• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SELF EFFICACY MATEMATIS SISWA SD MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN SELF EFFICACY MATEMATIS SISWA SD MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

DAN SELF EFFICACY MATEMATIS SISWA SD

MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN

MATEMATIKA REALISTIK

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh: IRMAYANTI NIM : 809725011

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

DAN SELF EFFICACY MATEMATIS SISWA SD

MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN

MATEMATIKA REALISTIK

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh: IRMAYANTI NIM : 809725011

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(3)
(4)
(5)
(6)

i

ABSTRAK

IRMAYANTI. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Self Efficacy Matematis Siswa SD Melalui Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik. Tesis Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2013

Tujuan penelitian untuk mengetahui : (1) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan self-efficacy matematis siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran matematika realistik lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah dan self-efficacy matematis siswa yang memperoleh pendekatan konvensional. (2) Interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan self-efficacy matematis. (3) Proses penyelesaian pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik dan pendekatan konvensional.

Instrumen yang digunakan adalah : (1) Tes kemampuan awal matematika, (2) Tes kemampuan pemecahan masalah matematis, (3) Angket self efficacy skala likert, (4) Lembar observasi. Instrumen tersebut telah memenuhi syarat validitas dan koefisien reliabilitas sebesar 0,87 dan 0,93 untuk kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy matematis.

Jenis penelitian adalah kuasi-eksperimen. Subyek penelitian SD Negeri Pulo Jantan dan SD Negeri Impres Aek Kota Batu Kec: NA IX-X. Sampel eksperimen 66 siswa, sampel kontrol 63 siswa pengambilan sampel secara acak. Objek penelitian: kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy. Data penelitian tes awal, tes akhir dan proses penyelesaian.

Dari penelitian pemecahan masalah diperoleh = 5,461 > = 3,07 terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diberi PMR dibandingkan dengan siswa yang diberi PMK. Untuk self efficacy diperoleh = 110,835 > = 3,07 terdapat perbedaan peningkatan self efficacy matematis siswa yang diberi PMR dibandingkan dengan siswa yang diberi PMK.

Kesimpulan : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy matematis siswa yang menggunakan PMR lebih baik dibandingkan dengan siswa yang menggunakan PMK

(7)

ii

ABSTRACT

IRMAYANTI. Increasing the problem solving ability and the students mathematics self efficacy through the Realistic Mathematics Approach. Thesis Study Program Graduate Education Mathematics, state University of Medan. 2013.

The problem in this research is the lowness of the problem solving ability and the students mathematics self efficacy. This matter is caused by the teacher is still in learning that uses the conventional approach. This study aimed to determine : (1) Is the increase in problem solving skills of students learning prosess using PMR better than mathematical problem solving skills of students who received conventional learning process, (2) Is there any interaction between teaching approaches and aerly math skills to increase mathematical problem solving ability, (3) Is the increase in mathematical self efficacy skills of students learning prosess using PMR better than mathematical self efficacy skills of students who received conventional learning process, (4) Is there any interaction between teaching approaches and aerly math skills to increase mathematical self efficacy ability. Therefore, we need the change in learning process, is using the realistic mathematics approach.

(8)

i 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 18

2.1.1 Pengertian Belajar... 24

2.1.2 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar... 27

2.1.3 Pemecahan Masalah Matematis... 32

2.1.4 Self Efficacy Matematis...45

2.1.5 Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik... 49

2.1.6 Pendekatan Konvensional... 63

2.1.7 Perbedaan PMR dan PMK... 66

2.1.8 Proses penyelesaian jawaban siswa... 67

2.1.9 Teori Belajar Pendukung... 68

2.1.10 Hasil Penelitian yang Relevan... 73

2.2 Kerangka Konseptual... 77

2.3 Hipotesis... 83

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 85

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 86

3.3 Populasi dan Sampel... 86

3.3.1 Populasi... 86

3.3.2 Sampel Penelitian... 87

3.4 Defenisi Operasional Variabel Penelitian... 89

3.5 Desain Penelitian... 89

3.6 Instrumen Penelitian dan Pengembangannya... 90

3.6.1 Tes Kemampuan Awal Matematika... 91

3.6.2 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah... 92

3.6.3 Analisis Proses Penyelesaian Masalah... 93

(9)

ii

3.6.4 Lembar Observasi... 96

3.7 Skenario Pembelajaran... 102

3.8 Prosedur Penelitian... 103

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian... 112

4.1.1 Deskripsi Tes Kemampuan Awal Matematika... 113

4.1.2 Deskripsi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis... 116

4.1.3 Analisis Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis... 125

4.1.4 Deskripsi Self Effecacy Matematis Siswa…………. 131

4.1.5 Analisis Data Self Efficacy Matematis………... 140

4.1.6 Hasil Observasi Guru dan Siswa selama Proses Pembelajaran………. 145

4.1.7 Analisis Proses Penyelesaian Masalah Siswa …….. 152

4.2 Pembahasan... 171

4.21 Faktor Pendekatan... 171

4.22 Kemampuan Awal Matematika Siswa... 172

4.23 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis... 173

4.24 Self Efficacy Matematis... 176

4.25 Proses Penyelesaian Jawaban Pemecahan Masalah Matematis... 178

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 180

5.2 Saran... 182

DAFTAR PUSTAKA... 183

(10)

viii

DAFTAR TABEL

1.1 Pengelompokkan Kemampuan Awal Siswa ... 22

2.1 Kegiatan Inti Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik ... 60

2.2 Perbedaan PMR dan PMK ... 64

3.1 Rekapitulasi Siswa SD Kec. NA IX-X T.P 2012/2013 ... 87

3.2 Tabel Weiner Keterkaitan antar Variabel Bebas, Variabel Terikat, dan Variabel Kontrol... ... 90

3.3 Pengelompokkan Kemampuan Awal Siswa ... 92

3.4 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 92

3.5 Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 94

3.6 Hasil Perhitungan Validitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Self Efficacy Matematis Siswa ... 98

3.7 Hasil Perhitungan Reliabilitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Self Efficacy Matematis ... 100

3.8 Hasil Perhitungan Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 101

3.9 Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 102

3.10 Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis, dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan dalam Analisis Data Kuantitatif ... 105

4.1 Sebaran Sampel Penelitian ... 113

4.2 Hasil Perhitungan Rerata dan Simpangan Baku Skor KAM ... 113

4.3 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Distribusi Data KAM ... 114

4.4 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Varians Kelompok Data KAM ... 115

