungutan dengan cara
mencabut sukar dilakukan, maka dengan memotong akan lebih cepat.
3. Periode Panen
Mengingat kemasakan buah tidak serempak, dan untuk menjaga agar buah
yang belum masak benar tidak ikut dipetik, pemetikan sebaiknya dilakukan secara
bertahap, beberapa kali.
4. Prakiraan Produksi
Produksi kedelai yang dihasilkan para petani Indonesia rata-rata 600- 700
kg/ha.
b. Pasca panen
1. Pengumpulan dan Pengeringan
Setelah pemungutan selesai, seluruh hasil panen hendaknya segera
dijemur. Kedelai dikumpulkan kemudian dijemur di atas tikar, anyaman bambu,
atau di lantai semen selama 3 hari. Sesudah kering sempurna dan merata, polong
kedelai akan mudah pecah sehingga bijinya mudah dikeluarkan. Agar kedelai
berulang kali. Pembalikan juga menguntungkan karena dengan pembalikan
banyak polong pecah dan banyak biji lepas dari polongnya. Sedangkan biji-biji
masih terbungkus polong dengan mudah bisa dikeluarkan dari polong, asalkan
polong sudah cukup kering.
Biji kedelai yang akan digunakan sebagai benih, dijemur secara terpisah.
Biji tersebut sebenarnya telah dipilih dari tanaman-tanaman yang sehat dan
dipanen tersendiri, kemudian dijemur sampai betul-betul kering dengan kadar air
10-15 %. Penjemuran benih sebaiknya dilakukan pada pagi hari, dari pukul 10.00
hingga 12.00 siang.
2. Penyortiran dan Penggolongan
Terdapat beberapa cara untuk memisahkan biji dari kulit polongan.
Diantaranya dengan cara memukul-mukul tumpukan brangkasan kedelai secara
langsung dengan kayu atau brangkasan kedelai sebelum dipukulpukul dimasukkan
ke dalam karung, atau dirontokkan dengan alat pemotong padi. Setelah biji
terpisah, brangkasan disingkirkan. Biji yang terpisah kemudian ditampi agar
terpisah dari kotoran-kotoran lainnya. Biji yang luka dan keriput dipisahkan. Biji
yang bersih ini selanjutnya dijemur kembali sampai kadar airnya 9-11 %. Biji
yang sudah kering lalu dimasukkan ke dalam karung dan dipasarkan atau
disimpan. Sebagai perkiraan dari batang dan daun basah hasil panen akan
diperoleh biji kedelai sekitar 18,2 %.
3. Penyimpanan dan pengemasan
Sebagai tanaman pangan, kedelai dapat disimpan dalam jangka waktu
Karung-karung kedelai ini ditumpuk pada tempat yang diberi alas kayu agar tidak
langsung menyentuh tanah atau lantai. Apabila kedelai disimpan dalam waktu
lama, maka setiap 2-3 bulan sekali harus dijemur lagi sampai kadar airnya sekitar
9-11 %.
2.3. Konsep Daya Saing
Daya saing suatu bangsa bukanlah suatu proses yang terbentuk dalam
jangka waktu pendek. Karenanya daya saing dapat dikatakan sebagai produk
budaya yang berkembang dari waktu ke waktu secara dinamis.
Definisi daya saing (competitiveness) oleh Alfred Pakasi (2008) adalah the
set of institutions, policies and factors that determine the level of productivity of a
country/region atau kumpulan dari kelembagaan, kebijakan dan faktor yang
mempengaruhi tingkat produktivitas suatu negara atau daerah. Definisi lain
disebutkan adalah keunggulan yang tercipta dari perjalanan suatu bangsa yang
memungkinkannya untuk bertahan atau memenangkan persaingan. Dengan
demikian daya saing suatu bangsa mempengaruhi pula ketahanan nasionalnya
(Rusti Prastiningsih, 2003).
