• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN PROFESIONALISME GURU Hubungan Antara Motivasi Kerja Dengan Profesionalisme Guru.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN PROFESIONALISME GURU Hubungan Antara Motivasi Kerja Dengan Profesionalisme Guru."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN PROFESIONALISME GURU

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana

(S-1) Psikologi

Oleh :

IKA FITRI RAHMAWATI F 100 080 192

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

▸ Baca selengkapnya: unit kerja guru adalah

(2)

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN PROFESIONALISME GURU

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana

(S-1) Psikologi

Oleh :

IKA FITRI RAHMAWATI F 100 080 192

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(3)

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN PROFESIONALISME GURU

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Oleh :

IKA FITRI RAHMAWATI

F 100 080 192

FAKULTAS PSIKOLOGI

(4)
(5)
(6)

1

ABSTRAKSI

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN PROFESIONALISME GURU

Ika Fitri Rahmawati Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

rahma_psikologi@yahoo.co.id

Berdasarkan amanat Undang-undang Guru dan Dosen (UUGD) dan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa guru adalah sebuah pekerjaan profesional, maka usaha untuk menjadikan guru sebagai suatu pekerjaan profesional semakin intensif dilakukan. Langkah awal yang telah dibuat adalah melakukan sertifikasi kepada guru-guru dalam jabatan sebagai suatu bentuk pengakuan terhadap status profesionalisme mereka. Melalui program sertifikasi diharapkan guru dapat meningkatkan mutu profesionalismenya melalui peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran, serta peningkatan kinerja dan mutu pendidikan secara nasional. Namun demikian, keluhan tentang sertifikasi guru sudah mulai bermunculan. Secara nasional tidak terlihat peningkatan yang berarti dalam hasil belajar dan mutu pendidikan secara umum. Indikator sederhana dapat dilihat dari perolehan hasil belajar secara nasional lewat UN (Payong, 2011).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara motivasi kerja dengan profesionalisme guru. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu ada hubungan positif antara motivasi kerja dengan profesionalisme guru. Sampel untuk try out sebanyak 73 guru dan untuk penelitian sebanyak 72 guru. Peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dan teknik pengampilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling. Sampel yang digunakan adalah guru yang bersertifikasi. Alat ukur yang digunakan adalah skala motivasi kerja dan skala profesionalisme guru. Analisis data yang digunakan adalah product moment dan perhitungan menggunakan SPSS 15.0 for windows. Dari hasil analisis data diketahui ada hubungan positif yang sangat signifikan antara motivasi kerja dengan profesionalisme guru. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan positif antara motivasi kerja dengan profesionalisme guru.

(7)

2

PENDAHULUAN

Mutu guru di Indonesia dapat dilihat dari kualifikasi dan juga kompetensi yang dimilikinya. Data terakhir menunjukkan bahwa kualifikasi guru di Indonesia sebagian besar masih berada dibawah kualifikasi S1/DIV. Menurut data dari dari Direktorat Profesi Pendidikan Dijten PMPTK 2009, guru Indonesia yang belum memiliki kualifikasi akademik minimal S1/DIV masih cukup besar yakni 1.496.721 guru atau sekitar 57,4% dari total guru diseluruh jenjang. tingkat penguasaan materi atau bahan ajar pada guru juga masih rendah. Hasil tes terhadap calon guru PNS yang dibuat oleh Puspendik Balitbang Depdiknas 2004 menunjukkan kenyataan yang kurang menggembirakan, dimana tingkat kemampuan umum dan kemampuan

penguasaan bidang studi pada sebagian besar guru masih rendah (Payong. 2011).

