iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esaatas
berkat dan kasih karunia yangdiberiakan kepada penulis sehingga penyusunan
skripsi ini berjalan dengan lancar dan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu
yang diharapkan.
Skripsi ini berjudul “Perbedaan Pengaruh Model Pembelajran Kooperatif Tipa Think Talk Write dan Pembelajaran Langsung Terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lubuk Pakam” disusun
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika, Fakultas Matematika
Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan.
Padakesempatanini, penulismenyampaikanterimakasihkepadaIbu Dr.
Ani Minarni, M.Si, sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak
memberikan bimbingan dan saran-saran kepada penulis sejak awal penulisan
skripsi ini sampai dengan selesainya penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih
juga disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Mukhtar, M. Pd, Bapak Drs. H.
Banjarnahor, M.Pd, dan Bapak Drs. W.L. Sihombing, M.Pd, yang telah
memberikan masukan dan saran-saran mulai dari rencana penelitian sampai
selesai penyusunan skripsi ini. Tak lupa juga ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Ibu Dra. Katrina Samosir, M.Pd, selaku dosen pembimbing
akademik dan kepada seluruh Bapak dan Ibu dosen beserta staf pegawai jurusan
matematika FMIPA UNIMED yang sudah membantu penulis. Penghargaan juga
disampaikan kepada Bapak kepala sekolah(Bapak Animan, S. Pd, M. Si) dan guru
matematika (Ibu Tini Zahri Siregar, S. Pd) di SMP Negeri 1 Lubuk Pakam yang
telah banyak membantu selama penelitian ini.
Teristimewa penulis sampaikan terimakasih kepada Ayahanda F.
Silitonga, Almarhumah Ibunda M. Hutabarat dan Ibunda D. Hutabarat serta serta
seluruh keluarga besar,Opung, Maktua, Tante, Bou, Uda, Abang, Kakak dan Adik
yang tidak bisa disebutkan satu persau yang selalu turut ambil bagian dalam
membantu secara moral dan materi dalam perjalanan studi penulis di Universitas
v
memberi motivasi, kasih sayang, semangat, nasehat, dan doa sehingga
perkuliahan dan penyusunan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik.
Ucapan terimakasihjuga kepada orang-orang luar biasa di sekeliling
penulis yang selalu memberi dukungan dan semangat, teman sepenanggungan
se-PS Erna Gultom dan Grestica Sianipar. Best partner and supporter, Bro Adi
Sinambela, teman-teman sekamar Wulan dan Hanna, teman-teman kos Gang Ibu
No. 113 yang lain, yaitu Kak Maria, Kak Friska, Kak Achy, Melisa, Romianna,
Sri, Marina dan Juli. Seluruh anggota IKBKM dan Invokavit Small group, Kak
Eko, Jessica, Risda, Chrisna, Silva, Mery, sahabat saya Mai, Martha, Nonce,
Lenra dan semua warga DIK C 2011 yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu. Terimakasih juga kepada teman-teman PPLT Unimed 2014 di SMP
Negeri 1 Teluk Mengkudu yang juga selalu memberi dukungan.
Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam penyusunan skripsi
ini, namun penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Untuk itu, dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
dari pembaca. Penulis berharap kiranya skripsi ini berguna bagi penulis dan
pembaca dalam usaha peningkatan pendidikan di masa yang akan datang.
Medan, Juni 2015 Penulis
iii
PERBEDAAN PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITEDAN PEMBELAJARAN LANGSUNG
TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 LUBUK PAKAM
Putri Readora (4111111016)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengaruh model pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write lebih baik daripada pembelajaran langsung terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa dan apakah proses jawaban siswa di kelas TTW lebih baik daripada di kelas pembelajaran langsung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VIII SMP Negeri 1 Lubuk Pakam TahunAjaran 2014/2015 yang terdiri dari 9 kelas dan jumlah keseluruhan siswa kelas 8 sebanyak 315 orang. Sedangkan yang menjadi sampel dari penelitian ini dipilihduakelas yang menjadisampelpenelitian secara acak, didapat kelas VIII-A dan VIII-B yang berjumlah 39 dan 34 orang orang di masing-masing kelas.Kelas eksperimen yaitu VIII-A menggunakan Model Pembelajran Kooperatif Tipe Think Talk Write dan kelas kontrol yaitu VIII-B menggunakan model pembelajaran langsung.
