• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN KOMUNIKASI, GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PDAM “SURYA SEMBADA” KOTA SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN KOMUNIKASI, GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PDAM “SURYA SEMBADA” KOTA SURABAYA."

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN KOMUNIKASI, GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA

ORGANISASI TERHADAP KINERJ A KARYAWAN

PADA PDAM “SURYA SEMBADA”

KOTA SURABAYA

S K R I P S I

Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

J ur usan Manajemen

Oleh :

MUHAMMAD YONI DARUMANIKAM 0812010063 / FE / EM

FAKULTAS EKONOMI

(2)

S K R I P S I

Oleh :

MUHAMMAD YONI DARUMANIKAM 0812010063 / FE / EM

FAKULTAS EKONOMI

(3)

USULAN PENELITIAN

PERAN KOMUNIKASI, GAYA KEPEMIMPINAN

DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA

KARYAWAN PADA PDAM

“SURYA SEMBADA”

KOTA SURABAYA

Yang Diajukan :

MUHAMMAD YONI DARUMANIKAM

0812010063 / FE / EM

Telah Diseminarkan Dan Disetujui Untuk Menyusun Skripsi Oleh :

Pembimbing

Sulastri Irbayuni, SE, MM Tanggal : ……….

Nip. 196 206 161 989 032 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Manajemen

(4)

DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA

KARYAWAN PADA PDAM

“SURYA SEMBADA”

KOTA SURABAYA

Yang Diajukan :

MUHAMMAD YONI DARUMANIKAM

0812010063 / FE / EM

Disetujui Untuk Ujian Skripsi Oleh :

Pembimbing

Sulastri Irbayuni, SE, MM Tanggal : ……….

Nip. 196 206 161 989 032 001

Mengetahui,

Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Jawa Timur

(5)

USULAN PENELITIAN

PENGARUH KOMUNIKASI, GAYA KEPEMIMPINAN

DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA

KARYAWAN PADA PDAM

“SURYA SEMBADA”

KOTA SURABAYA

Yang Diajukan :

MUHAMMAD YONI DARUMANIKAM

0812010063 / FE / EM

Telah Disetujui Untuk Diseminarkan Oleh :

Pembimbing

Sulastri Irbayuni, SE, MM Tanggal : ……….

Nip. 196 206 161 989 032 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Manajemen

(6)

ORGANISASI TERHADAP KINERJ A KARYAWAN

PADA PDAM

“SURYA SEMBADA”

KOTA SURABAYA

Disusun Oleh :

MUHAMMAD YONI DARUMANIKAM 0812010063 / FE / EM

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usan Manajemen Fakultas Ekonomi

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada tanggal 13 J uni 2013

Pembimbing : Tim Penguji :

Ketua

Sulastri Irbayuni, SE, MM Dra. Ec. Malicha Sekr etaris

Dr. Muhadjir Anwar, MM Anggota

Sulastri Irbayuni, SE, MM

Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Komunikasi, Gaya Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Ter hadap Kinerja Karyawan Pada Pdam “Sur ya Sembada” Kota Sur abaya” dengan baik.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi satu syarat penyelesaian Program Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi, Jurusan Manajemen, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Surabaya.

Dalam penyusunan skripsi, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menghaturkan rasa terima kasih yang mendalam kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MT, selaku Rektor UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar, MM, selaku Ketua Program Studi Manajemen UPN “Veteran” Jawa Timur

(8)

menghargai jasa Bapak dan Ibu. Namun teriring do’a semoga apa yang sudah diberikan kepada kami akan terbalaskan dengan berkah dari sang Ilahi.

6. Yang terhormat Bapak dan Ibu, sembah sujud serta ucapan terima kasih atas semua do’a, restu, dukungan, nasehat yang diberikan kepada penulis.

Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, 13 Juni 2013

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAKSI ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu... 11

2.2. Landasan Teori ... 14

2.2.1. Kinerja Karyawan ... 14

2.2.1.1. Pengertian Kinerja Karyawan ... 14

2.2.1.2. Penilaian Kinerja ... 16

2.2.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan ... 17

(10)

2.2.2.3. Pentingnya Komunikasi Dalam Organisasi . 24

2.2.2.4. Indikator Komunikasi ... 25

2.2.3. Gaya Kepemimpinan ... 25

2.2.3.1. Pengertian Gaya Kepemimpinan ... 25

2.2.3.2. Indikator Gaya Kepemimpinan ... 27

2.2.4. Budaya Organisasi ... 27

2.2.4.1. Pengertian Budaya Organisasi ... 27

2.2.4.2. Karakteristik Budaya Organisasi ... 29

2.2.4.3. Indikator Budaya Organisasi ... 30

2.2.5. Pengaruh Komunikasi Terhadap Kinerja Karyawan . 30 2.2.6. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan ... 31

