• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN ACCELERATED LEARNING DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN ACCELERATED LEARNING DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN ACCELERATED LEARNING DALAM PENINGKATAN

KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Matematika Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

JAYA DWI PUTRA, S.Pd.

1009642

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(2)

Lembaran Persetujuan Tesis

Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing:

Pembimbing I

Prof. H. Yaya Sukjaya Kusumah, M.Sc., Ph.D.

Pembimbing II

Dr. Kusnandi, M.Si.

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

SPs Universitas Pendidikan Indonesia,

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Penerapan

Accelerated Learning dalam Peningkatan Kemampuan Penalaran dan

Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama” beserta seluruh

isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini.

Bandung, Oktober 2012 Yang membuat pernyataan

(4)

Jaya Dwi Putra, Penerapan Accelerated Learning dalam Peningkatan Kemampuan

Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama.

Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain pretest-posttest experiment group design, yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan accelerated learning terhadap peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa SMP. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 1 Kecamatan Harau, dan pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu dengan memilih siswa kelas VIII sebanyak dua kelas sebagai sampel. Penelitian ini terdiri dari dua kelompok pembelajaran, yaitu pembelajaran accelerated learning dan pembelajaran konvensional. Setiap kelompok terdiri dari 28 siswa yang terbagi berdasarkan kategori Kemampuan Awal Matematis (KAM), yaitu kategori KAM tinggi, sedang dan rendah di kelasnya. Untuk mendapatkan data hasil penelitian digunakan instrumen berupa tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, angket, observasi dan wawancara. Dalam perhitungan ujicoba instrumen diggunakan program Anates dan perhitungan statistik dengan menggunakan SPSS 17. Perbedaan rataan peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis berdasarkan keseluruhan siswa ditentukan dengan menggunakan uji-t. Perbedaan rataan peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis berdasarkan kategori KAM ditentukan dengan menggunakan uji

Mann-Whitney. Hasil penelitian ini adalah 1) peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau berdasarkan keseluruhan siswa serta kategori KAM sedang dan rendah, sedangkan pada kategori KAM tinggi tidak terdapat perbedaan yang signifikan ; 2) peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau berdasarkan keseluruhan siswa serta kategori KAM sedang, sedangkan pada kategori KAM tinggi dan rendah tidak terdapat perbedaan yang signifikan.

Kata kunci: pembelajaran Accelerated Learning, kemampuan awal matematis, kemampuan

(5)

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ...i

ABSTRAK ...ii

LEMBAR PERSETUJUAN ...iii

PERNYATAN ...iv A Pembelajaran Matematika ...16

B Penalaran Matematis Siswa ...19

C Komunikasi Matematis Siswa ...23

D Pembelajaran Accelerated Learning ...28

E Pembelajaran Konvensional ...34

F Klasifikasi Kemamuan Siswa ...35

G Teori Belajar Pendukung ... 36

H Penelitian yang Relevan ...41

BAB III METODELOGI PENELITIAN A Metode dan Desain Penelitian ...42

(6)

C Variabel Penelitian ...43

D Waktu Penelitian ...45

E Instrumen Penelitian ...46

F Analisis Hasil Uji Coba Instrumen ...54

G Analisis Data ...57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A Hasil Penelitian ...63

B Pembahasan ...99

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A Kesimpulan ...113

B Implikasi ...114

C Rekomendasi ...115

DAFTAR PUSTAKA 116

(7)

DAFTAR TABEL

3.1 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kategori KAM ... 45

3.2 Klasifikasi Koefisien Korelasi ... 50

3.3 Klasifikasi Reliabilitas ...51

3.4 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal ...52

3.5 Klasifikasi Daya Pembeda ...53

3.6 Hasil Uji Validitas Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa ... 55 3.7 Hasil Uji Reliabilitas Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa ... 56 3.8 Hasil Uji Daya Pembeda Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa ... 56 3.9 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa ... 57 3.10 Klasifikasi Gain Ternormalisasi ...58

4.1 Data Kemampuan Penalaran Matematis ...64

4.2 Uji Normalitas Skor Pretes dan Postes ...66

4.3 Uji Kesamaan Skor Pretes ...68

4.4 Uji Perbedaan Skor Postes ...69

4.5 Rataan dan Klasifikasi N-gain Kemampuan Penalaran Matematis Keseluruhan Siswa ...70

4.6 Uji Normalitas Skor N-gain ...71

4.7 Uji Homogenitas Varians Skor N-gain ...72

4.8 Uji Perbedaan Rataan Skor N-gain Kemampuan Penalaran Matematis Keseluruhan Siswa ... 74

(8)

4.10 Uji Perbedaan Rataan Skor N-gain Kemampuan Penalaran

Matematis pada Kategori KAM Tinggi ...78

4.11 Uji Perbedaan Rataan Skor N-gain Kemampuan Penalaran Matematis pada Kategori KAM Sedang ...80

4.12 Uji Perbedaan Rataan Skor N-gain Kemampuan Penalaran Matematis pada Kategori KAM Rendah ...81

4.13 Data Kemampuan Komunikasi Matematis ...82

4.14 Uji Normalitas Skor Pretes dan Postes ...84

4.15 Uji Kesamaan Skor Pretes ...86

4.16 Uji Perbedaan Skor Postes ...87

4.17 Rataan dan Klasifikasi N-gain Kemampuan Komunikasi Matematis Keseluruhan Siswa ...88

4.18 Uji Normalitas Skor N-gain ...89

4.19 Uji Homogenitas Varians Skor N-gain ...90

4.20 Uji Perbedaan Rataan Skor N-gain Kemampuan Komunikasi Matematis Keseluruhan Siswa ... 91

4.21 Data Rataan N-gain Kemampuan Komunikasi Matematis Berdasarkan KAM ...92

4.22 Uji Perbedaan Rataan Skor N-gain Kemampuan Komunikasi Matematis pada Kategori KAM Tinggi ...96

4.23 Uji Perbedaan Rataan Skor N-gain Kemampuan Komunikasi Matematis pada Kategori KAM Sedang ...97

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan-penerapan bidang ilmu lain maupun dalam pengembangan matematika itu sendiri. Matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia untuk menguasai dan menciptakan teknologi pada masa mendatang. Sumarmo (Hutajulu, 2010) mengemukakan bahwa pendidikan matematika hakikatnya mempunyai dua arah pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa yang akan datang. Oleh karena itu penguasaan materi matematika oleh siswa menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditawar lagi untuk penataan nalar dan pengambilan keputusan dalam era persaingan yang semakin kompetitif.