4.5 Hasil Analisis Uji t KAM Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ... 116

4.6 Sebaran Sampel Penelitian ... 116

4.7 Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelompok PMR ... 117

(11)

ix

4.9 Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa

Kelompok PMR dan PMK... 126

4.10 Uji Homogenitas Data Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelompok PMR dan PMK ... 127

4.11 Rangkuman Uji Anova Dua Jalur Data Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 128

4.12 Deskripsi Data Self Efficacy Matematis Siswa Kelompok PMR ... 131

4.13 Deskripsi Data Self Efficacy Matematis Siswa Kelompok PMK ... 132

4.14 Uji Normalitas Data Gain self efficacy Siswa Kelompok PMR dan PMK ... 141

4.15 Uji Homogenitas Data Gain self efficacy Siswa Kelompok PMR dan PMK ... 141

4.16 Rangkuman Uji Anova Dua Jalur Data Gain self efficacy Matematis ... 142

4.17 Rata-rata Hasil Perhitungan Kegiatan Guru dan Siswa pada PMR ... 146

4.18 Rata-rata Hasil Perhitungan Kegiatan Guru dan Siswa pada PMK ... 149

4.19 Rerata Hasil Proses Penyelesaian Siswa dalam Menyelesaikan Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau dari Faktor Pendekatan Pembelajaran ... 153

4.20 Deskripsi Hasil Proses Penyelesaian Masalah Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa yang Diberi PMR dan PMK ... 166

(12)

x

DAFTAR GAMBAR

4.1 Rerata Gain Aspek Memahami Masalah Berdasarkan Kemampuan Matematika Siswa Kelompok PMR dan PMK... 119 4.2 Rerata Gain Aspek Perencanaan Pemecahan Masalah Berdasarkan

Kemampuan Matematika Siswa Kelompok PMR dan PMK... 120 4.3 Rerata Gain Aspek Penyelesaian Masalah Berdasarkan Kemampuan

Matematika Siswa Kelompok PMR dan PMK... 121 4.4 Rerata Gain Aspek Memeriksa Kembali Berdasarkan Kemampuan

Matematika Siswa Kelompok PMR dan PMK... 122 4.5 Rerata Gain Setiap Aspek Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa Kelompok PMR dan PMK... 123 4.6 Rerata Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

Berdasarkan Kemampuan Matematika Siswa Kelompok PMR dan PMK... 124 4.7 Rerata Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

Kelompok PMR dan PMK... 125 4.8 Interaksi antara Faktor Pendekatan Pembelajaran dengan Faktor

Kemampuan Matematika Siswa Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis... 130 4.9 Rerata Gain Indikator Pengalaman Otentik Berdasarkan Kemampuan

Matematika Siswa Kelompok PMR dan PMK... 134 4.10 Rerata Gain Indikator Pengalaman Orang Lain Berdasarkan

Kemampuan Matematika Siswa Kelompok PMR dan PMK... 135 4.11 Rerata Gain Indikator Pendekatan Sosial atau Verbal Berdasarkan

Kemampuan Matematika Siswa Kelompok PMR dan PMK... 136 4.12 Rerata Gain Indikator Indeks Psikologis dan Afektif Berdasarkan

Kemampuan Matematika Siswa Kelompok PMR dan PMK... 137 4.13 Rerata Gain Setiap Indikator Self Efficacy Matematis Siswa

Kelompok PMR dan PMK... 138 4.14 Rerata Gain Self Efficacy Matematis Siswa Berdasarkan Kemampuan

Matematika Siswa Kelompok PMR dan PMK... 139 4.15 Rerata Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelompok PMR dan PMK... 140 4.16 Interaksi Antara Faktor Pendekatan Pembelajaran dengan

Faktor Kemampuan Matematka siswa Terhadap

Peningkatan Self Efficacay Matematis... 145 4.17 Rata-Rata Kegiatan Guru Selama Proses Pembelajaran pada

PMR... 147 4.18 Rata-Rata Kegiatan Siswa Selama Proses Pembelajaran pada

PMR... 148 4.19 Aktivitas Guru dan Siswa dalam Proses Pembelajaran dengan

Pendekatan PMR... 149 4.20 Rata-Rata Kegiatan Guru Selama Proses Pembelajaran

pada PMK... 151 4.21 Rata-Rata Kegiatan Siswa Selama Proses Pembelajaran

(13)

xi

PMK... 152 4.23 Rata-Rata Postes Aspek Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa yang Diberi PMR dan PMK... 157 4.24 Ragam Jawaban Postes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Butir soal Nomor 1 Siswa yang Diberi

PMR dan PMK... 159 4.25 Ragam Jawaban Postes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Butir Soal Nomor 2 Siswa yang Diberi

PMR dan PMK... 161 4.26 Ragam Jawaban Postes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Butir Soal Nomor 3 Siswa yang Diberi

PMR dan PMK... 163 4.27 Ragam Jawaban Postes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Butir Soal Nomor 4 Siswa yang Diberi

PMR dan PMK... 165 4.28 Ragam Jawaban Postes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Butir Soal Nomor 5 Siswa yang Diberi

PMR dan PMK... 167 4.29 Ragam Jawaban Postes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Butir Soal Nomor 2 Siswa Kemampuan Rendah

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Upaya peningkatan mutu pendidikan perlu dilakukan secara menyeluruh meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai. Pengembangan

aspek-aspek tersebut dilakukan untuk meningkatkan dan mengembangkan kecakapan hidup (life-skills) melalui seperangkat kompetensi, agar siswa dapat bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan berhasil di masa datang.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber.

Selain perkembangan yang pesat, perubahan juga terjadi dengan cepat. Karenanya diperlukan kemampuan untuk memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan

kompetitif. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran, antara lain berpikir sistematis, logis, kritis yang dapat dikembangkan melalui tujuan pembelajaran matematika.

Tujuan mata pelajaran matematika pada pendidikan dasar dan menengah berdasarkan Kurikulum 2006, yaitu sebagai berikut: (1) Memahami konsep

matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi

kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan

(15)

2

model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam

kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan

masalah (BSNP, 2006:148).

Tujuan mata pelajaran matematika itu menunjukkan bahwa salah satu peranan matematika adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup

menghadapi perubahan keadaan atau tantangan-tantangan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang. Persiapan-persiapan itu dilakukan melalui

latihan membuat keputusan dan kesimpulan atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien dan efektif. Di samping itu, siswa diharapkan dapat menggunakan matematika dan cara berpikir matematika dalam kehidupan

sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang penekanannya pada penataan nalar dan pembentukan sikap percaya diri siswa serta keterampilan dalam penerapan matematika.

