• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Tepung Tempe Kedelai (Glycine max L.Merrill) Terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit Swiss Webster Jantan Dewasa Yang Diinduksi Glukosa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Tepung Tempe Kedelai (Glycine max L.Merrill) Terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit Swiss Webster Jantan Dewasa Yang Diinduksi Glukosa."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

iv Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

PENGARUH TEPUNG TEMPE KEDELAI (Glycine max

L.Merrill) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH

MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN DEWASA

YANG DIINDUKSI GLUKOSA

Jilly Selena Pradipta, 2014

Pembimbing 1 : Fen Tih, dr.,M.Kes

Pembimbing 2 : Hj. Sri Utami Sugeng, Dra., M. Kes

Latar belakang: Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Tepung tempe mengandung isoflavon yang memiliki efek untuk merangsang sekresi insulin oleh sel beta pankreas sehingga dapat menurunkan glukosa darah.

Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh tepung tempe kedelai terhadap penurunan kadar glukosa darah mencit Swiss Webster jantan dewasa yang diinduksi glukosa. Metode Penelitian: Menggunakan pola Rancangan Acak Lengkap yang bersifat komparatif dengan ruang lingkup penelitian laboratoris eksperimental. Subjek penelitian adalah mencit Swiss Webster jantan dewasa sebanyak 30 ekor yang dibagi dalam 5 kelompok, yaitu : kelompok perlakuan dengan tepung tempe dosis 4.512,5 mg/kgBB, 9.025 mg/kgBB, 18.050 mg/kgBB, kontrol positif dengan glibenklamid, dan kontrol negatif dengan akuades. Data yang diukur adalah penurunan glukosa darah setelah perlakuan. Pengukuran kadar glukosa darah menggunakan glukometer dari sampel darah vena ekor mencit pada menit ke-15, 30, 60, 90 dan 120. Analisis data dilakukan dengan one way ANOVA dan uji Tukey

HSD dengan α=0,05.

Hasil: Pemberian tepung tempe kedelai dengan dosis 4.512,5 mg/kgBB, 9.025 mg/kgBB, 18.050 mg/kgBB menurunkan kadar glukosa darah tetapi dosis 18.050 mg/kg menurunkan kadar glukosa darah secara sangat bermakna (p=0,000) dibandingkan dengan kontrol negatif pada menit ke-90 dan 120 dan menunjukkan tidak ada perbedaan dengan kontrol positif.

Simpulan: Tepung tempe kedelai menurunkan kadar glukosa darah mencit

Swiss Webster jantan dewasa yang diinduksi glukosa. Tepung tempe kedelai dosis

18.050 mg/kgBB mempunyai potensi yang setara dengan glibenklamid dalam menurunkan kadar glukosa darah mencit Swiss Webster jantan dewasa yang diinduksi glukosa.

(2)

v Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

THE EFFECT OF FERMENTED SOYBEAN FLOUR

(Glycine max L.Merrill) TOWARDS BLOOD GLUCOSE

LEVEL OF ADULT MALE SWISS WEBSTER MICE

-INDUCED GLUCOSE

Jilly Selena Pradipta, 2014

1st Tutor : Fen Tih.,dr.,M.Kes

2nd Tutor : Hj. Sri Utami Sugeng., Dra., M. Kes

Background: Diabetes Mellitus (DM) is a group of metabolic disease with a characteristic of hyperglycemia that occurs due to insulin secretion disorder, insulin effect-disorder, or both. Isoflavon in fermented soybean flour has an effect of stimulating β pancreatic cell in insulin secretion to reduce blood glucose level. Aim: This research aim was to determine the effect of fermented soybean flour in reducing blood glucose level of adult male Swiss Webster mice – induced glucose.

Method: This research was a true laboratory experimental, a comparative randomized sampling. The subject were 30 adult male Swiss Webster mice, divided into 5 groups which are given 4.512,5 mg/kgBB, 9.025 mg/kgBB, 18.050 mg/kgBB of fermented soybean flour, glibenclamide as a positive control, and aquadest as a negative control. Blood glucose reduction was measured after treatment. Blood glucose measurement was done by glucometer from mice’s tail vein blood sample on 15, 30, 60, 90 and 120 minutes after treatment. Data is analyzed by one way ANOVA and Tukey HSD test with α=0,05.

Result: A given of 4.512,5 mg/kgBB, 9.025 mg/kgBB, and 18.050 mg/kgBB fermented soybean flour reducing blood glucose level but dose 18.050 mg/kgBB fermented soybean flour reducing blood glucose level with p=0,000 (highly significant) compared to negative control at 90 and 120 minute mark and had no difference with positive control.

Conclusion: Fermented soybean flour reducing blood glucose level of adult male Swiss Webster mice –induced glucose. Fermented soybean flour dose 18.050 mg/kgBB has an equal potential as glibenclamide in reducing blood glucose level of adult male Swiss Webster mice –induced glucose.

(3)

viii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... ... 3

1.5 Kerangka dan Hipotesis Penelitian ... ... 4

1.5.1 Kerangka Pemikiran ... 4

1.5.2 Hipotesis Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Pankreas ... 6

2.2 Glukosa Darah ... 8

2.2.1 Pengaturan Kadar Glukosa Darah ... 8

2.2.2 Transport Glukosa ... 10

2.3 Indeks Glikemik ... 11

2.4 Insulin ... 12

(4)

