DINAS (UPTD) KAMPUNG ANAK NEGERI
KOTA SURABAYA
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Administrasi Negara Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Oleh:
MOKHAMAD AFIFUDIN NPM. 0941010049
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
(UPTD) KAMPUNG ANAK NEGERI KOTA SURABAYA
Disusun Oleh : MOKHAMAD AFIFUDIN
NPM. 0941010049
Telah Disetujui Untuk Mengikuti Ujian Skripsi.
Pembimbing
Dra. Susi Har djati, M. AP NIP.196702101993032001
Mengetahui DEKAN
(UPTD) KAMPUNG ANAK NEGERI KOTA SURABAYA
Disusun Oleh : MOKHAMAD AFIFUDIN
NPM. 0941010049
Telah Dipertahankan Dihadapan dan Diterima Oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usan Ilmu Administr asi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada Tanggal 10 J uli 2014
Menyetujui
PEMBIMBING TIM PENGUJ I 1.
Dra. Susi Har djati, M.AP Dr s. Pudjoadi, M.Si NIP.196702101993032001 NIP. 195105101973031001
2.
Dra. Susi Hardjati, M.AP NIP. 196702101993032001 3.
Tukiman, S.Sos, M.Si NIP. 196103231989031001 Mengetahui
PEMBINAAN ANAK J ALANAN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) KAMPUNG ANAK NEGERI
KOTA SURABAYA
Nama Mahasiswa : Mokhamad Afifudin
NPM : 0941010049
Pr ogram Studi : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Menyatakan Bahwa Skripsi Ini Telah Direvisi dan Disahkan Pada Tanggal 17 J uli 2014
PENGUJ I I PENGUJ I II PENGUJ I III
Dra. Pudjoadi, M.Si NIP. 195105101973031001
Dra. Susi Hardjati, M.AP NIP. 196702101993032001
Tukiman. S.Sos, M.Si NIP. 196103231989031001
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang maha Esa atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi yang berjudul “PEMBINAAN ANAK J ALANAN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) KAMPUNG ANAK NEGERI KOTA SURABAYA”.
.Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan Skripsi ini masih terdapat beberapa kekurangan-kekurangan.Selesainya kegiatan hingga penulisan Skripsi ini tidak terlepas dari adanya arahan dan bimbingan dari Ibu Dosen Pembimbing , Ibu Dra.Susi Hardjati, M.AP yang dengan segala perhatian, bimbingan, arahan yang bermanfaat, dan rela meluangkan waktunya untuk penulis.Terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan.
Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan banyak terimakasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaika penulisan Skripsi ini, diantaranya :
1. Bapak Prof. DR. Ir. Teguh Sudarto MP ,Rektor Universitas Pembangunan Nasional “veteran “ JawaTimur.
2. Ibu Dra.Hj.Suparwati. Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “veteran” JawaTimur.
3. Bapak DR. Lukman Arif .MSi selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UPN “veteran” JawaTimur
sudah memberikan Ilmu yang sungguh bermanfaat
6. Bapak Harsono selaku Kepala UPTD Kampung Anak Negeri
7. Bapak Samsul Ketua Pembina dan pembimbing di UPTD Kampung Anak Negeri 8. Kedua Orang Tua dan Keluarga penulis yang senantiasa mengiringi penulis dengan
Doa-doa dan dukungan serta teman-teman Jurusan Ilmu Administrasi Negara angkatan 2009 ( Themo,Batak,Dimas,Topik,Endog,Septian,Don-don dll.) dan teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang membantu penulis dan memberikan semangat untuk menyelesaikan Skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kebaikan dan kesempurnaan Skripsi ini.
Surabaya, 18 Juli 2014
LEMBAR PERSETUJ UAN... i
LEMBAR PENGESAHAHAN... ii
LEMBAR REVISI... iii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR... xi
ABSTRAKSI……… xii
BAB I : PENDAHULUAN………. 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan Masalah... 7
1.3. Tujuan Penelitian... 8
1.4. Manfaat Penelitian... 8
BAB II : KAJ IAN PUSTAKA……….... 9
2.1 Penelitian Terdahulu... 9
2.2 Landasan Teori... 12
2.2.1Pengertian Kesejahteraan Sosial... 12
2.2.2.2 Tujuan Pembinaan... 17
2.2.2.3 Manfaat Pembinaan... 18
2.2.2.4 Metode Pembinaan... 19
2.2.2.5Bentuk Pembinaan... 19
2.2.3Pemberdayaan... 22
2.2.3.1Pengertian Pemberdayaan... 22
2.2.3.2Tujuan Pemberdayaan... 25
2.2.3.3Prinsi-Prinsip Pemberdayaan... 26
2.2.3.4Strategi Pemberdayaan………... 27
2.2.3.5Keterampilan salah satu faktor pemberdayaan anak jalanan... 28
2.2.4Anak Jalanan... 31
2.2.4.1Pengertian Anak Jalanan... 31
2.2.4.2Karakteristik Anak Jalanan... 31
2.2.4.3Faktor Penyebab Timbul dan Tumbuhnya Gejala Anak Jalanan………...…. 37
2.2.4.4Proses Terjadinya Anak Jalanan... 39
2.2.5Kerangka Berfikir... 41
BAB III : METODE PENELITIAN………. 43
3.3. Fokus Penelitian... 44
3.4. Sumber Data... 47
3.5. Pengumpulan Data... 49
3.6. Teknik Analisis Data... 50
3.7. Keabsahan Data... 53
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN……… 57
4.1. Gambaran Obyek Penelitian……… 57
4.1.1. Gambaran Umum Kantor UPTD………..…. 57
4.1.2. Visi dan Misi………..…… 58
4.1.3. Struktur Organisasi………..…….. 59
4.1.4. Komposisi Pegawai………...………. 62
4.1.5. Fasilitas Pendukung Dalam Pembinaan…..………... 64
4.1.6. Program Pelayanan di UPTD…………...………….. 65
4.2. Hasil Penelitian……….………… 66
4.2.1. Pembinaan Kepribadian………. 68
a) Bimbingan Mental Spiritual………... 68
b) Bimbingan Sosial………... 72
c) Bimbingan Jasmani……… 76
4.2.2. Pembinaan Kemandirian……… 80
4.3. Pembahasan………. 88
4.3.1. Pembinaan Kepribadian………... 88
4.3.2. Pembinaan Kemandirian……….. 92
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN……….. 96
5.1. Kesimpulan………. 96
ABSTRAKSI
MOKHAMAD AFIFUDIN. PEMBINAAN ANAK J ALANAN DI UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) KAMPUNG ANAK NEGRI KOTA SURABAYA.
Pertumbuhan jumlah anak jalanan merupakan salah satu dampak negatif pembangunan, khususnya pembangunan perkotaan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang kian hari kian bertambah sehingga menimbulkan jumlah angka kriminalitas juga ikut bertambah. Banyaknya anak-anak yang terlantar di jalanan, baik itu sebagai pengamen, pedagang asongan, pengemis, dan lainnya adalah salah satu bukti masih buruknya kondisi sosial ekonomi bangsa kita. Anak jalanan adalah fenomena nyata bagian dari kehidupan, fenomena nyata yang menimbulkan permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak jalanan diabaikan dan tidak dianggap ada oleh sebagian besar masyarakat, terutama masyarakat awam. sebagian besar dari mereka adalah anak yang berusia dibawah 18 tahun atau anak yang masih aktif dan masih labil, sehingga memerlukan bimbingan yang lebih dari lingkungan sekitarnya. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan, menganalisis dan menginterpretasikan tentang Pembinaan anak jalanan di Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kampung Anak Negeri Kota Surabaya.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Fokus penelitian adalah pembinaan kepribadian yang meliputi bimbingan mental spiritual, bimbingan sosial, bimbingan Jasmani dan Pembinaan Kemandirian yang meliputi bimbingan keterampilan, bimbingan kognitif. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Analisa data dalam Penelitian ini dengan menggunakan model interaktif.
