KARAKTERISTIK PROSES BELAJAR
MENGAJAR FILSAFAT PANCASILA
DITINJAU DARI PENDIDIKAN UMUMCSuatu SLudi terhadap Dosen Filsafat Pancasila di IKIP Yogyakarta)
TESIS
Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandun*
untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Program Pascasarjana
Bidang Studi Pendidikan Uwum
Oleh :
L. HENDROWIBOWO 9 1 3 2 3 9 5
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEHBIMBING
UMTUK UJIAN TAHAP II
Prof. DR. Achmad Sanusi, SH. Pembimbing I
Prof. DR. Nursid Sumaadmadja
"Tidaklah ada yang kita perdapat sepanjang umur kita,
selain dari ucapan si Fulan dan si Anu".
A8STRAK
Judul: KARAKTERISTIK. PROSES BELAJAR MENGAJAR
FILSAFAT PANCASILA DITINJAU DARI
PENDIDIKAN UMUM
Diadakannya
kuliah
Filsafat
Pancasila
di
IKIP
Yogyakarta sejak tahun 1988, dikarenakan lulusan mahasiswa
IKIP
Yogyakarta
kalah
bersaing
dengan
mahasiswa
IKIP
swasta
pada
ujian
penerimaan
pegawai,
khususnya
pada
rnateri ujian Pancasila.
Studi ini diharapkan dapat menjawab
persoalan:
(.1)
bagaimana
pencapaian
tujuan
pendidikan
urnurn
di
IKIP
Yogyakarta dengan dilaksanakannya proses belajar
mengajar
Filsafat
Pancasila?
(2)
karakteristik
manakah
yang
mendukung tercapainya tujuan pendidikan umum tersebut? (3)
karakteristik manakah yang menghambat
tujuan
tercapainya
pendidikan umum tersebut?
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
metode
penyampaian
dalam
proses
belajar
mengajar
Filsafat
Pancasila, dilaksanakan dengan menggunakan alat bantu CCTV
dan sistem tutorial. Alat penilaiannya beibentuk essay dan
multiple, choice, sedangkan
tujuan
perkuliahan
Filsafat
Pancasila
adalah membina dan mengernbangkan
kepribadian
mahasiswa
agar menjadi manusia utuh.
Berdasarkan hasil penelitian yang
ada
dikemukakan beber; " " '
Sekiranya metode penyampaian
dalam
proses
belajar
mengajar Filsafat Pancasila dilaksanakan tidak menggunakan
alat bantu CCTV, narnun
dilaksanakan
dengan
tatap
rnuka,
maka akan terjadi suasana dialogis, ada
pertautan
makna
antara dosen dan mahasiswa dan
sekiranya
alat
penilaian
diarahkan pada problem solving,
ada
keseimbangan
antara
domain kognitif, afektif dan psikomotor, rnaka
perkuliahan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
UCAPAN TERIMA KASIH ABSTRAK
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Fokus Penelitian C. Rumusan Masalah
D. Relevansi masalah dengan Pendidikan
Umum
E. Tujuan Penelitian F. Penti ngnya Peneli tian
G. Definisi Operasional Judul
H. Asumsi Penelitian
BAB II PENGERTIAN PENDIDIKAN UMUM SERTA
PERBANDINGAN P4 DENGAN FILSAFAT PANCASILA A. Pendidikan Umum
1. Pengertian dan Tujuan Pendidikan
Urn urn
2. Landasan Pendidikan Umum
3. Filsafat Pancasila, MKDU dan
Pendidikan Umum
B. Pedornan, Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila
1 . Latar Belakang Adanya P4
Pedornan, Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila
Nilai-nilai Moral yang Terkandung
dalam Pancasila C. Filsafat Pancasila
Pengertian Filsafat dan Nilai-nilai
Filosofis Pendidikan
Tujuan Filsafat
o
xi
Halarnan
3. Pengertian dan Manfaat Filsafat
Pancasi la 52
4. Inti Sila-sila Pancasila 57 D. Perbedaan antara P4 dengan Filsafat
Pancasila "75
BAB III PROSEDUR PENELITIAN 77
A. Metode dan Teknik Penelitian 77
1 . Teknik Delphi 78
2. Observasi "79
3. Studi Pustaka 80
B. Subyek Penelitian 81
C. Tahap-tahap Penelitian 82
1. Tahap Orientasi 82
2. Tahap Eksplorasi 84
3. Member Checks 86
4. Triangulasi 86
5. Tahap Penulisan Laporan 87
BAB IV ANALISIS DATA, HASIL-HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN 38
A. Analisis Data 88
1 . Reduksi Data 89
2. Display dan Pengelompokan Data .... 124
3. Interpretasi 128
B. Hasil-hasil Penelitian 145
C. Pembahasan 159
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN-SARAN ... 168
A. Kesimpulan 168
B. Implikasi
169
C. Saran-saran 170
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Nasional yang berlandaskan Pancasila, terdapat dalam Undang-undang no. 2 tahun 1989, mempunyai tujuan sebagai berikut:
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya,
yaitu manusia
yang
beriman
dan
bertaqwa
terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasrnani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.
(UU RI
no. 2 tahun 1989, pasal 4).
Arah tujuan pendidikan nasional tersebut memberikan petunjuk nyata bagi peran pendidikan umum dalam kawasan pendidikan nasional kita, karena
pendidikan
umum
di
Perguruan
Tinggi
bertujuan
rnempersiapkan mahasiswa agar dalam mernasuki kehidupan masyarakat, mereka dapat mengembangkan kehidupan
pribadi yang memuaskan, menjadi anggota keluarga yang
bahagia, menjadi warga negara yang bertanggung jawab
dari
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
yang
bersendikan
falsafah
Pancasila.
(Hamdan
tiansoer,
1983: 8).
Untuk rnencapai tujuan pendidikan umum tersebut, mahasiswa dibekali deng£ui pengetahuan dan pengalaman
sosial secara terorganisasi dalam proses belajarnya, yang
bekal pemaharnan tentang agarna,
Pancasila,
kewiraan
dan
pengetahuan
yang
menyangkut
sosial,
kebudayaan
serta
pengenalan
terhadap
masalah
lingkungan
kehidupan
manusia,
diharapkan
mahasiswa
kelak
mampu
menemukan
kepribadiannya
dan
dapat
rnenempatkan
dirinya
dalarn
perkembangan masyarakat dan kebudayaan
yang
berlangsung
secara cepat.
Dengan melihat uraian di
atas,
pada
hakikatnya
kedudukan Pancasila dalam
khazanah
Pendidikan
Nasional
Indonesia mempunyai arti luas dan sempit.
Dalam
artinya
yang luas terlihat
dalam
sistern
Pendidikan
Pancasila,
sedangkan
dalam
arti
yang
sempit,
yakni
Pendidikan
Pancasila sebagai studi khusus yang diajarkan sejak mulai
pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.
Arah
sasaran
dalam
penelitian
ini
berkaitan
dengan
pengertian
Pendidikan Pancasila dalam artinya yang sempit dan
lebih
khusus lagi pada mata kuliah Filsafat Pancasila.
Mata kuliah Filsafat Pancasila (di IKIP Yogyakarta)
merupakan salah satu dari MKDU (Mata Kuliah Dasar
Umum).
Mata Kuliah Dasar
Umum
merupakan
komponen
dalam
kurikulum
pendidikan
tinggi
yang
menunjang
Dengan demikian MKDU merupakan komponen
pendidikan
di
Perguruan
Tinggi
yang
berupaya
bagi
pembinaan
kepribadian
seorang
warga
negara
sebagai
ciri
khas
bangsa Indonesia. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Faridah (1992: 156-157) dalam tesisnya yang berbunyi:
MKDU adalah program pendidikan di pendidikan
tinggi
yang menunjang pembentukan kepribadian dan
kompetensi
seorang lulusan pendidikan tinggi dalam rangka membina
warga
negara
sarjana
Indonesia
menjadi"
manusia
Indonesia seutuhnya melalui pembinaan nilai-nilai dan
semangat menerapkan nilai-nilai.
