INTISARI
Penggunaan antibiotika di masyarakat yang semakin meningkat berhubungan erat dengan meningkatnya keiadian resistensi. Hal ini harus ditanggulangi bersama dengan cara yang efektif, salah satunya dengan metode CBIA. Tuiuan penelitian ini meningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa tentang antibiotikadi Kecamatan Umbulhario dengan metode CBIA.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan rancangan time series. Pengambilan sampel dilakukan secarapurposive samplingdengan 36 responden. Uii statistik yang digunakan adalah uii Wilcoxon.
Hasil penelitian menuniukkan iumlah resonden dengan kategori pengetahuan burukpada Pre-Post Imengalami penurunan dari 28% meniadi 11%, Pre-PostIImengalami penuruan dari 28% meniadi 0%, dan Pre-Post IIImengalami penurunan dari 28%. Jumlah responden dengan kategori buruk pada Pre-Post Imengalami penurunan dari 18% meniadi 6%, Pre-Post IImengalami penurunan dari 18% meniadi 0%, dan Pre-Post IIImengalami penurunan dari 18% meniadi 0%. Jumlah responden dengan kategori tindakan buruk padaPre-Post Imengalami penurunan dari 17% meniadi 8%, Pre-Post II mengalami penurunan dari 17% meniadi 0%, dan Pre-Post IIIdari 17% meniadi 0%.
CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan dewasa pria tentang antibiotika.
ABSTRACT
The use of antibiotics in the community increasing closely linked to increased incidence of resistance. This must be addressed together with effective way, one of them with CBIA method. The aim of this study is to improve the knowledge, attitude and action of adult men in the District Umbulhario of antibiotics through CBIA.
This study is a quasi-experimental design with time series. Sampling was done by purposive sampling with 36 respondents. The statistical test was used Wilcoxon test.
The results showed the number of respondent with bad knowledge category in Pre-Post I decreased from 28% to 11%, Pre-Post II decreased from 28% to 0%, and Pre-Post III decreased from 28% to 0%. The number of respondents with bad attitude category inthe Pre-Post I decreased from 18% to 6%, Pre-Post II decreased from 18% to 0%, and Pre-Post III decreased from 18% to 0%. The number of respondents with bad action category in Pre-Post I has decreased from 17% to 8%, Pre-Post II decreased from 17% to 0%, and Pre-Post III from 17% to 0%.
It can be concluded, CBIA can improve knowledge, attitudes, and actions adult man on antibiotics.
PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PRIA DEWASA TENTANG ANTIBIOTIKA DENGAN METODE CBIA (CARA
BELAJAR INSAN AKTIF)DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Eirene Copalcanty Tuko
NIM : 118114009
Oleh:
Oleh:
Eirene Copalcanty Tuko NIM : 118114009
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PRIA DEWASA TENTANG ANTIBIOTIKA DENGAN METODE CBIA (CARA
BELAJAR INSAN AKTIF)DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Eirene Copalcanty Tuko NIM : 118114009
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN
PERSEMBAHAN
I sought the LORD, and He heard
me, and delivered me form all my
fears
(Psalm 34;4)
‘’Day by day and with each passing moment,
Strenght I find to meet my trials here;
Trusting in my Father’s wise besttownment
I’ve no cause for worry or for fear’’
Big Thanks to My Jesus Christ, My Dad and my Mom,
My sister and my Brother, My Families, My Rakat
Generations, My Sandiwara Friends and all of people who
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah saya sebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan indikasi plagiarism dalam naskah
ini, maka saya bersedia menanggung sanksi sesuai peraturan perundang - undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 27 Juli 2015
Penulis
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertandatangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Eirene Copalcanty Tuko
No.Mahasiswa : 118114009
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul :
“Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pria Dewasa tentang Antibiotika
dengan Metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif) di Kecamatan Umbulharjo Kota
Yogyakarta” Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk
penggalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari
saya maupun memberikan royalty kepada saya selama saya tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal, 25 Juni 2015
vii PRAKATA
Puji syukur kepada TYME atas berkat-Nya, penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik dan tepat waktu.Penulismengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dra.Th. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph. D., Apt. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis dalam penyusunan naskah ini.
2. Dekan Fakultas Farmasi beserta seluruh staf Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang mendukung terselenggaranya penelitian ini.
3. Ibu Beti Pudyastuti, M.Sc., Apt sebagai narasumber dalam pelaksanaan CBIA Antibiotika.
4. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. dan Ibu Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt.
selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan saran serta arahan kepada penulis.
5. Bapak Drs. H. Mardjukiselaku Camat dan Bpk Zainuri selaku Lurah Kecamatan Umbulharjo yang memfasilitasi pelaksanaan CBIA Antibiotika. 6. Bapak-Bapak warga Kecamatan Umbulharjo yang memberikan kontribusinya
sebagai responden dalam penelitian ini.
Penulis berharap karya ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan serta dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. Yogyakarta, 8 Juni 2015
viii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ix
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Antibiotika ... 9
1. Pengertian antibiotika ... 9
2. Prinsip penggunaan antibiotika ... 9
3. Klasifikasi dan mekanisme kerja antibiotika ... 11
4. Resistensi antibiotika ... 12
B. Pengetahuan ... 13
1. Pengertian pengetahuan ... 13
2. Tingkatan pengetahuan ... 13
3. Faktor-faktoryang mempengaruhi pengetahuan ... 15
4. Pengukuran pengetahuan ... 16
C. Sikap ... 17
1. Pengertian sikap ... 17
2. Tingkatan sikap ... 17
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap ... 18
4. Pengukuran sikap ... 19
D. Tindakan ... 20
1. Pengertian tindakan ... 20
2. Tingkatan tindakan ... 23
3. Pengukuran tindakan ... 24
E. Upaya Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan ... 25
1. Metode ceramah (preching method) ... 25
x
3. Metode demostrasi ... 26
4. Metode CBIA ... 27
F. Landasan Teori ... 28
G. Hipotesis ... 29
BAB III. METODE PENELITIAN... 30
A. Jenis dan rancangan penelitian ... 30
B. Variabel penelitian ... 31
C. Definisi operasional ... 31
D. Teknik Sampling ... 33
E. Tempat danwaktu penelitian ... 34
F. Instrumen penelitian ... 34
G. Responden penelitian ... 36
H. Tata Cara Penelitian ... 38
1. Studi pustaka ... 38
2. Analisis situasi ... 38
3. Pembuatan kuesioner ... 39
4. Pelaksanaan intervensi CBIA antibiotika ... 46
5. Pengambilan data Post I dan Post II bulan sesudah intervensi CBIA antibiotika ... 47
I. Pengolahan Data ... 48
1. Editing ... 48
2. Processing ... 48
xi
4. Analisis data ... 49
J. Waktu Penelitian ... 50
K. Keterbatasan Penelitian ... 50
