• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta."

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

ix

INTISARI

Pengobatan mandiri adalah upaya yang dilakukan untuk mengobati diri sendiri menggunakan obat (obat bebas dan obat bebas terbatas), obat tradisional atau cara lain tanpa bantuan tenaga kesehatan. Pengetahuan dan tingkat ekonomi berpengaruh dalam perilaku pengobatan mandiri yang dilakukan oleh masyarakat dan usaha mewujudkan status kesehatan yang lebih baik.

Penelitian ini termasuk penelitian analitik korelasional, teknik pengambilan sampel simple random sampling, dan proses penetapan sampling frame dengan teknik

purposive. Langkah-langkah penelitian meliputi studi pustaka, pembuatan kuesioner, penyebaran kuesioner, tabulasi data, dan analisis data dengan teknik korelasi Pearson Product Moment (signifikansi 95%).

Hasil penelitian: responden pria (63,27%), usia 41-50 tahun (30,61%), pendidikan terakhir SMA (42,86%), pekerjaan petani atau buruh (43,88%), frekuensi batuk dalam 1 bulan adalah 0-1 kali (44,90%), langkah dengan mengobati sendiri dan bila tidak berhasil kemudian ke dokter (64,29%), alasan karena tersedianya macam dan jumlah obat tradisional dan obat tanpa resep (40,26%), cara dengan obat tradisional dan obat tanpa resep (59,74%). Koefisien korelasi antara pengetahuan dengan tindakan pengobatan mandiri pada taraf kepercayaan 95% dengan menggunakan obat batuk tradisional dan obat batuk tanpa resep adalah 0,373 (signifikansi 0,011), tingkat hubungan rendah; menggunakan obat batuk tradisional sebesar 0,732 (signifikansi 0,000), tingkat hubungan kuat; dan menggunakan obat batuk tanpa resep sebesar 0,948 (signifikansi 0,004), dengan tingkat hubungan sangat kuat. Koefisien korelasi antara tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada taraf kepercayaan 95% dengan menggunakan obat batuk tradisional dan obat batuk tanpa resep sebesar -0,145 (signifikansi 0,336), tidak terdapat hubungan; menggunakan obat batuk tradisional sebesar 0,097 (signifikansi 0,645), tingkat hubungan sangat rendah; dan menggunakan obat batuk tanpa resep sebesar 0,157, (signifikansi 0,766) dan tingkat hubungan sangat rendah.

(2)

x

ABSTRACT

Self medication is efforts to self medicate using drugs (over the counter drugs), traditional drugs or another methods without medical suggestions. Knowledge and level economic influence in self medication behaviour of people and effort to create more better health status.

This research was includes analitical correlate study, the respondent selected using simple random sampling, and the process of determining sampling frame using purposive technique.The process of research includes study of literatures, make questionnaire, distribute the questionnaires, tabulation and analize data using Pearson Product Moment technique corellation (at significancy 95%).

The result of the research includes: respondent of male (63,27%), 41-50 years old (30,61%), Senior High School graduated (42,86%), farmer or laborer (43,88%), frequency attacked cough is 0-1 times at 1 month (44,90%), self medication and then go to the doctor if not success is an effort to treat cough (64,29%), the reason because the available of traditional drugs and over the counter drugs (59,74%). Coefficient of correlation between knowledge and action of self medication at significancy 95% using traditional drugs and over the counter drugs having value 0,373 (significancy 0,011), with less correlation; using traditional drugs having value 0,732 (significancy 0,000), with strong correlation; and using over the counter drugs having value 0,948 (significancy 0,004), with very strong correlation. Coefficient of correlation between level economic and action of self medication at significancy 95% using traditional drugs and over the counter drugs having value -0,145 (significancy 0,336), with none correlation; using traditional drugs having value 0,097 (significancy 0,645), with very less correlation; and using over the counter drugs having value 0,157 (significancy 0,766), with very less correlation.

(3)

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN TINGKAT EKONOMI

DENGAN TINDAKAN PENGOBATAN MANDIRI PADA

PENYAKIT BATUK DI DESA ARGOMULYO

KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN

PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Veronika Yuli Kurniasari NIM : 028114049

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

“Ta pi….in ila h pe t u a la n ga n ,

Ak u m e la n gk a h k e da la m r u a n g k e t ida k - t a h u a n ...

…. Ku sa da r i se pe n u h n y a , a da ba h a y a dise k it a r k u ....

... Ku a k u i le bih m e r u pa k a n ba y a n ga n k e t im ba n g

k e n y a t a a n , da n

se bu a h k e in gin a n a t a s k e le n ga n ga n lia r

di bu k it - bu k it se k it a r k u ”....

( Ch r is Be n in gt on )

Karya ini Kupersembahkan untuk :

(7)

v

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih, karunia dan anugerah yang senantiasa diberikan kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi dengan Tindakan Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk di Desa

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan (S.Farm) Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, arahan dan motivasi selama penyusunan skripsi ini kepada :

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Sulasmono, Apt., selaku dosen pembimbing skripsi atas segala bimbingan, ilmu, nasehat dan masukan yang berharga selama penyusunan skripsi ini.

(8)

vi

4. Bapak Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen penguji atas masukan dan saran yang berharga.

5. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt., selaku dosen penguji atas masukan dan saran yang berharga.

6. Bapak Agung Santoso, S.Psi., atas kesempatan untuk berdiskusi dan masukan-masukannya.

7. Ibu dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes., selaku dosen pembimbing akademik atas segala bimbingan, arahan, nasehat, dan dorongan selama penulis menempuh studi.

8. Segenap dosen, karyawan, dan staf laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas bimbingan, arahan, dan bantuan selama penulis menempuh studi.

9. Warga Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta atas bantuan selama penyusunan skripsi, nilai hidup, dan kesederhaan yang sudah ditularkan.

10.BAPPEDA Sleman dan semua aparatur pemerintahan Desa Argomulyo dan Kecamatan Cangkringan yang telah memberikan ijin dan kesempatan dalam penyusunan skripsi ini.

(9)

vii

12.Teman-teman Kehutanan Universitas Gadjah Mada, sebagai tempat sharing, berbagi ilmu, idealism, dan comitment yang sangat berharga.

13.Teman-teman kost Megatruh 4A atas obroran-obrolan, bantuan, nyanyian, tangisan, celotehan dan motivasinya.

14.Semua yang pernah datang dan pergi dalam kehidupan penulis, Ceporan Community, GKM community (benih rimbawan), sahabat-sahabat sealiran saat mendaki puncak-puncak, menyeruak pedalaman, dan aroma pegunungan. ...Terima kasih telah membuat penulis mengalami banyak rasa yang tidak tergantikan.

15.Seluruh pihak yang telah telah memberikan bantuan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Skripsi ini barulah sebagian dari usaha untuk menghimpun pengetahuan dalam bidang Farmasi, karena itu penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Saran dan masukan yang membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan dalam penulisan selanjutnya. Akhir kata, semoga penulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, 12 September 2007

(10)

viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 30 Oktober 2007 Penulis

(11)

ix

INTISARI

Pengobatan mandiri adalah upaya yang dilakukan untuk mengobati diri sendiri menggunakan obat (obat bebas dan obat bebas terbatas), obat tradisional atau cara lain tanpa bantuan tenaga kesehatan. Pengetahuan dan tingkat ekonomi berpengaruh dalam perilaku pengobatan mandiri yang dilakukan oleh masyarakat dan usaha mewujudkan status kesehatan yang lebih baik.