Pada halaman berikutnya, Faridah
menyatakan
bahwa
"pendidikan umum di perguruan tinggi dikembangkan melalui
MKDU. Dan MKDU merupakan sarana
pengembangan
pendidikan
umurn di perguruan tinggi".
Dengan demikian jika dirunut dari uraian di atas dapat dikemukan sebagai berikut: perkuliahan Filsafat
Pancasila
(di
IKIP
Yogyakarta)
merupakan
salah
satu
komponen dari MKDU dan MKDU merupakan sarana pengembangan
pendidikan umum di Perguruan Tinggi.
Perkuliahan Filsafat Pancasila i tu sendiri belurn
tentu diadakan di setiap Perguruan Tinggi. Di satu
pihak
ada
yang
rnengatakan
bahwa
Filsafat
Pancasila
perlu
diajarkan di IKIP, di lain pihak ada yang menolak, dengan
alasan sudah
ada
penataran
P4.
Salah
satu
hal
yang
pendapat tersebut disertai penelitian yang cermat. Studi ini berusaha untuk meneliti alasan-alasan diadakannya kuliah filsafat Pancasila dan meneliti bagaimana upaya yang dilakukan dosen dalam rangka mencapai tujuan pendidikan umum melalui kuliah Filsafat Pancasila.
Pentingnya kita pelajari secara mendalam tentang Pancasila, karena di dalamnya terkandung pokok-pokok tentang kehidupan berrnasyarakat dan bernegara. Untuk
mendalami telahaan Pancasila, kita perlu mengetahui tentang masalah yang menjadi inti dari tiap-tiap sila yang ada dalam Pancasila. Sesuai dengan cara berpikir yang beraturan dalam filsafat itu sendiri (logika), maka perlu pengkajian tiap-tiap sila dengan menguraikan secara filsafati, sehingga dengan demikian diharapkan kita sampai pada pengertian yang substansial tentang nilai-nilai Pancasila. Dengan berpikir sistematis tersebut kita akan sampai pada pilihan nilai-nilai yang mendasar atau yang hakikat dari Pancasila itu.
B. Fokus Penelitian
yang berkepribadian seutuhnya,
2. Program pendidikan umum
diberikan
kepada
setiap
siswa.
3. Program pendidikan
umum
memberikan
pengetahuan,
nilai-nilai dan ketrampilan yang bersifat umum,
yang.
diperlukan
oleh
setiap
warga
negara
Indonesia, dan
4.
Program
pendidikan
umum
bukan
program
yang
diarahkan untuk rnembina siswa menjadi seorang ahli
atau
spesialis,
baik
dibidang
akademis
maupun
vokasional.
Kriteria tersebut dirumuskan oleh Bunyarnin
Maftuh
untuk
mengukur suatu mata pelajaran atau mata kuliah 'sebagai
pendidikan umum atau tidak.
TR. McConnel
mengatakan
bahwa:
"pendidikan
umum
di samping memperhatikan perkembangan
intelektual,
juga
memperhatikan
perkembangan
emosi,
sosial,
dan
moral
secara integrasi". (Nelson B. Henry,
1952:
11).
Dengan
demikian
tujuan
utama
dari
pendidikan
umum
adalah
mengembangkan kepribadian yang
utuh,
bukan
semata-rnata
pada perkembangan intelektualnya.
Sejalan
dengan
tujuan
tersebut
penelitian
ini
berusaha untuk mengetahui alasan-alasan
diadakan
kuliah
Filsafat Pancasila, untuk mengetahui karakteristik proses
belajar
mengajar
Filsafat
Pancasila
dan
juga
untuk
menemukan
upaya
yang
dilakukan
dosen
untuk
mencapai
tujuan
tersebut,
yakni
manusia
Indonesia
seutuhnya.
banyak), akan tetapi juga memiliki moral yang baik. yang
tercermin pada prilakunya sehari-hari, dan
memiliki
keahlian serta ke trampi Ian" ,
(Arnsal Arnri,
1994:
151).
Dengan demikian yang menjadi fokus penelitian ini adalah
karakteristik
perkuliahan
Filsafat
Pancasila
dan
alasan-alasan diadakannya kuliah Filsafat Pancasila serta
upaya yang dilakukan dosen Filsafat Pancasila dalam
rnembina mahasiswa, untuk mencapai tujuan Pendidikan Umum.
C. Rumusan Masalah
Tolok ukur utama menganalisis
proses
belajar
mengajar Filsafat Pancasila adalah situasi pedagogis dan
pendekatan obyektif-praktis secara seimbang.
Situasi
Pedagogis adalah situasi pendidikan yang memperlakukan
peserta didik sebagai subyek, bukan sebagai obyek.
Tidak
kita pungkiri bahwa peserta didik adalah pihak yang
dikenai pendidikan. Namun
pendidikan semata.
peserta
didik
bukan
"obyek'
Obyek pendidikan
tersebut bersifat
aktif
dan
kreatif, sehingga reaksi terhadap tindakan
yang
ditujukan kepadanya, tidak semata-rnata tergantung
kepada tindakan itu sendiri, rnelainkan tergantung
dan rnakna yang diberikan peserta didik
kepada
tindakan tersebut. (M.I. .Soelaernan, 1985: 53).
Lebih lanjut, Sanusi (1989: 46), mengatakan:
dengan potensi, bakat, minat, motif, aspirasi, dan
kepercayaan peserta didik sendiri. Karena itu,
sudah
selayaknya bila proses belajar
mengajar
disesuaikan
dengan sifat-sifat peserta didik.
Asumsi tersebut menuntut adanya situasi
pendidikan
yang mengandung unsur kebebasan peserta didik untuk
menyatakan dirinya
sendiri.
Di
samping
itu,
kriteria
lain agar terjadi situasi pedagogis
dalam
suatu
proses
belajar mengajar, seperti yang disarnpaikan oleh Bapak MI.
Soelaeman dan Bapak Achmad Sanusi
antara
lain:
peserta
didik diperlakukan sebagai subyek, peserta didik bersifat
aktif dan kreatif, ada pertautan
makna
antara
pendidik
dan peserta didik,
sesuai
dengan
sifat
peserta
didik
(potensi, minat) dan partisipasi peserta didik.
Walaupun
begitu,
pendidik
mernelihara
agar
kebebasan
tidak
menyimpang
dari
kebenaran.
Sesuai
dengan
Filsafat
Pancasila, pendidik
berperan
mengarahkan
siswa
kepada
kebebasan nilai-nilai obyektif Pancasila.
Dengan
demikian,
proses
belajar
mengajar
yang
mengandung situasi pedagogis
itu
ditandai
oleh
adanya
situasi
penghormatan
terhadap
perserta
didik
sebagai
manusia. Interaksi yang
terjadi
adalah
interaksi
yang
terbuka dan manusiawi. "Interaksi yang manusiawi itu akan
mernelihara rasa aman, menghindari
konflik
dan
frustasi
1991: 6). "Peserta didik yang rnerasa jiwanya tertekan,
yang selalu dalam
keadaan
takut
akan
kegagalan,
yang
mengalarni kegoncangan emosi , tidak dapat belajar efektif".
(S. Nasution, 1982: 54). A. Kosasih Djahiri (1985: 33-34)
mengatakan bahwa dalam proses belajar mengajar, harus ada
pendekatan
humanistik:
suatu pola berpikir dan pola kerja
yang meminta agar kita :
a. menghargai siswa sebagai manusia yang potensial.
Catatan:
Faham
Pendidikan
sekarang
cenderung
menyatakan bahwa "tidak ada anak yang bodoh",
setiap
siswa akan mampu belajar dan berhasil asal
diberikan
kesempatan
dan
waktu
serta
cara
sesuai
dengan
kernampuannya.
b. rnenghargai/melayani
siswa
secara:
jujur/fair,
obyektif, hangat, terbuka dan bebas tanpa paksaan.
c menciptakan suasana kelas yang:
akrab/kekeluargaan,
bebas
bagi
perasaan
anak
untuk
tanpa
ragu
mengekspresikan ernosi dan
pendapatnya
sehingga
ada
keterbukaan
dan
kesiapan/kemauan
untuk
belajar
(bacanya: kesiapan menerima/mengkaji sesuatu).