Adapun dari sebaran jenjang pendidikan guru di jajaran Dinas Dikpora Boyolali terdapat 7.475 atau sekitar 55% guru dari semua jenjang yang belum memenuhi kualifikasi minimal S1/D4 dan 45% lainnya telah memenuhi kualifikasi S1/D4 atau lebih. Presentase guru yang belum memenuhi kualifikasi S1/D4 untuk setiap jenjang berturut-turut adalah 90% atau 1.018 guru untuk TK/RA, 79% atau 5.371 guru untuk SD/MI, 27% atau 879 guru untuk SMP/MTs dan 9% atau 207 guru

untuk SMA/MA/SMK

(8)

3

guru adalah sebuah pekerjaan profesional, maka usaha untuk menjadikan guru sebagai suatu pekerjaan profesional semakin intensif dilakukan. Langkah awal yang telah dibuat adalah melakukan sertifikasi kepada guru-guru dalam jabatan sebagai suatu bentuk pengakuan terhadap status profesionalisme mereka. Langkah itu telah dimulai sejak tahun 2006 dan diperkirakan akan selesai pada tahun 2015. Sedangkan sertifikasi guru selanjutnya akan dilakukan bagi guru pra jabatan yang diintegrasikan melalui program Pendidikan Profesi Guru (PPG) setelah selesai pendidikan S1sampai dengan tahun 2009, jumlah guru dalam jabatan yang telah disertifikasi sebanyak 553.763 orang. Melalui program sertifikasi diharapkan guru dapat meningkatkan mutu

profesionalismenya melalui peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran, serta peningkatan kinerja dan mutu pendidikan secara nasional. Namun demikian, keluhan tentang sertifikasi guru sudah mulai bermunculan. Secara nasional tidak terlihat peningkatan yang berarti dalam hasil belajar dan mutu pendidikan secara umum. Indikator sederhana dapat dilihat dari perolehan hasil belajar secara nasional lewat UN (Payong, 2011).

(9)

4

di Boyolali sebanyak 56 orang siswa yang tidak lulus berasal dari SMPN sebanyak 14 siswa, SMP swasta 14 siswa, SMP Terbuka sebanyak 11 siswa, MTs N sebanyak 16 siswa dan MTs swasta sebanyak 1 siswa (www.disdikpporaboyolali.com).

Faktor yang meyebabkan rendahnya profesionalisme guru antara lain disebabkan oleh: (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh sebagian guru yang bekerja diluar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga tidak memiliki kesempatan untuk meningkatkan diri, baik membaca, menulis, apalagi membuka internet; (2) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta yang mencetak guru asal jadi, atau setengah jadi, tanpa

memperhitungkan outputnya kelak dilapangan, sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesinya; (3) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi (Sagala, 2009).

Dengan adanya

(10)

5

kemampuan membelajarkan siswa, dimulai dari menganalisis, merencanakan atau merancang, mengembangkan,

mengimplementasikan, dan menilai pembelajaran yang berbasis pada penerapan teknologi pendidikan. Profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya itu (Danim, 2010).

Profesionalisme berasal dari kata bahasa inggris profesionalism yang secara leksikal berarti sifat profesional. Orang yang profesional memiliki sikap-sikap yang berbeda dengan orang yang tidak profesional meskipun dalam pekerjaan yanng

(11)

6

Guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan pemimpin yang dapat menciptakan iklim belajarmenarik, aman, nyaman dan kondusif dikelas, keberadaannya ditengah-tengah siswa dapat mencairkan suasana kebekuan, kekakuan, dan kejenuhan belajar yang terasa berat diterima oleh para siswa (Yamin, 2006).

Motivasi kerja adalah dorongan yang muncul pada diri individu untuk secara sadar melakukan pekerjaan yang dihadapi (Danim,2004). Sedangkan menurut As’ad (2002)

motivasi kerja merupakan tingkah laku seseorang yang biasanya didorong oleh keinginan atau kebutuhan yang harus diambil, diawali dan diarahkan untuk melaksanakan tugas dalam

pencapaian hasil kerja yang diharapkan.

Menurut Yamin (2006) orang akan termotivasi bila percaya bahwa: (1) suatu perilaku tertentu akan menghasilkan hasil tertentu, (2) hasil tersebut mempunyai nilai positif baginya, (3) hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan seseorang.