Hal tersebut juga sesuai dengan standar pendidikan matematika yang ditetapkan oleh National Council of Teachers of Mathematics (2000:7). Dalam

NCTM tersebut, kemampuan-kemampuan standar yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika meliputi: (1) komunikasi matematis (mathematical communication); (2) penalaran matematis (mathematical reasoning); (3)

pemecahan masalah matematis (mathematical problem solving); (4) koneksi matematis (mathematical connection); dan (5) representasi matematis

(16)

3

Menurut Sumarmo (2010:3), kemampuan-kemampuan matematis yang disebutkan oleh NCTM di atas disebut daya matematis (mathematical power) atau keterampilan matematika (doing math). Keterampilan matematika (doing math)

berkaitan dengan karakteristik matematika yang digolongkan dalam dua jenis yaitu yang tingkat rendah (low order mathematical thinking atau low level

mathematical thinking ) dan yang tingkat tinggi (high order mathematical

thinking atau high level mathematical thinking) (Sumarmo; 2010:4). Berpikir

tingkat rendah termasuk kegiatan melaksanakan operasi hitung sederhana,

menetapkan rumus kegiatan melaksanakan operasi hitung sederhana, menetapkan rumus matematika secara langsung, mengikuti prosedur (algoritma) yang baku,

sedangkan yang termasuk pada berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan memahami ide matematika secara lebih mendalam, mengamati data dan menggali ide yang tersirat, menyusun konjektur, analogi, dan generalisasi, menalar secara

logik, menyelesaikan masalah (problem solving), berkomunikasi secara matematis, dan mengaitkan ide matematis dengan kegiatan intelektual lainnya.

Salah satu kemampuan atau keterampilan matematika yang perlu dikuasai

siswa adalah kemampuan pemecahan masalah matematis. Mengapa demikian? Holmes (dalam Wardhani, dkk, 2010:7) pada intinya menyatakan bahwa latar

belakang atau alasan seseorang perlu belajar memecahkan masalah matematika adalah adanya fakta dalam abad 21 ini bahwa orang yang mampu memecahkan masalah hidup dengan produktif. Menurut Holmes, orang yang terampil

memecahkan masalah akan mampu berpacu dengan kebutuhan hidupnya, menjadi pekerja yang lebih produktif dan memahami isu-isu kompleks yang berkaitan

(17)

4

Berdasarkan hal di atas, Standar pemecahan masalah NCTM (2000:52) menatapkan bahwa program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 harus memungkinkan siswa untuk: (1) membangun pengetahuan

matematika baru melalui pemecahan masalah; (2) memecahkan masalah yang muncul di dalam matematika dan di dalam konteks-konteks yang lain; (3)

menerapkan dan menyesuaikan bermacam-macam strategi yang sesuai untuk memecahkan masalah; (4) memonitor dan merefleksikan proses dari pemecahan masalah matematis.

Dilihat dari penjelasan di atas pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang cukup penting dalam proses pembelajaran

matematika. Melalui kegiatan pemecahan masalah aspek-aspek kemampuan matematika yang penting seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematis dan lain-lain dapat

dikembangkan secara lebih baik.

Pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematis juga ditegaskan dalam NCTM (2000:52) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan

bagian integral dalam pembelajaran matematika, sehingga hal tersebut tidak boleh dilepaskan dari pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Lester

(dalam Sugiman, dkk, 2009:179) bahwa ”problem solving is the heart of mathematics” yang berarti jantungnya matematika adalah pemecahan masalah.

Mahmudi (2010:1) mengatakan bahwa dalam kehidupan setiap individu

senantiasa menghadapi masalah, dalam skala sempit maupun luas, sederhana maupun kompleks. Kesuksesan individu sangat ditentukan oleh kreativitasnya

(18)

5

memecahkan masalah matematis perlu terus dilatih sehingga seseorang untuk mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapinya.

Selain itu, pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematis erat

kaitannya dengan karakteristik matematik, yakni matematika merupakan problem solving (Suryadi, 2007:170). Dalam kegiatan bermatematika, pada dasarnya anak

akan berhadapan dengan masalah-masalah apa yang mungkin muncul atau diajukan dari sejumlah fakta yang dihadapi serta bagaimana menyelesaikan masalah tersebut (problem solving). Selanjutnya, melalui kegiatan problem

solving, anak dapat mengembangkan kemampuannya untuk menyelesaikan

permasalahan tidak rutin yang memuat berbagai tuntutan kemampuan berpikir

termasuk yang tingkatannya lebih tinggi.

Sebagai contoh, ”Nilai rata-rata dari 75, 62, 64, 80, 53, 70, 77, 71, 83, dan 93 adalah...”. Soal seperti ini merupakan soal rutin. Untuk menyelesaikan soal ini

siswa hanya membutuhkan komputasi dengan memakai rumus yang telah diketahuinya. Berbeda dengan soal berikut, ”Satu keranjang jeruk terdiri dari jeruk rasa manis dan jeruk rasa asam. Seperlima diantaranya berupa jeruk rasa

manis. Rata-rata berat jeruk rasa manis adalah 110 gram, sedangkan rata-rata berat jeruk rasa asam 80 gram. Berapakah rata-rata berat dari seluruh jeruk tersebut.

Dengan bekal rumus untuk menghitung nilai rata-rata saja belum cukup bagi siswa untuk menyelesaikan soal tersebut. Siswa dituntut mengaitkannya dengan konsep perbandingan dan mencari strategi dalam menyelesaikannya.

Paparan di atas menunjukkan betapa pentingnya kemampuan pemecahan masalah matematis dalam proses belajar-mengajar matematika. Dalam pemecahan

(19)

6

dan berfikir distematis dalam menghadapi suatu masalah dengan menerapkan pengetahuan yang didapat sebelumnya. Polya menggambarkan kemampuan pemecahan masalah yang harus dibangun siswa meliputi kemampuan siswa

memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana dan memeriksa kembali prosedur hasil penyelesaian. Namun, kenyataan

di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah. sebab, pembelajaran matematika cenderung berorientasi pada buku teks, tak jarang dijumpai guru matematika masih terpateri pada kebiasaan mengajarnya

dengan menggunakan langkah-langkah pembelajaran seperti: menyajikan materi pembelajaran, memberikan contoh-contoh soal dan meminta siswa mengerjakan

soal-soal latihan yang terdapat dalam buku teks mereka gunakan mengajar dan kemudian membahasnya. Siswa hanya dapat mengerjakan soal-soal matematika berdasarkan apa yang dicontohkan guru, jika diberikan soal yang berbeda mereka

akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya. Inilah yang menimbulkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis.

Sebagai contoh yang dikemukakan Saragih (2007) bahwa banyak siswa

kelas VIII SMP yang mengalami kesulitan untuk menyelesaikan soal cerita, misalnya Budi membeli 5 buah apel dan 3 buah jeruk dengan harga Rp.6000,-

sedangkan Susi membeli 4 buah apel dan 6 buah jeruk dengan tempat yang sama dengan harga Rp.7000,- Berapa harga 1 buah apel dan 1 buah jeruk? Begitu juga hasil penelitian Sappaile di SMA Negeri 13 Makassar diperoleh kesimpulan

bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah yaitu sebesar 58% (Jurnal Penelitian Pendidikan Unimed nomar 13, 2006: 67). Dalam hasil observasi

(20)

7

masalah siswa masih rendah, dari soal yang diberikan kepada siswa yaitu:Bibi seorang pedagang sate. Bibi sedang meletakkan 56 tusuk sate dan 72 mentimun kedalam kotak-kotak secara merata. Jika Bibi memerlukan modal untuk 56 tusuk

sate seharga Rp56.000,00, 72 mentimun seharga Rp42.000,00. berapa biaya yang dibutuhkan setiap kotak sate? dan Jika setiap kotak dijual dengan harga Rp

15.000,00per kotak, berapa rupiahkan keuntungan yang diperoleh Bibi?.

