i
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahnya yang telah dilimpahkan sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa untuk memenuhi tugas dan syarat akhir akademis di Perguruan Tinggi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Fakultas Ekonomi khususnya Jurusan Ekonomi Pembangunan. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul “ Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Sektor Industri Dan Perdagangan Di Jawa Timur”.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa didalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang ada.Walaupun demikian berkat bantuan dan bimbingan yang diterima dari Drs. Ec. Wiwin Priana, MT, Selaku Dosen Pembimbing Utama yang dengan penuh kesabaran telah mengarahkan dari awal untuk memberikan bimbingan kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat tersusun dan terselesaikan dengan baik.
Atas terselesainya skripsi ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
ii
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur. 3. Bapak Drs. Ec. Marseto D.S, Msi, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi
Studi Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta staf karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah dengan iklas memberikan banyak ilmu pengetahuannya selama masa perkuliahan dan pelayanan akademik bagi peneliti.
5. Bapak-bapak dan ibu-ibu staf instansi Badan Pusat Statistik cabang Kota Surabaya (BPS) , Bank Indonesia (BI) cabang Kota Surabaya, dan Deprtemen Perindustrian dan Perdagangan (DISPERINDAG) Provinsi Jawa Timur, yang telah memberikan banyak informasi dan data-data yang dibutuhkan untuk mengadakan penelitian dalam penyusuna skripsi ini. 6. Ayahanda, ibunda, beserta Keluarga tercinta yang telah memberikan
motivasi, do’a, semangat dan dorongan moral serta spiritualnya yang telah tulus kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.
iii
rahmat, serta karunia-Nya, atas segala amal kebaikan serta bantuan yang telah diberikan.
Akhir kata, besar harapan bagi peneliti semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu sumber informasi dan bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Surabaya, Juli 2010
iv
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
ABSTRAKSI... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Perumusan Masalah ... 4
1.3.Tujuan Penelitian ... 4
1.4.Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.... ... 6
2.1. Penelitian Terdahulu ... 6
2.1.1. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ... 10
2.2. Landasan Teori ... 10
2.2.1. Investasi ... 10
2.2.1.1. Pengertian Investasi ... 10
v
2.2.2.1. Definisi Industri ... 19
2.2.2.2. Klasifikasi Industri ... 20
2.2.3. Sektor Perdagangan ... 24
2.2.3.1. Pengertian Sektor Perdagangan ... 24
2.2.3.2. Karakteristik Usaha Sektor Perdagangan ... 25
2.2.3.3. Klasifikasi Umum Sektor Perdagangan ... 25
2.2.4. Inflasi ... 26
2.2.4.1. Pengertian Inflasi ... 26
2.2.4.2. Efek Inflasi ... 27
2.2.4.3. Jenis-jenis Inflasi ... 28
2.2.4.4. Dampak Inflasi ... 32
2.2.4.5. Teori-teori Inflasi ... 33
2.2.4.6. Cara Mengatasi Inflasi ... 35
2.2.4.7. Hubungan Inflasi Dengan Investasi Sektor Industri Perdagangan ... 38
2.2.5. Pertumbuhan Ekonomi ... 39
2.2.5.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 39
vi
Dengan Investasi Sektor Industri
Dan Sektor Perdagangan ... 61
2.2.6. Pendapatan Perkapita ... 62
2.2.6.1. Pengertian Pendapatan Perkapita ... 62
2.2.6.2. Teori Pendapatan ... 66
2.2.6.3. Kegunaan Pendapatan Perkapita ... 67
2.2.6.4. Pengaruh Pendapatan Perkapita Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 67
2.2.6.5. Hubungan Pendapatan Perkapita dengan Investasi Sektor Industri Dan Perdagangan ... 67
2.3. Kerangka Pikir ... 68
2.4. Hipotesis ... 71
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 73
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 73
3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 74
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 75
3.4. Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis ... 75
3.4.1. Teknik Analisis Data ... 75
vii
4.1.1. Kondisi Geografis Di Jawa Timur ... 87
4.1.2. Kondisi Perkembangan Investasi Di Jawa Timur ... 88
4..2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 90
4.2.1. Perkembangan Investasi Sektor Industri Dan Perdagangan ... 90
4.2.2. Perkembangan Inflasi ... 91
4.2.3. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi ... 92
4.2.4. Perkembangan Pendapatan Perkapita ... 93
4.3. Hasil Analisis Regresi Klasik (BLUE / Best Linier Unbiased Estimator ... . 94
4.3.1. Analisis Dan Pengujian Hipotesis ... 98
4.3.2. Uji Hipotesis ... 99
4.3.2.1. Uji Hipotesis Secara Simultan ... Sektor Industri ... 99
4.3.2.2. Uji Hipotesis Secara Parsial ... Sektor Industri ... 102
viii
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 116 5.1. Kesimpulan ... 116 5.2. Saran ... . 118 DAFTAR PUSTAKA
ix
Gambar 1. Marjinal Efficiency Of Investmen ... 14
Gambar 2. Terjadinya Demand Pull Inflation ... 29
Gambar 3. Terjadinya Cost Push Inflation ... 31
Gambar 4. Kerangka Pikir ... 71
Gambar 5. Kurva Distribusi Penolakan / Penerimaan Hipotesis secara Simultan ... 78
Gambar 6. Kurva Distribusi Penolakan / Penerimaan Hipotesis secara Parsial ... 80
Gambar 7. Kurva Durbin -Watson ... 82
Gambar 8. Kurva Statistik Durbin –Watson ... 96
Gambar 9. Distribusi Kriteria Penerimaan/Penolakan Hipotesis Secara Simultan atau Keseluruhan ... 101
Gambar 10. Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Faktor Tingkat Inflasi Terhadap Sektor Industri ... 103
Gambar 11. Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Faktor Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Sektor Industri ... 104
x
Terhadap Sektor Perdagangan... 110 Gambar 15. Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Faktor Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Sektor Perdagangan ... 111 Gambar 16. Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Faktor Pendapatan
xi
Tabel 1. Autokorelasi Durbin –Watson ... 84 Tabel 2. Perkembangan Sektoral Industri Dan Perdagangan
di Jawa Timur ... 91 Tabel 3. Perkembangan Inflasi di Jawa Timur Tahun 1994-2008 ... 92 Tabel 4. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi
di Jawa Timur Tahun 1994-2008... 93 Tabel 5. Perkembangan Pendapatan Perkapita Tahun 1994-2008
di Jawa timur ... 94 Tabel 6. Tes Autokorelasi ... 96 Tabel 7. Tes Multikolinier... 97 Tabel 8. Tes Heterokedastisitas Dengan Korelasi
Rank Spearman ... 98 Tabel 9. Analisis Varian (ANOVA) ... 100 Tabel 10. Hasil Analisis Variabel X Terhadap
Variabel Y ... 102 Tabel 11. Analisis Varian (ANOVA) ... 107 Tabel 12. Hasil Analisis Variabel X Terhadap
xii Lampiran 2 : Regression
Tabel Variables Entered / Removed Tabel Model Summary
Tabel ANOVA Lampiran 3
Tabel Collinearity Diagnostics : Tabel Coefficients
Lampiran 4 : Tabel Residuals Statistics
Tabel Nonparametric Correlations Lampiran 5 : Regression
Tabel Variables Entered / Removed Tabel Model Summary
Tabel ANOVA Lampiran 6 : Tabel Coefficients
Tabel Collinearity Diagnostics Lampiran 7 : Tabel Residuals Statistics
Tabel Nonparametric Correlations Lampiran 8 : Tabel Pengujian Nilai F
Lampiran 9 : Tabel Pengujian Nilai t
xiii ABSTRAKSI
Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Dengan posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak lesunya perekonomian. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian setiap daerah senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi.
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) cabang Kota Surabaya, Bank Indonesia (BI) cabang Kota Surabaya dan Kantor Departemen Perindustrian dan Perdagangan (DISPERINDAG) Provinsi Jawa Timur yang diambil selama kurun waktu 15 tahun mulai dari tahun 1994-2008. Untuk analisis data menggunakan alat bantu komputer dengan program SPSS (Statistic Program For Social Science) versi 13.0. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dan uji hipotesis yang digunakan adalah uji F dan uji t statistik.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu secara simultan menunjukkan adanya pengaruh yang nyata antara variabel bebas inflasi, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita terhadap investasi sektor industri dan investasi sektor perdagangan, dan secara parsial variabel pendapatan perkapita (X3) berpengaruh terhadap investasi sektor industri dan investasi sektor perdagangan dan variabel inflasi (X1), variabel pertumbuhan ekonomi (X2) secara parsial tidak mempengaruhi
terhadap investasi sektor industri dan investasi sektor perdagangan.