Dalam perekonomian, daya saing dihasilkan melalui peningkatan
produktivitas dan efisiensi. Produktivitas erat kaitannya dengan kualitas sumber
daya manusia dan teknologi. Efisiensi akan dicapai apabila banyak aspek yang
menunjang. Upaya peningkatan daya saing juga dapat ditempuh dengan cara
meningkatkan kualitas produk dan menekan biaya produksi sehingga harga jual
2.3.1. Keunggulan Komparatif
Pengertian keunggulan komparatif dapat dilihat pada Kamus Bahasa
Indonesia, oleh Badudu-Zain, 1994, dalam Anonymous, 2008, dimana komparatif
diartikan bersifat perbandingan atau menyatakan perbandingan. Jadi keunggulan
komparatif adalah suatu keunggulan yang dimiliki oleh suatu organisasi untuk
dapat membandingkannya dengan yang lainnya. Dengan mengacu arti tersebut,
keunggulan komparatif adalah keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh
organisasi seperti SDM, fasilitas dan kekayaan lainnya, yang dimanfaatkan untuk
mencapai tujuan organisasi atau perpaduan keunggulan beberapa organisasi untuk
mencapai tujuan bersama.
Menurut Faisal afif, ( 1994 ), keunggulan komparatif dapat diartikan
sebagai suatu keunggulan yang diperoleh suatu Negara dengan melakukan
spesialisasi terhadap barang – barang yang menetapkan harga relatif lebih murah
dari Negara lain.
Konsep daya saing berpijak dari konsep keunggulan komparatif yang
pertama kali dikenal dengan model Ricardian. Hukum keunggulan komparatif
(The Low of Comparative Advantage) dari Ricardo menyatakan bahwa sekalipun
suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis
komoditas jika dibandingkan negara lain, namun perdagangan yang saling
menguntungkan masih bisa berlangsung, selama rasio harga antar negara masih
berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan.
Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara
spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat
berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut
berproduksi relatif kurang atau tidak efisien.
Berdasarkan contoh hipotesis di bawah ini maka dapat dikatakan bahwa
teori comparative advantage dari David Ricardo adalah cost comparative
advantage.
Tabel 2.1: Data Hipotesis Cost Comparative
Produksi Negara
1 kg gula 1 m kain
Indonesia 3 hari kerja 4 hari kerja
Cina 6 hari kerja 5 hari kerja
Sumber : Ekonomi Internasional (Buku 1 Edisi Revisi), Dr. Hamdy Hady
Berdasarkan data hipotesis di atas, jika ditinjau dari keunggulan mutlak
atau absolute advantage Adam Smith maka Indonesia unggul mutlak karena labor
cost-nya lebih efisien dibandingkan dengan Cina, baik dalam produksi 1 kg gula
maupun 1 m kain. Dengan demikian tentu tidak akan terjadi perdagangan antara
kedua negara jika didasarkan pada teori Adam Smith.
Akan tetapi, berdasarkan teori David Ricardo, walaupun Indonesia
memiliki keunggulan absolute dibandingkan Cina untuk kedua produk di atas,
maka tetap dapat terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan kedua
negara melalui spesialisasi jika negara-negara tersebut memiliki cost comparative
Tabel 2.2. Data Perhitungan Cost Comparative (Labor Efficiency)
Perhitungan Cost Comparative Advantage
(Labor Efficiency)
Perbandingan Cost 1 kg gula 1 m kain
Sumber : Ekonomi Internasional (Buku 1 Edisi Revisi), Dr. Hamdy Hady
Ket : HK = Hari Kerja
Berdasarkan perbandingan cost comparative advantage atau labor
efficiency di atas, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia lebih efisien
dibandingkan tenaga kerja Cina dalam produksi 1 kg gula (3/6 atau ½ hari kerja)
daripada produksi 1 meter kain (4/5 hari kerja). Hal ini akan mendorong Indonesia
melakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula. Sebaliknya tenaga kerja Cina
ternyata lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Indonesia dalam produksi 1 meter
kain (5/4 hari kerja) daripada produksi 1 kg gula (6/3 atau 2/1 hari kerja). Hal ini
mendorong Cina melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain.
Menurut Simatupang (1991) serta Sudaryanto dan Simatupang (1993)
dalam Saptana (2009) konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya
saing (keunggulan) potensial dalam artian daya saing yang akan dicapai apabila
perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali. Komoditas yang memiliki
keunggulan komparatif dikatakan juga memiliki efisiensi secara ekonomi.
pertanian dapat dilakukan dengan strategi pengembangan agribisnis melalui
koordinasi vertikal sehingga produk akhir dapat dijamin dan disesuaikan
preferensi konsumen akhir.
