• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN METAKOGNISI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN METAKOGNISI."

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS

SISWA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN METAKOGNISI

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

IRMAYANI RAMLIS

NIM : 810627033

P R O G R A M P A S C A S A R J A N A

U N I V E R S I T A S N E G E R I M E D A N

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i ABSTRAK

IRMAYANI RAMLIS. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Metakognisi. Tesis. Medan : Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, 2015.

Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis matematika siswa yang diajar melalui pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi, (2) mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajar melalui pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi, (3) mendeskripsikan aktivitas aktif siswa selama pembelajaran melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi, (4) mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran melalui pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi, (5) mengetahui kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran selama pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi berlangsung dan (6) mengetahui proses jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan soal-soal melalui pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Aek Kuasan Tahun Ajaran 2014/2015 dengan jumlah siswa keseluruhan adalah 36 orang dengan objek penelitian adalah penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi sebagai upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Instrumen yang digunakan terdiri dari : (1) tes kemampuan berpikir kritis matematika, (2) tes kemampuan pemecahan masalah matematika dan (3) lembar observasi. Seluruh instrumen yang digunakan telah divalidasi oleh pakar dan diujicobakan di lapangan, hasilnya disimpulkan bahwa : (1) seluruh butir tes adalah valid dan memiliki tingkat reliabilitas dengan kategori baik, (2) lembar observasi telah divalidasi oleh pakar dan dinyatakan layak digunakan dalam penelitian.

Penelitian terdiri dari dua siklus dan tes diberikan pada setiap akhir siklus. Hasil tindakan siklus I dan II : (1) Hasil tes berpikir kritis matematika siklus I siswa yang memiliki tingkat kemampuan minimal baik dengan nilai lebih besar sama dengan 2,67 sebesar 52,8% dan pada siklus II sebesar 83,3%. Artinya ada peningkatan kemampuan berpikir kritis matematika siswa dari siklus I ke siklus II yaitu sebesar 30,5%; (2) Hasil tes pemecahan masalah matematika siswa yang memiliki tingkat kemampuan minimal baik dengan nilai lebih besar sama dengan 2,67 siklus I sebesar 63,9% pada siklus II sebesar 86,1%. Artinya ada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dari siklus I ke siklus II yaitu sebesar 22,2%; (3) Aktifitas aktif siswa pada siklus I terdapat dua dari lima kategori pengamatan yang berada pada batas toleransi waktu, pada siklus II terdapat lima dari lima kategori pengamatan berada pada batas waktu toleransi; (4) Respon siswa terhadap model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi pada siklus I dan II termasuk dalam kategori respon positif; (5). Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi berada pada kategori baik.

(7)

ii ABSTRACT

IRMAYANI RAMLIS. Efforts to Improve Comprehension Ability of Critical Thinking Mathematics and Mathematics Problem Solving Ability Students Through the Application of Problem Based Learning Approach Metacognition. Thesis. Field: Mathematics Education Program Post-Graduate Studies, State University of Medan, in 2015.

The purpose of this study was to : (1) determine an improved of the critical thinking mathematic that students are taught through the application of problem-based learning approach to metacognition, (2) determine the increase in mathematical problem-solving ability of students who are taught through the application of problem-based learning with metacognitive approach, (3 ) describe the levels of active student activity during the learning through the implementation of problem-based learning approach to metacognition, (4) evaluate the response of students towards learning through the implementation of problem-based learning approach to metacognition, (5) determine the ability of the teacher to manage learning for learning problem-based learning approach metacognition takes place and (6) knowing the answers that the students in solving problems through the application of problem-based learning approach to metacognition.

This research is a class act. Subjects in this study were grade students of SMA Negeri 1 Aek Kuasan XI IPA1 academic year 2014/2015 the number of students overall are 36 people with the object of research is the application of problem-based learning approach to metacognition as an effort to improve understanding of critical thinking mathematical and problem solving students. The instrument used consisted of : (1) tests the ability of critical thinking mathematical, (2) test the ability of solving mathematical problems, and (3) the observation sheet. The entire instrument used has been validated by experts and tested in the field, the results conclude that: (1) whole grains test is valid and has a good level of reliability with the category, (2) the observation sheet has been validated by experts and declared fit for use in research.

The study consisted of two cycles and tests given at the end of each cycle. Results of cycle I and II : (1) The results of tests understanding of critical thinking first cycle of 52,6% of students have a minimum level of ability in 2,67 is, in the second cycle of 83,3%. This means that there is an increase in students' comprehension of critical thinking from the first cycle to the second cycle is equal to 30,5%; (2) The results of students' mathematical problem solving test first cycle of 63,9% of students have a minimum level of ability in 2,67 is, in the second cycle of 86,1%. This means that there is an increase in mathematical problem-solving ability of students from the first cycle to the second cycle is equal to 22,2%; (3) Levels of activity of active students in the first cycle of the five categories, there are two observations that are within the tolerance limits of time, on the second cycle there are five of five categories of observations are on a time limit of tolerance; (4) The response of students to the problem-based learning model with the approach of metacognition in cycle I and II are included in the category of positive response; (5). The ability of teachers to manage problem-based learning with metacognitive approaches are in good category.

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmatNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan

tesis dengan judul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Melalui Pembelajaran

Berbasis Masalah dengan Pendekatan Metakognisi”.