ix Universitas Kristen Maranatha

2.6 Hiperglikemia ... 15

2.7 Diabetes Mellitus ... 16

2.7.1 Definisi Diabetes Mellitus... 16

2.7.2 Klasifikasi dan Etiologi ... 16

2.7.3 Patogenesis ... 18

2.7.3.1 DM tipe 1 (IDDM=Insulin Dependent Diabetes Mellitus) ... 18

2.7.3.2 DM tipe 2 (IDDM=Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) 19 2.7.4 Manifestasi Klinik DM ... 20

2.7.4.1 DM tipe 1 ... 20

2.7.4.2 DM tipe 2 ... 20

2.7.5 Diagnosis ... 21

2.7.6 Komplikasi DM ... 23

2.7.7 Penatalaksanaan ... 23

2.7.8 Kriteria Pengendalian DM ... 26

2.8 Glibenklamid ... 27

2.9 Kedelai ... 28

2.9.1 Taksonomi Kedelai ... 28

2.9.2 Karakteristik Fisik Kedelai ... 29

2.9.3 Penggunaan Kedelai ... 30

2.9.4 Kandungan dan Manfaat Gizi Kedelai ... 30

2.9.5 Tempe dan Proses Pembuatannya ... 30

2.10 Tepung Tempe ... 32

2.10.1 Manfaat Kandungan Tepung Tempe ... 33

BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Desain Penelitian ... 36

3.2 Alat dan Bahan ... 36

3.2.1 Alat ... 36

3.2.2 Bahan... 37

3.2.3 Hewan Coba ... 37

(5)

x Universitas Kristen Maranatha

3.3.1 Variabel Penelitian ... 38

3.3.2 Prosedur Kerja ... 38

3.3.2.1 Pengumpulan Bahan... 38

3.3.2.2 Pembuatan Tepung Tempe Kedelai ... 39

3.3.2.3 Penyiapan Hewan Coba ... 40

3.3.3 Metode Analisis ... 41

3.3.4 Aspek Etik ... 41

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

3.4.1 Lokasi Penelitian ... 42

3.4.2 Waktu Penelitian ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 43

4.2 Pembahasan ... 47

4.3 Uji Hipotesis... 48

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 50

5.2 Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN ... 55

ETHIC APPROVAL ... 71

(6)

xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Perbandingan antara DM tipe 1 dan DM tipe 2 ... 17

2.2 Perbandingan DM tipe 1 dan DM tipe 2 ... 21

2.3 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dL) ... 22

2.4 Kriteria pengendalian DM... 26

4.1 Kadar glukosa darah puasa sebelum perlakuan (mg/dL) ... 43

4.2 Rerata glukosa darah setelah perlakuan (mg/dL) ... 44

(7)

xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Anatomi pankreas... 7

2.2 Absorbsi glukosa dalam usus ... 10

2.3 Penyerapan glukosa ke dalam sel dengan bantuan insulin... 11

2.4 Mekanisme perangsangan glukosa terhadap sekresi insulin oleh sel beta pankreas.GLUT, pengangkut glukosa ... 14

2.5 Kedelai ... 29

4.1 Grafik rerata glukosa darah setelah perlakuan ... 44

(8)

xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Perhitungan Dosis ... 55

Lampiran 2 Data Hasil Percobaan... 56

Lampiran 3 ANOVA GDP (Awal) ... 57

Lampiran 4 ANOVA Menit ke-15 ... 59

Lampiran 5 ANOVA Menit ke-30 ... 61

Lampiran 6 ANOVA Menit ke-60 ... 63

Lampiran 7 ANOVA Menit ke-90 ... 65

Lampiran 8 ANOVA Menit ke-120 ... 67

(9)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal (hiperglikemia) dan terdapat gangguan metabolisme insulin. Penderita diabetes mellitus tidak mampu mensekresi insulin dalam jumlah cukup, menggunakan insulin secara efektif ataupun keduanya. Diabetes mellitus jangka panjang dapat menimbulkan kelainan patologis makrovaskular dan mikrovaskular (Whitney et

al, 2002). Tanda dan gejala awal yang sering dikeluhkan pasien DM adalah rasa

haus, banyak kencing, rasa lapar, badan terasa lemas, dan berat badan yang turun (Auroma, 2006).

Diabetes mellitus merupakan salah satu ancaman terbesar kesehatan global dan jumlah penderita DM meningkat dengan cepat di seluruh dunia. Menurut laporan dari World Health Association (WHO) mengenai studi populasi DM di berbagai negara, Indonesia menempati peringkat ke-4 pada tahun 2000 dengan jumlah penderita DM sebanyak 8,4 juta jiwa setelah India, Cina dan Amerika Serikat. WHO memperkirakan kenaikan jumlah penderita DM di Indonesia menjadi 21,3 juta pada tahun 2030 (PERKENI, 2006).

Besarnya insidensi, prevalensi, dan komplikasi DM menggambarkan pentingnya pencegahan dan penatalaksanaan dini penyakit tersebut. Manajemen DM sangat efektif dilakukan pada tahap awal sebelum timbul gejala atau prediabetes (Liu et al, 2010).

(10)

2 Universitas Kristen Maranatha

Salah satu bahan makanan yang dihubungkan dengan perbaikan kondisi prediabetes melalui penurunan kadar glukosa darah adalah kedelai. Kebiasaan mengonsumsi kacang-kacangan terutama kedelai memiliki efek protektif terhadap DM tipe 2 (Villegas et al, 2008).

Kandungan protein, isoflavon, serat, lesitin serta rendahnya indeks glikemik kedelai merupakan komponen yang memberikan efek hipoglikemik (Marsono, 2002). Kandungan tersebut, terutama protein juga terdapat dalam produk olahan kedelai antara lain : tempe, tahu, soygurt, dan susu kedelai (Bhathena, 2002).

Kedelai merupakan tumbuhan yang dapat diolah menjadi tempe melalui proses fermentasi. Kedelai dan tempe memiliki senyawa isoflavon. Konsumsi tempe diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan upaya peningkatan konsumsi protein dan sesuai dengan daya beli masyarakat (Albertine et al, 2008). Tempe merupakan produk hasil fermentasi yang bernilai gizi tinggi. Kandungan isoflavon pada produk olahan kedelai seperti tempe lebih tinggi dibandingkan kedelai yang tidak diolah (Wang & Murphy, 1994). Tempe segar dapat disimpan satu sampai dua hari pada suhu ruang tanpa banyak mengalami pengurangan sifat mutunya. Setelah dua hari, tempe akan mengalami proses pembusukan dan tidak dapat lagi dikonsumsi. Untuk mengatasi hal itu, tempe dapat diawetkan dalam bentuk tepung tempe (Susanti & Soegiharto, 1995).