Dari hasil penelitian dan pembahasan menghasilkan kesimpulan yaitu Pembinaan anak jalanan di Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kampung Anak Negeri Kota Surabaya dilakukan dengan pembinaan kepribadian yang meliputi bimbingan mental spiritual, bimbingan sosial, bimbingan Jasmani. Sedangkan Pembinaan Kemandirian yang meliputi bimbingan keterampilan, bimbingan kognitif yang mampu meningkatkan kesejahteraan anak jalanan beserta keluarganya setelah keluar.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang berkembang, yang secara berkelanjutan melakukan pembangunan, baik fisik maupun mental untuk mencapai tujuan negara yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Agar tujuan Negara dapat terlaksana dibutuhkan sumber daya manusia yang mampu melaksanakannya dengan baik, sehingga perlu dipersiapkan sejak dini.
Tantangan besar dalam membangun karakteristik bangsa Indonesia dalam rangka mencapai tujuan negara, dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 34 ayat 1 ditegaskan bahwa “ fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Dampak positif dan negatif tampaknya semakin sulit dihindari dalam pembangunan, sehingga selalu diperlukan suatu usaha untuk lebih mengembangkan dampak positif pembangunan serta mengurangi dan mengantisipasi dampak negatifnya.
percepatan pembangunan di wilayah perkotaan dan sebaliknya keterlambatan pembangunan di wilayah pedesaan mengundang arus migrasi desa ke kota yang antara lain mengakibatkan jumlah penduduk kian melonjak. Pertumbuhan jumlah penduduk mengakibatkan sulitnya permukiman dan pekerjaan di wilayah perkotaan saat ini.
Akibat situasi krisis ekonomi dan urbanisasi berlebih di kota –kota besar, salah satu masalah sosial yang membutuhkan pemecahan segera adalah perkembangan jumlah anak jalanan yang belakangan ini makin mencemaskan. Diberbagai kota besar nyaris disetiap perempatan atau lampu merah dengan mudah disaksikan jumlah anak jalanan terus tumbuh dan berkembang.(Sevi, 2010, hal. 1)
Menurut kementrian sosial anak jalanan adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan maupun tempat-tempat umum.
Nugroho dalam Etriana (2013, hal. 191) menyatakan bahwa anak jalan merupakan aktifitas sekelompok anak yang terpaksa mencari nafkah di jalanan karena kondisi ekonomi orangtua yang miskin. Sedangkan menurut Supartono (2004 :10 ) Umumnya anak jalanan bekerja sebagai pengamen, pengangsong , pemulung, tidak jarang mereka mengalami kecelakaan lalu lintas, pemerasan, kadang-kadang mereka harus menyetorkan uang jika ingin makan pada bosnya.
Fenomena anak jalanan di Kota Surabaya, maksud dari anak jalanan itu sendiri ialah anak-anak yang hidupnya habis dijalan. Anak-anak jalanan di Kota Surabaya sebenarnya tidak ada yang murni, maksudnya anak-anak jalanan di Kota Surabaya masih mempunyai orang tua dan tempat tinggal, tetapi yang jelas mereka orang-orang yang tidak mampu. Mereka biasanya berjualan koran, atau berdagang asongan. itu dikarenakan untuk membantu kebutuhan hidup keluarganya. (Sumber: Dinas Sosial Kota Surabaya, 2014)
bekal ketrampilan, pengasuhan dan pendidikan yang lebih layak.( dinas sosial). Table berikut menjelaskan jumlah anak jalanan yang berada di Kota Surabaya
Tabel 1.1
J umlah Anak J alanan di Kota Sur abaya
No Tahun J umlah
1 2011 45
2 2012 94
3 2013 114
Sumber: Dinas Sosial Kota Surabaya, 2014
Dilihat dari data di atas menunjukkan jumlah anak jalanan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sehingga Dinas Sosial harus terus melakukan upaya untuk menekan jumlah anak jalanan dan memberikan pembinaan agar anak tidak lagi turun ke jalanan. Perubahan jumlah anak jalanan tidak lepas dari meningkatnya jumlah urbanisasi masyarakat desa menuju ke perkotaan. Hal itu menjadi permasalahan bagi Pemerintah Kota Surabaya, terlebih lagi bagi Dinas Sosial Kota untuk menyelesaikan permasalahan anak jalanan. Selain mengganggu ketertiban di tempat-tempat umum, keberadaan mereka kadang juga meresahkan masyarakat. Hal itu karena stigma atau pandangan negatif sebagian masyarakat mengenai anak jalanan.
tua terhadap keluarga (Sanituti, suara merdeka, 2012). Hal itulah yang memicu timbulnya anak jalanan dimana kepala keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarganya yang kemudian memunculkan fenomena anak jalanan untuk membantu pemenuhan hidup dirinya dan keluarganya.
Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya, seperti tercantum dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Right of the Child (Konvensi tentang hak-hak anak). Di Indonesia, untuk mewujudkan hak-hak anak telah dikeluarkan UU No.4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. UU tersebut menjelaskan bahwa anak berhak untuk tumbuh kembang secara wajar serta memperoleh perawatan, pelayanan, asuhan dan perlindungan yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan anak.
Berkaitan dengan undang-undang di atas maka pembinaan perlu dilakukan untuk memberikan keterampilan kepada anak jalanan supaya mereka tidak berkeliaran di jalan lagi dan agar setelah pembinaan keterampilan itu selesai mereka bisa membuka usaha sendiri dan tentunya dengan modal usaha dari pemerintah khususnya dari Dinas Sosial. Secara umum pembinaan itu sendiri disebut sebagai sebuah perbaikan terhadap pola kehidupan yang direncanakan untuk mengasah bakat yang telah dimiliki.
keterampilan seseorang dengan tindakan bimbingan, pengarahan, pengawasan untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Depdiknas, 2002).
Thoha (2002:7) mengemukakan pengertian pembinaan adalah suatu tindakan, proses, hasil atau pernyataan menjadi lebih baik. Dalam hal ini menunjukkan adanya kemajuan, peningkatan, pertumbuhan, evaluasi atas berbagai kemungkinan, perkembangan atau atas peningkatan sesuatu. Dalam mengatasi masalah yang dihadapi anak-anak tersebut, merupakan tugas sebagaimana yang dikembangkan oleh pemerintah tentang pembinaan dan kesejahteraan anak dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar baik jasmani, rohani maupun sosialnya.
Upaya ini tidak sekejap, dimana anak jalanan hanya dianggap sebagai obyek yang mudah di “ sapu “ dan mudah dibersihkan dari jalanan, tetapi perlu ditangani secara tuntas lintas sektor secara terpadu dan berkesinambungan dan tidak hanya terfokus kepada anak jalanannya saja tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat.
(Dinsos) tidak cukup merazia dan menekan jumlah anak jalanan, namun juga apa dan bagaimana langkah selanjutnya yang bermanfaat bagi anak-anak itu agar mereka tidak lagi turun ke jalanan untuk kembali mencari uang. Pembinaan terhadap anak jalanan yang dilakukan di UPTD Kampung Anak Negeri dimaksudkan untuk membina dan memperbaiki perilaku anak jalanan yang lebih baik dan positif. Selain itu pembinaan tersebut memberikan bekal keterampilan sesuai dengan bakat kepada anak jalanan agar mereka bisa kembali ke masyarakat dan tidak turun ke jalanan lagi. Oleh karena itu, terdapat beberapa kegiatan yang menjadi Program Pondok Sosial dalam menangani anak jalanan, yaitu :
1) bimbingan mental spiritual 2) bimbingan jasmani, 3) bimbingan sosial,
4) bimbingan minat/keterampilan, 5) bimbingan kognitif.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian dan penulisan proposal dengan judul ” Pembinaan Anak J alanan di Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kampung Anak Negeri Kota Sur abaya”.
1.2 Perumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas , maka tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Untuk mengetahui Pembinaan Anak Jalanan di UPTD Kampung Anak Negeri Kota Surabaya”. 1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana pada program studi Ilmu Administrasi Negara/Publik FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Bagi Instansi
Sebagai bahan Evaluasi terhadap temuan-temuan yang ada pada proses penelitian sehingga dapat memperbaiki implementasi dari program yang ada.