Hasilnya menunjukkan ternyata banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk mengetahui maksud soal tersebut, merumuskan apa yang diketahui dari soal

tersebut, rencana jawaban siswa tidak terarah, dan proses perhitungan dari jawaban yang dibuat siswa tidak benar serta siswa tidak memeriksa kembali

jawabannya.

Diperkuat dalam PISA 2003 (Wardhani, 2011:35) sebagai berikut:

Pada uji coba soal tersebut, hanya sekitar 28% siswa menjawab benar yaitu dengan jawaban 20.000. Untuk menyelesaikan soal ini sebenarnya tidak memerlukan perhitungan atau rumus matematika yang sulit karena utamanya yang

diperlukan adalah daya imajinasi dan kreatifitas. Jumlah orang yang ditampung tergantung dari luas lapangan yang berbentuk persegipanjang itu. Oleh karena itu,

untuk menyelesaikan soal tersebut diperlukan kemampuan menentukan luas “Untuk konser musik rock, sebuah lapang yang berbentuk persegi

panjang berukuran panjang 100 meter dan lebar 50 meter disiapkan untuk pengunjung. Tiket terjual habis bahkan banyak fans yang berdiri.

(21)

8

persegi panjang dan memecahkan masalah. Dalam proses menyelesaikan soal tersebut, boleh jadi siswa sukses dalam menghitung luas lapangan, namun siswa tidak berhasil dalam memperkirakan berapa banyaknya orang yang dapat termuat

dilapangan untuk tiap meter persegi. Di sinilah kemungkinan siswa indonesia mengalami kesulitan yang disebabkan mereka kurang terbiasa melakukan

perkiraan pada suatu situasi. Dalam hal ini siswa juga diharapkan memiki kepercayaan diri pada suatu situasi.

Di samping banyaknya penelitian dalam aspek kognitif, dalam 20 tahun

terakhir ini aspek afektif mulai ditelaah para peneliti, antara lain Self-Efficacy

(hampir identik dengan ‟kepercayaan diri‟) yang diperkirakan dapat

meningkatkan kemampuan matematika siswa. Self-Efficacy melembagakan suatu komponen kunci di dalam teori kognitif sosial Bandura. Membangun menandakan

kepercayaan diri seseorang, mengenai kemampuannya untuk sukses melaksanakan suatu tugas. Itu ditemukan bahwa Self-Efficacy adalah suatu faktor penentu pilihan utama untuk pengembangan individu, ketekunan dalam

menggunakan diberbagai kesulitan, dan pemikiran mempola dan reaksi-reaksi secara emosional yang mereka alami (Bandura, 1998). Self-Efficacy dapat

dibangkitkan dari diri siswa melalui empat sumber, yaitu (1) Pengalaman otentik (authentic mastery experiences), (2) Pengalaman orang lain (vicarious experience), (3) Pendekatan sosial atau verbal (verbal persuasion), (4) Aspek

psikologi (physiological affective states). Kemampuan Self-Efficacy ini juga dituntut dalam kurikulum matematika. Tuntutan pengembangan kemampuan

Self-Efficacy yang tertulis dalam kurikulum metematika antara lain menyebutkan

(22)

9

matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri, dan pemecahan masalah. Pada usia Sekolah Dasar, yaitu 6-12 tahun, pada masa ini mereka sedang

memasuki tahap middle childhood, dimana perkembangan kognitif mereka memasuki tingkat operasi konkret yaitu penggunaan operasi mental untuk

menyelesaikan masalah nyata. Bandura mengatakan bahwa pada tahap middle childhood, mereka sudah dapat mengukur kemampuan secara realistis dan memiliki rasa self efficacy yang jelas dengan cara membandingkan dirinya

terhadap teman seusianya (Papalia, Olds, & Wendkos, 2001). Self-Efficacy matematis siswa berkembang ketika mereka mempelajari aspek kompetensi

matematis. Sebagai contoh, ketika siswa membangun kompetensi strategi dalam menyelesaikan persoalan non-rutin, banyak konsep yang dipelajari dan dipahami, sehingga persoalan tersebut dapat diselesaikan, pada akhirnya matematika itu

dapat dikuasai. Sebaliknya, bila siswa jarang diberikan tantangan berupa persoalan matematika untuk diselesaikan, mereka cenderung menjadi menghafal daripada mengikuti cara-cara belajar matematika yang semestinya. Dari contoh

tersebut menimbulkan dua sikap yang berbeda. Perlakuan contoh pertama akan menimbulkan sikap percaya diri karena siswa mampu menyelesaikan masalah

matematis. perlakuan yang kedua akan menimbulkan sikap mudah menyerah ketika dihadapkan pada masalah, karena siswa tidak terlatih menghadapi tantangan. Untuk menumbuhkembangkan kemampuan pemecahan masalah

matematis serta Self-Efficacy matematik siswa diperlukan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang mampu menumbuhkan kemampuan pemecahan

(23)

10

Pertanyaannya adalah bagaimana seyogyanya pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan Self-Efficacy tersebut?

Pada pembelajaran (khususnya matematika), seorang guru harus dapat memilih strategi/pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan tahap

perkembangan intelektual anak, karena hal itu mempengaruhi hasil belajar anak. Sebagaimana Slameto (2010:54) menulis:

Ada dua faktor yang mempengaruhi belajar anak, yakni faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah yang ada dalam diri individu yang sedang belajar seperti kesehatan, intelegensi, perhatian, bakat, minat, .... Sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu, seperti metode mengajar,....

Hal serupa diungkapkan oleh Sanjaya (2008:14) yang menulis:

Tujuan dari pengelolaan pembelajaran adalah terciptanya kondisi lingkungan belajar yang menyenangkan bagi siswa, sehingga dalam proses pembelajaran siswa tidak merasa terpaksa apalagi tertekan. Oleh karena itulah, peran dan tanggung jawab guru sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning) menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, baik iklim sosial maupun iklim psikologis.