2.3.2. Keunggulan Kompetitif
Didalam teori persaingan kita mengenal ada suatu teori dari Michael Porter
yg sangat terkenal pada saat menganalisis persaingan atau competition analysis.
Teori tersebut sangat sangat terkenal dengan istilah Porter Five Forces Model.
Intinya sebenarnya Porter menilai bahwa perusahaan secara nyata tidak hanya
bersaing dengan perusahaan yang ada dalam industri saat ini…. Kita biasanya
hanya menganalisis siapa pesaing langsung kita dan akhirnya kita terjebak dalam
”competitor oriented ” , sehingga tidak mempunyai visi pasar yang jelas. Dalam
five forces model digambarkan bahwa kita juga bersaing dengan pesaing potensial
kita, yaitu mereka yang akan masuk, para pemasok atau suplier,para pembeli atau
konsumen, dan produsen produk-produk pengganti. Dengan demikian. kita harus
mengetahui bahwa ada lima kekuatan yg menentukan karakteristik suatu industri
yaitu intensitas persaingan antar pemain yg ada saat ini, ancaman masuk
pendatang baru, kekuatan tawar menawar pemasok, kekuatan tawar pembeli, dan
ancaman produk pengganti. Sebenarnya ada kekuatan lain yg sangat penting yaitu
kekuatan regulatif yg dimiliki pemerintah. Kekuatan tersebut bukan menjadi
kekuatan keenam tetapi sebagai kekuatan yg mempengaruhi kelima kekkuatan
lainnya.
Menurut Porter (1980), suatu perusahaan memposisikan dirinya di suatu
dalam satu dari dua aspek berikut: keunggulan biaya dan diferensiasi. Dengan
mengaplikasikan kekuatan-kekuatan tersebut baik dalam jangkauan yang luas
maupun yang sempit akan menghasilkan apa yang disebut oleh Porter sebagai tiga
strategi generik: keunggulan dalam biaya (atau cost leadership), diferensiasi, dan
fokus. Ketiga strategi generik ini diterapkan di tingkat unit bisnis atau perusahaan.
Disebut strategi generik karena mereka tidak tergantung pada perusahaan atau
industri. Tabel 2.3. mengilustrasikan tiga strategi generik tersebut:
Tabel 2.3: Stategi Genetik dari Porter
Keunggulan Jangkauan Target
Biaya Rendah Keunikan Produk
Luas (Industry) Strategi Cost
Leadership
Sumber: E:\Porter's Generic Strategies.htm
Dalam Kamus Bahasa Indonesia oleh Badudu-Zain, 1994, dalam
Anonymous, 2008, dinyatakan bahwa keunggulan kompetitif bersifat kompetisi
dan bersifat persaingan. Bertitik tolak dari kedua sumber diatas, bahwa
keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh organisasi, dimana
keunggulannya dipergunakan untuk berkompetisi dan bersaing dengan organisasi
lainnya, untuk mendapatkan sesuatu.
Secara operasional keunggulan kompetitif dapat didefinisikan sebagai
diinginkan konsumen, baik di pasar domestik maupun internasional pada harga
yang sama atau lebih baik dari yang ditawarkan pesaing untuk memperoleh laba
paling tidak sebesar ongkos penggunaan (opportunity cost) sumberdaya.
Agribisnis dan pembangunan pertanian yang berorientasi pada pertanian yang
berwawasan produk sudah tidak sesuai dengan keadaan pasar saat ini. Oleh karena
itu, untuk mengantisipasi keadaan pasar tersebut, usaha komoditas pertanian harus
lebih berorientasi kepada keinginan konsumen atau lebih berwawasan menjual
(Simatupang 1995).
Terkait dengan konsep keunggulan komparatif adalah kelayakan ekonomi,
dan terkait dengan keunggulan kompetitif adalah kelayakan finansial dari suatu
aktivitas. Sudaryanto dan Simatupang (1993) dalam Saptana (2009)
mengemukakan bahwa konsep yang lebih cocok untuk mengukur kelayakan
finansial adalah keunggulan kompetitif atau revealed competitive advantage yang
merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian
aktual.