3. Bagi Universitas
KAJ IAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Ter dahulu
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat
dipakai sebagai bahan masukan serta bahan pengkajian yang terkait dengan
penelitian ini, yaitu:
1. Sylfia Rizzana, Moch. Saleh Soeaidy, Minto Hadi, Jurnal Administrasi
Publik (JAP), Vol.1 No.3, h 174-182 “Analisis Kebijakan Perlindungan
Anak Jalanan dalam rangka Pengentasan dari Segala Bentuk
Eksploitasi”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
implementasi kebijakan perlindungan anak jalanan di Kota Malang,
menganalisis dampak implementasi kebijakan perlindungan anak jalanan
di Kota Malang, dan menganalisis upaya alternatif dalam mengatasi
hambatan dari implementasi kebijakan perlindungan anak jalanan di
Kota Malang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan
Implementasi Kebijakan perlindungan anak jalanan di Kota Malang
dinilai belum cukup berhasil, hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan
program-program pananganan terhadap anak jalanan. Selain itu juga
pada program pemberian bantuan (stimulant) pada anak jalanan, dimana bantuan yang diberikan seringkali tidak dimanfaatkan sebagaimana
belum maksimal. Beberapa aktor pelaksana tersebut adalah Dinas Sosial
Kota Malang dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang dalam
penelitian ini diwakili oleh Lembaga Pemberdayaan Anak Jalanan
(LPAJ) Griya Baca. Dinas Sosial yang merupakan Dinas yang baru
terbentuk pada Januari 2013 lalu belum mempunyai kesiapan yang
cukup untuk mengimplementasikan kebijakan ini dengan makasimal.
Selama ini penanganan anak jalanan yang dilakukan oleh Dinas Sosial
cenderung pada upaya pemberdayaan, padahal pada kenyataanya anak
jalanan memerlukan upaya perlindungan yang lebih dari itu. Selain itu,
kerjasama antar akor dalam implementasi kebijakan ini juga belum
berjalan dengan makasimal, seperti halnya antara Dinas Sosial Kota
Malang dan Lembaga Pemberdayaan Anak Jalanan (Griya Baca) di
mana di antara keduanya tidak memiliki hubungan komunikasi yang
baik.
2. Erna Setijaningrum, J. Penelit. Din. Sos. Vol. 7, No. 1, April 2008:
16-22 “Analisis Kebijakan Pemkot Surabaya dalam Menangani Anak
Jalanan ”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
karakteristik anak jalanan yang ada di Kota Surabaya. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian ini bersifat deskriptif,
dimana peneliti akan menggambarkan karakteristik anak jalanan yang
ada di kota Surabaya, selanjutnya peneliti akan mencari alternative
kebijakan yang sesuai dalam menangani anak jalanan dan sesuai dengan
para pembuat dan pelaksana kebijakan dari Pemkot Surabaya dan anak
jalanan. Data yang digunakan adalah data primer hasil wawancara
mendalam dan observasi serta data skunder yang diperoleh dari
laporan-laporan program dan dokumentasi lain yang relevan dengan penelitian.
Analisa data yang dilakukan adalah reduksi data, penyajian data dan
pengambilan kesimpulan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dinas
Sosial dan 15 Rumah Singgah yang ada di Surabaya hasilnya sangatlah
mengejutkan. Prosentase jumlah anak jalanan jauh lebih banyak bila
dibandingkan dengan jumlah gelandangan dan pengemis. Hasil
pemetaan dan survey anak jalanan juga menunjukkan bahwa hampir
70% anak jalanan melakukan pekerjaan sebagai pengamen, kemudian
pengasong/ pedagang, dan pemulung. Sedangkan kelompok umur yang
paling dominan turun ke jalan adalah usia 15 – 18 tahun, kemudian 10 –
14 tahun. Berdasar pengamatan yang dilakukan di kota Surabaya, anak
jalanan yang berumur dibawah 6 tahun terlihat juga semakin banyak.
Kondisi tersebut sebenarnya merupakan keadaan yang sangat
memprihatinkan, baik dipandang dari sudut perkembangan jiwa
anak-anak tersebut, dari segi perekonomian, dari segi keamanan, serta
keindahan dan ketertiban kota.
3. Dany Fajar S, 2012. ”DAMPAK PEMBERDAYAAN MELALUI
KETRAMPILAN BATIK MANGROVE BAGI ANAK JALANAN”.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Fokus penelitian ini
adalah dampak ekonomi dan dampak sosial yang diterima anak jalanan.
Dengan sasaran kajian yaitu manfaat pelatihan, sarana dan prasarana
dalam pelatihan, pendapatan dan kesadaran menabung, perubahan cara
pandang masyarakat, dan motivasi untuk maju. Teknik pengumpulan
data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Analisa data
dalam Penelitian ini dengan menggunakan model interaktif. Keabsahan
data pada penelitian ini meliputi credibility (derajat kepercayaan);
transferability (keteralihan); dependability (ketergantungan);
konfirmability (kepastian). Hasil dari penelitian ini adalah program
pemberdayaan anak jalanan melalui ketrampilan batik mangrove sebagai
program pemberdayaan telah mempunyai dampak positif, karena dari
dampak ekonomi anak jalanan memperoleh manfaat pelatihan, sarana
dan prasarana dalam pelatihan, pendapatan dan kesadaran menabung dan
dari dampak sosial yang berupa perubahan cara pandang masyarakat,
dan motivasi untuk maju. Jadi, pelatihan ketrampilan batik mangrove
bagi anak jalanan sudah cukup baik dan memberikan dampak positif
dalam proses pemberdayaan.
2.2 Landasan Teor i
2.2.1 Penger tian Kesejahter aan Sosial
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, baik kita suka atau
tidak, hampir semua yang kita lakukan dalam kehidupan kita berkaitan
menunjuk pada istilah kesejahteraan sosial sebagai kondisi terpenuhinya
kebutuhan material dan non material. Menurut Midgley (2000: XI)
mendefinisikan kesejateraan sosial sebagai “..a condition or state of human
well being.” Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan manusiaaman
dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan,
tempat tinggal, dan pendapatan dapat terpenuhi; serta manakala manusia
memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam
kehidupannya. Agar dapat memahami lebih dalam apa yang dimaksud
dengan kesejahteraan sosial berikut definisi kesejahteraan sosial menurut
para ahli.
Menurut definisinya kesejahteraan sosial dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan, kesejahteraan
sosial sebagai suatu kegiatan atau pelayanan dan kesejahteraan sosial
sebagai ilmu (Suud, 2006). Menurut Suharto (2006: 3) kesejahteraan sosial
juga termasuk sebagai suatu proses atau usaha terencana yang dilakukan
oleh perorangan, lembaga-lembaga sosial, masyarakat maupun badan-badan
pemerintah untuk meningkatkan kualitas melalui pemberian pelayanan
sosial dan tunjangan sosial.
Menurut Suparlan dalam Suud (2006: 5), kesejahteraan sosial,
menandakan keadaan sejahterah pada umumnya, yang meliputi keadaan
jasmaniah, rohaniah, dan sosial dan bukan hanya perbaikan dan
pemberantasan keburukan sosial tertentu saja; jadi merupakan suatu keadaan
Menurut Segel dan Bruzy (1998:8), “Kesejahteraan sosial adalah
kondisi sejahtera dari suatu masyarakat.Kesejahteraan sosial meliputi
kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagiaan, dan kualitas hidup
rakyat”.Sedangkan menurut Midgley (1995:14) Kondisi kesejahteraan sosial
diciptakan atas kompromi tiga elemen. Pertama, sejauh mana
masalah-masalah sosial ini diatur, kedua sejauh mana kebutuhan-kebutuhan dipenuhi,
ketiga sejauh mana kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup dapat
disediakan
Kesejahteraan sosial menurut Friendlander dalam Suud (2006: 8)
merupakan system yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan dan
lembaga-lembaga sosial, yang dimaksudkan untuk membantu individu-individu dan
kelompok-kelompok agar mencapai tingkat hidup dan kesehatan yang
memuaskan dan hubungan-hubungan personal dan sosial yang memberi
kesempatan kepada mereka untuk memperkembangkan seluruh
kemampuannya dan untuk meningkatkan kesejahteraannya sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakatnya.
Menurut Segal dan Brzuzy, yang dikutip dalam suud (2006: 5)
kesejahteraan sosial adalah kondisi sejahtera dari suatu
masyarakat.Kesejahteraan sosial meliputi kesehatan, keadaan ekonomi,
kebahagiaan, dan kualitas hidup rakyat.
