• Tidak ada hasil yang ditemukan

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN RUMAH POTONG HEWAN (RPH).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN RUMAH POTONG HEWAN (RPH)."

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS PERENCANAAN

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR

BUANGAN RUMAH POTONG HEWAN

(RPH)

Oleh :

ARUM KINTA SARI

(0952010017)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR

(2)

TUGAS PERENCANAAN

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR

BUANGAN RUMAH POTONG HEWAN

(RPH)

O l e h

:

ARUM KINTA SARI

0952010017

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”

JATIM

SURABAYA

(3)

TUGAS PERENCANAAN

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR

BUANGAN RUMAH POTONG HEWAN

(RPH)

Oleh :

ARUM KINTA SARI

0952010017

Telah diperiksa dan disetujui

Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional”Veteran” Jawa Timur.

Mengetahui Ketua Program Studi

Dr. Ir. Munawar, MT. NIP. 19600401 198803 1 00 1

Menyetujui Pembimbing

Okik Hendriyanto C., ST, MT. NIP : 3 7507 99 0172 1

Laporan Tugas Perencanaan ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana (S-1),

tanggal

...

Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

(4)

TUGAS PERENCANAAN

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR

BUANGAN RUMAH POTONG HEWAN

(RPH)

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ( S-1)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

O l e h :

ARUM KINTA SARI

0952010017

FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”

JATIM

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas Perencanaan

Bangunan Pengolahan Air Buangan (PBPAB) Rumah Potong Hewan ini dengan

baik.

Tugas perencanaan ini merupakan salah satu persyaratan bagi setiap

mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan , Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan,

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur untuk mendapatkan

gelar sarjana.

Selama menyelesaikan tugas ini, kami telah banyak memperoleh

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini

penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatnya tugas ini dapat

terselesaikan dengan lancar.

2. Ir. Naniek Ratni J.A.R., M.Kes selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan

Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Dr. Ir. Munawar, MT selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan

Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur .

4. Okik H.C., ST, MT selaku Sekertaris Program Studi Teknik Lingkungan

Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan

(6)

5. Ir. Yayok Suryo P, MS dan Firra Rossariawari, ST, MT selaku dosen mata

kuliah PBPAB

6. Okik H.C., ST, MT, selaku Dosen Pembimbing tugas PBPAB yang telah

membantu, mengarahkan dan membimbing hingga tugas perencanaan ini

sehingga dapat selesai dengan baik.

7. Kedua orang tuaku, keluargaku, yang telah membantu material, doa, serta

support yang tidak pernah habis buat saya.

8. Semua rekan-rekan di Teknik Lingkungan angkatan 2009 yang secara

langsung maupun tidak langsung telah membantu hingga terselesainya

tugas ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dan yang tidak dapat saya sebutkan

satu per satu.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

tugas perencanaan ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun akan penyusun

terima dengan senang hati. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan

mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila didalam penyusunan laporan ini

terdapat kata-kata yang kurang berkenan atau kurang dipahami.

Surabaya, Mei 2013

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Maksud dan Tujuan ... 3

I.3 Ruang Lingkup... 3

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA II.1 Karakteristik Limbah Industri ... 5

II.2 Bangunan Pengolahan Air Buangan ... 10

II.2.1. Pengolahan Pendahuluan (Pre Treatment) ... 10

II.2.2. Pengolahan Pertama (Primary Treatment)………. ... 22

II.2.3. Pengolahan Sekunder (Secondary Tretment)... ... 45

II.2.3.1. Proses Biologi dengan Bio Film... ... 56

II.2.3.2. Nitrifikasi - Denitrifikasi... ... 48

II.2.4. PengolahanTersier (Tertiary Treatment)..……… ... 51

II.2.5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment……….. ... 54

II.3 Persen Removal... ... 57

II.4 ProfilHidrolis………. ... 59

(8)

III.2 Standar Baku Mutu... ... 61

III.3 Diagram Alir... ... 63

BAB IV NERACA MASSA DAN SPESIFIKASI BANGUNAN IV.1 Neraca Massa……….. ... 64

IV.1.1. Karakteristik Limbah Rumah Potong Hewan ... 64

IV.1.2. Standart Baku Mutu Indusrti Rumah Potong Hewan.... ... 64

IV.1.3. Neraca Massa Per Bangunan... ... 65

IV.2 Spesifikasi Bangunan... ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan... ... .83

V.1.1. Persen Removal Bangunan Pengolahan.. ... 84

V.1.2. Hasil Effluent. ... 84

V.2 Saran... ... 85

(9)

LAMPIRAN A

LAMPIRAN B

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat terhadap produk industi peternakan semakin

meningkat (termasuk produk industri hasil pertanian dalam hal ini khususnya

peternakan). Daging adalah salah satu produk industri peternakan yang dihasilkan

dari usaha pernotongan hewan. Menurut ketentuan pemerintah yang tertuang

dalam peraturan pemerintah No 22 tahun 1983, tentang kesehatan masyarakat

veteriner, maka pemotongan hewan hams dilaksanakan di Rumah Pemotongan

Hewan (WH) atau ternpat pemotongan hewan lainnya yang ditunjuk oleh pejabat

yang berwenang, kecuali dalam keadaan tertentu seperti untuk keperluan upacara

adat agama dan pernotongan darurat.

Rumah Pemotongan Hewan sebagai tempat usaha pemotongan hewan

dalam penyediaan daging sehat seharusnya memperhatikan faktor-faktor yang

berhubungan dengan sanitasi baik dalam lingkungan RPH maupun lingkungan

disekitarnya. Dalam mencegah kemungkinan terjadi dampak terhadap kesehatan

masyarakat terutama penduduk disekitar lokasi RPH maka dengan S.K. Menteri

Pertanian No 555/Kpts/TN 2401911986 dijelaskan tentang syarat-syarat Rumah

Pemotongan Hewan dan Usaha Pemotongan Hewan. Kegiatan RPH akan

menghasilkan limbah dengan kandungan bahan organik tinggi disertai konsentrasi

bahan padat dan lemak yang relatif tinggi. Menurut Kusnoputranto (1995) limbah

(11)

padatan terlarut, padatan tersuspensi, kandungan lemak, BOD5, ammonium,

nitrogen, fosfor akan mengalami peningkatan. Limbah terbesar berasal dari darah

dan isi perut hewan (Tjiptadi 1990) sedangkan darah berdampak pada peningkatan

nilai BOD dan padatan tersuspensi. Disamping itu isi perut (rumen) dan usus akan

meningkatkan jumlah padatan. Pencucian karkas juga meningkatkan nilai BOD.

Sedangkan Bewick (1980) menyatakan bahwa limbah ternak merupakan sumber

pencemaran bagi air yang mempunyai kandungan BOD tinggi dan kandungan

oksigen yang terlarut didalam air relatif sedikit.

Beberapa sifat limbah cair yang perlu diketahui antara lain volume aliran.

Konsentrasi organik, sifat-sifat karakteristik dan toksisitas (Jenie dan Rahayu.

1993). Beberapa sifat limbah cair yang perlu diketahui antara lain volume aliran.

konsentrasi organik, sifat-sifat karakteristik dan toksisitas (Jenie dan Rahayu.

1993). Pengukuran BOD dan COD adalah salah satu parameter pengukuran

terhadap kadar organik dari limbah. Apabila limbah cair mempunyai COD tinggi

dan BOD rendah maka studi toksisitas mungkin diperlukan (Jenie dan Rahayu,

1993). Untuk menangani limbah yang dihasilkan oleh kegiatan RPH, maka ada

tiga kegiatan yang perlu dilakukan yaitu identifikasi limbah, karakterisasi dan

pengolahan limbah (Ross et al., 1992). Hal ini harus dilakukan agar dapat

(12)

I.2. Maksud Dan Tujuan

Maksud dan tujuan yang ingin dicapai dari tugas perencanaan ini :

1. Menentukan dan merencanakan jenis pengolahan air buangan industri

Rumah Pemotongan Hewan (RPH) sesuai karakteristik air buangannya

termasuk hal-hal yang terkait didalamnya, seperti layout dan

pengoperasiannya, agar diperoleh suatu kualitas air buangan yang

sesuai standart baku mutu yang berlaku.