Tesis ini ditulis dan diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) Program Studi Pendidikan

Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED). Sejak

mulai persiapan sampai selesainya penulisan tesis ini, penulis mendapatkan

semangat, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Semoga Allah Swt

memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan tersebut. Terima kasih dan

penghargaan khususnya peneliti sampaikan kepada:

1. Ibunda Lismah dan Ayahanda Ramli. Suami dan anak tersayang Dicky

Fransiska, ST dan Afif Akhtar Dirma yang telah memberikan rasa kasih

sayang, perhatian, doa, dan dukungan moril maupun materil dalam

menyelesaikan pendidikan ini. Terima kasih buat pengertian yang luar biasa

atas semua kealpaan dan waktu kebersamaan yang terlewatkan selama

penulis menyelesaikan pendidikan ini.

2. Kakak Khairina Dewi, M.Hum dan adinda Rahmi Pratiwi, S.ST.Pi yang telah

(9)

iv

pendidikan. Seluruh keluarga besar yang tidak dapat penulis sebutkan, terima

kasih untuk seluruh dukungannya.

3. Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd selaku Pembimbing I dan Bapak Dr.

E. Elvis Napitupulu, M.S selaku Pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini

4. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd

selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika

Pascasarjana UNIMED, serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf

Program Studi Pendidikan Matematika

5. Sahabat-sahabat seperjuangan kelas B1 angkatan XIX Januari 2011, Nida,

Kak Zaimah, ibu Siti Hadijah, Zaiyar, Kak maria, Kak Santi, dll.

6. Semua pihak serta rekan-rekan yang telah banyak memberikan bantuan dan

dorongan dalam penyelesaian tesis ini.

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga

tesis ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga

dapat memperkaya khasanah penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat

memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.

Medan, Agustus 2015 Penulis,

(10)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel

Hal

2.1 Keterampilan Berpikir Kritis ………... 20

2.2 Sintaks Pengajaran Berbasis Masalah ... 37

2.3 Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pendekatan Metakognisi ... 39

3.1 Kisi-kisi Tes Berpikir Kritis Matematika ... 68

3.2 Kisi-kisi Tes Pemecahan Masalah Matematika ... 69

3.3 Aspek Penilaian Respon Siswa ... 71

3.4 Aktifitas Guru Selama Proses Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Pendekatan Metakognisi... 73

3.5 Hasil Validasi Perangkat Pembalajaran... 75

3.6 Hasil Validasi Tes Berpikir Kritis……... 75

3.7 Hasil Validasi Tes Pemecahan Masalah... 76

3.8 Interpretasi Kriteria Derajat Reliabilitas………... 77

3.9 Hasil Analisis Uji Coba Reliabilitas Tes Siklus I………. 78

3.10 Hasil Analisis Uji Coba Reliabilitas Tes Siklus II……… 78

3.11 Interpretasi Kriteria Koefisien Korelasi……… 79

3.12 Hasil Analisis Uji Coba Tes Berpikir Kritis Matematika Siklus I... 80

3.13 Hasil Analisis Uji Coba Tes Pemecahan Masalah Matematika siklus I ... 80

3.14 Hasil Analisis Ujicoba Tes Berpikir Kritis Matematika Siklus II....………... 80

3.15 Hasil Analisis Ujicoba Tes Pemecahan Masalah Matematika Siklus II...………... 81

3.16 Konversi Skor dan Predikat Hasil Belajar……… 83

3.17 Kriteria Pencapaian Waktu Ideal Aktivitas Siswa……… 86

3.18 Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban Kemampuan Berpikir Kritis………. 90

3.19 Kriteria Proses Penyelesaian Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah……….. 91

3.20 Kriteria Keberhasilan……… 92

4.1 Hasil Tes Berpikir Kritis Matematika Siswa Siklus I... 95

4.2 Hasil Tes Berpikir Kritis Matematika Siswa Perindikator Siklus I... 96

4.3 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siklus I... 98

4.4 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Perindikator Siklus I ...………. 99

4.5 Rerata Prosentase Waktu Aktifitas Siswa Siklus I ... 100

4.6 Respon Siswa Terhadap Komponen dan Kegiatan Pembelajaran Sikus I ... 103

(11)

viii

4.8 Refleksi Siklus I……… 144 4.10 Hasil Tes Berpikir Kritis Matematika Siswa Siklus II ... 147 4.11 Hasil Tes Berpikir Kritis Matematika Siswa Perindikator

Siklus II ... 148 4.12 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siklus II.... 149 4.13 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa

Perindikator Siklus II... 151 4.14 Rerata Prosentase Waktu Aktifitas Siswa Siklus II ... 152 4.15 Respon Siswa Terhadap Komponen dan Kegiatan

(12)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Hal

1.1 Proses Penyelesaian Jawaban Tes Berpikir Kritis

Matematika Siswa ... 5

1.2 Proses Penyelesaian Jawaban Tes Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 7

3.1 Diagram Alur Penelitian Tindakan Kelas ... 65

4.1 Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Siklus I ... 95

4.2 Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Perindikator Siklus I... 97

4.3 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siklus I ... 98

4.4 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Perindikator Siklus I... 99

4.5 Aktifitas Siswa Siklus I ... 101

4.6 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Siklus I ... 104

4.7 Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Siklus I ... 109

4.31 Kemampuan Berpikir Kritis Matmatika Siswa Siklus II ..……… 147

4.32 Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Perindikator Siklus II ………....……… 148

4.33 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Siklus II ... 150

4.34 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Perindikator Siklus II ………...……… 151

4.35 Aktifitas Siswa Siklus II ... 153

4.36 Respon Siswa Terhadap Pembelajaran Siklus II ... 157 4.37 Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Siklus II ....