(11)

3 Universitas Kristen Maranatha

dibuat dari tepung tempe adalah sate donat, brownies, tiramisu, dan lain-lain (Albertine et al, 2008).

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh tepung tempe kedelai terhadap penurunan kadar glukosa darah (antihiperglikemik) pada mencit Swiss Webster jantan dewasa yang diinduksi glukosa.

1.2Identifikasi Masalah

1. Apakah tepung tempe kedelai (Glycine max L. Merrill) menurunkan kadar glukosa darah mencit Swiss Webster jantan dewasa yang diinduksi glukosa.

2. Apakah tepung tempe kedelai (Glycine max L. Merrill) mempunyai potensi yang setara dengan glibenklamid (kontrol positif) dalam menurunkan kadar glukosa darah mencit Swiss Webster jantan dewasa yang diinduksi glukosa.

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh tepung tempe kedelai (Glycine max L. Merrill) terhadap kadar glukosa darah mencit Swiss Webster jantan dewasa yang diinduksi glukosa dan mengetahui kesetaraan potensi tepung tempe kedelai (Glycine max L. Merrill) dengan glibenklamid (kontrol positif) dalam menurunkan kadar glukosa darah mencit Swiss Webster jantan dewasa yang diinduksi glukosa.

1.4Manfaat Penelitian

(12)

4 Universitas Kristen Maranatha

glukosa darah untuk mencegah keadaan hiperglikemik yang berhubungan dengan penyakit diabetes mellitus.

Manfaat praktis dari karya tulis ini, diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang penggunaan tepung tempe sebagai alternatif bahan makanan yang dapat menurunkan kadar glukosa darah.

1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian

1.5.1 Kerangka pemikiran

Tempe merupakan sumber isoflavon, komponen bioaktif isoflavon berupa genistein dan daidzein telah dihubungkan dengan aktivitas penurunan glukosa darah.

Genistein dilaporkan dapat menghambat α-glukosidase yang berperan dalam beberapa kelainan metabolik seperti diabetes mellitus. Berdasarkan penelitian, pemberian isoflavon kedelai (genistein ekuivalen 0,22 g/kg diet) secara signifikan meningkatkan serum insulin dan menurunkan glukosa serum pada tikus diabetes (Lu et al, 2008).

Diet tinggi isoflavon meningkatkan serum insulin, serum gluthatione (GSH), menurunkan glukosa darah dan serum methylglyoxal (MG) dan meningkatkan fungsi sel beta pankreas. Genistein dilaporkan juga dapat mencegah apoptosis sel akibat peningkatan MG. MG sering meningkat 3-6 kali lebih tinggi dalam darah pasien diabetes mellitus.

Secara in vitro genistein menghambat aldose reductase yang merupakan enzim kunci dalam jalur polyol (jalur sorbitol-aldose reductase). Enzim tersebut mengkatalisis kelebihan glukosa menjadi sorbitol yang berimplikasi terhadap komplikasi diabetes terutama kerusakan mikrovaskuler seperti retina diabetik dan kaki diabetik.

(13)

5 Universitas Kristen Maranatha phospoenol pyruvate carboxykinase (PEPCK), fatty acid synthase (FAS), β

-oxidation dan Carnitine Palmitoyltransferase (CPT) di hati.

Isoflavon dalam kedelai memproteksi sel dari prainflamasi sitokinin, kerusakan induksi lemak dan apoptosis. Isoflavon dapat juga menstimulasi daya tahan sel beta pankreas dan menurunkan glukosa darah dengan cara mengaktifkan reseptor PPAR (Peroxisome-Proliferator Activated Receptor), suatu reseptor inti yang berpartisipasi dalam pengaturan glukosa darah dan kerja insulin.

Efek antihiperglikemik tempe bukan hanya oleh aktivitas isoflavon yang terkandung dalam tempe. Komponen lain dalam tempe diduga turut berperan dalam penurunan glukosa darah. Baik diet genistein maupun isolat protein kedelai secara signifikan telah meningkatkan aktivitas enzim glukokinase dan menurunkan aktivitas enzim glukosa-6-fosfatase. Meskipun demikian isolat protein kedelai lebih potensial dibanding genistein dalam menurunkan glukosa darah diduga karena isolat protein mengandung komponen aktif lain yang dapat meningkatkan bioavailabilitas genistein. Efek glikemik tempe mungkin berbeda mengingat jumlah isoflavon dalam tempe berbeda tergantung dari jenis varietas kedelai, perspirasi pembuatan dan kapang yang digunakan (Ghozali et al, 2010).

1.5.2 Hipotesis Penelitian

1. Tepung tempe kedelai (Glycine max L. Merrill) menurunkan kadar glukosa darah mencit Swiss Webster jantan dewasa yang diinduksi glukosa.

(14)

50 Universitas Kristen Maranatha BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Tepung tempe kedelai (Glycine Max L.Merrill) menurunkan kadar glukosa darah mencit Swiss Webster jantan dewasa yang diinduksi glukosa.