(10)

dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Demikian pula halnya tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran matematika oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (Wahyudin, 2008), yang menetapkan standar-standar kemampuan matematis seperti pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi, dan representasi, seharusnya dapat dimiliki oleh peserta didik.

Tujuan tersebut menunjukkan betapa pentingnya belajar matematika, karena dengan belajar matematika sejumlah kemampuan dan keterampilan tertentu dapat diaplikasikan dalam memecahkan berbagai masalah sehari-hari. Wahyudin (2008) menyatakan bahwa pada masa sekarang ini para siswa sekolah menengah mesti mempersiapkan diri untuk hidup dalam masyarakat yang menuntut kemampuan dan apresiasi yang signifikan terhadap matematika.

(11)

Pengembangan kemampuan berpikir perlu mendapat perhatian yang serius. Beberapa hasil studi yang diungkapkan oleh Suryadi (2005) menunjukkan bahwa pembelajaran matematika pada umumnya masih berfokus pada pengembangan kemampuan berpikir tahap rendah yang bersifat prosedural. Hasil studi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 1999 yang dilakukan di 38 negara, antara lain menjelaskan bahwa sebagian besar pembelajaran matematika belum berfokus pada pengembangan penalaran matematis siswa. Hasil studi National Assessment of Educational Progress (NAEP) menunjukkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada permasalahan yang menuntut kemampuan penalaran (Suherman dkk, 2003).

Baroody (Dahlan, 2004) mengatakan bahwa penalaran matematis dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Jika siswa diberi kesempatan untuk menggunakan pemahaman dan keterampilan bernalarnya dalam melakukan pendugaan-pendugaan berdasarkan pengalamannya sendiri, maka siswa akan lebih mudah memahami konsep. Ketika siswa diberikan permasalahan dengan menggunakan benda-benda nyata, melihat pola, mereformulasikan dugaan tentang pola yang sudah diketahui dan mengevaluasinya, siswa memperoleh hasil yang informatif. Hal ini akan membantu siswa dalam memahami proses yag disiapkan dengan cara doing mathematics dan eksplorasi matematis.

(12)

kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; 2) kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya; 3) kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematis dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.

Agar kemampuan komunikasi matematis siswa dapat berkembang dengan baik, maka dalam proses pembelajaran matematika guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam mengkomunikasikan ide-ide matematisnya. Ungkapan yang senada disampaikan Sumarmo (2002) yang mengungkapkan bahwa untuk memaksimalkan proses dan hasil belajar matematika, guru perlu mendorong siswa terlibat secara aktif dalam diskusi, siswa dibimbing untuk bisa bertanya serta menjawab pertanyaan, berpikir kritis, menjelaskan setiap jawaban yang diberikan, serta mengajukan alasan untuk setiap jawaban yang diajukan. Pembelajaran yang diberikan menekankan pada penggunaan strategi diskusi, baik diskusi dalam kelompok kecil maupun diskusi dalam kelas secara keseluruhan.

(13)

Uraian di atas menggambarkan pentingnya usaha mengembangkan dan meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Kemampuan penalaran dan komunikasi matematis membantu siswa senantiasa berpikir secara sistematis, mampu menyelesaikan masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari dan mampu menerapkan matematika pada displin ilmu lain serta mampu meminimalisir gejala-gejala pada siswa yang dapat membuat kemampuan matematikanya rendah.

Menyadari keadaan tersebut, maka menggali dan mengembangkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa perlu mendapat perhatian guru dalam pembelajaran matematika. Siswa mestinya mendapat kesempatan yang banyak untuk menggunakan kemampuan bernalar dan komunikasinya. Untuk dapat mencapai standar-standar pembelajaran itu, seorang guru hendaknya dapat menciptakan suasana belajar yang memungkinkan bagi siswa belajar secara aktif dengan mengkonstruksi, menemukan dan mengembangkan pengetahuannya. Dengan belajar matematika diharapkan siswa mampu menyelesaikan masalah, menemukan dan mengkomunikasikan ide-ide yang muncul dalam pikiran siswa. Untuk itu dalam pembelajaran matematika diharapkan siswa memiliki kemampuan penalaran dan kemampuan komunikasi matematis, yang tentunya diharapkan dapat mencapai hasil yang memuaskan.

(14)

mendalam dan bermakna, sehingga siswa menerima pengetahuan dalam bentuk yang sudah jadi dan lebih bersifat hafalan. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian Diani (2010) yang menyatakan bahwa kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa masih tergolong rendah. Selain itu Hutajulu (2010) dan Suhendar (2007) dari hasil penelitian mereka, masing-masing menyatakan bahwa kemampuan penalaran matematis dan kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah.

Di samping itu, salah satu indikator yang menunjukkan mutu pendidikan di Indonesia cenderung masih rendah adalah hasil penilaian internasional mengenai prestasi belajar siswa. Berdasarkan data dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) (2011), dapat diketahui bahwa hasil survei TIMSS pada tahun 2003 menunjukkan prestasi belajar siswa kelas VIII (delapan) Indonesia berada di peringkat 34 dari 45 negara. Walaupun rataan skor naik menjadi 411 dibanding 403 pada tahun 1999, Indonesia masih berada di bawah rerata untuk wilayah ASEAN. Prestasi belajar siswa Indonesia pada TIMSS 2007 lebih memprihatinkan lagi, karena rataan skor siswa turun menjadi 397, jauh lebih rendah dibanding rataan skor internasional yaitu 500. Prestasi Indonesia pada TIMSS 2007 berada di peringkat 36 dari 49 negara.