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50
A. Gambaran Karakteristik Responden ... 51
B. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pria Dewasa Tentang Antibiotika Sebelum Intervensi Metode CBIA ... 53
C. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pria Dewasa Tentang Antibiotika Sesudah Intervensi Metode CBIA ... 54
D. Perbandingan Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pria Dewasa Tentang Antibiotika Sebelum dan Sesudah Intervensi Metode CBIA ... 56
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65
A. Kesimpulan ... 65
B. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 67
LAMPIRAN ... 72
xii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Pernyataan Favorble dan Unfavorable pada Pokok Bahasan Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan...35 Tabel II. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan...36
Tabel III. Besar Skor untuk Tanggapan Pernyataan Aspek Sikap dan Tindakan...36 Tabel IV. Pernyataan Pada Tiap Aspek Kuesioner Yang Sulit Dipahami Oleh
Lay People...41 Tabel V. Karakteristik Demografi Responden...52
Tabel VI. Hasil Uji NormalitasShapiro Wilk 57
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Responden Penelitian...37
Gambar 2. Langkah Pengujian Reliabilitas Instrumen Aspek Pengetahuan...44
Gambar 3. Langkah Pengujian Reliabilitas Instrumen Aspek Sikap...45 Gambar4. Langkah Pengujian Reliabilitas Instrumen Aspek
Tindakan...45 Gambar 5. Perbandingan Jumlah Responden Pada Pre Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Tentang Antibiotika 53 Gambar 6. Perbandingan Jumlah Responden Dengan Kategori Baik Pada Post
I, Post II, Post III Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan
Tentang Antibiotika 54
Gambar 7. Perbandingan Jumlah Responden Dengan Kategori Baik, Buruk,
dan Sedang Pada Pre, Post I, Post II, Post III Aspek Pengetahuan
Tentang Antibiotika 58
Gambar 8. Perbandingan Jumlah Responden Dengan Kategori Baik, Buruk,
dan Sedang Pada Pre, Post I, Post II, Post III Aspek Sikap Tentang
Antibiotika 60
Gambar 9. Perbandingan Jumlah Responden Dengan Kategori Baik, Buruk, dan Sedang Pada Pre, Post I, Post II, Post III Aspek Tindakan
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian...73
Lampiran 2. Perpanjangan Surat Izin Penelitian...74
Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian...75
Lampiran 4. Daftar Hadir Responden Penelitian...76
Lampiran 5. Informed Consent...77
Lampiran 6. Revisi Pertama Uji Validitas Kuesioner Penelitian...78
Lampiran 7. Revisi Kedua Uji Validitas Kuesioner Penelitian...83
Lampiran 8. Hasil Uji Reliabilitas Aspek Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Seleksi Aitem...86
Lampiran 9. Hasil Uji Reliabilitas Aspek Sikap...87
Lampiran 10. Hasil Uji Reliabilitas Aspek Tindakan...88
Lampiran 11. Hasil Uji Normalitas Aspek Pengetahuan...89
Lampiran 12. Hasil Uji Normalitas Aspek Sikap...90
Lampiran 13. Hasil Uji Normalitas Aspek Tindakan...91
Lampiran 14. Hasil Uji Wilcoxon Sign Rank Test Aspek Pengetahuan...92
Lampiran 15. Hasil Uji Wilcoxon Sign Rank Test Aspek Sikap...93
Lampiran 16. Hasil Uji Wilcoxon Sign Rank Test Aspek Tindakan...94
Lampiran 17. Kuesioner Uji Pemahaman Bahasa...95
Lampiran 18. Kuesioner Penelitian (pre dan post intervention)...99
Lampiran 19. Kunci Jawaban Kuesioner Penelitian...104
Lampiran 20. Foto Pelaksanaan CBIA...108
xv INTISARI
Penggunaan antibiotika di masyarakat yang semakin meningkat berhubungan erat dengan meningkatnya kejadian resistensi. Hal ini harus ditanggulangi bersama dengan cara yang efektif, salah satunya dengan metode CBIA. Tujuan penelitian ini meningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan pria dewasa tentang antibiotikadi Kecamatan Umbulharjo dengan metode CBIA.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan rancangan time series. Pengambilan sampel dilakukan secarapurposive samplingdengan 36 responden. Uji statistik yang digunakan adalah uji Wilcoxon.
Hasil penelitian menunjukkan jumlah resonden dengan kategori pengetahuan burukpada Pre-Post Imengalami penurunan dari 28% menjadi 11%,
Pre-PostIImengalami penuruan dari 28% menjadi 0%, dan Pre-Post IIImengalami penurunan dari 28%. Jumlah responden dengan kategori buruk pada Pre-Post Imengalami penurunan dari 18% menjadi 6%, Pre-Post IImengalami penurunan dari 18% menjadi 0%, dan Pre-Post IIImengalami penurunan dari 18% menjadi 0%. Jumlah responden dengan kategori tindakan buruk padaPre-Post Imengalami penurunan dari 17% menjadi 8%, Pre-Post II mengalami penurunan dari 17% menjadi 0%, dan Pre-Post IIIdari 17% menjadi 0%.
CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan dewasa pria tentang antibiotika.
xvi ABSTRACT
The use of antibiotics in the community increasing closely linked to increased incidence of resistance. This must be addressed together with effective way, one of them with CBIA method. The aim of this study is to improve the knowledge, attitude and action of adult men in the District Umbulharjo of antibiotics through CBIA.
This study is a quasi-experimental design with time series. Sampling was done by purposive sampling with 36 respondents. The statistical test was used
Wilcoxon test.
The results showed the number of respondent with bad knowledge category in Pre-Post I decreased from 28% to 11%, Pre-Post II decreased from 28% to 0%, and Pre-Post III decreased from 28% to 0%. The number of respondents with bad attitude category inthe Pre-Post I decreased from 18% to 6%, Pre-Post II decreased from 18% to 0%, and Pre-Post III decreased from 18% to 0%. The number of respondents with bad action category in Pre-Post I has decreased from 17% to 8%, Pre-Post II decreased from 17% to 0%, and Pre-Post III from 17% to 0%.
It can be concluded, CBIA can improve knowledge, attitudes, and actions adult man on antibiotics.
1 BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Antibiotika merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di
dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Pada zaman yang semakin maju, pengobatan mandiri menggunakan antibiotika menjadi masalah yang sangat penting diseluruh dunia. Salah satu akibat penyalahgunaan dalam
pengobatan mandiri adalah terjadinya penigkatan resistensi kuman terhadap antibiotika (WHO, 2013).
Padatahun 2009, Indonesia menduduki peringkat ke-8 dari 27 negara dengan beban multidrug resistance (MDR) tertinggi di dunia (Kalbemed, 2011). Resistensi antibiotika dapat memberikan dampak negatif yang bertingkat, baik
pada tingkat individu, maupun pada tingkat sarana pelayanan kesehatan dan masyarakat. Pada tingkat individu, resistensi antibiotika dapat memperpanjang
masa infeksi, memperburuk kondisi klinis, serta meningkatnya penggunaan antibiotika yang lebih mahal dengan efek samping dan toksisitas yang lebih besar, sedangkan di tingkat sarana pelayanan kesehatan dan masyarakat,
Fenomena yang banyak terjadi di masyarakat dalam mengkonsumsi antibiotika adalah saat sudah merasa sembuh, pengkonsumsian antibiotika
dihentikan walaupun obatnya masih tersisa. Menurut penelitian McNulty dan Boyle (2007), yang dilakukan di United Kingdom, dilaporkan bahwa 65 % pasien menghentikan pengobatan karena merasa lebih baik atau mereka lupa mengkonsumsi obat.