Penelitian ini termasuk penelitian analitik korelasional, teknik pengambilan sampel simple random sampling, dan proses penetapan sampling frame dengan teknik

purposive. Langkah-langkah penelitian meliputi studi pustaka, pembuatan kuesioner, penyebaran kuesioner, tabulasi data, dan analisis data dengan teknik korelasi Pearson Product Moment (signifikansi 95%).

Hasil penelitian: responden pria (63,27%), usia 41-50 tahun (30,61%), pendidikan terakhir SMA (42,86%), pekerjaan petani atau buruh (43,88%), frekuensi batuk dalam 1 bulan adalah 0-1 kali (44,90%), langkah dengan mengobati sendiri dan bila tidak berhasil kemudian ke dokter (64,29%), alasan karena tersedianya macam dan jumlah obat tradisional dan obat tanpa resep (40,26%), cara dengan obat tradisional dan obat tanpa resep (59,74%). Koefisien korelasi antara pengetahuan dengan tindakan pengobatan mandiri pada taraf kepercayaan 95% dengan menggunakan obat batuk tradisional dan obat batuk tanpa resep adalah 0,373 (signifikansi 0,011), tingkat hubungan rendah; menggunakan obat batuk tradisional sebesar 0,732 (signifikansi 0,000), tingkat hubungan kuat; dan menggunakan obat batuk tanpa resep sebesar 0,948 (signifikansi 0,004), dengan tingkat hubungan sangat kuat. Koefisien korelasi antara tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada taraf kepercayaan 95% dengan menggunakan obat batuk tradisional dan obat batuk tanpa resep sebesar -0,145 (signifikansi 0,336), tidak terdapat hubungan; menggunakan obat batuk tradisional sebesar 0,097 (signifikansi 0,645), tingkat hubungan sangat rendah; dan menggunakan obat batuk tanpa resep sebesar 0,157, (signifikansi 0,766) dan tingkat hubungan sangat rendah.

(12)

x

ABSTRACT

Self medication is efforts to self medicate using drugs (over the counter drugs), traditional drugs or another methods without medical suggestions. Knowledge and level economic influence in self medication behaviour of people and effort to create more better health status.

This research was includes analitical correlate study, the respondent selected using simple random sampling, and the process of determining sampling frame using purposive technique.The process of research includes study of literatures, make questionnaire, distribute the questionnaires, tabulation and analize data using Pearson Product Moment technique corellation (at significancy 95%).

The result of the research includes: respondent of male (63,27%), 41-50 years old (30,61%), Senior High School graduated (42,86%), farmer or laborer (43,88%), frequency attacked cough is 0-1 times at 1 month (44,90%), self medication and then go to the doctor if not success is an effort to treat cough (64,29%), the reason because the available of traditional drugs and over the counter drugs (59,74%). Coefficient of correlation between knowledge and action of self medication at significancy 95% using traditional drugs and over the counter drugs having value 0,373 (significancy 0,011), with less correlation; using traditional drugs having value 0,732 (significancy 0,000), with strong correlation; and using over the counter drugs having value 0,948 (significancy 0,004), with very strong correlation. Coefficient of correlation between level economic and action of self medication at significancy 95% using traditional drugs and over the counter drugs having value -0,145 (significancy 0,336), with none correlation; using traditional drugs having value 0,097 (significancy 0,645), with very less correlation; and using over the counter drugs having value 0,157 (significancy 0,766), with very less correlation.

(13)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

INTISARI ... ix

ABSTRACT... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxvii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Keaslian Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

(14)

xii

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 11

A. Perilaku Masyarakat ... 11

1. Definisi ... 11

2. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perilaku masyarakat ... 11

3. Teori aksi Max Weber ... 16

4. Perilaku kesehatan ... 16

B. Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi ... 17

1. Pengetahuan ... 17

2. Tingkat ekonomi ... 18

C. Pengobatan Mandiri ... 20

1. Definisi ... 20

2. Faktor-faktor dalam pengobatan mandiri ... 21

3. Obat tradisional ... 22

4. Obat tanpa resep ... 26

D. Batuk ... 29

1. Definisi ... 29

2. Mekanisme ... 30

3. Etiologi ... 31

4. Penatalaksanaan ... 32

(15)

xiii

F. Hipotesis ... 39

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 40

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 40

B. Variabel Penelitian ... 41

C. Definisi Operasional ... 41

D. Subyek dan Kriteria Inklusi Penelitian ... 42

E. Populasi dan Besar Sampel ... 43

F. Teknik Pengambilan Sampel ... 44

G. Instrumen Penelitian ... 45

H. Tata Cara Pengumpulan Data ... 48

I. Tata Cara Analisis Data ... 51

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Karakteristik Responden ... 54

1. Jenis kelamin responden ... 54

2. Usia responden ... 55

3. Pendidikan terakhir responden ... 56

4. Pekerjaan responden ... 57

B. Gambaran Penyakit Batuk yang Dialami atau Ditangani, Langkah, Alasan, dan Cara Pengobatan Mandiri yang Dilakukan Responden ... 58

(16)

xiv

responden dalam 1 bulan ... 59

2. Langkah responden dalam menangani batuk ... 60

3. Alasan responden melakukan pengobatan mandiri pada penyakit batuk ... 61

4. Cara yang dipilih responden dalam pengobatan mandiri pada penyakit batuk ... 63

C. Pola Pengobatan Mandiri, Pengetahuan, Tingkat Ekonomi, Tindakan Pengobatan Mandiri, dan Korelasi antara Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi dengan Tindakan Pengobatan Mandiri pada Responden yang Menggunakan Obat Batuk Tradisional dan Obat batuk Tanpa Resep ... 64

1. Pola pengobatan mandiri ... 64

2. Pengetahuan ... 76

3. Tingkat ekonomi ... 78

4. Tindakan pengobatan mandiri ... 80

5. Korelasi antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk ... 81 D. Pola Pengobatan Mandiri, Pengetahuan, Tingkat Ekonomi,

(17)

xv

Batuk Tradisional ... 84

1. Pola pengobatan mandiri ... 84

2. Pengetahuan ... 88

3. Tingkat ekonomi ... 90

4. Tindakan pengobatan mandiri ... 91

5. Korelasi antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk ... 92

E. Pola Pengobatan Mandiri, Pengetahuan, Tingkat Ekonomi, Tindakan Pengobatan Mandiri, dan Korelasi antara Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi dengan Tindakan Pengobatan Mandiri pada Responden yang Menggunakan Obat Batuk Tanpa Resep ... 94

1. Pola pengobatan mandiri ... 94

2. Pengetahuan ... 98

3. Tingkat ekonomi ... 100

4. Tindakan pengobatan mandiri ... 101

5. Korelasi antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk ... 102

F. Rangkuman Pembahasan ... 103

1. Pengetahuan ... 104

(18)

xvi

3. Tindakan pengobatan mandiri ... 107

4. Korelasi antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk ... 110

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 113

A. Kesimpulan ... 113

B. Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 118

LAMPIRAN ... 123

(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Tanaman Berkhasiat sebagai Obat Batuk... 34

Tabel II. Jenis-jenis Obat dalam Sediaan Obat Batuk ... 37

Tabel III. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi ... 53

Tabel IV. Produk Obat Batuk Tanpa Resep dan Komponennya ... 70

Tabel V. Pengetahuan Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 77

Tabel VI. Tingkat Ekonomi Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 79