Kesejahteraan sosial dapat diukur dari ukuran-ukuran seperti tingat
kehidupan, pemenuhan kebutuhan pokok, kualitas hidup dan pembangunan
kesejahteraan sosial bagi para homeless ini adalah seikatsu hogo.pemerintah
memberikan perlindungan hidup (seikatsu hogo) kepada masayarakat
Jepang dan tidak boleh ada diskriminasi, dan orang yang hidup miskin dapat
menuntut pertolongan bantuan dari pemerintah (Kennett dan Iwata, 2003:
63).
Menurut Okumara dalam Takehara (2005: 114) menjabarkan bahwa
ada tujuh karakteristik di dalam kesejahteraan sosial yaitu :
1. Tuntutan ekonomi yang stabil
2. Tuntutan pekerjaan yang layak
3. Tuntutan keluarga yang stabil
4. Tuntutan jaminan kesehatan
5. Tuntutan jaminan pendidikan
6. Tuntutan kesempatan dalam bermasyarakat
7. Tuntutan kesempatan budaya atau rekreasi
Menurut Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1979 tentang
kesejahteraan anak, bahwa kesejahteraan anak adalah suatu tata
kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan
dan perkembangannya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani
maupun sosial.
Sedangkan usaha kesejahteraan anak adalah usaha kesejahteraan
sosial yang ditujukan untuk menjamin terwujudnya kesejahteraan anak
anak menurut Johnson dan Schwartz (1991 : 167) juga didefinisikan
sebagai: Series of activities and programs through which society expresses is special concern for children until they are able to care for themselves. (Bagian dari kegiatan dan program yang mana melalui pernyataan masyarakat itu sebagai perhatian khusus untuk anak-anak
dan kesejahteraannya untuk mengambil pertanggung jawaban untuk
beberapa anak sampai mereka mampu untuk mandiri).
2.2.2 Pembinaan
2.2.2.1 Penger tian Pembinaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990 : 134) dijelaskan
bahwa pembinaan adalah usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan
secara berdaya guna dan berhasil guna untuk mendapatkan sesuatu yang
lebih baik, usaha atau proses yang lebih baik.
Menurut Widjaya (1997) pembinaan adalah suatu proses atau
pengembangan yang mencakup urutan-urutan pengertian, diawali
dengan mendirikan, membutuhkan, memelihara pertumbuhan tersebut
yang disertai usaha-usaha perbaikan, menyempurnaan dan
mengembangkannya. Pembinaan tersebut menyangkut kegiatan
perencanaan, pengembangan, pembiayaan, koordinasi, pelaksanaan dan
pengawasan suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan hasil yang
maksimal.
Menurut Departemen Sosial (2004:153) pembinaan adalah
mengendalikan proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi agar tujuan yang ditetapkan berjalan efektif dan efesien.
Menurut Miftah Thoha (2002:7) pengertian pembinaan adalah suatu
tindakan, proses, hasil atau pernyataan menjadi lebih baik. Dalam hal ini
menunjukkan adanya kemajuan, peningkatan, pertumbuhan, evaluasi
atas berbagai kemungkinan, perkembangan atau atas peningkatan
sesuatu.
Pembinaan adalah merupakan usaha yang dilakukan dengan sadar,
berencana, terarah, teratur untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan seseorang dengan tindakan bimbingan, pengarahan,
pengawasan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. (Depdiknas, 2002)
2.2.2.2 Tujuan Pembinaan
Tujuan pembinaan secara umum menurut Moekiyat (1991 : 32)
adalah :
1. Untuk mengembangkan keahlian sehingga pekerjaan dapat
diselesaikan dengan cepat dan efektif
2. Untuk mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan dapat
terselesaikan dengan rasional.
3. Untuk mengembangkan sikap sehingga menimbulkan kemauan
Menurut Musanef (1986:16) tujuan yang diharapkan dari pembinaan
adalah:
1. Untuk meningkatkan mutu dan ketrampilan serta memupuk
kegairahan dalam bekerja sehingga berpartisipasi dalam
melaksanakan secara menyeluruh.
2. Diarahkan pada terwujudnya suatu komposisi pegawai baik dalam
bentuk jumlah maupun mutu yang memadai, serasi dan harmonis
sehingga dapat menhasilkan prestasi kerja yang optimal.
3. Diarahkan untuk menjamin tugas-tugas pemerintah dan
pembangunan secara berdaya guna baik sector dalam pemerintah
maupun BUMN atau swasta.
2.2.2.3 Manfaat Pembinaan
Menurut Burhanudin (1993 : 148) manfaat pembinaan adalah:
1. Mengembangkan potensi
2. Sebagai wahana untuk memotivasi karyawan agar mengembangkan
bakat dari kemampuannya.
3. Mengurangi subyektivitas dalam promosi.
4. Memberikan kepastian hari depan.
5. Sebagai usaha yang mendukung organisasi dalam rangka
memperoleh tenaga-tenaga yang cakap dan terampil dalam
2.2.2.4 Metode Pembinaan
Metode pembinaan anak jalanan adalah sebagai berikut (Dinas
Kesejahteraan Sosial, 1996 : 11)
1. Metode ceramah, dipakai dalam rangka menyampaikan
materi-materi pembinaan atau pelatihan yang bersifat teori atau informasi
dengan peragaan-peragaan seperlunya untuk memperjelas teori atau
informasi yang diberikan.
2. Metode tanya jawab, dipakai dalam rangka pemahaman dan
penghayatan materi pembinaan atau pelatihan dengan klien secara
aktif untuk menanyakan hal-hal yang dirasa kurang jelas, serta
penceramah memberikan penjelasan ulang.
3. Praktek langsung dilapangan, dipakai dalam rangka penerapan
teori-teori atau materi yang telah diperoleh sebelumnya. Pembina atau
pelatih turut serta untuk memberikan pengarahan-pengarahan
seperlunya.
2.2.2.5 Bentuk Pembinaan
Menurut Asmaya (2003) dalam Feriustika menerangkan bahwa pada
dasarnya ada dua macam bentuk pembinaan karakter yaitu diantaranya :
1. Pembinaan kepribadian, yaitu pembinaan yang diarahkan pada
pembinaan mental dan watak agar bertanggung jawab pada diri
sendiri, keluarga dan masyarakat.
2. Pembinaan kemandirian yaitu pembinaan yang diarahkan pada
Bentuk pembinaan anak jalanan menurut Dinas Sosial Kota
Surabaya yaitu:
a. Bimbingan mental, untuk proses perbaikan mental dan perubahan
perilaku supaya sesuai dengan nilai,norma,dan peraturan.
b. Bimbingan jasmani, seperti senam, kerja bakti, olah raga yang
dimaksudkan untuk memelihara perkembangan fisik anak-anak
tersebut.
c. Bimbingan Sosial, diarahkan untuk membangun komunikasi dan
berhubungan dengan orang lain melalui kegiatan home visit,
rekreasi, sosialisasi lingkungan sekitar, dan bimbingan hidup
bermasyarakat.
d. Bimbingan Minat, berupa kegiatan-kegiatan pembinaan dan
pelatihan sesuai minat dan bakat masing-masing anak. Hal ini
bertujuan meningkatkan keterampilan dan kompetensi anak untuk
bekal hidup dan meningkatkan kemandirian anak.
e. Bimbingan kognitif, bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan intelektual anak. Bimbingan ini diwujudkan dalam
kegiatan bimbingan baca tulis hitung, kejar paket, dan kunjungan ke
perpustakaan.
Menurut (Engkos-Kosasih 1993:7) mengemukakan bahwa
bimbingan fisik dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani, mental, emosional, dan sosial, memacu aktivitas system
Menurut Fatchuddin, dkk ( 1980 : 21) mengemukakan pola yang
harus ada dalam pembinaan yaitu :
1. Pola Pembinaan Jasmaniah
Kondisi jasmaniah yang sehat akan mengkondisikan anak dalam
keadaan tubuh segar, kuat, tangkas, terampil. Sehat untuk dapat dan
mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya sera mengamalkan
hak-haknya secara konstruktif dan produktif.
2. Pola Pembinaan Budaya dan Agama
Bertujuan untuk membawa remaja kepada suatu sistem yang “pasti”
sesuai dengan tujuan pembangunan dan dasar Negara.
3. Pola Pembinaan Intelek
Pembinaan intelek dimaksudkan agar remaja dapat mengunakan
intelektualitasnya dalam menangani masalah kehidupan yang
dihadapinya.