(13)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal

1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 204

2 Lembar Aktifitas Siswa ... 262

3 Tes Berpikir Kritis Matematika Siswa Siklus I ... 276

4 Tes Berpikir Kritis Matematika Siswa Siklus II ... 278

5 Pedoman Penskoran Berpikir Kritis Matematika ... 280

6 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siklus I ... 281

7 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siklus II ... 282

8 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 284

9 Daftar Nama Siswa Kelas XI IPA-1... 285

10 Hasil Tes Berpikir Kritis Matematika Siklus I ... 286

11 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siklus I ... 287

12 Deskripsi Hasil Tes Berpikir Kritis Siklus I Perindikator 288 13 Deskripsi Hasil Tes Pemecahan Masalah Siklus I Perindikator... 290

14 Data Aktifitas Siswa Siklus I ... 292

15 Data Respon Siswa Siklus I ... 293

16 Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Siklus I ... 294

17 Hasil Tes Berpikir Kritis Matematika Siklus II... 297

18 Hasil Tes Pemecahan Masalah Matematika Siklus II ... 298

19 Deskripsi Hasil Tes Berpikir Kritis Siklus II Perindikator... 299

20 Deskripsi Hasil Tes Pemecahan Masalah Siklus II Perindikator... 301

21 Data Aktifitas Siswa Siklus II ... 303

22 Data Respon Siswa Siklus II ... 304

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peranan sangat penting dalam mengembangkan

siswa agar nantinya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat

mengikuti kemajuan zaman. Dengan pendidikan kita mampu menghasilkan

sumber daya manusia yang handal dengan kemampuan berpikir dan keterampilan

yang baik. Hal ini dikarenakan pendidikan menyediakan lingkungan yang

memungkinkan siswa mengembangkan kemampuannya secara optimal, sehingga

dapat berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat di sekitarnya.

Pengembangan kemampuan siswa secara optimal sangat diperlukan saat

ini. Mengingat di era globalisasi sekarang ini, perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi berkembang sangat pesat. Hal ini memungkinkan kita dapat

memperoleh banyak informasi dengan cepat dan mudah. Mudahnya mengakses

informasi dan pengetahuan menuntut siapa saja yang memerlukannya untuk dapat

memilih informasi dan pengetahuan mana yang memang berguna dan dapat

dipakai dan mana yang tidak. Sehingga memang benar–benar berguna untuk

menghadapi tantangan hidup dan dapat membantu dalam memecahkan berbagai

masalah yang mungkin terjadi. Untuk itu sumber daya manusia yang handal

diperlukan dalam menghadapi tantangan ini. Yaitu sumber daya manusia yang

mempunyai kemampuan berpikir tingkat tinggi yang melibatkan pemikiran kritis

dan kemampuan memecahkan masalah.

(15)

2

Kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah dapat

dikembangkan melalui pendidikan matematika. Hal ini sangat memungkinkan

karena matematika memiliki struktur dengan keterkaitan yang kuat dan jelas satu

dengan yang lainnya serta berpola pikir yang konsisten (Depdiknas, 2004).

Pentingnya peran matematika juga dapat kita lihat di berbagai aspek kehidupan.

Banyaknya persoalan kehidupan yang memerlukan kemampuan berhitung,

mengukur dan penyajian masalah dalam bentuk matematika merupakan salah satu

contoh betapa pentingnya pembelajaran matematika terutama bagi generasi yang

akan datang dan perlu terus ditingkatkan.

Kualitas perolehan kompetensi yang dimiliki siswa tidak terlepas dari

bagaimana kegiatan pembelajaran matematika yang terjadi di sekolah.

Pembelajaran matematika yang terjadi seharusnya dapat memberikan suatu

kemampuan berpikir sehingga nantinya akan mampu menghasilkan pemikir–

pemikir yang kompeten serta mampu menyelesaikan masalah. Diungkapkan oleh

Soedjadi (2004) bahwa : ”pendidikan matematika memiliki dua tujuan besar yang

meliputi (1) tujuan bersifat formal, yang memberi tekanan pada penataan nalar

anak serta pembentukan pribadi anak dan (2) tujuan yang bersifat material yang

memberi tekanan pada penerapan matematika serta kemampuan memecahkan

masalah matematika”. Hal ini sangat sesuai dengan tujuan pembelajaran

matematika yang tercantum dalam Kurikulum (2013) bahwa pelajaran matematika

bertujuan agar peserta didik dapat :

1. memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan menggunakan konsep maupun algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah;

(16)

3

serta melakukan penalaran berdasarkan sifat-sifat matematika, menganalisis komponen dan melakukan manipulasi matematika dalam penyederhanaan masalah

3. mengkomunikasikan gagasan dan penalaran matematika serta mampu menyusun bukti matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;

4. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, membangun model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh termasuk dalam rangka memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (dunia nyata);

5. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah; 6. memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam

matematika dan pembelajarannya, seperti taat azas, konsisten, menjunjung tinggi kesepakatan, toleran, menghargai pendapat orang lain, santun, demokrasi, ulet, tangguh, kreatif, menghargai kesemestaan (konteks, lingkungan), kerjasama, adil, jujur, teliti, cermat, dan sebagainya.