Tabel VII. Tindakan Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep pada Responden di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 80 Tabel VIII. Uji Korelasi Pearson Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi

(20)

xviii

dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep pada Responden di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan

Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 82 Tabel IX. Pengetahuan Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri

dengan Obat Batuk Tradisional di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta ... 88 Tabel X. Tingkat Ekonomi Responden yang Melakukan Pengobatan

Mandiri dengan Obat Batuk Tradisional di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta ... 90 Tabel XI. Tindakan Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk dengan

Obat Batuk Tradisional pada Responden di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta ... 91 Tabel XII. Uji Korelasi Pearson Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi

dengan Tindakan Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk dengan Obat Batuk Tradisional pada Responden di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

(21)

xix

dengan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 98 Tabel XIV. Tingkat Ekonomi Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta ... 100 Tabel XV. Tindakan Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk dengan

Obat Batuk Tanpa Resep pada Responden di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta ... 101 Tabel XVI. Uji Korelasi Pearson Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi

dengan Tindakan Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk dengan Obat Batuk Tanpa Resep pada Responden di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 102 Tabel XVII. Pengetahuan Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri

dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep, Obat Batuk Tradisional, dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

(22)

xx

Tabel XVIII.Tingkat Ekonomi Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep, Obat Batuk Tradisional, dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 106 Tabel XIX. Tindakan Pengobatan Mandiri pada Responden dengan Obat

Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep, dan Obat Batuk Tradisional di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 107 Tabel XX. Tindakan Pengobatan Mandiri pada Responden dengan Obat

Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep, dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 109 Tabel XXI. Korelasi antara Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi dengan

Tindakan Pengobatan Mandiri Penyakit Batuk pada Responden di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

(23)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Proses Pengambilan Keputusan... 14 Gambar 2. Hubungan antara Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi dengan

Tindakan Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah IstimewaYogyakarta ... ... 38 Gambar 3. Skema Kerangka Kuesioner ... 47 Gambar 4. Bagan Tata Cara Pengumpulan Data ... 51 Gambar 5. Distribusi Jenis Kelamin Responden di Desa Argomulyo

Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta ... ... 54 Gambar 6. Distribusi Usia Responden di Desa Argomulyo Kecamatan

Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta ... 55 Gambar 7. Distribusi Pendidikan Terakhir Responden di Desa Argomulyo

Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta ... 56 Gambar 8. Distribusi Pekerjaan Responden di Desa Argomulyo Kecamatan

(24)

xxii

Yogyakarta ... 57 Gambar 9. Distribusi Frekuensi Kejadian Batuk yang Dialami atau

Ditangani Responden dalam 1 Bulan di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta ... 59 Gambar 10. Distribusi Langkah Responden di Desa Argomulyo Kecamatan

Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta dalam Menangani Batuk ... 60 Gambar 11. Distribusi Alasan Responden di Desa Argomulyo Kecamatan

Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Melakukan Pengobatan Mandiri pada

Penyakit Batuk ... 62 Gambar 12. Distribusi Cara yang Dipilih dalam Pengobatan Mandiri oleh

Responden di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan

Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 63 Gambar 13. Distribusi Sumber Informasi Obat Batuk Tradisional pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

(25)

xxiii

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 66 Gambar 15. Distribusi Bahan Obat Batuk Tradisional yang Digunakan pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 67 Gambar 16. Distribusi Alasan Penggunaan Obat Batuk Tradisional pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 68 Gambar 17. Distribusi Penggunaan Produk Obat Batuk Tanpa Resep pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 69 Gambar 18. Distribusi Sumber Informasi Obat Batuk Tanpa Resep pada

(26)

xxiv

Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 73 Gambar 19. Distribusi Tempat Mendapatkan Obat Batuk Tanpa Resep pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 74 Gambar 20. Distribusi Alasan Penggunaan Obat Batuk Tanpa Resep pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 75 Gambar 21. Distribusi Sumber Informasi Obat Batuk Tradisional pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat Batuk Tradisional di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan

Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 85 Gambar 22. Distribusi Tempat Mendapatkan Obat Batuk Tradisional pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat Batuk Tradisional di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan

(27)

xxv

Gambar 23. Distribusi Bahan Obat Batuk Tradisional yang Digunakan pada Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat Batuk Tradisional di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan

Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 86 Gambar 24. Distribusi Alasan Penggunaan Obat Batuk Tradisional pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat Batuk Tradisional di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan

Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 87 Gambar 25. Distribusi Penggunaan Produk Obat Batuk Tanpa Resep pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta ... 95 Gambar 26. Distribusi Sumber Informasi Obat Batuk Tanpa Resep pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta ... 96 Gambar 27. Distribusi Tempat Mendapatkan Obat Batuk Tanpa Resep pada

(28)

xxvi

Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta ... 97 Gambar 28. Distribusi Alasan Penggunaan Obat Batuk Tanpa Resep pada

Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri dengan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta ... 97 Gambar 29. Pengetahuan Responden yang Melakukan Pengobatan Mandiri

Dengan Obat Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep, Obat Batuk Tradisional, dan Obat Batuk Tanpa Resep di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 104 Gambar 30. Tindakan Pengobatan Mandiri pada Responden dengan Obat

Batuk Tradisional dan Obat Batuk Tanpa Resep, dan Obat Batuk Tradisional di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 108 Gambar 31. Tindakan Pengobatan Mandiri pada Responden dengan Obat

(29)

xxvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 123 Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian dari BAPPEDA ... 124 Lampiran 3. Kuesioner Penelitian ... 125 Lampiran 4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 132 Lampiran 5. Tabulasi Data Hasil Penelitian ... 134 Lampiran 6. Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment untuk

Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk dengan

Menggunakan Obat Tradisional dan Obat Tanpa Resep ... 136 Lampiran 7. Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment untuk

Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk dengan

Menggunakan Obat Tradisional ... 137 Lampiran 8. Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment untuk

Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk dengan

(30)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Perilaku sakit adalah setiap kegiatan yang dilakukan orang sakit untuk menjelaskan keadaan kesehatannya dan untuk mendapatkan pengobatan yang sesuai. Kalangie (1996) menyatakan bahwa sumber pengobatan di Indonesia mencakup tiga sektor yang saling berhubungan, yaitu pengobatan rumah tangga atau pengobatan mandiri, pengobatan tradisional, dan pengobatan medis profesional. Hubungan antara sektor-sektor tersebut ditunjukkan oleh adanya sistem pelayanan kesehatan berjenjang yang sudah dilakukan oleh masyarakat, dimana pada tahap awal masyarakat akan melakukan pengobatan mandiri sebelum mendatangi tenaga medis profesional. Dalam pengobatan sakit, seseorang dapat memilih satu sampai tiga sumber pengobatan tersebut, tetapi tindakan pertama yang paling banyak dilakukan adalah pengobatan mandiri.

(31)

Lima kriteria yang dipakai untuk memilih sumber pengobatan adalah pengetahuan tentang sakit dan pengobatannya, keyakinan terhadap obat atau pengobatan, keparahan sakit, keterjangkauan biaya, dan jarak ke sumber pengobatan. Dari lima kriteria tersebut, keparahan sakit merupakan faktor yang paling berperan. Proses pengambilan keputusan untuk memilih sumber pengobatan dimulai dengan mendapatkan informasi terutama informasi yang berhubungan dengan kesehatan, kemudian memproses berbagai kemungkinan dan dampaknya, dan mengambil keputusan dari berbagai alternatif yang ada.