4. Pola Pembinaan Kerja dan Profesi
Tujuan pembinaan anak dalam hal ini ialah menghilangkan frustasi,
memberikan economic security dan menjadikan remaja calon tenaga kerja yang bermotivasi, cakap, termapil, kreatif dan bertanggung
jawab.
Menurut Drajat, Zakiah (1976 : 73) ada beberapa aspek yang harus
dibina dalam diri anak, usaha yang harus dilakukan, yaitu :
Pertumbuhan jasmanianya yang cepat, tidak stabil dan kurang
serasi, hendaknya dipahami oleh anak sebagai proses pematangan.
2. Menciptakan hubungan baik dengan orang tua
Hubungan baik antara orang tua dengan anak akan membantu
anak, sehingga anak bisa terbuka dengan masalah yang dihadapi.
3. Pendidikan agama
Penidikan agama bagi anak merupakan senjata ampuh untuk
membina anak, agama akan tertanam dan tumbuh dalam diri setiap
anak dan dapat digunakan untuk mengendalikan
dorongan-dorongan serta keinginan-keinginan yang kurang baik.
4. Bimbingan kearah hari depan lebih baik
Dalam hal ini anak diarahkan untuk dapat hidup dan mencari hidup
dengan kekuatan sendiri.
5. Bimbingan hidup bermasyarakat
Setiap anak ingin dirinya berguna dan berharga dalam masyarakat
dan lingkungannya, untuk itu harus dibantu mengembangkan dan
menonjolkan keistimewaannya di berbagai bidang.
2.2.3 Pember dayaan
2.2.3.1 Penger tian Pember dayaan
Dalam buku Huraerah (2011,96), Swift dan Levin mengatakan
pemberdayaan menunjuk pada usaha “realocation of power” melalui perubahan struktur sosial (Suharto,1997:214). Sedangkan Rappaport
mampu menguasai (berkuasa atas) kehidupannya (Suharto,1997:215).
Selanjutnya Craig dan Mayo (1995:50) mengatakan bahwa konsep
pemberdayaan termasuk dalam pengembangan masyarakat dan terkait
dengan konsep-konsep: kemandirian (self-help), partisipasi (participation), jaringan kerja (networking), dan pemerataan (equity).
Pemberdayaan masyarakat, menurut Suzenna Kindervatter dalam
Fahrudin (2012:74) adalah pendidikan non formal dalam membelajarkan
masyarakat sehingga mereka memiliki pemahaman dan mampu
mengendalikan kondisi sosial, ekonomi dan/atau politik dalam upaya
untuk meningkatkan kedudukannya di masyarakat.
Chambers dalam Huraerah (2011:95) berpendapat bahwa
pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi
yang merangkum nilai – nilai sosial.
Pemberdayaan adalah sebuah proses agar setiap orang menjadi
cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan, dan
mempengaruhi, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang
mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang
memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup
untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang
menjadi perhatiaannya. (Persons,et al., 1994)
Sardlow dalam Adi (2003:54) melihat berbagai pengertian yang ada
mengenai pemberdayaan masyarakat pada intinya membahas bagaimana
mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai
dengan keinginan mereka.
Payne (1997 : 266) mengemukakan bahwa pemberdayaan
(empowerment) pada dasarnya ditujukan untuk :
“To help clients gain power of decision and action over their own lives by reducing the effect of social or personal blocks to exercising exiting power, by increasing capacity and self confidence to use power and by transferring power from the environment to clients.”
Pengertian pemberdayaan menurut Payne menunjukkan bahwa
agar seseorang bisa berdaya perlu ada pembagian atau pemberian
kekuatan dari lingkungannya. Pembagian kekuatan atau pemberian
kemampuan ini bisa diartikan sebagai saling membagi kekuatan
(power sharing) dari seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain yang tidak berdaya sehingga mereka mempunyai kemampuan
yang setara. Dalam perspektif pekerjaan sosial, pengertian
pemberdayaan ini dapat diartikan sebagai peningkatan kemampuan
dan rasa percaya diri seseorang agar ia dapat melaksanakan tugas dan
fungsinya secara wajar tanpa dihalangi oleh kesenjangan terhadap
lingkungannya.
Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa
masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang
sesuai dengan esensi dan prioritas kebutuhan masyarakat.
2.2.3.2 Tujuan Pember dayaan
Menurut Sumodiningrat yang dikutip oleh Onny S. Prijono
(1995:101) menyatakan bahwa pemberdayaan memiliki tujuan
kemanuasiaan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin
dengan jalan sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi kebutuhan kelompok local atau setempat dengan
tujuan dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
2) Merumuskan kegiatan untuk mencapai sasaran.
3) Menyiapkan dana dan kondisi.
4) Memobilisir sumber daya setempat atau dari luar untuk kegiatan
pembangunan setempat.
Menurut Sumodiningrat, seperti yang dikutip oleh Mahmoed
(2004:40) pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat bertujuan
mencapai keberhasilan dalam:
1) Mengurangi jumlah penduduk miskin
2) Mengembangkan usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan
oleh penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang
tersedia
3) Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan
4) Meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin
berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin
kuatnya pemodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi
kelompok, serta makin luasnya interaksi kelompok dengan
kelompok lain di dalam masyarakat.
5) Meningkatkan kapasitas dan pemerataan pendapatan yang ditandai
oleh peningkatan keluarga miskin yang mampu memenuhi
kebutuhan pokok dan kenutuhan sosial dasarnya.
2.2.3.3 Pr insip-Pr insip Pember dayaan
Menurut Suzane Kindervatter (1979) dalam Fahrudin (2012:74)
Terdapat 8 prinsip dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu :
1) Dilakukan dalam kelompok – kelompok kecil.
2) Pemberian tanggung jawab terhadap kelompok tersebut
3) Kepemimpinan kelompok dilakukan oleh anggota kelompok
4) Pendidik berperan sebagai fasilitator
5) Proses pemebelajaran dilakukan secara demokratis
6) Kesatuan pemahaman antara kelompok dengan pendidik tentang
upaya pencapaian tujuan
7) Peningkatan status sosial, ekonomi dan kemampuan politik mereka
8) Dampak bagi kemajuan diri dan masyarakat yang mencakup
pembelajaran orang lain, dan partisipasinya dalam pembangunan
masyarakat.
Menurut Fahrudin (2012 : 56 ) Pendekatan pembelajaran dalam
pemberdayaan masyarakat adalah :
1) Pelatihan dan bimbingan kepekaan yang tinggi terhadap
perkembangan lingkungan sosial, ekonomi, politik dan alam sekitar
2) Pembelajaran dan pelatihan keterampilan fungsional yang relevan
dengan kebutuhan potensi lingkungan, dan
3) Pembinaan dan pengembangan kerjasama untuk memecahkan
masalah, yaitu membawa suatu kondisi kepada kondisi lain yang
lebih baik.
2.2.3.4 Str ategi Pember dayaan
Suzenna Kindervatter dalam Fahrudin (2012:76) mengemukakan
lima strategi yang perlu ditempuh dalam rangka pelaksanaan proses
pemberdayaan masyarakat, yaitu :
1) Need oriented yaitu pendekatan yang berorientasi pada kebutuhan
2) Endogenous yaitu pendekatan yang berorientasi pada kondisi dan
kenyataan yang ada di masyarakat
3) Self reliance yaitu pendekatan yang berorientasi pada terciptanya
4) Ecologically sound yaitu pendekatan yang tidak mengabaikan aspek
lingkungan
5) Based on structural transformation yaitu pendekatan yang
berorientasi pada perubahan struktur dan sistem
Salah satu prasarat bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat
adalah perlunya kondisi keterbukaan yang lebih besar dalam masyarakat.
Peran pemerintah dalam memberdayakan masyarakat antara lain dapat
di rumuskan melalui pendidikan kemandirian dengan berperan sebagai
berikut:
1) Fasilitator, yaitu melalui para Pembina yang tinggal di tengah-tengah
kelompok mengenai proses perkembangan masyarakat, membantu
memecahkan masalah dan ikut menentukan alternative pemecahan.
2) Pelatih dan pendidik, yaitu mencarikan dan menyalurkan informasi
dan pengalaman dari luar ke dalam kelompok melalui berbagai
metode belajar mengajar.