2. Merancang diagram alir proses pengolahan air limbah yang diharapkan

dari keseluruhan bangunan akan terjadi keterkaitan untuk memperoleh

suatu kualitas air buangan yang sesuai standart baku mutu yang

berlaku.

3. Menentukan alternatif pengolahan berdasarkan pertimbangan

karaktristik buangan industri Rumah Pemotongan Hewan dari aspek

perencanaan.

I.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari perencanaan bangunan pengolahan air buangan ini

meliputi :

1. Data karakteristik dan standart baku mutu limbah industri

2. Diagram alir bangunan pengolahan limbah

(13)

4. Perhitungan bangunan pengolahan limbah

a. Pr e Treatment

•Screen

•Sumur Pengumpul

b. Pr imary Tr eatment

• Flotasi

• Netralisasi

• Koagulasi, - Flokulasi,

• Bak Pengendap I

c. Secondar y Treatment

• Trickling Filter

d. Ter tiar y Tr eatment

• Clarifier

e. Sludge Treatment

• Sludge Thickener

• Sludge Drying Bed

5. Gambar bangunan pengolahan limbah

(14)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

II.1. Karakteristik Limbah

Setiap industri mempunyai karakteristik yang berbeda, sesuai dengan

produk yang dihasilkan. Demikian pula dengan industri rumah pemotongan

hewan mempunyai karakteristik limbah industri rumah pemotongan hewan yang

berbeda, menurut Keputusan Peraturan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 02

Tahun 2006 limbah cair industri rumah pemotongan hewan mempunyai

karakteristik dan baku mutu antara lain :

a. BOD ( Biologycal Oxygen Demand )

Kandungan BOD5 air buangan Industri Rumah Pemotongan Hewan ini

adalah 2500 mg/l, sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan

BOD5 yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 100 mg/l.

BOD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram/liter (mg/l)

yang diperlukan untuk menguraikan benda organic oleh bakteri, sehingga

limbah tersebut menjadi jernih kembali. Untuk itu semua diperlukan waktu

100 hari pada suhu 20˚C. Akan tetapi di laboratorium dipergunakan waktu 5

hari sehingga dikenal sebagai BOD5. ( Sugiharto,1987 )

b. COD ( Chemical Oxygen Demand )

Kandungan COD air buangan Industri Rumah Pemotongan Hewan ini

adalah 5600 mg/l, sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan

(15)

COD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram per liter (mg/l)

yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organic

secara kimiawi. (Sugiharto, 1987)

c. TSS (Total Suspended Solid)

Total padatan yang tersuspensi (TSS) pada air buangan Industri Rumah

Pemotongan Hewan ini adalah 3000 mg/lt, sedangkan baku mutu yang

mengatur besar kadar padatan yang tersuspensi (TSS) yang diperbolehkan

dibuang ke lingkungan adalah sebesar 100 mg/lt.

TSS (Total Suspended Solid) merupakan suatu endapan yang dapat

disaring (filtrable residu) dan dapat membentuk suatu sludge blanket yang

terdiri-dari bahan-bahan organik. Sedangkan dissolved solid adalah suatu solid

yang tidak dapat disaring (non filtrable residu).

d. Minyak dan Lemak

Kandungan Minyak dan Lemak air buangan Industri Rumah Pemotongan

Hewan ini adalah 120 mg/l, sedangkan baku mutu yang mengatur besar

kandungan Minyak dan Lemak yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan

adalah sebesar 15 mg/l.

a. Minyak

Minyak adalah istilah umum untuk semua cairan organik yang

tidak larut/bercampur dalam air. Dalam arti sempit, kata 'minyak'

biasanya mengacu ke minyak bumi (petroleum) atau bahkan

produk olahannya: minyak tanah (kerosene). Namun demikian,

(16)

dari diet makanan (misalnya minyak goreng), sebagai bahan bakar

(misalnya minyak tanah), sebagai pelumas (misalnya minyak rem),

sebagai medium pemindahan energi, maupun sebagai

wangi-wangian (misalnya minyak nilam).

(sumber : www.id.wikipedia.org )

b. Lemak

Lemak atau Lipid tidak sama dengan minyak. Orang menyebut

lemak secara khusus bagi minyak nabati atau hewani yang

berwujud padat pada suhu ruang. Lemak juga biasanya disebutkan

kepada berbagai minyak yang dihasilkan oleh hewan, lepas dari

wujudnya yang padat maupun cair.

(sumber : www.id.wikipedia.org )

e. NH3-N ( Ammonia)

Kandungan Ammonia air buangan Industri Rumah Pemotongan Hewan ini

adalah 85 mg/l, sedangkan baku mutu yang mengatur besar kandungan

Ammonia yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah sebesar 25 mg/l.

Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini

didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia).

Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di

bumi, amonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan.

(17)

Struktur Kimia Ammonia

(sumber : www.id.wikipedia.org )

f. pH

Nilai pH air buangan Industri Rumah Pemotongan Hewan ini adalah 4,

sedangkan baku mutu yang mengatur besar nilai pH yang diperbolehkan

dibuang ke lingkungan adalah sebesar 6 - 9. Jadi nilai limbah dengan nilai pH

7 boleh langsung di buang ke badan air

pH adalah derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat

keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Yang dimaksudkan

"keasaman" di sini adalah konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam pelarut air.

Nilai pH berkisar dari 0 hingga 14. Suatu larutan dikatakan netral apabila

memiliki nilai pH=7. Nilai pH>7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa,

sedangkan nilai pH<7 menunjukan keasaman.

Nama pH berasal dari potential of hydrogen. Secara matematis, pH

didefinisikan dengan

pH = − log10[H + ]

Umumnya indikator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang

berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya

(18)

Selain mengunakan kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur

dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit / konduktivitas

suatu larutan.

(19)

II.2. Bangunan Pengolahan Air Buangan

Bangunan Pengolahan Air Buangan mempunyai kelompok tingkat

pengolahan, pengolahan air buangan dibedakan atas :

II.2.1. Pr e Treatment (Pengolahan Pendahuluan)

Proses pengolahan yang dilakukan untuk membersihkan dan

menghilangkan sampah terapung dari pasir agar mempercepat proses pengolahan

selanjutnya. Unit proses pengolahannya meliputi, antara lain:

a. Screening

Screening biasanya terdiri dari batang pararel, kawat atau grating,

perforated plate dan umumnya memiliki bukaan yang berbentuk bulat atau

persegi empat. Pada umumnya screen terdapat dua tipe, yaitu penyaring kasar

(coarse screen) dan penyaring halus (fine screen & micro screen).

Screen berfungsi untuk :

1. Menyaring benda padat dan kasar yang ikut terbawa atau hanyut dalam

air buangan supaya benda-benda tersebut tidak menggangu aliran

dalam saluran dan tidak mengganggu proses pengolahan air buangan.

2. Mencegah timbulnya kerusakan dan penyumbatan dalam saluran

pembawa.

(20)

a) Penyaring kasar (coarse screen)

Screen ini berbentuk seperti batangan paralel yang biasa dikenal

dengan “bar screen”. Berfungsi untuk menyaring padatan kasar yang

berukuran dari 6-150 mm, Dalam pengolahan air limbah screen ini

digunakan untuk melindungi pompa, valve, saluran pipa, dan peralatan

lainnya dari kerusakan atau tersumbat oleh benda-benda tersebut. Bar

screen terbagi lagi menjadi dua, yaitu secara manual maupun mekanik.

Gambar 2.1 Bar Screen Manual

(21)

Tabel 2.1 Kriteria Coarse Screen

Bagian-bagian Manual Mekanikal

Ukuran kisi

(Sumber : tabel 5-2. Metcalf and Eddy WWET, and Reuse 4th edition, 2004)

b) penyaring halus (fine screen & micro screen).

Penyaring halus (fine screen) berfungsi untuk menyaring

partikel-partikel yang berukuran kurang dari 6 mm. Screen ini dapat di gunakan

untuk pengolahan pendahuluan (Preliminary Treatment) maupun

pengolahan pertama atau utama (Primary Treatment). Penyaring halus

yang digunakan untuk pengolahan pendahuluan (Premilinary Treatment)

adalah seperti, ayakan kawat (static wedgewire),drum putar (rotary drum),

atau seperti anak tangga (step type). Penyaring halus (Fine Screen) yang

dapat digunakan untuk menggantikan pengolahan utama (seperti pada

pengolahan pengendapan pertama /primary clarifier) pada instalasi kecil

pengolahan air limbah dengan desain kapasitas mulai dari 0,13 m3/dt.