Pemahaman seseorang terhadap sakit dapat berbeda, sehingga mempengaruhi keputusan yang diambil. Lesu ketika bangun tidur dapat dianggap sebagai kelelahan bagi orang yang baru saja bekerja keras, gejala flu pada udara dingin, atau sakit yang bertambah parah oleh penderita penyakit kronis. Pemahaman yang berbeda terhadap sakit dapat mengakibatkan pemilihan sumber pengobatan yang berbeda. Dalam upaya penanggulangan penyakit anak balita (bawah lima tahun), umumnya penduduk di daerah pedesaan Jawa Tengah memilih pengobatan sendiri untuk sakit dengan tingkat keparahan ringan, berobat kepada paramedis atau medis pada tingkat keparahan sedang, dan berobat kepada tenaga tradisional pada tingkat keparahan berat(Kasniyah, 1997).

(32)

telah berkembang di Indonesia, jumlah masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional tetap tinggi. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2001, persentase penduduk Indonesia yang melakukan pengobatan mandiri adalah 57,7%; 31,7% menggunakan obat tradisional, dan 9,8% memilih cara pengobatan tradisional (Anonim, 2005). Hasil ini merujuk pada Survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia tentang Kesehatan Rumah Tangga tahun 1980 yang menunjukkan bahwa 63% masyarakat menggunakan obat bebas, 18% pergi ke dokter atau pukesmas, 9% masyarakat mengkonsumsi jamu untuk menanggulangi penyakitnya, 5% dengan pengobatan mandiri, dan 5% tidak melakukan apapun (Sartono, 1993a).

(33)

masalah kesehatannya secara dini. Semakin berhasil pengobatan mandiri dilakukan, maka semakin berkurang beban pusat-pusat pelayanan kesehatan yang ada baik di tingkat dasar maupun di tingkat rujukan. Dengan mengetahui maksud penggunaan obat oleh masyarakat, baik itu untuk menjaga kesehatan (preventif), mengobati penyakit (kuratif) dan rehabilitatif maka dapat pula diperkirakan usaha masyarakat dalam melakukan upaya kesehatan. (Jamal, Suhardi, Wiryowidagdo, 1999).

Konsultasi medis yang dimaksudkan dalam pengobatan mandiri adalah konsultasi dengan tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Bab I Pasal 1 No.32 tahun 1996 adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Faktor pendidikan, pekerjaan, informasi yang diperoleh, pendapatan masyarakat, informasi dari media cetak (majalah, surat kabar, dan sebagainya), media elektronik (radio dan televisi) dan dalam bentuk iklan berpengaruh dalam peningkatan pengobatan mandiri yang dilakukan oleh masyarakat. Hampir seluruh anggota masyarakat pernah melakukan pengobatan mandiri sebelum mengunjungi pukesmas atau dokter (Zahirsyah dan Lelo, 1998).

(34)

kesehatan. Pendidikan memberikan nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikiran serta menerima hal-hal yang baru dan bagaimana berfikir secara alamiah (Soekanto, 1999). Pendidikan seseorang akan meningkatkan pengalaman, mampu meningkatkan kepribadian, dan lebih terbuka dalam menerima nilai-nilai dan hal-hal yang baru, yang pada akhirnya akan memberikan kesejahteraan. Dengan pendidikan yang cukup, seseorang akan mudah mendapatkan pekerjaan yang sesuai dan memperoleh pendapatan.

Keadaan ekonomi meliputi jenis pekerjaan, penghasilan, dan jumlah tanggungan dalam keluarga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam perilaku kesehatan masyarakat. Jenis pekerjaan berpengaruh pada pola konsumsi seseorang. Keadaan ekonomi akan berpengaruh pada usaha seseorang dalam mewujudkan status kesehatan yang lebih baik. Jumlah penghasilan dalam setiap bulan berpengaruh terhadap faktor sosial ekonomi yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat perhatian seseorang terhadap masalah kesehatan. Seseorang dengan pendapatan yang lebih besar akan mempunyai kesempatan yang lebih besar dalam menggunakan fasilitas kesehatan dengan lebih baik (Rinukti, 2004).

(35)

Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman yang terletak di bagian utara Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan suatu kawasan pedesaan yang sebagian besar masyarakatnya sebagai petani. Kehidupan sederhana yang menggantungkan pada sumber daya alam erat dijumpai dalam kehidupan masyarakatnya. Letak desa Argomulyo yang relatif jauh dari pusat pelayanan kesehatan, menjadi salah satu pertimbangan bagi masyarakat desa tersebut untuk melakukan pengobatan mandiri terutama untuk mengatasi penyakit dengan gejala-gejala ringan seperti batuk.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut ini :

1. seperti apa demografi masyarakat di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

2. seperti apa gambaran penyakit batuk yang dialami atau ditangani, langkah, alasan, dan cara pengobatan mandiri pada masyarakat di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

(36)

Istimewa Yogyakarta yang melakukan pengobatan mandiri dengan menggunakan obat tradisional dan obat tanpa resep?

4. seperti apa pola pengobatan mandiri, pengetahuan, tingkat ekonomi, tindakan pengobatan mandiri, serta korelasi antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk pada masyarakat di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang melakukan pengobatan mandiri dengan menggunakan obat tradisional?

5. seperti apa pola pengobatan mandiri, pengetahuan, tingkat ekonomi, tindakan pengobatan mandiri, serta korelasi antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk pada masyarakat di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang melakukan pengobatan mandiri dengan menggunakan obat tanpa resep?

C. Keaslian Penelitian

(37)

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Semester I, V, dan Profesi dalam Mengobati Batuk oleh Nugraheni (2003), Pola Pemilihan dan Penggunaan Produk Obat Batuk pada Kalangan Pegawai Negeri di Sejumlah Kantor Kecamatan Kabupaten Klaten oleh Rachmanti (2000), dan Pola Pemilihan dan Penggunaan Produk Obat Batuk pada Kalangan Guru-guru SD Negeri di Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung (Wulandari, 2004). Penelitian ini merupakan penelitian analitik korelasional yang bertujuan melihat hubungan antar variabel. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri penyakit batuk pada masyarakat di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Memberikan gambaran sejauh mana hubungan antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk pada masyarakat di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Manfaat praktis

(38)

mandiri khususnya pada penyakit batuk sebagai upaya peningkatan pengetahuan dengan mempertimbangkan kondisi sosial maupun tingkat ekonomi masyarakat.

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk baik itu dengan menggunakan obat tradisional maupun obat tanpa resep pada masyarakat di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Tujuan khusus

Penelitian ini bertujuan khusus untuk mengetahui :

a. demografi masyarakat di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

b. gambaran penyakit batuk yang dialami atau ditangani, langkah, alasan, dan cara pengobatan mandiri pada masyarakat di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengenai penyakit batuk

(39)

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang melakukan pengobatan mandiri dengan menggunakan obat tradisional dan obat tanpa resep

d. pola pengobatan mandiri, pengetahuan, tingkat ekonomi, tindakan pengobatan mandiri, serta korelasi antara pengetahuan dan tingkat ekonomi dengan tindakan pengobatan mandiri pada penyakit batuk pada masyarakat di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang melakukan pengobatan mandiri dengan menggunakan obat tradisional

(40)

11

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Perilaku Masyarakat

1. Definisi

Perilaku masyarakat dalam pengobatan mandiri dapat disebut sebagai perilaku konsumen. Perilaku konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut (Dhammesta dan Handoko, 2000).

2. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perilaku masyarakat

Faktor-faktor dalam perilaku yang mempengaruhi individu dalam mengambil keputusan yaitu faktor internal yang berasal dari individu itu sendiri dan faktor eksternal yang berasal dari luar individu. Faktor internal terdiri dari motivasi, pengamatan, belajar, kepribadian dan konsep diri, serta sikap. Faktor eksternal terdiri atas kebudayaan, adanya perbedaan tingkat sosial, keluarga dan individu itu sendiri Dhammesta dan Handoko (2000).

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku masyarakat menurut Dhammesta dan Handoko (2000) adalah sebagai berikut.

(41)

b. Faktor kelas sosial. Masyarakat Indonesia pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam tiga kelas sosial, yaitu golongan atas, golongan menengah, dan golongan rendah. Perilaku konsumen antara kelas sosial yang satu akan sangat berbeda dengan kelas lain karena menyangkut aspek-aspek sikap yang berbeda-beda. c. Faktor kelompok sosial. Kelompok sosial adalah kesatuan sosial yang menjadi

tempat individu-individu berinteraksi satu sama lain. Ada 3 bentuk kelompok sosial yang terjadi di dalam masyarakat yaitu kelompok primer, sekunder, formal dan informal. Kelompok primer adalah keluarga, kelompok teman-teman dekat dan teman sekerja yang selalu melibatkan individu dalam berinteraksi. Kelompok sekunder adalah kelompok besar dari banyak orang dan hubungan diantara anggota tidak perlu saling mengenal secara pribadi. Kelompok formal adalah kelompok yang mempunyai peraturan-peraturan yang tegas dan dengan sengaja diciptakan untuk mengatur hubungan antar anggotanya, sedangkan kelompok informal adalah kelompok yang tidak mempunyai struktur dan organisasi tertentu. d. Faktor kelompok referensi. Kelompok referensi adalah kelompok sosial yang menjadi ukuran seseorang untuk membentuk kepribadian dan perilakunya. Kotler (1997) menjelaskan bahwa kelompok referensi adalah kelompok yang memiliki pengaruh langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang.

(42)

Faktor-faktor internal yang mempengaruhi perilaku masyarakat menurut Dhammesta dan Handoko (2000) adalah sebagai berikut.

a. Faktor motivasi. Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong individu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motivasi seseorang akan mewujudkan suatu tingkah laku yang diarahkan pada tujuan untuk mencapai sasaran kepuasan.

b. Faktor pengalaman. Pengalaman merupakan proses ketika manusia menyadari dan menginterpretasikan aspek lingkungannya. Hasil dari pengalaman individu akan membentuk suatu pandangan tertentu terhadap suatu produk yang akan menciptakan proses pengamatan dan perilaku pembelian yang berbeda-beda. c. Faktor belajar. Belajar didefinisikan sebagai perubahan-perubahan perilaku yang

terjadi sebagai hasil akibat adanya pengalaman. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara manusia yang bersifat individual dengan lingkungan khusus tertentu. Proses belajar pada suatu pembelian terjadi apabila konsumen ingin menanggapi dan memperoleh suatu kepuasan, atau sebaliknya, tidak terjadi apabila konsumen merasa dikecewakan oleh produk yang kurang baik.

(43)

Konsep pribadi konsumen berhubungan dengan citra merek suatu produk yang digunakan.

e. Faktor sikap. Sikap biasanya memberikan penilaian (menerima atau menolak) terhadap obyek atau produk yang dihadapinya. Sikap adalah evaluasi, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan yang menggantung atau tidak diuntungkan yang bertahan lama dari seseorang terhadap obyek atau gagasan tertentu (Kotler, 1997).

Pengambilan keputusan pada dasarnya adalah bentuk-bentuk pemilihan dari berbagai alternatif tindakan yang mungkin dipilih, prosesnya melalui mekanisme tertentu, dengan harapan akan menghasilkan keputusan yang terbaik. Setiap keputusan yang diambil bertumpu pada beberapa kemungkinan atau alternatif untuk dipilih dimana setiap alternatif membawa konsekuensi (Suryani dan Ramdhani, 1998).

Intelligence (penelusuran masalah)

Design(perancangan penyelesaian masalah)

Choice (pemilihan tindakan)

Implementation (pelaksanaan tindakan)

Gambar 1. Proses Pengambilan Keputusan (Suryani dan Ramdhani, 1998)

(44)

situasional merupakan yang terbaik. Keputusan merupakan sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan terhadap satu kemungkinan yang dipilih sementara yang lain dikesampingkan (Suryani dan Ramdhani, 1998).

Empat faktor yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan secara psikologis seseorang adalah sebagai berikut (Ahmadi, 1998).

a. Pengalaman pribadi. Keputusan akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional, karena dalam situasi yang demikian, penghayatan pengalaman pribadi akan lebih mendalam dan lebih lama membekas dalam ingatan.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting. Seseorang yang dianggap penting dan diharapkan persetujuannya bagi setiap tingkah laku dan pendapat, akan banyak mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan terhadap segala sesuatu. Orang yang dianggap penting bagi individu antara lain orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, dan teman kerja.

c. Pengaruh kebudayaan. Kebudayaan tanpa disadari telah menanamkan arah keputusan terhadap berbagai masalah. Hanya kepribadian individu yang telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu.

(45)

3. Teori aksi Max Weber

Max Weber pertama kali mengembangkan teori aksi atau yang dikenal sebagai teori bertindak. Max Weber berpendapat bahwa individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman, dan penafsiran atas suatu objek, stimulus dan situasi tertentu (Sarwono, 1997). Teori Max Weber dikembangkan oleh Talcott dan Parson yang menyatakan bahwa aksi merupakan respon mekanik terhadap suatu stimulus bukan perilaku, sedangkan perilaku adalah suatu proses mental yang aktif dan kreatif (Sarwono, 1997).

Tingkatan individu dipengaruhi oleh tiga sistem, yaitu sistem sosial, sistem budaya, dan sistem kepribadian dari masing-masing individu (Sarwono, 1997). Keterkaitan individu dengan sistem sosialnya melalui status dan perannya. Individu menduduki suatu tempat dalam setiap sistem sosial dan bertindak sesuai dengan norma atau aturan yang dibuat oleh sistem aturan tersebut. Perilaku individu juga ditentukan oleh sistem aturan tersebut dan kepribadiannya.

4. Perilaku kesehatan

(46)

a. perilaku pencegahan, penyembuhan penyakit bila sakit, dan pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari penyakit

b. perilaku peningkatan kesehatan yang seoptimal mungkin apabila seseorang dalam keadaan sehat

c. perilaku gizi, makanan, dan minuman agar dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan.

B. Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi

1. Pengetahuan

Dhammesta dan Handoko (2000) menyatakan bahwa pengetahuan adalah unsur-unsur yang mengisi akal dan jiwa seseorang secara sadar di dalam otak. Pengetahuan akan menimbulkan suatu gambaran, persepsi, konsep dan fantasi terhadap segala hal yang diterima dari lingkungan melalui panca indranya. Notoatmodjo (2003) mengatakan bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang dihasilkan setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, dan penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba.

(47)

perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

Belajar didefinisikan sebagai perubahan-perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil akibat adanya pengalaman. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara manusia yang pada dasarnya bersifat individual dengan lingkungan khusus tertentu (Dhammesta dan Handoko, 2000).