Menurut data laporan Riset Kesehatan Dasar (2013) dilaporkan bahwa
proporsi rumah tangga yang menyimpan antibiotika tanpa resep sebanyak 90,2% di Provinsi DI Yogyakarta, hal ini terjadi dikarenakan kurangnya pemahaman dan
pengetahuan masyarakat dalam mengonsumsi antibiotika. Dalam hal ini pengetahuan adalah representasi dari dunia luar yang terutama berasal dari
observasi (Suparno, 2008).
Ketidakrasionalan penggunaan antibiotika beragam, mulai dari ketidaktepatan dalam pemilihan jenis antibiotika, hingga cara dan lama
pemberian. Resistensi terhadap antibiotika semakin menghawatirkan dan membahayakan, dan hal ini dapat membuat dunia kembali ke jaman sebelum antibiotika ditemukan (Anna, 2011).
di kalangan masyarakat mengenai penggunaan antibiotika yang irrasional, maka diperlukanlah edukasi pada kalangan masyarakat mengenai penggunaan
antibiotika. Cara yang dapat digunakan adalah dengan komunikasi yang efektif antara tenaga medis dengan pasien agar pengetahuan masyarakat tentang
antibiotika lebih meningkat. Peningkatan edukasi yang dilakukan tersebut tentunya didahului dengan pengukuran mengenai tingkat pengetahuan masyarakat
mengenai antibiotika.
Di Kecamatan Umbulharjo sendiri berdasarkan data gudang farmasi pada tahun 2014 menunjukkan ada sekitar 129.373 antibiotika yang didistribusikan.
Dari 129.373 antibiotika yang ada, amoksilin merupakan antibiotika dengan jumlah paling banyak yaitu sekitar 92.800. Melihat fakta tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul „‟Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan
Tindakan Pria Dewasa di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta Tentang Antibiotika Dengan Metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif)‟‟. Pria dewasa
memiliki status kesehatan yang lebih buruk dibandingkan perempuan, dikarenakan pria dewasa kurang mempedulikan kesehatannya dan cenderung menahan rasa sakit apabila mengalami sakit (Anna dan Chandra, 2011).Hasil
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat tentang antibiotika di Kecamatan Umbulharjo adalah 64% (Kusuma, 2011).
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Umbulharjo karena Kecamatan Umbulharjo merupakan salah satu dari beberapa Kecamatan di Yogyakarta yang sangat luas dan memiliki jumlah penduduk sebesar 60255 jiwa. Metode CBIA
perkembangan dari objek yang diteliti dan peserta dapat secara aktif mengikuti kegiatan dalam kelompok-kelompok yang telah dibentuk, sehingga informasi
yang didapatkan akan lebih mudah diingat (Wulandari, 2012).
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas , dirumuskan beberapa permasalahan
penelitian sebagai berikut :
a. Seperti apakah karakter demografi responden di Kecamatan Umbulharjo Kota
Yogyakarta ?
b. Seperti apakah tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika sebelum intervensi metode CBIA di Kecamatan Umbulharjo Kota
Yogyakarta ?
c. Seperti apakah tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika sesudah intervensi metode CBIA di Kecamatan Umbulharjo
Yogyakarta ?
d. Apakah metode CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang mirip dengan penelitian ini antara lain:
a. Penelitian oleh Titien Siwi Hartayu pada tahun 2010 mengenai efektifitas metode cara belajar insan aktif untuk diabetes melitus (CBIA-DM) dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap terhadap pola hidup sehat pada
penyandang diabetes melitus tipe 2 di Yogyakarta Indonesia. Tujuan penelitian tersebut mengevaluasi keefektifan metode CBIA-DM dalam
meningkatkan pengetahuan dan sikap terhadap pola hidup sehat pada para penyandang diabetes melitus tipe 2. Kesimpulan penelitian tersebut metode
CBIA-DM efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap terhadap pola hidup sehat pada penderita diabetes melitus tipe 2. Pada penelitian saat ini berbeda, karena menambahkan variabel tindakan, menggunakan subyek
penelitian pria dewasa saja dengan rentang usia 26-45 tahun, selain itu tidak menggunakan kelompok kontrol. Metode yang digunakan juga
pengembangan dari metode CBIA, yaitu CBIA-Antibiotika.
b. Penelitian oleh Padma 2014 mengenai CBIA-Diare untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu dalam tatalaksana diare pada balita di
bina keluarga balita (BKB) desa banguntapan Kabupaten Bantul. Tujuan penelitian tersebut meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam
penanggulangan diare pada balita dengan metode CBIA-Diare. Kesimpulan penelitian tersebut Metode CBIA-Diare meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam tatalaksana diare pada balita. Pada penelitian saat ini
usia 26-45 tahun. Metode yang digunakan juga pengembangan dari metode CBIA, yaitu CBIA-Antibiotika.
c. Penelitian oleh Diyan Ajeng Rossetyowati pada tahun 2012 mengenai peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku penggunaan antibiotika dengan
metode cara belajar ibu aktif (CBIA) di Kabupaten Jember.Tujuan penelitian tersebut adalah dengan mengadopsi metode CBIA dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam penggunaan antibiotika secara
tepat dan membuka wacana untuk tidak melakukan pengobatan sendiri dengan antibiotika. Kesimpulan penelitian tersebut metode CBIA
mempengaruhi peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam penggunaan antibiotika yang tepat. Perbedaan penelitian saat ini menggunakan subyek penelitian pria dewasa saja dengan rentang usia26-45
tahun.
d. Penelitian oleh Priska Firstya pada tahun 2010 mengenai perbedaan pengaruh
metode edukasi secara CBIA dan ceramah mengenai kanker serviks dan papsmear terhadap peningkatan pengetahuan, perubahan sikap, dan tindakan ibu-ibu di Kecamatan Mlati dan Kecamatan Gamping ditinjau dari faktor
usia. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh edukasi secara CBIA dan ceramah mengenai kanker serviks dan papsmear terhadap peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan tindakan ibu-ibu di Kecamatan Mlati dan Kecamatan Gamping ditinjau dari faktor usia. Kesimpulan penelitian tersebut metode CBIA meningkatkan pengetahuan
terletak pada subyek yang diteliti, waktu dan tempat pelaksanaan penelitian. Penelitiantersebut mengukur tingkat pengetahuan masyarakat tentang kanker
serviks dan papsmear dan membandingkan pengaruh metode edukasi secara CBIA dan ceramah mengenai kanker serviks dan pap smear, sedangkan
penelitian yang dilakukan peneliti saat ini hanya mengukur pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang antibiotika dengan metode edukasi secara CBIA.
3. Manfaat penelitian
a. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai refrensi untuk meningkatkan pengetahuan dan memperbaiki sikap dan tindakan terhadap penggunaan antibiotika sebagai langkah mengurangi kejadian
resistensi antibiotika di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta. b. Secara praktis
1) Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai antibiotika dalam melakukan evaluasi tentang pelayanan pemberian informasi obat antibiotika kepada masyarakat.
