• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi konsentrasi polivinil pirolidon K-30 (PVP K-30) sebagai polimer hydrocolloid matrix diabetic wound healing dengan zat aktif piroksikam.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi konsentrasi polivinil pirolidon K-30 (PVP K-30) sebagai polimer hydrocolloid matrix diabetic wound healing dengan zat aktif piroksikam."

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Hydrocolloid matrix piroksikam dapat menjadi salah satu alternatif pengobatan ulkus kaki diabetik yang dapat menghantarkan obat secara terkontrol, di mana bergantung pada polimer. Penelitian ini bertujuan mengetahui konsentrasi PVP K-30 yang optimal dengan rentang konsentrasi 1,5% - 2,5% sebagai polimer pada formula sediaan hydrocolloid matrix diabetic wound healing dengan zat aktif piroksikam. Organoleptis, bobot, ketebalan, moisture content, moisture absorption, pH, ketahanan pelipatan, kandungan obat dan pelepasan obat piroksikam dari matriks selama 6 jam dievaluasi secara statistik menggunakan software R dengan taraf kepercayaan 95%. Formula optimal diaplikasikan pada luka eksisi tikus jantan terinduksi aloksan dan tidak terinduksi, setiap 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan formula PVP 2 dengan konsentrasi PVP K-30 sebesar 2%, dengan kombinasi HPMC konsentrasi 4,5% merupakan formula optimal, di mana memiliki warna merata, homogen, dengan moisture content 5,166%, moisture absorption 8,980%, memiliki DE360 sebesar 53,87%, serta stabil pada suhu 37oC dan 45oC, dan hasil uji aktivitas menunjukkan bahwa efektivitas formula PVP 2 tidak berbeda signifikan dengan kontrol.

(2)

ABSTRACT

Hydrocolloid matrix piroxicam might become an alternative treatment of diabetic foot ulcers that could control the delivery of the drugs, which depends on the polymer. The aim of this study is to determine the concentration of PVP K-30 with range of 1.5% - 2.5% as a polymer in the formula hydrocolloid matrix dosage diabetic wound healing with piroxicam as an active ingredient. Organoleptic, weight, thickness, moisture content, moisture absorption, pH, folding endurance, drug content and drug release of piroxicam for 6 hours were evaluated statistically using the software R with a level of 95%. Optimal formula then was applied to the wound excision of male rats induced by alloxan and not induced, every 24 hours. The results showed the formula PVP 2, which concentration of PVP K-30 amounted to 2%, and a combination of HPMC concentration of 4.5% became a formula optimal, which has a color uniform, homogeneous matrix, with a moisture content 5,166%, moisture absorption 8.980%, DE360 amounted to 53.87% and the stability

is suitable at temperatures of 37oC and 45oC, and activity test results showed that the effectiveness of PVP formula 2 did not differ significantly compared with the control.

(3)

OPTIMASI KONSENTRASI POLIVINIL PIROLIDON K-30 (PVP K-30) SEBAGAI POLIMER HYDROCOLLOID MATRIX DIABETIC WOUND

HEALING DENGAN ZAT AKTIF PIROKSIKAM

SKRIPSI

Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Disusun oleh: Benedicta Fidelia Putranti

NIM: 138114068

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

OPTIMASI KONSENTRASI POLIVINIL PIROLIDON K-30 (PVP K-30) SEBAGAI POLIMER HYDROCOLLOID MATRIX DIABETIC WOUND

HEALING DENGAN ZAT AKTIF PIROKSIKAM

SKRIPSI

Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Disusun oleh: Benedicta Fidelia Putranti

NIM: 138114068

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan teristimewa untuk Tuhan Yesus Kristus “Segala perkara dapat kutanggung dalam Dia yang memberi kekuatan

kepadaku” - (Filipi 4:13) Ayah Tran, Ibu Arini, Adik Dio Sahabat-sahabat, dan orang tercinta Alamamater Universitas Sanata Dharma

(8)
(9)
(10)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat, kasih dan penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Optimasi Konsentrasi Polivinil Pirolidon K-30 (PVP K-30) sebagai Polimer Hydrocolloid Matrix Diabetic Wound Healing dengan Zat Aktif Piroksikam” dengan baik.

Skripsi ini disusun dengan tujuan memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) sebagai mahasiswa program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma. Penulis berharap, skripsi ini dapat memberikan kontribusi untuk pengembangan penelitian selanjutnya. Penulis menyadari banyaknya hambatan dan masalah yang penulis hadapi dalam pembuatan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang mendukung terselesaikannya skripsi penulis:

1. Ibu Aris Widayati, M. Sc., Ph. D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

2. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, Apt., selaku Dosen Pembimbing Skripsi, yang telah mendampingi, membimbing, dan memberi semangat kepada penulis selama proses pembuatan skripsi

3. Ibu Dr. Dewi Setyaningsih, M. Sc., Apt., selaku Dosen Penguji serta Kepala Penanggung Jawab Laboratorium Fakultas Farmasi, yang telah memberi kritik dan saran yang sangat membangun, serta yang telah memberikan izin dalam penggunaan laboratorium serta fasilitas yang mendukung kepentingan penelitian

4. Ibu Beti Pudyastuti, M. Sc., Apt., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan berbagai masukan dan saran, serta bimbingan yang sangat membangun untuk penelitian ini

(11)

viii

6. Bapak Agung, Bapak Musrifin, Bapak Kayatno, Bapak Wagiran, Bapak Ratijo, Bapak Parlan, Bapak Kunto, Bapak Bimo, dan Bapak Mukmin, selaku Laboran, yang telah membantu penulis selama penelitian skripsi 7. DP2M DIKTI, yang telah memberikan grant penelitian untuk mendukung sebagian pendanaan penelitian ini, berdasarkan kontrak Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah No. 010/HB-LIT/III/2016 tanggal 15 Maret 2016

8. Keluarga besar Suradji, dan keluarga tercinta Ayah Markus Tranmiyadi, Ibu Stanisla Arini Budi Susanti, Adik Georgius Ariyadi Nugroho, yang selalu memberi semangat dan memberikan doa, dan kasih sayang kepada penulis

9. Teman-teman “Skripsoy”, Gracia Elwy Nona Sanjivany, Ignasia Handipta Mahardika dan Michael Ryanda Estianto Hadi, teman senasib sepenanggungan dan seperjuangan bersama, yang sangat luar biasa, terima kasih atas bantuan dan semangat, serta kerja sama selama ini 10.Teman-teman “Kuluk-kuluk Family”, Kenny Kowira, Lalitya Adhiati,

Bernardus Dhuta, Kirana Andranilla, Ivana Tunggal, dan Hesti Fajriyanti, yang telah membantu dan memberi semangat selama ini 11.Bernardino Realino Revandy Baskara Jati, atas segala dukungan,

semangat, perhatian dan kesabaran yang luar biasa hingga tersusunnya skripsi ini

12.Sahabat tercinta, “Sisa-sisa Kebahagiaan” Fidelia Sresti Kasita, Michael Wahyu Paribasagita Samuel, Cyrillia Prima Arthami, Maria Assumpta Denovita Febriani, Rafael Andrean dan Antonius Wisnu Aditya, yang telah memberi semangat dan keceriaannya selama ini 13.Teman-teman FSM B 2013, FST 2013 dan Keluarga Besar Farmasi

(12)

ix

14.Teman-teman “Van Lith-Farmasi” Gracia Elwy, Ignasia Handipta, Trensia Neovelina Imel, Eva Angelista, Yolanda Tyas, Richardus Yudistira, terima kasih atas semangat dan kebersamaan selama ini 15.Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah

memberi semangat serta dukungan, dan yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya naskah skripsi ini.

Pepatah mengatakan bahwa “tiada gading yang tak retak”, dan penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan dan menerima adanya kritik dan saran yang dapat bermanfaat dan membangun dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, 13 Januari 2016

(13)

x ABSTRAK

Hydrocolloid matrix piroksikam dapat menjadi salah satu alternatif pengobatan ulkus kaki diabetik yang dapat menghantarkan obat secara terkontrol, di mana bergantung pada polimer. Penelitian ini bertujuan mengetahui konsentrasi PVP K-30 yang optimal dengan rentang konsentrasi 1,5% - 2,5% sebagai polimer pada formula sediaan hydrocolloid matrix diabetic wound healing dengan zat aktif piroksikam. Organoleptis, bobot, ketebalan, moisture content, moisture absorption, pH, ketahanan pelipatan, kandungan obat dan pelepasan obat piroksikam dari matriks selama 6 jam dievaluasi secara statistik menggunakan software R dengan taraf kepercayaan 95%. Formula optimal diaplikasikan pada luka eksisi tikus jantan terinduksi aloksan dan tidak terinduksi, setiap 24 jam. Hasil penelitian menunjukkan formula PVP 2 dengan konsentrasi PVP K-30 sebesar 2%, dengan kombinasi HPMC konsentrasi 4,5% merupakan formula optimal, di mana memiliki warna merata, homogen, dengan moisture content 5,166%, moisture absorption 8,980%, memiliki DE360 sebesar 53,87%, serta stabil pada suhu 37oC dan 45oC, dan hasil uji aktivitas menunjukkan bahwa efektivitas formula PVP 2 tidak berbeda signifikan dengan kontrol.