Dalam paragrap tersebut tertulis "tidak anak yang
bodoh", ini tidak lepas dengan
konsep
"belajar
tuntas"
(mastery learning).
Hal
ini
tentunya
tidak ditujukan
kepada
sernua
"anak
secara
umum",
sebab
tidak
kita
pungkiri bahwa disekitar
kita,
ada
anak
yang
tingkat
kepandaiannya jauh berbeda
dengan
anak
normal
(misal:
anak ediot, debi 1 dan sebagainya).
Narnun
jika
hal
ini
ditujukan kepada mahasiswa,
peneliti
tidak keberatan,
dengan predikat kepandaian tingkat tertentu.
Perkuliahan
Filsafat
Pancasila
menggunakan
pendekatan obyektif-praktis. Artinya,
dalam
perkuliahan
Filsafat Pancasila,
pendidik
menghubungkan
nilai-nilai
Pancasila
yang
ideal
dengan
realitas
kehidupan
masyarakat.
Pengungkapan
realitas
pelaksanaan
nilai-nilai Pancasila dalam masyarakat merupakan tuntutan
yang
sama pentingnya dengan pengungkapan nilai-nilai Pancasila
yang
ideal.
Pendekatan
ini
akan
membawa
irnplikasi
terhadap tujuan, metode, materi dan penilaian.
Tujuan
perkuliahan
Filsafat
Pancasila
adalah
rnembina mahasiswa agar menjadi manusia yang utuh
dan
berkepribadian
Pancasila.
Artinya,
perkuliahan
Filsafat Pancasila
hendak
mengembangkan
pengertian
yang
benar
tentang
Pancasila,
menghayatinya,
dan
mengarnalkannya
secara
konsisten
dalaF kehidupan".
(Acmad Charis Zubair, 1981: 70).
Dengan
mempelajari
Filsafat
Pancasila,
mahasiswa
diharapkan
menjadi
manusia
yang
utuh,
dan
dalarn
kehidupannya
sehari-hari
berlandaskan
pada
Pancasila.
Manusia utuh bukan hanya cerdas, akan tetapi juga memiliki
moral
yang
baik,
yang
tercermin
dalam
perilakunya
sehari-hari, memiliki keahlian dan ketrampilan.
Tujuan tersebut senada dengan
tujuan
pendidikan
umum, yakni:...
rnembina
kepribadian
manusia
seutuhnya,
yakni
produktif, warga negara yang bertanggung jawab, dan hamba Tuhan yang taat. (Faridah, 1992: 112).
Dirjen Dikti melalui keputusannya no. 32/DJ/Kep/1983, menyatakan bahwa tujuan pendidikan umum:
Untuk mempersiapakan mahasiswa agar dalarn memasuki kehidupan masyarakat, mereka dapat mengembangkan kehidupan pribadi yang mernuaskan, menjadi anggota keluarga yang bertanggung jawab dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari uraian tersebut di atas, terlihat bahwa tujuan perkuliahan Filsafat Pancasila dan tujuan pendidikan umum mengacu pada pembinaan kepribadian mahasiswa menuju manusia seutuhnya. Konsep manusia (Indonesia) seutuhnya tercermin, dalam Undang-undang RI no. 2 tahun 1989 tentang Sistern Pendidikan Nasional, pasal 4 (lihat hal. 1, Bab I). Untuk mencapai manusia seutuhnya, tentunya tidak hanya dengan kuliah Filsafat Pancasila, namun masih ada mata kuliah lain yang mendukungnya.
Perkuliahan Filsafat Pancasila itu sendiri termasuk
dalam perkulisihan Pendidikan Pancasila. Dengan demikian Pendidikan Pancasila rneliputi perkuliahan Filsafat Pancasila dan rnata kuliah lain tentang Pancasila. (rnisal Pengantar Pancasila, P4).
Pancasila.
Tidak
ada
satu
metode
yang
tepat
untuk
mencapai semua tujuan tersebut.
Oleh
karena
itu
perlu
penggabungan
berbagai
metode
yang
rnemungkinkan
siswa
berpikir, merasakan, dan mengamalkan Pancasila.
Materi perkuliahan Filsafat Pancasila dikaitkan
dengan kasus nyata yang ada dalam
masyarakat.
Mahasiswa
diminta
untuk
rnenghubungkan
kasus
tersebut
dengan
nilai-nilai Pancasila yang ideal.
Aspek-aspek
yang
dievaluasi
dalam
perkuliahan
Filsafat Pancasila bukan hanya aspek kognisi, tetapi juga
penghayatan dan keyakinan (afeksi)
dan
pengamalan
(psikomotor)
peserta
didik
terhadap
Pancasila
secara
benar. Untuk
itu
diperlukan
alat-alat
penilaian
yang
beraneka macam.
Berdasarkan uraian di atas,
maka
rumusan
masalah
penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah
karakteristik
proses
belajar
mengajar
Filsafat Pancasila ?
2. Bagaimanakah situasi perkuliahan Filsafat Pancasila, jika
ditinjau dari sudut Pendidikan Umum ?
3.
Bagaimanakah
pendapat
mahasiswa
tentang
perkuliahan
Filsafat
Pancasila,
sebagai
salah
satu
mata
kuliah
Pendidikan Urnum ?
4.
Bagaimanakah
upaya yang
dilakukan
dosen
FilcafaL
Pancasila dalam mengarahkan mahasiswa mencapai
tujuan
Pendilan Umum ?
D. Relevansi Masalah dengan Pendidikan Umum
Tesis ini dikerjakan
untuk
memenuhi
tugas
akhir
studi strata dua program studi
Pendidikan Umum.
Karena
itu,
sudah sewajamya jika masalah
tesis
ini
tidak
keluar dari konteks pendidikan umum.
Ada tiga alasan tesis ini masuk dalarn ruang lingkup
Pendidikan Umum.
Pertarna, ditinjau dari sudut
tujuan
yang
hendak
dicapai, Soerjanto PoesPowardojo (1991: 56) rnengatakan:
Tujuan rnempelajari Filsafat Pancasila, bukan hanya
dalam arti yang sektoral, salah satu aspek kehidupan,
tetapi secara integral
dengan
mengikutsertakan
dan
memperhatikan segala
segi
yang
membentuk
keutuhan
pribadi manusia.
!&
ebih l^njut beliau rnengatakan:
K -t... bukan hanya membentuk
manusia
untuk
memiliki
kecerdasan intelektual atau ketrampilan kerja saja,
tetapi dalam arti
yang rnenyeluruh,
ialah menjadi
manusia/warga negara yang total,' yang pada umumny*
disebut manusia baik
sebagai
manusia,
sehingoa
kebaikan total itu terwujud dalarn manusia
yang
berbudi luhur, dewasa dalam tindakannya, mempunya-:
Dengan demikian
perkuliahan
Fiis&fat
Panca-sila
bertujuan (lihat juga
pendapat
A.C.
Zubair
hal.
8) mengembangkan pribadi mahasiswa yang Pancasilais.
Perkuliahan Filsafat Pancasila dalam
konteks
pendidikan
umum, diadakan bukan dirnaksudkan terutama pada bidang
keahlian mengenai
Filsafat Pancasila,
tetapi
lebih
mengutamakan pada pengembangan kepribadian yang utuh.
Dengan demikian perkuliahan Filsafat Pancasila hendak
megembangkan kepribadian Pancasila yang utuh,
bukan
sekedar mengerti Pancasila secara benar,
tetapi juga
mampu menghayati dan mengamalkan secara
konsisten.
Jika
tujuan perkuliahan Filsafat Pancasila hanya
sekedar
mengerti
Pancasila secara benar
tentu
sulit
untuk
memasukkan perkuliahan Filsafat Pancasila sebagai program
pendidikan umum. Seperti pendapat T.R. McConnel yang
rnengatakan bahwa "... general
education
takes as
its
responbility the development of individual on a broader
scale - emotional,
social,
and moral,
as well
asintelectual - and i
n
an
integrated
way".