Tidak jauh berbeda dari TIMSS, pada Programme for International Student Assesment (PISA) prestasi belajar anak-anak Indonesia yang berusia

(15)

2009 Indonesia hanya menempati peringkat 61 dari 65 negara, dengan rataan skor 371, sementara rataan skor internasional adalah 496 (Balitbang, 2011).

Hasil PISA yang rendah tentunya disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah siswa Indonesia pada umumnya kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal yang menuntut kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, karena dua kemampuan tersebut termasuk kemampuan yang diujikan.

Tabel 1.1 Proporsi Skor Sub-sub Komponen Proses yang Diuji dalam Studi PISA

Komponen Kemampuan yang diujikan Skor (%)

Proses Mampu merumuskan masalah secara matematis. 25 Mampu menggunakan konsep, fakta, prosedur dan

penalaran dalam matematika.

50

Menafsirkan, menerapkan dan mengevaluasi hasil dari suatu proses matematika.

25

Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwasannya pada proporsi skor sub-sub komponen yang diuji dalam studi PISA termasuk di dalamnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematis. Mampu merumuskan masalah secara matematis berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematis. Mampu menggunakan konsep, fakta, prosedur dan penalaran dalam matematika berkaitan dengan kemampuan penalaran matematis. Menafsirkan, menerapkan dan mengevaluasi hasil dari suatu proses matematika juga berkaitan dengan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis.

(16)

rendah. Semua kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa tidak serta merta dapat terwujud hanya dengan mengandalkan proses pembelajaran yang selama ini terbiasa ada di sekolah, dengan urutan-urutan langkah seperti, diajarkan teori/definisi/teorema, diberikan contoh-contoh dan diberikan latihan soal. Proses belajar seperti ini tidak membuat anak didik berkembang dan memiliki kemampuan bernalar berdasarkan pemikirannya, tapi justru lebih menerima ilmu secara pasif.

Hal senada diungkapkan oleh Turmudi (2008) yang memandang bahwa pembelajaran matematika selama ini kurang melibatkan siswa secara aktif, sebagaimana dikemukakannya bahwa “pembelajaran matematika selama ini

disampaikan kepada siswa secara informatif, artinya siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja sehingga derajat “kemelekatannya” juga dapat dikatakan

rendah”. Pembelajaran seperti ini mengakibatkan siswa sebagai subjek belajar kurang dilibatkan dalam menemukan konsep-konsep pelajaran yang harus dikuasainya.

(17)

Belajar aktif adalah belajar di mana siswa lebih berpartisipasi aktif sehingga kegiatan siswa belajar jauh lebih dominan daripada kegiatan guru mengajar. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Kilpatrick (Turmudi, 2012) yang menyatakan bahwa, knowledge is actively constructed by cognizing subject and not passively received from the environment, yang artinya pengetahuan dikonstruksi oleh siswa

secara aktif dalam mengenali subjek bukan secara pasif menerima dari lingkungan. Siswa dapat aktif dalam mengkonstruksi maupun mengorganisir belajarnya sendiri dengan memanfaatkan bahan ajar yang disediakan oleh guru. Siswa tidak hanya dapat memanfaatkan beragam sumber belajar, melainkan pembelajaran yang dilaluinya akan dirasakan sebagai belajar sambil bermain.

Salah satu bentuk pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa adalah accelerated learning. Dalam pembelajaran accelerated learning siswa dilibatkan

(18)

Proses belajar dimulai dari adanya minat untuk mempelajari sesuatu. Siswa mengembangkan kemampuan bernalarnya dalam melakukan persiapan yang relevan dengan usaha yang diperlukan untuk melakukan aktivitas belajar. Adanya minat untuk mempelajari suatu pengetahuan atau keterampilan diikuti dengan tahap berikutnya yaitu presentasi. Dalam tahap ini siswa mengkomunikasikan ide-ide matematisnya serta mulai berkenalan dengan pengetahuan dan keterampilan yang diminati untuk dipelajari. Tahap selanjutnya adalah tahap latihan. Pada tahap ini siswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan yang dipelejari dengan pengetahuan dan keterapilan yang telah dikuasai sebelumnya. Tahap akhir dari proses belajar adalah tahap saat siswa memperlihatkan kinerja melalui aplikasi pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajari dalam situasi yang nyata.

(19)

matematika sebelumnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa peran variabel kognitif lainnya ternyata tidak sebesar variabel hasil belajar sebelumnya. Berkaitan dengan efektivitas pembelajaran, tujuannya untuk melihat apakah penerapan pembelajaran accelerated learning dapat merata di semua KAM siswa atau hanya KAM tertentu saja.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam penelitian ini adalah “apakah

pembelajaran accelerated learning dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa SMP?” Masalah ini dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa?

2. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari KAM siswa?

3. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa?

(20)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengkaji peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa.

2. Untuk mengkaji peningkatan kemampuan penalaran matematis pada siswa ditinjau berdasarkan KAM siswa.

3. Untuk mengkaji peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa.

4. Untuk mengkaji peningkatan kemampuan komunikasi matematis pada siswa ditinjau berdasarkan KAM siswa.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi Guru

a. Memberikan informasi tentang penerapan accelerated learning dalam meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa SMP ;

b. Menjadi salah satu alternatif pembelajaran di sekolah;

2. Bagi Siswa

(21)

b. Melatih siswa dalam bernalar untuk merumuskan konsep matematika dengan cara menemukannya sendiri;

c. Melatih siswa untuk mengkomunikasikan ide dan gagasan matematis;

3. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan dalam menerapkan inovasi model pembelajaran guna meningkatkan mutu pendidikan.