2. Tepung tempe kedelai (Glycine max L. Merrill) dosis 18.050 mg/kgBB mempunyai potensi yang setara dengan glibenklamid (kontrol positif) dalam menurunkan kadar glukosa darah mencit Swiss Webster jantan dewasa yang diinduksi glukosa.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap efek tepung tempe dalam menurunkan kadar glukosa darah untuk mencari dosis optimal yang dapat meningkatkan aktivitas sekresi insulin pada keadaan hiperglikemik tetapi tidak menyebabkan hipoglikemik.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai adakah efek samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi tepung tempe dalam jangka panjang.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kadar senyawa aglikon dalam tepung tempe dengan bahan dasar kedelai berbagai varietas.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek tepung tempe dalam menurunkan kadar glukosa darah pada manusia normal sebagai pencegahan primer penyakit diabetes mellitus dan pada penderita diabetes mellitus sebagai pencegahan sekunder untuk menghindari terjadinya komplikasi dengan dilakukan pengukuran glukosa darah yang lebih rinci. 5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang uji toksisitas tepung tempe

(15)

PENGARUH TEPUNG TEMPE KEDELAI (Glycine max L.Merrill) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH MENCIT SWISS WEBSTER

JANTAN DEWASA YANG DIINDUKSI GLUKOSA

THE EFFECT OF FERMENTED SOYBEAN FLOUR (Glycine max L.Merrill) TOWARDS BLOOD GLUCOSE LEVEL OF ADULT MALE SWISS WEBSTER

MICE -INDUCED GLUCOSE

Fen Tih, dr., M.Kes.1, Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes.2,Jilly Selena Pradipta3 1Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

2Bagian Biologi Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

3Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha

Jalan Prof. Drg. Suria Sumantri MPH No. 65 Bandung 40164 Indonesia

ABSTRAK

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Tepung tempe mengandung isoflavon yang memiliki efek untuk merangsang sekresi insulin oleh sel beta pankreas sehingga dapat menurunkan glukosa darah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tepung tempe kedelai terhadap penurunan kadar glukosa darah

mencit Swiss Webster jantan dewasa yang diinduksi glukosa.

Penelitian ini menggunakan pola Rancangan Acak Lengkap yang bersifat komparatif dengan ruang lingkup penelitian laboratoris eksperimental. Subjek penelitian adalah mencit

Swiss Webster jantan dewasa sebanyak 30 ekor yang dibagi dalam 5 kelompok, yaitu : kelompok perlakuan dengan tepung tempe dosis 4.512,5 mg/kgBB, 9.025 mg/kgBB, 18.050 mg/kgBB, kontrol positif dengan glibenklamid, dan kontrol negatif dengan akuades. Data yang diukur adalah penurunan glukosa darah setelah perlakuan. Pengukuran kadar glukosa darah menggunakan glukometer dari sampel darah vena ekor mencit pada menit ke-15, 30, 60, 90

dan 120. Analisis data dilakukan dengan one way ANOVA dan uji Tukey HSD dengan α=0,05.

Hasil percobaan menunjukkan pemberian tepung tempe kedelai dengan dosis 4.512,5 mg/kgBB, 9.025 mg/kgBB, 18.050 mg/kgBB menurunkan kadar glukosa darah tetapi dosis

18.050 mg/kg menurunkan kadar glukosa darah secara sangat bermakna (p=0,000)

dibandingkan dengan kontrol negatif pada menit ke-90 dan 120 dan menunjukkan tidak ada perbedaan dengan kontrol positif.

Dapat disimpulkan tepung tempe kedelai menurunkan kadar glukosa darah mencit Swiss

Webster jantan dewasa yang diinduksi glukosa. Tepung tempe kedelai dosis 18.050 mg/kgBB mempunyai potensi yang setara dengan glibenklamid dalam menurunkan kadar glukosa darah

mencit Swiss Webster jantan dewasa yang diinduksi glukosa.

(16)

ABSTRACT

Diabetes Mellitus (DM) is a group of metabolic disease with a characteristic of hyperglycemia that occurs due to insulin secretion disorder, insulin effect-disorder, or both. Isoflavon in

fermented soybean flour has an effect of stimulating β pancreatic cell in insulin secretion to

reduce blood glucose level. The aim of this study was to determine the effect of fermented soybean flour in reducing blood glucose level of adult male Swiss Webster mice – induced glucose.

This study was a true laboratory experimental, a comparative randomized sampling. The subject were 30 adult male Swiss Webster mice, divided into 5 groups which are given 4.512,5 mg/kgBB, 9.025 mg/kgBB, 18.050 mg/kgBB of fermented soybean flour, glibenclamide as a positive control, and aquadest as a negative control. Blood glucose reduction was measured after treatment. Blood glucose measurement was done by glucometer from mice’s tail vein blood sample on 15, 30, 60, 90 and 120 minutes after treatment. Data is analyzed by one way

ANOVA and Tukey HSD test with α=0,05.

A given of 4.512,5 mg/kgBB, 9.025 mg/kgBB, and 18.050 mg/kgBB fermented soybean flour reducing blood glucose level but dose 18.050 mg/kgBB fermented soybean flour reducing blood glucose level with p=0,000 (highly significant) compared to negative control at 90 and 120 minute mark and had no difference with positive control.

Fermented soybean flour reducing blood glucose level of adult male Swiss Webster mice – induced glucose. Fermented soybean flour dose 18.050 mg/kgBB has an equal potential as glibenclamide in reducing blood glucose level of adult male Swiss Webster mice –induced glucose.

Keywords: fermented soybean flour, blood glucose, glucose

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal (hiperglikemia) dan terdapat gangguan metabolisme insulin. Penderita diabetes mellitus tidak mampu mensekresi insulin dalam jumlah cukup, menggunakan insulin secara efektif ataupun keduanya. Diabetes mellitus jangka panjang dapat menimbulkan kelainan patologis

makrovaskular dan mikrovaskular[1]. Tanda

dan gejala awal yang sering dikeluhkan pasien DM adalah rasa haus, banyak kencing, rasa lapar, badan terasa lemas, dan berat badan yang turun[12].

Diabetes mellitus merupakan salah satu ancaman terbesar kesehatan global dan jumlah penderita DM meningkat dengan cepat di seluruh dunia. Menurut

laporan dari World Health Association

(WHO) mengenai studi populasi DM di berbagai negara, Indonesia menempati peringkat ke-4 pada tahun 2000 dengan jumlah penderita DM sebanyak 8,4 juta jiwa setelah India, Cina dan Amerika Serikat. WHO memperkirakan kenaikan jumlah penderita DM di Indonesia menjadi 21,3 juta pada tahun 2030[5].