2) Penelitian ini diharapkan dapat mendukung dan meningkatkan peran farmasis dalam mengidentifikasi secara lebih dini kejadian
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan pria dewasa di Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta tentang antibiotika
dengan metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif). 2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik demografi responden di Kecamatan
Umbulharjo Kota Yogyakarta yang meliputi usia, pendidikan, dan pekerjaan.
b. Mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan pria dewasa tentang antibiotika sebelum intervensi metode CBIA.
c. Mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan pria dewasa tentang
antibiotika sesudah intervensi metode CBIA.
d. Membandingkan tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan pria dewasa
9 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A.Antibiotika
1. Pengertian Antibiotika
Antibiotika merupakan zat atau senyawa yang dihasilkan oleh
mikroorganisme yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikoorganisme lainnya (BPOM, 2008). Selain berasal dari makhluk hidup,
antibiotika juga dapat diproduksi secara sintesis. Antibiotika adalah obat yang digunakan untuk membunuh atau melemahkan pertumbuhan bakteri dan beberapa
jamur (National Institute of Allergy and Infections Desease, 2009). Cara kerjanya yang terpenting adalah menghalang sintesa protein, sehingga kuman musnah atau tidak berkembang lagi tanpa merusak jaringan dan ada beberapa antibiotika
bekerja terhadap dinding sel atau membrane sel ( Setiabudy, 2008).
2. Prinsip penggunaan Antibiotika
Penggunaan antibiotika yang tidak rasional akan menimbulkan dampak negatif, seperti terjadi kekebalan kuman terhadap beberapa antibiotika, meningkatnya efek samping obat dan bahkan kematian. Penggunaan antibiotika
dikatakan tepat bila efek terapi mencapai maksimal sementara efek toksis yang berhubungan dengan obat menjadi minimum, serta perkembangan resistensi
Prinsip umum penggunaan Antibiotika hanya bekerja untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Penggunaan antibiotika secara
rasional diartikan sebagai pemberian antibiotika yang tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis, dan waspada terhadap efek samping antibiotika
yang dalam arti konkritnya adalah pemberian resep yang tepat atau sesuai indikasi, penggunaan dosis yang tepat, lama pemberian obat yang tepat, interval pemberian obat yang tepat, aman pada pemberiannya, terjangkau oleh penderita
(Kimin, 2013).
Obat-obat antibiotika hanya dapat diperoleh dengan resep dokter di
apotek dan harus dikonsumsi sampai habis walaupun kondisi pasien sudah membaik.Antibiotika sisa dari pengobatan sebelumnya tidak boleh digunakan tanpa persetujuan dokter, jika tetap digunakanantibiotika tidak dapat bekerja
maksimal dan jika berfungsi pun belum tentu dapat melemahkan atau membunuh semua bakteri yang ada dalam tubuh (American Academy of Family Pysicians).Hal ini mengakibatkan pengobatan menjadi tidak efektif, peningkatan morbiditas maupun mortalitas pasien dan meningkatnya biaya kesehatan pasien. Dampak tersebut harus ditanggulangi secara efektif sehingga perlu diperhatikan
prinsip penggunaan antibiotika harus sesuai indikasi penyakit, dosis, cara pemberian dengan interval waktu, lama pemberian, keefektifan, mutu, keamanan,
3. Klasifikasi dan mekanisme kerja Antibiotika
Secara umum mekanisme kerja antibiotika adalah sebagai berikut :
a. Senyawa yang menghambat sistesis dinding sel bakteri meliputi penisilin
dan sefalosforin yang secara struktur mirip, dan senyawa-senyawa yang tidak mirip seperti sikloserin, vankomisin, basitrasin, dan senyawa antifungi golongan azol (contohnya klortrimazol, flukonazol, dan
intrakonazol).
b. Senyawa yang bekerja langsung pada membran sel mikroorganisme, mempengaruhi permeabilitas dan menyebabkan kebocoran
senyawa-senyawa intraseluler, dalam hal ini termasuk senyawa-senyawa yang bersifat detergen seperti polimiksin dan senyawa antifungi poliena nistatin serta
ampfoterisin B yang berikatan dengan sterol-sterol dinding sel.
c. Senyawa yang memperngaruhi sub unit ribosom 30S atau 50S sehingga menyebabkan penghambatan sintesis protein yang reversible. Obat bakteriostatik ini meliputi kloramfenikol golongan tetrasiklin, eeritromisin, klindamisin, dan pristinamisin.
d. Senyawa yang berikatan dengan sub unit ribosom 30S atau 50S dan
mengubah protein, yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel, dalam hal ini termasuk golongan aminoglikosida.
4. Resistensi Antibiotika
Resistensi bakteri terhadap antibiotika adalah kemampuan bakteri untuk
mempertahankan diri terhadap efek antibiotika sehingga antibiotika menjadi kurang efektif dalam mengontrol atau menghentikan pertumbuhan bakteri dan
dapat meningkatkan risiko penyebaran kepada orang lain. Resistensi antibiotika merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya penyalahgunaan antibiotika.Penyalahgunaan antibiotika pada dasarnya
dipengaruhi oleh pengetahuan, komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien, tingkat ekonomi, karakteristik dari sistem kesehatan antara dokter dan pasien, dan
peraturan lingkungan.Dilihat dari faktor pasien, hal yang mendasari terjadinya penyalagunaan antibiotika dikarenakan banyak pasien percaya bahwa keluaran obat baru lebih baik dibandingkan obat keluaran lama (WHO, 2013).
Pemicuresistensi antibiotika adalah penggunaan antibiotika yang tidak rasional.Hal ini menyebabkan pengobatan menjadi tidak efektif, peningkatan
morbiditas maupun mortalitas pasien, dan penigkatan biaya kesehatan.Faktor-faktor yang mempermudah berkembangnya resistensi kuman terhadap antibiotika adalah penggunaan antibiotika yang sering, penggunaan antibiotika yang
irrasional, penggunaan antibiotika baru yang berlebihan, penggunaan antibiotika dalam waktu yang lama (Pulungan, 2010).
Pencegahan resistensi bakteri terhadap antibiotika dapat dilakukan dengan cara mematuhi petunjuk dokter, salah satunya dengan menggunakan antibiotika pada rentang terapi dan cara penggunaan yang tepat. Antibiotika
rasional, tepat dan aman. Penggunaan antibiotika yang tidak rasional akan menimbulkan dampak negatif, seperti terjadi kekebalan kuman terhadap beberapa
antibiotika, meningkatnya efek samping obat dan bahkan kematian. Penggunaan antibiotika dikatakan tepat bila efek terapi mencapai maksimal sementara efek
toksis yang berhubungan dengan obat menjadi minimum, serta perkembangan antibiotika resisten minimal (WHO, 2013).
B.Pengetahuan
1. Pengertian pengetahuan
Pengetahuan menurut Notoatmodjo(2009) adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yaitu suatu bentuk tahu
dari manusia yang diperolehnya dari pengalaman, perasaan, akal pikiran, dan intuisinya setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu.Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau informan.
2. Tingkatan pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2009) ada 6 tingkat pengetahuan seseorang, yaitu
:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.Tahu merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain mampu menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisi adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. kemampuan analisis ini dapat dilihat dari pengguna kata kerja, seperti dapat menggambarkan,
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
3. Faktor- faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, antara
lain adalah umur, semakin muda usia seseorang semakin sedikit pengalaman yang dimiliki seseorang, namun sebaliknya semakin tinggi tingkatan usia seseorang pengalaman yang didapat semakin lebih banyak, oleh karena itu sangat penting
bila usia dikaitkan dengan pengetahuan seseorang(Notoatmodjo, 2007).