(14)

xi ABSTRACT

Hydrocolloid matrix piroxicam might become an alternative treatment of diabetic foot ulcers that could control the delivery of the drugs, which depends on the polymer. The aim of this study is to determine the concentration of PVP K-30 with range of 1.5% - 2.5% as a polymer in the formula hydrocolloid matrix dosage diabetic wound healing with piroxicam as an active ingredient. Organoleptic, weight, thickness, moisture content, moisture absorption, pH, folding endurance, drug content and drug release of piroxicam for 6 hours were evaluated statistically using the software R with a level of 95%. Optimal formula then was applied to the wound excision of male rats induced by alloxan and not induced, every 24 hours. The results showed the formula PVP 2, which concentration of PVP K-30 amounted to 2%, and a combination of HPMC concentration of 4.5% became a formula optimal, which has a color uniform, homogeneous matrix, with a moisture content 5,166%, moisture absorption 8.980%, DE360 amounted to 53.87% and the stability

is suitable at temperatures of 37oC and 45oC, and activity test results showed that the effectiveness of PVP formula 2 did not differ significantly compared with the control.

(15)

xii DAFTAR ISI

(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Formula hydrocolloid matrix piroksikam ... Tabel II. Rata-rata hasil evaluasi sifat fisika kimia sediaan hydrocolloid

matrix piroksikam ... Tabel III. Hasil uji iritasi basis hydrocolloid matrix piroksikam ... Tabel IV. Hasil uji aktivitas dan uji histopatologi ...

3

(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hasil uji sterilitas ... Gambar 2. Grafik waktu vs %release hydrocolloid matrix piroksikam ...

(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Proposal Penelitian ... Lampiran 2. Ethical Clearance Penelitian ... Lampiran 3. Certificate of Analysis Piroksikam ... Lampiran 4. Certificate of Analysis PVP K-30 ... Lampiran 5. Certificate of Analysis HPMC ... Lampiran 6. Data Sifat Fisik Hydrocolloid Matrix Piroksikam ... Lampiran 7. Data Perhitungan Dosis dan Kandungan Obat Hydrocolloid

Matrix Piroksikam ... Lampiran 8. Data Uji Pelepasan In Vitro Sediaan Hydrocolloid Matrix

Piroksikam ... Lampiran 9. Data Uji Stabilitas Sediaan Hydrocolloid Matrix Piroksikam .... Lampiran 10. Data Uji Iritasi Hydrocolloid Matrix Piroksikam ... Lampiran 11. Data Persen (%) Wound Closure ... Lampiran 12. Hasil Statistik Penelitian ... Lampiran 13. Hasil Uji Histopatologi ... Lampiran 14. Dokumentasi Foto Penelitian ...

(19)

1 PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang, disebabkan adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah secara terus menerus (kronis) akibat kekurangan insulin baik kuantitatif maupun kualitatif (Tapan, 2005). Prevalensi penderita DM di Indonesia menurut International Diabetes Federation (2015) sebesar 6,2%, dengan rentang umur antara 20-79 tahun yang merupakan umur produktif orang Indonesia.

Ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM, akan dialami sebanyak 15-25% penderita DM dalam hidupnya (Singh et al. 2005). Penderita diabetes mengalami reaksi inflamasi yang memanjang akibat peningkatan MMP-9, yang bertanggung jawab pada degradasi matriks ekstraseluler (kolagen) (McLennan and Yue, 2008; Dinh et al. 2012). Penelitian oleh Mazumder et al. (2014) mengatakan dalam studinya bahwa piroksikam memiliki sifat neuroprotektif dengan menghambat dan downregulation 2 dan MMP-9. Berdasarkan sifat dan mekanisme tersebut, piroksikam berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat untuk mempercepat penyembuhan ulkus kaki diabetik.

Hydrocolloid merupakan salah satu jenis wound dressing patch, di mana materialnya didesain agar menciptakan sifat oklusif, mampu menjerat eksudat di dalam balutan dan mampu menghidrasi luka (Hilton et al. 2004). Hydrocolloid yang diaplikasi langsung pada area terinfeksi, di mana bagian stratum corneum dari kulit sudah rusak, seperti ulkus kaki diabetik, memiliki efek terapi lebih baik dan berfungsi sebagai wound healer (Toshkhani et al. 2013).

(20)

2

matriks (Kandavilli et al. 2002; Pudyastuti dkk. 2014). Diketahui bahwa piroksikam merupakan analgesik dan obat anti-inflamasi yang tergolong dalam BCS kelas II yang memiliki kelarutan yang kecil, selain itu, memiliki karakteristik polimorfisme (Park et al. 2014; Dhawan et al. 2016), sehingga diharapkan semakin besar konsentrasi PVP K-30, laju pelepasan piroksikam dari matrix semakin besar. HPMC sebagai sistem matriks wound dressing patch mampu menghasilkan penghantaran obat yang larut maupun sukar larut air secara terkontrol (Liu et al. 2014).

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui konsentrasi PVP K-30 optimal pada sediaan hydrocolloid diabetic wound healing matrix dengan zat aktif piroksikam dan untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi PVP K-30 terhadap sifat dan stabilitas fisika kimia sediaan, dan dalam aktivitasnya mempercepat penyembuhan ulkus kaki diabetik. Hipotesis dari penelitian ini adalah konsentrasi polimer PVP K-30 tertentu menghasilkan hydrocolloid piroksikam diabetic wound healing matrix yang optimal serta peningkatan konsentrasi polimer PVP dapat memberikan pengaruh terhadap sifat dan stabilitas fisika kimia sediaan dan dalam aktivitasnya mempercepat penyembuhan ulkus kaki diabetik.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental murni. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah piroksikam (Nantong Jinghua Pharmaceutical) sebagai zat aktif sediaan hydrocolloid matrix, PVP K-30 (BASF) sebagai polimer, Hypromellose 2910 (HPMC; 6 mPa.s) (Shin-Etsu Chemical) sebagai polimer, propilen glikol (DOW) sebagai platicizer, etanol 96% (Aldrich) sebagai ko-solven, metanol (Merck) sebagai ko-solven, acetone (Merck) sebagai pelarut obat, akuades (Tirta Investama) sebagai pelarut polimer, PBS pH 6,4 sebagai medium disolusi, membran Milipore (Milipore) digunakan sebagai membran disolusi, krim depilatoridigunakan untuk mencukur bulu tikus, kapas Medisoft® Cotton Ball, aloksan monohidrat (Sigma) digunakan sebagai induktor diabetes pada tikus, alkohol 70% diguanakan untuk sterilisasi ruangan, ketamin digunakan sebagai anestesi dan euthanasia tikus, Nutrient Agar (Oxoid) digunakan sebagai media uji sterilitas, larutan formalin 10% untuk mengawetkan jaringan kulit tikus, reagen dan standar Glucose GOD-FS (Diasys), heparin (Inviclot) digunakan sebagai antikoagulan darah dan akuabides (Ikapharmindo Putramas) digunakan sebagai blanko dalam pengukuran gula darah.

(21)

3

UV-Vis (Shimadzu), pH meter (Ohaus), Franz Diffusion Cell (Logan) timbangan analitik (Kern), autoklaf, oven, kabinet LAF, Climatic Chamber (Memmert), aluminium foil, batang pengaduk, gelas ukur, cawan petri, bunsen, hotplate magnetic stirrer (Cenco), stirrer, jangka sorong, mikropipet (Socorex), vortex (Wilten), pinset, gunting, biopsy punch, kaca objek dan kaca penutup, pipet tetes, plastic wrap, kaca bundar, dan mikroskop cahaya (Olympus). Penelitian ini menggunakan tikus jantan Wistar yang diperoleh dari Laboratorium Imono Universitas Sanata Dharma, yang memiliki tubuh sehat dan belum pernah digunakan untuk penelitian lain, tidak ada kelainan pada bagian tubuh, memiliki usia 2 bulan dengan bobot 160-200 g.

Sterilisasi Ruang, Alat, dan Bahan

Kabinet LAF dibersihkan dengan menggunakan etanol 70% kemudian lampu UV dinyalakan selama 24 jam. Proses ini dilakukan sebelum proses pembuatan hydrocolloid matrix piroksikam. Cawan petri disterilisasi dengan uap air menggunakan autoklaf dengan suhu 121oC selama 15 menit. Sterilisasi sediaan dilakukan setelah proses pembuatan sediaan yang disterilisasi secara terminal dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 115oC selama 15 menit.

Pembuatan Matrix Hydrocolloid Piroksikam Diabetic Wound Healing

Dasar dari pemilihan formula dalam penelitian ini adalah formula transdermal oleh Pudyastuti, dkk. (2014) yang telah dimodifikasi, sesuai dengan Tabel I. HPMC dilarutkan dalam akuades dan etanol hingga terbentuk gel dan didiamkan. Piroksikam dilarutkan dalam asetone. PVP K-30 dilarutkan dengan larutan obat piroksikam, kemudian ditambahkan propylene glycol. Larutan HPMC ditambahkan ke dalam larutan PVP K-30 dan diaduk hingga homogen. Campuran gel dituang ke dalam cawan petri sebanyak 12,5 gram.

Tabel I. Formula hydrocolloid matrix piroksikam

(22)

4

Campuran kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 45°C selama 48 jam. Hydrocolloid matrix kering kemudian dicetak dengan diameter 1 cm dan disimpan dalam aluminium foil yang diletakkan pada wadah plastik dengan penambahan silica gel pada suhu ruang.