(22)

Gambar 2.3 Inclined Screen

Gambar 2.4 Rotary Drum Screen

(23)

Tabel 2.2 Macam-macam Fine Screen

J enis Scr een

Per mukaan Screen

Bahan Screen Penggunaan Klasifikasi

1,6 – 4 Batangan

stainless-steel

Gabungan

dengan saluran

air hujan

(24)

terbuat dari

stainless-steel

dengan saluran

pembawa

(Sumber : tabel 5-4. Metcalf and Eddy WWET, and Reuse 4th edition, 2004)

Tabel 2.3 Persen Removal Fine Screen

(Sumber : tabel 5-5. Metcalf and Eddy WWET, and Reuse 4th edition, 2004)

Gambar 2.6 Rotar y Dr um Screen Jenis screen Luas permukaan Persen removal

In Mm BOD TSS

Fixed

parabolic

0.0625 1.6 5 – 20 5 – 30

(25)

2.4 Tabel Rotar y Dr um Screen

Microscreen berfungsi untuk menyaring padatan halus, zat atau material

yang mengapung, alga, yang berukuran kurang dari 0,5 µ m.

(26)

Gambar 2.8 Cara Kerja Microscreen

c) Comminutor

Yaitu mesin penghalus/pemarut, berfungsi untuk menghancurkan padatan

kasar yang lolos dari screening, sehingga padatan tersebut mempunyai ukuran

kecil dan seragam serta tidak mengganggu instalasi dan proses selanjutnya.

Comminutor terdiri dari tabung berongga, terbuat dari besi tuang yang berputar

secara kontinyu pada sumbu vertikalnya dengan/sumber tenaga dari motor listrik.

Tabung ini merupakan suatu saringan yang mempunyai gigi-gigi pemotong yang

sangat tajam.

Bahan-bahan padat yang tertahan dimuka tabung yang bergerak oleh aliran

air buangan akan dibawa oleh tabung ke sisi stasioner, dimana padatan dihaluskan

dengan kerjasama antara batang pemotong dan gigi pemotong. Comminutor

dipasang khusus dalam ruangan yang terbuat dari beton, tepat dibawah

comminutor terdapat saluran yang menghubungkan saluran di hulu dan di hilir.

Pemeliharaan rutin comminutor hanya terbatas pada pelumasan dan

(27)

(a)

(b)

(28)

b. Sumur Pengumpul dan Pompa

Sumur pengumpul merupakan unit penyeimbang, sehingga debit dan

kualitas limbah yang masuk ke instalasi dalam keadaan konstan. Fungsi Pompa

adalah sebagai alat pemindahan fluida melalui saluran terbuka / tertutup di

dasarkan dengan adanya peningkatkan energi mekanika fluida. Tambahan energi

ini akan meningkatkan kecepatan dan tekanan fluida. Pemompaan digunakan

untuk mengalirkan limbah ke unit pengolahan selanjutnya.

Tabel 2.5. Klasifikasi Pompa

KlasifikasiUtama Type Pompa Kegunaan Pompa

Kinetik Centrifugal - Air limbah sebelum diolah

- Pembuangan effluent

Peripheral - Limbah logam, pasir lumpur,

air limbah kasar

Rotor - Minyak, pembuangan gas

permasalahan zat-zat kimia

pengaliran lambat untuk air

dan air buangan

(29)

KlasifikasiUtama Type Pompa Kegunaan Pompa

Posite

Displacement

SCREW

- Pasir, pengolahan lumpur

pertama dan kedua

- Air limbah pertama

- Lumpur kasar

Diafragma

Penghisap

- Permasalahan zat kimia

- Limbah logam

- Pengolahan lumpur pertama

dan kedua (permasalahan

kimia)

Air Lift - Pasir, sirkulasi dan

pembuangan lumpur kedua

Pneumatic

Ejektor

- Instalasi pengolahan air

limbah skala kecil

( Sumber : Metcalf and Eddy, "Wastewater Engineering Treatment and Reuse", 4th edition, hal : 1469-1470 )

Rumus yang digunakan :

td = Q V

(30)

Saluran Pembawa Screw Pump

Pipa inlet dengan :

V = volume sumur pengumpul (m3)

A = luas permukaan sumur pengumpul (m2)

Q = debit air buangan yang dipompa (m3/dt)

td = waktu detensi (dt)

H = kedalaman air (m)

( Sumber : Metcalf and Eddy, Wastewater engineering Treatment, Disposal and Reuse,

McGraw-Hill, Inc, 1991, hal 224 )

(31)

II.2.2. Pr imary Tr eatment (Pengolahan Pertama)

Pada proses ini terjadi proses fisik dan kimia. Pada proses ini umumnya

mampu mereduksi BOD dan antara 30 – 40 % dan mereduksi TSS 50 – 65%.

(sumber : Syed R.Qasim, Wastewater Treatment Plants Planning, Design, and

Operation, hal.52).

II.2.2.1. Proses Fisik

Proses Fisik dengan unit pengolahan :

a. Flotasi

Berfungsi untuk memisahkan partikel-partikel suspensi, seperti minyak,

lemak dan bahan-bahan apung lainnya yang terdapat dalam air limbah dengan

mekanisme pengapungan.

Berdasarkan mekanismenya pemisahannya :

1. Bisa berlangsung secara fisik, yaitu tanpa penggunaan bahan untuk

membantu percepatan flotasi, hal ini bisa terjadi karena

partikel-partikel suspensi yang terdapat dalam air limbah akan mengalami

tekanan ke atas sehingga mengapung di permukaan karena berat

jenisnya lebih rendah dibanding berat jenis air limbah.

2. Bisa dilakukan dengan penambahan bahan, yaitu : Udara atau

bahan polimer yang diinjeksikan ke dalam cairan pembawanya,

(32)

Untuk keperluan flotasi, udara yang diinjeksikan jumlahnya relatif

sedikit (± 0,2 m3 udara) untuk setiap m3 air limbah. Semakin kecil

ukuran gelembung udara maka proses flotasi akan semakin

sempurna.

Rumus yang digunakan :

i. Bak Flotasi

1. Diameter Pipa Inlet = Diameter Pipa Outlet dari Pompa

2. Tekanan Udara dalam atm (P)

= Rasio udara per padatan (mL/mg)

- sa = Kelarutan udara (mL/L)

- f = Fraksi Udara Terlarut dalam Tekanan P

- P = Tekanan Udara (atm)

(33)

3. Tekanan Udara dalam KPa (p)

- p = Tekanan Udara dalam KPa Debit Recycle (R)

(34)

- P = Panjang Bak (m)

9. Diameter Pipa Outlet (D)

(35)

Dengan :

- D = Diameter Pipa Outlet (m)

- Qb = Debit per bak Flotasi (m3/dtk)

- V = Kecepatan aliran (m/dtk)

ii. Bak Penampung Minyak

1. Effluent Minyak dan Lemak

Plot nilai A/S pada grafik 3.35 Eckenfelder, hal.111

2. % Removal

- % Removal = Prosetantase penyisihan (%)

- Inf.Minyak = Influent minyak (mg/L)

- Eff.Minyak = Effluent Minyak (mg/L)

3. Minyak teremoval

Minyak teremoval = Inf.Minyak – Eff.Minyak

Dengan :

- Inf.Minyak = Influent minyak (mg/L)

- Eff.Minyak = Effluent Minyak (mg/L)

4. Berat Minyak ke Bak Penampung Minyak (m)

m = Minyak teremoval . Qtotal (Spellman,4.40)

Dengan :

(36)

- Qtotal = Debit Total per Bak Flotasi (m3/dtk)

5. Debit Minyak ke Bak Penampung Minyak (Qm)

Qm =

- m = Berat Minyak ke Bak Penampung Minyak (g/dtk)

- ρm = Massa Jenis Minyak (g/L)

6. Volume Bak Penampung Minyak (Vm)

Td =

7. Dimensi Bak Penampung Minyak

Vm = Pm . Lm . Hm (Spellman,4.12)

Dengan :