Pendidikan, semakin tinggi pendidikan seseorang maka ia akan mudah
menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal baru tersebut, sehingga semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi pengetahuannya
(Notoatmodjo, 2009).
dan semakin tua usia seseorang maka pengalaman akan semakin banyak. (Notoatmodjo, 2009).
Informasi, informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Informasi yang diberikan untuk meningkatkan pengetahuan seseorang
kemudian menjadi dasar bagi orang tersebut melakukan sesuatu hal dalam hidupnya untuk berbagai tujuan (Notoatmodjo, 2009). Seseorang yang memiliki pendidikan yang rendah tetapi ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai
media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Wilson TD, 2000).
4. Pengukuran pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
informan.Kedalaman pengetahuan dapat diukur dengan menyesuaikan pengetahuan yang ingin diketahui dengan tingkatan pengetahuan (Dewi dan
Wawan, 2010).
C.Sikap
1. Pengertian sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek .Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku (Notoatmodjo, 2010).
2. Tingkatan sikap
Sikap terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
b. Merespon (responding)
Memberikan jawaban ketika ditanya kemudian mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.Adanyausaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan (terlepas dari pelajaran itu benar atau salah) yang berarti
seseorang (subjek) menerima ide tersebut. c. Menghargai (valuing)
d. Betanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan tingkat sikap yang paling tinggi
(Notoatmodjo, 2010).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
Faktor yang dapat mempengaruhi sikap adalah jenis kelamin, perbedaan perilaku pria dan wanita yang dapat dilihat dari cara berpakaian secara fisik dan
melakukan pekerjaan sehari-hari.
Lingkungan dan pengaruh orang lain. Lingkungan merupakan seluruh
kondisi disekitar manusia dan mempengaruhi perkembangan dan sikap seseorang. Pengearuh orang lain dianggap penting karena secara umum seseorang cenderung mempunyai sikap yang searah dengan sikap orang yang dianggap penting.
Kecendrungan ini disebabkan oleh keinginan untuk berafiliasi dengan menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut (Azwar, 2007).
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya mempunyai dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu (Azwar,
2007).
Pekerjaan merupakan kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari. Makin cocok jenis pekerjaannya yang diemban, makin tinggi pula tingkat kepuasan yang diperoleh. Orang yang bekerja disektor formal memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi termasuk kesehatan (Dewi dan
Kebudayaan mempengaruhi pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan (Dewi dan Wawan, 2010).
4. Pengukuran sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung.Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan informan terhadap suatu objek.Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat
responden.Pernyataan sikap disajikan dalam bentuk positif dan negatif dengan
skala Likert (Method of Summateds Ratting), (Budiman dan Riyanto, 2013). Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas dan faktor pendukung
(Notoatmodjo, 2009).
Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam
bersikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai
objek tertentu (Azwar, 2011).
Pengukuran sikap dikategorikanbaik jika skornya 76-100%, sedang jika
D.Tindakan
1. Pengertian tindakan
Tindakan/praktik merupakan suatu realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi sesuatu yang nyata. Selain itu, tindakan juga adalah respon dalam bentuk nyata atau terbuka (Notoadmojo, 2012). Perilaku merupakan respon individu yang
disebabkan adanya stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi, dan tujuan baik disadari maupun tidak
(Wawan dan Dewi, 2011). Stimulus atau rangsangan dapat berupa suara atau bunyi, bahasa lisan maupun gerakan, tindakan, atau simbol-simbol yang dapat
dimengerti oleh pihak lain sehingga menghasilkan respon (Notoatmodjo, 2012b).
Interaksi faktor internal (dari dalam diri manusia) dan faktor eksternal (di luar diri manusia) menghasilkan perilaku kesehatan. Faktor internal dapat berupa
keadaan fisik dan psikis, sedangkan faktor eksternal dapat berupa lingkungan sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan, dan
sebagainya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, maupun masyarakat dikelompokkan menjadi empat yaitu lingkungan yang mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya,
perilaku, pelayanan kesehatan, serta keturunan (Notoatmodjo, 2012b).
Hasil hubungan antara stimulus dan respon menghasilkan perilaku.
a. Respondent Respon atau Reflexive Respon
Timbulnya respon responden disebabkan oleh rangsangan-rangsangan
tertentu. Rangsangan-rangsangan ini menimbulkan respon yang relatif tetap. Cakupan respon responden berupa respon emosi. Respon emosi ini timbul akibat
hal-hal yang menyenangkan maupun yang kurang menyenangkan. b. Operan Respon
Respon yang timbul dan berkembang akibat rangsangan tertentu disebut
operan respon. Rangsangan pada operan respon bersifat reinforcing stimuli
karena akan memperkuat respon yang telah dilakukan seorang individu.
Respon individu akibat adanya stimulus dapat dibedakan menjadi dua bentuk menurut Wawan dan Dewi (2011) yaitu bentuk pasif, dimana respon individu yang bersifat pasif merupakan respon yang terjadi dalam diri manusia
(respon internal) dan tidak secara langsung terlihat oleh orang lain. Respon berbentuk pasif dapat berupa berpikir, tanggapan, atau sikap batin dan
pengetahuan.
Bentuk aktif, respon individu yang bersifat aktif merupakan respon yang dapat terlihat langsung oleh orang lain.Perilaku kesehatan merupakan respon
individu terhadap stimulus yang berhubungan dengan kondisi sakit dan penyakit, sistem layanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Klasifikasi
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health Maintanance)
Perilaku atau upaya yang dilakukan seseorang untuk menjaga kesehatan
agar tidak sakit dan usaha melakukan penyembuhan apabila mengalami sakit. Aspek dalam perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari tiga hal yaitu sebagai
berikut ini :
1) Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit apabila mengalami sakit serta upaya pemulihan kesehatan ketika telah sembuh
dari sakit.
2) Perilaku peningkatan kesehatan yang dilakukan saat individu dalam
keadaan sehat.
3) Perilaku mengkonsumsi makanan dan minuman yang berguna untuk memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang ataupun dapat
menimbulkan penyakit
b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan
atau perilaku pencarian pengobatan (Health Seeking Behaviour)
Perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan seorang individu ketika mengalami penyakit atau kecelakaan yang diawali dari pengobatan sendiri
maupun mencari fasilitas pelayanan kesehatan. c. Perilaku kesehatan lingkungan
Perilaku tidak selalu mengikuti urutan tertentu sehingga terbentuknya perilaku positif tidak selalu dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap positif. Hal
ini menunjukkan bahwa perilaku dengan kekhasan dan keunikannya dipengaruhi oleh banyak variabel contohnya faktor sosio-demografi dan ekonomi yang
dimiliki setiap individu yang dapat dijadikan sebagai acuan program-program kesehatan masyarakat (Maulana, 2007).