Perbedaan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif terletak pada
penetuan dasar perhitungan harga input output ditentukan berdasarkan harga
social, sedangkan pada analisis keunggulan kompetitif harga dasar ditentukan
pada harga aktulnya (Asian Development Bank, 1992).
Keunggulan kompetitif adalah alat untuk mengukur kelayakan aktivitas
atau keuntungan privat yang dihitung berdasarkan harga pasar nilai uang resmi
yang berlaku (berdasar analisis finansial). Komoditi yang memiliki keunggulan
Efisiensi finansial atau keunggulan kompetitif dapat diketahui dengan
menggunakan Rasio Biaya Privat / Private Cost Ratio (PCR).
dimana: A = pendapatan privat
B = biaya privat untuk input tradable
C = biaya privat untuk faktor domestik
Sistem usahatani bersifat kompetitif jika PCR < 1. Semakin kecil nilai
PCR berarti semakin kompetitif.
PCR merupakan rasio antara input domestik dengan nilai tambah output
dari biaya input asing pada biaya finansial. Suatu aktifitas dikatakan efisien secara
finansial jika nilai PCR kurang dari satu, karena untuk meningkatkan nilai tambah
satu satuan tambahan biaya input domestik diharapkan kurang dari satu. Pelaku
usaha akan terus memperkecil nilai PCR dengan meminimumkan biaya input
domestik atau memaksimalkan nilai tambah sehingga diperoleh keuntungan
maksimal.
2.4. Fungsi Produksi Cobb - Douglas
Teken ( 1977 ) menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan fisik
antara sejumlah input yang dipakai dengan jumlah produksi yang dihasilkan
persatuan waktu tanpa memperhatikan tingkat harga, baik harga input yang
dipakai maupun harga produk yang dihasilkan.
Mc Alexander dalam salman ( 1993 ) menyatakan bahwa fungsi produksi
Cobb-Douglas dengan mudah dapat digunakan sebagai metode penggunaan
berdasarkan prinsip – prinsip ekonomi, sebab fungsi produksi ini memiliki
kemampuan dalam menjelaskan secara spesifik dan praktis faktor – input yang
digunakan petani. Selain itu fungsi produksi Cobb – Douglas dapat diterapkan
untuk menguji efisiensi alokasi dan efisiensi ekonomi input faktor yang digunakan
dalam suatu sistem usahatani.
Soekartawi (1990) menyatakan bahwa fungsi Cobb - Douglass adalah
suatu fungsi atau persamaan yangmelibatkan dua atau lebih variabel, di mana
variabel yang satu disebut variabel indipenden, yang menjelaskan atau dengan
simbol x sedangkan variabel dependen atau variabel yang dijelaskan dengan
simbol y. Fungsi produksi Cobb-Douglas sebagai berikut: Y = a X1 b1 X2 b2 . X3
b3
. X4 b4 . X5b5 en
Untuk memudahkan perhitungan dari masing-masing variabel ke dalam
analisa non linear berganda, maka persamaan ini diubah menjadi satu bentuk
persamaan dengan cara ditrans-logaritmakan persamaan tersebut :
Ln Y = ln b0 + ln b1 X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + e
Dimana : Y = Produksi Kedelai (kg)
X1 = Luas lahan (ha)
X2 = Benih (kg)
X3 = Pupuk (kg)
X4 = Pestisida (ml)
X5 = Tenaga Kerja (HKP)
b0 = Konstanta.
e = Eror.
Karena penyelesaian fungsi Cobb Douglas harus diubah bentuk fungsinya
menjadi fungsi linier, maka ada persyaratan yang harus dipenuhi sebelum
menggunakan persamaan tersebut :
1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol sebab logaritma dari nol adalah
suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui
2. Dalam fungsi produksi,perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi
dalam setiap pengamatan, ini artinya kalau fungsi produksi yang dipakai dalam
pengamatan memerlukan lebih dari satu model, maka perbedaan tersebut
terletak pada intersep dan bukan pada kemiringan (slope) model tersebut.