2. Tingkat ekonomi

Keadaan ekonomi adalah suatu kondisi kemampuan keuangan yang ada pada masyarakat, khususnya kondisi ekonomi keuangan yang dimiliki oleh sebuah keluarga. Kondisi keuangan adalah sumber-sumber yang menjadi pendapatan keluarga dan jenis pengeluarannya (Wibowo, 2004). Ada banyak faktor yang menjadi komponen dalam mempengaruhi pendapatan keluarga sehingga mengakibatkan keadaan ekonomi masyarakat berada dalam kelas-kelas yang berbeda (Gilarso, 2003).

Tingkat ekonomi keluarga atau rumah tangga sangat penting karena tingkat ekonomi dapat menunjukkan tingkat kemakmuran seseorang. Setiap keluarga harus dapat mandiri dari segi ekonomi atau keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga tersebut misalnya pangan, sandang, papan, hiburan, dan pendidikan. Dari berbagai kebutuhan ini idealnya setiap keluarga harus mempunyai penghasilan yang cukup besar sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Gilarso, 2003).

(48)

proses produksi. Sumber-sumber pendapatan atau penghasilan keluarga antara lain (Ibrahim, 1998) :

a. usaha sendiri atau wiraswasta, misalnya berdagang, beternak ataupun mengerjakan sawah

b. bekerja pada orang lain misalnya bekerja dikantor ataupun perusahaan-perusahaan sebagai karyawan pemerintah maupun swasta

c. hasil dari milik sendiri misalnya penerimaan sewa rumah dan bunga dari pinjaman uang.

Penghasilan keluarga dapat berupa uang ataupun barang misalnya tunjangan beras atau fasilitas lain. Menurut Ibrahim (1998), selain dari sumber penghasilan yang telah disebut di atas, masih ada penerimaan pendapatan yang lainnya, misalnya berupa uang pensiun, pesangon dari perusahaan, sumbangan atau hadiah, serta pinjaman atau hutang.

(49)

C. Pengobatan Mandiri

1. Definisi

Saat ini pengobatan mandiri semakin popular di masyarakat. Pengobatan mandiri bagi masyarakat mempunyai banyak keuntungan antara lain dapat menghemat biaya dan waktu, walaupun disadari bahwa keberhasilan pengobatan yang dilakukan sangat terbatas (Hartono, 2003). World Health Organization

mendefinisikan pengobatan mandiri sebagai hal yang dilakukan masyarakat untuk dirinya sendiri dalam menentukan dan memelihara kesehatan, mencegah dan mengatasi penyakit (Anonim, 1994). Pengobatan mandiri didefinisikan sebagai pemilihan dan penggunaan obat-obatan (termasuk produk obat tradisional) oleh individu untuk mengobati penyakit atau gejala yang sudah dikenali.

(50)

2. Faktor-faktor dalam pengobatan mandiri

Pengambilan keputusan dalam pengobatan mandiri dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, pengetahuan, tingkat pendidikan, dan latar belakang pendidikan (Hartono, 2003). Pemahaman seseorang yang semakin tinggi terhadap penyakit maupun gejala yang timbul serta pengobatannya, maka kecenderungan untuk melakukan pengobatan mandiri semakin meningkat (Hartono, 2003).

Perawatan dan pengobatan mandiri menurut Covington (2000) dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut.

a. Perilaku konsumen, antara lain penghargaan terhadap nilai kesehatan, motivasi dan tanggung jawab untuk mempelajari penyakit yang diderita dan cara perawatannya, keseriusan menerima penyakit yang berpengaruh pada keputusan perawatan kesehatan yang akan dipilih, dan pengaruh dari orang lain (teman, saudara, dan tenaga kesehatan).

b. Karakter demografi yang meliputi usia, jumlah keluarga, jenis kelamin, dan status sosial dan ekonomi dari masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah atau daerah tertentu.

c. Keadaan ekonomi yang meliputi status ekonomi seseorang, biaya perawatan kesehatan (produk dan pelayanan), ketersediaan, dan kemudahan mendapatkan produk perawatan kesehatan.

(51)

dan label dalam kemasan obat, serta adanya alternatif perawatan kesehatan seperti akupungtur dan terapi herbal.

Hal-hal yang perlu diketahui sebelum melakukan pengobatan mandiri antara lain adalah memahami masalah kesehatan yang sedang dihadapi, perlu atau tidak periksa ke dokter atau tenaga medis, penggunaan obat atau tidak, obat tradisional atau obat tanpa resep yang akan digunakan untuk mengatasi gejala, dan lain sebagainya (Anonim, 2001). Informasi yang benar dan objektif diperlukan dalam pengobatan mandiri agar dapat memilih dan menggunakan obat secara rasional, yang artinya obat yang dipilih harus tepat dan benar cara penggunaannya (Hartono, 2003).

Pengobatan mandiri dapat menggunakan obat, obat tradisional, atau cara tradisional. Obat yang digunakan umumnya golongan obat bebas dan obat bebas terbatas. Obat tradisional yang digunakan meliputi simplisia, jamu gendong dan jamu berbungkus (Supardi, Sampurno, Notosiswoyo, 2004).

3. Obat tradisional

(52)

tumbuhan porsinya lebih besar dibandingkan yang berasal dari hewan atau mineral, sehingga sebutan obat tradisional (OT) hampir selalu identik dengan tanaman obat (TO) karena sebagian besar obat tradisional berasal dari tanaman obat (Katno dan Pramono, 2005).

Menurut Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka dalam Ketentuan Umum Pasal 1 tercantum beberapa definisi sebagai berikut.

a. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

b. Jamu adalah obat tradisional Indonesia.

c. Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi.

d. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah terstandarisasi.

(53)

a. Logo kelompok jamu berupa ”RANTING DAUN TERLETAK DALAM LINGKARAN’’, kode registrasi TR, contoh : Antangin JRG® tablet, Kuku Bima TL® kapsul, Patmosari® serbuk, Prolipid® kapsul, Renax® kapsul, Rapet Wangi® kapsul.

b. Logo obat herbal terstandar berupa ”JARI-JARI DAUN (3 PASANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN’’, kode registrasi TR, contoh : Diapet® kapsul, Lelap® kaplet, Kiranti® larutan, Radix® kapsul, Vermint F® kapsul, OBHerbal® sirup.

c. Logo kelompok fitofarmaka berupa “JARI-JARI DAUN (YANG KEMUDIAN MEMBENTUK BINTANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN”, kode registrasi TR, contoh : Stimuno® kapsul, Stimuno® sirup, Rheumaneer ® kapsul, Cursil-70® kapsul, Cerotop® tablet, Nichoviton® kaplet.

Logo kelompok jamu, obat herbal standar, maupun kelompok fitofarmaka ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah atau pembungkus atau brosur dan dicetak dengan warna hijau diatas dasar putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo.

(54)

memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif (Katno dan Pramono, 2005). Kelebihan obat tradisional atau tanaman obat menurut Katno dan Pramono (2005) secara rinci sebagai berikut. a. Efek samping obat tradisional relatif kecil bila digunakan secara benar dan tepat.

Obat tradisional atau tanaman obat akan bermanfaat dan aman jika digunakan dengan tepat sesuai dengan takaran, waktu dan cara penggunaan, pemilihan bahan, serta penyesuaian dengan indikasi tertentu.

b. Terdapat efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat tradisional atau komponen bioaktif tanaman obat. Dalam suatu ramuan obat tradisional umumnya terdiri dari beberapa jenis tanaman obat yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas pengobatan. Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat setepat mungkin agar tidak menimbulkan kontraindikasi, bahkan harus dipilih jenis ramuan yang saling menunjang.

c. Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Zat aktif pada tanaman obat umumnya dalam bentuk metabolit sekunder. Satu tanaman bisa menghasilkan beberapa metabolit sekunder, sehingga memungkinkan tanaman tersebut memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Efek tersebut dapat saling mendukung tetapi ada juga yang berlawanan atau kontradiksi.