2. Tingkat tindakan
Proses terbentuknya suatu perilaku meliputi lima tahapan menurut Wawan dan Dewi (2011) yaitu sebagai berikut ini :
a. Kesadaran (awareness) merupakan tahapan seorang individu menyadari atau mengetahui terlebih dahulu terhadap suatu stimulus.
b. Rasa tertarik (interest) merupakan tahapan seorang individu mulai menaruh perhatian dan tertarik pada suatu stimulus.
c. Evaluasi (pertimbangan) merupakan tahapan seorang individu
mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus bagi dirinya.
d. Mencoba (trial) merupakan tahapan seorang individu mulai mencoba perilaku baru.
e. Adopsi (adoption) merupakan tahapan seorang individu mulai mengadopsi atau melakukan perilaku.
a. Persepsi (perception), mengenal dan memilih berbagai objek yang sehubungan dengan tindakan yang diambil.
b. Respon terpimpin (guided response), dapat melakukan sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah indicator tindakan
yang kedua.
c. Mekanisme (mechanism), apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu yang sudah
merupakan kebiasaan, maka sudah mencapai tindakan tingkat tiga.
d. Adopsi (adoption), merupakan sutu tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan tersebut sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
3. Pengukuran tindakan
Tindakan dapat diukur melalui pengamatan (observasi), namun dapat juga dilakukan melalui wawancara dengan pendekatan (recall) atau mengingat kembali perilaku yang telah dilakukan oleh responden beberapa waktu yang lalu (Notoatmodjo, 2010).
Pengukuran tindakan dikategorikanbaik jika skornya 76-100%, sedang
E.Upaya Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan
Edukasi secara umum merupakan upaya yang dilakukan untuk
mempengaruhi orang lain (individu, kelompok, atau masyarakat) agar mereka melakukan suatu tindakan yang diharapkan oleh pendidik. Edukasi kesehatan diperlukan untuk mendorong perilaku yang berkaitan dengan promosi kesehatan,
diagnosa dini dan pengobatan segera. Edukasi kesehatan bertujuan menciptakan perilaku yang kondisif untuk kesehatan. Kesadaran masyarakat tentang kesehatan
disebut helath literacy. Hakikat edukasi kesehatan tidak hanya sekedar sadar tentang kesehatan, namun yang lebih penting adalah mencapai perilaku kesehatan
(health behavior). Kesehatan bukan hanya diketahui atau disadari (knowledge)
dan disikapi (attitude), melainkan harus dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Hali ini bearti bahwa tujuan akhir edukasi kesehatan adalah agar masyarakat
dapat mempraktekkan perilaku hidup sehat (healhty life style) bagi dirinya sendiri dan masyarakat sekitarnya (Notoadmojo, 2007). Beberapa metode yang dapat
digunakan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan antara lain metode ceramah, diskusi kelompok, curah pendapat, panel, bermain peran,
demonstrasi, simposium, dan seminar (Notoatmodjo, 2003).
1. Metode ceramah (preching method)
Metode ceramah (preaching method) merupakan metode pengajaran dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah orang yang umumnya mengikuti secara pasif. Metode ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu membuat peserta menjadi pasif, mengandung unsur paksaan
belajar visual dapat lebih susah menerima pelajaran dibandingkan dengan peserta dengan tipe belajar audio, sukar mengendalikan sejauh mana pemahaman belajar
peserta, jenuh jika terlalu lama. Kelebihan metode ceramah antara lain dapat diikuti peserta dalam jumlah besar, mudah dilaksanakan, serta pendidik mudah
menerangkan banyak bahan ajar dalam jumlah besar (Simamora, 2008). 2. Metode diskusi
Metode diskusi adalah metode mengajar yang berkaitan dengan
pemecahan masalah (problem solving). Tujuan metode ini adalah mengajak peserta untuk aktif dan berfikir kritis dan mengekspresikan pendapat secara bebas,
sehingga dapat diambil beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah. Kelebihan metode diskusi adalah menyadarkan peserta bahwa banyak jalan yang dapat ditempuh untuk memecahkan masalah, menyadarkan peserta bahwa dengan
berdiskusi akan diperoleh keputusan yang lebih baik, membiasakan peserta untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya, serta
memupuk sikap toleransi peserta. Metode ini juga mempunyai kelemahan, yaitu tidak dapat digunakan untuk kelompok besar, informasi yang didapat peserta terbatas, orang-orang yang suka berbicara cenderung akan menguasai, dan
biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal (Simamora, 2008).
3. Metode demonstasi
Metode demonstrasi adalah metode pengajaran dengan memperagakan kejadian, benda, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun menggunakan media yang relevan dengan materi. Kelebihan
benda agar lebih jelas, mempermudah pendidik untuk menjelaskan, menjadi pembenaran apabila terjadi kesalahan pada saat ceramah dengan pengamatan dan
contoh konkret yang disajikan dengan objek yang sebenarnya. Kelemahan metode ini adalah terkadang peserta sukar melihat dengan jelas benda yang akan
diperagakan, tidak semua benda dapat didemonstrasikan, jika pengajar kurang menguasai apa yang didemonstrasikan maka peserta juga akan sulit untuk memahami (Simamora, 2008).
4. Metode CBIA
Metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif) merupakan salah satu kegiatan
pemberdayaan masyarakat yang dapat digunakan dalam mengedukasi masyarakat untuk memilih dan menggunakan obat yang benar pada pengobatan mandiri. Melalui metode ini diharapkan masyarakat lebih aktif dalam mencari informasi
mengenai obat yang akan digunakan dalam pengobatan mandiri. Metode CBIA dilaksanakan dengan cara melibatkan peserta secara aktif. Melalui metode CBIA,
peserta dapat mengingat dengan lebih baik, karena dilakukan secara aktif dan visual melalui pengamatan secara langsung. Tutor dan fasilitator hanya berperan sebagai pemandu dalam diskusi, sedangkan informasi lebih lanjut yang
dibutuhkan dapat disampaikan oleh narasumber yang diundang. Mahasiswayang pernah dilatih juga dapat dilibatkan sebagai tutor atau fasilitator. Narasumber
CBIA antibiotika adalah salah satu metode edukasi kesehatan mandiri yang diadopsi dari CBIA yang dikembangkan oleh Suryawati pada tahun 1992.
CBIA antibiotika merupakan metode pembelajaran bagi masyarakat sebagai usaha dalam meningkatkan pemahaman mengenai antibiotika. Kegiatan ini dapat
dilaksanakan sebagai pengisi acara dalam pertemuan rutin, pertemuan khusus dan dapat dilaksanakan dalam suatu organisasi, seperti ibu-ibu saja, bapak-bapak saja, dan para pemuda/pemudi/karang taruna (Suryawati, 2012).
F. Landasan Teori
Resistensi antibiotika merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti penyalahgunaan antibiotika. Penyalahgunaan antibiotika pada dasarnya dipengaruhi oleh pengetahuan, komunikasi yang efektif
antara dokter dan pasien, tingkat ekonomi, karakteristik dari sistem kesehatan antara dokter dan pasien, dan peraturan lingkungan (WHO, 2013).
Dampak resistensi antibiotika harus ditanggulangi bersama dengan cara yang efektif. WHO menerbitkan WHO Global Strategy for Contaimet of Antimicrobial Resistenceuntukmelawan masalah-masalah resistensi antibiotika.
Strategi ini menganjurkan intervensi yang dapat menghambat dan mengurangi penyebaran resistensi antibiotika. Banyaknya masalah di kalangan masyarakat
mengenai penggunaan antibiotika yang irrasional, maka diperlukanlah edukasi pada kalangan masyarakat mengenai penggunaan antibiotika (WH0, 2013)
Metode CBIA merupakan salah satu metode untuk meningkatkan
meningkat, namun dengan metode ini ketrampilan masyarakat dalam memilih dan menggunakan antibiotika juga meningkat. Pelatihan tersebut diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menggunakan obat khususnya antibiotika dan dapat mengurangi penggunaan antibiotika yang tidak diperlukan.