Dari tujuan pembelajaran matematika di atas, siswa dituntut untuk

memiliki suatu kemampuan berpikir untuk dapat memahami pengetahuan dan

memecahkan masalah yang di hadapi.

Salah satu kemampuan berpikir yang penting untuk dimiliki siswa adalah

kemampuan berpikir kritis. Ennis (Hassoubah, 2008) menyatakan bahwa berpikir

kritis adalah berpikir yang beralasan dan reflektif dengan menekankan pada

pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai dan dilakukan. Aspek

berpikir kritis menurut Ennis yang dikutip Lipman (2003: 57) adalah focus

(fokus), reasons (alasan), inference (simpulan), situation (situasi), clarity

(kejelasan), dan overview (tinjauan ulang).

Kemampuan berpikir kritis sebagai salah satu hasil pembelajaran

matematika yang tentunya diharapkan mencapai hasil yang memuaskan. Hal ini

(17)

4

masalah secara sistematis, menghadapi berjuta tantangan dengan cara

terorganisasi, merumuskan pertanyaan inovatif, dan merancang penyelesaian yang

dipandang relatif baru. Namun kenyataan di lapangan, dari hasil tes awal yang di

lakukan peneliti di ketahui bahwa kemampuan berpikir krtis matematis siswa

masih belum memuaskan. Dari soal yang di berikan kepada siswa, peneliti ingin

melihat kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang meliputi (1) kemampuan

siswa membuat dan memfokuskan pertanyaan dari masalah yang diberikan, (2)

kemampuan siswa memberi jawaban yang benar didasari konsep yang baik, (3)

dan kemampuan siswa memberikan alasan atau penjelasan yang logis.

Sebagai contoh soal yang menunjukan bahwa kemampuan berpikir kritis

matematis siswa masih rendah dapat kita lihat dari salah satu persoalan berikut :

Diberikan dua bilangan empat angka yang berbentuk ABCD dan DCBA. Rata-rata

dari dua bilangan tersebut adalah 5.555. Angka A, B, C dan D tidak ada yang

sama. Berilah contoh dua bilangan yang terdiri dari A, B, C dan D yang

memenuhi kriteria diatas!. Kebanyakan siswa menyelesaikan soal yang diberikan

hanya dengan mencoba–coba alternatif jawabannya. Seperti hasil jawaban siswa

(18)

5

Gambar 1.1. Proses penyelesaian jawaban soal kemampuan berpikir kritis siswa

Dari lembar jawaban siswa diatas, terlihat bahwa siswa tidak dapat

mengolah informasi yang ada dalam soal. Siswa hanya mencoba–coba

berdasarkan hasil rata–rata. Dari hasil yang diperoleh, dari 36 siswa tidak ada

satupun siswa yang mampu menyelesaikan masalah yang diberikan menggunakan

konsep rata–rata. Siswa hanya mencoba–coba jawaban yang mungkin karena

(19)

6

yang diberikan, siswa tidak mampu mengidentifikasi jawaban yang mungkin

sehingga siswa hanya menjawab pertanyaan secara tidak jelas. Artinya siswa

belum mampu berpikir secara kritis bagaimana menyelesaikan soal yang

diberikan.

Selain kemampuan berpikir kritis, salah satu kemampuan yang juga

penting untuk dimiliki siswa adalah kemampuan pemecahan masalah.

Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu dari hasil belajar

matematika yang penting karena dengan kemampuan pemecahan masalah siswa

dapat memecahkan setiap permasalahan yang dihadapinya. Menurut Polya (1985)

problem solving as finding “a way where no way is known, off-hand…out of

difficulty…arround an obstacle”. Pemecahan masalah adalah suatu usaha mencari

jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak dengan segera

dapat dicapai. Menurut Slavin (1991) semakin berbeda jenis masalah yang

dihadapi oleh siswa, semakin besar keinginannya untuk memikirkan

pemecahannya, maka semakin besar kesempatan siswa untuk mampu menghadapi

soal-soal kehidupan nyata. Polya (1985) menyatakan solusi soal pemecahan

masalah memuat empat langkah fase penyelesaian yaitu understanding the

problem (memahami masalah), devising a plan (merencanakan penyelesaian),

carrying out the plan (menyelesaikan masalah sesuai rencana) dan looking back

(memeriksa kembali proses dan hasil).

Kemampuan pemecahan masalah diperlukan siswa sebagai bekal dalam

memecahkan masalah matematika dan masalah yang ditemukan dalam kehidupan

sehari–hari . Akan tetapi, kenyataan dilapangan menunjukkan masih kurangnya

(20)

7

kelas XI diajukan soal pemecahan masalah sebagai berikut : “Nilai rata–rata

ulangan matematika dari 15 siswa adalah 6,6. Bila nilai Rindu disertakan, maka

nilai rata–rata kelompok tersebut menjadi 6,7. Dari informasi diatas, jawablah

pertanyaan berikut : (a) informasi apa saja yang dapat kamu ketahui dari soal

diatas. (b) konsep apa yang dapat kamu gunakan untuk menyelesaikannya. (c)

hitunglah nilai Rindu dalam ulangan tersebut. (d) dari nilai Rindu yang kamu

peroleh, hitunglah nilai rata-rata keenam belas siswa tersebut. Setelah soal ini

diujikan kepada siswa, banyak siswa menyelesaikannya seperti ini.