4. Bagi Peneliti Lain

Menjadi salah satu tambahan bahan rujukan/referensi untuk melakukan penelitian mengenai penerapan accelerated learning di sekolah.

1.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian maka rumusan hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa.

2. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari KAM siswa.

(22)

4. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari KAM siswa.

1.6. Definisi Operasional

Definisi operasional pada penelitian ini yaitu:

1. Kemampuan penalaran matematis yang dimaksud adalah kemampuan memberikan penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal-soal; kemampuan menyelesaikan soal-soal matematika dengan mengikuti argumen-argumen logis; serta kemampuan dalam menarik kesimpulan logis.

2. Kemampuan komunikasi matematis yang dimaksud adalah komunikasi tertulis yang diukur dengan soal tes hasil belajar yang meliputi kemampuan menjelaskan suatu persoalan secara tertulis dalam bentuk gambar (Menggambar); kemampuan menyatakan suatu persoalan secara tertulis dalam bentuk model matematis (Ekspresi Matematis); serta kemampuan menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan (Menulis).

(23)

menjawab pertanyaan, dan menjelaskan setiap jawaban yang diberikan, serta adanya interaksi, diskusi dan kerjasama dengan teman.

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan disain kelompok kontrol non ekivalen. Pada kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa adanya (Ruseffendi, 2005). Penggunaan disain dilakukan dengan pertimbangan bahwa kelas yang ada telah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokan secara acak. Pembentukan kelas baru hanya akan menyebabkan kacaunya jadwal pelajaran yang telah ada di sekolah.

Penelitian dilakukan pada siswa dari dua kelas yang memiliki kemampuan setara dengan pendekatan pembelajaran yang berbeda. Kelompok pertama diberikan pembelajaran accelerated learning. Kelompok pertama ini merupakan kelompok eksperimen, sedangkan kelompok kedua merupakan kelompok kontrol yang memperoleh pembelajaran konvensional.

Disain penelitian digambarkan sebagai berikut:

Kelas eksperimen : O X O

Kelas kontrol : O O

Keterangan:

X: Pembelajaran aceelerated learning

(25)

3.2 Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 1 Kecamatan Harau kabupaten 50 Kota Propinsi Sumatera Barat. Dipilih siswa kelas VIII dengan asumsi, bahwa mereka sudah dapat beradaptasi dengan model pembelajaran baru dan tidak mengganggu program sekolah untuk menghadapi ujian akhir.

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling (sampel bertujuan). Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VIII sebanyak dua kelas, yaitu kelas VIII-1 dan kelas VIII-3 dengan masing-masing kelas terdiri dari 28 siswa . Kelas VIII-1 dipilih sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-3 ditetapkan sebagai kelas kontrol. Penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan pertimbangan kepala sekolah, wali kelas, dan guru bidang studi matematika yang mengajar.

3.3 Variabel Penelitian

(26)

3.3.1 Variabel Bebas (X)

Sugiyono (2008) mengemukakan bahwa variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas adalah faktor stimulus/ input yaitu faktor yang dipilih, dimanipulasi, diukur oleh peneliti untuk melihat pengaruh terhadap gejala yang diamati. Variabel bebas ini dapat disebut sebagai variabel sebab. Berdasarkan pengertian di atas maka yang menjadi variabel bebas (X) pada penelitian ini yaitu: (a) pembelajaran accelerated learning; dan (b) pembelajaran konvensional.

3.3.2 Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari variabel bebas (Sugiyono, 2008). Variabel terikat ini juga disebut variabel akibat. Berdasarkan pengertian tersebut maka yang menjadi variabel terikat (Y) pada penelitian ini yaitu: (a) kemampuan penalaran matematis; dan (b) kemampuan komunikasi matematis.

3.3.3 Variabel Kontrol (Z)

(27)

Kategori KAM siswa adalah tingkat kedudukan siswa yang didasarkan pada hasil skor dari tes matematika sebelumnya. Menurut Dahlan (2004), kriteria pengelompokkan KAM yaitu siswa yang skornya berada pada 30% bagian atas diasumsikan sebagai siswa berkemampuan tinggi; siswa yang skornya berada pada 40% bagian tengah diasumsikan sebagai siswa berkemampuan sedang; dan siswa yang skornya berada pada 30% bagian bawah adalah siswa berkemampuan rendah. Tabel 3.1 berikut menyajikan banyaknya siswa yang berada pada kelompok tinggi, sedang, dan rendah pada kelas eksperimen dan kontrol.

Tabel 3.1

Banyaknya Siswa Berdasarkan Kategori KAM

Kelompok Pembelajaran Total

Accelerated Learning Konvensional

Mulai dari proses persiapan sampai pada tahap pelaksanaan, penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2012 dengan rincian kegiatan sebagai berikut:

(28)

(1) (2) (3) (4)

2) Melakukan pengamatan terhadap suasana pembelajaran di kelas.

3) Mewawancarai guru bidang studi matematika yang mengajar pada semester sebelumnya untuk mendapatkan informasi sebagai bahan pertimbangan.

4) Menetapkan kelas eksperimen, kelas kontrol, dan kelas untuk melakukan uji coba instrumen.

5) Melakukan uji coba instrumen dan analisis hasil uji coba instrumen. 2 Agustus-

2) Melakukan proses pembelajaran Aceelerated Learning pada kelas

eksperimen dan pembelajaran konvesional pada kelas kontrol. 3) Melakukan postes pada kelas

eksperimen dan kelas kontrol. 3

September-Oktober 2012

Tahap Akhir 1) Mengolah dan menganalisis data serta penulisan laporan hasil penelitian.

3.5 Instrumen Penelitian

(29)

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa:

3.5.1 Tes Tertulis

Tes tertulis berupa tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Agar kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa dapat terlihat dengan jelas maka tes akan dibuat dalam bentuk uraian. Tes tertulis ini terdiri dari tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest). Tes diberikan pada setiap siswa. Soal-soal pretest dan posttest dibuat ekuivalen/relatif sama.