(Nelson
8.
Henry,
1952:
11), yang dapat diterjemahkan
sebagai
berikut: pendidikan umum di samping memperhatikan per
kembangan intelektual, juga memperhatikan perkembangan
ernosi, sosial, dan moral secara teri ntegrasi . Jadi tujuan
pendidikan umum
adalah
mengembangkan
kepribadian
yang
utuh.
Tujuan
perkuliahan
Filsafat
Pancasila
sejalan
dengan pendidikan umum tersebut.
Kedua ditinjau dari sudut materi, perkuliahan Filsafat Pancasila merupakan pendidikan moral dan
pendidikan politik. Sebagai pendidikan moral, perkuliahan
Filsafat
Pancasila
bertolak
dari
peranan
Pancasila
sebagai filsafat hidup yang merupakan sumber nilai.
Nilai-nilai,
norma
yang
rnengikat
manusia
Indonesia
tersebut, berpedornan pada:
1. Moral Ketuhanan. dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Moral Kemanusiaan. dari sila Kemanusiaan yang adil
/
beradab.
3. Moral Persatuan, dari sila Persatuan Indonesia.
4. Moral JLer^J<^at am, dari sila Kerakyatan yang
di-pimpin
oleh
hikrnah
kebi jaksanaan
dalam
per-rnusyawara tan/per waki Ian.
5. Moral Keadilan, dari
sila
Keadilan
sosial
bagi
seluruh rakyat Indonesia. (Sunoto, 1985: 3)
Sebagai
pendidikan
politik,
perkuliahan
Filsafat
Pancasila
bertolak
dari
peranan
Pancasila
sebagai
landasan dan filsafat negara. Hal senada diungkapkan oleh
Rochman Natawidjaja bahwa:
Pendidikan Pancasila perlu ditinjau
dari dua
sisi
yang tidak boleh dan tidak dapat
dipisahkan,
yaitu
sebagai pendidikan pribadi (moral dan
sosial)
dan
sebagai pendidikan
politik.
(Rochman
Natawidjaja,
1991: 2).
komponen
pokok
pendidikan
umum.
Philip
H.
Phenix
mengemukakan
enam
kompetensi
dasar
yang
hendak
dikembangkan
dalam
pendidikan
umum
dalam
rangka
mengembangkan
pribadi
yang
utuh.
Keenarn
kompetensi
tersebut berkaitan dengan enam klasifikasi makna,
yaitu:
simbolik, ernpirik, estetik, sinoetik, etik, dan sinoptik.
Etik
rneliputi
bidang
moral
dan
pertimbangan
etik,
sedangkan sinoptik rneliputi sejarah, agama, dan filsafat.
Dengan demikian perkuliahan Filsafat Pancasila mengandung
unsur etik dan filsafat, yang dapat dimasukkan dalarn klasifikasi makna etik dan sinoptik.
Ketiga, ditinjau dari proses
belajar
mengajar
di
IKIP Yogyakarta, perkuliahan Filsafat Pancasila merupakan
bagian dari perkuliahan Pendidikan
Pancasila,
dan
mata
kuliah Pendidikan Pancasila
tesebut
merupakan
komponen
MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum).
MKDU
merupakan
program
pendidikan
yang
sengaja
diselenggarakan sebagai upaya pembinaan nilai-nilai
bagi mahasiswa dalarn rangka pengembangan
kepribadian
secara utuh,
maka
dapat
dikemukakan
bahwa
adanya
program MKDU sejalan dengan upaya
pencapaian
tujuan
pendidikan umum. Dengan kata lain,
bahwa
pendidikan
umum di perguruan tinggi dikembangkan melalui MKDU.
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa;
MKDU
merupakan
suatu
sarana
pengembangan
program
pendidikan umum di perguruan tinggi. (Faridah,
1992:
157) .diadakannya
kuliah
Filsafat
Pancasila
di
IKIP
Yogyakarta.
2. Upaya dosen Filsafat Pancasila dalam
rangka
mencapai
tujuan pendidikan umum di IKIP Yogyakarta.
3. Beberapa metode
yang
diterapkan
dalam
pernbelajaran
Filsafat Pancasila.
4. Beberapa alat penilaian yang dipakai
untuk
mengukur
hasil belajar Filsafat Pancasila.
5. Apakah perkuliahan Filsafat Pancasila
sudah
memenuhi
syarat sebagai pendidikan umum.
F. Pentingnya Penelitian
Studi ini diharapkan dapat memberikan surnbangan,
baik
bagi
pengembangan
metode
penyampaian,
alat
penilaian, maupun
situasi
pedagogis
dalarn
perkuliahan
Filsafat Pancasila.
Secara lebih rinci, pentingnya penelitian ini
antara lain:
1. Penelitian ini akan mengungkapkan matode penyampaian
perkuliahan Filsafat Pancasila dalarn kaitannya dengan
suasana dialogis dalam perkuliahan.
2. Prosedur penilaian terhadap hasil test mahasiswa dalam
psikomotor, yakni apakah ada keseirnbangan penilaian di
antara ranah tersebut.
3. Penelitian tentang perkuliahan Filsafat
Pancasila
di
Indonesia
belum banyak dilaksanakan,
sehingga
hasil
penelitian
ini
dapat
dipergunakan
sebagai
bahan
rnasukan bagi penrngembangan perkuliahan Filsafat
Pancasila.
G. Definisi Operasional Judul
Untuk menghindari kerancuan dalam
penelitian
ini,
maka
istilah
yang
digunakan
didefinisikan
sebagai
berikut:
1.
Penggunaan
istilah
"karakteristik",
kadang-kadang
diartikan sebagai
si fat-si fat,
kadang-kadang diartikan
sebagai ciri khas. Pengertian sifat-sifat dan ciri
khas
itu
sendiri,
sebenarnya
banyak
mengandung
persarnaan. Dalam penelitian ini, karakteristik dirnaksudkan sebagai ciri khas, yakni ciri khas dalarn
perkuliahan Filsafat Pancasila di IKIP Yogyakarta yang
berkaitan dengan metode
penyampaian,
alat
penilaian
yang
digunakan,
dan
situasi
pedagogis
dalam
perkuliahan
Filsafat
Pancasila.
Metode
penyampaian
perkuliahan
dapat
dilaksanakan
dengan
tatap
muka,
dapat pula menggunakan alat bantu CCTV. Alat penilaian
dapat berbentuk essay dan multiple choice. Situasi pedagogis menurut MI. Soelaeman dan Achmad Sanusi , mempunyai kriteria sebagai berikut: peserta didik diperlakukan sebagai subyek, peserta didik bersifat aktif dan kreatif, ada pertautan makna antara pendidik dan peserta didik, sesuai dengan sifat peserta didik. (potensi, minat) dan partisipasi peserta didik.
Penyyunaan istilah Filsafat, mempunyai arti bermacam-rna^tm. Dalam bahasa Arab padanan kata filsafat adalah
falsafah dan dalam bahasa Inggris: philosophy. Pengertian filsafat diartikan dan dipakai secara berlaianan oleh para filsuf, rnaupun orang yang tertarik pada filsafat. Sesuai dengan latar belakangnya masing-masing, setiap filsuf meninjau filsafat dari titik tolak dan sudut pandang yang berbeda satu dengan lainnya. Menurut pendapat Harold
H. Titus (1979) yang di ter j ernahkan oleh H.M. Rasjidi
terbuka, toleransi terhadap pendapat orang
lain.
Hal
ini berkaitan
bahwa
ahli
filsafat
selalu
bersifat
kritis. (3)
filsafat
adalah
kumpulan
masalah
yang
rnendapat perhatian manusia
dan
dicarikan
jawabannya
oleh ahli filsafat. Filsafat
mengadakan
penyelidikan
sampai
pada
rnasalah-rnasalah
yang
terdalam
yang
rnendasari suatu hal.
(disarikan
dari
H.M..