2.2.7. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan ... 33

2.3. Kerangka Konseptual ... 34

2.4. Hipotesis ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 36

3.1.1. Definisi Operasional ... 36

3.1.2. Pengukuran Variabel ... 38

3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 39

(11)

3.3.1. Jenis Data ... 42

3.3.2. Sumber Data ... 42

3.3.3. Pengumpulan Data ... 42

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 43

3.4.1. Teknik Analisis ... 43

3.4.2. Model Indikator Refleksif Dan Indikator Formatif ... 44

3.4.2.1. Model Indikator Reflektif ... 44

3.4.2.2. Model Indikator Formatif ... 47

3.4.2.3. Kegunaan Metode Partial Least Square (PLS) 53 3.4.2.4. Pengukuran Metode Partial Least Square (PLS) 53 3.4.2.5. Langkah-langkah PLS ... 54

3.4.2.6. Asumsi PLS ... 56

3.4.2.7. Uji Validitas Dan Reliabilitas ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 59

4.1.1. Sejarah Singkat PDAM Surya Sembada Kota Surabaya ... 59

4.1.2. Struktur Organisasi PDAM Surya Sembada Kota Surabaya ... 61

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 63

4.2.1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 63

4.2.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 66

4.2.2.1. Deskripsi Komunikasi (X1) ... 66

(12)

4.3. Analisis Data ... 71

4.3.1. Model Pengukuran PLS ... 71

4.3.2. Uji Outer Model (A Measurement Model) ... 71

4.3.3. Uji Inner Model (A Structural Model) ... 76

4.4. Pembahasan ... 78

4.4.1. Pengaruh Komunikasi (X1) Terhadap Kinerja Karyawan (Y) ... 78

4.4.2. Pengaruh Gaya Kepemimpinan (X2) Terhadap Kinerja Karyawan (Y)... 80

4.4.3. Pengaruh Budaya Organisasi (X3) Terhadap Kinerja Karyawan (Y) ... 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 83

5.2. Saran ... 84

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Jumlah Keluhan Pelanggan PDAM “Surya Sembada” Kota

Surabaya Tahun 2010 - 2012 ... 5

Tabel 3.1. Skala Pengukuran Data ... 38

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 63

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 64

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 65

Tabel 4.4. Klasifikasi “Bagian” Pekerjaan Responden ... 65

Tabel 4.5. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Komunikasi (X1) ... 67

Tabel 4.6. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Gaya Kepemimpinan (X2) ... 68

Tabel 4.7. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Budaya Organisasi (X3) ... 69

Tabel 4.8. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Mengenai Kinerja Karyawan (Y) ... 70

Tabel 4.9. Outer Loading (Model Pengukuran dan Validitas) ... 72

Tabel 4.10. Average Variance Extracted (AVE) ... 73

Tabel 4.11. Composite Reliability... 74

Tabel 4.12. Results For Outer Weights ... 75

Tabel 4.13. R-Square ... 76

(14)

Gambar 1. Kerangka Konseptual ... 34 Gambar 2. Composite Latent Variable (Reflektif) Model Untuk

Komunikasi (X1) ... 46

Gambar 3. Composite Latent Variable (Reflektif) Model Untuk Gaya

Kepemimpinan (X2) ... 46

Gambar 4. Composite Latent Variable (Reflektif) Model Untuk Kinerja

Karyawan (Y) ... 46 Gambar 5. Composite Latent Variable (Formatif) Model Untuk Budaya

Organisasi (X3) ... 49

Gambar 6. Model Penelitian ... 52 Gambar 7. Model Pengukuran PLS Hubungan Komunikasi (X1), Gaya

Kepemimpinan (X2) dan Budaya Organisasi (X3) terhadap

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2. Tanggapan Responden Terhadap Hubungan Komunikasi (X1), Gaya

Kepemimpinan (X2), Budaya Organisasi (X3) dan Kinerja

Karyawan (Y)

(16)

Oleh :

Muhammad Yoni Darumanikam

Abstraksi

Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) “Surya Sembada” Surabaya. Berdasarkan data jumlah keluhan pelanggan PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya menunjukkan bahwa pada tahun 2010 - 2012 telah terjadi kecenderungan kenaikan jumlah keluhan pelanggan PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komunikasi, gaya kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan pada PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya.

Data yang digunakan adalah data primer yaitu data dikumpulkan melalui kuesioner yang dibagikan kepada karyawan karyawan PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya yang berjumlah 88 orang. Skala pengukuran yang digunakan adalah likert dengan teknik pengukuran dengan jenjang 1-5. Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling yaitu metode pengambilan sampel yang dilakukan secara acak sehingga semua anggota dalam populasi mendapat kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sampel. Pengambilan sampel didasari didasarkan pada pedoman ukuran sampel untuk analisa PLS yang menyatakan bahwa Sample size kecil 30 – 50 atau sampel besar lebih dari 200. Teknik analisis yang digunakan adalah PLS untuk melihat pengaruh komunikasi, gaya kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan bagian penjualan (sales) pada PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya.