Tes awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol dan digunakan sebagai tolak ukur peningkatan prestasi belajar sebelum mendapatkan pembelajaran dengan metode yang akan diterapkan, sedangkan tes akhir dilakukan untuk mengetahui perolehan hasil belajar dan ada tidaknya peningkatan yang signifikan setelah mendapatkan pembelajaran dengan metode pembelajaran yang akan diterapkan. Pemberian tes pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh hasil belajar matematika antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan pembelajaran accelerated learning maupun konvensional terhadap kemampuan penalaran dan

komunikasi matematis siswa.

(30)

a. Validitas

Suatu instrumen dikatakan valid (absah atau shahih) apabila instrumen tersebut mampu untuk mengevaluasi/ mengukur apa yang seharusnya dievaluasi. Oleh karena itu untuk menentukan validitas suatu alat evaluasi hendaknya dilihat dari berbagai aspek diantaranya validitas isi, validitas konstruk dan validitas muka.

1) Validitas Teori

Validitas teori meliputi validitas isi, validitas konstruk dan validitas muka. Validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi yang dievaluasikan. Suatu test matematika dikatakan memiliki validitas isi yang baik apabila dapat mengukur Kompetensi Dasar (KD), Standar Kompetensi (SK) serta indikator yang telah ditentukan sesuai dengan kurikulum.

(31)

model matematis; serta kemampuan menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan (Menulis).

Validitas muka atau sering disebut pula validitas tampilan suatu alat evaluasi yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan multi tafsir. Validitas muka adalah derajat kesesuaian tes dengan jenjang sekolah/ pendidikan peserta didik. Soal tes disesuaikan dengan tingkat pendidikan subjek penelitian. Pertimbangan para pakar (dosen pembimbing dan guru mata pelajaran matematika) sangat berperan dalam menyusun validitas teori suatu instrumen dalam hal yang berkaitan dengan konsep-konsep matematika.

2) Validitas Butir Soal

Validitas butir soal dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir soal, dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir soal tersebut. Sebuah butir soal dikatakan valid bila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Untuk menentukan perhitungan validitas butir soal digunakan rumus korelasi Product Moment Pearson (Suherman dan Sukjaya, 1990), yaitu :

rxy =

  

rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

(32)

Tolak ukur untuk menginterprestasikan derajat validitas digunakan kriteria menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990).

Tabel 3.2 Klasifikasi Koefisien Korelasi Besarnya rxy Interprestasi

Kriteria: Bila r hitung r Tabel , maka butir soal dikatakan valid.

b. Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui ketetapan suatu instrumen dan untuk menunjukan bahwa suatu instrumen dapat dipercaya. Sugiyono (2008: 173) mendefinisikan reliabilitas alat ukur sebagai ketetapan alat ukur dalam mengukur apa yang diukurnya, yang artinya kapan pun alat ukur tersebut digunakan akan memberikan hasil ukur yang sama.

Koefisien reliabilitas perangkat tes berupa bentuk uraian dapat diketahui

menggunakan rumus Alpha (Suherman dan Sukjaya, 1990) sebagai berikut:

(33)

Tolok ukur untuk menginterprestasikan derajat reliabilitas alat evaluasi digunakan kriteria menurut Guilfod (Suherman dan Sukjaya, 1990). Penafsiran harga korelasi reliabilitas sebagai berikut:

Tabel 3.3 Klasifikasi Reliabilitas

Besarnya r11 Interprestasi

0,90 < r11≤ 1,00 Sangat Tinggi

0,70 < r11≤ 0,90 Tinggi

0,40 < r11≤ 0,70 Sedang

0,20 < r11≤ 0,40 Rendah

r11≤ 0,20 Sangat rendah

Kriteria: Bila r hitung > r Tabel , maka butir soal dikatakan reliabel.

c. Tingkat kesukaran

Arikunto (2002) mengungkapkan bahwa soal tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir-butir soal yang baik, apabila butir-butir soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk berusaha memecahkannya, dan soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa putus asa dan tidak bersemangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.

(34)

Tingkat kesukaran pada masing-masing butir soal dihitung dengan

Kriteria penafsiran harga Indeks Kesukaran suatu butir soal menurut Suherman dan Sukjaya (1990) adalah sebagai berikut :

Tabel 3.4 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal

Nilai TK Klasifikasi untuk membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Daya pembeda item dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya angkan indeks diskriminasi item.

(35)

Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus:

DP = indeks daya pembeda suatu butir soal

A

Kriteria penafsiran Daya Pembeda suatu butir soal menurut Suherman dan Sukjaya (1990) adalah sebagai berikut :

Tabel 3.5 Klasifikasi Nilai Daya Pembeda

Nilai DP Klasifikasi

Lembar obervasi digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru model selama proses pembelajaran berlangsung. Observasi Ddata aktivitas siswa dan guru diperoleh dengan menggunakan lembar observasi yang dilakukan dengan cara membubuhkan tanda check () pada setiap aspek yang dilakukan siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung yang berupa skor.

3.5.4 Wawancara

(36)

Wawancara dilakukan untuk menggali setiap perasaan, sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.

3.5.5 Lembar Kerja Siswa

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini disusun dalam bentuk bahan ajar berupa bahan ajar/lembar kerja siswa (LKS), yang dikembangkan berdasarkan metode yang dipakai dan KTSP yang berlaku di SMP. Bahan ajar/lembar kerja siswa diberikan setiap kali pertemuan kegiatan belajar mengajar berlangsung.

3.6Analisis Hasil Uji Coba Instrumen

Instrumen yang diujicobakan dalam penelitian ini ada tiga jenis, (1) instrumen tes kemampuan penalaran matematis siswa, dan (2) instrumen tes kemampuan komunikasi matematis siswa. Berikut akan dijabarkan hasil uji coba dan analisis instrumen penelitian ini.