Kata Kunci : Investasi Sektor Industri (Y1), Investasi Sektor Perdagangan (Y2) di
Jawa Timur, Inflasi (X1), Pertumbuhan Ekonomi (X2), dan
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jawa timur sebagai propinsi berkembang dalam menyelenggarakan pembangunan nasional membutuhkan dana yang cukup besar. Pembangunan nasional merupakan salah satu pencerminan untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Jawa timur. Dewasa ini kesempatan untuk berinvestasi di Jawa timur semakin terbuka dalam rangka menghadapi perdagangan bebas yang akan di hadapi mulai tahun 2020 mendatang.
Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Dengan posisi semacam ini investasi pada hakekat nya juga merupakan langkah awal kegiatan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, mencerminkan marak lesunya perekonomian. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian setiap Negara senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri, tetapi juga investor asing. (Anonim, 2005:15)
sumber daya yang tersedia dapat dialokasikansecara efektif dan efisien. Hal ini dapt dikembangkan dengan adanya peran pemerintah ikut campur dalam meningkatkan produktifitas, efisiensi, dan kapabilitas nasional. (Porter, 2000 : 15)
Untuk mengalokasikan modal lebih dahulu harus diadakan kriteria untuk arah investasi. Pemilihan kriteria tidaklah mudah sebab mungkin kriteria yang satu memaksimumkan totalktu untuk suatu waktu tertentu, sedangkan kriteria yang lain mungkin lebih baik untuk memaksimumkan output pada waktu yang lain, Disamping itu, alokasi tidak saja mempengaruhi total output saja, tetapi juga distribusi. (Rosyidi, 2006 : 185)
Investasi di suatu daerah tidak bisa terlepas dari peranan pemerintah setempat karena peranan pemerintah dalam pembangunan ekonomi sangat besar. Bahwa peranan pemerintah dalam inisiatif dan memajukan perekonomian serta hubungan antara sektor pemerintah dan swasta adalah tergantung pada lingkungan sosial, tingkat perkembangan ekonomi, keadaan politik, serta tersedianya private manajemen, pengalaman-pengalaman dalam perusahaan negara dan efisiensi administrasi. Jadi peranan pemerintah dalam investasi tidak sama tetapi tergantung pada keadaan sosial dan politik daerah setempat. (Suparmoko, 1999 : 97)
investasi dalam negeri perkembangan tertinggi terdapat pada tahun 2000 dengan jumlah proyek 392 dan jumlah investasi sebesar Rp.93.897,1 miliar. Antara tahun 2003 – 2007, jumlah investasi (PMDN) sebesar Rp.1,3 Triliun. Perkembangan tertinggi terjadi pada tahun 2007 dengan jumlah proyek 2065 dengan nilai Rp.536.664,9 miliar. Sektor industri merupakan sektor yang paling banyak menarik investasi,sedangkan sektor kehutanan merupakan sektor yang paling sedikit menarik investasi. (Anonim, 2005 : 501).
Peranan sektor perdagangan termasuk hotel dan restoran terhadap perekonomian tahun 2003 sedikit mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 1998 yakni dari 15,3 % menjadi 16,51 %. Kontribusi dari sektor perdagangan yang terbesar adalah dari sub sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 12,89 %, kemudian diikuti sub sektor restoran sebesar 3,07 % dan hotel sebesar 0,55 %. Sementara itu, peranan sektor perdagangan termasuk hotel dan restoran pada tahun 2004 sedikit menurun menjadi 16,17 %. Hal ini sejalan dengan menurunnya peranan sub sektor perdagangan besar dan eceran serta sub sektor restoran masing-masing sebesar 12,63 % dan 2,98 %. (Anonim, 2005 : 1-3).
Berdasarkan fakta – fakta diatas, maka perlu diadakan penelitian dimana pengaruh Inflasi, Tingkat Pertumbuhan ekomomi dan Pendapatan Perkapita berpengaruh terhadap perkembangan investasi di sektor industri dan perdagangan di Jawa Timur
1.2. Perumusan Masalah
Setelah memperhatikan uraian dalam latar belakang, maka dapat disusun suatu rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Pendapatan Perkapita mempunyai pengaruh terhadap Investasi Sektor Industri Dan Perdagangan Di Jawa Timur ?
2. Diantara Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Pendapatan Perkapita manakah yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap Investasi Sektor Industri Dan Perdagangan Di Jawa Timur ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah di kemukakan sebelumnya, maka perlu diketahui tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah variabel Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Pendapatan Perkapita mempunyai pengaruh terhadap Investasi sektor industri dan perdagangan di Jawa Timur
1.4. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini, maka hasilnya diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak antara lain:
a. Bagi Pengembangan Keilmuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan sesuatu yang berharga bagi pihak universitas khususnya Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur sekaligus sebagai koleksi pembendaharaan referensi dan tambahan wacana pengetahuan untuk perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.
b. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau masukan terhadap Pemerintah daerah Jawa Timur dan pihak pengusaha untuk dijadikan pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan yang berhubungan dengan investasi, khususnya disektor industri dan perdagangan
c. Bagi Peneliti
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang
dapat dipakai sebagai bahan masukan serta bahan pengkajian yang
berkaitan dengan analisis beberapa faktor yang mempengaruhi investasi
sektor industri perdagangan di Jawa Timur, antara lain :
a. Ardriana ( 2000 : X ), dengan judul penelitian “Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Investasi Swasta Di Jawa
Timur”. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu secara simultan
menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara variabel Indeks
Harga Saham Gabungan (X1), PDRB Jawa Timur (X2), tingkat suku
bunga kredit investasi (X3), dan inflasi (X4) terhadap investasi
swasta (PMA dan PMDN) (Y). Hal ini diketauhi dari uji F yaitu
diperoleh F hitung sebesar 7,790 dan F tabel sebesar 3,48. Sedangkan
secara parsial variabel indeks harga saham gabungan (X1)
berpengaruh nyata terhadap investasi swasta (PMA dan PMDN) (Y)
dengan menggunakan uji t dimana t hitung sebesar 2,514 < t tabel
sebesar -2,228. Variabel PDRB di Jawa Timur (X2) berpengaruh
nyata terhadap investasi swasta (PMA dan PMDN) (Y) dimana t hitung
berpengaruh terhadap investasi swasta (PMA danPMDN) (Y)dasar
pegujian uji t dimana t hitung sebesar –0,4944 t tabel sebesar 2,228
b. Manoarfa (2001 : X), dengan judul penelitian “Pengaruh Investasi Swasta Dan Pemerataan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Jawa
Timur”. Dari hasil penelitian ini adalah secara simultan terhadap
hubungan antara variabel bebas investasi swasta (X1) dan investasi
pemerintah (X2) terhadap variabel terikat pertumbuhan ekonomi (Y)
dengan F hitung sebesar 11,07 > F tabel 3,41,sedangkan secara parsial
variabel investasi swasta (X1) berpengaruh terhadap variabel terikat
pertumbuhan ekonomi (Y) dengan t hitung sebesar 2,2831 > t tabel
2,228 dan variabel bebas investasi pemerintah (X2) berpengaruh
terhadap variabel terikat pertumbuhan ekonomi (Y) dengan t hitung
sebesar 3,576 > t tabel 2,228
c. Parwanti (2004), dengan judul penelitian “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Industri Kecil Di Jawa Timur”.