Jenis penelitian ini adalah ekperimen. Sebagai alat pengumpul data digunakan tes PAM dan tes kemampuan komunikasi matematik dalam bentuk tes isian pada materi pokok kubus dan balok sebanyak 4 soal yang telah dinyatakan valid. Dari pengujian yang dilakukan diperoleh bahwa hasil tes PAM kedua sampel berdistribusi normal dan homogen, dengan demikian peneliti bisa memberikan perlakuan keada kedua sampel dan merupakan prasayarat untuk analisis data dengan uji t. Dari hasil uji t rata-rata tes PAM diperolehthitung =
0,54732 danttabel = 1,9964 denganα = 0,05 dandk =
71diperolehbahwauntukkriteriapengujianterima H0jika -1,9964<thitung< 1,9964,
untukharga t lainnya H0ditolak. thitung = 0,54732 beradapadadaerahpenerimaan
H0makaH0 diterimadan H1ditolak, yang berartitidak terdapatperbedaanyang
signifikanantara rata-rata tes PAMsiswakelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari hasil penelitian setalah peneliti memberikan perlakuan berbeda kepada kedua kelas sampel, diperoleh nilai rata-rata postes kelas eksperimen 62,61 dan kelas kontrol 43,56. Setelah diuji normalitas dan homogenitasnya, dilakukan uji t dan diperoleh thitung = 4,8 dan ttabel = 1,9964 dengan α = 0,05 dan
dk = 71 diperoleh bahwa untuk kriteria pengujian tolak H0 jika thitung ≥1,9964,
untuk harga t lainnya H0diterima. thitung = 4,8 tidak berada pada daerah penerimaan
H0 makaH0 ditolak dan H1diterima yang berarti rata-rata skor kemampuan
x
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Perbedaan Pengajaran dan Pembelajaran 14
Tabel 2.2. Aspek dan Indikator Komunikasi Matematik Siswa dalam 20
Penelitian Ini
Tabel 2.3. Sintaks Model Pembelajaran Langsung 22
Tabel 2.4. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif 24
Tabel 2.5. Langkah-langkah Pembelajaran Dengan Model TTW 28
Tabel 3.1.Desain Penelitian 45
Tabel 3.2. Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematik 48
Tabel 4.1. Data Nilai Tes PAM Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 57
Tabel 4.2. Rekap Data PAM per Kelompok pada Dua Kelas 58
Tabel 4.3. Data Nilai Post Test Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol 59
Tabel 4.4. Ringkasan Hasil Pengujian Normalitas Data 60
Tabel 4.5. Ringkasan Hasil Pengujian Homogenitas Data 61
Tabel 4.6. Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis Tes PAM 62
Tabel 4.7. Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian 63
Tabel 4.8. Rata-rata Setiap Indikator Kemampuan Komunikasi
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Contoh Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Tes Studi
Pendahuluan 6
Gambar 3.1. Skema Prosedur Penelitian 47
Gambar 4.1. Diagram Rata-rata Tes Pemahaman Awal Matematika 58
Gambar 4.2. Diagram Rata-rata Tes Kemampuan Komunikasi Matematik
(Postes) 60
Gambar 4.3. Skor Rata-rata Postes Kemampuan Komunikasi Kelas
Eksperimen dan Kontrol Per Indikator 64
Gambar 4.4. Pola Jawaban Benar Butir Soal Nomor 1 Kelas Eksperimen 66
Gambar 4.5. Pola Jawaban Hampir Benar Butir Soal Nomor 1 Kelas
Kontrol 66
Gambar 4.6. Pola Jawaban Benar Butir Soal Nomor 2 Kelas Eksperimen 67
Gambar 4.7. Pola Jawaban Benar Butir Soal Nomor 2 Kelas Kontrol 67
Gambar 4.8. Pola Jawaban Benar Butir Soal Nomor 3 Kelas Eksperimen 68
Gambar 4.9. Pola Jawaban Benar Butir Soal Nomor 3 Kelas Kontrol 69
Gambar 4.10. Pola Jawaban Benar Butir Soal Nomor 4 Kelas Eksperimen 70
Gambar 4.11. Pola Jawaban Hampir Benar Butir Soal Nomor 4 Kelas
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kisi-kisi Tes Studi Pendahuluan 77
Lampiran 2.Tes Studi Pendahuluan 78
Lampiran 3.Alternatif Penyelesaian Tes Studi Pendahuluan 80
Lampiran 4.LembarWawancara 82
Lampiran 5.Tes Pengetahuan Awal Matematika 84
Lampiran 6. Penyelesaian Tes PAM 88
Lampiran 7.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I 89
Lampiran 8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II 95
Lampiran 9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran III 101