Hasil pengujian dalam penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi dan gaya kepemimpinan belum mampu mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya, sedangkan budaya organisasi mampu mempengaruhi peningkatan kinerja karyawan PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dituntut sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia saat ini memiliki peranan sangat penting dalam berbagai sektor. Peranan penting sumber daya manusia menuntut organisasi untuk memperhatikan secara serius dan menyeluruh sumber daya manusia dalam hal karyawan guna peningkatan kualitas sumber daya manusia tersebut.

Manusia menjadi motor penggerak jalannya organisasi dan tercapainya tujuan organisasi, dimana tujuan organisasi sangat bergantung pada baik dan buruknya kinerja pegawai. Menurut Mamik (2010: 88) bahwa kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan standard dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan tersebut.

(18)

kesediaan karyawan untuk bekerja pada perusahaan tersebut dan bukan pada perusahaan lainnya.

Keberadaan seorang pemimpin dalam perusahaan sangat dibutuhkan untuk membawa organisasi kepada tujuan yang telah ditetapkan. Berbagai gaya kepemimpinan akan mewarnai perilaku seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya. Bagaimanapun gaya kepemimpinan seseorang tentunya akan diarahkan untuk kepentingan bersama yaitu kepentingan anggota dan organisasi. Kepemimpinan seseorang dapat mencerminkan karakter pribadinya disamping itu dampak kepemimpinannya akan berpengaruh terhadap kinerja bawahannya. Oleh sebab itu apabila pimpinan dalam mengambil sesuatu keputusan harus dapat menyesuaikan masalah yang dihadapi dengan didasari oleh situasi yang terjadi.

(19)

3

Menurut Mamik (2010: 88) bahwa gaya kepemimpinan adalah gaya yang digunakan oleh seseorang manajer untuk mempengaruhi, mengatur dan mengkoordinasikan karyawan (bawahan) dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan karyawan (bawahan) dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan yang efektif.

Pemimpin yang memahami bawahan cenderung akan lebih dipercaya oleh bawahan, sehingga setiap arahan dan bimbingan yang diberikan akan mempunyai dampak positif terhadap pelaksanaan kerja dan pencapaian sasaran organisasi. Pemimpin harus mampu memberikan motivasi bagi bawahan melalui cara komunikasi agar dapat meningkatkan kinerja dengan cara tindakan- tindakan yang ditetapkan oleh organisasi.

Adanya partisipasi karyawan melalui pemberian ide, pendapat, atau saran dalam penyelesaian masalah kerja merupakan cara efektif dalam berkomunikasi. Ketika manajer mendengarkan dan menunjukkan pemahaman pada karyawan, mereka akan mengerti bahwa mereka dihargai selayaknya rekan bisnis. Tindakan manajer yang sederhana dengan mendengarkan dan memberi umpan balik kepada karyawan akan membangkitkan semangat kerja dan berpikir kreatif.

(20)

sistem pertukaran informasi antar pegawai, baik melalui perantara media komunikasi maupun dilakukan secara langsung. Hal inilah yang terus dilakukan untuk meningkatkan kinerja mereka baik secara kualitas maupun kuantitas.

Suatu organisasi atau perusahaan dianggap sebagai suatu keluarga besar, yang mana manajemen berusaha untuk mengembangkan orang-orangnya, dengan memperhatikan dan melatih mereka, untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan tanpa melupakan kepuasan yang dibutuhkan karyawan produksi dalam melakukan pekerjaannya, yang mana setiap organisasi pasti memiliki sejarah pola-pola berkomunikasi dan bahkan mitos yang membentuk suatu budaya dari organisasi tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, budaya organisasi mulai dikenal oleh masyarakat budaya tersebut, yang diusahakan agar menjadi kekal karena sebuah organisasi cenderung untuk menarik dan mempertahankan orang-orang yang memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang sama dengan organisasi.

Kesuma (2007: 313) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan seperangkat perilaku, perasaan dan kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi.

Selanjutnya menurut Mamik (2010: 88) menyatakan bahwa kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan standard dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan tersebut. Sedangkan menurut Bernardin et. al, (2003: 379) kinerja didefinisikan sebagai berikut: “Performance is defined as the record of outcomes

produced on a specified job function or activity during a specified time period”.

(21)

5

merupakan hasil dari pekerjaan yang ditugaskan dalam suatu waktu atau periode tertentu. Penekanannya adalah pada hasil yang diselesaikan dalam periode waktu tertentu.