Rasjidi,
1984: 11-15). Dari beberapa pengertian tersebut
dapat
disimpulkan bahwa pengertian filsafat bertalian dengan
kegiatan pemikiran manusia yang
bersifat
kritis
dan
rnenyel uruh .
Dengan digunakannya istilah Filsafat Pancasila,
dalam
penelitian ini diartikan sebagai pembahasan
Pancasila
secara filsafati, yaitu "pembahasan
Pancasila
sampai
pada hakikatnya yang terdalam (sampai pada
inti
yang
terdalam)", (Kaelan, 1991: 38).
pengertian filsafat Pancasila merupakan
suatu
pengetahuan yang terdalam yang merupakan hakikat Pancasila yang bersifat essensial, abstrak umum
universal, tetap dan
tidak berubah. (Notonagoro,
1966: 34).
3. Penggunaan istilah pendidikan
umum
sering
digunakan
dalam kerangka pendidikan
di
Indonesia.
Namun
yang
dimaksud pendidikan urnum oleh satu pihak
belum
tentu
sarna dengan yang dimaksud oleh pihak lain. Pendidikan
umum diartikan sebagai pendidikan yang berlaku urnu
bagi sernua peserta didik yang tidak bersifat khusus
dan diarahkan untuk pengembangan kepribadian peserta
didik secara keseluruhan (utuh).
Pendidikan urnum adalah program pendidikan yang
rnembina kepribadian warga
negara
peserta
didik
menjadi
manusia seutuhnya
melalui
pembinaan
nilai-nilai dan sernangat menerapkan
nilai-nilai
untuk
mencapai
kebahagiaan
hidup
dunia
dan
akhirat. (Faridah, 1992:155).
Pendidikan umurn yang dimaksud dalam penelitian ini,
pendidikan umum di
Indonesia yang
bertujuan untuk
rnembina kepribadian warga negara peserta didik rnenjdi
manusia seutuhnya melalui
pembinaan nilai-nilai
dan
sernangat
menerapkan
nilai-nilai
untuk
mencapai
kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Dengan kata lain,
pendidikan umum
di
Indonesia
berupaya
rnembina
kepribadian manusia Indonesia seutuhnya.
(Menurut
Gordon Allport, "Kepribadian adalah suatu organisasi
yang dinamis dari
sistern psikofisik individu yang
rnenentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara
khas". Oikutip dari buku
Teori-teori
Kepribadian,
karangan E. Koswara, 1991: 11).
Secara
operasional,
penelitian
ini
akan
menganalisis situasi perkuliahan Filsafat Pancasila di
situasi pedagogis,
alat
penilaian,
rnateri
perkuliahan
ditinjau dari pendidikan umum, yakni
apakah
perkui iafutn
Filsafat
Pancasila
sudah
memenuhi
syarat
sebagai
pendidikan umum.
H. Asumsi Penelitian
Asumsi
penelitian
merupakan
suatu
titik
tolak
pemikiran, yang digunakan sebagai dasar penelitian,
yang
dibutuhkan untuk rnenyelidiki
masalah-masalah
yang
akan
dijawab. Penelitian ini mendasarkan pada asumsi sbb:
1. Pancasila
memandang
manusia
sebagai
rnakhluk
yang
monopluralis.
Hakikat
manusia
yang
rnonopluralistik
berarti
eksistensi manusia bersusun, majemuk,
sarwa
tunggal,
bertubuh jiwa, berakal -
rasa
-
kehendak,
bersifat
perseorangan dan makhluk sosial,' dan kedudukan berdiri
sendiri dan makhluk Tuhan (Notonagoro, 1982: 49).
Secara
lebih
rinci,
hakikat
manusia
terdiri
dari
susunan kodrat jiwa dan tubuh,
sifat
kodrat
sebagai
makhluk individu, dan makhluk
sosial,
dan
kedudukan
kodrat
sebagai
makhluk
yang
berdiri
sendiri
dan
sebagai makhluk Tuhan.
"Aspek jiwa manusia
tersusun
atas
akal,
rasa
dan
kehendak. Sedangkan aspek tubuh manusia tersusun
mati", (Sunoto, 1985: 63).
2. Pendidikan nasional pada dasarnya adalah proses pembangunan keseluruhan potensi dan aspek kepribadian
manusia. Dalam rangka pembangunan keseluruhan
potensi
dan aspek kepribadian manusia, keberadaan pendidikan umum sangat penting, khususnya di Perguruan Tinggi karena mahasiswa mempunyai latar belakang bidang ke ahlian masing-masing, dan di pihak lain sernua dituntut memiliki kepribadian utuh. Untuk memiliki kepribadian utuh, seseorang tidak hanya belajar tentang keahlian, tetapi belajar pendidikan umum.
3. Para dosen Filsafat Pancasila, mempunyai pandangan-pandangan yang tertentu tentang berbagai persoalan
filsafat Pancasila
secara
konseptual
teoritis
yang
dapat dijadikan rujukan dalam. memilih alternatif
kebijakan pendidikan yang berkenaan dengan mata kuliah
Filsafat Pancasila.
4. Perkuliahan Filsafat Pancasila
akan
berjalan
dengan
baik, jika dilaksanakan dengan:
a. metode penyampaian dalam
proses
belajar
mengajar
b. dalam sistem tutorial ada pertautan makna antara pembimbing dengan mahasiswa (yang dibimbing).
c. alat penilaian yang berbentuk essay dan multiple choice, mengungkapkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang serta mahasiswa diajiik untuk memecahkan suatu perrnasalahan yang terjadi dalarn masyarakat.
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian ini mengikuti langkah-langkah kerja penelitian kualitatif. "Disebut kualitatif karena sifat data yang dikumpulkan bercorak kualitatif, bukan kuantitatif, karena tidak menggunakan alat-alat pengukur" (Nasution, 1988: 18). "Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasi1kan ' data deskritif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diarnati". (Moleong, 1993: 3).
Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa per-timbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih rnudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden; dan ketiga, rnetode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajarnan pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. (Moleong, 1993: 5).
Sesuai dengan sifatnya, maka metodologi penelitian ini disusun sebagai berikut:
A. Metode dan Teknik Penelitian
Dengan demikian metode deskritif tidak terbatas hanya
sampai pada pengumpulan data, tetapi meliputi analisis dan interprestasi terhadap data. "Penelitian deskritif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang". (Nana Sudjana dan Ibrahim, 1989: 64).
Adapun teknik penelitian yang digunakan dalarn pengumpulan data penelitian ini adalah:
1. Teknik Delphi
"Project DELPHI" is the
name
for
a study of the use
of expert opinion that has- been intermittently conducted at The RAND Corporation. The technique; employed is called the DELPHI method. Its object is to obtain the most reliable consensus of opinion of group of experts. (Norman Dalkey and Olaf Helmer, 1963: 458).Pernyataan di atas jika diterjemahkan mengandung pengertian sebagai berikut: proyek Delphi merupakan
nama
suatu
studi
(penelitian)
dengan
menggunakan
pendapat para ahli, dan telah dipakai secara tidak tetap oleh The RAND Corporation. Teknik yang dipakai
tersebut
disebut
metode
Delphi.
Obyeknya
untuk
rnemperoleh konsensus pendapat yang paling reliabel dari kelornpok para ahli.
Dengan demikian, teknik Delphi adalah suatu teknik penelitian yang meminta kepada sejumlah ahli,
untuk memberikan pendapat dan pandangan-pandangan secara individual dan bebas. Dalam alinea berikutnya Norman Dalkey dan Olaf Helmer rnenyebutkan "The technique employed involves the repeated individual questioning of the experts (by interview or questionnaire) and avoids direct confrontation of the experts with another". Atau jika diterjemahkan sebagai
be r i k u t:
"teknik yang digunakan rneliputi pertanyaan individual yang diulang-ulang kepada para ahli (dengan interview atau kuissioner) dan menghindari konfrontasi langsung dengan ahli yang lain- nya".