Lampiran 10. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IV 107
Lampiran 11. Lembar Aktifitas Siswa I 113
Lampiran 12. Lembar Aktifitas Siswa II 116
Lampiran 13. Lembar Aktivitas Siswa III 119
Lampiran 14. Lembar Aktivitas Siswa IV 123
Lampiran 15. Alternatif Penyelesaian Lembar Aktivitas Siswa I 126
Lampiran 16. Alternatif Penyelesaian Lembar Aktivitas Siswa II 130
Lampiran 17. Alternatif Penyelesaian Lembar Aktivitas Siswa III 134
Lampiran 18. Alternatif Penyelesaian Lembar Aktivitas Siswa IV 137
Lampiran 19. Kisi-kisi Postest 140
Lampiran 20. Soal Postest 141
Lampiran 21. Alternatif Penyelesaian Postest 143
Lampiran 22. Pedoman Penskoran Postest 145
Lampiran 23. Lembar Validasi Postes 146
Lampiran 24. Tabel Perhitungan Uji Coba Tes Kemampuan
Komunikasi Matematik 152
Lampiran 25. Perhitungan Validitas Soal Kemampuan Komunikasi
Matematik 154
Lampiran 26. Perhitungan Reliabilitas Soal Kemampuan Komunikasi
xii
Lampiran 27. Perhitungan Indeks Kesukaran Tes Kemampuan
Komunikasi Matematik 158
Lampiran 28. Perhitungan Daya Beda Tes Kemampuan Komunikasi
Matematik 159
Lampiran 29. Data Tes Pemahaman Awal Matematika 162
Lampiran 30. Data Tes Kemampuan Komunikasi Matematik 165
Lampiran 31. Perhitungan Normalitas Data 167
Lampiran 32. Perhitungan Homogenitas data 173
Lampiran 33. Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Tes PAM Kelas Sampel 176
Lampiran 34. Uji Hipotesis Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik
Kelas Sampel 178
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat penting dalam hidup
kita. Banyak dalam kehidupan kita sehari-hari selalu berhubungan dengan
matematika. Oleh karena itu, matematika merupakan mata pelajaran yang
diajarkan di setiap jenjang pendidikan, baik dalam pendidikan formal maupun
dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan matematika merupakan pondasi yang
sangat menentukan dalam membentuk sikap, kecerdasan, dan kepribadian.
Namun, matematika masih menjadi pelajaran yang sulit di mata siswa
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah satu guru bidang studi
matematika di SMP Negeri 1 Lubuk Pakam yaitu Ibu Tini Zahri Siregar, S.Pd
pada tanggal 23 Januari 2015 saat ditanyakan tentang berapa banyakkah kira-kira
siswa yang menyukai pelajaran matematika, Ibu Tini menjawab:
“Kalau di kelas unggulan, semua hampir menyukai matematika. Tapi berbeda dengan di kelas biasa, sedikit dari mereka yang menyukai matematika. Karena mereka menganggap matematika merupakan pelajaran yang sulit dan memang karena mereka yang kurang mampu menangkap materi pelajaran.”
Ada banyak alasan tentang perlunya siswa belajar matematika. Cornelius
(dalam Abdurrahman, 2012:204), mengemukakan lima alasan perlunya belajar
matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan
logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari (2) sarana
mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk
mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran
terhadap perkembangan budaya.
Juga ditambahkan oleh Cockroft (dalam Abdurrahman, 2012:204),
matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam
segala segi kehidupan, (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan
matematika yang sesuai, (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan
2
meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan,
dan (6) memberi kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Dari ketiga pernyataan Cockroft di atas (dalam Abdurrahman, 2012:204), “matematika merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas”, sehingga matematika tidak hanya sekedar alat bantu berfikir, alat untuk
menemukan pola, tetapi matematika juga sebagai wahana komunikasi antar siswa
dan komunikasi antara guru dengan siswa. Komunikasi menurut Sumiati dan Asra
(2013:67), berarti berpartisipasi memberitahuakan dan menjadikan milik bersama,
sehingga diperlukan keaktifan dari siswa agar tercapai tujuan komunikasi tersebut.