Paparan di atas menunjukkan bahwa faktor guru dan cara mengajarnya

merupakan faktor yang penting. Pemilihan dan pelaksanaan metode mengajar yang tepat oleh guru akan membantu guru dalam menyampaikan pelajaran

matematika. Peran guru dalam menciptakan pembelajaran yang menggairahkan, menantang peserta didik dan menyenangkan sangat besar. Sehingga diperlukan guru yang kreatif, profesional, dan menyenangkan, supaya mampu menciptakan

iklim pembelajaran yang kondusif dengan suasanan pembelajaran yang menantang agar siswa merasa tertantang untuk menyelesaikan permasalahan yang

(24)

11

Pendekatan pembelajaran matematika yang digunakan guru cenderung dilakukan dengan cara: (1) guru menjelaskan konsep dalam matematika; (2) memberikan dan membahas contoh soal dari konsep tersebut; (3) menyampaikan

dan membahas soal-soal aplikasi dari konsep; (4) membuat rangkuman; (5) memberikan tugas berupa pekerjaan rumah. Sebagaimana Senk dan Thompson

(Turmudi, 2010:3) mengatakan ”bahwa dalam kelas tradisional, umumnya guru-guru menjelaskan pembelajaran matematika dengan mengungkapkan rumus-rumus dan dalil-dalil matematika terlebih dahulu, baru siswa berlatih dengan

soal-soal yang disediakan”.

Hal serupa dikemukakan oleh Stahl (dalam Supinah, 2008:1) bahwa pada

pembelajaran konvensional atau tradisional dilihat dari kegiatan siswa selama berlangsungnya pembelajaran bekerja untuk dirinya sendiri, mata ke papan tulis dan penuh perhatian, mendengarkan guru dengan seksama, dan belajar hanya dari

guru atau bahan ajar, bekerja sendiri, diam adalah emas.

Tampak bahwa dalam pembelajaran guru lebih berperan sebagai subyek pembelajaran atau pembelajaran yang berpusat pada guru dan siswa sebagai

obyek, serta pembelajaran tidak mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Akibatnya banyak siswa mampu menyajikan tingkat hapalan yang baik terhadap

materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya. Sebagian besar dari mereka tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan

dipergunakan atau dimanfaatkan.

Perlu juga diketahui bahwa kebanyakan anak pada awal masuk SD belajar

(25)

12

hal-hal yang lebih umum. Oleh karena itu, kurang tepat jika guru memulai

konsep bulat melalui definisi. Namun akan lebih menguntungkan apabila guru memulainya dengan memperkenalkan benda-benda yang sering dilihat anak. Melalui benda itu anak akan mencoba mengklasifikasikannya seperti ini dapat

membiasakan anak mengamati dan memaknai suatu objek sehingga sampai pada pemahaman tentang bulat.

Matematika dapat diajarkan melalui melihat, mendengar, membaca, mengikuti perintah, mengimitasi, mempraktekkan, dan menyelesaikan latihan. Perlu kita ingat bahwa itu semua mengandung peran-serta guru yang seimbang

dalam membimbing dan mengarahkannya. Apakah dengan cara seperti ini anak akan benar-benar dapat memahami konsep yang diberikan dan memaknai dengan

baik? Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi banyak hal, seperti pengalaman, kemampuan, kematangan, dan motivasi, sehingga teori belajar selengkap manapun belum tentu efektif untuk semua anak dan semua topik. Namun secara

umum bagaimana anak belajar matatika telah banyak dikaji dan dikembangkan. Pengalaman akan benda-benda kongkrit yang dekat dengan anak sangat

membantu melandasi pemahaman konsep abstrak. Guru harus terampil dalam membangun jembatan penghubung antara pengalaman konkrit yang dimiliki kebanyakan anak dengan konsep matematika yang abstrak. Oleh karena itu

benda-benda nyata atau benda-benda-benda-benda manipulatif akan sangat membantu anak dalam memahami masalah matematika. Dengan demikian alat peraga dan bahan ajar,

(26)

13

Dengan memperhatikan beberapa uraian di atas dapatlah dikatakan bahwa dalam pembelajaran matematika di sekolah masih menggunakan cara-cara tradisional atau Pendekatan Konvensional (PMK). Pendekatan pembelajaran ini

menekankan pada latihan mengerjakan soal dengan mengulang prosedur serta lebih banyak menggunakan rumus atau algoritma tertentu. Oleh karena itu perlu

dilakukan perubahan pendekatan pembelajaran matematika, yaitu suatu pendekatan yang memberikan kesempatan pada siswa untuk aktif dalam belajar matematika. Turmudi (2008:69), menuliskan lima langkah perubahan besar

tentang lingkungan belajar matematika di kelas, agar bergerak menuju guru matematika yang profesional untuk memberdayakan siswa yakni: (1) menjadikan

kelas sebagai masyarakat matematika, jauh dari kelas hanya sebagai suatu kumpulan individu; (2) menjadikan logikan dan bukti matematika sebagai verifikasi, jauh dari hanya guru sebagai komando untuk mencapai jawaban yang

benar; (3) menjadikan penalaran matematika, jauh dari hanya sekedar mengingat prosedur matematika saja; (4) menjadikan konjektur (dugaan), inventing (penemuan), dan problem solving (pemecahan masalah), jauh dari hanya sekedar

penekanan kepada proses menjawab yang mekanistik; dan (5) terhadap pengaitan matematika (connecting mathematics), ide dan aplikasinya jauh dari hanya

menganggap dan memberlakukan matematika sebagai ”body of isolated concepts and procedures” (kumpulan konsep-konsep dan prosedur).

Salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan perubahan

tersebut adalah pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). PMR merupakan pendekatan dalam pembelajaran matematika yang memandang

(27)

14

pendapat Fruedenthal bahwa matematika merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas (Turmudi, 2008:7). Pembelajaran matematika tidak dapat dipisahkan dari sifat matematika seseorang memecahkan masalah, mencari

masalah, dan mengorganisasi atau matematisasi materi pelajaran. Fruedenthal berpendapat bahwa siswa tidak dapat dipandang sebagai penerima pasif

matematika yang sudah jadi (Supinah, 2008:14). Pendidikan matematika harus diarahkan pada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan yang memungkinkan siswa menemukan kembali (reinvention) matematika berdasarkan usaha mereka

sendiri.

PMR memiliki lima karakteristik (Graveimeijer dalam Saragih, 2007:46),

yaitu: (1) menggunakan masalah kontekstual; (2) menggunakan model; (3) menggunakan kontribusi dan produksi siswa; (4) interaktif; dan (5) keterkaitan (intertwinment). Karakteristik ini sesuai dengan pembelajaran yang diharapkan di

dalam Kurikulum matematika SD/MI (2003:11): “Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah

kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep-konsep matematika”.

Walaupun ada kesesuaian antara kurikulum dengan PMR dari sisi tujuan pembelajaran matematika di sekolah, namun hal ini belum dapat dijadikan patokan bahwa PMR dapat diterapkan di Indonesia seluruhnya di sekolah dasar

(Sunendiari dan Ramdani, 2008:90). Hal ini, dikarenakan jumlah siswa tiap kelas terlalu banyak, diperlukan waktu yang cukup lama, siswa yang memiliki

(28)

15

peraga sering disalahgunakan untuk bermain, dalam kerja kelompok tidak semua siswa dapat aktif, guru kesulitan menyediakan alat peraga, guru masih kesulitan mengubah metode mengajar cara lama yang biasa digunakan.