Menyimpulkan secara simultan bahwa menunjukkan hubungan
secara nyata antara variabel bebas nilai investasi (PMDN) (X1),
jumlah tenga kerja (X2), dan jumlah industri kecil (X3) terhadap
variabel terikat pendapatan industri kecil di Jawa Timur (Y). Hal ini
diketahui oleh uji F yaitu diperoleh F hitung = 7,401 > F tabel = 3,59.
sedangkan secara parsial nilai investasi (PMDN) (X1) berpengaruh
secara nyata terhadap pendapatan industri kecil di Jawa Timur (Y),
variabel parsial jumlah tenga kerja (X2) tidak berpengaruh secara
nyata terhadap pendapatan industri kecil di Jawa Timur (Y), dimana
t hitung = 0,960 < t tabel = 2,201. dan variabel jumlah industri kecil
(X3) berpengaruh secara nyata terhadap pendapatan industri kecil di
Jawa Timur (Y) dimana t hitung = - 2,225 < t tabel = - 2,201.
d. Basuki (2007), dengan judul penelitian “Analisis Beberapa faktor Yang Mempengaruhi Investasi Pada Industri Kecil Di Kabupaten
Gresik”. Berdasarkan hasil dari penelitian ini secara simultan menunjukkan adanya pengaruh yang nyata antara variabel bebas
jumlah industri kecil (X1), tingkat suku bunga (X2), kredit modal
kerja (X3), produk domestik regional bruto(X24), dan investasi
terhadap investasi industri kecil di kabupaten Gresik (Y). hal ini
diketahui dari uji F yaitu diperoleh F hitung = 4,687 > F tabel = 4,12.
sedangkan secara parsial tingkat suku bunga (X2), kredit modal kerja
(X3), dan produk domestik regional bruto (X4) berpengaruh nyata
terhadap investasi industri kecil di kabupaten Gresik (Y). Jumlah
industri kecil (X1) tidak berpengaruh nyata terhadap investasi
industri kecil di kabupaten Gresik (Y). Hal tersebut dikarenakan
perkembangan industri kecil pada masa mendatang tidak menentu,
sehingga para investor ragu untuk melakukan investasi pada industri
kecil yang prospek kedepannya tidak menentu. Inflasi tidak
berpengaruh secara nyata terhadap investasi industri kecil di
beli masyarakat. Jika inflasi naik akan berpengaruh terhadap daya
beli masyarakat meskipun pendapatan naik sehingga kecenderungan
untuk melakukan investasi kecil karena digunakan untuk konsumsi.
e. Desi (2000 : 111) dengan judul penelitian “Pengaruh Penyaluran Kredit Perbankan Terhadap Sektor Perdagangan Di Jawa Timur”.
Menyimpulkan bahwa hasil pengujian secara simultan menunjukkan
variabel terikat (Y) yaitu PDRB sektor perdagangan dan ada tiga
variabel bebas yaitu : Jumlah kantor bank (X1), Tingkat Suku Bunga
(X2), dan nilai tukar (X3). Dari hasil penelitian ini dengan Fhitung
(71,797) > Ftabel (3,59) diperoleh kesimpulan bahwa ketiga variabel
bebas tersebut secara bersama- sama berpengaruh terhadap PDRB
sektor perdagangan. Dari pengolahan data tersebut diperoleh Thitung
variabel jumlah kantor bank = 0,840 berarti tidak berpengaruh
terhadap PDRB sektor perdagangan dan variabel tingkat suku bunga
kredit = -4,724 berarti berpengaruh positif tetapi hubungannya
negatif terhadap PDRB sektor perdagangan sedangkan variabel
penyaluran kredit = 3,187 berpengaruh posiif terhadap PDRB sektor
perdagangan. Dan diketahui nilai R² (koefisien determinan) sebesar
95,1% yang berarti besarnya ketiga variabel bebas dapat
2.1.1. Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada kesempatan kali ini
berbeda dengan penelitian–penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian
yang dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan penelitian yang dilakukan
sekarang terletak pada kurun waktu, ruang lingkup, tempat penelitian dan
jumlah variabel yang digunakan untuk penelitian. Berdasarkan penelitian
terdahulu seperti yang telah disebutkan diatas, yang juga merupakan dasar
acuan untuk penelitian kali ini dengan judul “Analisis Beberapa Faktor
Yang Mempengaruhi Investasi Sektor Industri Dan Perdagangan”, dengan
variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Investasi
Industri (Y1) dan Investasi Perdagangan (Y2), sedangkan variabel bebas
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Inflasi (X1), Pertumbuhan
Ekonomi (X2), dan Pendapatan Perkapita (X3).
2.2. Landasan Teori 2.2.1 . Investasi
2.2.1.1 Pengertian Investasi
Kata investasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu “Investment”, apabila dalam bahasa Indonesia investasi adalah “penanaman modal”
investasi adalah suatu kegiatan yang sangat penting bagi kelangsungan
hidup suatu kegiatan usaha, karena ini sangat dibutuhkan sebagai faktor
penunjang di dalam memperlancar proses produksi.
Menurut pendapat Prof. Robinson yang dikutip oleh Suherman
Rosyidi dalam bukunya yang berjudul Pengantar Teori Ekonomi
mengatakan bahwa investasi itu penambahan barang-barang
modal baru, sedangkan membeli selembar kertas saham bukanlah
investasi (Rosyidi, 1994: 158).
Investasi adalah pengeluaran yang ditunjukkan untuk
meningkatkan atau mempertahankan stok barang modal. Stok barang
modal terdiri dari pabrik mesin dan produk-produk tahan lama yang
digunakan dalam proses produksi. (Dornbusch dan Fischer, 1995: 46).
Menurut Sukirno, investasi diartikan sebagai pengeluaran atau
pembelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli
barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah
kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia
dalam perekonomian. Dalam prakteknya, suatu usaha untuk mencatat
nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu, yang
digolongkan sebagai investor (atau pembentukan modal atau penanaman
modal), meliputi pengeluaran atau pembelanjaan sebagai berikut:
a. Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan
peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis
industri dan perusahaan.
b. Pembelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan
c. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan
mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir
tahun perhitungan pendapatan nasional. (Sukirno, 2001: 107).
Dari berbagai penjelasan diatas tentang definisi investasi tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa investasi adalah pengeluaran yang
disediakan untuk meningkatkan atau mempertahankan barang-barang
modal, selain itu bisa diartikan sebagai uasaha membina industri supaya
dapat lebih maju dan merupakan hal yang sangat penting bagi
kelangsungan hidup usaha sebagai faktor penunjang di dalam
memperlancar proses produksi.
2.2.1.2. Teori Investasi
Menurut suparmoko, masalah investasi adalah suatu masalah
yang langsung berkaitan dengan besarnya pengharapan akan pendapatan
dari barang modal dimasa depan. Pengharapan dimasa depan inilah yang
menjadi faktor terpenting untuk penentu besarnya investasi dan terdapat 2
teori, yaitu:
a. Teori Klasik
Teori klasik tentang investasi didasarkan atas teori
produktivitas batas (marginal productivity) dari faktor produksi modal. Menurut teori ini besarnya modal yang akan diinvestasikan
dalam proses produksi ditentukan oleh produktivitas batasnya
ini akan terus dilakukan bilamana produktivitas batas dari investasi
itu masih lebih tinggi daripada tingkat bunga yang akan diterimanya
bila seandainya modal itu dipinjamkan dan tidak diinvestasikan.
Dengan teori produktivitas batas, maka masalah investasi
oleh para-para ahli ekonomi klasik dipecahkan atas dasar prinsip
maksimalisasi laba dari perusahaan-perusahaan industri. Sebab
suatu perusahaan akan memaksimalisasi labanya dalam suatu
persaingan sempurna. Bila perusahaan itu menggunakan modalnya
sampai pada jumlah produksi marginal kapitalnya sama dengan
harga capital yaitu suku bunga, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa :
1. Suatu investasi akan dijalankan apabila pendapatan dari
investasi lebih besar dari tingkat bunga. Pendapatan dari
investasi merupakan jumlah pendapatan yang akan diterima
setiap akhir tahun selama barang modal digunakan dalam
produksi.
2. Investasi dalam modal adalah menguntungkan bila biaya
ditambah bunga lebih kecil dari pendapatan yang
diharapkan dari investasi itu.
b. Teori Keynes
Masalah investasi baik penentu jumlah maupun kesempatan
untuk melakukan investasi oleh Keynes didasarkan atas konsep
akan dijalankan apabila MEI lebih tinggi dari pada tingkat suku
bunga.