Untuk rnemperoleh pendapat para ahli tersebut, peneliti mengadakan wawancara kepada para dosen Filsafat Pancasila di IKIP Yogyakarta, dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
2. Observasi
Peneliti rnelakukan observasi proses belajar mengajar dalam kelas dari awal semester hingga mid semester. Peneliti mengadakan observasi tentang metode
Observasi dilaksanakan pada jurusan yang berbeda, artinya pada minggu I pada jurusan A, kemudian minggu berikutnya berganti lagi. Namun tidak semua jurusan dikunjungi oleh peneliti.
3. Studi Pustaka
Studi pustaka diadakan dengan maksud untuk mendapatkan data tertulis dan otentik tentang obyek kajian yang diteliti. Dengan demikian studi ini digunakan untuk rnemperoleh kerangka kepustakaan yang berhubungan dengan pokok perrnasalahan yang sedang dibahas, serta sebagai bandingan utama dengan keadaan nyata pada obyek penelitian.
Pustaka yang dipakai adalah buku yang berkaitan dengan materi perkuliahan Filsafat Pancasila, antara lain buku karangan Notonagoro yang berjudul
Pancasi1 a Secara Ilmiah Populer dan Beberapa Hal Mengenai Falsa fah Pancasila, buku karangan Soerjanto Poespowardoja, berjudul Filsafat Pancasila, buku karangan Kaelan berjudul Filsafat Pancasila dan diktat,
hand out yang digunakan oleh Jurusan MKDU yang berkaitan dengan kuliah Filsafat Pancasila. Dengan
yang berkaitan dengan
perkuliahan
Filsafat
Pancasila
dan
buku
tersebut
menjadi
acuan
kuliah
Filsafat
Pancasila di IKIP Yogyakarta.
Setelah
semua
data
terkumpul
dan
bahan
yang
mendukung dinggap memadai , rnaka pembahasan selanjutnya
dilakukan secara kualitatif. B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini melibatkan sejumlah dosen Mata
Kuliah
Dasar
Umurn
khususnya
yang
mengajar
Filsafat
Pancasila, sebab dosen-dosen tersebut
diduga
berhubungan
erat dari besar pengaruhnya terhadap
perkembangan
program
perkuliahan Filsafat
Pancasila.
Untuk
melengkapi
hasil
penelitian,
subyek
penelitian
dosen-dosen
Filsafat
Pancasila dan beberapa mahasiswa pengikut kuliah
Filsafat
Pancasila. Hasil wawancara dari mahasiswa merupakan
suatu
masukan yang panting dan
dapat
digunakan
sebagai
umpan
balik bagi dosen-dosen yang mengajar Filsafat Pancasila.
Penentuan
subyek
penelitian
terhadap dosen
yang
diambil, pada dasarnya dilihat dari
pengalaman mengajar
Filsafat Pancasila itu sendiri, yakni minimal mereka telah
mengajar
Filsafat
Pancasila
dalam
lima
tahun
(lima
semester) dan kedudukan beliau di samping
sebagai
tutor
video). Dengan demikian diharapkan mereka mempunyai keahlian dalam bidang perkuliahan Filsafat Pancasila dan diakui otoritasnya dalam pendidikan yang berkaitan dengan perkuliahan Filsafat Pancasila.
Mahasiswa yang dijadikan subyek penelitian semuanya ada tiga mahasiswa. Mahasiswa yang diambil sebagai subyek penelitian berdasarkan kesepakatan dengan dosen Filsafcit Pancasila yakni mereka sering berdiskusi satu orang, yang jarang bertanya satu orang, yang sudah berpengalaman menjadi guru (mahasiswa dan sekaligus sebagai tenaga pengajar pada SMP di daerah Slernan) satu orang dan di-tambah satu orang mahasiswa lagi yang sebagai pengampu. Mahasiswa tersebut telah mengikuti kuliah Filsafat Pancasila semester sebelurnnya, sehingga dalam wawancara mahasiswa tidak merasa ewuh pekewuh dengan teman dan dosen Filsafat Pancasila dan dari wawancara ini diharapkan mendapatkan data yang obyektif.
C. Tahap-tahap Penelitian 1. Tahap Orientasi
Setelah sural ijin penelitian detri IKIP Bandung disampaikan oleh peneliti kepada Rektor IKIP Yogyakart£t, kemudian selang beberapa hari peneliti
menanyakan ke bagian Biro Akademik, apakah
surat
ijin
penelitian dari IKIP Yogyakarta sudah samapai
di
Biro
Akademik. Dari Biro Akademik
diperoleh
jawaban
bahwa
surat sudah sampai di
Biro
Akademik
dan juga sudah
mendapat persetujuan dari Rektor.
Dengan
bekal
surat
tersebut, peneliti menemui
Dekan
Fakultas
Pendidikan
Ilmu
Pengetahuan
Sosial
dan
Dekan
Fakultas
Ilrnu
Pendidikan
untuk
meminta
ijin
mengadakan
wawancara
dengan
beberapa
dosen
di
1ingkungannya.
Di
FPIPS
sebolum
menemui
dosen
Filsafat
Pancasila,
peneliti
mengadakan pertemuan
lebih
dahulu
kepada
Sekretaris
Jurusan
MKDU,
untuk
menanyakan
siapa-siapa
dosen
Filsafat Pancasila
yang
telah
mengajar
selama
lima
tahun.
Dari
Sekretaris Jurusan
pula peneliti mendapat
inforrnasi yang berharga
mengenai
perihal
perkuliahan
Filsafat
Pancasila.
Sekretaris
Jurusan
memberikan
inforrnasi
tentang
pelaksanaan
perkuliahan
Filsafat
Pancasila dan dosen-dosen pengajar Filsafat Pancasila.
Setelah rr.empelajari jadual
perkuliahan
Filsafat
2. Tahap Eksplorasi
Dalam tahap eksplorasi ini, p>eneliti mengadakan observasi selama setengah semester (lihat Bab III.A.3). Setelah satu bulan berjalan, peneliti mengadakan wawancara baik dengan beberapa mahasiswa maupun dosen Filsafat Pancasila. Wawancara dilakukan dengan mahasiswa untuk rnemperoleh data mengenai tujuan perkuliahan Filsafat Pancasila, aspek yang dipentingkan dalam kuliah Filsafat Pancasila dalam kaitannya dengan taksonomi Bloom, metode penyampaian, kejenuhan mengikuti kuliah Filsafat Pancasila, hal-hal yang diperlukan dalam kuliah Filsafat Pancasila dan alat penilaian yang digunakan.
Wawancara dimulai dengan dua orang mahasiswa secara acak. Wawancara ini dilakukan oleh peneliti
sebagai latihan
semata,
artinya
mencoba
mengadakan
wawancara dengan melihat reaksi mahasiswa. Peneliti dalam wawancara ini hanya membawa catatan kecil sehingga tidak diketahui oleh mahasiswa. Mereka
m enganggap bahwa peneliti adalah mahasiswa yang berbeda
jurusan dengannya. Dalarn wawancara ini kelihatan tidak
serius, berbicara santai. Hal
ini
diperlukan
penulis
sebagai bahan latihan untuk hari berikutnya ketika
mengadakan
wawancara sesungguhnya.
Selang
beberapa
minggu kemudian peneliti mengadakan wawancara sungguhar,
dengan empat mahasiswa. Pada saat wawancara
ke empat
mahasiswa tidak secara bersarna-sama
tetapi
bergantian
dengan hari yang berlainan pula.
Dalam
wawancara
ini
peneliti menggunakan daftar pertanyaan sebagai
patokan
peneliti agar tidak menyimpang terlalu jauh pada
pokok
perrnasalahan. Di
samping
daftar
pertanyaan
peneliti
juga mempersiapkan
tape
recorder
dan
alat
tulis
sekedarnya.
Setelah
dimulai
dengan
perkenalan
dan
maksud dari wawancara dilanjutkan dengan
pertanyaan-pertanyaan
yang
sudah
dipersiapkan
sebelurnnya
oleh
peneliti. Hasil dari wawancara yang telah direkan dalarn
tape
recorder,
kemudian sesampai di rurnah dibuat
dalam
bentuk tulisan.