3. Tiap variabel x adalah perfect competition.
4. Perbedaan lokasi seperti iklim adalah tercakup pada faktor kesalahan u
(disturbance term).
5. Data, data yang dipakai mempunyai limitasi yang penting dalam penggunaan
fungsi cob douglas antara lain :
a) data harga yang dipakai pada fungsi cobb douglas apabila menggunakan
data cross section harus mempunyai nilai variasi yang cukup. Kenyataan
data harga input didasarkan pada harga pemerintah yang cenderung
konstan dan variasinya kecil
b) pengukuran data yang dilakukan agak sulit seperti upah tenaga kerja
apakah upah riil atau diluangkan
c) data tidak boleh ada nilai nol atau negatif karena nilai logaritma dari nol
6. Asumsi, penggunaan asumsi harus tepat dan sesuai seperti asumsi penggunaan
tehnologi dianggap netral yang artinya intercept bisa berbeda, tetapi slope
garis penduga cobb douglas dianggap sama padahal belum tentu tehnologi
didaerah penelitian sama.
Soekartawi (1993) menyatakan Return to scale (RTS) digunakan untuk
mengetahui apakah kegiatan dari usahatani tersebut mengalami kaidah increasing,
constan atau decreasing return to scale serta dapat menunjukkan efisiensi produksi
secara tehnis.Ada tiga alternatif yang bisa terjadi dalam RTS, yaitu :
a) Decreasing return to scale, apabila (b1 + b2) < 1, artinya bahwa proporsi
penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi
b) Constant return to scale, apabila (b1 + b2) = 1, artinya bahwa proporsi
penambahan faktor produksi akan sama dengan proporsi penambahan
produksi
c) Increasing return to scale, apabila (b1 + b2) > 1, artinya bahwa proporsi
penambahan produksi melebihi proporsi penambahan faktor produksi.
Untuk melihat pengaruh secara keseluruhan variabel independen (Xi)
terhadap variabel dependen (Y) maka digunakan uji-F (F-test) pada taraf
kepercayaan 95 % (α=0.05) Jika F hitung > Ftabel maka secara serempak variabel
independen yang diamati memberikan pengaruh nyata terhadap produksi kedelai,
sebaliknya jika F hirung < Ftabel maka keseluruhan penggunaan variabel
independen tidak memberikan pengaruh terhadap produksi kedelai.
Untuk melihat pengaruh masing-masing variabel independen (Xi) terhadap
(α=0,05) Jika t hitung > t tabel maka variabel independen (Xi) berpengaruh nyata
terhadap produksi kedelai, dan sebaliknya jika t hitung < t tabel maka setiap
variabel independen (Xi) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap produksi
kedelai.
2.5. Kerangka Pemikiran
Usahatani kedelai adalah suatu kegiatan mengelola unsur-unsur produksi
yang dilakukan oleh petani untuk menghasilkan kedelai. Input usahatani kedelai
adalah modal, lahan, benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, obat-obatan dan
peralatan. Output usahatani kedelai adalah kedelai.
Daya saing usahatani kedelai adalah kumpulan dari kelembagaan,
kebijakan dan faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas produksi kedelai.
Daya saing dapat dihasilkan melalui melalui peningkatan produktivitas dan
efisiensi. Upaya peningkatan daya saing usahatani kedelai juga dapat ditempuh
dengan cara meningkatkan kualitas kedelai dan menekan biaya usahatani sehingga
harga jual kedelai mampu bersaing di pasaran.
Keunggulan kompetitif usahatani kedelai adalah keunggulan yang dimiliki
suatu sistem usahatani, dimana keunggulan tersebut digunakan untuk berkompetisi
dan bersaing dengan sistem usahatani lain untuk mendapatkan keuntungan. Sistem
usahatani yang memiliki keunggulan kompetitif dikatakan memiliki efisiensi
finansial.