Besarnya insidensi, prevalensi, dan komplikasi DM menggambarkan pentingnya pencegahan dan penatalaksanaan dini penyakit tersebut. Manajemen DM sangat efektif dilakukan pada tahap awal sebelum timbul gejala atau prediabetes[7].

(17)

hidup sedentary (sedentary life), menurunkan berat badan, mengatur diet, dan melakukan olahraga secara teratur[5].

Salah satu bahan makanan yang dihubungkan dengan perbaikan kondisi prediabetes melalui penurunan kadar glukosa darah adalah kedelai. Kebiasaan mengonsumsi kacang-kacangan terutama kedelai memiliki efek protektif terhadap DM tipe 2[3].

Kandungan isoflavon memberikan efek hipoglikemik.. Kandungan tersebut terdapat dalam produk olahan kedelai antara lain : tempe, tahu, soygurt, dan susu kedelai[11].

Kedelai merupakan tumbuhan yang dapat diolah menjadi tempe melalui proses fermentasi. Kedelai dan tempe memiliki senyawa isoflavon. Konsumsi tempe diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan upaya peningkatan konsumsi protein dan sesuai dengan daya beli masyarakat[13].

Tempe merupakan produk hasil fermentasi yang bernilai gizi tinggi. Kandungan isoflavon pada produk olahan kedelai seperti tempe lebih tinggi dibandingkan kedelai yang tidak diolah[2]. Tempe segar dapat disimpan satu sampai dua hari pada suhu ruang tanpa banyak mengalami pengurangan sifat mutunya. Setelah dua hari, tempe akan mengalami proses pembusukan dan tidak dapat lagi dikonsumsi. Untuk mengatasi hal itu, tempe dapat diawetkan dalam bentuk tepung tempe[14].

Tepung tempe memiliki banyak manfaat, antara lain mudah dicampur dengan sumber karbohidrat untuk memperkaya nilai gizi, mudah disimpan, ataupun mudah diolah menjadi makanan cepat saji. Dengan adanya tepung tempe, nilai gizi suatu makanan akan meningkat. Pembuatan tepung tempe dilakukan sebagai solusi untuk meningkatkan nilai gizi pada makanan berprotein rendah. Tepung tempe bermanfaat sebagai substrat pada makanan berprotein rendah. Tujuan

dari pembuatan tepung tempe yaitu untuk meningkatkan nilai jual tempe dan diversifikasi tepung, meningkatkan kandungan gizi bagi makanan berprotein rendah, dan meningkatkan gizi masyarakat Indonesia khususnya golongan menengah ke bawah. Tepung tempe dapat diaplikasikan ke setiap jenis makanan baik lauk pauk maupun makanan ringan. Contoh makanan ringan yang dapat dibuat dari tepung tempe adalah sate donat, brownies, tiramisu, dan lain-lain[13].

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah tepung tempe kedelai

(Glycine max L.Merrill) memiliki efek

terhadap kadar glukosa darah mencit Swiss

Webster jantan dewasa yang diinduksi glukosa.

BAHAN DAN CARA

Penelitian ini menggunakan 5 kelompok

perlakuan dengan masing-masing

kelompok terdiri dari 6 ekor mencit. Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu mencit diadaptasikan dalam suasana laboratorium selama tujuh hari. Mencit yang dapat melewati masa adaptasi, dibagi menjadi lima kelompok secara acak, dipuasakan semalam selama 10-12 jam. Setelah puasa hewan uji yang telah dikelompokkan diambil cuplikan darah vena dari ekor mencit untuk mengukur kadar glukosa darah awal (T0). Kemudian semua kelompok perlakuan diberi sediaan obat yang diuji dalam tiga dosis, kontrol positif, dan kontrol negatif. Setelah 30 menit, diberikan glukosa 50% per oral sebanyak 2mL. Pengambilah darah vena dari ekor mencit diulang setelah perlakuan pada menit ke 15, 30, 60, 90, dan 120.

ANALISIS DATA

(18)

Tingkat kemaknaan atau signifikansi hasil

analisis diuji dengan uji Tukey HSD

dengan nilai p< 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil rerata glukosa darah semua kelompok pada tiap menit didapatkan bahwa glukosa darah mencit setelah perlakuan pada menit ke 15 dan 30 menunjukkan peningkatan. Hal ini karena

masih terjadi loading glukosa sehingga

kadar glukosa dalam darah masih tinggi.

Mulai terlihat penurunan pada menit ke 60, 90 dan 120. Tetapi pada kelompok KN, glukosa darah masih meningkat pada menit ke 60 dan mulai menunjukkan penurunan pada menit ke 90 dan 120. Hal ini karena pada saat glukosa darah meningkat melebihi batas normal, kecepatan sekresi insulin pankreas juga meningkat agar kadar glukosa darah kembali ke nilai kontrolnya. Glukosa yang diabsorpsi usus akan diubah menjadi glikogen dan disimpan di hepar[9]. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.1 Kadar glukosa darah puasa sebelum perlakuan (mg/dL)

TT1 TT2 TT3 KP KN

Mencit 1 124 154 114 119 110 Mencit 2 122 130 122 120 122

Mencit 3 119 130 128 128 116

Mencit 4 130 133 136 123 121

Mencit 5 126 124 130 124 126

Rerata 124,2 134,2 126 122,8 119

Tabel 4.2 Rerata glukosa darah setelah perlakuan (mg/dL)

TT1 TT2 TT3 KP KN

15 menit 164 ± 5,83 173,2 ± 12,04 170,6 ± 8,59 165,6 ± 3,64 156 ± 10,60

30 menit 171,4 ± 7,66 175,8 ± 7,46 181 ± 4,47 176 ± 2,91 168,4 ± 7,36 60 menit 165,4 ± 5,31 164,2 ± 7,88 162,4 ± 5,07 161,6 ± 4,39 173,8 ± 4,32

(19)

Gambar 4.2 Grafik rerata dan hasil uji Tukey HSD

Dari hasil diatas didapatkan bahwa pada menit ke-15 kelompok TT2 terhadap kelompok KN dan pada menit ke-30 kelompok TT3 terhadap kelompok KN menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Tetapi karena pada menit ke 15 dan 30 kadar glukosa darah masih mengalami peningkatan, hasil signifikansi yang akan dibahas lebih lanjut adalah pada menit ke 60, 90, dan 120 karena pada menit tersebut kadar glukosa darah telah mengalami penurunan.