Uji Sterilitas

Uji sterilitas dilakukan dengan meletakkan sediaan berdiameter 1 cm ke media Nutrien Agar pada cawan petri. Tiap petri kemudian dibungkus plastic wrap dan diinkubasi terbalik selama 24 jam.

Uji Organoleptis

Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati dan meneliti warna, kejernihan dan kehalusan dari hydrocolloid matrix piroksikam yang telah dibuat (Shirsand et al. 2012). Uji Keseragaman Bobot

Uji keseragaman bobot dilakukan dengan menimbang 10 hydrocolloid matrix piroksikam berdiameter 1 cm dari masing-masing formula satu persatu (British Pharmacopoeia, 1993).

Uji Ketebalan

Uji ketebalan hydrocolloid matrix piroksikam berdiameter 1 cm dihitung pada 5 titik berbeda (keempat sudut dan bagian tengah) dengan jangka sorong (El-Gendy et al. 2009). Uji pH Larutan Sediaan

Uji pH larutan sediaan dilakukan dengan merendam setiap formula hydrocolloid matrix piroksikam berdiameter 1 cm dalam 20 mL akuades pada suhu 36,5oC- 37,5oC selama 24 jam (British Pharmacopoeia, 1993).

Uji Persentase Moisture Content

Uji persentase moisture content dilakukan dengan mengondisikan setiap hydrocolloid matrix piroksikam berdiameter 1 cm dalam sebuah desikator berisi silika selama 24 jam, kemudian ditimbang (Toshkhani et al. 2013).

Uji Persentase Moisture Absorption

(23)

5 Uji Ketahanan Pelipatan (Folding Endurance)

Uji ketahanan pelipatan dilakukan dengan melipat sediaan hydrocolloid matrix piroksikam berdiameter 1 cm secara berulang pada posisi yang sama hingga rusak (Shirsand et al. 2012).

Uji Keseragaman Kandungan Obat dalam Matrix

Matrix berdiameter 1 cm dilarutkan dalam 15 mL metanol dan di-ad dengan PBS pH 6,4 dalam labu ukur 50 mL. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 354 nm menggunakan spektrofotometer UV (Garg et al. 2014). Kadar ditentukan menggunakan persamaan kurva baku piroksikam. Evaluasi kadar piroksikam dalam matrix dihitung sebagai persen kadar piroksikam terukur terhadap kadar piroksikam teoritis dalam formula (U.S. Pharmacopeial Convention, 2006).

Uji Pelepasan Obat secara In Vitro

Uji pelepasan piroksikam dari sediaan dilakukan menggunakan Franz Diffusion Cell pada suhu 37 ± 1oC. Sebanyak 15 mL campuran metanol dan PBS pH 6,4 (3:7) dimasukkan pada sel difusi sebagai kompartemen aseptor. Membran Millipore sebelumnya direndam dalam larutan aseptor selama 1 jam, kemudian hydrocolloid berdiameter 1 cm dipasang pada sel difusi. Pada tiap waktu tertentu kompartemen aseptor disampling dan diukur absorbansi sampel dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 354 nm. Kadar obat ditentukan dengan plot kurva baku piroksikam. Nilai dissolution efficiency dihitung sampai waktu ke-360 menit (DEke-360) (Pudyastuti dkk. 2014).

Uji Stabilitas Hydrocolloid Matrix Piroksikam

Setiap formula hydrocolloid matrix piroksikam berdiameter 1 cm disimpan dalam paparan suhu 37°C dan 45°C selama 4 minggu. Analisis fisik dan analisis kandungan obat pada hydrocolloid matrix dilakukan setiap akhir minggu (Amjad et al. 2011).

Uji Iritasi Kulit

(24)

6 Dasar Pemilihan Formula Optimal

Formula optimal dipilih berdasarkan hasil evaluasi yang menunjukkan steril, organoleptis baik, nilai moisture content, moisture absorption, keseragaman kandungan dan DE360 yang tinggi, dan stabilitas yang baik.

Uji Aktivitas Hydrocolloid Matrix Piroksikam

Enam tikus dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 3 tikus perlakuan diabetes yang memiliki kadar gula darah di atas 250 mg/dL dan 3 tikus kontrol tidak diabetes. Setiap tikus dicukur bulunya dan diberi olesan krim depilatori pada bagian punggungnya dan didiamkan selama 5 menit, lalu dibilas dengan kapas yang dibasahi air bersih hingga tampak kulit punggung tikus. Tikus dibiarkan selama 48 jam sebelum diberi luka eksisi. Tikus dianestesi dengan menambahkan ketamin dosis 40-50 mg/kgBB secara intramuscular pada bagian paha. Tiga puluh menit setelah disuntikkan ketamin, kulit punggungnya dibasahi dengan etanol 70%. Pada tiap tikus diberi 5 luka eksisi menggunakan biopsy punch dengan diameter 5 mm pada punggung tikus yang sudah dicukur (hari ke-0). Perlakuan berbeda diberikan pada masing-masing luka eksisi pada tikus, yaitu 1 kontrol, 2 basis dan 2 formula. Pemberian sediaan dilakukan tiap 24 jam sampai luka menutup. Luka eksisi kemudian dimonitor dan area luka dihitung. Setelah luka sembuh, tikus dieutanasia dengan injeksi ketamin dengan dosis 100 mg/kgBB. Kulit punggung diambil dengan ukuran 2x2 cm dan disimpan dalam pot berisi formalin 10% untuk dilanjutkan dengan uji histopatologi.

Uji Histopatologi Pengecatan Hematoxylin-Eosin (HE)

Sampel yang digunakan adalah sampel kulit dari uji aktivitas yang memiliki %wound closure sebesar 100%. Sampel diuji dengan pengecatan hematoxylin-eosin, dan dilihat di bawah mikroskop cahaya Olympus tipe BH-2 yang terhubung dengan kamera OptiLab v.2.1 (Micronos, Indonesia) untuk melihat ada tidaknya perubahan struktur kulitnya. Uji hematoxylin-eosin dilakukan oleh Laboratorium Patologi Anatomi Universitas Gadjah Mada.

Tata Cara Analisis Hasil Analisis Kuantitatif

a. Persentase moisture content:

Moisture content (%) = � �� − � �� ℎ��

� �� ℎ�� � % (Toshkhani et al. 2013). b. Persentase moisture absorption:

Moisture absorption (%) = � �� ℎ��− � ��

(25)

7

c. Nilai dissolution efficiency (DE) pada uji pelepasan obat: � % = �� � % (Fudholi, 2013).

d. Kecepatan penyembuhan luka pada tikus:

Wound closure % = ar a u a pa a ar −0−ar a u a pa a ar −nar a u a pa a ar −0 x %(Thu et al. 2012).

e. Data hasil tiap uji pengukuran diuji statistik menggunakan software R for statistic ver. 3.2.3.

Analisis Kualitatif Pengamatan histopatologi akan memberikan perbandingan hasil secara mikroskopis antara struktur kulit penyembuhan luka eksisi dan struktur kulit normal tikus.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Hydrocolloid Matrix Piroksikam

Formula sediaan hydrocolloid matrix merupakan modifikasi dari formula sediaan transdermal pada penelitian yang dilakukan oleh Pudyastuti dkk. (2014), di mana pada penelitian terdahulu digunakan zat aktif pentagamavunon, sedangkan pada penelitian ini digunakan zat aktif piroksikam. Sediaan hydrocolloid matrix divariasi pada salah satu polimernya yaitu PVP K-30, yang memiliki variasi 1,5%, 2% dan 2,5%.

Uji Sterilitas Sediaan Hydrocolloid Matrix Piroksikam

Uji sterilitas dilakukan untuk melihat kesterilan sediaan yang diproduksi. Sediaan yang digunakan untuk pengobatan ulkus kaki diabetik harus steril untuk meminimalisir terjadinya infeksi pada area luka. Hasil uji sterilitas pada Gambar 1 menunjukkan bahwa sediaan hydrocolloid matrix dari setiap formula steril, karena tidak menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri. Bintik-bintik yang terlihat pada gambar merupakan bintik-bintik uap air yang mengembun pada kaca cawan petri.

Uji Sifat Fisik

(26)

8

Gambar 1. Hasil uji sterilitas: (a) Kontrol negatif; (b) Basis; (c) PVP 1; (d) PVP 2; (e) PVP 3; O = tempat meletakkan sediaan

Pembuatan formula hydrocolloid matrix dilakukan dengan metode penguapan pelarut atau solvent casting (Pudaystuti dkk. 2014), sehingga dibutuhkan pengeringan yang baik, untuk dapat menghilangkan pelarut yang digunakan. Formula PVP 3 dengan konsentrasi PVP K-30 paling besar, memiliki sifat lengket pada sediaannya dibandingkan dengan formula lain. Hal ini juga dapat disebabkan karena sifat PVP K-30 yang higroskopis yang mudah menyerap kelembaban udara di sekitarnya sehingga permukaan matriks menjadi basah, lebih mudah lembab dan menjadi lengket (Pudyastuti dkk. 2014). Hal ini dapat diminimalisir dengan membalik sediaan setelah pengeringan 2 hari sehingga sediaan dapat kering merata, namun, harus dipastikan pula sterilitasnya dengan melakukan pembalikan sediaan di LAF.