(55)

4. Obat tanpa resep

Obat tanpa resep didefinisikan sebagai obat yang digunakan untuk pengobatan sendiri dengan tujuan untuk memperbaiki kesehatan, meringankan gejala minor, dan mencegah penyakit (Widijapranata, 1997). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.949/MENKES/PER/VI/2000 Pasal 1 tentang Registrasi Obat Jadi, menyatakan bahwa obat jadi adalah sediaan atau panduan bahan-bahan termasuk produk biologi dan kontrasepsi yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan peningkatan kesehatan.

Obat Wajib Apotek (OWA) berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.347/MENKES/SK/VII/1990 adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.02396/A/SK/VII/1986 Pasal 3 tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G, tanda khusus untuk obat keras adalah lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi. Obat keras daftar G mempunyai kode registrasi DKL, contohnya : Amoxan® kapsul, Fargoxin® tablet, Decamet® tablet.

(56)

a. Kelompok obat bebas. Obat bebas adalah obat-obat yang dapat dibeli secara bebas, tanpa resep dokter dan dapat dibeli di apotek, toko obat maupun warung-warung (Sartono, 1993b). Sebagai tanda obat bebas, pada pembungkusnya diberi tanda khusus yaitu warna hijau di dalam lingkaran hitam. Golongan obat bebas ini biasanya tidak membahayakan jiwa. Obat bebas mempunyai kode registrasi DBL, contohnya : Pamol® sirup, Panadol® kaplet, Oskadon® tablet, New Diatabs® tablet Laserin ®sirup, Dexanta® tablet.

b. Kelompok obat bebas terbatas. Obat bebas terbatas adalah obat-obat yang dapat diperjualbelikan secara bebas dengan syarat hanya jumlah yang telah ditentukan dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda peringatan ditulis dengan huruf putih diatas kertas yang umumnya berwarna hitam. Tanda lainnya adalah pada pembungkusnya diberi tanda khusus berwarna biru di dalam lingkaran hitam. Obat bebas terbatas mempunyai kode registrasi DTL, contohnya : Komix® sirup, Vicks Formula 44® sirup, Konidin® tablet, OBH Combi Plus® sirup, Benadryl® sirup, Wood’s Antitussive ®sirup, Proris® tablet, Antimo® tablet, Saridon® tablet, Paramex® tablet.

Kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.919/MENKES/PER/X/1993 Pasal 2 adalah : a. tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawah

(57)

b. pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit

c. penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan

d. penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia e. obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat

dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

Pengobatan mandiri dengan obat tanpa resep menurut Holt dan Hall (1990) hendaknya dilakukan secara tepat dan bertanggung jawab, biasanya pada kasus : a. perawatan simtomatik minor, misalnya badan terasa tidak enak maupun cedera

ringan

b. penyakit self-limiting atau paliatif misalnya flu dan sakit kepala

c. pencegahan dan penyembuhan penyakit ringan, misalnya mabuk perjalanan dan kutu air

d. penyakit kronis yang sebelumnya sudah pernah didiagnosis dokter atau tenaga medis profesional lainnya, misalnya arthritis dan asma.

Pengobatan dengan menggunakan obat tanpa resep tidak bisa dilakukan secara sembarangan walaupun kelihatannya sederhana. Prinsip-prinsip atau rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati dalam penggunaan obat tanpa resep menurut Anonim (2006) adalah :

(58)

c. tepat dalam memilih obat (efektif, aman, dan ekonomis) d. tepat dosis

e. tepat cara pemberian obat

f. waspada terhadap efek samping dan interaksi obat

g. tepat tindak lanjut, bila keluhan bertambah parah atau timbul efek yang tidak diinginkan.

Obat-obat yang beredar di masyarakat harus mempunyai penandaan yang jelas, terutama untuk obat tanpa resep. Penandaan itu sendiri menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.949/MENKES/PER/VI/2000 Pasal 1 tentang Registrasi Obat Jadi adalah keterangan lengkap mengenai obat jadi, khasiat, keamanan, cara penggunaannya, serta informasi lain yang dianggap perlu yang dicantumkan pada etiket, brosur, dan kotak yang disertakan pada obat jadi. Penandaan itu berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman. Kriteria lain yang harus dipenuhi obat tanpa resep adalah tidak menimbulkan kecanduan dan penggunaannya sederhana, tidak menimbulkan reaksi merugikan yang parah bila salah dalam penggunaannya, dan tidak mendorong penyalahgunaan (Donatus, 2000).

D. Batuk

1. Definisi

(59)

benda-benda asing yang mengakibatkan tenggorokan terasa gatal (Hidayat, 2001). Batuk menurut Anonim (2003) sebenarnya merupakan refleks fisiologis yang fungsinya mengeluarkan atau membersihkan saluran pernapasan dari benda-benda asing. Hal senada juga dinyatakan oleh Tjay dan Rahardja (2002) bahwa batuk merupakan suatu mekanisme fisiologi yang bermanfaat untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran pernafasan dari dahak, zat-zat perangsang asing, dan unsur infeksi.

Batuk merupakan penyakit yang umum diderita manusia, Tietze (2000) menyatakan bahwa masyarakat yang menderita batuk umumnya melakukan upaya pengobatan karena batuk membuat mereka terganggu terutama pada saat bekerja dan tidur. Kesadaran akan batuk bervariasi, batuk dapat mengganggu jika timbulnya mendadak terutama jika disertai nyeri dada, sesak nafas atau dahak yang banyak (Kuswibawati, 2000). Penderita batuk kronis (menahun) misalnya pada perokok yang menderita infeksi saluran pernafasan sulit menyadarinya dan mungkin menganggapnya normal (Kuswibawati, 2000).

2. Mekanisme

(60)

udara luar yang disertai penyempitan tenggorokan yang akan menghasilkan aliran udara yang sangat kuat.

Refleks batuk diakibatkan oleh rangsangan dari selaput lendir saluran pernafasan, yang terletak di beberapa bagian dari tenggorokan (epiglottis, larynx, trachea, dan bronchi). Mukosa memiliki reseptor yang peka untuk zat-zat perangsang (dahak, debu, peradangan) yang dapat memutuskan batuk (Tjay dan Rahardja, 2002).

3. Etiologi

Batuk dapat disebabkan gangguan cuaca seperti udara dingin, angin kencang, hujan atau perubahan suhu udara, asap atau debu, dahak atau karena radang saluran pernapasan, serta alergi (Anonim, 2003). Hal senada juga dinyatakan oleh Hidayat (2001) bahwa batuk juga dapat terjadi karena rangsangan mekanis seperti asap dan debu atau rangsangan kimiawi seperti dahak, gas, dan bau. Radang saluran pernapasan dan alergi juga merupakan penyebab batuk, selain itu batuk juga merupakan salah satu gejala akan timbulnya penyakit lain seperti asma, flu, dan TBC. Tjay dan Raharja (2002) menyatakan bahwa refleks batuk dapat ditimbulkan karena radang (infeksi saluran pernafasan), alergi (asma), sebab-sebab mekanis (asap rokok, debu, tumor paru-paru), perubahan suhu yang mendadak, dan rangsangan kimiawi (gas, bau, dan lain-lain).