2.2.3.5 Keterampilan sebagai Salah Satu Faktor Pember dayaan Anak
J alanan
Keterampilan merupakan kemampuan yang berasal dari
pengetahuan, latihan, belajar, bakat untuk melakukan sesuatu yang baik.
Keahlian khusus untuk melakukan sesuatu yang baik diperoleh dari
belajar dan latihan, untuk itu anak jalanan sangat memerlukan
bimbingan khusus agar memperoleh keterampilan dalam bekerja. Anak
dimana dengan orientasi dan mobilitas serta pemahaman konsep-konsep
anak jalanan mampu berjalan menuju dunia baru dengan percaya diri,
antusias, dan mandiri.
A. Mangunharjana (1984;165), mengemukakan bahwa program
penanggulangan anak jalanan tidak terlepas dari proses pemberdayaan
dan peningkatan skill dari anak jalanan tersebut. Pemberdayaan dan peningkatan skill adalah mengembangkan individu atau klien dari keadaan kurang mampu menjadi mampu, dan yang belum tahu menjadi
tahu. Seperti yang dikemukakan oleh Sumarnonugroho, pemberdayaan
untuk anak jalanan meliputi bantuan modal usaha, pendidikan, pelatihan
dan keterampilan kerja sehingga anak jalanan akan menemukan
pekerjaan lain. Karna itu suatu proses peningkatan keterampilan pada
intinya ditujukan guna “individu memperoleh kemampuan untuk
melakukan dan mengerjakan suatu kegiatan yang dapat membantu
kelangsungan hidupnya”. Peningkatan keterampilan pada intinya
membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha
mengontrol kehidupan mereka sendiri dan dan membuat suatu usaha
untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka
(Shadow, dalam Adi, 2002;93).
Adapun upaya dalam peningkatan keterampilan anak jalanan yaitu
adanya partisipasi dari berbagai pihak dalam menangani masalah anak
jalanan yaitu, keluarga, tokoh agama, tokoh akademisi, aparat
(1990;10) menyebutkan bahwa program peningkatan keterampilan anak
jalanan adalah:
1. Memberikan pendidikan bagi individu atau anak tentang
keterampilan-keterampilan agar individu tersebut mempunyai
keahlian guna memperoleh pekerjaan yang lebih layak.
2. Memberikan pelayanan/fasilitas yang memadai bagi anak jalanan
guna kelancaran akan pengetahuan tentang keterampilan.
3. Memberikan bimbingan yang maksimal bagi anak jalanan dalam
pendidikan dan keterampilan.
Keberhasilan dalam memberikan pelayanan yang dapat menunjang
atau meningkatkan daya kreatifitas ataupun keterampilan anak sangat
ditentukan oleh kualitas pelayanan sosial dan fasilitas yang ada sebagai
pendukung pelayanan program kerja yang jelas yakni sebagai berikut:
1. Keterampilan yang terdiri dari keterampilan olah raga, kesenian.
2. Dalam pendidikan, seperti pemberian beasiswa (uang SPP),
Pendidikan Luar Sekolah (paket A,B,C) yang bekerjasama dengan
Badan Pelatihan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BPPLSP).
3. Keterampilan Lifeskill seperti: pelatihan sablon, belajar mengemudi, belajar komputer, salon, menjahit, tenun, dll.
4. Bidang kesehatan seperti pemeriksaan kesehatan yang dilakukan 1
kali dalam seminggu, pemberian makanan tambahan (PMT)
2.2.4 Anak J alanan
2.2.4.1 Penger tian Anak J alanan
Menurut Kemensos RI Anak Jalanan,adalah anak yang berusia 5-18
tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari
nafkah dan berkeliaran di jalanan maupun tempat-tempat umum.
Menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya No 2 tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial berpendapat bahwa anak terlantar
adalah anak usia 5 (lima) tahun sampai dengan kurang dari 18 (delapan
belas) tahun yang karena suatu sebab orang tuanya melalaikan
kewajibannya dan/atau tidak mampu melaksanakan kewajibannya,
sehingga kebutuhan anak tidak terpenuhi secara wajar baik secara
jasmani, rohani dan sosialnya.
Putranto (1990, h.11) dalam studi kualitatifnya mendefinisikan anak
jalanan sebagai anak yang berusia 6-15 tahun yang tidak bersekolah lagi
dan tinggal tidak bersama orang tua mereka dan bekerja seharian untuk
memperoleh penghasilan di jalanan, persimpangan dan tempat-tempat
umum. (Rizzana dkk,2012)
2.2.4.2 Karakter istik anak jalanan
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, secara garis besar anak
jalanan dibedakan dalam tiga kelompok (Surbakti dkk.eds : 1997) :
1) Childr en on the str eet, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan
hubungan yang kuat dengan orangtua mereka. Sebagian penghasilan
mereka dijalankan pada kategori ini adalah untuk membantu
memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau
tekanan kemiskinan yang mesti di tanggung tidak dapat diselesaikan
sendiri oleh kedua orang tuanya.
2) Childr en of the str eet, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh
dijalankan, baik secara social maupun ekonomi. Beberapa diantara
mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi
frekwensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak diantara
mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab biasanya
kekerasan atau lari dari rumah.
3) Childr en fr om family of the str eet, yakni anak-anak yang berasal
dari keluarga yang hidup dijalanan. Meski anak-anak ini mempunyai
hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka
terombang-ambing dari satu tempat ke tempat yang lai dengan segala
resikonya (Blanc & Associate, 1990;Irwanto dkk,1995; Taylor &
Veale, 1996). Salah satu cirri penting dari kategori ini adalah
pemampangan kehidupan jalanan sejak masih bayi bahkan sejak
masih dalam kandungan. Di Indonesia kategori ini dengan mudah
ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang
rel kereta api dan pinggiran sungai walau secara kwantitatif
Menurut penelitiannya, Setijaningrum (2008,20) mengemukakan
karakteristik anak jalanan yang ada di wilayah Surabaya adalah sebagai
berikut :
1) Alasan sebagian besar anak jalanan turun ke jalan adalah karena
masalah ekonomi. Mereka turun ke jalan untuk mencari uang,
membantu orang tua dan untuk biaya sekolah. Bahkan tidak sedikit
dari mereka yang harus menghidupi diri sendiri karena tidak
memiliki keluarga, sehingga mau tak mau harus turun ke jalan untuk
mencari uang.
2) Karena masalah keluarga. Broken home dan keluarga yang tidak harmonis juga merupakan alas an mengapa anak turun ke jalan dan
memilih jalan hidup sebagai anak jalanan yang dirasakan oleh
mereka bisa hidup bebas.
3) Ada juga yang mereka turun ke jalan karena ikut-ikutan teman.
Sekedar bersenang-senang dan kumpul-kumpul bersama teman.
Kegiatan mereka adalah mabuk-mabukan, berjudi, dan akhirnya
menyeret mereka ke tindakan criminal dengan melakukan pencurian,
perampokan, pencopetan, dan lain-lain.
Menurut Penelitian Departemen Sosial dan UNDP di Jakarta dan
Surabaya (BKSN, 2000 : 2-4) anak jalanan dikelompokkan dalam empat
kategori:
1. Anak jalanan yang hidup di jalanan, dengan kriteria:
b. 8-10 jam berada dijalan untuk “bekerja” (mengamen, mengemis,
memulung) dan sisanya menggelandang/tidur;
c. Tidak lagi sekolah;
d. Rata-rata berusia dibawah 14 tahun.
2. Anak jalanan yang bekerja dijalanan, dengan kriteria:
a. Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya;
b. 8-16 jam berada dijalanan;
c. Mengontrak kamar sendiri, bersama teman; ikut orang
tua/saudara, umumnya didaerah kumuh;
d. Tidak lagi sekolah;
e. Pekerjaan: penjual koran, pengasong, pencuci bus, pemulung,
penyemir sepatu, dll;
f. Rata-rata berusia dibawah 16 tahun.
3. Anak yang rentan menjadi anak jalanan, dengan kriteria:
a. Bertemu teratur setiap hari / tinggal dan tidur dengan
keluarganya;
b. 4-5 jam kerja dijalanan;
c. Masih bersekolah;
d. Pekerjaan: penjual koran, penyemir, pengamen, dll;
e. Usia rata-rata dibawah 14 tahun.