(21)

8

Dari jawaban siswa diatas terlihat bahwa siswa tidak mampu

menyelesaiakan soal tersebut. Siswa kesulitan menjawab soal karena informasi

yang ada pada soal tidak langsung dapat digunakan ke dalam rumus. Siswa hanya

terbiasa mengerjakan soal–soal rutin yang langsung memasukkan data yang ada

kedalam rumus untuk mencari rata–rata. Dari 36 siswa hanya 10 orang yang

mampu memahami masalah, memilih strategi dengan menggunakan konsep rata–

rata, mendapatkan hasil, kemudian memeriksa hasil yang didapat. Sehingga

mampu menjawab dengan benar sedangkan 20 siswa hanya mampu membuat

informasi apa yang diketahui dari soal kemudian memasukkan data yang ada

kedalam rumus rata–rata secara langsung sehingga belum mampu menjawab

dengan benar, 6 siswa tidak menjawab sama sekali. Hal ini menunjukkan

kelemahan siswa memecahkan masalah dalam matematika sehingga peningkatan

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa perlu diperhatikan.

Rendahnya kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan

masalah matematis siswa diduga dikarenakan model pembelajaran yang selama

ini dilakukan dalam pembelajaran matematika masih bersifat konvensional.

Peneliti sebagai guru di SMA tempat penelitian ini berlangsung belum

menerapkan pembelajaran yang bersifat kontruktivisme. Siswa masih merupakan

objek atau sasaran belajar, sehingga dalam proses pembelajaran berbagai usaha

lebih banyak dilakukan oleh guru, mulai dari mencari, mengumpulkan,

memecahkan dan menyampaikan informasi ditujukan agar peserta didik

memperoleh pengetahuan. Kondisi pembelajaran yang berlangsung dalam kelas

membuat siswa pasif karena dalam mengajar guru sering mencontohkan pada

(22)

9

menonton guru melakukan matematik, kemudian guru mencoba memecahkannya

sendiri dan pada saat mengajar matematika, guru langsung menjelaskan topik

yang akan dipelajari, dilanjutkan dengan pemberian contoh dan soal untuk latihan.

Hal ini membuat siswa pasif dan cendrung mencontoh semua penyelesaian

masalah yang di lakukan guru. Siswa selalu mengalami kesulitan ketika tidak ada

contoh yang di berikan atau soal yang di berikan bukan merupakan soal–soal

rutin. Melihat hal yang terjadi diatas, sehingga di rasa perlu segera di adakannya

perbaikan untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang selama ini

berlangsung.

Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa, guru hendaknya memilih model

pembelajaran yang membawa ke arah taraf berpikir kritis dan kemampuan

pemecahan masalah. Dalam hal ini Marzano (Harsanto,2005) menyarankan bahwa

siswa seharusnya sejak dini dibiasakan untuk bertanya “mengapa” atau diberikan

pertanyaan “mengapa” karena kebiasaan inilah sarana efektif dan jalan menuju

kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah. Salah satu model

pembelajaran yang dapat di gunakan adalah model pembelajaran berbasis masalah

(PBM). Model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran yang

melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang

berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang

kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap harus dipelihara selama

pembelajaran adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana

nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal. Dengan

(23)

10

tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk

memperoleh pengetahuan yang esensial dari materi pelajaran.

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dirancang untuk merangsang

berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi pada masalah (Sudarman, 2007).

PBM dikembangkan terutama untuk membantu kemampuan berpikir, pemecahan

masalah, dan keterampilan intelektual dan belajar menjadi pembelajar yang

otonom. Keuntungan PBM adalah mendorong kerja sama antar siswa dalam

menyelesaikan tugas. PBM melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihannya

sendiri, yang memungkinkan siswa menginterpretasikan dunia nyata dan

membangun pemahaman tentang fenomena tersebut. Sehingga pembelajaran yang

selama ini terpusat pada guru akan menjadi pembelajaran yang berpusat pada

siswa.

Hasil penelitian Husnidar (2014) menunjukkan bahwa dengan

menggunakan model Pembelajaran Matematika Berdasarkan Masalah Berbasis

menunjukkan hasil kemampuan berpikir kritis matematika dan disposisi

matematis siswa lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan

pembelajaran secara konvensional. Pada pengelompokan siswa menurut peringkat

dengan PBM lebih tinggi dibanding dengan pembelajaran konvensional yang

hanya meningkat pada siswa kelompok tinggi dan sedang saja. Karena itu

penerapan model PBM dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan kemampuan

berpikir kritis dan kemampuan siswa memecahkan masalah serta meningkatkan

minat siswa dalam belajar matematika.