Metode analisis yang digunakan untuk mengukur keunggulan kompetitif
sistem usahatani kedelai adalah Private Cost Ratio (PCR). PCR dapat memberikan
terhadap setiap komoditas pertanian yang menjadi semakin penting untuk melihat
kemungkinan apakah produksi komoditas di dalam negeri dapat bersaing di dalam
pasar global. Dalam PCR ada 2 macam biaya yaitu biaya tradable ( biaya yang
diperdagangkan ) yaitu pupuk kimia, pestisida, dan benih. Biaya domestik ( biaya
dalam negeri ) yaitu pupuk kandang, modal, pajak dan tenaga kerja.
Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor produksi yang
berpengaruh dalam produksi kedelai adalah fungsi produksi Cobb – Douglas.
fungsi produksi Cobb-Douglas dengan mudah dapat digunakan sebagai metode
penggunaan berdasarkan prinsip – prinsip ekonomi, sebab fungsi produksi ini
memiliki kemampuan dalam menjelaskan secara spesifik dan praktis faktor – input
yang digunakan petani. Selain itu fungsi produksi Cobb – Douglas dapat
diterapkan untuk menguji efisiensi alokasi dan efisiensi ekonomi input faktor yang
digunakan dalam suatu sistem usahatani.
Berdasarkan teori dan beberapa hasil penelitian terdahulu akan dibuat
suatu kerangka pemikiran sehingga dapat dianalisis beberapa variabel yang
menjadi tujuan untuk diuji pada penelitian ini, secara diagram dapat digambarkan
2.6. Hipotesis
Berdasarkan pada permasalahan dan bagan alur pikir pada kerangka
pemikiran, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
1. Di duga variabel lahan, tenaga kerja, benih, pupuk, pestisida berpengaruh
nyata terhadap produksi kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu
Kabupaten Sidoarjo.
2. Diduga usahatani kedelai di Desa Wonokalang Kecamatan Wonoayu
III. METODE PENELITIAN
3.1. Penentuan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa wonokalang, Kecamatan wonoayu,
Kabupaten Sidoarjo. Penentuan daerah penelitian ini ditentukan secara sengaja
dengan pertimbangan bahwa Desa Wonokalang merupakan salah satu daerah
sentra produksi kedelai di Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo.
Tabel.3.1: Realisasi Luas Tanam dan Panen Kedelai Menurut Desa / Kelurahan (dalam Ha ) di Kecamatan Wonoayu Tahun 2008
No Desa / Kelurahan Kedelai
Sumber : Kantor Kecamatan Wonoayu. Tahun 2009
Dari tabel 3.1. diatas terlihat bahwa rencana tanam kedelai berhasil
samapai panen tidak ada yang gagal panen. Dari sepuluh Desa di Kecamatan
Wonoayu terlihat Desa Wonokalang realisasi tanam dan panennya paling banyak
Wonoayu yaitu 3 hektar, maka Desa Wonokalang disebut Desa sentra produksi
kedelai di Kecamatan Wonoayu karena jumlah realisasi tanamnya paling banyak
di banding dengan Desa yang lainnya se -Kecamatan Wonoayu.
3.2 Penentuan Sampel
sampel yang diambil haruslah cukup representative, yaitu dapat mewakili
populasi dalam arti semua ciri dan karakteristik yang ada pada populasi dapat
tercermin dari sample yang diambil. Dari jumlah populasi sebanyak 140 petani
kedelai diambil sebagai sampel sebanyak 30 petani kedelai.
Pengambilan contoh dilakukan secara sengaja dengan metode purposive
Random sampling terhadap 30 petani dari jumlah 140 petani. Sampel petani yang
diambil adalah petani dengan kriteria sistem usahatani yang status lahannya
pemilik, penyakap dan penyewa. Pemilihan sampel dilakukan dengan
pertimbangan berdasarkan pada kepentingan atau tujuan penelitian untuk
memperoleh informasi yang lengkap dan mendalam. 3.3 Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data
primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari petani, kelompok tani,
pedagang saprodi, pedagang kedelai. Data yang dikumpulkan adalah data harga
maupun jumlah input maupun output yang berhubungan dengan sampel usahatani
serta yang berhubungan dengan data pemasaran pasca usahatani.
Yaitu data yang berasal dari laporan pembukuan petani/kelompok tani,
serta publikasi dari lembaga-lembaga pemerintahan seperti Badan Pusat Statistik
(BPS). Data yang diperlukan adalah: data luas arel tanam dan panen kedelai dan
daftar harga kedelai lokal dan berkaitan dengan kebijakan pemerintah.