Gambar 1 : Marginal Efficiency of Investment
Tingkat Pengembalian
Sumber : Sukirno , 1995, Pengantar Ekonomi Makro Ekonomi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 112
Sumbu tegak menunjukkan tingkat pengembalian modal
dan sumbu data menunjukkan jumlah investasi yang akan
dilakukan. Pada kurva Marginal Efficiency of Investment (MEI) ditunjukkan tiga buah titik : A, B dan C menggambarkan bahwa
tingkat pengembalian modal adalah R0 dan investasi adalah I0. Ini
berarti titik A menggambarkan bahwa dalam perekonomian terdapat
kegiatan investasi yang akan menghasilkan tingkat pengembalian
modal sebanyak R0 atau lebih tinggi, dan untuk mewujudkan
dan C juga memberikan gambaran yang sama. Titik B
menggambarkan wujudnya kesempatan untuk menginvestasi
dengan tingkat pengembalian modal R1 atau lebih, dan mod al yang
diperlukan adalah I1. Dan titik C menggambarkan, untuk
mewujudkan usaha yang menghasilkan tingkat modal sebanyak atau
lebih, diperlukan modal sebanyak I2. Menurut garis MEI ini antara
lain disebabkan oleh 2 hal, yaitu :
1. Bahwa semakin banyak investasi yang terlaksana dalam
masyarakat, maka semakin rendah efisiensi marginal investasi
itu, semakin banyak investasi yang terlaksana dalam lapangan
ekonomi maka semakin sengitlah persaingan para investor
sehingga MEI menurun.
2. Semakin banyak investasi dilakukan, maka biaya dari barang
modal menjadi lebih tinggi. (Suparmoko, 1992 : 84).
2.2.1.3. Macam-Macam Investasi
Macam-macam investasi dibagi menjadi 4 kelompok, yang
pembagiannya sebagai berikut:
1. Autonomous Invesment dan Induced Investment
Autonomous Investment ( investasi otonomi ) adalah investasi yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan, tetapi dapat
pendapatan. Faktor-faktor lain diluar selain pendapatan yang
mempengaruhi tingkat investasi seperti itu, misalnya tingkat
teknologi, kebijaksanaan pemerintah, harapan para pengusaha dan
sebagainya. Sedangkan Induced Investment atau investasi terimbas adalah investasi yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan.
2. Public Investment dan Private Investment
Public Investment adalah Investasi atau penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah (baik pusat maupun daerah). Public
investment tidak dilakukan oleh pihak-pihak yang bersifat personal,
investasi ini bersifat impersonal atau resmi. Sedangkan Private Investment adalah investasi yang dilakukan oleh pihak swasta. Di dalam private investment, unsur-unsur seperti keuntungan yang
akan diperoleh dimasa depan penjualan dan sebagainya merupakan
peranan yang sangat penting dalam menentukan volume investasi.
Sementara dalam penentuan volume investasi, pertimbangan itu
lebih diarahkan kepada melayani atau menciptakan kesejahteraan
bagi rakyat banyak.
3. Domestik Investment dan Foreign Investment
Domestik investment adalah penanaman modal di dalam negeri, sedangkan Foreign Investment adalah penanaman modal asing. Sebuah negara yang memiliki banyak sekali faktor produksi alam
atau faktor produksi tenaga manusia namun tidak memiliki faktor
sumber yang dimiliki, maka mengundang modal asing agar
sumber-sumber yang ada termanfaatkan.
4. GrossInvestment dan Net Investment
Gross Investment (Investasi Bruto) adalah total seluruh investasi yang diadakan atau yang dilaksanakan pada suatu ketika. Dengan
demikian investasi bruto dapat benilai positif ataupun nol (yaitu ada
atau tidak ada investasi sama sekali) tetapi tidak akan bernilai
negatif. Sedangkan Net Investment (Investasi Netto) adalah selisih antara investasi bruto dengan penyusutan. Apabila misalnya
investasi bruto tahun ini adalah Rp. 25 juta sedangkan penyusutan
yang terjadi selama tahun yang lalu adalah sebesar Rp. 10 juta,
maka itu berarti bahwa investasi netto tahun ini adalah sebesar
Rp.15 juta. (Rosyidi, 1994 : 161).
2.2.1.4. Faktor – Faktor Yang Menentukan Investasi
a. Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang.
Kegiatan perusahaan untuk mendirikan industri dan memasang
barang-barang modal dinamakan kegiatan memakan waktu. Dan
apabila investasi tersebut telah selesai dilaksanakan, yaitu pada
waktu industri atau perusahaan itu sudah mulai menghasilkan
barang dan jasa yang menjadi produksinya, maka para pemilik
modal biasanya akan melakukan kegiatan terus selama beberapa
yang akan dan dikembangkan itu dapat memperoleh atau
menimbulkan kerugian, maka para pemilik modal harus membuat
ramalan-ramalan mengenai keadaan dimasa mendatang.
b. Tingkat bunga.
Bagi perusahaan yang bijaksana hendaknya selalu mengikuti dan
memperhatikan perkembangan pasar, terutama tentang
perkembangan tingkat bunga yang dapat mempengaruhi
beroperasinya setiap perusahaan oleh karena itu tingkat bunga dapat
digolongkan sebagai salah satu faktor penting yang akan
menentukan besarnya investasi yang akan dilakukan oleh para
pengusaha.
c. Perubahan dan perkembangan teknologi.
Kegiatan yang dikembangkan dalam kegiatan produksi atau usaha
lain, maka hal demikian itu ditanamkan mengadakan pembaharuan.
Pada umumnya semakin banyak perkembangan ilmu dan teknologi,
maka semakin banyak pula jumlah kegiatan pembaharuan yang
dilakukan oleh para pengusaha.
d. Tingkat pendapatan Nasional dan perubahan-perubahannya.
Sejarah perkembangan ekonomi dunia menunjukkan bahwa
akhir-akhir ini berbagai penemuan dan pembaharuan sangat besar
peranannya. Kenyataan yang ada menggambarkan bahwa hubungan
antara pendapatan nasional dan investasi merupakan cenderung
nasional semakin besar jumlahnya. Demikian pula sebaliknya,
apabila pendapatan nasional rendah biasanya nilai investasinya juga
rendah.
e. Keuntungan yang dicapai perusahaan.Setiap perusahaan yang
sangat berkembang salah satu faktor penting yang dapat
menentukan untuk kegiatan atau pengembangan investasi adalah
keuntungan yang diperolehnya. Apabila perusahaan-perusahaan itu
melakukan investasi dengan menggunakan tabungannya atau modal
kas, maka perusahaan yang harus dibayar untuk jangka waktu
berikutnya. Ini berarti disamping mengurangi biaya investasi yang
akan dilakukan secara otomatis akan menambah modal atau
keuntungan perusahaan-perusahaan yang bersangkutan. (Rosyidi, 1994: 165).
2.2.2. Pengertian Umum Industri 2.2.2.1. Definisi Industri
Industri adalah usaha produktif terutama dalam bidang
produksi atau perusahaan tertentu untuk menyelenggarakan jasa-jasa
misalnya transportasi dan peralatan perhubungan yang menggunakan
Industri adalah tiap usaha yang merupakan unit produksi yang
membuat barang atau mengerjakan suatu barang atau bahan untuk
masyarakat disuatu tempat tertentu. (Arsyad, 1992 : 57).
Menurut Undang-Undang RI No. 5 tahun 1984 pasal 1 tentang
perindustrian adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,
bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi menjadi barang yang
bernilai lebih tinggi, untuk penggunaannya termasuk kegiatan rancang
bangun dan perekayasa industri. (Anonim, 1994 : 21).
Berdasarkan pengertian tersebut diatas ternyata ada suatu
kesamaan yaitu mengenai proses produksi yang merupakan rangkaian
kegiatan dalam meningkatkan guna atau manfaat dari suatu bahan baku.
Industri juga berarti sebagai keseluruhan dari perusahaan-perusahaan
yang menghasilkan.
2.2.2.2. Klasifikasi Industri
Aktivitas yang dijalankan industri sangat beraneka ragam.
Apabila digolongkan akan diperoleh delapan kelompok utama yaitu :
a. Industri perburuan
b. Industri pengumpulan bahan dari hutan
c. Industri penambangan mineral
d. Industri peternakan
e. Industri pertanian
g. Industri perdagangan
h. Industri jasa. (Kuncoro, 2001 : 195).