Komunikasi merupakan bagian yang sangat penting pada matematika dan
pendidikan matematika. Bagi guru, komunikasi dalam matematika menolong guru
memahami kemampuan siswanya, seperti yang diungkapkan oleh Sumiati dan Asra (2013:64) bahwa “guru seharusnya mengenali siswanya dengan baik melalui interaksi dan komunikasi yang lebih baik sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuannya”. Bagi siswa, menurut NCTM (dalam Fadilah, dkk, :117-127) matematika adalah sebagai alat komunikasi (mathematics as communication)
yang merupakan pengembangan bahasa dan simbol untuk mengkomunikasikan
ide matematika, sehingga siswa dapat: (1) mengungkapkan dan menjelaskan
pemikiran mereka tentang ide matematika dan hubungannya, (2) merumuskan
definisi matematika dan membuat generalisasi yang diperoleh melalui investigasi
(penemuan), (3) mengungkapkan ide matematika secara lisan dan tulisan, (4)
membaca wacana matematika dengan pemahaman, (5) menjelaskan dan
mengajukan secara memperluas pertanyaan terhadap matematika yang telah
dipelajarinya, dan (6) menghargai keindahan dan kekuatan notasi matematika,
serta peranannya dalam mengembangkan ide/gagasan matematika. Dapat
disimpulkan komunikasi dalam matematika bagi siswa adalah sarana untuk
bertukar pemikiran dan informasi yang mereka miliki. Masalah yang sering
timbul adalah respon yang diberikan siswa atas informasi yang diterimanya tidak
sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini mungkin terjadi karena karakteristik
3
siswa yang mampu menyelesaikan soal matematika dengan baik, tetapi tidak
mengerti apa yang sedang dikerjakannya.
Sumiati dan Asra (2013:66) mengatakan “Fungsi guru dalam komunikasi
terutama dalam proses pembelajaran tidak hanya berfungsi sebagai komunikator,
tetapi juga yang terpenting sebagai fasilitator (pemberi kemudahan proses belajar)
dan motivator yang memberi dorongan dan semangat dalam belajar siswa”.
Kemampuan komunikasi matematis dapat meningkat jika ada guru matematika
yang kompeten dibidangnya. Sumiati dan Asra (2013:66) menambahkan agar
guru dapat melaksanakan fungsinya (dalam komunikasi), maka harus mempunyai
ciri-ciri: (1) mempunyai penguasaan ilmu yang harus diajarkan kepada siswa, (2)
memiliki kemampuan mengajar, meliputi perencanaan, pelaksanaan mengajar dan
efisiensi, guru perlu menciptakan suasana belajar yang memungkinkan siswa mau
belajar, dengan cara membina hubungan kepercayaan satu sama lainnya, (3) minat
mengajarkan ilmu kepada siswa. Jika guru mempunyai minat besar untuk
mengajar, maka akan selalu berusaha untuk meningkatkan efektivitas
mengajarnya.
Pada kenyataannya pembelajaran matematika yang dilaksanakan dewasa
ini lebih cenderung pada pencapaian target materi atau sesuai buku wajib dengan
berorientasi pada soal-soal uian nasional. Bahkan kadangkala orientasinya lebih
ditekankan pada upaya untuk mengantisipasi ujian-ujian selanjutnya. Siswa-siswa
cenderung menghafalkan konsep-konsep matematika dan sering kali dengan
mengulang-ulang menyebutkan definisi yang diberikan guru atau yang tertulis
dalam buku dipelajari, tanpa memahami maksud isinya. Kecenderungan semacam
ini tentu saja dapat dikatakan mengabaikan kebermaknaan dari konsep-konsep
matematika yang dipelajari siswa.