4. Anak jalanan berusia di atas 16 tahun, dengan kriteria:
a. Tidak lagi berhubungan/berhubungan tidak teratur dengan orang
b. 8-24 jam berada dijalanan;
c. Tidur dijalan atau di rumah orang tuanya;
d. Sudah tamat SD atau SLTP namun tidak bersekolah lagi;
e. Pekerjaan: calo, pencuci bus, penyemir, dll.
Dalam buku “Intervensi Psikososial” (Depsos, 2001 : 23-24)
karakteristik anak jalanan dituangkan dalam matrik berupa rincian
ciri-ciri fisik dan psikis anak jalanan berikut ini:
1. Ciri fisik
- Warna kulit kusam
- Rambut kemerahan
- Kebanyakan berbadan kurus
- Pakaian tidak terurus
2. Ciri psikis
- Mobilitas tinggi
- Acuh tak uacuh
- Penuh curiga
- Sangat sensistif berwatak keras
- Semangat hidup tinggi
- Berani tanggung resiko
- Mandiri
Lebih lanjut dijelaskan dalam buku tersebut, indikator anak jalanan:
1. Usia berkisar antara 6 tahun sampai 18 tahun.
a. Masih berhubungan secara teratur minimal bertemu sekali setiap
hari.
b. Frekuensi berkomunikasi dengan keluarga sangat kurang.
c. Sama sekali tidak ada komunikasi dengan keluarga.
3. Waktu yang dihabiskan di jalanan lebih dari 4 jam setiap hari.
4. Tempat tinggal:
a. Tinggal bersama orang tua
b. Tinggal berkelompok dengan teman-temannya
c. Tidak mempunyai tempat tinggal
5. Tempat anak jalanan sering di jumpai di: pasar, terminal bus, stasiun
kereta api, taman-taman kota, daerah lokalisasi WTS, perempatan
jalan, pusat perbelanjaan atau mall, kendaraan umum, tempat
pembuangan sampah.
6. Aktivitas anak jalanan: menyemir sepatu, mengasong, menjadi calo,
menjajakan koran/majalah, mengelap mobil, mencuci kendaraan,
menjadi pemulung, pengamen, menjadi kuli angkut, dan
menyewakan payung.
7. Sumber dana dalam melakukan kegiatan: modal sendiri, modal
kelompok, modal majikan/patron, stimulan/bantuan.
8. Permasalahan: korban ekploitasi seks, rawan kecelakaan lalu lintas,
ditangkap petugas, konflik dengan anak lain, terlibat tindakan
9. Kebutuhan anak jalanan: aman dalam keluarga, kasih sayang,
bantuan usaha, pendidikan, bimbingan keterampilan, gizi dan
kesehatan, hubungan harmonis dengan orang tua, keluarga, dan
masyarakat.
2.2.4.3 Faktor Penyebab Timbul dan Tumbuhnya Gejala Anak J alanan
Sementara ini banyak orang mengira bahwa faktor utama penyebab
anak turun ke jalanan adalah untuk bekerja mencari uang karena faktor
kemiskinan. Namun kemiskinan bukanlah salah satu sebab turun ke
jalanan.
Menurut Depsos,2009 25-26 dalam (Sevi,2010) dapat dijelaskan
bahwa ada 3 (tiga) tingkatan penyabab kebaradaan anak jalanan
(Depsos, 2001 : 25-26) :
1. Tingkat mikro (immediate cause), yaitu faktor yang berhubungan
dengan anak dan keluarganya
2. Tingkat messo (underlying causes), yaitu faktor yang ada di
masyarakat
3. Tingkat makro (basic cause), yaitu faktor yang berhubungan dengan
struktur makro
Pada tingkat mikro sebab yang bisa diidentifikasi dari anak dan
keluarga yang berkaitan tetapi juga bisa berdiri sendiri, yakni :
1. Lari dari keluarga, disuruh bekerja baik karena masih sekolah atau
2. Sebab dari keluarga adalah terlantar, ketidakmampuan orang tua
menyediakan kebutuhan dasar, ditolak orang tua, salah perawatan
atau kekerasan di rumah, kesulitan berhubungan dengan
keluarga/tetangga, terpisah dengan orang tua, sikap-sikap yang salah
terhadap anak, keterbatasan merawat anak yang mengakibatkan anak
menghadapi masalah fisik, psikologis dan social.
Pada tingkat messo (masyarakat), sebab yang dapat diidentifikasi
meliputi :
1. Pada masyarakat miskin, anak-anak adalah asset untuk membantu
peningkatan keluarga, anak-anak diajarkan bekerja yang berakibat
drop out dari sekolah.
2. Pada masyarakat lain, urbanisasi menjadi kebiasaan dan anak-anak
mengikuti kebiasaan itu.
3. Penolakan masyarakat dan anggapan anak jalanan sebagai calon
criminal.
Pada tingkat makro (struktur masyarakat), sebab yang dapat
diidentifikasi adalah :
1. Ekonomi adalah adanya peluang pekerjaan sektor informal yang
tidak terlalu membutuhkan keahlian, mereka harus lama dijalanan
dan meninggalkan bangku sekolah, ketimpangan desa dan kota yang
2. Pendidikan adalah biaya sekolah yang tinggi, perilaku guru yang
diskriminatif, dan ketentuan-ketentuan teksis yang birokratis yang
mengalahkan kesempatan belajar.
3. Belum beragamnya unsur-unsur pemerintahan yang memandang
anak jalanan antara sebagai kelompok yang memerlukan perawatan
(pendekatan kesejahteraan) dan pendekatan yang menganggap anak
jalanan sebagai trouble maker atau pembuat masalah (security approach/pendekatan keamanan).
Sedangkan menurut Saparinah Sadli (1984:126) beberapa faktor
yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap timbulnya masalah anak
jalanan adalah :
1. Faktor kemiskinan atau kondisi sosial ekonomi (struktural dan
pribadi)
2. Faktor keterbatasan kesempatan kerja (intern & ekstern factor)
3. Faktor yang berhubungan dengan urbanisasi
4. Faktor pribadi seperti indisipliner, biasa hidup sesuai dengan
keinginannya sendiri, dll.
5. Faktor keadaan keluarga seperti broken home, dll.
2.2.4.4 Pr oses Ter jadinya Anak J alanan
Menurut Sukadi (2001 : 10) menjelaskan bahwa proses terjadinya
anak jalanan dibagi sebagai berikut:
Ada kebiasaan semakin berkelompok dari anak-anak di
perkampungan. Mereka ini biasanya bersama kelompoknya
jalan-jalan ke tempat sebagai mana yang telah disepakati bersama. Di
perjalanan mereka menjumpai anak-anak jalanan sedang bekekrja.
Sampai disini masih sebatas melihat dan sebagai pengetahuan
mereka, bahwa ada pekerjaan yang bisa menghasilkan uang dan itu
bisa lakukan anak seusia mereka. Pada tahap ini masih tergantung
pada masing-masing anak, seberapa besar perhatian dan ketertarikan
pada pekerjaan tersebut. Namun dalam tahap ini tidak membuat anak
langsung turun ke jalan, melainkan bergantung pada stimulus
berikutnya (ada fasilitas).
2. Ketertarikan sampai keinginan
Dalam tahap ini merupakan tahap ketertarikan yang telah mendapat
“fasilitas” atau faktor pendorong, seperti kondisi ekonomi atau
kondisi keretakan hubungan orang tua. Fasilitas tersebut, akan
semakin memperkuat keinginan untuk turun ke jalan.
3. Pelaksanaan
Si anak mulai melaksanakan niatan dengan mendatangi tempat
operasi. Bila disini mereka menemukan teman yang sudah dikenal
maka keinginan segera terealisasi meski agak malu-malu.
4. Mulai memasuki kehidupan jalan
Dalam tahap ini si anak akan diterpa berbagai pengaruh kehidupan
sendiri dan teman yang membawanya. Yang tak kalah penting
peranan orang tua untuk tetap mengontrolnya. Bila ketiga pihak
masih berada dijalanan, anak akan tetap positif dan telah tercabut
dari norma dan nilai yang telah dipegang sebelumnya.