Kemudian oleh Kuncoro macam-macam industri utama
tersebut diatas dikelompokkan berdasarkan fungsi industri yang terdiri
dari empat kelas yaitu :
a. Industri Ekstratif
Yaitu kegiatan ekonomi yang berurusan dengan pengurusan
sumber daya alam yang cadangannya tidak diusahakan atau tidak
mungkin diusahakan pembaharuannya misal perburuan
pengumpulan bahan, pertambangan dan bentuk-bentuk pertanian.
b. Industri Reproduktif
Yaitu yang produksinya tidak akan habis, terus mengalir karena
barang-barang yang dihasilkan dan dipungut akan diganti dengan
yang baru.
c. Industri Manufaktur
Yaitu industri yang memproduksi barang-barang dagang dari
bahan–bahan industri lain, misalnya produk peleburan,
penyulingan makanan kaleng dan lain-lain.
d. Industri Fasilitas
Yaitu industri yang menangani urusan-urusan yang berhubungan
dengan perdagangan dan jasa seperti transportasi, penyuluhan,
Menurut Winardi, macam-macam industri terdiri dari:
a. Industri muda
b. Industri yang sedang tumbuh
c. Industri yang stabil
d. Industri tua
e. Industri yang sedang mengalami kemunduran. (Winardi, 1993 : 119).
Dalam pengelompokan jenis industri nasional menurut
Departemen Perindustrian secara garis besar maka industri dapat
digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu :
a. Industri Dasar
Yaitu meliputi dua sub kelompok. Sub kelompok pertama adalah
industri mesin dan logam dasar serta elektronik. Sedangkan sub
kelompok kedua adalah industri kimia dasar yang mempuyai dua
misi yaitu pertumbuhan ekonomi dan penguat struktur. Teknologi
yang dipergunakan adalah teknologi maju dan teruji serta tidak
padat karya.
b. Industri Hilir
Yaitu aneka industri, dengan misi pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan. Sedangkan teknologi yang dipergunakan adalah
c. Indutri Kecil
Yaitu dengan misi pemerataan dengan menggunakan teknologi
madya atau sederhana serta padat karya. (Anonim, 1994 : 56).
Ada beberapa kriteria dalam penggolongan industri yang
berdasarkan jumlah orang yang bekerja serta jumlah investasi yang
ditanamkan diantaranya yaitu :
a. Industri Besar
Yaitu kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang
mempekerjakan lebih dari 100 orang, pada umumnya industri
yang dapat modal atau capital intensive serta menggunakan teknologi tinggi dan kurang menyerap tenaga kerja. Sasaran
utama yang ingin dicapai adalah peningkatan pertumbuhan
ekonomi dalam jangka panjang dan mempunyai investasi lebih
dari Rp.100.000.000,00
b. Industri Menengah
Yaitu perusahaan-perusahaan industri yang mempekerjakan
sekitar 20 sampai dengan 99 orang yang pada umumnya investasi
antara Rp.70.000.000,00 sampai dengan Rp.100.000.000,00
c. Industri Kecil Yaitu
Kumpulan dari unit–unit perusahaan yang mempekerjakan antara
mempunyai investasi maksimal tidak boleh lebih dari Rp.
70.000.000,00. (Arsyad, 1992 : 306).
2.2.3. Sektor Perdagangan
2.2.3.1. Pengertian Sektor Perdagangan
Perdagangan adalah usaha melakukan penjualan kembali
barang-barang baru maupun bekas tanpa mengalami perubahan teknis. Peraturan
daerah kota Surabaya nomor 3 tahun 2002 menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan perdagangan adalah kegiatan usaha jual beli barang
atau jasa yang dilakukan secara terus menerus dengan tujuan pengalihan
hak atas barang atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi.
(Anonim, 2008 : 224).
Perdagangan merupakan segala transaksi yang dilakukan oleh
suatu negara dalam hubungan ekonominya denga negara lain baik berupa
barang maupun jasa. Hal ini meliputi:
a. Hotel, mencakup kegiatan penyediaan akomodasi yang merupakan
sebagian atau seluruh bangunan sebagai tempat penginapan, yang
terbuka untuk umum atau hanya anggota suatu organisasi terbuka
atas dasar suatu pembayaran , penyediaan penginapan yang
diusahakan atas perkumpulan, yayasan atau pemerintahan.
b. Restoran, kegiatan yang mencakup usaha penjualan untuk
dikonsumsi di tempat penjualan, catering yang diusahakan secara
berdiri sendiri, kantin di pabrik atau kantor (Dumairy, 1997 : 90).
2.2.3.2. Karakteristik Usaha Sektor Perdagangan
Karakteristik Usaha Sektor Perdagangan yaitu:
1. Kegiatan usaha terbatas hanya melakukan jual-beli barang,tanpa
memberikan nilai tambah.
2. Barang dagangan berasal dari daerah setempat (regional) maupun
dalam negeri (nasional).
3. Kegiatan jual-beli ditujukan untuk memperoleh keuntungan
(komersialisasi).
4. Operasi usaha lebih bersifat padat karya dengan jumlah pegawai
tidak lebih dari 99 orang.
5. Pembeli barang dagangan adalah penduduk sekitar lokasi usaha.
2.2.3.3. Klasifikasi Umum Sektor Perdagangan
Usaha perdagangan dapat dibedakan menjadi dua(2) macam yaitu :
1. Perdagangan besar
usaha perdagangan dalam partai besar kepada pedagang
eceran,industri,kantor,rumah sakit,restoran dan jasa akomodasi.
2. Perdagangan eceran
usaha perdagangan dalam partai kecil yang umumnya langsung
2.2.4. Inflasi
2.2.4.1. Pengertian Inflasi
Inflasi adalah suatu kondisi, ketika tingkat harga (agregat)
meningkat secara terus-menerus dan mempengaruhi individu, dunia
usaha dan pemerintah.(Puspopranoto, 2004 : 38).
Inflasi adalah kenaikan harga-harga umum barang dan jasa
secara terus-menerus pada suatu periode tertentu. (Nopirin, 2000 : 25).
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk kenaikkan
secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua jenis
barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas
kepada sebagian besar dari harga-harga yang lain. (Boediono, 2001 : 161).
Definisi inflasi
a. Gejala kenaikan harga barang – barang yang bersifat umum dan
terus menerus. (Rahardja dan Manurung, 2000 : 155)
b. Inflasi dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan harga – harga
umum mengalami kenaikan secara terus menerus dan menyeluruh.
(Yuliati, 2001 : 98)
c. Inflasi dapat didefinisikan sebagai proses kenaikan harga – harga
yang berlaku dalam suatu perekonomian.(Sukirno, 2002 : 15)
d. Proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa inflasi adalah
proses kenaikan harga - harga umum barang – barang secara terus
menerus, ini tidak berarti bahwa harga – harga berbagai macam barang
itu naik dengan presentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan
tersebut tidaklah bersamaan, yang penting terdapat kenaikan harga umum
secara terus menerus selama satu periode tertentu.
2.2.4.2. Efek inflasi
Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan. Alokasi
faktor produksi serta output. Dibawah ini ke tiga nya akan dibahas satu
demi satu :
a. Efek terhadap pendapatan (equity effect)
Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang
dirugikan ada pula yang diuntungkan. Demikian juga orang yang
menempuh kekayaan dalam bentuk uang kas akan menderita
kerugian karena adanya inflasi. sebaliknya pihak – pihak yang
mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka
yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan presentase lebih
besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat
menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian
kekayaan masyarakat. Inflasi seolah-olah merupakan pajak bagi
b. Efek terhadap Efisiensi (efficiency effect)
Inflasi dapat pula merubah pola alokasi faktor – faktor
produksi, perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan
karena berbagai macam barang yang kemudian mendorong
terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu. Hal
ini akan menyebabkan kenaikan produksi barang sehingga akan
merubah pola produksi lebih efisien.
c. Efek terhadap output (output effect)
Efek terhadap output mempertanyakan bagaimana efek
inflasi terhadap produksi. Artinya apakah akan mengakibatkan
kenaikan atau menurunkan output. Inflasi dapat menyebabkan
kenaikan produksi alasan nya dalam keadaan inflasi biasanya
kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga
keuntungan pengusaha baik. Kenaikan keuntungan ini akan
mendorong kenaikan produksi. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflasi
dengan output. Inflasi bisa dibarengi dengan punurunan output.