3.4 Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan untuk mengukur keunggulan kompetitif
sistem usahatani kedelai adalah Private Cost Ratio (PCR) dan Cobb – Douglas.
PCR dan Cobb - Douglas dapat memberikan kerangka analisis yang cukup
komprehensif mengenai keunggulan kompetitif, terhadap setiap komoditas
pertanian yang menjadi semakin penting untuk melihat kemungkinan apakah
produksi komoditas di dalam negeri dapat bersaing di dalam pasar global.
Menghitung keuntungan privat juga digunakan untuk mengetahui
keunggulan kompetitif usahatani kedelai. Langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut:
a. Membuat tabel hubungan input-output fisik. Nilai-nilai yang menerangkan
fungsi produksi ini juga mencerminkan tingkat teknologi yang digunakan.
b. Membuat tabel harga privat (harga aktual) untuk setiap input yang digunakan
serta output yang dihasilkan. Harga-harga yang digunakan harus sesuai dengan
waktu penelitian dilakukan.
c. Membuat tabel privat budget, dengan mengalikan jumlah fisik yang disajikan
pada tabel input-output dengan nilai-nilai pada tabel harga privat.
Untuk menjawab tujuan penelitian, maka analisis yang dilakukan adalah
1) Untuk menjawab tujuan pertama yaitu menganalisis fungsi produksi kedelai,
maka analisis yang digunakan adalah sebagai berikut:
fungsi produksi Cobb-Douglas dengan mudah dapat digunakan sebagai
metode penggunaan berdasarkan prinsip – prinsip ekonomi, sebab fungsi produksi
ini memiliki kemampuan dalam menjelaskan secara spesifik dan praktis faktor –
input yang digunakan petani. Selain itu fungsi produksi Cobb – Douglas dapat
diterapkan untuk menguji efisiensi alokasi dan efisiensi ekonomi input faktor yang
digunakan dalam suatu sistem usahatani.
Fungsi produksi Cobb-Douglas dengan dengan analisa regresi non linear
berganda dengan model sebagai berikut :
Y = a X1b1 X2b2 . X3 b3. X4 b4. X5b5 en
Untuk memudahkan perhitungan dari masing-masing variabel ke dalam
analisa non linear berganda, maka persamaan ini diubah menjadi satu bentuk
persamaan dengan cara ditrans-logaritmakan persamaan tersebut :
Ln Y = ln b0 + ln b1 X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + e
Dimana : Y = Produksi Kedelai (kg)
X1 = Luas lahan (ha)
X2 = Benih (kg)
X3 = Pupuk (kg)
X4= Pupuk Organik (Kg)
X5 = Pestisida (ml)
X6 = Tenaga Kerja (HKP)
b1...6 = Koefisien untuk masing-masing variabel independen X1...X6.
e = Eror.
Uji efisiensi alokatif dimaksudkan untuk mengetahui rasionalitas petani
dalam melakukan kegiatan usahatani dengan tujuan mencapai keuntungan
maksimal. Keuntungan maksimal akan tercapai jika semua faktor produksi telah
dialokasikan secara optimal. Situasi yang diharapkan terjadi kalau petani mampu
membuat suatu upaya kalau nilai produk marginalnya (NPM) untuk suatu input
sama dengan harga input tersebut.
Penggunaan input optimum dicari dengan melihat nilai tambahan dari satu
satuan biaya dari input yang digunakan dengan satu satuan output yang dihasilkan.
Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :
NPM = PX atau NPM = 1
PX
Dimana : NPM = Nilai produk marginal
PX = Harga faktor produksi
Suatu usahatani akan menguntungkan apabila setiap penambahan nilai
output selalu lebih besar daripada setiap penambahan nilai input atau ▲Y.Py >
▲X.Px . Dan keuntungan akan berhenti pada saat garis harga menyinggung garis
TPP atau ▲Y.Py = ▲X.Px (Soekartawi,1993).
Atau dapat pula menggunakan kriteria pengujiannya untuk melihat
efisiensi harganya, sebagai berikut :
Artinya pada harga yang berlaku saat penelitian, 1