Setelah observasi dalam
pelaksanaan
perkuliahan
dan wawancara kepada mahasiswa
dianggap
selesai
oleh
peneliti, selanjutnya
peneliti
menghubungi
beberapa
dosen Filsafat Pancasila
untuk
mengadakan
wawancara.
Setelah adanya kesepakatan waktu
antara
peneliti
dan
dosen yang bersangkutan, kemudian
peneliti
mengadakan
bersangkutan.
3. Member Checks
Setelah data terkumpul, data tersebut ditulis dalam bentuk uraian dan dikembalikan lagi kepada
masing-masing responden
untuk
dibaca
dan
diperbaiki
jika ada kalimat atau kata
yang
tidak
sesuai
dengan
maksud
responden.
Setelah
responden
menelaah
hasil
wawancara kemudian responden rnembubuhkan tanda tangan sebagai tanda persetujuan dan menarnbah dengan beberapa cata tan untuk diperbaiki oleh peneliti.
4. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pernbanding terhadap data itu. Teknik triangulasi
yang
paling
banyak
digunakan
ialah
pemeriksaan
melalui sumber lainnya. (Lexy J. Moleong, 1993: 178) .
Triagulasi dalam penelitian ini dilakukan dengan cara-cara mengumpulkan sumber-sumber inforrnasi, yakni: a. PengamaUn terhadap proses belajar mengajar Filsafat
Pancasila seperti: menepati jam mengajar, cara-cara mahasiswa rnegajukan tanggapan/per tanyaan, jawaban tutor, suasana belajar mengajar.
b. Wawancara dengan dosen senior lain yang secara
formal tidak terkait dengan proses belajar
menyajai
Filasafat Pancasila,
namun
secara
akademis
dapat
dijadikan sebagai
pengampu
(mewakili).
c. Wawancara dengan mahasiswa lain yang pernah
mengikuti kuliah Filsafat Pancasila, pada
semester
sebelumnya.
5. Tahap Penulisan Laporan
Setelah tahap-tahap di atas diselesaikan secara
keseluruhan, peneliti membuat laporan akhir. Proses ini
DAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAH SARAN-SARAN
Berdasarkan hasil
penelitian
dan
pembahasan
yang
telah
dituangkan
dalam
bab
terdahulu,
maka
pada
bab
terakhir ini dikemukakan
beberapa
kesimpulan,
implikasi
dan saran-saran.
A. Kesimpulan
Sesuai
dengan
rumusan
masalah,
hasil-hasil
penelitian dan
pembahasan,
dalam
penelitian
ini
dapat
dikemukakan beberapa kesimpulan: -v,
1. Proses belajar mengajar^di IKIP
Yogyakarta
menekankan
pada
aspek
pengetahuan
dibandingkan
dengan
aspek
nilai-nilai, sehingga sifatnya lebih kognitif.
2.
Upaya dosen-dosen Filsafat Pancasila
dalam
memberikan
contoh-contoh
praktis
sesuai
dengan
pengalaman
kerjanya yang
relatif
lama,
memberi
bekal
kognitif
kepada mahasiswa lebih kuat, dibandingkan dengan
bekal
yang bersifat afektif.
3. Pemanfaatan CCTV dalam proses belajar mengajar Filsafat
Pancasila yang tidak
dialogis,
sikap
mahasiswa
yang
kurang percaya terhadap tutor, dan pemberian nilai yang
bersifat kuantitatif, merupakan titik lemah
bagi
mata
kuliah Filsafat Pancasila sebagai MKDU.
4. Berdasark.an hal-hal yang dikemukakan di atas, proses belajar mengajar Filsafat Pancasila di IKIP Yogyakarta tidak memenuhi syarat sebagai pendidikan umum.
B. Implikasi
Dengan menelaah hasil-hasil penelitian dan pembahasan maka dari penelitian ini ada beberapa implikasi yang dapat dikemukakan.
Jika diasumsikan bahwa perkuliahan Filsafat Pancasila sebagai pendidikan umum, maka perkuliahan
Filsafat Pancasila menggunakan pendekatan obyektif-praktis
secara seimbang. Dalam pendekatan ini, dosen
tidak
hanya
membicarakan nilai-nilai
ideal
Pancasila,
tetapi
harus
menghadirkan
masalah-masalah
pengamalan
Pancasila,
sehingga perkuliahan Filsafat Pancasila tidak jauh di
langit tetapi lebih membumi. Untuk itulah materi harus
dikembangkan
berdasar
fakta-fakta
yang
terjadi
dalam
masyarakat.
Perkuliahan Filsafat Pancasila harus berjalan dalam
situasi pedagogis, mahasiswa diperlakukan
sebagai
subyek
yang aktif dalam suasana dialogis.
Hubungan
tidak
hanya
satu arah namun berjalan dengan multi arah,
dosen
dengan
penguasaan materi perkuliahan
(kognitif),
melainkan
apa
yang
dipe lajari •dapat
diwujudkan
melalui
sikap
dan
peri laku
mahasiswa.
sesuai
dengan
nilai-nilai
luhur
Pancasila. Oleh karena itu penilaian tidak hanya dilakukan
terbatas
pada
aspek
kuantitatif,
namun
dosen
perlu
menggunakan cara dan alat penilaian yang
dapat
menjaring
seluruh aspek kepribadian mahasiswa sehingga penilaian itu
dapat dipertanggungjawabkan baik
secara
akadernis
maupun
secara moral.
Sehubungan dengan
ketiga
ranah
tujuan
(kognitif,
afektif dan psikomotor), maka dalam perkuliahan Filsafat
Pancasila disarankan ada keseimbangan dan ketiga.nya
tidak
dipisa^ikar-K Domain afektif tidak
akan
berkembang
dengan
baik, kalau
kognitifnya
tidak
baik.
Moral
tidak
akan
turnbuh begitu saja jika domain kognitif tidak
baik.
Oleh
karena itu harus ada keseimbangan.
Jika
dikehendaki
perkuliahan
Filsafat
Pancasila
menekankan pada aspek kognitif, peneliti memberikan
saran
kepada pengelola Jurusan MKDU IKIP- Yogyakarta,
sebaiknya
perkuliahan Filsafat Pancasila tidak masuk dalam
komponen
MKDU,
melainkan
masuk
dalam
studi
filsafat.
Dengan
demikian penempatan perkuliahan Filsafat Pancasila sebagai
MKDU di IKIP Yogyakarta, perlu ditinjau kembali.
Sebagaimana
layaknya
penelitian
kualitatif,
penelitian ini terbatas ruang lingkup yang sempit.
Obyek
penelitian
ini terbatas pada satu perguruan
tinggi.
Hasil-hasil penelitian ini akan lebih dipercaya (validitas
eksternal) bila dilakukan penelitian sejenis di
perguruan
tinggi lain, yang tentunya sebentar .lagi seluruh perguruan
tinggi akan memberikan
kuliah Filsafat Pancasila pads.
semester VII
minimal
satu
SKS,
berdasar
Surat
Edaran
Dirjen Dikti no.
1786/D/T/1994,
tanggal
15 April
1994
tentang pemberian
mata kuliah Filsafat Pancasila
di
perguruan tinggi bagi mahasiswa SI.
Di samping hal
tersebut
di
atas,
penelitian
ini
terbatas dalam ruang lingkup "proses pembelajaran Filsafat
Pancasila", sedangkan mata kuliah lain dalam komponen MKDU
tidak termasuk
dalam
penelitian
ini.
Untuk
melengkapi
hasil penelitian, perlu diadakan penelitian
lebih
lanjut
pada mata kuliah lain dalam lingkup komponen MKDU dan juga
perlu diadakan penelitian lebih
lanjut
tentang perilaku
mahasiswa, baik sebelum mengikuti kuliah
Filsafat
Panca
DAFTAR PUSTAKA
Arbi, Sutan
Zanti.
(1983).
Eengantar
kepada.
Filsafat
Pandidikan. Jakarta: Dirjen Dikti, Depdikbud.
Barnadib, Imam. (1976). Filsafat Pandidikan:.