5. Terjerumusnya atau kembali pada kehidupan wajar
Bila dalam perkembangannya si anak merasa bahwa mencari nafkah
dijalanan semakin sulit, maka ada kemungkinan. Kemungkinan
pertama, bertahan dengan tetap memegang norma kemasyarakatan
atau keluar dari komunitas jalanan. Kemungkinan kedua, bila
menerima stimulus baik dari kawan maupun pihak lain untuk berbuat
negatif, maka si anak sudah masuk dalam kategori anak jalanan
bebas dimana norma agama dan kemasyarakatan cenderung
ditinggalkan. Pada tahap inilah kecenderungan berperilaku
menyimpang terjadi seperti judi, seks bebas, atau tindakan kriminal
lainnya.
2.2.5 Kerangka Ber fikir
Kerangka berfikir merupakan penjelasan spesifik mengenai alur pikir
teoritik terhadap pemecahan masalah yang diteliti, penjelasan tentang
teori dasar yang digunakan untuk menggambarkan alur teori atau jalinan
teori yang mengarah kepada pemecahan masalah.
Sesuai dengan latar belakang, perumusan masalah dan landasan
teori, maka dapat dapat dibuat kerangka berpikir penelitian ini
Peraturan Walikota Surabaya Nomor 61 Tahun 2012 Tentang Organisasi
Unit Pelaksana Teknis Dinas Kampung Anak Negeri Pada Dinas Sosial
Kota Surabaya Pasal 8 Sub Unit Pembinaan dan Pengembangan adalah
sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Ber pikir
Sumber : Ber dasar kan Teor i dan Diduk ung Per atur an Daer ah Kota Sur abaya No
2 Tahun 2012 Pasal 8
Peraturan Walikota Surabaya No 61 Tahun 2012 TentangOrganisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas Kampung Anak Negeri Pada Dinas Sosial Kota Surabaya
Pasal 8 Sub Unit Pembinaan dan Pengembangan
Memberdayakan Anak Jalanan
di Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kampung Anak Negeri
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 J enis Penelitian
Untuk memperoleh metode yang tepat dalam penelitian maka tergantung
maksud dan tujuan penelitian, Karena penelitian ini merupakan penelitian yang
dilakukan terhadap variabel mandiri tanpa membuat perbandingan atau
menghubungkan dengan variabel lain maka penelitian ini menggunakan metode
penelitian yang bersifat deskriptif.
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif dengan maksud
ingin mendeskripsikan dan menganalisa tentang pembinaan anak jalanan di
UPTD Kampung Anak Negeri Kota Surabaya. Secara teoritis, menurut Bagdan
dan Taylor (dalam Moleong, 2004:4), penelitian kualitatif sebagai penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Prosedur penelitian ini diarahkan pada situasi dan individu secara utuh
sebagai obyek penelitian sebagaimana dinyatakan Moleong (2004:4) bahwa
pendekatan kualitatif diarahkan pada situasi dan invidu tersebut secara holistik
(utuh) dalam hal peneliti tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke
dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai suatu
Sehingga dalam penelitian ini, penulis berusaha menggambarkan dan
ingin mengetahui tentang pembinaan anak jalanan di UPTD Kampung Anak
Negeri Kota Surabaya..
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat yang digunakan oleh peneliti untuk
mendapatkan keadaan sebenarnya dari obyek yang diteliti guna memperoleh
data yang akurat. Agar memperoleh data yang akurat atau mendekati kebenaran
sesuai dengan fokus penelitian, maka peneliti memilih dan menetapkan lokasi
penelitian ini di UPTD Kampung Anak Negeri jln. Wonorejo Kecamatan
Rungkut Kota Surabaya. Pemilihan lokasi penelitian ini berdasarkan secara
disengaja (puposive) yaitu lokasi yang dipilih dengan pertimbangan yang
berkaitan dengan judul objek penelitian yang dipilih.
Sedangkan alasan dalam pemilihan lokasi dimaksudkan agar peneliti lebih
memahami tentang pembinaan yang dilakukan di panti sosial terhadap anak
jalanan, yang mana perumusan masalah yang didapat dari adanya anak jalanan
yang masih banyak berkeliaran di jalanan, sehingga hal ini dilakukan agar
mengetahui bagaimana pembinaan panti sosial yang sebagai pemberi pelayanan
dalam penanganan anak jalanan.
3.3 Fokus Penelitian
Masalah yang akan diteliti pada awalnya masih umum dan samar-samar
lapangan. Fokus ini masih mungkin akan mengalami perubahan selama
berlangsungnya penelitian itu.
Moleong ( 2007 : 94 ) menjelaskan, bahwa ada dua maksud tertentu yang
ingin dicapai peneliti dalam merumuskan masalah penelitian dengan jalan
memanfaatkan fokus. Pertama, fokus dapat membatasi studi, jadi dalam hal ini
fokus akan membatasi bidang inkuiri sehingga peneliti tidak perlu kesana
kemari untuk mencari subjek penelitian. Kedua, penetapan fokus itu berfungsi
untuk memenuhi kriteria inklusi- eksklusi atau kriteria masuk – keluar suatu
informasi yang diperoleh dilapangan. Jadi, dengan penetapan yang jelas dan
mantap, seorang peneliti dapat membuat keputusan yang tepat tentang data yang
dikumpulkan dan mana yang diperlukan dan mana yang tidak di butuhkan.
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian tentang Pembinaan
Anak Jalanan Di UPTD Kampung Anak Negeri Kota Surabaya Berdasarkan
Teori Asmaya (2003) dalam Feriustika dan Peraturan Walikota Surabaya
Nomor 61 Tahun 2012 Tentang Organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kampung Anak Negeri Pada Dinas Sosial Kota Surabaya adalah :
1) Pembinaan Kepribadian : pembinaan yang diarahkan pada pembentukan
sikap anak jalanan di UPTD Kampung Anak Negeri Kota Surabaya yang
meliputi ;
a. Bimbingan Mental Spiritual, artinya dengan cara memberikan ceramah
b. Bimbingan Sosial, diarahkan untuk membangun komunikasi dan
berhubungan dengan orang lain dalam hidup bermasyarakat. Dengan
mengajarkan cara berbicara kepada orang lain dan berperilaku yang baik
sesuai dengan nilai, norma dan peraturan.
c. Bimbingan Jasmani, dimaksudkan untuk meningkatkan dan memilihara
perkembangan fisik anak jalanan melalui kegiatan olahraga senam
kesegaran jasmani, kerja bakti, apel pagi dan pemeriksaan kesehatan
oleh Dokter setiap hari jum’at.
2) Pembinaan Kemandirian : pembinaan yang diarahkan pada pembinaan bakat
dan keterampilan agar anak jalanan di UPTD Kampung Anak Negeri Kota
Surabaya menjadi mandiri yang meliputi ;
a. Bimbingan Keterampilan, diarahkan pada peningkatan kemampuan diri
dan pengembangan bakat yang dapat diterapkan untuk kemandirian anak
jalanan. Yang berupa keterampilan seni music, membuat gelang,
melukis, dan bengkel. Tujuannya agar anak memperoleh kecakapan dan
keterampilan yang produktif, sehingga dapat menjadi bekal dalam
menempuh kehidupan dan tidak tergantung pada orang lain.
b. Bimbingan Kognitif, diarahkan pada peningkatan aspek pengetahuan
dan daya pikir guna bekal ilmu dalam mengatasi tugas-tugas
kehidupannya. Bimbingan ini diwujudkan dalam kegiatan pengetahuan
dasar, membaca, menulis, menghitung, ujian kejar paket (Paket A=SD,
3.4 Sumber Data
Menurut Lofland dalam Moleong (2004:157), sumber data utama dalam
penelitian kualitatif ialah berasal dari informan yang berupa kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Adapun jenis data dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi dua jenis data
yaitu:
1. Data Primer
Yaitu data dan informan yang diperoleh secara langsung dari informan atau
aktor pada saat dilaksanakan penelitian ini. Dalam hal ini data dan informasi
mengenai pembinaan anak jalanan di UPTD Kampung Anak Negeri Kota
Surabaya adalah :
− Kepala UPTD Kampung Anak Negeri
− Staf Pembinaan
− Anak jalanan yang dibina
2. Data Sekunder
Yaitu data berupa dokumen-dokumen, laporan-laporan dan arsip-arsip lain
yang ada relevansinya dengan penelitian ini yang berada adalah UPTD
Kampung Anak Negeri Kecamatan Rungkut Kota Surabaya.
Sumber data menurut Lofland yang dikutip Lexy J, Moleong dalam Syahrul