Berdasarkan hasil studi Sumarmo, dkk. (dalam Saputra, 2013:1) diperoleh
gambaran umum bahwa pembelajaran matematika masih berlangsung secara
tradisional yang antara lain memiliki karakteristik sebagai berikut: pembelajaran
lebih berpusat pada guru, pendekatan yang digunakan lebih bersifat ekspositori,
guru lebih mendominasi proses aktivitas kelas, latihan-latihan yang diberikan
4
Stein, 1997, Mullis, dkk dalam Suryadi, 2004, Peterson, 1988) dalam Sugandi,
2011:42) melaporkan pada umumnya pembelajaran matematika masih berfokus
pada pengembangan kemampuan berpikir tahap rendah dan bersifat prosedural.
Dua studi Sumarmo (dalam Sugandi, 2011:42) terhadap siswa dan guru SMP,
dan SMU di Bandung menemukan bahwa pembelajaran matematika kurang
melibatkan aktivitas siswa secara optimal sehingga siswa kurang aktif dalam
belajar, sehingga siswa jarang sekali berkomunikasi dalam matematika. Apabila
siswa terlibat aktif dalam proses belajar, mereka akan lebih mampu membangun
gagasan, ide, dan konsep matematika. Selain itu, mereka juga dapat
mengembangkan skill-skillnya.
Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(Permendiknas Nomor 23 tahun 2006) yaitu mata pelajaran matematika bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) Memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma
secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2)
Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan
simbol, tabel, diagram atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah,
(5) Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa
ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet
dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Mencermati kembali Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(Permendiknas Nomor 23 tahun 2006), siswa dituntut aktif dalam pembelajaran
sehingga siswa secara tidak langsung harus dapat mengkomunikasikan hasil
belajar baik secara tulisan maupun lisan. Namun kenyataan yang ada, siswa sulit
untuk aktif karena keterbatasan kemampuan berkomunikasi matematik sehingga
5
Dengan demikian, komunikasi matematik baik sebagai aktivitas sosial
(talking) maupun sebagai alat bantu berpikir (writing) adalah kemampuan yang
mendapat rekomendasi para pakar agar terus ditumbuhkembangkan di kalangan
siswa. Shield dan Swinso (dalam Ansari, 2009:4) mengemukakan bahwa menulis
dalam matematika dapat membantu merealisasikan satu tujuan pembelajran, yaitu
pemahaman siswa terhadap materi yang sedang dipelajari. Bahkan Within dan
Whitin (dalam Ansari, 2009:5) menyebutkan pengembangan kemampuan personal
siswa mengenai talking dan writing merupakan tujuan yang sangat penting dalam
memasuki abad ke-21. Di sisi lain, Greenes dan Schlman (dalam Ansari, 2009:4)
mengatakan bahwa komunikasi matematik merupakan: (1) kekuatan sentral bagi
siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematik, (2) modal keberhasilan
bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi
matematik, (3) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya ntuk
memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai
dan mempertajam ide.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah satu guru bidang studi
matematika di SMP Negeri 1 Lubuk Pakam yaitu Ibu Tini Zahri Siregar, S.Pd
menyatakan bahwa:
“Metode pembelajaran yang sering saya terapkan adalah metode pembelajaran langsung, saya langsung menyampaikan materi dan siswa memperhatikan. Hanya sekali-sekali menggunakan metode diskusi kelompok, karena kendalanya siswa menjadi ribut dan materi pembelajaran menjadi tidak tersampaikan.”
Pembelajaran langsung (direct instruction) menurut Trianto (2009:41)
adalah pembelajaran yang berpusat pada guru. Menurut Arends (2008) model
pengajaran langsung adalah suatu proses belajar siswa yang berhubungan dengan
pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik
yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan bertahap, selangkah demi delangkah.