Pada menit ke-60, kelompok TT1 dan TT2 pada hasil percobaan sudah menunjukkan penurunan tetapi pada hasil uji Tukey HSD tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap kelompok KN ini berarti kelompok TT1 dan TT2 belum terbukti efek penurunan glukosa darah secara statistik. Kelompok TT3 menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap kelompok KN ini berarti kelompok TT3 memiliki efek penurunan glukosa darah.

Pada menit ke-90 kelompok TT1 tidak

menunjukkan perbedaan terhadap

kelompok KN, kelompok TT2 dan TT3 menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan terhadap kelompok KN ini berarti bahwa kelompok TT2 dan TT3 memiliki efek penurunan glukosa darah.

Kelompok TT2 dan TT3 dibandingkan dengan kelompok KP menunjukkan tidak ada perbedaan ini berarti bahwa kelompok

TT2 dan TT3 memiliki potensi

menurunkan glukosa darah yang sama dengan kelompok KP.

Pada menit ke-120 kelompok TT1 dan TT2 dibandingkan dengan kelompok KN menunjukkan efek menurunkan glukosa darah yang bermakna secara statistik, tetapi bila dibandingkan dengan kelompok KP menunjukkan perbedaan yang sangat

signifikan (p=0,000) yang menunjukkan

bahwa efek menurunkan dari kelompok TT1 dan TT2 tidak lebih baik dari kelompok KP. Kelompok TT3 bila dibandingkan dengan kelompok KN menunjukkan efek menurunkan glukosa darah yang sangat bermakna secara statistik dengan nilai p=0,000 , dan bila

dibandingkan dengan kelompok KP menunjukkan tidak ada perbedaan (non signifikan) sehingga menyimpulkan potensi menurunkan glukosa darah oleh kelompok TT3 sama dengan kelompok KP. Hasil penelitian dapat dlihat pada gambar 4.2.

(20)

glukosa darahnya setiap minggu dalam 3 minggu penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan yang diberi tepung tempe dibandingkan kelompok kontrol negatif menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan (p=0,000)[10].

Kedelai memiliki kandungan isoflavon yang mempunyai efek hipoglikek. Isoflavon yang terkandung dalam kedelai berefek meningkatkan sensitifitas insulin[8], memperbaiki sekresi insulin[6],

menghalangi penyerapan glukosa usus[3]

dan bersifat sebagai antioksidan. Proses fermentasi kedelai menjadi tempe menyebabkan peningkatan isoflavon total[2].

Penelitian menemukan bahwa melalui proses pengolahan baik fermentasi dan non-fermentasi, senyawa isoflavon dapat mengalami transformasi menjadi senyawa isoflavon bebas yang disebut aglikon. Aglikon ini memiliki aktivitas yang lebih tinggi. Senyawa aglikon tersebut adalah genistein, glisitein, dan daidzein yang berhubungan dengan penurunan glukosa darah. Genistein dan daidzein berperan sebagai antihiperglikemia melalui mekanisme aktivasi glukokinase (GK), penghambatan glukosa-6-fosfatase

(G6pase), phospoenol pyruvate

carboxykinase (PEPCK), fatty acid sinthase

(FAS), β-oxidation dan carnitine palmitoyltransferase (CPT) di hati[16].

Isoflavon dalam kedelai memproteksi sel dari prainflamasi sitokinin, kerusakan induksi lemak dan apoptosis. Isoflavon dapat juga menstimulasi daya tahan sel beta pankreas dan menurunkan glukosa darah dengan cara mengaktifkan reseptor

PPAR (peroxisome-proliferator activated

receptor), suatu reseptor inti yang berpartisipasi dalam pengaturan glukosa darah dan kerja insulin[16]. Melalui proses fermentasi lebih lanjut senyawa aglikon

akan bertransformasi menghasilkan

senyawa baru. Hasil transformasi lebih lanjut dari senyawa aglikon ini menghasilkan senyawa-senyawa yang

mempunyai aktivitas biologi lebih tinggi. Faktor-II (6,7,4' tri-hidroksi isoflavon) mempunyai aktivitas antioksidan lebih baik dari daidzein dan genistein pada kedelai[15]. Aktivitas antioksidan ini dapat mengatasi radikal bebas yang ditimbulkan keadaan hiperglikemia[4].

SIMPULAN

1. Tepung tempe kedelai (Glycine

Max L.Merrill) menurunkan

kadar glukosa darah mencit Swiss

Webster jantan dewasa yang diinduksi glukosa.

2. Tepung tempe kedelai (Glycine

max L. Merrill) dosis 18.050

mg/kgBB mempunyai potensi

yang setara dengan glibenklamid (kontrol positif) dalam menurunkan kadar glukosa darah

mencit Swiss Webster jantan

dewasa yang diinduksi glukosa.

SARAN

1. Penelitian untuk mencari dosis

optimal.

2. Penelitian tentang efek samping

tepung tempe kedelai bila dikonsumsi dalam jangka panjang.

3. Penelitian tentang kadar senyawa

aglikon dalam kedelai berbagai varietas.

4. Penelitian pada orang normal dan

penderita DM tipe 2.

5. Penelitian tentang uji toksisitas

tepung tempe kedelai.