Hydrocolloid matrix yang dibuat memiliki bobot dan ketebalan yang seragam, walaupun terdapat matriks yang lebih tipis dalam satu cawan petri yang sama. Hasil uji sifat fisik keseragaman bobot sediaan ditunjukkan pada Tabel II. Formula PVP 1 dan PVP 2 masing-masing menunjukkan bahwa sediaan memiliki bobot yang seragam, ditunjukkan dari kecilnya nilai standard deviation dan memiliki CV yang kurang dari 10% (British

1

3 2

3 2 1

3 2 1

(27)

9

Pharmacopoeia, 1993) yaitu 3,50% dan 3,25% kecuali pada formula PVP 3 yang memiliki CV sebesar 13,84%, yang menunjukkan adanya variasi bobot (Shirsand et al. 2012), dikarenakan sifat lengket yang dimiliki formula tersebut, di mana masih terdapat sisa-sisa air yang menyebabkan bobot sediaan bertembah. Ketebalan sediaan yang ditemukan dalam penelitian ini berada di antara 0,16 mm sampai 0,29 mm, di mana tidak lebih dari 0,69 mm (Thu et al. 2012). Sediaan memiliki nilai pH masing-masing formula adalah 6,9, 6,8 dan 6,9 yang sesuai dengan range pH kulit, yaitu 4-7 (British Pharmacopoeia, 1993).

Uji moisture content dilakukan dengan tujuan melihat berapa kandungan air yang terdapat dalam sediaan, sedangkan moisture absorption untuk melihat seberapa besar daya serap sediaan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan sediaan dalam menyerap cairan, terutama eksudat pada ulkus kaki diabetik. Pada basis, nilai moisture content diurutkan dari yang terendah adalah Basis 1 < Basis 2 < Basis 3, hal ini sudah sesuai dengan teori, di mana basis dengan proporsi PVP 30 paling tinggi, banyak mengandung air, karena sifat PVP K-30 yang higroskopis, sehingga mampu menarik lembab, namun, dapat disebabkan karena sediaan kurang kering sehingga masih terdapat air yang belum menguap yang mempengaruhi moisture content sediaan. Formula diurutkan dari yang terendah adalah PVP 3 < PVP 1 < PVP 2, hal tersebut tidak sesuai teori, di mana seharusnya PVP 3 memiliki moisture content paling tinggi, karena kurangnya pengendalian pengacau seperti suhu dan RH pada desikator, sehingga sulit dikontrol penyerapan airnya.

Hasil uji moisture absorption basis diurutkan dari yang terendah yaitu Basis 3 < Basis 2 < Basis 1, sedangkan pada formula diurutkan dari yang terendah adalah PVP 1 < PVP 3 < PVP 2, baik basis dan formula belum sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa proporsi PVP tertinggi menghasilkan moisture absorption tertinggi. Hal ini dapat terjadi karena penyerapan sediaan bergantung dari moisture content, di mana sediaan yang memiliki moisture content tinggi akan cenderung menarik air lebih sedikit. Dari data uji moisture absorption, didapatkan data kecepatan moisture absorption dari setiap basis dan formula, basis 1 dan formula 2 memiliki kecepatan yang paling besar dalam menyerap kelembaban di lingkungan sekitar.

(28)

10 Uji Keseragaman Kandungan Obat

Uji keseragaman kandungan obat dilakukan pada setiap formula, dan didapatkan kandungan obat masing-masing 0,612±0,064 mg, 0,642±0,125 mg, dan 0,559±0,073 mg. Hasil tersebut didapatkan dengan mengonversikan nilai absorbansi yang didapat ke persamaan kurva baku y = 0,0482 x + 0,0009 dengan nilai R 0,9998. Hasil dari uji keseragaman kandungan dapat dilihat pada Tabel II. Masing-masing formula memiliki CV 10,458%, 19,485% dan 13,074%. Dari nilai SD dan CV tersebut menunjukkan bahwa kandungan obat tidak homogen, karena nilai SD dan CV relatif besar.

Evaluasi kandungan obat dilihat pula dari kandungan obat terukur dibagi dengan kandungan obat teoritis, dan didapatkan hasil masing-masing 89,726%, 95,174% dan 83,219% untuk formula PVP 1, PVP 2 dan PVP 3, di mana formula PVP 2 memiliki persen kandungan obat paling tinggi, dan formula PVP 3 memiliki persen kandungan obat paling rendah. Hal ini tidak sesuai teori di mana konsentrasi polimer paling banyak (PVP 3) dapat mengikat lebih banyak zat aktif dibandingkan konsentrasi polimer paling sedikit (PVP), ini dapat disebabkan karena ketidakhomogenan sediaan, di mana adanya variasi bobot pada setiap potongan sediaan. Range penerimaan keseragaman kandungan obat menurut U.S Pharmacopeial Convention (2006) adalah 85% - 115%.

Uji Pelepasan Obat secara In Vitro

Hasil pengujian pelepasan obat piroksikam dari matriks hydrocolloid dilakukan selama 6 jam (DE360) menggunakan alat Franz Diffusion Cell. Hasil DE360 uji pelepasan obat piroksikam dapat dilihat pada Tabel II. Uji pelepasan obat memiliki hasil data DE360 masing-masing sebesar 33,69±13,39%, 53,87±17,10%, dan 63,83±16,21%.

Gambar 2. Grafik waktu vs %release hydrocolloid matrix piroksikam 0

Grafik Waktu vs % Release Obat Piroksikam

(29)

11

Tabel II. Rata-rata hasil evaluasi sifat fisika kimia sediaan hydrocolloid matrix piroksikam

Keterangan: a=disimpan dalam suhu 37oC; b=disimpan dalam suhu 45oC; *=p-value < 0.05 (berbeda signifikan, tidak stabil)

For-mula

M

ing

g

u Organoleptis Bobot ±

SD Warna Kejernihan Kehalusan Lain

Basis 1 0

Tak

berwarna Jernih Halus

Tidak

berwarna Jernih Halus

Tidak

berwarna Jernih Halus Lengket

(30)

12

Proses uji pelepasan obat dilakukan dengan penambahan metanol sebesar 30% pada medium disolusi yaitu PBS dengan pH 6,4, hal tersebut dilakukan karena zat aktif piroksikam yang sulit larut dalam air (Dhawan et al. 2016), sehingga dibutuhkan ko-solven seperti metanol.Namun,adanya polimer PVP K-30 dapat pula meningkatkan kelarutan obat karena adanya mekanisme pembentukkan pori dan mencegah kristalisasi obat dalam matriks (Kadajji and Betageri, 2011), karena PVP K-30 merupakan polimer hidrofilik yang mudah larut dalam cairan.

Mekanisme PVP K-30 dapat meningkatkan kelarutan piroksikam dan mencegah kristalisasinya adalah dengan membentuk ikatan hidrogen antara gugus O-H dan satu gugus N-H pada piroksikam dengan gugus karbonil pada PVP K-30 (Wu et al. 2008). Polimer HPMC sendiri berfungsi sebagai pengontrol pelepasan obat sehingga dapat meningkatkan disolusi obat dengan kelarutan yang buruk (Rowe et al. 2009). Grafik pelepasan obat piroksikam dari sediaan hydrocolloid matrix ditunjukkan pada Gambar 2.

Pada uji pelepasan obat dapat diurutkan dari DE360 yang terendah yaitu PVP 1 < PVP 2 < PVP 3, hal tersebut dikarenakan penggunaan polimer hidrofilik seperti PVP K-30 dan HPMC menyebabkan permeabilitas matriks meningkat, sehingga semakin tinggi proporsi polimer hidrofilik, difusi obat melalui matriks juga lebih cepat (Kandavilli et al. 2002). Formula PVP 3 memiliki proporsi polimer hidrofilik paling banyak, sehingga pelepasan matriks lebih cepat pada formula PVP 3. Formula PVP 1 memiliki DE360 yang relatif kecil disebabkan karena proporsi polimer yang paling sedikit, hal ini menyebabkan pori yang terbentuk lebih sedikit, sehingga pelepasan matriks lebih lambat. Selain itu, matrix yang terlihat seperti suspensi padat, diduga adalah kristal piroksikam yang tidak larut dan ketika uji pelepasan, pelarut akan lebih mudah melarutkan polimer dalam matrix, dan tidak dapat melarutkan kristal zat aktif.

Uji Stabilitas Hydrocolloid Matrix Piroksikam

(31)

13

Formula PVP 2 stabil secara fisik dan kimia pada suhu 37oC, dan stabil secara kimia pada suhu 45oC, namun tidak stabil secara fisik pada suhu tersebut. Formula PVP 3 stabil secara fisik (moisture content dan moisture absorption) dan kimia pada suhu 37oC dan 45oC, namun tidak stabil secara keseragaman bobot. Hasil uji stabilitas dapat dilihat pada Tabel II.