3.6.1 Analisis Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi

Matematis Siswa

(37)

a. Validitas butir tes

Validitas butir tes kemampuan penalaran dan komuniksai matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut:

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Penalaran dan

Komunikasi Matematis Siswa

Jenis Tes No. Butir

Soal Korelasi Interpretasi Signifikansi

Penalaran 1 0,701 Sedang (cukup) Signifikan

2 0,903 Tinggi (baik) Sangat Signifikan

5b 0,611 Sedang (cukup) Signifikan

Komunikasi 3 0,731 Tinggi (baik) Sangat Signifikan

4 0,660 Sedang (cukup) Signifikan

5b 0,658 Sedang (cukup) Signifikan

Dari 8 soal yang digunakan untuk menguji kemampuan tersebut berdasarkan kriteria validitas tes dari Guilford diperoleh 2 soal mempunyai validitas tinggi atau baik. Artinya tidak semua soal mempunyai validitas yang baik. Selanjutnya, dari hasil perhitungan validitas dari AnatesV4 diperoleh nilai korelasi untuk kemampuan penalaran adalah dan untuk kemampuan komunikasi, apabila diinterpretasikan berdasarkan kriteria validitas tes dari Guilford maka dapat dikatakan bahwa kedua soal tersebut secara keseluruhan memiliki validitas sedang (cukup).

b. Reliabilitas

(38)

Tabel 3.7 Hasil Uji Reliabilitas Tes Kemampuan Penalaran dan

Komunikasi Matematis Siswa

Jenis Tes No. Butir

Soal Reliabilitas Interpretasi

Penalaran 1

Dari hasil perhitungan didapat nilai reliabilitas untuk soal kemampuan penalaran adalah dan untuk soal kemampuan komunikasi. Dari nilai tersebut jika di interpretasikan berdasarkan kriteria reliabilitas tes dari Guilford maka dapat dikatakan bahwa soal kemampuan penalaran dan komunikasi secara keseluruhan memiliki reliabilitas yang tinggi. Karena korelasi antara skor setiap soal dan skor yang diperoleh memiliki reliabilitas yang tinggi, dapat dikatakan soal tersebut memiliki kehandalan kekonsistenan yang dapat dipergunakan untuk beberapa kali tes karena memiliki keajegan yang tinggi.

c. Daya Pembeda

Indeks Daya Pembeda instrumen tes kemampuan analogi matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.8 berikut:

Tabel 3.8 Hasil Uji Daya Pembeda Kemampuan Penalaran dan

Komunikasi Matematis Siswa

Jenis Tes No. Butir Soal Daya Pembeda Interpretasi

(39)

d. Tingkat Kesukaran

Indeks kesukaran instrumen tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.9 berikut:

Tabel 3.9 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Kemampuan Penalaran dan

Komunikasi Matematis Siswa

Jenis Tes No. Butir Soal Tingkat Kesukaran (%) Interpretasi

Penalaran 1 58,33 Sedang

2 67,71 Sedang

5b 81,94 Mudah

Komunikasi 3 29,17 Sukar

4 18,06 Sukar

5a 36,11 Sedang

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk soal yang mengukur kemampuan penalaran matematis yang terdiri dari tiga soal, terdapat dua soal yang memiliki tingkat kesukaran sedang yaitu no. 1 dan 2; soal no. 5b memiliki tingkat kesukarannya mudah. Untuk soal kemampuan komunikasi matematis yang juga terdiri dari tiga soal, terdapat satu soal yang memiliki tingkat kesukaran yang sedang yaitu soal no.5a; dua soal memiliki tingkat kesukaran sukar yaitu no.3 dan 4. Tabel tersebut menunjukkan bahwa soal memiliki tingkat kesukaran yang beragam.

3.7Analisis Data

Data hasil pre-test, post-test, dan N-gain siswa diolah dengan bantuan program Microsoft Excel dan software SPSS Versi 17.0 for Windows.

(40)

1) Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan pedoman penskoran yang digunakan.

2) Membuat tabel skor pre-test dan post-test siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3) Menentukan skor peningkatan kemampuan berpikir logis matematis dengan rumus N-gain ternormalisasi Hake (1999) yaitu:

Hasil perhitungan N-gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi seperti Tabel 3.10 berikut:

Tabel 3.10

Klasifikasi Gain Ternormalisasi Besarnya N-gain (g) Klasifikasi

g ≥ 0,70 Tinggi

0,30 ≤ g < 0,70 Sedang

g < 0,30 Rendah

4) Melakukan uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data skor pre-test, post-test dan N-gain kemampuan penalaran dan komunikasi matematis

menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov. Adapun rumusan hipotesisnya adalah:

H0: Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

Ha: Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

Dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka H0 ditolak

(41)

5) Menguji homogenitas varians skor N-gain kemampuan penalaran dan komunikasi matematis menggunakan uji Levene. Adapun hipotesis yang diuji adalah:

H0: Varians skor N-gain kedua kelas homogen

Ha: Varians skor N-gain kedua kelas tidak homogen

Dengan kriteria uji sebagai berikut:

Jika nilai Sig. (p-value) < α (α =0,05), maka H0 ditolak

Jika nilai Sig. (p-value) ≥α (α =0,05), maka H0 diterima.