(Nopirin 1993 ; 32-33)
2.2.4.3. Jenis-Jenis Inflasi
Inflasi bisa ditinjau dari tiga segi. Pertama, berdasarkan tingkat
keparahannya. Kedua, berdasarkan penyebabnya, yang sangat berkaitan
a. Berdasarkan Tingkat Keparahannya
Berdasarkan tingkat keparahannya inflasi dibedakan atas beberapa
macam, yaitu :
• Inflasi ringan (dibawah 10% setahun).
• Inflasi sedang (antara 10-30% setahun).
• Inflasi berat (antara 30-100% setahun).
• Hiperinflasi (diatas 100% setahun).
b. Berdasarkan Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, inflasi dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :
1. Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation)
Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan
berbagai barang bertambah terlalu kuat akibat tingkat harga
umum naik (misalnya karena bertambahnya pengeluaran
perusahaan).
Gambar 2 : Terjadinya Demand Pull Inflation
Harga D2 S
P2 D1
P1 D2
D 1
Q1 Q2 Output
Sebagaimana dalam gambar perekonomian dimulai
pada P1 dan tingkat output riil dimana (P1,Q1) berada pada
perpotongan antara kurva permintaan D1 dan kurva
penawaran S. Kurva permintaan bergeser keluar D2
pergeseran seperti itu dapat berasal dari faktor kelebihan
pengeluaran permintaan.
Pergeseran kurva permintaan menaikkan output riil (dari Q1 ke Q2) dan tingkat harga (dari P1 ke P2) maka inilah
yang disebut demand pull inflation (inflasi tarikan
permintaan) yang disebabkan penggeseran kurva
permintaan menarik keatas tingkat harga dan menyebabkan
inflasi.
2. Inflasi Dorongan Penawaran (Cost Push Inflation)
Inflasi yang timbul karena kenaikkan biaya produksi
biasanya ditandai dengan kenaikkan harga barang serta
turunnya produksi (misalnya kenaikkan harga barang baku
yang didatangkan dari luar negeri, kenaikkan harga harga
Gambar 3 :Terjadinya Cost Push Inflation
Harga S2
P2 S1
P1
D
Q1 Q2 Output
Sumber :Boediono, 2001, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, Halaman 157.
Pada gambar diatas bahwa bila ongkos produksi naik
(misalnya kenaikan sarana produksi naik dari luar negeri
atau karena harga bahan bakar minyak) maka kurva
penawaran masyarakat bergeser dari S1 ke S2, harga tentu
saja naik dan menyebabkan inflasi dorongan biaya.
c. Berdasarkan Asal dari Inflasi
Dari segi asalnya, inflasi dapat dibedakan atas :
1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (Domestic Inflation)
Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul misalnya karena
defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan
2. Inflasi yang berasal dari luar negri (Imported Inflation)
Inflasi yang berasal dari luar negri adalah inflasi yang timbul
karena kenaikan harga-harga yaitu inflasi diluar negri atau di
negara-negara langganan berdagang negara kita.
2.2.4.4. Dampak inflasi
Menurut Sukirno, akibat buruk dari inflasi dapat dibedakan
menjadi dua aspek :
a. Akibat Buruk pada Perekonomian
Inflasi yang sangat tinggi dan tidak terkendali dapat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi negara, hal ini disebabkan oleh faktor-faktor
berikut :
1. Inflasi menggalakkan penanaman modal spekulatif
kepercayaan pada nilai uang yang semakin turun
menyebabkan masyarakat pemilik modal menanamkan
uangnya pada investasi yang bersifat spekulatif, misal : tanah,
bangunan dan benda berharga.
2. Tingkat bunga meningkatkan dan akan menggurangi investasi,
untuk menghindari merosotnya nilai modal yang dipinjamkan
perbankan kepada debitur, maka institusi perbankan akan
meningkatkan bunga kreditnya sehingga akan mempengaruhi
3. Inflasi menimbulkan ketidakpastian mengenai keadaan
ekonomi dimasa yang akan datang
4. Menimbulkan masalah neraca pembayaran, inflasi
menyebabkan harga barang impor lebih murah dibandingkan
dengan barang produksi dalam negeri.
b. Akibat Buruk pada Individu dan Masyarakat
1. Memperburuk distribusi pendapatan
Dalam masa inflasi nilai harga tetap seperti rumah, tanah dan
bangunan akan meningkat pesat, sedangkan bagi masyarakat
yang tidak memiliki harta pendapatan riilnya akan semakin
merosot.
2. Pendapatan riil merosot bagi penduduk yang berpenghasilan
tetap, daya beli mereka akan menurun akibat kenaikan harga
barang yang selalu mendahului peningkatan pendapatan
masyarakat. (Sukirno, 2002 : 307).
2.2.4.5. Teori-Teori Inflasi
Secara garis besar ada tiga kelompok teori mengenai inflasi,
masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu yang mencakup semua
aspek penting dari proses inflasi atau kenaikan harga. Teori-teori inflasi
a. Teori Kuantitas
adalah teori yang paling tua mengenai inflasi, inti dari teori ini
adalah sebagai berikut :
1. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume
uang yang beredar (apakah berupa penambahan uang kartal
atau uang giral tidak menjadi soal). Bila jumlah uang tidak
ditambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya, apapun
sebab musabab awal dari kenaikan harga tersebut.
2. Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang
beredar dan oleh harapan masyarakat mengenai kenaikan
harga-harga di masa mendatang.
b. Teori Keynesian
Teori ini menyatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup
diluar batas kemampuan ekonominya. Teori ini juga menyoroti
bagaimana perebutan rezeki antar golongan masyarakat akan bisa
menimbulkan permintaan agregat yang lebih besar daripada jumlah
barang yang tersedia yaitu I > S.
c. Teori Strukturalis
Teori ini disebut juga teori jangka panjang adalah teori yang
menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur
ekonomi, khususnya ketegaran supply bahan makan dan barang-barang ekspor. Karena sebab-sebab struktural pertambahan produksi
kebutuhannya, sehingga menaikkan harga bahan makanan dan
kalangan devisa. Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga
barang lain, sehingga terjadi inflasi yang relative berkepanjangan
bila pembangunan sektor penghasilan bahan pangan dan industri
barang ekspor tidak dibenahi atau ditambah. (Putong, 2003 : 261).
2.2.4.6. Cara Mengatasi Inflasi
Inflasi tentunya harus diatasi dan untuk mengatasinya dapat
dilakukan pemerintah dengan cara melakukan beberapa kebijakan yang
menyangkut bidang moneter, fiskal dan non moneter. Adapun penjelasan
kebijakan tersebut akan diuraikan di bawah ini.
a. Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah
uang yang beredar. Penyebab inflasi diantara jumlah uang yang
beredar terlalu banyak sehingga dengan kebijakan ini diharapkan
jumlah uang yang beredar dapat dikurangi menuju kondisi normal.
Untuk menjalankan kebijakan ini Bank Indonesia menjalankan
beberapa politik/kebijakan yaitu politik diskonto, politik pasar
terbuka dan menaikan cash ratio.
1. Politik Diskonto ditujukan untuk menaikan tingkat bunga
yang menggunakan dana pinjaman akan tertahan karena
modal pinjaman menjadi mahal.
2. Politik Pasar Terbuka dilakukan dengan cara menawarkan
surat berharga ke pasar modal. Dengan cara ini diharapkan
masyarakat membeli surat berharga tersebut seperti SBI
yang memiliki tingkat bunga tinggi, dan ini merupakan
upaya agar uang yang beredar di masyarakat mengalami
penurunan jumlahnya.
3. Cash Ratio artinya cadangan yang diwajibkan oleh Bank Sentral kepada bank-bank umum yang besarnya tergantung
kepada keputusan dari bank sentral/pemerintah. Dengan
jalan menaikan perbandingan antara uang yang beredar
dengan uang yang mengendap di dalam kas mengakibatkan
kemampuan bank untuk menciptakan kredit berkurang
sehingga jumlah uang yang beredar akan berkurang.
b. Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang berhubugan dengan
finansial pemerintah. Bentuk kebijakan ini antara lain :
1. Pengurangan pengeluaran pemerintah, sehingga
pengeluaran keseluruhan dalam perekonomian bisa
dikendalikan.