DAFTAR PUSTAKA

1. Whitney, Ellie, Rolfes, Sharon Rady and

Pinna, Kathryn. Understanding Normal

(21)

A. 42, 1994, J.Agnc.Food.Chem, pp. 1666-1673.

3. Legume and Soy Food Intake and The Incidence of Type 2 Diabetes in The Shanghai Women's Health Study. Villegas, R, et al. 2008, Am.J.Clin.Nutr, pp. 162-167. Indonesia, 2006, pp. 1882-1885.

4. Kadar Beta Karoten, Antosianin, Isoflavon, dan Aktivitas Antioksidan pada Snack Bar Ubi Jalar Kedelai Hitam sebagai Alternatif Makanan Selingan Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Sabuluntika, Novita. 2013.

5. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan

Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta : PB. PERKENI, 2006. 6. Soybean Oil Treatment Impairs Glucose Stimulated Insulin Secretion and Changes Fatty Acid Compotition of Normal and Diabetic Islets. Nunes, E, et al. 2007, Acta Diabetol, pp. 121-130.

7. Effects of Soy Protein and Isoflavones on Glycemic Control and Insulin Sensitivity. Liu, Z M, et al. 2010, Am.J.Clin.Nutr, p. 1394.

8. Long Term Consumption Of Fermented Soybean Derived Chngkookjang Enhances Insulinotropic Action Unlike Soybean in 90% Pancreatectomized Diabetic Rats.

Kwon, D Y, et al. 46, 2006, Eur J Nutr, pp. 44-52.

9. Guyton, Arthur C and Hall, John E.

Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. [ed.] Luqman Y Rachman, et al. 11. Jakarta : EGC, 2007. pp. 871-881, 1010-1027. 10. Pengaruh Pemberian Bekatul dan Tepung Tempe terhadap Profil Gula Darah pada Tikus yang diberi Alloxan. Bintanah, Sufiati and Kusuma, Hapsari Sulistya. 2, 2010, Jurnal Pangan dan Gizi, Vol. I.

11. Beneficial Role of Dietary

Phytoestrogens in Obesity and Diabetes.

Bhathena, S J and Velasquez, M T. 76, 2002, Am.J.Clin.Nutr, pp. 1191-1201. 12. Free Radicals, Antioxidants and Diabetes : Embryopathy, Retinopathy, Neuropathy, Nefropathy and

Cardiovascular Complication. Auroma. 4, 2006, N.aging, pp. 117-137.

13. Albertine, Aren, et al. Tepung Tempe

sebagai Sumber Protein Nabati yang Ekonomis. Bogor : Institut Pertanian Bogor, 2008.

14. Soegiharto and Susanti, Irma.

Repository IPB. Repository IPB. [Online] September 16, 2010. [Cited: Oktober 20, 2014.]

http://repository.ipb.ac.id/handle/1234567 89/38814?show=full.

15. Suyanto, Pawiroharsono. Prospek dan

Manfaat Isoflavon pada Kesehatan.

Jakarta : Direktorat Teknologi Bioindustri, Badan Pengkajian dan Penerapan

Teknologi, 2008.

(22)

51 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto. (2005). Kedelai. Jakarta: Penebar Swadaya.

Albertine, A., Darda, A., Indaryani, R., Kusuma, B. N., & Arsyad, M. (2008).

Tepung Tempe sebagai Sumber Protein Nabati yang Ekonomis. Bogor:

Institut Pertanian Bogor.

APII. (2010). Dipetik November 2, 2014, dari

http://legacy.owensboro.kctcs.edu/gcaplan/anat2/notes/APIINotes1%20glan ds%20and%20hormones.htm

Association, American Diabetes. (2005). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care , 37-42.

Auroma. (2006). Free Radicals, Antioxidants and Diabetes : Embryopathy, Retinopathy, Neuropathy, Nefropathy and Cardiovascular Complication.

N.aging (4), 117-137.

Bhathena, S. J., & Velasquez, M. T. (2002). Beneficial Role of Dietary Phytoestrogens in Obesity and Diabetes. Am.J.Clin.Nutr (76), 1191-1201. Bintanah, S., & Kusuma, H. S. (2010). Pengaruh Pemberian Bekatul dan Tepung

Tempe terhadap Profil Gula Darah pada Tikus yang diberi Alloxan. Jurnal

Pangan dan Gizi , I (2).

Dimitriadis, G., Mitrou, P., Lambadiari, V., & Raptis, S. A. (2011). Insulin Effects in Muscle and Adipose Tissue. Diabetes Res.Clin.Pract , 1, 52-59. Drake, R. L., Vogl, W., & Mitchell, A. D. (2005). Gray's Anatomy for Students.

USA: Elsevier.

Ghozali, D. S., Handharyani, E., & Rimbawan. (2010, Maret 22). Pengaruh Tempe terhadap Kadar Gula Darah dan Kesembuhan Luka pada Tikus Diabetik. CDK .

Gustaviani, R. (2006). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. S. K, & S. Setiati, Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam (4 ed., hal. 1879). Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

(23)

52 Universitas Kristen Maranatha

Hermana, & Karmini, M. (1997). The Development of Tempe Technology. Dalam J. Agranoff, The Complete Handbook of Tempe (hal. 89-90). Jakarta: The Indonesia Tempe Foundation.

Huether, S. E. (2006). Mechanism of Hormonal Regulation. Dalam K. L. McCance, & S. E. Huether, Pathophysiology the Biologic Basis for Disease

in Adults and Children (5 ed., hal. 668-671). St.Louis: Elsevier.

Kumar, V., Michael, J., Salzler, C., James, M., & Crawford. (2010). Pancreas. Dalam V. Kumar, R. S. Cotran, & S. L. Robbins, Robbins Basic Pathology (8 ed., hal. 1131-1146). Philadelphia: Elsevier.