- Vm = Volume Bak Penampung Minyak (m3)

- Pm = Panjang Bak Penampung Minyak (m)

- Lm = Lebar Bak Penampung Minyak (m)

(37)

8. Cek Volume (V)

Vm = Pm . Lm . Hm (Spellman,4.12)

Dengan :

- Vm = Volume Bak Penampung Minyak (m3)

- Pm = Panjang Bak Penampung Minyak (m)

- Lm = Lebar Bak Penampung Minyak (m)

- Hm = Tinggi Bak Penampung Minyak (m)

9. Tinggi minyak di atas pelimpah minyak (h)

Qm = 2

3

2 3

2

xH g

xCdxbx (Triatmodjo,174)

- Qm = Debit Minyak ke Bak Penampung (m3/dtk)

- Cd = Koefisien Konstruksi

- b = Panjang saluran pelimpah = Lebak bak Flotasi (m)

- g = Percepatan gravitasi (m/dtk2)

(38)

Gambar 2.11. Bak Flotasi. (a) Tanpa Resirkulasi, (b) Dengan Resirkulasi

b. Bak Pengendap I

Effisiensi removal dari bak pengendap pertama ini tergantung dari

kedalaman bak dan dipengaruhi oleh luas permukaan serta waktu detensi.

Berfungsi untuk memisahkan padatan tersuspensi dan terlarut dari cairan dengan

menggunakan sistem gravitasi dengan syarat kecepatan horizontal partikel tidak

(39)

Gambar 2.12. Bak Pengendap Rectangular. (a) Denah, (b) Potongan

Rumus yang digunakan :

• Zona setling

- Debit tiap sub bak

=

subbak Q subbak

Q

Dengan :

Q = debit m3/dt

- Kecepatan

(40)

-- mengendapan partikel ( Vs )

- Kecepatan Horisontal (Vo)

s

Vs = kecepatan mengendapan partikel

- kedalaman bak (H)

- Luas permukaan Zona inlet (A)

Q = V . A

Dengan :

(41)

Q = debit m3/dt

- Dimensi penampang Zona inlet

A = b . h

- Kecepatan Weir Loading =

L

- Kedalaman V notch.

Q = 8/15 x cd x ( 2.g )1/2 x Tan /2 x H5/2

Dengan :

(42)

g = 9,81

- Panjang basah setiap pelimpah (Li)

Li = 2 (H. Tg 450)

- Panjang total pelimpah (P)

P =

WLR Q

Dengan :

WLR = beban pelimpah ( m3 / m.dtk)

- Tinggi air diatas pelimpahan

3/2

Cd = koefisien konstruksi = 0,6

P = panjang pelimpah (m)

g = konstruksi grafitasi = 981 cm/dt2

(43)

- Jarak antar gutter

Jarak antar gutter = lebar settling – (jumlah gutter*asumsi lebar gutter)

(Jumlah gutter + 1)

- Berat jenis Solid

Sg = ( % volatil solid x Sg Volatil Solid) + (% fixed solid x Sg Fixed

Solid )

- Berat jenis Sludge (Si)

Si = ( 5 % . 1,78 gr/cm3 ) + ( 95% . 1 gr/cm3 )

(44)

- Luas dasar limas (A’)

(

' * '

)

* * 3 1

A A A A h

Vol = + +

Zona Inlet Zona outlet

Zona Setling

(45)

II.2.2.2. Proses Kimia

Proses Kimia dengan unit pengolahan meliputi:

a. Netralisasi

Air buangan industri dapat bersifat asam atau basa / alkali, maka sebelum

diteruskan ke badan air penerima atau ke unit pengolahan secara biologis dapat

optimal. Pada sistem biologis ini perlu diusahakan supaya pH berbeda diantara

nilai 6,5-8,5. Sebenarnya pada proses biologis tersebut kemungkinan akan terjadi

netralisasi sendiri dan adanya suatu kapasitas buffer yang terjadi karena ada

produk CO2 dan bereaksi dengan kaustik dan bahan asam.

Larutan dikatakan asam bila : H+ > H- dan pH < 7

Larutan dikatakan netral bila : H+ = H- dan pH = 7

Larutan dikatakan basa bila : H+ < H- dan pH > 7

Ada beberapa cara menetralisasi kelebihan asam dan basa dalam limbah

cair, seperti :

§ Pencampuran limbah.

§ Melewatkan limbah asam melalui tumpukan batu kapur.

§ Pencampuran limbah asam dengan Slurry kapur.

§ Penambahan sejumlah NaOH, Na2CO3 atau NH4OH ke limbah asam.

§ Penambahan asam kuat (H2SO4,HCl) dalam limbah basa.

§ Penambahan CO2 bertekanan dalam limbah basa.

(46)

Gambar 2.13. Bak Netralisasi

b. Koagulasi – Flokulasi

Koagulasi dan Flokulasi adalah proses pembentukan flok dengan

penambahan pereaksi kimia ke dalam air baku atau air limbah supaya menyatu

dengan partikel tersuspensi sehingga terbentuk flok yang nantinya akan

mengendap.

Koagulasi adalah proses pengadukan cepat dengan penambahan koagulan,

hasil yang didapat dari proses ini adalah destabilisasi koloid dan suspended solid,

proses ini adalah awal pembetukan partikel yang stabil.

Flokulasi adalah pengadukan lambat untuk membuat kumpulan partikel

yang sudah stabil hasil Koagulasi berkumpul dan mengendap.

(sumber : Reynold/Richard, Unit Operations and Processes in Environmental

(47)
(48)

Jenis-jenis koagulan yang sering digunakan adalah:

1. Koagulan Alumunium Sulfat - Al2(SO4)3

Alumunium sulfat dapat digunakan sebagai koagulan dalam pengolahan

air buangan. Koagulan ini membutukkan kehadiran alkalinitas dalam air untuk

membentuk flok. Dalam reaksi koagulasi, flok alum dituliskan sebagai

Al(OH)3. Mekanisme koagulasi ditentulkan oleh Ph, konsentrasi koagulan dan

konsentrasi koloid. Koagulan dapat menurunkan pH dan alkalinitas karbonat.

Rentang pH agar koagulasi dapat berjalan dengan baik antara 6-8.

Persamaan Reaksi sederhana terbentuknya flok

Al2(SO)3 + 14H2O + 3Ca(HCO)3→ 2Al(OH)3↓ + 3CaSO4 + 14H2O + 6CO2

Jika Koagulan bereaksi dengan Kalsium Hidroksida, persamaan

reaksinya adalah :

Al2(SO)3 + 14H2O + 3Ca(OH)2→ 2Al(OH)3↓ + 3CaSO4 + 14H2O

(sumber : Reynold/Richard, Unit Operations and Processes in

Environmental Engineering,hal.174)

2. Koagulan Ferro Sulfat

Persamaan Reaksinya adalah

2FeSO4 + 7H2O + 2Ca(OH)2 + ½O2 → 2Fe(OH) 3↓ + 2CaSO 4 + 13H2

(sumber : Reynold/Richard, Unit Operations and Processes in

Environmental Engineering,hal.175)

3. Koagulan Ferri Sulfat

Perbedaannya dengan Ferro Sulfat adalah nilai ekivalensinya. Kalau Ferro

(49)

Persamaan Reaksinya adalah

Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH) 3↓ + 3CaSO 4 + 6CO2

(sumber : Reynold/Richard, Unit Operations and Processes in

Environmental Engineering,hal.176)

4. Koagulan Ferri Clorida

Persamaan reaksi dari Ferri Clorida dengan Bikarbonat yang bersifat alkali

dari Ferri Hidroksida

2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH) 3↓ + 3CaSO 4 +6CO2

2FeCl3 + 3Ca(OH)2 → 2Fe(OH) 3↓ + 3CaCl 2

(sumber : Reynold/Richard, Unit Operations and Processes in

Environmental Engineering,hal.176)

Pada tahap Koagulasi, pengaduk yang digunakan biasa di sebut Impellerr.

Sedangkan jenis – jenis impeller ada 3, yaitu:

1. Turbine Impeller

Diameter impeller jenis ini biasanya 30-50% dari diameter atau lebar

bak koagulasi. Kecepatan putarannya 10-150 rpm.