2. Menaikkan pajak, akan mengakibatkan penerimaan uang
masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan akan
barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya
berkurang.
c. Kebijakan Non Moneter
Kebijakan non moneter dapat dilakukan dengan cara menaikan
hasil produksi, kebijakan upah dan pengawasan harga dan
distribusi barang.
1. Menaikan hasil produksi, cara ini cukup efektif mengingat
inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang konsumsi
tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Oleh
karena itu pemerintah membuat prioritas produksi atau
memberi bantuan (subsidi) kepada sektor produksi bahan
bakar, produksi beras.
2. Kebijakan upah, tidak lain merupakan upaya menstabilkan
upah/gaji, dalam pengertian bahwa upah tidak sering
dinaikan karena kenaikan yang relatif sering dilakukan akan
dapat meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan
meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara
keseluruhan dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.
3. Pengawasan harga dan distribusi barang dimaksudkan agar
harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti yang dilakukan
pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga eceran
berhasil tanpa ada pengawasan. Pengawasan yang baik
biasanya akan menimbulkan pasar gelap. Untuk
menghindari pasar gelap maka distribusi barang harus dapat
dilakukan dengan lancar, seperti yang dilakukan pemerintah
melalui Bulog atau KUD.
2.2.4.7. Hubungan Inflasi Dengan Investasi Sektor Industri Dan Perdagangan
Inflasi merupakan salah satu penyakit perekonomian suatu
negara. Agar inflasi dapat digunakan sebagai salah satu tolak ukur
perekonomian secara umum, karna angka inflasi ini mencerminkan
kondisi stabilitas perekonomian suatu negara. Angka laju inflasi yang
tinggi menunjukkan bahwa suatu perekonomian mengalami gangguan,
baik berupa ekspor yang menurun karena turunnya daya saing,
menurunnya tabungan dan investasi maupun gangguan – gangguan
lainnya (Sukendar, 2000 : 166)
Pada saat tingkat inflasi tinggi, maka kondisi perekonomian
menjadi lesu. Hal ini secara otomstis akan berpengaruh terhadap
kegairahan usaha diberbagai bidang. Pelaksanaan investasi menjadi
terhambat, sehingga produksi nasional akan menurun. Menurunnya
produksi secara nasional dapat menurunkan pendapatan nasional.
perkembangan ekonomi Negara tersebut mengalami penurunan. Oleh
karena itu, pada tingkat inflasi tinggi, maka pemerintah harus cepat
tanggap dalam menentukan kebijakan dalam melakukan pengendalian
tingkat inflasi. Hal ini harus dilakukan pemerintah, agar investasi yang
sudah berlangsung diberbagai bidang tidak mengalami penurunan
khususnya investasi disektor industri dan perdagangan.
2.2.5. Pertumbuhan Ekonomi
2.2.5.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yaitu perkembangan kegiatan dalam
perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan
dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat.
(Sukirno, 2004 : 9).
Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka
panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai
barang ekonomi kepada penduduknya. (Todaro, 2004 : 99).
Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan pendapatan nasional
secara berarti (dengan meningkatnya pendapatan perkapita) dalam suatu
periode perhitungan tertentu. (Putong, 2003 : 252).
Melalui penjelasan tentang pengertian pertumbuhan ekonomi
diatas, pertumbuhan ekonomi mempunyai tiga komponen yaitu :
a. Pertumbuhan suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus
b. Teknologi maju merupakan faktor-faktor dalam pertumbuhan
ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan
dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk.
c. Penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya
penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi dengan inovasi
yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat
dimanfaatkan secara tepat. (Jhingan, 1991 : 72).
2.2.5.2. Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi, yaitu :
a. Tanah dan Kekayaan Alam Lainnya
Kekayaan alam sesuatu negara meliputi luas dan kesuburan
tanah, keadaan iklim dan cuaca, jumlah dan jenis hasil hutan dan
hasil laut yang dapat diperoleh, jumlah dan jenis kekayaan barang
tambang yang terdapat. Kekayaan alam akan dapat mempermudah
usaha untuk mengembangkan perekonomian sesuatu negara,
terutama pada masa-masa permulaan dari proses pertumbuhan
ekonomi. Di dalam setiap negara di mana pertumbuhan ekonomi
baru bermula terdapat banyak hambatan untuk mengembangkan
berbagai kegiatan ekonomi di luar sektor utama (pertanian dan
pertambangan) yaitu sektor di mana kekayaan alam terdapat
pengetahuan para pengusaha untuk mengembangkan kegiatan
ekonomi modern di satu pihak.
Terbatasnya pasar bagi berbagai jenis kegiatan ekonomi
(sebagai akibat dari pendapatan masyarakat yang sangat rendah) di
lain pihak, membatasi kemungkinan untuk mengembangkan
berbagai jenis kegiatan ekonomi. Apabila negara tersebut
mempunyai kekayaan alam yang dapat diusahakan dengan
menguntungkan, hambatan yang baru saja dijelaskan akan dapat
diatasi dan pertumbuhan ekonomi dipercepat.
b. Jumlah dan Mutu dari Penduduk dan Tenaga Kerja
Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah
tenaga kerja, dan penambahan tersebut memungkinkan negara itu
menambah produksi. Disamping itu sebagai akibat pendidikan,
latihan dan pengalaman kerja, keterampilan penduduk akan selalu
bertambah tinggi. Hal ini akan menyebabkan produktivitas
bertambah dan ini selanjutnya menimbulkan pertambahan produksi
yang lebih cepat daripada pertambahan tenaga kerja. Selanjutnya
perlu diingat pula bahwa pengusaha adalah sebagian dari penduduk.
Maka luasnya kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh sesuatu negara
juga bergantung kepada jumlah pengusaha dalam sejumlah
penduduk tertentu adalah lebih banyak, lebih banyak kegiatan
Dorongan lain yang timbul dari perkembangan penduduk
terhadap pertumbuhan ekonomi bersumber dari akibat pertambahan
itu kepada luas pasar. Perkembangan penduduk menyebabkan
besarnya luas pasar dari barang-barang yang dihasilkan sektor
perusahaan akan bertambah pula. Karena peranannya ini maka
perkembangan penduduk akan menimbulkan dorongan kepada
pertambahan dalam produksi nasional dan tingkat kegiatan ekonomi.
c. Barang-Barang Modal dan Tingkat Teknologi
Barang-barang modal penting artinya dalam mempertinggi
keefisienan pertumbuhan ekonomi. Didalam masyarakat yang sangat
kurang maju sekalipun barang-barang modal sangat besar perannya
dalam kegiatan ekonomi. Tanpa adanya alat-alat untuk menangkap
ikan dan berburu, alat-alat untuk bercocok tanam dan mengambil
hasil hutan, masyarakat yang kurang maju akan mengalami
kesusahan yang lebih banyak lagi dalam mencari makanannya
sehari-hari.
Pada masa kini pertumbuhan ekonomi dunia telah mencapai
tingkat yang tinggi, yaitu jauh lebih modern daripada kemajuan yang
dicapai oleh suatu masyarakat yang masih belum berkembang.
Barang-barang modal yang sangat bertambah jumlahnya, dan
teknologi yang telah menjadi bertambah modern memegang peranan
yang penting sekali dalam mewujudkan kemajuan ekonomi yang
sedangkan tingkat teknologi tidak mengalami perkembangan,
kemajuan yang akan dicapai adalah jauh lebih rendah daripada yang
dicapai pada masa kini. Tanpa adanya perkembangan teknologi,
produktivitas barang-barang modal tidak akan mengalami perubahan
dan tetap berada pada tingkat yang sangat rendah. Oleh karena itu
pendapatan perkapita hanya mengalami perkembangan yang sangat
kecil. Kemajuan ekonomi yang berlaku di berbagai negara terutama
ditimbulkan oleh kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi
menimbulkan beberapa efek yang positif dalam pertumbuhan
ekonomi, dan oleh karenanya pertumbuhan ekonomi menjadi lebih
pesat.
d. Sistem Sosial dan Sikap Masyarakat
Sistem sosial dan sikap masyarakat penting peranannya
dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Di dalam menganalisis
mengenai masalah-masalah pembangunan di negara-negara
berkembang ahli-ahli ekonomi telah menunjukkan bahwa sistem
sosial dan sikap masyarakat dapat menjadi penghambat yang serius
kepada pembangunan.