Namun begitu, hal tersebut dapat diatasi jika pihak sekolah menetapkan ukuran kelas yang relatif cukup kecil, merubah budaya guru dari mengajar

menjadi fasilitator dan motivator, budaya siswa dari diberi/diajari menjadi menemukan (reinvantion) sendiri konsep yang ada pada masalah kontekstual. Jika ini terlaksana dengan baik, diharapkan pelaksanaan pendekatan PMR berjalan

dengan efektif.

Menyadari bahwa tidak ada cara belajar dan mengajar yang terbaik

berdasarkan paparan di atas, maka pendekatan matematika realistik perlu dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai alternatif dalam pembelajaran matematika. Sebagaimana beberapa penelitian pendahuluan di beberapa negara

(Suherman, dkk; 2001:131) menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan PMR, sekurang-kurangnya dapat membuat: (1) matematika lebih menarik, relevan, dan bermakna, tidak terlalu formal dan tidak terlalu abstrak; (2)

mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa; (3) menekankan belajar matematika pada “learning by doing”; (4) memfasilitasi penyelesaian masalah

matematika dengan tanpa menggunakan penyelesaian (algoritma) yang baku; (5) menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika

Pertimbangan menggunakan PMR dapat juga dilihat dari beberapa

penelitian terdahulu, seperti Hasratuddin (2002), Fauzi (2002), Manurung (2009), dan Saragih (2007), Fakhruddin (2011), Saragih (2011), dan Hasibuan (2011).

(29)

16

lebih baik dari pendekatan matematika biasa yang selama ini sering diterapkan oleh guru matematika.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diuraikan beberapa hal yang perlu

diungkapkan secara mendalam terkait dengan pembelajaran matematika berdasarkan pendekatan pembelajaran matematika realistik yaitu: (1) apakah PMR

dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan Self-Efficacy siswa? (2) bagaimana pengaruh kemampuan matematika siswa yang diklasifikasikan dalam kelompok tinggi, sedang, dan rendah terhadap peningkatan

kemampuan pemecahan masalah dan Self-Efficacy matematis siswa? dan (3) bagaimana proses penyelesaian masalah kontekstual siswa yang menggunakan

PMR?

Dugaan bahwa kemampuan matematika siswa yang diklasifikasikan dalam kelompok kemampuan tinggi, sedang, dan rendah memberikan kontribusi pada

kemampuan pemecahan masalah matematika maupun Self Efficacy siswa terhadap matematika yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil belajar matematika adalah cukup beralasan, sebab berkaitan dengan perbedaan yang dimiliki setiap

individu atau siswa. Sebagaimana dikemukakan oleh Hamalik (2009:179), yang mangatakan perlu dipertimbangkan dan diperhatikan perbedaan individu dalam

situasi pengajaran. Untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perekembangan yang diharapkan pada diri siswa, maka guru harus memperhatikan keadaan individu, seperti: minat, kemampuan, dan latarbelakangnya. Berdasarkan uraian

(30)

17

Menurut Ruseffendi (Saragih, 2007:19) dari sekolah siswa yang dipilih secara acak akan selalu dijumpai siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, rendah, hal ini disebabkan kemampuan siswa menyebar secara distribusi normal.

Oleh karena itu pemilihan pendekatan pembelajaran harus dapat mengakomodasi kemampuan matematika siswa yang heterogen sehingga memaksimalkan hasil

belajar siswa.

Bagi siswa yang memiliki kemampuan sedang atau rendah, apabila pendekatan pembelajaran yang digunakan guru menarik, sesuai dengan tingkat

kognitif siswa yang sangat dimungkinkan siswa akan lebih cepat yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika dan

respon siswa dalam matematika. Berbeda dengan kemampuan tinggi, umumnya peningkatan kemampuan matematisnya bukan dipengaruhi oleh faktor pembelajaran, tetapi karena kemampuan kognitifnya yang sudah pandai.

Oleh karena itu, keputusan untuk menerapkan pendekaran pembelajaran dalam suatu proses pembelajaran dikelas perlu mempertimbangkan perbedaan kemampuan matematika siswa. Menurut Soekamto (1993:90) bahwa kemampuan

siswa dapat diketahui melalui beberapa cara misalnya dengan mengadakan tes awal, tes bakat, tes inteligensi, hasil prestasi belajar sebelumnya, prestasi belajar

selama mengikuti program, umpan balik dari siswa, dan sebagainya. Terkait dengan subjek penelitian yaitu siswa kelas IV pada semester 1, maka penulis menetapkan perbedaan kemampuan siswa dalam ini akan dikelompokkan

(31)

18

1.2 Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, terlihat bahwa pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran matematika

mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy matematis, dengan sendirinya akan mempengaruhi hasil prestasi belajar peserta didik.

Berdasarkan permasalahan tersebut kiranya dapat diidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar dalam pembelajaran matematika, yaitu: 1) Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa rendah.

2) Kepercayaan diri siswa masih rendah.

3) Respon siswa terhadap matematika bersifat negatif.

4) Guru masih menggunakan pendekatan matematika biasa seperti pendekatan konvensional.

5) Pendekatan pembelajaran matematika realistik yang belum dapat diterapkan

oleh guru matematika.

6) Siswa mengalami kesulitan dalam menjawab soal yang mengukur kemampuan pemecahan masalah matematis.

7) Siswa kurang terbiasa menyelesaikan soal yang bersifat kontekstual dalam proses pembelajaran.

1.3 Batasan Masalah

Dengan mengigat keterbatasan dana, waktu dan kemampuan peneliti

sehingga perlu pembatasan masalah dalam penelitian ini. Ruang lingkup peneliti ini dibatasi pada lokasi, subjek peneliti, waktu penelitian dan variabel-variabel

(32)

19

dengan melibatkan siswa kelas IV pokok bahasan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) dan Faktor Persekutuan Terbesar (FPB). Adapun variabel penelitian ini adalah pendekatan matematika realistik dan strategi pembelajaran ekspositori,

serta kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, rendah) dalam pemecahan masalah dan self-efficacy matematika.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan

masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1) Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

yang memperoleh pendekatan pembelajaran matematika realistik lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh pendekatan konvensional?

2) Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis?

3) Apakah peningkatan self-efficacy matematis antara siswa yang menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik lebih baik daripada

self-efficacy matematis siswa yang memperoleh pendekatan konvensional?

4) Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan self-efficacy matematis?