Parameter kritis yang digunakan pada penelitian ini adalah keseragaman kandungan obat, sehingga dapat disimpulkan bahwa formula PVP 1 stabil pada suhu 37oC, formula PVP 2 stabil pada suhu 37oC dan 45oC, dan formula PVP 3 stabil pada suhu 37oC dan 45oC. Uji Iritasi Sediaan Hydrocolloid Matrix Piroksikam

Uji iritasi sediaan dilakukan dengan menggunakan basis tanpa obat untuk melihat apakah sediaan yang dibuat akan mengiritasi penggunanya saat digunakan. Hasil menunjukkan tidak terdapat iritasi berupa eritema maupun udema pada bagian penempelan basis, dengan nilai indeks iritasi primer sebesar 0.0, sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan dapat digunakan tanpa mengiritasi penggunanya (sangat ringan) (ISO 109939-10, 2002). Uji iritasi hanya menggunakan basis (tanpa zat aktif) karena piroksikam dinilai memiliki sifat anti-inflamasi (Dhawan et al. 2016), sehingga kecil kemungkinan adanya iritasi saat digunakan. Data ditunjukkan pada Tabel III.

Tabel III. Hasil uji iritasi basis hydrocolloid matrix piroksikam

Jam Kelinci Eritema Udema

(32)

14 Dasar Pemilihan Formula Optimal

Kriteria formula optimal yang digunakan untuk uji aktivitas dilihat dari analisis fisik dan kimia, serta uji stabilitasnya. Analisis statistik digunakan untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan antar formula.Analisis statistik menggunakan software R, dan didapatkan nilai p-value. Pada uji sifat fisik, seperti moiusture content, dan moisture absorption, memiliki nilai p-value > 0,05, yang berati tidak terdapat perbedaan signifikan antara ketiga formula, begitu juga dengan uji sifat kimia yaitu kandungan obat dan pelepasan obat yang memiliki p-value > 0,05, sehingga ketiga formula memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai formula optimal. Formula PVP 2 dipilih dengan pertimbangan memiliki rata-rata moisture content, moisture absorption dan kecepatan absorpsi yang paling tinggi, sehingga diharapkan dapat menyerap eksudat pada ulkus dengan baik. Selain itu, formula PVP 2 memiliki rata-rata kandungan obat paling tinggi, dan memiliki DE360 yang berada pada angka 53,87±17,10%.

Uji Aktivitas Hydrocolloid Matrix Piroksikam

Uji aktivitas ini dilakukan dengan menggunakan hewan uji tikus. Tikus yang digunakan memiliki kriteria sebagai berikut: tikus spesies Rattus novergicus dengan galur Wistar, berusia 2 bulan, memiliki bobot berkisar antara 160-200 gram.

Tabel IV. Hasil uji aktivitas dan uji histopatologi

Perla-kuan

Hari Penyembuhan

(Rata-rata±SD (hari)) Keterangan

Tikus Non Diabetes

Tikus

Diabetes Tikus Non Diabetes Tikus Diabetes

Kontrol 15±0.577 17±0.577

(a) Kontrol Non Diabetes

Belum terdapat serat kolagen, jaringan ikat sudah terbentuk; Terdapat jaringan granulasi dan pembuluh darah yang menunjukkan proses penyembuhan luka mencapai tahap proliferasi

(b) Kontrol Diabetes

(33)

15

Tabel IV. (Lanjutan) Hasil uji aktivitas dan uji histopatologi

Basis 15±0.000 16±0.577

(c) Basis Non Diabetes

Belum terdapat serat kolagen, lapisan epidermis menutup sempurna; Terdapat jaringan granulasi dan pembuluh darah menunjukkan proses penyembuhan luka mencapai tahap proliferasi

(d) Basis Diabetes

Serat kolagen belum terlalu rapat dan teratur, masih terdapat jaringan granulasi, dan jaringan ikat belum terbentuk sempurna menunjukkan proses penyembuhan luka mencapai tahap remodelling

Formula 15±0.000 16±0.577

(e) Formula Non Diabetes

Belum terdapat serat kolagen, terdapat jaringan granulasi; Jaringan ikat belum sempurna dan lapisan epidermis terbentuk sempurna yang menunjukkan proses penyembuhan luka mencapai tahap proliferasi

(f) Formula Diabetes

Serat kolagen masih belum rapat dan masih terdapat jaringan granulasi; Lapisan epidermis dan jaringan ikat sudah terbentuk sempurna yang menunjukkan proses penyembuhan luka mencapai tahap awal

remodelling

Bagian-bagian struktur kulit tikus lengkap (tanpa jaringan granulasi), di mana terdapat bagian epidermis, dan jaringan ikat, susunan kolagen sangat teratur, karena tidak mengalami

(34)

16

Tabel IV. (Lanjutan) Hasil uji aktivitas dan uji histopatologi

Keterangan: 1 = epidermis 2 = jaringan granulasi 3 = pembuluh darah

4 = folikel rambut 5 = jaringan ikat 6 = kolagen

Tikus yang digunakan berjumlah 6 ekor, yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu tikus diabetes dan tikus non diabetes. Pemberian hydrocolloid matrix dilakukan setiap 24 jam hingga luka sembuh. Luka dipantau setiap hari, dan dihitung %wound closure hingga didapat wound closure 100%. Rata-rata luka mencapai %wound closure hingga 100% pada kelompok tikus non diabetes adalah 15 hari, sedangkan pada kelompok tikus diabetes, penutupan luka hingga 100% mencapai 16-17 hari.

Data hari %wound closure mencapai 100% yang ditunjukkan pada Tabel IV. Analisis statistik dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan antara %wound closure kelompok tikus diabetes dengan kelompok tikus non diabetes. Hasil statistik antara kontrol dengan formula PVP 2 pada tikus diabetes menunjukkan bahwa penyembuhan luka kontrol lebih lama dibandingkan dengan formula PVP 2, namun formula PVP 2 tidak secara signifikan dapat mempercepat proses penyembuhan luka sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan belum dapat mempercepat proses penyembuhan luka pada penderita diabetes.

Uji Histopatologi

Uji histopatologi dilakukan setelah penutupan luka mencapai 100%. Uji ini dilakukan untuk melihat struktur kulit secara mikroskopis dan membandingkan struktur kulit dari kelompok tikus diabetes dengan struktur kulit dari kelompok tikus non diabetes. Interpretasi hasil uji histopatologi dapat dilihat pada Tabel IV. Dari hasil uji histopatologi, kontrol, basis dan formula pada tikus non diabetes masih dalam proses proliferasi, hal ini berarti bahwa luka sudah menutup, tetapi proses penyembuhan luka belum sempurna. Kontrol pada tikus diabetes juga masih dalam proses proliferasi, sedangkan basis dan formula pada tikus diabetes masuk dalam proses remodelling dan proses awal remodelling.

KESIMPULAN

(35)

17

Hydrocolloid matrix tidak mengiritasi, namun efektivitas matriks sebagai sediaan penyembuhan luka tidak berbeda signifikan dengan kontrol. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah dilakukan pengujian moisture content dan moisture absoprtion lebih dari 24 jam dan keduanya dilakukan dengan climatic chamber sehingga didapatkan bobot konstan yang lebih presisi. Saran lain dapat dilakukan optimasi konsentrasi obat piroksikam agar sediaan yang terbentuk lebih jernih (bukan terbentuk suspensi padat) dan dapat meningkatkan pelepasan obat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih ditujukan kepada PT. Dexa Medica yang telah memberi bantuan berupa zat aktif piroksikam dan PT. Erela yang telah memberi bantuan berupa eksipien dalam penelitian ini. Penelitian ini sebagian didanai dari grant penelitian DP2M DIKTI.

DAFTAR PUSTAKA

Amjad, M., Ehtheshamuddin, M., Chand, S., Hanifa, Sabreesh, M., Asia, R., and Kumar, G.S., 2011. Formulation and Evaluation of Transdermal Patches of Atenolol. ARPB, 1(2), 109-119.

BPOM, 2014. Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik Secara In Vivo. Iritasi Akut Dermal. Jakarta, BPOM RI, 69-76.

British Pharmacopoeia, 1993. British Pharmacopoeia Addendum.

Dhawan, B., Aggarwal, G., and Harikumar, SL., 2016. Enhanced Transdermal Permeability of Piroxicam through Novel Nanoemulgel Formulation. International Journal of Pharm. Investigation, 4(2), 65-76.

Dinh, T., Tecilazich, F., Kafanas, A., Doupis, J., Gnardellis, C., Leal, E., Tellechea, A., Pradhan, L., Lynos, T., Giurini, J., and Veves, A., 2012. Mechanisms Involved in the Development and Healing of Diabetic Foot Ulceration. Diabetes, 61, 2937-2947. El-Gendy, N. A., Abdelbary, G. A., El-Komy, M. H., and Saafan, A. E., 2009. Design and

Evaluation of a Bioadhesive Patch for Topical Delivery of Gentamicin Sulphate. Current Drug Delivery, 6(1), 50-57.

Francesko, A., Fernandes, M., Rocasalbas, G., Gautier, S., and Tzanov, T., 2015. Advanced Polymers in Medicine. Polymers in Wound Repair, Spain, Springer Publishing, 401-431.

Fudholi, A., 2013. Disolusi dan Pelepasan Obat.

Garg, V., Singh, H., Singh, S. K., 2014. Development and Validation of A Sensitive UV Method for Piroxicam: Application for Skin Permeation Studies. International Journal of Recent Scientific Research, 5(5), 980-983.

Hilton, J. R., Williams, D. T., Beuker, B., Miller, D. R., and Harding, K. G., 2004. Wound Dressing in Diabetic Foot Disease. Clinical Infectious Disease, 39, 100-103.