(50)

2. Paddle Impeller

Diameter impeller jenis ini biasanya 50-80% dari diameter atau lebar

bak koagulasi, dan lebar paddle biasanya 1/6–1/10 dari diameternya.

Kecepatan putarannya 20-150 rpm.

Gambar 2.16. Type – type Paddle Impeller

3. Propeller Impeller

Diameter impeller jenis ini biasanya 1 atau 2 – 18 inchi. Kecepatan

putarannya 400-1750 rpm.

(51)

Jenis-jenis flokulasi, yaitu:

1. Flokulasi mekanis

Hampir sama dengan Koagulasi menggunakan impeller sebagai

pengaduk. Hanya saja alirannya lambat atau turbulen.

Gambar 2.18. Flokulasi Mekanis. (a) Dengan Paddle, (b) Dengan Turbine, (c)

Dengan Propeller

2. Flokulasi hidrolis

Flokulasi dengan gravitasi, ciri – ciri Flokulasi Hidrolis :

a. Tidak peka terhadap perubahan kualitas air

b. Hidrolis dan parameter menyebabkan fungsi flokulasi

menjadi lambat dan tidak bias menyesuaikan

c. Kehilangan tekanan relative besar

(52)

Macam – macam Flokulasi Hidrolis :

1. Baffle channel flocculator

Gambar 2.19. Horizontal

Flow Baffle Channel

Gambar 2.20. Vertical

Flow Baffle Channel

2. Gravel bed flocculator

(53)

3. Hidrolic jet flokulator

Gambar 2.22. Hidraulic Jet Floclator

3. Flokulasi pneumatis

Flokulasi Pneumatis adalah dengan injeksi udara dari compressor

(54)

II.2.3. Secondar y Treatment (Pengolahan Sekunder)

Pengolahan sekunder akan memisahkan koloidal dan komponen organik

terlarut dengan proses biologis. Proses pengolahan biologis ini dilakukan secara

aerobik maupun anaerobik dengan efisiensi reduksi BOD antara 60 - 90 % serta

40 - 90 % TSS.

(sumber : Syed R.Qasim, Wastewater Treatment Plants Planning, Design, and

Operation, hal.52).

II.2.3.1. Proses Biologis dengan Bio Film

a. Trickling Filter

Tricling filter menurunkan beban organik yang terdapat dalam air buangan

dengan cara mengalirkannya pada media yang permukaannya diselimuti oleh

lumpur aktif sebagai biological film. Filter yang digunakan batua-batuan, pasir,

granit dan lain-lain dalam berbagai ukuran mulai dari diameter 3/4 in sampai

dengan diameter 2,5 in. Proses yang terjadi adalah proses biologis yang

memerlukan oksigen (aerobik).

Cara kerja Tricling filter :

Air limbah dari pengolahan primer dialirkan masuk melalui pipa yang

berputar diatas suatu lahan dengan media filter, beban organik yang ada dalam

limbah disemprotkan diatas media, dan diuraikan oleh mikroorganisme yang

menempel pada media filter. Bahan organik sebagai substrat yang terlarut dalam

(55)

Pada lapisan bagian luar biofilm, bahan organik diuraikan oleh

mikroorganisme aerobik. Pertumbuhan mikroorganisme mempertebal lapisan

biofilm, oksigen yang terdifusi dapat dikomsumsi sebelum biofilm mencapai

ketebalan maksimum. Pada saat mencapai ketebalan penuh maka oksigen tidak

dapat mencapai penetrasi secara penuh, sehingga pada bagian dalam atau pada

permukaan media akan berad pada kondisi anaerobik.

Pada saat lapisan biofilm mengalami penambahan ketebalan , dan bahan

organik yang diabsorbsi dapat diuraikan oleh mikroorganisme namuin tidak

mencapai mikroorganisme yang berada pada permukaan media.

Dengan kata lain tidak tersedia bahan organik untuk sel karbon pada

bagian permukaan media, sehingga mikroorganisme sekitar permukaan media

mengalami fase endogenous atau kematian. Pada akhirnya mikroorganisme

sebagai biofilm tersebut akan lepas dari media, cairan yang masuk akan ikut

melepas atau mencuci dan mendorong biofilm keluar setelah itu lapisan biofilm

baru akan segera tumbuh. Fenomena lepasnya biofilm dari media tersebut disebut

sloughing dan hal ini fungsi dari beban organik dan beban hidrolik pada trickling

filter tersebut.

Beban hidrolik memberikan kecepatan daya gerus biofilm sedangkan

beban organik memberikan kecepatan daya dalam biofilm. Berdasarkan beban

hidrolik dan organik maka dapat dikelompokan tipe trickling filter low rate dan

high rate.

Trickling filter terdiri dari suatu bak dengan media permeable untuk

(56)

25-100 mm, kedalaman filter berkisar 0,9-2,5m (rata-rata 1,8) media filter dapat

mencapai 12 m yang disebut sebagai tower trickling filter.

Air limbah didistribusikan pada bagaian atas dengan satu lengan

distributor yang dapat berputar. Filter juga dilengkapi dengan underdrain untuk

mengumpulkan biofilm yang mati untuk kemudian diendapakan dalam bak

sedimentasi. Bagaian cairan yang keluar biasanya dikembalikan lagi ketrickling

filter sebagai air pengencer air baku yang diolah.

(57)

II.2.3.2. Nitrifikasi – Denitr ifikasi

a) Nitr ifikasi

Nitrifikasi merupakan proses konvensi nitrogen ammonia menjadi nitrat.

Nitrifikasi menjadi salah satu proses yang sangat penting untuk diperhatikan hal

itu disebabkan karena :

− Air limbah yang banyak mengandung N organic cenderung merangsang

pertumbuhan alga yang pada akhirnya akan menimbulkan eutrophikasi diperairan.

− Adanya nitrifikasi akan menyebabkan turunnya konsentrasi oksigen terlarut

(DO), disebabkan karena pada setiap tahap reaksi dalam nitrifikasi akan

mengkonsumsi DO.

− NH4 juga bersifat tixic terhadap kehidupan air.

− NH4 juga mengkonsumsi dosis klorine yang berakibat naiknya kebutuhan

chlor untuk desinfektan.

Proses konveksi nitrogen ammonia menjadi nitrat melibatkan bakteri

autrotrof. Bakteri ini adalah bakteri yang menggunakan sumber energi dari cahaya

matahari (photoautrotrof).

Maupun dari hasil oksidasi bahan anorganik (chemoautrotrof). Sumber

karbon berasal dari fiksasi karbondioksida. Bakteri autrotrof genus Nitrosomonas

dan Nitrobacter adalah jenis bakteri yang memegang peran peting dalam proses

nitrifikasi. Proses nitrifikasi yang dilaksanakan oleh oraganisme autrotrof dan

berlangsung dalam dua tahap, yaitu :

1. Tahap nitritasi yaitu tahap oksidasi ion ammonia (NH4+) menjadi ion nitrit

(58)

2NH4 + 3O2 NITROSOMONAS 2NO2 + 2H2O + 4H+

2. Tahap nitrat yaitu tahap oksidasi ion nitrit menjadi nitrat NO3 dan dilakukan

oleh nitrobacter dengan reaksi :

2NO2- + O2 NITROSOMONAS 2NO2

-Proses nitrifikasi dapat diterapkan pada system Lumpur aktif (CFSTR).

Atau plug flow dengan resirkulasi dan biofilm (trickling filter dan cakram

biologis).

Dalam proses pengolahan Lumpur aktif dapat dilakukan secara terpisah

dalam tangki yang berbeda maupun dalam satu tangki dengan proses kombinasi.

Gambar berikut merupakan jenis pengolahan ammonia dengan nitrifikasi dengan

cara Lumpur aktif :

Gambar 2.24. Nitrifikasi cara lumpur aktif

Penyisihan carbon-nitrifikasi Clarifier

a. single stage combination

Penyisihan C Clarifier nitrifikasi Clarifier

(59)

Dasar pemilihan antara system satu dengan satu tangki atau dua tangki

aerasi biasanya dengan memperhatikan perbandingan BOD5/TKN, untuk :

- BOD5/TKN < 3, menggunakan system terpisah (two stage)

- BOD5/TKN > 5, menggunakan satu tangki (single stage)

-b) Denitr ifikasi

Denitrifikasi adalah proses reduksi nitrat menjadi gas nitrogen (N2) secara

biologi pada kondisi anoxic (tanpa oksigen). Bakteri yang bertanggungjawab

dalam proses denitrifikasi adalah jenis heterotrof. Nitrit dan nitrat sebagai aseptor

electron, sedangkan organic karbon sebagai donor electron. Dalam air buangan

rendah, biasanya ditambahkan methanol (CH3OH) sebagai sumber karbon,

sedangkan sumber energi diperoleh dari hasil reaksi anorganik.