(12)

7

selalu menjunjung tinggi semangat pengabdian tanpa pamrih. Mengedepankan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi dan mengutamakan pelayanan prima kepada siswa atau pihak-pihak lain yang membutuhkan. Dorongan kerja tercermin dalam kedisiplinan dan ketaatannya dalam bekerja, keberanian mengambil tanggung jawab dan kesediaan melakukan inovasi-inovasi yang bermanfaat bagi perkembangan siswa maupun bagi peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan (Payong, 2011).

kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi menyebabkan

rendahnya profesionalisme guru (Sagala, 2009)

Dari uraian diatas, maka

permasalahan yang akan diteliti adalah

“Apakah ada hubungan motivasi kerja

dengan profesionalisme guru?”.

Berdasarkan permasalahan di atas,

maka peneliti tertarik untuk

mengadakan penelitian dengan judul

skripsi sebagai berikut, “Hubungan

Antara motivasi kerja dengan

profesionalisme guru”

METODOLOGI PENELITIAN

(13)

8

sampling. Data penelitian ini diperoleh melalui metode skala psikologi. Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui huubungan antara motivasi kerja dengan profesionalisme guru adalah teknik analisis korelasi product moment dari pearson.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan ada korelasi positif yang sangat signifikan antara motivasi kerja dengan profesionalisme guru yang ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0, 789 dengan nilai sign. 0,000 (p ฀ 0,01). Hal ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan penulis, yaitu ada hubungan positif yang sangat signifikkan antara motivasi kerja dengan profesionalisme guru.

Semakin tinggi motivasi kerja yang dimiliki individu maka semakin tinggi pula profesionalisme guru. Sebaliknya, semakin rendah motivasi kerja individu maka semakin rendah pula profesionalisme gurunya.

(14)

9

Mengedepankan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi dan mengutamakan pelayanan prima kepada siswa atau pihak-pihak lain yang membutuhkan. Dorongan kerja tercermin dalam kedisiplinan dan ketaatannya dalam bekerja, keberanian mengambil tanggung jawab dan kesediaan melakukan inovasi-inovasi yang bermanfaat bagi perkembangan siswa maupun bagi peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan.

Masalah motivasi sangat besar pengaruhnya terhadap hasil yang akan dicapai dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Tinggi rendahnya suatu motivasi sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan kerja dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang menimbulkan gairah semangat

kerja. Motivasi kerja yang dimaksud adalah sebagai suatu kekuatan psikologis yang mendorong individu untuk bersikap dalam menentukan tingkah lakunya yang berusaha secara aktif melaksanakan dan meningkatkan profesionalisme kerjanya.

Hal tersebut juga didukung dari hasil analisis data diketahui Sumbangan Efektif (SE) variabel motivasi kerja dengan profesionalisme guru sebesar 62,25% yang ditunjukkan oleh koefisien determinan (r2) = 0,6225. Berarti masih tterdapat 37,75% yang mempengaruhi profesionalisme guru selain motivasi kerja seperti; komitmen, upah, ketrampilan, dan etos kerja.

(15)

10

Rerata Empirik (RE) sebesar 170, 72 dengan Rerata Hipotetik (RH) sebesar 127,5 termasuk kategori tinggi. sedangkan pada variabel profesionalisme guru mempunyai Rerata Empirik (RE) sebesar 98,53 dengan Rerata Hipotetik (RH) sebesar 72,5 termasuk pada kategori sangat tinggi. hal ini menunjukkan bahwa guru memiliki motivasi kerja yang tinggi sehingga guru mampu menunjukkan profesionalisme gurunya yang ditampilakan dalam perbuatan, seperti kemampuannya dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kurikulum yang berlaku disekolah sehingga memperoleh hasil kerja yang maksimal.