International Standard ISO 10993-10, 2002. Biological Evaluation of Medical Devices, Part 10 – Tests for Irritation and delayed-type hypersensitivity.

(36)

18

Kadajji, V., G., and Betageri, V., 2011. Water Soluble Polymers for Pharmaceutical Applications. Polymers, 3, 1972-2009.

Kandavilli, S., Nair, V., and Panchagnula, R., 2002. Polymers in Transdermal Drug Delivery Systems. Pharmaceutical Technology, 2002, 62-80.

Liu, Y., Min, D., Bolton, T., Nube, V., Twigg, S. M., Yue, D. K., and McLennan, S. V., 2009. Increased Matrix Metalloproteinase-9 Predicts Poor Wound Healing in Diabetic Foor Ulcers. Diabetic Care, 32(1), 117-119.

Mazumder, M. K., Battacharya, P., and Borah, A., 2014. Inhibition of Matrix Metalloproteinase-2 and 9 by Piroxicam Confer Neuroprotection in Cerebral Ischemia: An in silico Evaluation of The Hypothesis. Medical Hypothesis, 83, 697-701.

McLennan, S. V., and Yue, D. K., 2008. Matrix Metalloproteinases and Their Roles in Poor Wound Healing in Diabetes. Wound Practice and Research, 16(3), 116-121.

Park, C., Ma, K., Jang, S., Son, M., and Kang, M., 2014, Comparison of Piroxicam Pharmacokinetics and Anti-Inflammatory Effect in Rats after Intra-Articular and Intramuscular Administration. Biomol Ther., 22(3), 260-266.

Pudyastuti, B., Nugroho, A. K., dan Martono, S., 2014. Formulasi Matriks Transdermal Pentagamavunon-0 dengan Kombinasi Polimer PVP K30 dan Hidroksipropil Metilselulosa. Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas, 11(2), 44-49.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Quinn, M.., 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients. Shirsand, S.B., Ladhane, G.M., Prathap, S., and Prakash, P.V., 2012. Design and Evaluation

of Matrix Transdermal Patches of Meloxicam. RGUHS J Pharm Sci., 2(4), 58-65. Singh, N., Armstrong, D. G., and Lipsky, B. A., 2005. Preventing Foot Ulcers in Patients

with Diabetes. Jama, 293, 217-28. Tapan, E., 2005. Penyakit Degeneratif.

Thu H., Zulfakar, M. H., Ng, S., 2012. Alginate based bilayer hydrocolloid films as potential slow-release modern wound dressing. International Journal of Pharmaceutics, 434(2012), 375-383.

Toshkhani, S., Shilakari, G., and Asthana, A., 2013. Advancements in Wound Healing Biodegradable Dermal Patch Formulation Designing. Inventi Rapid: Pharm Tech., 2013(3), 1-11.

U.S. Pharmacopeial Convention, 2006. General Chapter:<905>Uniformity of Dosage Unit in U.S. Pharmacopeial Convention, USP 29–NF 24.

(37)

19 LAMPIRAN Lampiran 1. Proposal Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang, disebabkan adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah secara terus menerus (kronis) akibat kekurangan insulin baik kuantitatif maupun kualitatif (Tapan, 2005). Prevalensi penderita DM di Indonesia menurut International Diabetes Federation (2015) sebesar 6,2%, dengan rentang umur antara 20-79 tahun di maprauna merupakan umur produktif orang Indonesia. Wild, et al. (2004) memprediksikan adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia, dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.

Peningkatan populasi penderita DM akan berdampak pada peningkatan kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM, dimana sebanyak 15-25% penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik di dalam hidup penderita (Singh, Armstrong and Lipsky, 2005). Risiko infeksi dan amputasi masih cukup tinggi, yaitu 40-80% karena ulkus kaki diabetik memiliki faktor risiko utama yaitu neuropati perifer yang memicu terjadinya kerusakan kulit dan jaringan subkutan, serta infeksi bakteri sehingga terjadi pembusukan luka dan proteolisis (Bernard, 2007; Jeffcoat and Harding, 2003; Leung 2007).

Ulkus kaki, secara normal dapat sembuh melalui suatu proses penyembuhan luka yang terjadi dalam beberapa tahap, namun menurut Tellechea et al. (2010), terdapat gangguan proses penyembuhan luka pada penderita diabetes. Penderita diabetes mengalami gangguan ekspresi dan aktivasi MMP terutama MMP-9, karena tingginya kadar glukosa dalam darah. MMP-9 merupakan enzim yang bertanggung jawab pada degradasi matriks ekstraseluler (kolagen), protease ini mengalami peningkatan sehingga penyembuhan luka berjalan lebih lambat (McLennan and Yue, 2008; Dinh et al., 2012).

(38)

20

Battacharya and Borah (2014) menambahkan dalam studinya bahwa piroksikam juga memiliki sifat neuroprotektif dengan menghambat dan downregulation MMP-2 dan MMP-9. Berdasarkan sifat dan mekanisme tersebut, piroksikam berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat untuk mempercepat penyembuhan ulkus kaki diabetik.

Wound dressing merupakan suatu bagian dalam manajemen penanganan ulkus kaki diabetik. Secara ideal, wound dressing untuk ulkus kaki diabetik dapat membuat pasien merasa nyaman, tidak membuat luka menjadi lebih buruk, dapat menjaga kebersihan dan kelembaban luka, juga dapat mengobati infeksi yang terjadi (Hilton et al., 2004; Hariani, dan Perdanakusuma, 2008). Penggunaan balutan yang efektif dan tepat, dapat membantu penanganan ulkus kaki diabetik, di mana ulkus banyak mengeluarkan eksudat, sehingga pemilihan sediaan menjadi sangat penting (Hilton et al., 2004).

Hydrocolloid yang merupakan salah satu jenis wound dressing patch, di mana material hydrocolloid didesain agar menciptakan sifat oklusif, mampu menjerat eksudat di dalam balutan dan mampu menghidrasi luka (Hilton et al., 2004). Hydrocolloid yang diaplikasi langsung pada area terinfeksi, di mana bagian stratum corneum dari kulit sudah rusak, seperti ulkus kaki diabetik, memiliki efek terapi lebih baik dan berfungsi sebagai wound healing (Toshkhani, Shilakari and Asthana, 2013).

(39)

21

ditemukan, sebagian besar menggunakan polimer alami, maka, pada penelitian ini digunakan PVP sebagai polimer sintetik. Polimer sintetik dapat menunjukkan kekuatan mekanis yang lebih superior dibandingkan polimer alami karena mereka memiliki ikatan cross-link yang meningkatkan sifat mekanis dari sediaan (Francesko et al., 2015). Maka, perlu dilakukan pengembangan hydrocolloid matrix piroksikam untuk ulkus kaki diabetik, yang mampu menjerat eksudat dan menjaga kelembaban luka, serta menghambat MMP-9 yang pemakaiannya juga dapat bertahan lama, sehingga memudahkan dan membuat pasien nyaman.

Pemakaian hydrocolloid yang dapat bertahan lama bergantung dari pelepasan serta penghantaran obatnya, yaitu dengan waktu aksi yang panjang dan pelepasan obat yang terkontrol sehingga mempercepat penyembuhan ulkus kaki diabetik. Keefektifan polimer dalam menghantarkan obat dari sediaan untuk mencapai kadar efektif terapi perlu dioptimasi sehingga diketahui konsentrasi optimalnya. Maka, dalam penelitian ini dilakukan optimasi konsentrasi polimer polivinil pirolidon untuk memperoleh formula yang paling optimal.

1.2 Rumusan Masalah

a. Berapa konsentrasi PVP optimal pada hydrocolloid matrix diabetic wound healing dengan zat aktif piroksikam?

b. Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi PVP terhadap sifat dan stabilitas fisika kimia hydrocolloid matrix diabetic wound healing piroksikam?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Mengetahui konsentrasi PVP optimal pada sediaan hydrocolloid matrix diabetic wound healing dengan zat aktif piroksikam.

b. Mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi PVP terhadap sifat dan stabilitas fisika kimia hydrocolloid matrix diabetic wound healing piroksikam.

1.4 Urgensi Penelitian

Penelitian ini berguna dalam pengembangan sediaan berbentuk wound dressing patch piroksikam sebagai diabetic wound healing yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka pada penderita diabetes, mempermudah penderita dalam menggunakan penyembuh luka (wound dressing patch piroksikam) sehingga dapat mengurangi angka kejadian amputasi akibat ulkus diabetik.

1.5 Kontribusi Penelitian

(40)

22

wound dressing patch piroksikam sebagai penyembuh luka, yang secara khusus ditujukan kepada penderita diabetes dengan ulkus.

1.6 Luaran yang Diharapkan

Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah konsentrasi polimer PVP yang optimal dalam sediaan hydrocolloid matrix piroksikam sebagai diabetic wound healing yang mampu mempercepat proses penyembuhan luka bagi penderita diabetes, serta pengaruh polimer PVP terhadap sifat dan stabilitas fisis dan kimia hydrocolloid matrix piroksikam.