Bakteri yang melakukan proses denitrifikasi meliputi : achromobacter,

Alcaligenes, Bacillus, Brevibacterium, F lavobacterium, Laccthobacterium dan

lainnya.

Ada dua tahap konveksi dalam proses denitrifikasi yaitu :

- Tahap nitrat menjadi nitrit

- Tahap nitrit menjadi gas nitrogen

Sehingga keseluruhan proses secara berurutan adalah :

(60)

II.2.4. Tertiar y Tr eatment

Pengolahan ini adalah kelanjutan dari pengolahan terdahulu, oleh karena

itu pengolahan jenis ini akan digunakan apabila pada pengolahan pertama dan

kedua, banyak zat tertentu yang masih berbahaya bagi masyarakat umum.

Pengolahan ketiga ini merupakan pengolahan secara khusus sesuai dengan

kandungan zat yang terbanyak dalam air limbah, biasanya dilaksanakan pada

pabrik yang menghasilkan air limbah khusus diantaranya yang mengandung fenol,

nitrogen, fosfat, bakteri patogen dan lainnya. Unit pengolahan tersier ini terdiri

dari :

a. Carbon Aktif

Pengolahan air limbah dengan menggunakan karbon aktif biasanya

digunakan sebagai proses kelanjutan dari pengolahan secara biologis. Organik

terlarut yang ada dengan cara menyerap partikel yang berada dalam partikel juga

bisa dihilangkan. Selain itu proses ini juga bisa menghilangkan bau, warna, rasa,

bahan organik (fenol), merkuri dan lain-lain.

(61)

b. Ion Exchange

Untuk limbah cair yang bahan pencemarnya larut dan membentuk ion

(bahan anorganik), pengolahannya tidak dapat dilakukan dengan cara adsorbsi,

karena ion-ion cenderung menjadi permukaan yang berbatasan dengan absorber,

sehingga cara pengolahan yang dipilih untuk jenis tersebut adalah pertukaran ion

(ion exchange) baik ion positif maupun ion negatif. Secara garis besar prosesnya

serupa dengan adsobsi yaitu dengan mengkontakkan limbah dengan bahan aktif

penukaran ion yang siap memberi ion H+ atau OH- ke limbah dan menerima ion

positif atau ion negatif dari limbah. Keadaan jenuh juga akan dialami oleh bahan

aktif penukar ion, yang pemulihan keaktifanya dapat dilakukan melalui proses

regenerasi. Limbah biasanya menggunakan proses ion exchange antara lain yang

mengandung logam, misalnya Na2+, Ca2+, Cu, Ni, Cr, Mg2+, Fe, Co.

(62)

c. Secondar y Clar ifier

Fungsinya sama dengan Bak pengendap, tetapi clarifier biasanya di

tempatkan setelah pengolahan kedua (pengolahan Biologis).

(63)

II.2.5. Sludge Treatment (Pengolahan Lumpur)

Dari pengolahan air limbah maka hasilnya adalah berupa lumpur yang

perlu diadakan pengolahan secara khusus agar lumpur tersebut tidak mencemari

lingkungan dan dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan kehidupan. Sludge

dalam disposal sludge memiliki masalah yang lebih kompleks. Hal ini disebabkan

karena :

a. Sludge sebagian besar dikomposisi dari bahan-bahan yang responsibel

untuk menimbulkan bau.

b. Bagian sludge yang dihasilkan dari pengolahan biologis dikomposisi

dari bahan organik.

c. Hanya sebagian kecil dari sludge yang mengandung solid (0,25% -

12% solid).

Tujuan utama dari pengolahan lumpur adalah :

- Mereduksi kadar lumpur

- Memanfaatkan lumpur sebagai bahan yang berguna seperti pupuk

dan sebagai penguruk lahan yang sudah aman.

Unit pengolahan lumpur meliputi :

a. Sludge Thickener

Sludge thickener adalah suatu bak yang berfungsi untuk menaikkan

kandungan solid dari lumpur dengan cara mengurangi porsi fraksi cair (air),

sehingga lumpur dapat dipisahkan dari air dan ketebalannya menjadi

(64)

Tipe thickener yang digunakan adalah gravity thickener dan lumpur

berasal dari bak pengendap I dan pengendap II. Pada sistem gravity thickener

ini, lumpur diendapkan di dasar bak sludge thickener.

Gambar 2.28. Sludge Thickener

b. Sludge Digester

Sludge digester berfungsi untuk menstabilkan sludge yang dihasilkan

dari proses lumpur aktif dengan mengkomposisi organik material yang

bersifat lebih stabil berupa anorganik material sehingga lebih aman untuk

dibuang.

(65)

c. Sludge Drying Bed

Sludge drying bed merupakan suatu bak yang dipakai untuk

mengeringkan lumpur hasil pengolahan dari thickener. Bak ini berbentuk

persegi panjang yang terdiri dari lapisan pasir dan kerikil serta pipa drain

untuk mengalirkan air dari lumpur yang dikeringkan. Waktu pengeringan

paling cepat 10 hari dengan bantuan sinar matahari.

(66)

II.4. Profil Hidr olis

Hal – hal yang perlu diperhatikan sebelum membuat Profil Hidrolis, antara

lain:

1. Kehilangan tekanan pada bangunan pengolahan

Untuk membuat profil hidrolis perlu perhitungan kehilangan tekanan pada

bangunan. Kehilangan tekanan akan mempengaruhi ketinggian muka air di

dalam bangunan pengolahan. Kehilangan tekanan pada bangunan pengolahan

ada beberapa macam, yaitu:

a. Kehilangan tekanan pada saluran terbuka

b. Kehilangan tekanan pada bak

c. Kehilangan tekanan pada pintu

d. Kehilangan tekanan pada weir, sekat, ambang dan sebagainya

harus di hitung secara khusus.

2. Kehilangan tekanan pada perpipaan dan assesoris

a. Kehilangan tekanan pada perpipaan

b. Kehilangan tekanan pada assesoris

c. Kehilangan tekanan pada pompa

d. Kehilangan tekanan pada alat pengukur flok

3. Tinggi muka air

Kesalahan dalam perhitungan tinggi muka air dapat terjadi kesalahan

dalam menentukan elevasi (ketinggian) bangunan pengolahan, dalam

pelaksanaan pembangunan sehingga akan dapat mempengaruhi pada proses

(67)

Kehilangan tekanan bangunan (saluran terbuka dan tertutup) tinggi

terjunan yang direncanakan (jika ada) akan berpengaruh pada perhitungan

tinggi muka air. Perhitungan dapat dilakukan dengan cara :

1. Menentukan tinggi muka air bangunan pengolahan yang paling

akhir.

2. Tambahkan kehilangan tekanan antara clear well dengan bagunan

sebelumnya pada ketinggian muka air di clear well.

3. Didapat tinggi muka air bangunan sebelum clear well demikian

seterusnya sampai bangunan yang pertama sesudah intake.