Selain model PBM, ada pendekatan yang dapat digunakan untuk

(24)

11

kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

yaitu pendekatan metakognisi. Suzana (2004) mendefenisikan pembelajaran

dengan pendekatan metakognisi sebagai pembelajaran yang menanamkan

kesadaran bagaimana merancang, memonitor, serta mengontrol tentang apa yang

siswa ketahui, apa yang diperlukan untuk mengerjakan dan bagaimana

melakukannya. Pembelajaran dengan pendekatan metakognisi menitikberatkan

pada aktivitas belajar siswa, membantu dan membimbing peserta didik jika

menemui kesulitan, serta membantu siswa untuk mengembangkan konsep diri apa

yang dilakukan saat belajar matematika. Aspek metakognitif sebagai bagian

terkait dari pembelajaran dengan menggunakan pendekatan metakognisi sangat

penting untuk dapat dikembangkan agar siswa mampu memahami dan mengontrol

pengetahuan yang telah didapatnya dalam kegiatan pembelajaran. Adapun aspek

aktivitas metakognitif yang dikemukan oleh Flavell (Suzana,2004) adalah : (1)

kesadaran mengenal informasi, (2) memonitor apa yang mereka ketahui dan

bagaimana mengerjakannya dengan mempertanyakan diri sendiri dan

menguraikan dengan kata-kata sendiri untuk simulasi mengerti, (3) regulasi,

membandingkan dan membedakan solusi yang lebih memungkinkan.

Pendekatan metakognisi diyakini membuat pembelajaran menjadi lebih

bermakna. Pembelajaran dengan pendekatan metakognisi menitikberatkan pada

aktifitas belajar siswa, membantu dan membimbing siswa jika ada kesulitan, serta

membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis untuk

mengetahui yang dilakukan saat belajar matematika. Dengan demikian

pendekatan metakognisi dapat mendukung model pembelajaran berbasis masalah

(25)

12

masalah siswa. Berdasarkan hal tersebut diatas, perlu dilakukan penelitian

tentang upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa melalui pembelajaran berbasis masalah

dengan pendekatan metakognisi.

1.2.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi

beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Model pembelajaran yang selama ini digunakan kurang efektif dalam

meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan

masalah siswa.

2. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa masih rendah

3. Kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah dalam

menyelesaikan masalah matematika.

4. Dalam proses pembelajaran guru kurang mengaktifkan siswa.

5. Respon siswa terhadap pembelajaran matematika yang berlangsung selama

ini dirasa masih kurang baik.

6. Proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal matematika masih

(26)

13

1.3.Pembatasan Masalah

Penelitian ini diadakan di SMA N 1 Aek Kuasan untuk melihat kemampuan

berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa melalui

pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi.

1.4.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah penelitian yang akan

diselidiki dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang diajar

melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan

metakognisi?

2. Bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa yang diajar melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah

dengan pendekatan metakognisi?

3. Bagaimana aktivitas aktif siswa dalam mengikuti proses pembelajaran

dengan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi?

4. Bagaimana respon siswa yang diajar dengan penerapan pembelajaran

berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi?

5. Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran selama

penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi

berlangsung?

6. Bagaimana proses jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan

soal-soal yang diajar dengan penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan

(27)

14

1.5.Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang diajar

melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan

metakognisi.

2. Mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa yang diajar melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah

dengan pendekatan metakognisi.

3. Mengetahui bagaimana aktivitas aktif siswa selama pembelajaran dengan

pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi.

4. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah dengan

pendekatan metakognisi.

5. Mengetahui kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran selama

penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi

berlangsung.

6. Mengetahui proses jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan

soal-soal dalam pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan

metakognisi.

1.6.Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi para guru untuk menerapkan

pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi dalam

belajar yang memperhatikan peningkatan kemampuan berpikir kritis dan

(28)

15

2. Sebagai alternatif pembelajaran yang diharapkan dapat membuat siswa

lebih aktif dalam menyelesaikan masalah matematis.

3. Sebagai bahan informasi dalam mendesain bahan ajar matematika yang

berorientasi pada aktifitas siswa.

4. Bahan informasi lanjutan bagi peneliti lainnya yang dapat digunakan

sebagai bahan untuk pengembangan dalam inovasi proses belajar dan

(29)

196

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan temuan, hasil analisis data penetilian dan pembahasan

penelitian yang telah diuraikan pada bab IV dikemukakan beberapa simpulan

sebagai berikut :

1. Hasil kemampuan berpikir kritis matematis siswa mengalami peningkatan

setelah melalui pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan

metakognisi. Hasil tindakan pada siklus I setelah diberikan tes berpikir kritis

matematika siswa terdapat 19 dari 36 siswa yang mengikuti tes memiliki nilai

dengan kategori baik atau sebesar 52,8% siswa memiliki tingkat berpikir kritis

matematika secara klasikal. Kemudian setelah tindakan diperbaiki sesuai

refleksi pada siklus II sebanyak dua kali pertemuan siswa kembali diberi tes

kemampuan berpikir kritis matematika siswa, terdapat 30 dari 36 siswa yang

mengikuti tes memiliki nilai dengan kategori baik. Tingkat keberhasilan pada

siklus II ini secara klasikal sebesar 83,3%.