5) Bagaimana proses penyelesaian pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik dan pendekatan

(33)

20

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1) Untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa yang memperoleh pendekatan pembelajaran matematika realistik lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang

memperoleh pendekatan konvensional.

2) Untuk mengetahui interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan

masalah matematis.

3) Untuk mengetahui peningkatan self-efficacy matematis antara siswa yang

menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik lebih baik daripada self-efficacy matematis siswa yang memperoleh pendekatan konvensional.

4) Untuk mengetahui interaksi antara pendekatan dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan self-efficacy matematis.

5) Untuk mengetahui proses penyelesaian pemecahan masalah matematis siswa

yang menggunakan pendekatan pembelajaran matematika realistik dan pendekatan konvensional.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat:

1) Bagi peneliti

a. Penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti tentang pelaksanaan

(34)

21

b. Peneliti mampu mengidentifikasi kelemahan penyebab terhambatnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SD.

c. Peneliti mampu mengetahui dan memahami bagaimana kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa SD ketika diterapkan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan PMR.

2) Bagi guru

a. Dapat membantu tugas guru dalam meningkatkan kemampuan pemecaham masalah siswa selama proses pembelajaran di kelas secara efektif dan

efisien.

b. Dapat memberikan masukan bagi guru, yaitu cara untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. c. Mempermudah guru melaksanakan pembelajaran. 3) Bagi siswa

a. Dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika yang dipelajari.

b. Siswa dapat membangun kemampuannya sendiri.

c. Pelaksanaan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan PMR diharapkan meningkatkan motivasi dan daya tarik siswa terhadap mata

pelajaran matematika.

(35)

22

1.7 Defenisi Operasional

Adapun defenisi operasional dalam penelitian ini adalah:

1) Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah proses siswa

menyelesaikan soal matematika yang tidak rutin ditinjua dari aspek memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melakukan penyelesaian

masalah, dan memeriksa kembali atau menyimpulkan.

2) Self-efficacy adalah kepercayaan diri seseorang dalam melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk pencapaian suatu tugas ditinjau dari aspek pengalaman

otentik, pengalaman orang lain, pendekatan sosial atau verbal, indeks psikologis.

3) Pendekatan matematika realistik adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang didasari atas pandangan bahwa matematika sebagai aktifitas manusia. Kata realistik marupakan pendekatan yang diklasifikasikan dari :

mechanistik, struktualistik, emperistik dan realistic. PMR memiliki

karakteristik: menggunakan masalah kontekstual, menggunakan model, menggunakan kontribusi siswa, terjadinya interaksi dalam proses

pembelajaran, menggunakan berbagai teori belajar yang relevan, saling terkait, dan teintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya.

4) Pendekatan konvensional adalah pendekatan pembelajaran yang biasa dilakukan guru di sekolah pada saat ini, di mana proses pembelajaran dimulai dengan menjelaskan konsep matematika, memberikan contoh soal, lalu

(36)

23

5) Kemampuan matematika siswa adalah kemampuan siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah yang diukur berdasarkan tes kemampuan awal siswa dengan aturan Arikunto (2009:263) sebagai berikut:

Tabel 1.1 Pengelompokkan Kemampuan Awal Siswa

Kemampuan Siswa Kriteria

Tinggi Siswa yang memiliki nilai KAM ³ X +SD

Sedang Siswa yang memiliki nilai KAM diantara kurang dari SD

X + dan lebih dari X -SD

Rendah Siswa yang memiliki nilai KAM £ X -SD

Keterangan : X adalah nilai rata-rata KAM

SD adalah simpangan baku nilai KAM

6) Proses penyelesaian jawaban adalah proses siswa menyelesaikan soal

(37)

180

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Pembelajaran matematika baik dengan PMR maupun dengan PMK dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy matematis siswa. Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian, dan pembahasan seperti yang

telah dikemukakan pada bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan PMR lebih baik dibandingkan dengan siswa yang menggunakan PMK.

2) Tidak terdapat interaksi antara pendekatan dengan kemampuan awal siswa terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis. Perbedaan

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa disebabkan karena faktor pendekatan bukan kemampuan matematika siswa.

3) Peningkatan Self-Efficacy matematis siswa antara yang menggunakan PMR

lebih baik dibandingkan dengan PMK.

4) Terdapat interaksi antara pendekatan dan kemampuan matematika siswa

terhadap peningkatan self efficacy matematis. Perbedaan peningkatan self efficacy matematis siswa disebabkan karena faktor pendekatan dan

kemampuan matematika siswa.

(38)

181

5. Proses penyelesaian masalah siswa dengan pembelajaran menggunakan pendekatan matematika realistik lebih baik dibandingkan dengan proses penyelesaian masalah siswa dengan pendekatan konvensional.

· Pada pemecaham masalah untuk kategori pada indikator memahami masalah di kelas PMR siswa yang menjawab dengan lengkap dan benar pada interval 15 < x ≤ 25 sebanyak 44 orang 66,67%, sedangkan pada kelas PMK sebanyak 30 orang 47,69%. Untuk indikator perencanaan

masalah siswa yang menulisakan cara yang digunakan untuk memecahkan masalah/rumus dengan benar dan lengkap pada interval 10 < x ≤ 15 di

kelas PMR sebanyak 50 orang 75,75%, sedangkan pada kelas PMK sebanyak 45 orang 71,42%. Untuk indikator melakukan perhitungan, siswa yang menuliskan aturan penyelesaian dengan hasil benar dan tuntas pada

interval 15 < x ≤ 20 di kelas PMR sebanyak 37 orang 56,06% untuk kelas PMK sebanyak 25 orang 39,68% , Untuk indikator memeriksa kembali,

siswa yang menuliskan pemeriksaan secara benar dan lengkap pada interval 10 < x ≤ 15 di kelas PMR sebanyak 20 orang 30,30% sedangkan pada kelas PMK sebanyak 12 orang 19,04%. Dari data di atas maka dapat

disimpulkan bahwa proses penyelesaian masalah siswa pada tes kemampuan pemecahan masalah yang menggunakan pendekatan

(39)

182

5.2 Saran

Beberapa saran yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang berkepentingan terhadap penggunaan pendekatan PMR dalam proses

pembelajaran matematika khususnya pada tingkat pendidikan dasar. Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut.

1) PMR hendaknya menjadi alternatif pembelajaran bagi guru di SMP, terutama untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy matematis siswa.

2) Bagi peneliti yang akan menerapkan PMR dan mengembangkan kemampuan kemampuan pemecahan masalah matematis, agar dapat digali lebih jauh

tentang perbandingan setiap aspek kemampuan komunikasi matematis yang meliputi: (1) memahami masalah, membuat rencana penyelesaian masalah, melakukan perhitungan dan mengecek kembali.