1.7 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu kefarmasian khususnya berkaitan dengan aktivitas piroksikam dalam sediaan hydrocolloid matrix sebagai diabetic wound healing untuk mempercepat penyembuhan luka pada penderita diabetes, dan dapat pula dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.

b. Manfaat Praktis

(41)

23 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Luka

Luka merupakan suatu kerusakan atau gangguan terhadap struktur dan fungsi anatomi atau jaringan normal. Penyembuhan luka pada kondisi normal memiliki beberapa fase, yaitu fase akut (hemostatis, inflamasi), fase proliferatif (granulasi, epitalisasi) dan fase remodeling. Proses ini merupakan respon fisiologi seluler normal yang menghasilkan suatu integritas anatomi dan fungsional jaringan yang kembali normal (Lobmann, Schultz and Lehnert, 2005; Gabriel, et al., 2015; Velnar, Bailey and Smrkolj, 2009).

Fase hemostatis, ditandai dengan terjadinya konstriksi vaskuler dan pembentukan fibrin clot (fibrin beku). Bekuan dan jaringan ini akan melepaskan sitokin pro-inflamasi dan growth factors. Sel-sel inflamasi akan bermigrasi menuju daerah luka (kemotaksis) dan memicu fase inflamasi (Guo and DiPietro, 2010).

Fase inflamasi ditandai dengan terjadinya infiltrasi dari neutrofil, makrofag, dan limfosit. Neutrofil bertugas untuk membersihkan mikroba dan debris seluler dalam luka. Makrofag bertugas dalam melepaskan sitokin yang memicu terjadinya respon inflamasi, juga bertugas membersihkan sel-sel apoptosis yang melakukan perbaikan, mendorong terjadinya regenerasi jaringan, dan mendorong ke arah fase proliferasi. Limfosit yang berperan aktif adalah limfosit T, yang akan mengalami puncak dalam fase proliferasi lanjut atau remodeling awal (Guo and DiPietro, 2010).

Fase proliferasi ditandai dengan proliferasi epitel dan reepitelialisasi. Proses ini mencakup munculnya fibroblas dan sel-sel endotel dan terjadinya pertumbuhan kapiler, pembentukkan kolagen, dan jaringan granulasi, yang terjadi di dalam dermis, sedangkan pada dasar luka, fibroblas akan memproduksi kolagen, glikoaminoglikan dan proteoglikan, yaitu komponen dari matriks ekstraseluler (Guo and DiPietro, 2010).

Fase remodeling yang ditandai dengan kembali normalnya luka karena terjadi regresi kapiler. Fase ini tergolong fase yang paling kritis karena terdapat proses remodeling matriks ekstraseluler untuk mencapai suatu jaringan normal kembali (Guo and DiPietro, 2010).

2.2. Luka pada Penderita Diabetes

(42)

24

perifer (Roza, Afriant dan Edward, 2015). Keadaan hiperglikemia secara terus menerus menyebabkan terjadinya hiperglisolia, yang merupakan keadaan sel yang banyak mengandung glukosa. Hiperglisolia kronik yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan homeostatis biokimiawi sel yang berpotensi terjadinya komplikasi kronik DM (Roza, Afriant dan Edward, 2015).

Ulkus kaki diabetikum terjadi karena adanya aksi simultan dari beberapa faktor penyebab. Faktor utama penyebab terjadinya ulkus adalah neuropati perifer dan iskemik dari gangguan vaskular perifer. Neuropati pada pasien diabetes dimanifestasikan pada saraf motorik, otonomik, dan sensorik (Pendsey, 2010). Neuropati motorik akan mempengaruhi otot-otot yang terdapat pada kaki. Neuropati sensorik dialami dengan hilangnya sensasi nyeri dan tekanan, juga propriosepsi atau sensasi dalam merasakan posisi kaki, sedangkan neuropati otonom ditandai dengan keringnya kulit, tidak berkeringat, meningkatnya pengisian kapiler sekunder yang dteruskan dengan timbulnya fisura, kerak kulit dan rentannya kaki terhadap trauma yang minimal (Singh, Armstrong and Lipsky, 2005). Secara iskemik, kaki penderita diabetes akan terasa lebih dingin, tidak teraba pulsasi, kulit yang tipis, halus dan tanpa rambut, dan tidak ada rest pain akibat neuropati (Edmonds, 2006).

Wagner-Meggit (1986) mengklasifikasikan kelas-kelas luka diabetik berdasarkan kedalaman luka yang dialami, yang dibagi dalam 6 kelas (grade). Grade 0 merupakan tingkatan luka di mana kulit penderita masih terlihat utuh. Grade 1 adalah luka yang tergolong masih dangkal, sedangkan grade 2 merupakan luka yang dalam hingga tendon, tulang maupun persendian. Grade 3 merupakan luka yang juga dalam dengan abses atau osteomielitis. Grade 4 ditandai dengan munculnya gangren sebagian, dan grade 5 ditandai dengan munculnya gangren pada keseluruhan bagian.

(43)

25

tissue inhibitors of metalloproteinase (TIMP), dan penurunan dari beberapa faktor pertumbuhan (Liu, et al., 2009).

Lobmann, Schultz and Lehnert (2005) menjelaskan hubungan gangguan fungsi sel, ketidak seimbangan inflamasi, protease, sitokin, dan faktor pertumbuhan. Pada ulkus kaki diabetik terjadi peningkatan apoptosis fibroblas, dan penurunan proliferasi sel fibroblas, dan reaksi inflamasi memanjang, serta adanya neutrofil granulosit dalam jumlah besar dalam luka. Neutrofil granulosit dan sel inflamantori mensekresi sitokin proinflamasi terutama TNF-α dan interleukin-1 β (IL-1β), di mana ketika dalam keadaan berlebih, kedua sitokin ini menstimulasi produksi yang tinggi dan abnormal dari matrix metaloproteinase (MMP) dan radikal bebas, yang merupakan bahan bakar utama dalam proses terjadinya inflamasi (Lobmann, Schultz and Lehnert, 2005; Gibson, et al., 2009). Radikal bebas, berfungsi sebagai pembunuh bakteri dan bertugas untuk membersihkan luka, namun, jika berlebihan, dapat menyebabkan kerusakan jaringan (Gibson, et al., 2009).

Gambar 1. Gangguan penyembuhan luka pada penderita diabetes (Tellechea, et al., 2010).

(44)

26

setelah adanya kontak dengan gula (aldosa). AGE merupakan molekul berfloresen, memproduksi ROS, berikatan spesifik dengan reseptor sel yang spesifik, dan membentuk cross-links (Goldin, et al., 2006).

Matriks metalloproteinase (MMP) merupakan famili dari enzim pendegradasi matriks ekstraseluler. MMP-9 merupakan biomarker pro-inflamasi, yang merupakan famili dari endoproteinase yang mengandung zinc, yang berimplikasi pada remodeling sel kronis, migrasi, adhesi dan apoptosis. MMP-9 diproduksi karena aktivasi dari sel inflamantori seperti neutrofil polimorfonuklear dan makrofag serta sel luka, seperti sel epitel, fibroblas, dan sel endotelial vaskuler (Sachwani, et al., 2016; Gibson, et al., 2009).

MMP merupakan protease utama yang terlibat dalam regulasi remodeling matriks ekstraseluler. MMP secara normal memiliki peran dalam penyembuhan luka seperti membersihkan matriks ekstraseluler yang rusak dan membersihkan bakteri pada tahap inflamasi, mendegradasi membran yang mengelilingi kapiler sehingga sel endotelial vaskuler dapat bermigrasi menuju luka dan menciptakan pembuluh darah baru pada luka (angiogenesis), serta mensintesis kontraksi parut matriks ekstraseluler, dan membentuk matriks ekstraseluler yang baru (Gibson, et al., 2009). Namun, walaupun MMP memiliki peranan penting dalam penyembuhan luka, ketika MMP (terutama MMP-9) ditemukan dalam kadar yang tinggi, dalam waktu yang lama dan pada tempat yang tidak tepat, protease ini akan mulai mendegradasi protein lain yang bukan substratnya. Penyimpangan sintesis dari MMP dan perubahan keseimbangan dari enzim/inhibitor menunjukkan adanya kekacauan dari matriks ekstraseluler. Penyimpangan ini menyebabkan kerusakan dari protein-protein seperti faktor pertumbuhan, dan protein matriks ekstraseluler yang berperan penting dalam penyembuhan luka dan akhirnya menghasilkan luka yang tidak sembuh (Muller, et al., 2008; Gibson, et al., 2009).

(45)

27 2.3. Piroksikam

Gambar 2. Struktur Molekul Piroksikam (Redasani, Shinde and Surana, 2014).