Penyebab umum terjadinya batuk menurut Anonim (1999) adalah sebagai berikut.

(61)

b. Tetesan cairan hidung ke arah tenggorokan dan masuk ke saluran pernafasan misalnya alergi rhinitis, batuk, dan pilek.

c. Penyempitan saluran pernafasan, misalnya pada asma.

d. Produksi dahak yang sangat banyak karena infeksi saluran pernafasan seperti flu, bronchitis, dan penyakit cukup serius meskipun relatif jarang yaitu pneumonia, TBC, dan kanker paru-paru.

Ada dua tipe batuk, pertama adalah batuk produktif yang berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan dahak ditenggorokan dan dalam pengobatan tidak boleh ditekan, tipe kedua yaitu batuk non produktif (nir produktif) yang berfungsi mengeluarkan iritan dan dalam pengobatan dapat ditekan. Batuk nir produktif ada dua jenis yaitu batuk nir produktif tersumbat dan nir produktif kering. Batuk nir produktif tersumbat adalah batuk yang mengeluarkan dahak dalam jumlah sedikit sedangkan batuk nir produktif kering tidak mengeluarkan dahak sama sekali (Bryant dan Lombardy, 1990).

4. Penatalaksanaan

a. Tujuan terapi. Tujuan utama pengobatan batuk adalah untuk mengurangi jumlah dan seringnya batuk terjadi. Tujuan kedua adalah untuk mencegah komplikasi. (Tietze, 2000).

(62)

batuk non produktif sasaran terapinya adalah untuk menekan dahak (Tietze, 2000).

c. Strategi terapi. Terapi batuk ditujukan pada pencarian dan pengobatan penyebab batuk, kemudian mempertimbangkan apakah perlu diberikan terapi simptomatis agar dapat meniadakan atau meringankan gejala batuk (Tjay dan Rahardja, 2002). Strategi terapi untuk mengatasi batuk ada dua macam yaitu farmakologi dan non farmakologi. Terapi farmakologi adalah terapi dengan menggunakan obat sedangkan terapi non farmakologi adalah terapi tanpa menggunakan obat. Terapi non farmakologi atau modifikasi gaya hidup cukup efektif dalam mengatasi batuk seperti anjuran untuk berhenti merokok, memperbanyak konsumsi air putih setidaknya 10 gelas sehari, mengurangi konsumsi makanan yang bersifat panas

seperti goreng-gorengan dan sambal, mengkonsumsi permen yang bertekstur keras atau lozenges yang akan meredakan iritasi tenggorokan dan akan menurunkan frekuensi batuk, dianjurkan untuk bernafas di uap air panas agar perjalanan udara di tenggorokan menjadi lancar dan lega, dan olahraga secara teratur agar tubuh tetap prima (Anonim, 2005).

(63)

serta kandungan senyawa kimia yang dapat digunakan dalam terapi batuk secara tradisional (Hidayat, 2001).

Tabel I. Tanaman Berkhasiat sebagai Obat Batuk

Nama Tumbuhan Cara Pemakaian Kandungan

Wortel

(Daucus carota)

wortel diparut, diperas dengan air panas hingga ¾ gelas, diminum 2 kali sehari

protein, karbohidrat,vit A glutation, beta karoten Mengkudu

(Morinda citrifolia)

buah mengkudu dan jeruk nipis diperas, dimasukkan kedalam 2 gelas air panas, lalu disaring untuk diminum 3 kali sehari

morindon, morindin, metil asetil, asam kapril, soranyidiol

Jahe

(Zingiber officinale)

jahe dibakar dan dimemarkan, direbus bersama-sama adas, kayu manis, cengkeh, dan gula aren, setelah disaring dapat diminum 3 kali sehari 4 sendok makan untuk dewasa dan 3 kali sehari 2 sendok makan untuk anak-anak

minyak atsiri, gingerol, resin, zat pati, dan gula

Jeruk nipis

(Citrus aurantifolia)

air perasan jeruk nipis ditambah madu asam sitrat, asam amino, minyak atsiri, dan vitamin B1

Lidah buaya (Aloe vera)

empulur lidah buaya dipotong kecil-kecil kemudian dicampur dengan madu, diminum 3 kali sehari 1 sendok teh

aloin, barbaloin, isobarbaloin, beta-barbaloin, damar Kencur

(Kaempferi kalanga)

kencur dikunyah kamfer, borneol, sineol, alkohol

Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)

segenggam bunga belimbing ditambah gula batu direbus dengan segelas air hingga tinggal ½ gelas, diminum pagi dan sore

asam oksalat dan kalium

Sirih (Piper betle)

5 lembar daun sirih bersama cengkeh, kapulaga, kemukus, dan kayu manis direbus, diminum 3 kali sehari 8 sendok makan untuk dewasa, 1-5 sendok makan untuk anak-anak

minyak atsiri (kadinen, kavikol, sineol, eugenol), zat samak

Saga

(Abrus precatorius)

daun saga manis bersama-sama kayu manis, cengkeh, adas, pulasari, dan bawang merah serta gula batu, direbus, diminum 3 kali sehari 10 sendok makan untuk dewasa, dan 1 sendok makan untuk anak-anak

saponin, glisirisin, abrin, dan flavonoid

Sembung

(Blumea balsamifera)

daun sembung dan daun jinten diiris-iris, direbus bersama cengkeh, kemukus, kapulaga, kayu manis, dan adas sebanyak 3 gelas hingga 2 ½ gelas, diminum 3 kali sehari 8 sendok makan untuk dewasa, dan 1-5 sendok makan untuk anak-anak

minyak atsiri, glikosida, tanin

Meniran

(Phyllanthus niruri)

3-7 tumbuhan lengkap ditumbuk halus direbus dengan 3 sendok makan air, air rebusan dicampur 1 sendok makan madu, lalu diminum sekaligus

Gambar

Gambar 1. Proses Pengambilan Keputusan (Suryani dan Ramdhani, 1998)
Tabel I. Tanaman Berkhasiat sebagai Obat Batuk
Tabel II. Jenis-jenis Obat dalam Sediaan Obat Batuk
Gambar 2. Hubungan antara Pengetahuan  dan Tingkat Ekonomi dengan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keenam pilar utama tersebut adalah yaitu emotional appeal (daya tarik emosional) yaitu ciri khas yang membuat seseorang tertarik terhadap perusahaan, products dan services (produk

Ready Mufidatun Ni’mah , Pengaruh Metode Discovery Learning Berbantuan Media Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XI MAN Rejotangan Tahun Ajaran

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekspos fakto dengan pendekatan korelasional. Ekspos fakto adalah meneliti peristiwa yang telah

Dari empat subkelompok dalam kelompok sandang, di Kota Jayapura tercatat dua subkelompok mengalami inflasi, satu subkelompok mengalami deflasi dan satu subkelompok tidak

Program perlindungan Jiwa Optima Group Life yang diberikan kepada atlet dan official pendukung merupakan program asuransi jiwa kumpulan yang memberikan

Kosakata dalam bahasa Jepang memiliki nuansa dan makna yang spesifik. Sering pembelajar menemukan beberapa kata yang sepintas memiliki kemiripan arti, namun ternyata

[r]

Makalah-makalah yang disajikan oleh lebih dari 50 pembicara ini akan membuka ruang diskusi mengenai isu-isu yang terkait dengan peran media elektronik dalam