4. Jika tinggi muka air bangunan sesudah intake ini lebih tinggi dari

tinggi muka air sumber maka diperlukan pompa di intake untuk

(68)

II.3. Persen Removal

2.6. Per sen Removal Macam – Macam Bangunan

Unit Pengolahan % Removal Sumber

I. Pre Teatment

- Screening 20 – 35 % SS Syed R.Qasim, WWTP

Planning, Design, and

Operation, hal 156

II. Pr imary Tr eatment

- Flotasi 85 % - 90 % M/L 7 Eckendfelder , Hal 78

Reuse 4th edition, hal 396

- Netralisasi pH 6,5 – 9 Reynold/Richard, Unit

Operations & Processes

in Env.Engineering, 2nd

(69)

- Koagulasi – Flokulasi 58 % BOD

Control, 3th edition, hal

138

2. Intermediate Rate TF

3. High Rate TF

-Metcalf & Eddy Fourth

Edition, hal 909

- Metcalf & Eddy Fourth

Edition, hal 396

(70)

BAB III

DATA PERENCANAAN

III.1. Data Karakteristik Limbah

Sumber air buangan dari Industri Rumah Pemotongan Hewan (RPH)

ini mempunyai debit (Q ) = 15000 m3 / Hari. Sedangkan data kualitas air

buangan yang dikeluarkan oleh industri tercantum pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Parameter air buangan Industri Rumah Pemotongan Hewan (RPH)

yang harus diolah :

No. Parameter Kadar ( mg / liter )

1 BOD 2500

2 COD 5600

3 TSS 3000

4 Minyak dan Lemak 120

5 NH3-N 85

6 Ph 4

Sumber : Data Perencanaan

III.2. Standar t Baku Mutu

Standart bakumutu limbah cair untuk limbah Industri Rumah

Pemotongan Hewan yang selanjutnya dikelola sesuai standart effluent

(71)

Tabel 3.2. Baku Mutu Limbah Cair

No. Parameter

Kadar Maksimum

( mg / liter )

1 BOD 100

2 COD 200

3 TSS 100

4 Minyak dan Lemak 15

5 NH3-N 25

6 pH 6-9

Sumber : Peraturan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. 02 Tahun 2006

III.3. Diagram Alir Pengolahan Limbah

Berdasarkan dari data kualitas air buangan yang akan diolah dan kualitas

air buangan sesuai dengan baku mutu, maka alternative pengolahan limbah yang

dipilih untuk rangkaian proses pengolahan dengan diagram alirpada Gambar 3.1,

(72)

Gambar 3.1. Diagram Alir Pengolahan Limbah Industri Rumah Pemotongan

Hewan

Recycle

Screen

Bak Penampung

Flotasi

Netralisasi

Bak Pengendap I

Trickling Filter

Badan Air

Sludge Thickener Koagulasi - Flokulasi

Clarifier

(73)

BAB IV

NERACA MASSA DAN SPESIFIKASI BANGUNAN

IV.1. Neraca Massa

IV.1.1. Karakteristik Limbah Industri Rumah Pemotongan Hewan

Debit ( Q ) = 1500 m3/hr

BOD = 2500 mg/l

COD = 5600 mg/l

TSS = 3000 mg/l

Minyak dan Lemak = 120 mg/l

NH3-N = 85 mg/l

pH = 4

IV.1.2. Standar Baku Mutu Industri Rumah Pemotongan Hewan

BOD = 100 mg/l

COD = 200 mg/l

TSS = 100 mg/l

Minyak dan Lemak = 15 mg/l

NH3-N = 25 mg/l

(74)

S a lu ra n P e m b a w a

In p u t O u tp u t

IV.1.3. Neraca Massa per Bangunan

a) SaluranPembawa

(75)

Input Out put

No. Parameter

Input

(mg/l)

Output

(mg/l)

Baku Mutu

(mg/l)

1 BOD (10%) 2500 2250 100

2 COD (10%) 5600 5040 200

3 TSS (20%) 3000 2400 100

4 Minyak dan Lemak 120 120 15

5 NH3-N 85 85 25

6 pH 4 4 6 – 9

c) Bak Penampung

Input Out put

Rot ary Drum Screen

(76)
(77)
(78)

f) Koagulasi - Flokulasi

% removal :

TSS = 33 % Asumsi 33%

BOD = 58 % Asumsi 58%

COD 63 % Asumsi 63%

( sumber : Eckenfelder, Jr., Industrial Water Pollution Control, 3th

(79)

Input Out put

h) Trickling Filter

% removal :

NH3-N = 80 – 90 % Asumsi 85 %

BOD = 85 – 90 % Asumsi 85%

COD = 85 – 90% Asumsi 80%

(Reynold/Richard, Unit Operations & Prpcess in Env.Engineering 2th

edition 527)

(80)

Input Out put

i) Bak Penampung II

% removal :

TSS = 50 – 70% diambil 70%

(Metcalf & Eddy, WWET Disposal, and Reuse 3th edition, hal 337)

Input Output

Trickling Filter Badan air

Trickling Filter

(81)

No. Parameter

Input

(mg/l)

Output

(mg/l)

Baku Mutu

(mg/l)

1 BOD 63 63 100

2 COD 127 127 200

3 TSS (70%) 155,5 46,5 100

4 Minyak dan Lemak 12 12 15

5 NH3N 13 13 25

(82)

IV. 2. Spesifikasi Bangunan

IV.2.1. Salur an pembawa menuju Screen

- Termasuk saluran terbuka

- Dibuat 1 saluran, terbuat dari beton - Debit (Q) = 15000 m3/ hr = 0,17 m3/ dtk - Panjang saluran (L) = 3,2 m

- Lebar saluran (B) = 0,8 m

- Kedalaman saluran (H) = 0,48 m

- Slope saluran (s) = 0,00023 m/m

IV.2.2. Screen

- Menggunakan 1 Fine screen - Faktor Kisi (β) = 1,79 - Jarak antar kisi (b) = 12 mm - Tebal kisi (t) = 15 mm

- Slope (θ) = 45°

- Tinggi fine screen (h) = 0,4 m - Jumlah kisi (n) = 19 buah - Lebar saluran (Ws) = 0,8 m

IV.2.2. Salur an pembawa menuju Bak Penampung

- Termasuk saluran terbuka

(83)

- Debit (Q) = 15000 m3/ hr = 0,17 m3/ dtk - Panjang saluran (L) = 3,2 m

- Lebar saluran (B) = 0,8 m

- Kedalaman saluran (H) = 0,48 m

- Slope saluran (s) = 0,00023 m/m

IV.2.3. Bak Penampung

- Menggunakan 1 Bak Penampung - Volume Bak (V) = 102 m3

- Panjang (P) = 5,8 m

- Lebar (L) = 5,8 m

- Kedalaman (h) = 3,6 m

- Waktu tinggal (td) = 20 menit

IV.2.4. Pemompaan

Jenis pipa cost iron (C) = 130

- Type ETA – N Low Pressure centrifugal Pumps

- Jenis pompa = AP 100.100.32; 50 Hz, ISO 2548 Class C

Menggunakan 1 pompa & 1 pompa cadangan

- Ø pipa suction & discharge = 250 mm

(84)

IV.2.5. Flotasi

Bak flotasi

- Menggunakan 1 bak flotasi - Waktu detensi (td) = 20 menit

- Menggunakan 1 Bak Netralisasi − Volume penetral

• Debit tiap bak (Q) = 0,17 m3/dtk

• Volume (V) = 10200 liter

• Kebutuhan air pelarut

− Volume air pelarut = 2,86 m3/hari

− Volume total = 5,43 m3/hari

(85)

− Dimensi bak injeksi

• Diameter (d) = 1,77 m

• Tinggi (h) = 2,65 m

− Dimensi impeller injeksi

• Tenaga motor pengaduk = 2275,16 Watt

• Diameter Impeller (Di) = 0,9 m

− Dimensi bak netralisasi

• Volume = 10,2 m3

• Diameter (d) = 2,18 m

• Tinggi (h) = 3,26 m

− Dimensi impeller bak netralisasi

• Tenaga motor pengaduk = 4273,8 Watt

c. Stroke length setting = 1,6

(86)

(Data umum yang lainnya dapat dilihat pada halaman 15, tabel

pompa Grundfos – dosing pump DM2).