Kelemahan pada penelitian ini dapat dilihat pada segi alat pengumpulan data yang digunakan

hanya menggunakan skala sehingga belum mampu mengungkap aspek-aspek profesionalisme guru dan motivasi kerja yang tidak nampak secara mendalam dan hanya dapat menggambarkan kondisi subjek di Kecamatan Simo.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

(16)

11

kerja maka semakin rendah pula profesionalisme guru.

2. Sumbangan Efektif (SE) pada variabel motivasi kerja terhadap profesionalisme guru sebesar 62,25% yang ditunjukkan koefisien determinan r2 = 0,6225. Berarti masih terdapat 37,75% yang mempengaruhi profesionalisme guru selain variabel motivasi kerja seperti komitmen, upah, ketrampilan, dan etos kerja.

3. Pada variabel motivasi kerja guru yang terdiri dari 72 responden, distribusi tingkat motivasi kerja menunjukkan bahwa distribusi paling tinggi berada pada kategori tinggi berjumlah 39 responden dengan prosentase 54,17%.

4. Pada variabel profesionalisme guru distribusi yang paling tinggi berada pada kategori sangat tinggi

berjumlah 39 responden dengan prosentase 54,17%.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta

Ariningtyas, Tipuk. 2011. Hubungan Antara Kemampuan Berempati Dan Sikap Terhadap Karateristik Pekerjaan Dengan Motivasi Kerja Perawat Dirumah Sakit Umumdaerah Sukoharjo. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta As’ad, Muhammad. 2002. Psikologi

industri. Yogyakarta: Liberty Astutiningsih, Vida. 2011. Hubungan

Antara Etos Kerja Dengan Profesional Guru SMA. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Azwar, Saifudin.1999. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

--- 2000. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

(17)

12

Dikpora. 2010. Rencana strategis dinas pendidikan pemuda dan olahraga kabupaten boyolali revisi tahun 2010 indikatif 2011-2015. laporan. www.disdikporaboyolali.com Hadi, Sutrisno. 2004. Metodologi

research jilid 2. Yogyakarta: Andi Offset

Hamalik, Oemar. 1993. Psikologi Manajemen: Penuntun Bagi Pemimpin. Bandung: Trigenda Karya

Hastutik, Tri. 2011. Perbedaan Persepsi Terhadap Profesionalisme Mengajar Pada Guru SMA Negeri 1 Sragen Dan Guru Muhammadiyah 1 Sragen. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Mulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi, Dan Implementasi.

Bandung: PT Remaja Roosda Karya

---2007. Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT Rosda Karya

Uno, Hamzah. 2007. Teori Motivasi Dan Pengukurannya: Analisis Dibidang Pendidikan. Jakarta: Bumi aksara

Payong, Marselus R. 2011. Sertifikasi Profesi

Guru:Konsep Dasar,

Problematika, Dan

Implementasinya. Jakarta: PT Indeks

Sagala, Saiful. 2009. Kemampuan Profesional Guru Dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berdasarkan hal ini maka menurut analisa peneliti terhadap penelitian ini adalah ditemukan bahwa terdapat hubungan antara subtipe molekuler dengan

berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik”. Sedangkan menurut para ulama madzhab, mereka yang berada

Oleh karena itu, dirancang sebuah instrumentasi elektrokardiograf i dengan capacitive contact electrode dengan harapan hasil dari penelitian ini dapat menjadi

sunnah adalah seperti witir, shalat idul fitri, shalat idul adha, shalat khusuf, dan shalat istisqa.  Shalat nafilah : selain

Pertanyaan yang sama juga ditanyakan kepada guru D selaku guru bidang studi Al-qur’an Hadis dalam menanamkan sikap amanah terhadap peserta didik berkenaan dengan

host acara juga dapat membangun komunikasi yang baik dengan

Mata kuliah ini membahas berbagai macam pengukuran,yaitu: pengukuran poligon sebagai kerangka peta, pengukuran detail situasi sebagai isi peta, perhitungan dan