Sistem
dan
Metode.
Yogyakarta:
Yayasan
Penerbit
FIP
IKIP
Yogyakarta.
BERNAS (Surat Kabar
Marian),
"Terjadi
Degradasi
Nilai
Pangamalan Pancasila". 27 Juli 1994.
Dalkey, Norman and Olaf Helmer. (1963).
An
Experimental
Application of The
Delphi
Method
to
the
us
of
Experts, dalam The
Rand
Corporation,
California:
Santa Monica.
Darmodi har jo, Darji. (1902).
Pajicasila
Suatu
Orientasi
Singkat. Jakarta:
Aries Lima.
Direktorat Pembinaan Sarana Akademik.
(1991).
Pembinaan
Mata Kuliah Dasar Umum di Pergu_r.uan Tinggi.
Dirjen
Dikti, Depdikbud. Jakarta.
_ (1991). Jjurusa_n Mata
Kul.iah Dasar Umum.
Dirjen
Dikti, Depdikbud. Jakarta.
Djahiri,
Achmad Kosasih.
(1985).
St t; ateg i Pengajaran
Afektif-Nilai-Moral
VCT
dan Games
daLam " VC T7
Bandung: Jrs. PMPKN FPIPS IKIP Bandung
Djamal, Djasmir. (1986)
Karunika.
LHsa±a
t
Par]cas.ila .
Jakarta
Djojonegoro, Wardiman. (1991). J__rodjjktiv.i tas__ Te_knolpgi,
dan
Pendidikan. Jakarta: BPP Teknologi.
Driyarkara.
(1964).
Pej_cj_kan
Filsafat.
Jakarta:
PT.
Pembangunan.
Faisal, Sanafiah. (1990). Penelitian
Kualitatif:
Dasar-dasar dan Apl i_kasi . Malang: Yayasan Asah Asih
Asuh
(YA3).
Faridah. (1992). Konsep Dasar Pendidi kan Umum dan MKDU serta Kedudukan MKDU dalam Pengembangan Prggrarri Pendidikan Umum. (tesis). PPS IKIP 3andu,:g.
Coetz, J. P. and Lecc:,-".s, f*.. D. (1993). E~hnc-;iraphi and Qualitative and Dssicn ini Educational Research.
! ,". r> -^ * r\ • £ "- •"• --' "•,=- * — ~< - -. -- '- T V "^
riasisubrcto, Subi.'io. (1903). Pokok-pokox .B^Itgurnpulan Data^ Analisis Data, Penafsi ran Data dan Rekcmendasi dalam °enelitian Kualitatif. Banaung;
IKIP Bandung.
Hasan, Fuad. (1976). Berkenaian dengan Eksistensialisme.
Jakarta: Pustaka Java.
Henderson, S.V.P. (1978). Introduction to Philosophy of Education. (Disadur oleh ST. Santi Arbi dan Waini Rasyidin, Ed. M.I. Soelaeman). Bandung: FIP IKIP
Bandung.
Henry, B. Nelson. (1952). Fifty-First Year Rnnk of The National and Study of Education. Chicago: The University of Chicago.
Kaelan. (1991). Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Fakultas
Filsafat UGM.
Kattsoff, Louis 0. (1987). Pengantar Filsafat. (Alih Bahasa Soejono Soemargono). Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Kelornpok Pengaji Sejarah dan Filsafat Pandidikan IKIP
Jakarta (1990). Keperluan dan Ke ha rusar, ilmu
Pendidikan. Jakarta: IKIP Jakarta. Langeveld, I . vJ . £->'<.
Pendidikan. (Alih Bahasa M.I. Soelaeman). Bandung:
IKI° Bandung.
Lanur, Alex. (1936). Locjlka Selayang P^andajig.
Yogyakarta-Kanisius
Pei-k&iTib^nqan Program Pendidikan Umum dal^ur;
Kurikulum Sekolah Menegah Urnum Tingkat Atas jkSMA)... sejak tahun 1945 sampai dengan tahun 1984. (tesis). :-"PS IKIP Bandung.
Miarso, ^usu^hadi (1984). Tekr.olo<_i KonunlkasI Pen didikan untuk Pamera taan Kesempatar P e.idi dikar, ;k
Indonesia, dalam Anolisc. Fendidikan. ja';art;i.
Moiac.ny, Lcxy J. (1991). Msj^Qde ccnel it lan Kuali tatit. Bandung: Remaja
ta.rye<-Muhajir, Noeng. (1990). Metcdologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Miles, Matthew B. dan Huberman, Michael, A. (1984). Qualitative Data Analysis. London: Sage Publicators Nasution, S. (1982). Didaktik Azas-Azas Menaga.jar ,
B a n dung: J e iamars.
Natawidjaja, Rochman. (1991). Stra tegi Perrb^aiaran
Pendidikan Pancasila dalam Si st.Rm Pendidikan
Nasional. IKIP Bandung.
Notonagoro. (1988). Pancasila Dasar Falsafah Negara.
Jakarta: PT. Sina Aksara.
Os'sman, Oetojo dan Alfian (Penyunting) . (1991). Pancasila Sebagai Ideologi dalam Berbagai Bidang Kehidupan
Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara. Jakarta:
3P-7 Pusat.
Phenix, Philip H. (1964). Realms of Meaning, a Philosophy
of The Curriculum for General Education. New York:
McGraw-Hill Book Company.
Poespcwardojo, Soerjanto. (1991). Filsafat Pancasila,
Se_b.uah Pendekatan Sosio-Budaya. Jakarta: Gramedia.
Soaharto. (1976). Pandangan P res iden Soeharto ten Lane, Pancasila. Jakarta: Yayasan Prokiamasi .
S udj a na, Nana & Ibrahim. (1989) . Penelitiar. dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.
Soejono,
Ag.
(1980).
xendahuiuan
.Pejj__ id_i |<aj_
Us_u_i.
Bandung: Bina Ilmu.
Soelaeman,
h.
I. (1977).
Penc ham___ran
F^rome no 1p_c_i s
terhadap Ee.Qdi.dikari. Bandung: IKIP Bandung.
(19S5). Meijjadi Guru. Bandung: Oipcnagr'-Q.
<-'--b/-
Suatu
£ciLl._ah
ie:,
z,arx,
Ma nusia-Re11qi
-p^ndidikan.
Direktorat
Pandidikan
Tinggi
Depdikbud.
Sukarlan, Endang. (1991). Filsafat Pancasila. Yogyakarta:
PIP IKIP Yogyakarta
Sumaatmadja,
Nursid.
(1990).
Konsep
dan
Eksistensi
Pendidikan !Jm.um Bandung: IKIP Bandung.
Sunoto. (1981).
Mengenai .Filsafat Pancasila
Yogyakarta:
Bagian Per.erbitan Fak. Ekonomi - UII.
Supadi,
Imam.
(1987).
Efektivitas
Penggunaan
Media
Eenaawan ciar, Prestasi Belajar Siswa
di
Gbkolah."
Yogyakarta: FTP IKIP Yogyakarta.
Suseno,
Franz
Magnis.
(1992).
F.iisj_fat
sebasai
Limy
Kritis- Yogya karta: Ka nis ius.
Titus, Harold H. (1959). Living Issues i_n Philosophy. New
York: American Bock Coy.
Utomo, Tjipto dan Kees Ruijter. (1989).
Peningkatan
din
Pen.aernb__n__an Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia.
Wahana, Paul us. (1993). Filsafat
Pancasila.
Yogyakarta:
Kanisius.
Wibisono.Christianto. (1^94). "Anatord Global Inc
(I)"
Oetik, no. C59/7h k?-1C, 27 April - 3 Mei 1994.
Wibisono,
koeoto.
dkk.
(llW).
r),;sa.r-dasa;
Filsafat
Jakarta: KarunIka.
-rudkin, Michael. (1971).
Ctmsr.al.
Education.
Middlesex,
Zubair, Achmad Charis. (1981). Ke Alam Pemikiran Prof DR. Notonagoro. Yogyakarta: Fak. Filsafat UGM.