3) Peneliti yang berminat meneliti tentang self efficacy matematis melalui PMR, disarankan untuk meneliti tentang perbandingan setiap aspek self efficacy matematis yang meliputi: (1) pengalaman otentik, (2) pengalaman orang lain,

(3) pendekatan sosial atau verbal, dan (4) indeks psikologis dan afektif.

4) Mengingat self efficacy matematis siswa perlu ditumbuhkembangkan dimulai

dari siswa SD hingga perguruan tinggi melalui PMR, maka untuk melengkapi hasil penelitian ini direkomendasikan untuk penelitian selanjutnya mencoba melakukan penelitian yang serupa dengan penelitian ini pada jenjang SMP

(40)

183

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, L.K & Amri, S. 2010. Mengembangkan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Ansari, B. I. 2009. Konsep dan Aplikasi Matematik. Banda Aceh: Yayasan PeNA Banda Aceh Divisi Penerbitan.

Arikunto. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Bandura.1997.Tiga Dimensi self-efficacy. (Online),

(http://repository.usu.ac.id/.pdf diakses 5 Maret 2012)

Budiningsih, A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Asdi Mahasatya. Burns, M. 2007. About Teaching Msathematics A K-8 Resource (Third Edition).

Sausalito: Math Solution Publication.

Degeng, I.N.S. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variabel. Jakarta Depdikbud Dirjen Dikti. P2LPTK.

De Lange, J. 1987. Mathematics, Insight and Meaning. Utrecht: OW & OC.

Depdiknas. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

BSNP. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD/MI. Jakarta: Depdiknas.

Fahmi, A. 2012. Penerapan Kooperatif Tipe Jigsaw Dalam Pembelajaran Matematika (Studi Komparatif Pemahaman Konsep dan Kreatifitas dalam Pemecahan Masalah pada Siswa Kelas VII SMP). Tesis tidak diterbitkan. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Fauzi, M.A. 2002. Pembelajaran Matematika Realistik pada Pokok Bahasan Pembagian di SD. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.

Ferguson. 1998. Problem Solving, Second Edition. Newyork: Facts On File, Inc. Feist, Jess and Gregory J. Feist. (2008). Theories of Personality. Edisi Keenam.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hasibuan, E.S 2011. Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

(41)

184

Hasratuddin. 2002. Pembelajaran Matematika Unit Geometri dengan Pendekatan Realistik di SLTP 6 Medan. Tesis tidak diterbitkan. Surabaya: Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.

Kesumawati. 2010. Peningkatan Kemampuan Pemahaman, Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis Siswa Melalui Pendidikan Matematika Realistik. Disertasi tidak diterbitkan. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Mahmudi, A. 2010. Tinjauan Asosiasi antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Disposisi Matematis. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika, FMIPA UNY, Yogyakarta, 17 April. Manurung, R.B 2009. Meningkatkan Kemampuan Penalaran Formal dalam

Pembelajaran Matematika SMP dengan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Nasution. 1982. Didaktik Asas-Asas Mengajar. Bandung : Jemmars

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston. VA: NCTM.

Polya. 1973. How To Solve It, Second Edition. New Jersey: Princeton University Press.

Risnanosanti. 2010. Senior High School Student’s Ability in Mathematical Creative Thinking and Self Efficacy in Inquiry Learning. Disertasi tidak diterbitkan. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Ruseffendi. 2005. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

Safari. 2005. Teknik Analisis Butir Soal Instrumen Tes dan Non Tes. Jakarta: Depdiknas.

Sanjaya, W. 2008. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

(42)

185

Saragih, R.M.B. 2011. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka

Cipta.

Soedjadi. 2007. Masalah Kontekstual sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah. (Seri Pembelajaran Matematika Realistik untuk Guru dan Orang Tua Murid). Universitas Negeri Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah. Soleh, M. (1987). Pokok-pokok Pengajaran Matematika Sekolah. Jakarta :

Depdikbud.

Suherman, E. 2001. Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.

Suherman, E, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.

Sugiman, dkk. 2009. Mathematical Problem Solving in Mathematics Realistic. Dalam Jurnal Pendidikan Matematika (hlm. 179-190). Medan: Program Studi Pendidikan PPs UNIMED.

Sumardyono. 2007. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Berbasis Masalah, Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Sumardyono. 2007. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Berbasis Masalah, Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta: PPPG Matematika.

Sumarmo, U. 2005. Pengembangan Berfikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP dan SMU serta Mahasiswa Strata Satu (S1) Melalui Berbagai Pendekatan Pembelajaran. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sumarmo, U. 2010. Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Bandung: FPMIPA UPI. Sunendiari, S & Ramdani, Y. 2008. Kajian Model Pembelajaran Statistika di SMP

Melalui Penerapan Pendidikan Matematika Realistik. MIMBAR, Vol. XXIV, No. 1 (Januari - Juni 2008): 89-104.

(43)

186

Suryadi, D. 2007. Pendidikan Matematika. Dalam Tim Pengembang Ilmu Pendidikan (Eds). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu. Bandung: PT Imperial Bhakti Utama.

Treffers, A. 1991. Realistic Mathematics Education in The Netherland 1980-1990 in Realistic Mathematics Education in Primary School. Utrech:freudenthal Institute.

Turmudi. 2008. Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: PT Leuser Cita Pustaka.

Turmudi. 2010. Metodologi Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan pada Pelatihan Guru-Guru Matematika di Manokwari, Papua Barat. Pendidikan Matematika:UPI.

Van den Heuvel-Panhuizen, M. 2000. Mathematics Education in the Netherlands: A guide tour. Utrecht: Utrecht University.

Van de Walle, J.A. 2008. Pengembangan Pengajaran Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Van de Walle, J.A.2008. Pengembangan Pengajaran Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Edisi Keenam Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Wardhani, S. 2008. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Mata Pelajaran Matematika. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Wardhani, S, dkk. 2010. Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di SD. Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Gambar

Tabel Weiner Keterkaitan antar Variabel Bebas, Variabel Terikat, dan
Tabel 1.1 Pengelompokkan Kemampuan Awal Siswa

Referensi

Dokumen terkait

sasaran penerapan pendekatan matematika realistik. Pendekatsn matematika realistik sebagai salah satu pendekatan baru dalam pembelajaran maternatika, memang memberikan

Hasil utama dari penelitian ini adalah: (1) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika yang memperoleh pendekatan matematika realistik lebih tinggi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan metakognisi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik lebih baik

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah : (1) peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh Pendekatan pembelajaran matematika realistik

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan siswa dalam pemecahan masalah matematis yang memperoleh pembelajaran dengan Pendekatan Matematika

Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang mendapat pendekatan PMR lebih baik daripada siswa yang mendapat pendekatan PMK ditinjau dari:

Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapat pendekatan PMR lebih baik daripada siswa yang mendapat pendekatan PMK pada peringkat

Tujuan dari penelitian ini untuk melihat: (1) Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan pendekatan realistik lebih baik daripada kemampuan