2. Hasil tindakan pada siklus I setelah diberikan tes pemecahan masalah

matematika siswa, terdapat 23 dari 36 siswa yang mengikuti tes pemecahan

masalah matematika memiliki nilai dengan kategori minimal sedang atau

sebesar 66,6% siswa memiliki tingkat pemecahan masalah matematika secara

klasikal. Kemudian setelah tindakan diperbaiki sesuai refleksi, pada siklus II

sebanyak dua kali pertemuan siswa kembali diberi tes kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa, terdapat 32 dari 36 siswa yang mengikuti tes

(30)

197

pemecahan masalah matematika memiliki nilai dengan kategori minimal baik.

Tingkat keberhasilan pada siklus II ini secara klasikal sebesar 88,9%.

3. Hasil observasi aktifitas kelas pada tindakan siklus I terdapat dua dari lima

kategori pengamatan aktifitas aktif berada pada batas toleransi yang ditentukan

dan setelah tindakan diperbaiki sesuai refleksi, pada siklus II diperoleh lima

dari lima kategori pengamatan aktifitas aktif kelas telah berada pada batas

toleransi yang ditentukan.

4. Hasil observasi kemampuan guru mengelola pembelajaran berbasis masalah

dengan pendekatan metakognisi siklus I sebesar 3,78 dan pada siklus II

kemampuan guru mengelola pembelajaran sebesar 3,88 dalam kategori baik.

5. Hasil observasi respon siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah dengan

pendekatan metakognisi menunjukkan bahwa pada siklus I persentase respon

siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi

adalah 92,53% siswa memberikan respon yang positif. Setelah tindakan

diperbaiki sesuai refleksi, pada siklus II terdapat 95,48% siswa yang

memberikan respon positif.

5.2. Saran

Berdasarkan simpulan penelitian yang diuraikan diatas, dapat

dikemukakan beberapa saran kepada praktisi yang berminat untuk menerapkan

pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi di kelas dan bagi

para peneliti yang berkeinginan menindaklanjuti penelitian ini. Berikut saran yang

dapat dikemukakan:

1. Model pembelajaran yang dihasilkan ini baru sampai pada tahap

(31)

198

Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran berbasis masalah dengan

pendekatan metakognisi dalam berbagai materi pokok bahasan dalam

pelajaran matematika dan mata pelajaran lain yang sesuai, disarankan pada

guru dan peneliti untuk mengimplementasikan model ini pada ruang lingkup

yang lebih luas di sekolah-sekolah.

2. Instrumen penelitian yang digunakan hanya untuk mengukur kemampuan

berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah pada materi aturan

pencacahan, belum dapat mengukur proses pembelajaran yang dilakukan

siswa untuk mendapatkan hasil belajar secara keseluruhan. Untuk itu

penelitian ini dapat digabungkan dengan penelitian lain yang lebih mendalam

sehingga hasil proses belajar siswa dapat diperoleh dengan baik.

3. Pada penentuan anggota kelompok diskusi guru harus benar-benar

memperhatikan karakteristik siswa agar diskusi dan interaksi dalam kelompok

dapat berjalan dengan baik. Selain itu guru juga harus memotivasi siswa untuk

terlibat aktif dalam kelompoknya untuk menyelesaikan masalah yang

diberikan.

4. Data kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah pada

materi aturan pencacahan menggunakan tes berbentuk uraian. Kelemahan

pengukuran dengan tes ini adalah jumlah tes yang terbatas sehingga cakupan

materi hanya sedikit, dikhawatirkan belum mampu menggambarkan

kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah siswa secara

keseluruhan. Bagi guru yang ingin menerapkan perangkat pembelajaran

(32)

199

dapat merancang perangkat pembelajaran sesuai karakteristik materi pelajaran

yang akan dikembangkan.

5. Bagi guru matematika, model pembelajaran berbasis masalah dengan

pendekatan metakognisi dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran

yang akan diterapkan dikelas yang dinilai dapat meningkatkan kemampuan

berpikir kritis matematika dan kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa serta aktifitas siswa selama pembelajaran.

6. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan

metakognisi dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika dan

pemecahan masalah matematika siswa. Temuan penelitian, hasil analisis data,

perangkat pembelajaran maupun instrumen yang dihasilkan dalam penelitian

ini dapat dijadikan referensi dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir

kritis matematika dan pemecahan masalah matematika siswa pada jenjang

(33)

200

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara.

Asrori, M. 2008. Psikologi Pembelajaran. Cetakan kedua. Bandung: CV. Wacana

Prima.

Depertemen Pendidikan Nasional. 2004. Standar Kompetensi Mata Pelajaran

Matematika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Depertemen Pendidikan Nasional.

Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Fauzi dan Jozua. 2013. Pendekatan Metakognitif Dalam Pengkontruksian

Kemandirian Belajar Dan Kebiasaan Berpikir Matematis Siswa. Artikel

Unimed. Medan : Unimed.

Grinnell, R.M. 1988. Social Work Research and Evaluation. Canada : Peacock

Publishers, Inc.

Hamalik, O. 2010. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Harsanto, R. 2005. Melatih Anak Berpikir Analitis, Kritis dan Kreatif. Jakarta :

Grasindo.

Hassoubah, I. J. 2008. Cara Berpikir Kreatif dan Kritis. Bandung : Nuansa.

Herman, T. 2007. Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Tingkat Tinggi Siswa Menengah Pertama. Jurnal Educationist No. I. Vol. I.

Hudojo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : Depdikbud.