Guru mengalami kesulitan dalam pembelajaran yang menggunakan
metode diskusi, karena kelas yang menjadi sulit dikontrol, sementara waktu
pembelajaran relatif singkat, yaitu 2x40 menit. Padahal desain posisi tempat
6
pembelajaran yang membuat siswa aktif. Di SMP Negeri 1 Lubuk Pakam, siswa
duduk membentuk kelompok yang terdiri atas 5-6 orang dan posisi duduk setiap
kelompok memnetuk U (U shape) di setiap kegiatan belajar di setiap mata
pelajaran. Menurut Sumiati dan Asra (2013:218) “perlu dilakukan penataan
ruangan kelas yang mempunyai kaitan dengan kepentingan memperlancar
interaksi dan komunikasi”. Penataan ruangan kelas yang sudah cukup baik, namun
tidak dimanfaatkan dengan baik oleh guru, sehingga kemampuan siswa dalam
berkomunikasi dalam matematika masih cukup rendah. Hal ini didukung melalui
tes studi pendahuluan yang dilakukan peneliti kepada siswa kelas VIII-U SMP
Negeri 1 Lubuk Pakam. Hasil tes studi pendahuluan menunjukkan kebanyakan
siswa tidak mampu menyelesaikan permasalahan secara lengkap dan logis yaitu
penyelesaian siswa menggunakan langkah dan strategi yang salah, tidak runtut,
sehingga menghasilkan penyelesaian yang salah atau bahkan tidak mendapatkan
jawaban akhir. Beberapa contohnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Gambar 1.1. Contoh Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Tes Studi Pendahuluan
Pada soal nomor 2,
siswa tidak menyatakan
dan mengilustrasikan ide dan permasalahan dari tabel sisi dan luas persegi
yang diberikan ke
dalam bentuk grafik
yang menunjukkan
hubungan sisi dan luas
7
Pada soal nomor 3,
siswa menggunakan
rumus yang salah dalam
mencari luas persegi
panjang. Hal ini
berakibat jawaban akhir
menjadi salah.
Pada soal nomor 4,
siswa tidak menjawab
sesuai pertanyaan, yang
ditanyakan dalam soal
adalah diagonal sisi,
namun siswa menjawab
keliling persegi.
Untuk mengantisipasi masalah tersebut, seorang guru harus mampu
memilih model pembelajaran yang tepat sehingga dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematik siswa. Model pembelajaran yang digunakan
harus dapat membuat siswa aktif, karena keaktifan siswa mampu mempengaruhi
pengetahuan mereka. Serta dalam Ansari (2009:5) diungkapkan:
8
Ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengaktifkan siswa dalam pembelajaran, salah satunya adalah model
pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model
pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar
mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi
permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa. Slavin (2005:103) mengatakan “Pembelajaran kooperatif adalah solusi ideal terhadap masalah menyediakan kesempatan berinteraksi secara kooperatif dan tidak dangkal kepada
para siswa dari latar belakang etnik yang berbeda ”. Juga ditambahkan oleh
Arends (2008: 5) “Dipilih model kooperatif agar siswa tidak lagi pasif di kelas
karena siswa dalam situasi cooperative learning didorong dan/ atau dituntut untuk
mengerjakan tugas yang sama secara bersama-sama dan mereka harus mengoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas itu”
Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah tipe Think Talk Write
(TTW). Menurut Hamdayama (2014:217) model Think Talk Write adalah:
“Secara etimologi, think diartikan dengan “berpikir”, talk diartikan dengan berbicara, sedangkan write diartikan sebagai “menulis”. Jadi think talk write bisa diartikan sebagai berpikir, berbicara dan menulis. Sedangkan strategi think talk write adalah sebuah pembelajran yang dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi dan alternatif solusi), hasil bacaaanya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi dan kemudian membuat laporan hasil presentasi”.
Manfaat strategi Think Talk Write dalam pembelajaran menurut
Hamdayama (2014:221) adalah: 1) model pembelajaran berbasis komunikasi
dengan strategi TTW dapat membantu siswa dalam mengkontruksi
pengetahuannya sendiri sehingga pemahaman konsep siswa menjadi lebih baik,
siswa dapat mengkomunikasikan atau mendiskusikan pemikirannya dengan
temannya sehingga siswa saling membantu dan saling bertukar pikiran. Hal ini
dapat membantu siswa dalam memahami materi yang diajarkan 2) model
pembelajran berbasis komunikasi dengan strategi TTW dapat melatih siswa untuk
menuliskan hasil diskusinya ke bentuk tulisan secara sistematis sehingga siswa
akan lebih memahami materi dan membantu siswa untuk mengkomunikasikan
9
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : “ Perbedaan Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write dan Pembelajaran Langsung Terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Lubuk Pakam”.
1.2. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang tersebut di atas, dapat diidentifikasikan beberapa
masalah sebagai berikut:
1. Siswa menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit dan
membosankan.