6) Data skor pre-test dan post-test kemampuan penalaran dan komunikasi matematis diketahui tidak berdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji kesamaan rataan skor pre-test dan uji perbedaan rataan skor post-test menggunakan uji Mann-Whitney. Untuk uji perbedaan rataan skor N-gain menggunakan uji-t yaitu Independent Sample T-Test. Adapun hipotesis yang diuji adalah:

(a) Skor pre-test kemampuan penalaran matematis

H0: Tidak terdapat perbedaan skor pre-test kemampuan penalaran

matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

Ha: Terdapat perbedaan skor pre-test kemampuan penalaran matematis

(42)

(b) Skor pre-test kemampuan komunikasi matematis

H0: Tidak terdapat perbedaan skor pre-test kemampuan komunikasi

matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

Ha: Terdapat perbedaan skor pre-test kemampuan komunikasi matematis

siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

(c) Skor Post-test kemampuan penalaran matematis

H0: Tidak terdapat perbedaan skor post-test kemampuan penalaran

matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

Ha: Terdapat perbedaan skor post-test kemampuan penalaran matematis

siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

(d) Skor Post-test kemampuan komunikasi matematis

H0: Tidak terdapat perbedaan skor post-test kemampuan komunikasi

matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

Ha: Terdapat perbedaan skor post-test kemampuan komunikasi

(43)

(e) Skor N-gain kemampuan penalaran matematis keseluruhan siswa

H0: Peningkatan kemampuan penalaran matematis matematis siswa yang

mendapat pembelajaran accelerated learning sama dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

Ha: Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat

pembelajaran accelerated learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

(f) Skor N-gain kemampuan komunikasi matematis keseluruhan siswa H0: Peningkatan kemampuan komunikasi matematis matematis siswa

yang mendapat pembelajaran accelerated learning sama dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

Ha: Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang

mendapat pembelajaran accelerated learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

7) Melakukan uji perbedaan rataan skor N-gain kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning dan pembelajaran konvensional berdasarkan kategori KAM. Uji

statistik yang digunakan adalah uji Mann-Whitney. Adapun rumusan hipotesisnya yaitu:

1) Skor N-gain kemampuan penalaran matematis berdasarkan KAM

H0: Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat

(44)

Ha: Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat

pembelajaran accelerated learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional, ditinjau berdasarkan KAM. 2) Skor N-gain kemampuan komunikasi matematis

H0: Peningkatan kemampuan komunikasi matematis matematis siswa

yang mendapat pembelajaran accelerated learning sama dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional, ditinjau berdasarkan KAM.

Ha: Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang

(45)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data penelitian dan hasil analisis data diperoleh beberapa kesimpulan terkait dengan hipotesis-hipotesis penelitian, antara lain:

1. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning secara signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa. 2. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa pada kategori KAM

tinggi yang mendapat pembelajaran accelerated learning secara signifikan tidak lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. 3. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa pada kategori KAM

sedang yang mendapat pembelajaran accelerated learning secara signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

4. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa pada kategori KAM rendah yang mendapat pembelajaran accelerated learning secara signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

(46)

6. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa pada kategori KAM tinggi yang mendapat pembelajaran accelerated learning secara signifikan tidak lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. 7. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa pada kategori KAM

sedang yang mendapat pembelajaran accelerated learning secara signifikan lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

8. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa pada kategori KAM rendah yang mendapat pembelajaran accelerated learning secara signifikan tidak lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

5.2 Implikasi

Mengacu pada hasil-hasil penelitian sebagaimana yang diungkapkan di atas, maka implikasi dari hasil-hasil tersebut diuraikan sebagai berikut.

1. Pembelajaran accelerated learning dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran di jenjang SMP dalam upaya mengembangkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis.

2. Penerapan pembelajaran accelerated learning direspon dengan baik oleh guru dan siswa, sehingga pembelajaran ini dapat dijadikan sebagai salah satu upaya dalam mereformasi pengelolaan pembelajaran yang lebih berkualitas.

(47)

5.3 Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka rekomendasi penelitian yang disampaikan, antara lain:

1. Pembelajaran accelerated learning hendaknya dijadikan sebagai alternatif pembelajaran di jenjang SMP dalam upaya mengembangkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis.

2. Diharapkan kepada peneliti lainnya agar bisa menggunakan populasi yang lebih luas dengan sampel lebih banyak, dengan tujuan memperkecil kesalahan dan mendapatkan hasil yang lebih akurat.

3. Bagi guru yang akan menerapkan pembelajaran accelerated learning agar memperhatikan aspek pengetahuan prasyarat yang dimiliki siswa. Guru hendaknya memberikan remediasi kepada siswa dengan kemampuan rendah agar dapat terlibat secara aktif dalam diskusi.

4. Dalam upaya implementasi pembelajaran accelerated learning di sekolah menengah pertama, direkomendasikan kepada para pengambil kebijakan pendidikan untuk mengadakan perubahan-perubahan terhadap paradigma pembelajaran matematika yang selama ini kurang sesuai dengan kaidah-kaidah pembelajaran accelerated learning. Misalnya, tentang pandangan terhadap matematika, siswa dan guru. Dalam pandangan pembelajaran accelerated learning , matematika tidak dipandang sebagai suatu ilmu/ bidang

(48)

Amalia. (2012). Pengaruh Accelerated Learning Cycle terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa SMP. Tesis. Bandung: SPs UPI.

Arikunto. (1999). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. . (2002). Prosedur Penelitian; suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka

Cipta.

Asmida. (2010). Meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa SMP melalui pendekatan realistik. Tesis. Bandung: SPs UPI.

Azmi. (2008). Accelerated Learning dan Implementasinya Di Indonesia. Tersedia: http://index.php.htm [24 Maret 2011]

Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang). (2011). Laporan Hasil TIMSS 2007. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

. (2011). Laporan Hasil PISA 2009. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Chamberlin, S. A., Moon, S. M. (2005). Model-Eliciting Activities as a Tool to Develop and Identify Creatively Gifted Mathematicians. Journal of Secondary Gifted Education, Vol. XVII, No. I (pp. 37-47). Tersedia: http:// www. eric. ed. gov/ ERICWebPortal/ custom/ portlets/ recordDetails/detailmini.jsp?_nfpb=true&_&ERICExtSearch_SearchValue _0=EJ746044&ERICExtSearch_SearchType_0=no&accno=EJ746044 Dahar, R.W. (1989). Teori – Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Pemahaman Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Open-Ended. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Darhim. (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual terhadap Hasil belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar. Disertasi UPI. Bandung : Tidak diterbitkan.

(49)

Pelajaran Matematika SMP/MTs. Jakarta: Dirjen Manajemen Dikdasmen Departemen Pendidikan Nasional.