Husnidar, Ikhsan dan Rizal. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis

(34)

201

Ibrahim. M, dan Nur. 2000. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya :

UNESA University Press.

Johnson, E. 2007. Contextual Teaching and Learning : Menjadikan Kegiatan

Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna (diterjemahkan oleh

A.Chaedar Alwasilah). Bandung : Mizan Learning Center.

Kantowski, M.G. 1981. ”Problem Solving”. Mathematics Education Research : Implication for the 80’s. Virginia : NCTM.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Implementasi Kurikulum 2013.

Jakarta : Kemendikbud.

Lipman, M. 2003. Thinking in Education. New York : Cambridge University

Press.

Lupito, Y. 1996. Kamus Filsafat. Bandung : Rosda Karya.

National Council of Teacher of Mathematics. 2000. Principles and Standarts for

School Mathematics, Reston, VA : NCTM.

Nindiasari, H. 2014. Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan

Berfikir Reflektif Matematis. Edusentris Jurnal Ilmu Pendidikan dan Pengajaran Vol 1. No. 1.

Nitko, A.J. (1996). Educational Assesment of Student. Englewood Cliffs: Merril.

Noodyana, A. 2012. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis

Matematis Siswa Melalui Pendekatan Metakognitif Instruction. PPs UNESA.

Permana. Y, dan Sumarmo. 2007. Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan

(35)

202

Permendikbud No.104 Tahun 2014 tentang Penilaian Hasil Belajar Oleh

Pendidik Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.

Kemendikbud : 2014.

Poedjiadi, A. (1999). Pengantar Filsafat Ilmu Bagi Pendidik. Bandung: Yayasan

Cendrawasih.

Polya, G. 1985. How To Solve It. A New Aspect of Mathematical Method (2nded).

Princeton, New Jersey : Princeton University Press.

Purba, J. 2003. Pemecahan Masalah Dan Penggunaan Strategi Pemecahan

Masalah.Artikel (Online) (http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR. PEND._TEKNIK_ELEKTRO/194710251980021-JANULIS_P_PURBA/

Makalah Seminar/Artikel P.J.Purba.pdf, diakses 11 Januari 2015)

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan

CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (1998). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non

Eksakta Lainnya.IKIP Semarang Press

Rusman. 2010. Model-Medel Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Sagala, S. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

Santrock, J.W. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Kencana.

Sardiman, A.M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja

Grafindo Persada.

Shoenfeld, A. H. 1987. Learning To Think Mathematically: Problem Solving,

Metacognition, And Sense-Making In Mathematics. Handbook for Research on Mathematics Teaching and Learning (D. Grouws, Ed.).

New York: MacMillan.

Sinaga, B. 2008. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berdasarkan

Masalah Berbasis Budaya Batak (PBM-B3). Jurnal Pendidikan Matematika

(36)

203

Slavin, R.E. 1991. Educational Psycology Theory. Theory and Practice (4th. Ed).

Massachusset. Allyn and Bacor.

Soedjadi, R. 2004. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta : Raja

Grafindo Persada.

Sudijono, A. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Edisi Pertama. Cetakan

kelima. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

Sudjana, N. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja

Rosdakarya.

Sugiono. 2007. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Bandung : Alfabeta.

Suherman, E. (2003) Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan

Matematika. Bandung: Tarsito.

Suzanna, Y. 2004. Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik

Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU). Disajikan pada Seminar

Nasional Matematika : Matematika dan Kontribusinya Terhadap Peningkatan Kualitas SDM dalam Menyongsong Era Industri dan Informasi, Bandung, 15 Mei 2004.

Tim MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA :

UPI Bandung.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif – Progresif. Jakarta :

Kencana.

Wahyudin. 2003. “Peranan Problem Solving” Proceeding National Seminar on Science and Mathematic Education, the Role of IT/ICT in Supporting the Implementation of Competensy-Based Curriculum. Bandung : JICA-IMSTEP.

Wijaya, C. 1999. Pendidikan Remedial. Sarana Pengembangan Mutu Sumber

Gambar

 Tabel
Gambar
Gambar 1.1. Proses penyelesaian jawaban soal kemampuan berpikir kritis siswa
Gambar 1.2. Proses penyelesaian jawaban soal kemampuan pemecahan

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum ekstraksi dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan zat dari suatu padatan ataupun cairan dengan menambahankan pelarut tertentu untuk mengeluarkan

jenis pakan yang diberikan adalah BR-1 untuk anak ayam umur 0-4 minggu dan BR-2 untuk umur 4-6 minggu. tingkat kematian ayam

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Numbered Heads Together (NHT) Pada Pembelajaran IPA Pokok Bahasan Gaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. Universitas

4.1.1 Hasil Penelitian tentang Kemampuan Representasi Matematis

Norma social yang terbentuk antar pedagang merupakan norma-norma yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan diantara pedagang asongan juga terdapat nilai-nilai resiprositas yang

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN (ONSLAG VAN VALLE RECHT VEVOLGING) DALAM TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN

Sehubungan dengan hasil evaluasi dokumen kualifikasi saudara, perihal Pekerjaan.. Perencanaan Kantor Camat Sebatik , maka dengan ini kami mengundang

KPU KABUPATEN TANAH LAUT TAI{TIN 2013. o KEGIATANiPAKET PEKERJAAN