IV.2.7. Koagulasi

Bak koagulasi

- Menggunakan 1 bak koagulasi

(87)

Maka di gunakan :

e. Dosing pump tipe DM1– 2

f. Dengan tekanan max = 10 bar

g. Stroke length setting = 9,5

h. Diaphragm diameter = 52 mm

(Data umum yang lainnya dapat dilihat pada halaman 15, tabel

pompa Grundfos – dosing pump DM2)

IV.2.8. Flokulasi

- Menggunakan 1 bak Flokulasi

- Vol bak flokulasi = 204 m3

- Waktu detensi = 1200 detik

- Kedalaman tangki (h) = 9 m

- Diameter bak = 6 m

IV.2.9. Bak pengendap I

- nggunakan 2 sub bak pengendap I - Zona inlet

- Bentuk saluran terbuka , Lebar (L) = 0,8 m dan Tinggi (H) =

1 m

- Lebar pintu air = 0,6 m dan bukaan pintu air = 0,18 m

- Pervorated wall 19 buah Ø 10 cm

(88)

- Lebar bak (L) = 4 m

- Tinggi bak (H) = 3 m

- Waktu tinggal = 1,45 jam (± 88 menit)

- Zona outlet

− Menggunakan V-notch 90˚ berjumlah 20 buah dengan lebar

0,2 m

− Diameter pipa outlet 0,65 m

- Zona sludge

- Volume lumpur = 89,992m3

- Luas alas zona sludge = (3x3) m2

- Luas zona sludge atas = (4x4) m2

- Tinggi zona sludge = 0,7 m

IV.2.10. Tr ikling Filter

- Menggunakan 1 Trickling filter

o Dimensi Trickling filter

- Diameter = 29 m

(89)

- Diameter = 0.05 m

- Memakai tipe AP.130.310 GRUNDFOS

Diameter inlet = 0,65 m

Diameter outlet = 0.25 m

IV.2.11. Bak pengendap II (Clarifier)

-Menggunakan 1 Bak Pengendap II

(90)

- Panjang tiap weir = 52,84 m - Panjang basah tiap pelimpah = 10 cm - Panjang basah total (Ln) = 456 cm

IV.2.12. Sludge Thickener

- Menggunakan 1 Sludge Thickener - Volume lumpur = 84,41 m3/hari - Berat lumpur = 142,0382 m3/hari - Volume solid = 4,3 m3/hari - Volume air = 80,11 m3/hari - Berat solid = 5,844 m3/hari

- Diameter bak = 9,65 m

- Luas permukaan bak = 73,05 m2

- Kedalaman (H) = 4,2 m

- Kapasitas sludge thickener = 244,7 m3 - Diameter inlet = 1,45 m - Panjang weir (L) = 30,3 m - Jumlah V notch (n) =76 buah

- Panjang basah tiap pelimpah (Li) = 0,0188 m - Panjang basa seluruh pelimpah (Ln) = 1,4288 m - Diameter pipa sludge = 0,049 m

(91)

IV.2.13. Sludge dr ying bed

- Menggunakan 4 Sludge drying bed - Waktu pengeringan = 10 hari

- Tebal pasir = 0,30 m

- Tebal kerikil = 0,50 m

- Tebal cake = 0,60 m

- Jumlah bed = 4 buah

(92)

83

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpula n

1. Bangunan Pengolahan limbah Industri Terpadu ini menggunakan

bangunan pengolahan yaitu: Screen, Flotasi, Netralisasi, Koagulasi

Flokulasi, Bak Pengendap I, Trikling filter, Bak Pengendap II

2. Pengolahan lumpur sisa pengolahan dengan Sludge Drying Bed.

3. Dari diagram alir bangunan yang dibuat, beberapa parameter dalam

limbah Industri Terpadu dapat diturunkan hingga memenuhi standart

baku mutu yang ada.

(93)

V. 1.1. Per sen Remova l Banguna nPengolahan

Tabel 5.1Per sen Removal BangunanPengolahan

(94)

85 V. 2. Sar an

1. Dalam perencanaan bangunan pengolahan air buangan seharusnya

memperhatikan Karakteristik air limbah dan besar debit air yang akan

diolah sehingga bangunan yang akan dibuat mampu menurunkan

pencemar secara optimal.

2. Luas Area untuk yang tersedia untuk IPAL juga harus diperhatikan

sehingga luas lahan mencukupi untuk pembangunan IPAL yang sudah

direncanakan.

3. Dalam membuat unit pengolahan limbah sebaiknya menggunakan

bangunan pengolahan limbah yang benar – benar diperlukan, tanpa

mengurangi fungsi dari unit pengolahan tersebut dan bangunan

pengolahan limbah dapat dikombinasi dengan bangunan pengolahan

limbah lain sehingga fungsi penurunan limbah bertambah.

4. Pemilihan lokasi untuk peletakan bangunan – bangunan yang telah

direncanakan sangat penting. Perlu adanya perencanaan beberapa tahun

ke depan untuk mengantisipasi pengembangan industri yang akan

mempengaruhi kapasitas bangunan pengolahan air buangan.

5. Pemilihan pengolahan biologi atau kimia yang lebih efektif agar

(95)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. www.wikipediaindonesia.org

Anonim. 2002. Keputusan Gubernur Jawa Timur no. 45 Tahun tentang ”baku

mutu limbah cair bagi industri/ kegiatan usaha lainnya di Jawa Timur”

Archeivala, S.J . 2000. “Wastewater Treatment for Pollution Control”. 2th

Edition. McGraw-Hill, Inc. New York.

Brown, C.J . “Ion Exchange”. Ontario: Canada

Cavaseno, V. 1987. “Industrial Wastewater and Solid Waste Engineering”.

McGraw-Hill, New York.

Chow, Ven Ten. ”Open Channel Hydraulics”. McGraw-Hill, Inc. New York

Eckenfelder, W Wesley, J r. 2000. “Industrial Water pollution Control”. Third

Edition. Mc Graw-Hill, Inc. New york.

Kawamur a, Susumu. 2000. “Integrated Design & Operation of Water

Treatment Facilities Second Edition”. John Wiley & Sons Inc : Canada

Metcalf and Eddy 2004. “Waste Water Engineering Treament Disposal

Reuse”. Fourth Edition. McGraw-Hill, Inc. New York, St

Fransisco,Auckland.

Morimura, T. and Noerbambang, S.M. 2005. “Perancangan dan Pemeliharaan

Sistem Plambing”. Cetakan ke-9. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Okun, D.A. and Scultz 1968. ”Water and Wastewater Engineering”. Volume 2.

Qasim, S.R. 1985. “Waste Water Treatment Plant Planning, Design and

(96)

Razif, M. 2002. “Pengolahan Air Minum”. Jurusan Teknik Lingkungan ITS

Surabaya.

Reynolds, T.D and Richards. 1996. “Unit Operation and Processes in

Environmental Engineering”. Second Edition. PWS Publising

Company. Boston.

Sir egar, S.A. 2005. “Instalasi Pengolahan Air Limbah”. Kanisius : Yogyakarta

Spellman, F.R. 2003. “Handbook of Water and Wastewater Treatment Plants

Operations”. A CRC Press Company, New York.

Spellman, F.R. 2004. “Mathematics Manual for Water and Wastewater

Treatment Plants Operations”. A CRC Press Company, New York.

Sugihar to. 1987. ”Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah”. UI-PRESS, Jakarta.

Triatmodjo, B. 2001. ”Hidrolika I”. Erlangga, Jakarta.

Vamos, R.J . and Haas, N.C. 1995. “Hazardous and Industrial Waste

Gambar

Gambar 2.2 Bar Screen Mekanikal
Tabel 2.1 Kriteria Coarse Screen
Gambar 2.3 Inclined Screen
Tabel 2.2 Macam-macam Fine Screen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari kelima parameter di atas menunjukkan indikasi bahwa proses elektrokoagulasi akan memberikan hasil yang optimum terhadap efisiensi pemisahan polutan dari limbah RPH pada

Dari kelima parameter di atas menunjukkan indikasi bahwa proses elektrokoagulasi akan memberikan hasil yang optimum terhadap efisiensi pemisahan polutan dari limbah RPH pada

Pada pengolahan secara biologis, pertumbuhan mikroorganisme dapat dilakukan secara melekat pada permukaan media penyangga ( attached growth ), yakni suatu proses

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui kinerja media biofilter sarang tawon (honeycomb tube) pada reaktor Upflow Filter dalam mengolah limbah cair industri

Seberapa besar produksi biogas yang diperoleh pada tahap konsentrasi limbah cair. 50%, 75%

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui kinerja media biofilter sarang tawon ( honeycomb tube ) pada reaktor Upflow Filter dalam mengolah limbah cair

Pada pengolahan secara biologis, pertumbuhan mikroorganisme dapat dilakukan secara melekat pada permukaan media penyangga (attached growth), yakni suatu proses pengolahan

Proses aklimatisasi merupakan proses adaptasi mikroorganisme dengan air limbah yang digunakan pada proses pengolahan yaitu air limbah rumah potong hewan, dimana proses