Penelitianyang dilakukan oleh Dr. Sri Suryawati, CBIA (Cara Belajar Insan Aktif) ini dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam menggunakan obat dan mengurangi penggunaan jumlah obat yang tidak diperlukan di rumah tangga
(Suryawati, 2012).
CBIA (Cara Belajar Insan Aktif) terbukti efektif diterapkan untuk
meningkatkan ketaatan pasien terhadap pengobatan tuberkulosis paru, meningkatkan ketaatan penyandang diabetes mellitus terhadap program pengobatan, meningkatkan ketrampilan memilih obat flu bagi ibu hamil, dan
meningkatkan pemahaman risiko swamedikasi dengan antibiotika. Dilihat dari keefektifan metode CBIA, maka metode ini dipilih dalam penelitian ini
(Suryawati, 2012).
G.Hipotesis
Terdapat perbedaan yang signifikan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan
30 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk penelitian eksperimental semu dengan rancangan penelitian time series design.Penelitian eksperimental semu merupakan pengembangan dari metode eksperimen yang sebenarnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sugiyono (2009) bahwa bentuk quasi experimental merupakan pengembangan dari true experimental yang sulit dijalankan, oleh karena itu untuk mengatasi kesulitan dalam menentukan kelompok kontrol dalam penelitian maka
dikembangkan eksperimental semu ini. Metode eksperimental semu ciri utamanya adalah tidak dilakukan penugasan random, melainkan dengan menggunakan kelompok yang sudah ada.
Dalam penelitian ini peneliti memberikan perlakuan atau intervensi namun tidak merubah fisik responden penelitian dan hanya menggunakan satu
kelompok saja dan tidak memerlukan kelompok kontrol. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan rangkaian waktudengan menggunakan serangkaian observasi dan dilakukan lebih dari satu kali observasi baik sebelum
maupun sesudah perlakuan dalam kurun waktu tertentu (Notoatmodjo, 2012).Desain penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok saja, sehingga
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas: metode CBIA-Antibiotika
2. Variabel tergantung: tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan mengenai antibiotika dari responden yang mengikuti CBIA di Kecamatan Umbulharjo.
3. Variabel pengacau terkendali: informasi yang didapat oleh responden baik secara formal maupun informal, seperti mengukuti kursus, seminar, sekolah, dan penyuluhan.
4. Variabel pengacau tak terkendali: informasi yang didapat oleh responden sesudah mengikuti CBIA yang dapat berasal dari penjelasan dokter atau
melalui media (TV, radio, majalah, dan lain sebaginya).
C.Definisi Operasional
1. Pengetahuan merupakan hal-hal yang menyangkut pengetahuan responden tentang antibiotika. Tingkat pengetahuan responden mengenai antibiotika
masing-masing diukur melalui 19 pernyataan yang diajukan dengan skor total 19. Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh responden, pengetahuan dikategorikan menjadi kategori baik, jika skor yang diperoleh antara 15-19
(75%-100% ), kategori sedang, jika skor yang diperoleh antara 11-14
(56%-70%) dan kategori buruk, jika skor yang diperoleh < 11 ( % ).
2. Sikap adalah respon yang berupa tanggapan atau pendapat responden terkait
penggunaan. Tingkat sikap responden mengenai antibiotika masing-masing diukur melalui 10 pernyataan yng diajukan. Skor total dari sikap responden
dikategorikan menjadikategori baik, jika skor yang diperoleh antara 31-45 (75%-100% ), kategori sedang, jika skor yang diperoleh antara 23-30
(56%-70%), dan kategori buruk, jika skor yang diperoleh < 22 ( % ).
3. Tindakan adalah sekumpulan sikap yang direalisasikan dalam suatu aksi sebagai bentuk tanggapan terhadap pengetahuan tentang antibiotika. Tingkat
tindakan responden mengenai antibiotika masing-masing diukur melalui 10 pernyataan yng diajukan. Skor total dari tindakan responden adalah 40 skor.
Berdasarkan jumlah skor yang diperoleh responden, tindakan dikategorikan menjadi kategori baik, jika skor yang diperoleh antara 31-45 (75%-100% ),
Penelitian ini menggunakan teknik sampling yaitu non-random sampling
dengan jenis purposive sampling. Teknik non-random sampling merupakan metode pengambilan sampel yang tidak didasarkan pada kemungkinan yang diperhitungkan (Notoatmodjo, 2012), yang berarti bahwa setiap populasi tidak
karakteristik populasi yang telah diketahui sebelumnya (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).Penentuan sampel pada penelitian ini didasarkan pada kriteria inklusi dan
eksklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti.Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 36 orang.
E.Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kantor Kelurahan Warungbroto Kecamatan Umbulharjo KotaProvinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Responden yang hadir
dari tujuh kelurahan yaitu Kelurahan Semaki (4 orang), Kelurahan Mujamuju (5 orang), Kelurahan Tahunan (5 orang), Kelurahan Warungboto (11 orang),
Kelurahan Pandeyan (3 orang), Kelurahan Sorosutan (4 orang), dan Kelurahan Giwangan ( 4 orang).
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri dari 40 pernyataan yang di susun pada tahap awal penelitian. Tanggapan yang diberikan merupakan jawaban berupa foreced choice pada aspek pengetahuan dan skala Likert pada aspek sikap dan tindakan. Empat puluh pernyataan kuesioner yang disusun adalah sebagai berikut:
1. Apek pengetahuan terdiri dari 20 pernyataan yang terbagi dalam 10 favorable
2. Aspek sikap terdiri dari 10 pernyataan yang terbagi dalam 5 favorable dan 5unfavorable. Pokok bahasan yang dimasukkan dalam aspek ini meliputi motivasi belajar masyarakat mencari informasi tentang antibiotika, dan pemilihan penggunan antibiotika yang tepat.
3. Apek tindakan berisi 10 yang teridiri dari 5favorable dan 5unfavorable. Pokok bahasan dalam aspek ini adalah penggunaan antibiotika, dan upaya pencegahan resistensi antibiotika.