Kwon, D. Y., Jang, J. S., Hong, S. M., Lee, J. E., Sung, S. R., & Park, H. R. (2006). Long Term Consumption Of Fermented Soybean Derived Chngkookjang Enhances Insulinotropic Action Unlike Soybean in 90% Pancreatectomized Diabetic Rats. Eur J Nutr (46), 44-52.

Liu, Z. M., Chen, Y., Suzzane, C. H., Ho, Y. P., & Woo, J. (2010). Effects of Soy Protein and Isoflavones on Glycemic Control and Insulin Sensitivity.

Am.J.Clin.Nutr , 1394.

Mahan, L. K., & Stump, S. E. (2004). Food, Nutrition, and Diet Therapy (11 ed.). USA: Elsevier.

Manaf, A. (2006). Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Dalam A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. S. K, & S. Setiati, Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam (4 ed., hal. 1890). Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Marsono, Y. (2002). Penentuan Indeks Glisemik Kacang-kacangan, Faktor

Determinan, dan Uji Hipoglisemiknya. Yogyakarta: Universitas Gadja

Mada.

Masharani, U., Karam, J. H., & German, M. S. (2004). Pancreatic Hormones and Diabetes Mellitus. Dalam F. Greenspan, & D. Gardner (Penyunt.), Basic

and Clinical Endocrinology (7 ed., hal. 658-663, 669-670, 683, 690,

693-697). USA: The McGraw Hill Company.

Molina, P. E. (2004). Endocrine Physiology (1 ed.). USA: The Mc Graw Hill Companies.

Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. (2006). Harper's Illustrated

Biochemistry. USA: The Mc Graw-Hill Companies.

(24)

53 Universitas Kristen Maranatha

PERKENI. (2006). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus

Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB. PERKENI.

Pittas, A. G. (2004). Tufts. Dipetik November 20, 2014, dari http://ocw.tufts.edu/Content/14/lecturenotes/265878

Regina. (2012, Agustus 25). Diabetes Melitus.org. Dipetik November 12, 2014, dari Diabetes Melitus.org: http://diabetesmelitus.org/pengertian-indeks-glikemik/#ixzz3Gfy5qC3J

Sabuluntika, N. (2013). Kadar Beta Karoten, Antosianin, Isoflavon, dan Aktivitas Antioksidan pada Snack Bar Ubi Jalar Kedelai Hitam sebagai Alternatif Makanan Selingan Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2.

Snell, R. S. (2006). Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran (6 ed.). Jakarta: EGC.

Soegiharto, & Susanti, I. (2010, September 16). Repository IPB. Dipetik Oktober

20, 2014, dari Repository IPB:

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/38814?show=full

Soegondo, S. (2006). Farmakoterapi Pada Pengendalian Glikemia Diabetes Melitus Tipe 2. Dalam A. W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. S. K, & S. Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (4 ed., hal. 1882-1885). Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Soewondo, P. (2006). Mengapa Anda Menyandang Diabetes Melitus. Jakarta: Balai Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Suherman, S. K. (2008). Insulin dan Antidiabetik Oral. Dalam S. G. Gunawan,

Farmakologi dan Terapi (5 ed.). Jakarta: Departemen Farmakologi dan

Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Suyono, S. (2004). Patofisiologi Diabetes Melitus. Dalam S. Soegondo, P. Soewondo, & I. Subekti, Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu (hal. 7-14). Jakarta: Balai Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Triplitt, C. L., Rosner, C. A., & Isley, W. L. (2005). Pharmacotheraphy a

Pathophysiology Approach. USA: The McGraw Hill Company.

Villegas, R., Gao, Y. T., Yang, G., Lan, L. H., Elasy, T. A., Zheng, W., et al. (2008). Legume and Soy Food Intake and The Incidence of Type 2 Diabetes in The Shanghai Women's Health Study. Am.J.Clin.Nutr , 162-167.

(25)

54 Universitas Kristen Maranatha

Waspadji, S. (1999). Gambaran Klinis Diabetes Melitus. Dalam S. Waspadji, I. Alwi, & A. M. Rachman, Buku Ajar Ilm Penyakit Dalam (hal. 586). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Whitney, E., Rolfes, S. R., & Pinna, K. (2002). Understanding Normal and

Clinical Nutrition (7 ed.). Belmont: Wadsworth.

Wijaya, A. (1999). Free Radicals and Antioxidant Status. Jakarta Diabetes

Meeting (hal. 10-30). Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan bagian Ilmu

Penyakit Dalam FKUI.

Wright, E. M., Loo, D., & Harayama, B. (2011, April 1). Dipetik November 2, 2014, dari http://physrev.physiology.org/content/91/2/733

Gambar

Tabel 4.2  Rerata glukosa darah setelah perlakuan (mg/dL)
Gambar 4.2 Grafik rerata dan hasil uji Tukey HSD

Referensi

Dokumen terkait

senam hamil dalam kelas ibu yang membantu partisipan untuk tetap. berolahraga ringan walaupun dalam keadaan mengandung dan

penulis bahas dalam bentuk suatu laporan dengan judul “ Pengendalian Intern Terhadap Gaji Pada Kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU) – Balai Wilayah Sungai Sumatera V

PERTUNJUKAN GAMELAN MONGGANG PUSAKA KEPANGERANAN GEBANG KINATAR DALAM UPACARA SEREN TAUN DI CIGUGUR KUNINGAN.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

siklus hidup untuk pengembangan sistem informasi, juga dikenal sebagai model. siklus hidup

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan Penerapan Sistem Informasi Geografis Terhadap Pemetaan Kantor Dinas Se-Kaupaten Pati ini berdasarkan hasil

• Operation adalah implementasi dari sebuah service yang dapat direques dari object class untuk menghasilkan behaviour..

Kemudian seorang jenius lain adalah Yaqut Al- Musta‟shimi yang disebutkan dalam sejarah sebagai yang memberikan keindahan tiada tara semasanya pada bidang kaligrafi,

Pengaruh AdopsiInternational Financial Reporting Standards Good Corporate Governance, Dan Asimetri Informasi Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Otomotif Dan