Adat istiadat yang tradisional dapat menghambat
masyarakat untuk menggunakan cara memproduksi yang modern
dan produktivitas yang tinggi. Oleh karenanya pertumbuhan
ekonomi tidak dapat dipercepat. Juga di dalam sistem sosial dimana
yang dimiliki adalah sangat kecil dan tidak ekonomis, pembangunan
ekonomi tidak akan mencapai tingkat yang diharapakan. Sikap
masyarakat juga dapat menentukan sampai dimana pertumbuhan
ekonomi dapat dicapai. Di sebagian masyarakat terdapat sikap
masyarakat yang dapat memberikan dorongan yang besar kepada
pertumbuhan ekonomi. Sikap yang sedemikian itu antara lain adalah
sikap berhemat yang bertujuan untuk mengumpulkan lebih banyak
uang untuk investasi, sikap yang sangat menghargai kerja keras dan
kegiatan-kegiatan untuk mengembangkan usaha, dan sikap yang
selalu berusaha untuk menambah pendapatan dan keuntungan.
Apabila di dalam masyarakat terdapat beberapa keadaan dalam
sistem sosial dan sikap masyarakat yang sangat menghambat
pertumbuhan ekonomi, pemerintah haruslah berusaha untuk
menghapuskan hambatan-hambatan tersebut. Perombakan dalam
sistem sosial, seperti misalnya menghapuskan kekuasaan tuan tanah
dan memberikan tanah kepada para petani yang tidak memiliki
tanah, adalah suatu langkah yang perlu dilakukan.
Perubahan dalam sikap masyarakat perlu diciptakan.
Perubahan itu terutama harus ditujukan agar masyarakat bersedia
bekerja lebih keras untuk mendapatkan pendapatan dan keuntungan
yang lebih banyak. Salah satu langkah penting yang dapat dilakukan
pendidikan dan meningkatkan taraf pendidikan masyarakat.
(Sukirno, 2004 : 430-432).
2.2.5.3. Ukuran Pertumbuhan Ekonomi
Untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai
oleh suatu negara perlu dihitung pendapatan nasional riil, yaitu Produk
Nasional Bruto Riil atau Produk Domestik Riil. Untuk menentukan
Pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara, dihitung berdasarkan
laju perubahan Pendapatan Nasional riil per tahun dalam persentase
atau besarnya pertambahan riil Pendapatan Nasional riil tahun t
(sekarang) dikurangi tahun t-1 (sebelumnya) kemudian dikalikan 100 %
atau dengan rumus persamaan sebagai berikut :
Gt = PNB rt - PNB rt-1 X 100 % ...(Ritonga, 2003 : 159).
PNB rt-1
Dimana:
Gt = Pertumbuhan Ekonomi pada tahun t
PNB rt = Pendapatan Nasional riil pada tahun t
PNB rt-1 = Pendapatan Nasional riil pada tahun t-1
Alat pengukur pertumbuhan ekonomi antara lain :
a. Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan jumlah barang dan
tahun dan dinyatakan dalam harga pasar. Produk Domestik Bruto
ini merupakan acuan yang sifatnya global dan bukan merupakan
alat pengukuran yang tepat, karena belum dapat mencerminkan
kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya.
b. Produk Domestik Bruto Perkapita
Produk Domestik Bruto Perkapita dapat dipakai mengukur
pendapatan perkapita dan lebih tepat mencerminkan kesejahteraan
penduduk suatu negara dari pada Produk Domestik Bruto (PDB)
saja. Produk Domestik Bruto Perkapita adalah jumlah produk
domestik bruto nasional dibagi dengan jumlah penduduk.
c. Pendapatan Perjam Kerja
Pendapatan Perjam Kerja sebenarnya paling baik sebagai alat
untuk mengukur maju tidaknya perekonomian. Biasanya suatu
negara yang mempunyai pendapatan atau upah jam kerja lebih
tinggi dari upah jam kerja negara lain untuk jenis pekerjaan yang
sama. Pasti boleh dikaitkan bahwa negara yang bersangkutan
lebih maju dari negara lain. (Suparmoko, 2000 : 205).
2.2.5.4. Teori-Teori Pertumbuhan Ekonomi
a. Teori Pertumbuhan Ekonomi W.W. Rostow
Profesor Walt Whitman Rostow mengajukan teorinya
pertama kali dalam Economic Journal dan kemudian
Proses pertumbuhan ekonomi dapat dibedakan dalam lima tahap
dan semua negara di dunia ini akan melalui salah satu dari tahap
tersebut. Kelima tahap pertumbuhan ekonomi itu adalah :
1. Masyarakat tradisional (the traditional society)
2. Prasyarat untuk lepas landas (the precondition for take-off)
3. Lepas landas (the take-off)
4. Gerakan ke arah kedewasaan (the drive to maturity)
5. Masa konsumsi tinggi (the age of high mass consumption). Adapun penjelasan kelima tahap pertumbuhan ekonomi
tersebut diatas sebagai berikut.
1. Masyarakat tradisional (the traditional society)
Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang
dalam kehidupannya masih menggunakan cara-cara yang
sangat sederhana dan telah berlaku secara turun-temurun,
baik dalam berproduksi maupun dalam tata cara / adat
istiadat. Tingkat produktivitas mereka masih sangat terbatas
karena sebagian besar sumber daya masyarakat hanya
digunakan untuk kegiatan dalam sektor pertanian. Struktur
sosial bersifat hierarkis, maksudnya kedudukan seseorang
dalam masyarakat tidak akan berbeda dengan ayahnya,
kakeknya, dan kakek moyangnya. Dalam masyarakat ini
petani biasa untuk menjadi tuan tanah atau kelas
masyarakat lainnya yang lebih tinggi dari petani.
2. Prasyarat untuk lepas landas (the precondition for take-off)
Masa selanjutnya adalah masa ketika masyarakat
telah mulai sadar terhadap pentingnya pembangunan
ekonomi. Ide-ide baru telah mulai diterima untuk mencapai
kemajuan hidup mereka. Masa ini disebut sebagai masa
peralihan atau prasyarat untuk landas.
Ciri-ciri penting dalam masyarakat ini adalah
adanya perubahan sistem politik, struktur sosial, nilai-nilai
masyarakat, dan struktur kegiatan ekonominya mulai
bergerak dinamis, industri-industri bermunculan,
perkembangan teknologi yang pesat dan lembaga keuangan
resmi sabagai penggerak dana masyarakat mulai
bermunculan, serta terjadi investasi besar-besaran terutama
pada industri manufaktur. Bila perubahan-perubahan seperti
itu timbul, yang menyebabkan pertumbuhan selalu terjadi,
maka proses pertumbuhan ekonomi dapat dikatakan sudah
mulai berlangsung. Jika pertumbuhan ekonomi sudah lebih
sering terjadi, suatu negara sudah dapat dianggap berada
3. Lepas landas (the take-off)
Dalam tahap ini pertumbuhan ekonomi merupakan
peristiwa yang selalu berlangsung. Pada permulaannya
terjadi perubahan yang sangat drastis dalam masyarakat
seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat
dalam inovasi, dan terbukanya pasar-pasar baru. Akibat dari
perubahan ini akan tercipta pembaruan-pembaruan secara
teratur dan terjadi peningkatan penanaman modal.
Penanaman modal yang tinggi akan meningkatkan
pendapatan nasional yang melebihi tingkat pertambahan
penduduk. Dengan demikian, pendapatan perkapita
semakin lama akan semakin bertambah besar.
Terdapat tiga ciri untuk mengetahui apakah suatu
negara sudah mencapai tahap lepas landas atau belum,
yakni :
a. Kenaikan penanaman modal yang produktif
meningkat dari 5% atau kurang menjadi 10% dari
Produk Nasional Netto.
b. Terjadi perkembangan satu atau beberapa sektor
industri dengan tingkat laju perkembangan yang
tinggi.
c. Segera tercipta suatu kerangka dasar politik, sosial,