Pernyataan dalam kuesioner ini secara terperinci dapat dilihat pada Tabel I berikut :
Tabel I. Pernyataan favorable dan unfavorable pada pokok bahasan aspek pengetahuan, sikap dan tindakan
Aspek Pokok Bahasan Nomor Pernyataan
Favorable Unfavorable
Pengetahuan
Definisi 3 1 dan 2
Cara penggunaan - 11
Penggunaan antibiotika 6 dan15 4, 9, 17dan 20 Cara mendapatkan 8, dan 10 14
Tempat mendapatkan 13 12
Resistensi antibiotika 7 dan 19 18
Pencegahan resistensi
antibiotika. 5 16
Sikap
Motivasi belajar 6 dan 7 -
Pemilihan penggunaan yang
tepat 5, 8, dan 9
1,2, 3, 4, dan 10
Tindakan
Penggunaan antibiotika 4 dan 5 1, 2, 3, dan 6 Upaya pencegahan resistensi
Masing-masing tanggapan pada setiap aitem diberi skor jenis jawaban untuk dapat diolah dengan uji statistik yang sesuai. Skoring tanggapan forced choice pada aitem pernyataan pengetahuan dibedakan dari tanggapan pemberian skor disajikan dalam Tabel II dan III:
Tabel II. Besar skor untuk tanggapan pernyataan aspek pengetahuan
Tanggapan Pernyataan Aspek Pengetahuan Skor
Benar 1
Salah 0
Tabel III. Besar skor untuk tanggapan pernyataan aspek sikap dan tindakan
Tanggapan Pernyataan
Responden dalam penelitian ini adalah dewasa pria (26-45 tahun) dengan latar belakang pendidikan bukan dari kesehatan, yang bisa baca tulis dan bersedia
mengikuti kegiatan CBIA di Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta.Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian pada populasi target dan pada
populasi terjangkau. Kriteria ekslusi adalah sebagian subyek yang memenuhi kriteria inklusi harus dikeluarkan dari penelitian oleh karena berbagai sebab
Responden adalah masyarakat yang berdomisili di Kecamatan Umbulharjo dan memenuhi kriteria inklusi dewasa pria usia 26-45 tahun (Depkes
RI, 2009), berdomisili di Kecamatan Umbulharjo, bisa membaca dan menulis, tidak memiliki latar belakang pendidikan dan pekerjaan dibidang kesehatan, bersedia menjadi responden secara sukarela dengan mengisi “Informed Consent”,
dan mengikuti CBIA serta mengisi kuesioner dengan lengkap. Kriteria eksklusi responden adalah responden yang tidak mengikuti CBIA hingga akhir penelitian,
responden yang tidak dapat ditemui dan tidak bersedia mengisi kuesioner pada
Post II dan Post III.
Pada saat dilakukan intervensi CBIA pada sabtu, 5 Desember 2014 jumlah responden yang hadir sebanyak 41 orang. Untuk lingkup penelitian sosial sebaiknya melibatkan 30-40 responden (Effendi dan Tukiran, 2012).Berdasarkan
hasil sampling , jumlah responden yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi sebanyak 39 orang. Setelah proses sampling selanjutnya dilakukan pengambilan data PostI dan PostIIsesudah intervensi CBIA. Responden yang mengisi kuesioner dengan lengkap sebanyak 36 orang dan yang mengundurkan diri dari penelitian ini sebanyak 3 orang, sehingga jumlah responden yang terlibat adalah
sebanyak 36 orang.
Skema responden penelitian dapat dilihat pada gambar 1 yaitu sebagai
Gambar 1. Skema responden penelitian
Responden yang hadir dalam penelitian dan mengikuti edukasi CBIA ( 41 responden )
Hasil sampling(39 responden)
Ekslusi(2 responden tidak mengisi kuesioner
dengan lengkap)
Hasil samplingpada PostII dan Post III sesudah intervensi CBIA (36
responden)
Eksklusi (3 responden mengundurkan diri saat
pengambilan data)
Jumlah Responden Penelitian
H. Tata Cara Penelitian
1. Studi pustaka
Penelitian dimulai dengan studi pustaka yaitu membaca literatur-literatur dan website yang berhubungan dengan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat tentang antibiotika serta angka kejadian terjadinya resistensi
antibiotika.
2. Analisis situasi
Tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi mengenai keadaan lokasi penelitian serta hal-hal yang berkaitan dengan penelitian. Hal-hal tersebut
antara lain jumlah responden yang memenuhi kriteria inklusi dan waktu yang tepat untuk mengambil data serta mengetahui batas wilayah daerah pengambilan data.
Etical Clearance pada penelitian mengenai „‟Peningkatan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Pria Dewasa di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta
Tentang Antibiotika Dengan Metode CBIA (Cara Belajar Insan Aktif)‟‟ini didapatkan dengan melakukan pengamatan ke beberapa kelurahan dan memasukkan permohonan izin ke kantor dinas perizinan kota Yogyakarta, kantor
Kecamatan Umbulharjo, kantor kelurahan, serta kepada ketua RT setempat. Surat keputusan izin penelitian diberikan oleh Dinas Perizinan dimulai dari bulan
Desember 2014 sampai dengan bulan Febuari 2015, dimana izin tersebut harus diketahui oleh pejabat kelurahan dan ketua RT serta dari informed concent yang telah disetujui oleh masing masing responden pada saat megikuti intervensi
3. Pembuatan Kuesioner
Kuesioner dikembangkan dari kuesioner yang pernah digunakan dari
penelitian sebelumnya. Kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan digunakan untuk mengukur pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang antibiotika. Sebelum digunakan kuesioner harus melewati beberapa uji yaitu :
a. Uji validitas
Sugiyono (2007) membagi validitas ukur menjadi dua, yaitu validitas
luar (eksternal)dan dalam (internal). Validitasunsur disusun berdasarkan fakta-fakta-fakta empiris yang telah ada, sedangkan validitas dalam instrumen
dikembangkan menurut teori yang relevan. Validitas internal dibagi menjadi 2 yaitu contruct validity (validitas konstruk) dan content validity (validitas isi).
Validitas isi yang dicapai oleh pernyataan-pernyataan dalam kuesioner
tergantung pada penilaian subjektif individual, hal ini dikarenakan validitas tidak memerlukan perhitungan statistik namun menggunakan analisis rasional. Validitas
didasarkan pada penilaian ahli bidang tersebut (Azwar, 2007). Prosedur pengujian validitas isi setidaknya melibatkan dua orang ahli dibidangnya. Pengujian terhadap aitem ini mencakup tahapan penentuan relevansi antara aitem dengan
tujuan pembuatan instrumen, penilaian relevansi antara aitem dengan konten yang dirumuskan dalam objektif penelitian, dan pemberian komentar serta penentuan
keputusan suatu aitem yang sudah dipercaya mampu mempresentasikan konten domain secara adekuat (Waltz dkk., 2010).
Dalam penelitian ini meggunakan uji validitas isi, dimana pengujian
dikonsultasikan kepada pembimbing skripsi sebagai ahli. Ahli diminta pendapatnya tentang kesioner yang telah disusun, dari judgement expert tersebut ada beberapa pernyataan yang harus direvisi pada uji validitas kuesioner pertama yaitu pada nomor 2, 9, 13, dan 19 pada aspek pengetahuan. Pada aspek sikap
pernyataan yang direvisi yaitu pada nomor 4, 7, 10, dan 11. Pada aspek tindakan pernyataan yang direvisi yaitu pada nomor 1, 2, dan 5, kemudian dilakukan perbaikan pada pernyataan tersebut.
Pada uji validitas kuesioner kedua pernyataan yang harus direvisi yaitu pada nomor 3, 9, 15, dan 16 pada aspek pengetahuan. Pada aspek sikap
pernyataan yang direvisi yaitu pada nomor 2, 3, 5, 6,7, 8, 9, dan 10, kemudian dilakukan perbaikan sehingga pada uji validitas kuesioner yang ketiga sudah tidak ada pernyataan yang direvisi karena menurut ahli pernyataan-pernyataan dalam
kuesioner dianggap sudah valid. Uji validitas kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 7.
b. Uji pemahaman bahasa
Penyebaran kuesioner untuk memastikan bahwa kuesioner yang sudah dibuat sudah menggunakan bahasa yang sederhana sehingga mudah dipahami
yang nantinya tidak terjadi perbedaan bahasa yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Uji pemahaman bahasa kuesioner dilakukan dengan mengujikan