2. Metode pembelajaran yang digunakan guru belum efektif, kurang variatif,
serta masih bersifat konvensional
3. Proses pembelajaran kurang mendukung siswa untuk aktif dalam
mengungkapkan ide-ide/ gagasannya sendiri
4. Masih rendahnya kemampuan komunikasi matematik siswa.
1.3. Batasan masalah
Mengingat luasnya cakupan masalah dan keterbatasan peneliti, maka
masalah yang disebutkan dalam identifikasi masalah diatas dibatasi untuk melihat
perbedaan pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write dan
Pembelajaran Langsung terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa
kelas VIII SMP Negeri 1 Lubuk Pakam pada materi kubus dan balok.
1.4. Rumusan Masalah
Sesuai pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah :
(1) Apakah pengaruh pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write lebih
baik daripada pengaruh pembelajaran langsung (Direct Instruction)
10
(2) Apakah proses penyelesaian masalah komunikasi matematik siswa di
kelas yang mendapat pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write lebih
baik daripada di kelas yang mendapat pembelajran langsung?
1.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
(1) Mengetahui apakah pengaruh model pembelajaran Kooperatif Tipe Think
Talk Write lebih baik daripada pembelajaran langsung (Direct Instruction) terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa.
(2) Mengetahui proses penyelesaian masalah komunikasi matematik siswa di
kelas yang mendapat pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write.
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat
sebagai berikut:
1. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematik siswa khususnya melalui model pembelajran kooperatif tipe TTW.
2. Bagi guru, meningkatkan pengetahuan guru dalam melaksanakan model
pembelajaran kooperatif tipe TTW.
3. Bagi sekolah tempat penelitian, sebagai bahan pertimbangan dalam
mengambil kebijaksanaan dalam pengembangan pembelajaran matematika.
4. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan untuk dapat menerapkan model
pembelajaran yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah di masa
yang akan datang.
5. Sebagai masukan pemikiran bagi peneliti lain dalam melaksanakan penelitian
11
1.7. Defenisi Operasional
Adapun yang menjadi defenisi operasional dari variabel penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Kemampuan komunikasi siswa dalam pembelajaran matematika adalah
(1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan,
tertulis, dan mendomonstrasikannya serta menggambarkannya secara
visual; (2) Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan
mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan, tulisan, maupun
dalam bentuk visual lainnya; (3) Kemampuan dalam menggunakan
istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya, untuk
menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan
model-model situasi.
2. Model pembelajaran kooperatif tipe TTW (Think Talk Write) pada
dasarnya dibangun melalui berpikir, berbicara dan menulis. Alur
kemajuan strategi TTW ini dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir
atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca.
Selanjutnya, berbicara dan membagi ide dengan temannya sebelum
menulis. Suasana seperti ini lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok
heterogen dengan 3-5 siswa. Dalam kelompok ini, siswa diminta
membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengarkan dan
mambagi ide bersama teman kemudian mengungkapkannya melalui
tulisan.
3. Pengajaran langsung adalah suau model pengajaran yang bersifat teacher
centered. Model pengajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa
yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan
prosedural yang terstruktur dengan baikyang dapat diajarkan dengan pola
73
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Rata-rata kemampuan komunikasi siswa yang diajarkan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write lebih tinggi dari rata-rata
kemampuan komunikasi siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran
langsung, sehingga terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe
Think Talk Write lebih baik daripda pengaruh model pembelajran langsung terhadap kemampuan komunikasi matematika siswa SMP.
2. Proses penyelesaian masalah komunikasi matematik siswa di kelas yang
mendapat pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Writelebih baik
dibandingkan dengan pembelajaran langsung. Hal ini dapat dilihat dari
lembar jawaban siswa dalam menyelesaikan tes kemampuan tes
komunikasi matematik.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran yang dapat peneliti berikan
adalah:
1. Kepada pengajar matematika SMP dapat menggunakan model
pembelajaran koperatif tipe Think Talk Write sebagai salah satu alternatif
pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi
matematika siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa lebih mudah
dan mampu dengan sendirinya memahami dan mempelajari materi yang
diajarkan.
2. Bagi guru-guru atau peneliti yang akan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Talk Write sebaiknya lebih memperhatikan alokasi
waktu yang ada agar seluruh tahapan-tahapan pembelajaran dapat