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. (2003). Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama. Pedoman Khusus “Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Pertama Mata Pelajaran

Matematika”. Jakarta: Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdiknas.

Diani. (2010). Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi dengan Pendekatan Creative Problem Solving melalui media GeoGebra. Tesis. Bandung: SPs UPI.

Hackett, G. dan Betz, N. E. (1989). An Exploration of The Mathematics Self-Efficacy/Mathematics Performance Correspondence. Journal for Research in Mathematics Education, 20. [Online]. Tersedia: http:// www. eric.ed. gov/ ERICWebPortal/ custom/ portlets/ recordDetails/ detailmini.jsp? _nfpb=true&_&ERICExtSearch_SearchValue_0=EJ394221&ERICExtSea rch_SearchType_0=no&accno=EJ394221

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/ Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/Analyzingchange-Gain.pdf.

Hidayat. (2004). Diktat Kuliah Teori Pembelajaran Matematika. Semarang: FMIPA UNNES.

Hutagalung. (2009). Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siwa SMA melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Tesis. Bandung: SPs UPI.

Hutajulu. (2010). Peningkatan kemampuan pemahaman dan penalaran matematik siswa sekolah menengah atas melalui model pembelajaran inkuiriterbimbing. Tesis. Bandung: SPs UPI.

Jacob, C. (2003). Pemecahan Masalah, Penalaran Logis, Berpikir Kritis & Pengkomunikasian. Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak Diterbitkan.

Meida. (2011). Implementasi metode Accelerated Learning Cycle dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa SMA. Skripsi. Bandung: FPMIPA UPI.

Meier, D. (2002). The Accelerated Learning. Bandung: Kaifa.

(50)

http://users.monash.edu.au/~hwatt/articles/Nagy_etal_JRA2010.pdf

NCTM. (1989). Principles and Standards for School Mathematics. Reston: NCTM.

Oktavien. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Tesis Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia.

Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri Di Kota Bandung. Disertasi pada PPs UPI. Bandung: tidak dipublikasikan.

Ruseffendi, H.E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksata Lainnya. Bandung: Tarsito.

. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandng: Tarsito.

Sanjaya, W. (2006). Pembelajaran dalam Iplementasi Kurikulum Barbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Sata, R. (2011). Accelerated Learning (Pembelajaran Percepatan). Tersedia: http:// accelerated-learning-pembelajaran.html. [4 Mei 2012]

Shell, D. F., Colvin, C., dan Bruning, R. H. (1995). Self-efficacy, Attributions, and Outcome Expectancy Mechanisms in Reading and Writing Achievement: Grade-Level and Achievement-Level Differences. Journal of educational psychology, 87. [online]. Tersedia: http:// www. des. emory. edu/ mfp/ effchapter.html

Silitonga. (2010). Penerapan Metode Accelerated Learning dalam Pembelajaran Matematika terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Skripsi. Bandung: FPMIPA UPI.

(51)

Suhendar. (2007). Meningkatkan kemampuan komunikasi dan koneksi matematik siswa SMP yang berkemampuan rendah melalui pendekatan kontekstual dengan pemberian tugas tambahan. Tesis. Bandung: SPs UPI.

Suherman, E. dan Sukjaya, K.Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematik. Bandung: Wijaya Kusumah 157.

Suherman, E. dan Winataputra, U. (1994). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer”. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Suherman, E. (2004). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA. Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta

Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi PPs UPI: Tidak diterbitkan.

Suhito. (1990). Strategi Pembelajaran Matematik. Semarang: FPMIPA IKIP Semarang.

Sumarmo, U. (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah Pada Seminar Nasional FPMIPA UPI. Bandung: tidak dipublikasikan.

. (2004). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Pertemuan MGMP Matematika SMPN I Tasikmalaya. [12 Februari 2005].

Suryadi, D. (2008). Metapedadidaktik dalam Pembelajaran Matematika: suatu Strategi Pengembangan Menuju Guru Matematika Profesional. Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Matematika pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: tidak dipublikasikan.

Suyitno, A., Pandoyo, Hidayah, I., Suhito, Suparyan. (2000). Dasar-Dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: Pendidikan Matematika FMIPA UNNES.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (berparadigma Eksploratif dan Investigasi). Jakarta: Leuser Cita Pustaka. . (2012). Teachers’ Perception Toward Mathematics Teaching

(52)

97-120. [Online]. Tersedia:http://educationforatoz.org. [11 Oktober 2012].

Gambar

Tabel
Tabel 1.1 Proporsi Skor Sub-sub Komponen Proses yang Diuji dalam Studi PISA
Tabel 3.1 Banyaknya Siswa Berdasarkan Kategori KAM
gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan (Menulis).
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

PENGALIHAN HAK ATAS PEMILIKAN RUMAH TEMPAT TINGGAL ATAU HUNIAN OLEH ORANG ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA.. DAFTAR HARGA MINIMAL PEMBELIAN RUMAH TUNGGAL ATAU SATUAN

Pembabatan hutan di Indonesia berdasarkan situs kompasiana yang diakses 20 April 2015, setiap tahun sekitar 1.3 juta hektare hutan mengalami kerusakan(FAO, 2012),

Sehingga dengan jumlah hasil panen yang tinggi serta kualitas buah yang bagus, maka dapat diperoleh keuntungan.Namun, ada beberapa hal yang sangat berpengaruh terhadap produksi

Teknologi Komunikasi adalah segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya.. Berbasis

dan Politik Dalam Negeri di Pemerintah Kota Semarang pada tahun 2015,.. dilaksanakan melalui program penunjang dan program pelaksanaan urusan. Program pelayanan

antara lain tentang teori nilai dan harga, kegiatan produksi untuk.. memenuhi kebutuhan adalah bersifat alamiah, teori uang

Compare the effect of instructional strategy (problem-based learning versus supervised study) with regard to secondary agriculture students’ critical thinking ability and content