Piroksikam (4- hydroxy-2- methyl-N-2- pyridinyl- 2H- 1,2- benzothiazine-3 carboxamide 1,1-dioxide ; PX) merupakan salah satu obat NSAID dan berasal dari kelas oksikam. Piroksikam memiliki rumus molekul C15H13N3O4S, dan berbentuk kristalin solid berwarna putih (International CHEMTREC, 2015). Piroksikam dikenal sebagai analgesik dan obat anti-inflamasi dan secara luas diketahui sebagai treatment untuk penyakit rheumatic. Penelitian terbaru mengatakan bahwa Piroksikam juga dikenal sebagai kemoterapetik kanker (Park, et al., 2014; Dkhil, 2011; Mealey, 2013). Piroksikam bekerja secara tidak selektif pada enzim cyclooxygenase-1 (COX-1) dan COX-2. Siklooksigenase (COX) merupakan suatu enzim kunci proinflamasi yang mengonversi asam arakidonat menjadi prostaglandin. Interaksi antara piroksikam dengan enzim siklooksigenase, ditunjukkan dengan adanya ikatan hidrogen antara gugus karboksamida dari piroksikam dan residu Serin530 dan dan residu Tirosin355 dari enzim COX-1, sedangkan pada enzim COX-2 ditunjukkan dengan adanya ikatan hidrogen antara gugus benzotiazine dari piroksikam dengan residu Arginin120 dan Tirosin355 dari enzim. Dari analisis ini, interaksi-interaksi yang terbentuk memiliki binding energy yang sama, di mana menyatakan bahwa piroksikam merupakan obat yang tidak selektif terhadap enzim COX-1 maupun COX-2 (Campione, et al., 2015). Prostaglandin (PGE2) berkontribusi terhadap rasa sakit dan berbagai penyakit inflamasi (Chiong et al., 2013). Selain itu, PGE2 juga dapat meningkatkan regulasi dari MMP-9 dengan menginduksi ekspresi dan sekresi dari MMP-9 (Yen, Khayrullina, and Winstead, 2008). Piroksikam memiliki 2 nilai pKa yaitu 1,8 dan 5,2 tergantung dari gugus piridil dan enol, dan bergantung dari pH-nya, maka obat dapat berbentuk kationik, netral maupun anionik. Transport pasif dari piroksikam melewati kulit mamalia relatif rendah (Wahtoni, Pamudji dan Darijanto, 2012).

(46)

28

Strukturnya mengandung satu gugus O-H dan satu gugus N-H yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan gugus karbonil pada polimer PVP (Dhawan, Aggarwal and Harikumar, 2016; Wu, et al., 2008). Piroksikam memiliki massa molekul 331,35 g/mol, dan titik lebur sebesar 199o C. Piroksikam merupakan molekul yang sukar larut dalam air dingin, dan kelarutannya dalam etanol hangat sebesar 5 mg/ml. Piroksikam memiliki logP sebesar 1,8 (Santa Cruz Biotechnology, 2016; International CHEMTREC, 2015).

Dalam studi terbaru, potensi inhibisi MMP-2 dan MMP-9 dari Piroksikam telah diselidiki, dari ikatan inhibitor pada daerah endopeptidase yang aktif. Piroksikam membentuk ikatan hidrogen dengan residu Prolin421, Tirosin432, Leusin188, dan alanin189 pada sisi aktif MMP-9, di mana memiliki energi ikatan yang tinggi, namun dari semua interaksi tersebut, ikatan dengan residu Prolin421 merupakan interaksi yang paling kritis karena dapat membentuk dua ikatan hidrogen sekaligus. Piroksikam menunjukkan dapat memberikan efek neuroproteksi dengan menghambat MMP-2 dan MMP-9, sehingga menghambat remodeling matriks ekstraseluler dan mengurangi gangguan barier sawar darah otak (Mazumder, Battacharya and Borah, 2014).

2.4. Sediaan Penyembuh Luka

Sediaan penyembuh luka merupakan bagian penting dalam suatu pelayanan farmasi. Fungsi utamanya adalah untuk menjaga luka tetap kering dengan membuat eksudat luka menguap dan mencegah masuknya bakteri jahat masuk ke dalam luka. Pengobatan luka modern ini, secara dasar, dilakukan dengan menciptakan sebuah keadaan lingkungan lembab untuk luka, sirkulasi oksigen yang baik agar sel dan jaringan dapat beregenerasi, dan mencegah masuknya bakteri, sehingga sel dapat tetap bergerak, demi tercapainya perawatan luka yang baik (Boateng et al., 2007).

(47)

29

tersebut dibutuhkan karena pada fase penyembuhan, dibutuhkan sediaan yang dapat menjaga kelembaban luka dalam pembentukkan kembali jaringan baru, karena ketika eksudat meningkat, maka absorbent akan cenderung mendehidrasi luka/jaringan yang luka (Ovington, 2007).

Hilton et al. (2004) mengatakan bahwa sebuah sediaan penyembuh luka atau wound dressing yang ideal untuk penderita ulkus kaki diabetik adalah sediaan yang sederhana sehingga tidak memakan banyak ruang, terutama jika penderita mengenakan alas kaki. Sediaan juga harus dapat bekerja secara optimal terutama di tempat tertutup, dan banyak mengalami gesekan, sediaan juga tidak menambah infeksi, dan dapat menyerap eksudat luka, atau bahkan dapat mengeringkan luka. Berkaitan dengan kenyamanan pasien, sediaan sebaiknya dapat diganti secara periodik tertentu dan mudah diaplikasi.

Bentuk penyembuh luka atau balutan memiliki karakteristik tersendiri yang penggunaannya disesuaikan dengan luka. Bentuk nonadherent atau low-adherence dressings merupakan perawatan standar untuk ulkus kaki diabetik. Balutan ini didesain untuk luka atraumatik dan untuk menyediakan suasana lembab untuk luka. Jenis balutan luka ini tidak didesain secara spesifik untuk luka infeksi tetapi dapat digunakan secara aman sebagai rangkaian perawatan menggunakan antibiotik.

Bentuk hydrocolloids merupakan balutan semipermeabel, bersifat oklusif untuk eksudat luka, dan absorben. Balutan tipe ini merupakan sebuah lapisan absorben pada sebuah film atau foam. Material hydrocolloid didesain agar menciptakan sifat oklusif, mampu menjerat eksudat di dalam balutan dan mampu menghidrasi luka dan menciptakan lingkungan yang lembab. Penggunaan balutan ini pada luka yang banyak mengeluarkan eksudat dapat menyebabkan kulit di sekitarnya menjadi basah. Balutan ini cocok digunakan untuk luka infeksi. Namun, balutan ini mungkin lebih tepat digunakan sebagai sediaan preventif daripada untuk pengobatan terutama untuk luka infeksi.

(48)

30

Bentuk alginates adalah absorben yang baik, di mana penggunaannya dengan meletakkan alginate pada luka, yaitu pada luka yang berlubang. Balutan ini akan menciptakan kondisi hemostatis, dan atraumatik dalam perubahannya. Dalam penggunaannya, jika diperlukan penggantian atau pengobatan telah selesai, maka sangat penting untuk memastikan bahwa semua alginate telah dimabil dari lubang luka, karena jika tidak, dapat menyebabkan timbulnya luka atau infeksi baru. Balutan ini mungkin dapat bersifat bakteriostatik, dan secara aman dapat digunakan pada ulkus kaki yang terinfeksi.

Bentuk lain adalah iodine preparations yang biasanya digunakan sebagai antiseptik dan diaplikasikan pada luka infeksi lokal, yang dikombinasi dengan antibiotik sistemik. Balutan ini tersedia dalam 2 preparasi yaitu cadexomer-iodine dan povidone-iodine, di mana iodine bersifat barkerisidal. Balutan iodine merupakan absorben yang baik, dan berfungsi dalam mencegah baretan pada kulit yang lukanya mengeluarkan eksudat. Bentuk silver-impregnated dressings digunakan untuk penggunaan topikal, yang bersifat antimikroba, yang sistem penghantarannya dengan silver nitrate atau silver sulfadiazine. Silver nitrate memiliki efek sitotoksik pada sel host, balutan sering digunakan untuk perawatan jaringan yang mengalami hipergranulasi, namun aplikasinya dapat membuat tidak nyaman. Silver sulfadiazine juga memiliki aksi antimikroba, banyak digunakan pada luka bakar kronis (Hilton et al., 2004).

2.5. Sediaan Hydrocolloid Wound Dressing

Sediaan yang dapat digunakan untuk luka sangat banyak ditemui, namun, setiap luka memiliki karakteristiknya tersendiri, sehingga dibutuhkan sediaan yang sesuai untuk menyembuhkan luka. Patch merupakan sebuah sistem penghantaran yang memiliki backing adhesive, elastomer, dan gelling agents yang biasanya diaplikasikan pada bagian luar tubuh. Komposisi patch, secara pasif berdifusi atau secara aktif melakukan transport dari bagian patch ke bagian tubuh tempat aplikasi sediaan tersebut. Patch sering disebut juga extended release film/system dan dapat digunakan sebagai wound dressing (Food and Drug Administration, 2009).

Gambar

Tabel II. Rata-rata hasil evaluasi sifat fisika kimia sediaan hydrocolloid
Gambar 2. Grafik waktu vs %release hydrocolloid matrix piroksikam .........
Tabel I. Formula hydrocolloid matrix piroksikam
Gambar 1. Hasil uji sterilitas: (a) Kontrol negatif; (b) Basis; (c) PVP 1; (d) PVP 2; (e)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 disebutkan, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis

Kata Kunci : Hoisting equipment, hypermarket,fork/ift truck dan hand pallet

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap penyerapan ion logam Cr (VI) oleh serbuk kulit manggis yang telah ditarik zat warnanya dengan 3 kali penggantian

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio tepung beras merah, tepung kacang merah, dan karagenan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap , nilai L, dan warna dan aroma

ludd,?eD!trakFtan x*adaran

Bentuk desain yang telah ditentukan pada tahap perancangan kemudian di gambar sketsa/pola pada balok kayu pinus yang akan digunakan untuk membuat blade.. Kayu Pinus dipilih

[r]