Salah satu perusahaan potensial negara yang merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa dan pelayanan adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) “Surya Sembada” Surabaya, yang merupakan badan usaha milik daerah yang bertanggung jawab dalam bidang produksi, pengolahan dan pendistribusian

air di kota Surabaya. PDAM “Surya Sembada” Surabaya beralamatkan di Jl. Mayjend Prof. Dr. Moestopo No. 2 Surabaya. Saat ini, PDAM merupakan satu-

satunya perusahaan yang mengelola air di Surabaya. Dikarenakan tidak adanya pesaing dari swasta yang mengelola air di Surabaya, maka PDAM dituntut untuk terus memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat kota Surabaya.

Beberapa fenomena di lapangan terkait dengan keluhan pelanggan terhadap PDAM “Surya Sembada” Surabaya, antara lain: PDAM sengsarakan warga surabaya, air PDAM Surabaya tak mengalir, warga mandi air isi ulang, tagihan PDAM anda perlahan membengkak? mungkin perlu kalibrasi ulang, Pencatatan Asal-asalan PDAM Surabaya, dll. Hal ini diperkuat dengan fenomena yang terjadi di PDAM “Surya Sembada” kota Surabaya melalui media internet. Antara lain :

1. “PDAM Sengsarakan Warga Surabaya”.

(22)

pelanggan PDAM masih kesulitan mendapatkan air bersih. Bahkan, banyak warga ngantre air kirimin tangki dari PDAM. Sumber : SurabayaPagi.com. 2. “Air PDAM Surabaya Tak Mengalir, Warga Mandi Air Isi Ulang”

Pelayanan PDAM Kota Surabaya kembali dikeluhkan warga terutama di kawasan Balongsari, Tandes, Tanjungsari dan Manukan. Pasalnya tidak mengalirnya air PDAM, membuat warga ada yang terpaksa tidak mandi. "Kami sangat menyayangkan sekali dengan pelayanan PDAM Surabaya. Tidak ada pemberitahuan kalau airnya tidak mengalir," ujar Alivia Indarti warga Balongsari, Kecamatan Tandes, yang terkena dampak tidak mengalirnya air PDAM Surabaya kepada detikcom, Senin (6/5/2013). Ia berharap, PDAM Surabaya lebih baik memberikan pelayanan kepada konsumennya."Nggak ada persiapan. Wong nggak ada pemberitahuan," jelasnya. Sumber : Nawasis.com.

3. “Pencatatan Asal-asalan PDAM Surabaya”

(23)

7

(04/03/2008). Sudah menjadi tradisi rekanan swasta atau outsourcing swasta yang hanya bisa main komisi biasanya diberi tugas mengecek meteran 1.000 rumah, yang dicek hanya 10 rumah karena biaya untuk mengecek sisanya harus dihemat untuk memberi komisi pada aparat PDAM. Sumber : Ivan

Chisanto – SuaraPembaca.

Berdasarkan data yang didapatkan PDAM “Surya Sembada” Surabaya menunjukkan bahwa terdapat banyak keluhan dari pelanggan akibat kurang puasnya pelanggan dengan pelayanan yang diberikan oleh PDAM “Surya Sembada” Surabaya.

Hal tersebut dapat dilihat dari data keluhan pelanggan PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya dalam setiap tahunnya, mulai Tahun 2010 – 2012 :

Tabel 1.1

(24)

Adapun PDAM Surabaya menjalankan kegiatannya tidak jarang mengalami berbagai fenomena, seperti yang sering terjadi yakni air macet, kebocoran pipa, hingga masalah komplain angka meter yang tidak sesuai dengan penggunaan. Hal ini menunjukkan kinerja PDAM “Surya Sembada” Surabaya mengalami penurunan dan kurang menciptakan sumber daya manusia yang optimal sehingga tujuan perusahaan yang dikehendaki tidak tercapai.

Berdasarkan hasil penelitian Hartanto (2012) dan Nur Susila dan Suhartono (2012) menunjukkan bahwa komunikasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, selanjutnya hasil penelitian Kesuma (2007) menunjukkan bahwa budaya organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai, dan terakhir menurut hasil penelitian Mamik (2010) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian dan kajian yang lebih mendalam dengan judul “Peran Komunikasi, Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang disampaikan maka dapat peneliti buat rumusan masalah dari penelitian ini :

(25)

9

2. Apakah gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan di PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya

3. Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan di PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah diatas dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis pengaruh komunikasi terhadap kinerja karyawan di PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya.

2. Untuk menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan di PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya.

3. Untuk menganalisis pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan di PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya.

1.4. Manfaat Penelitian

Sebagaimana layaknya karya ilmiah ini, hasil yang diperoleh diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan berhubungan dengan obyek penelitian antara lain :

(26)
(27)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Ter dahulu

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini yang pernah dilakukan diantaranya adalah :

1. Hartanto (2012), dengan judul “Peran Komunikasi, Kepemimpinan, Dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada PDAM Kabupaten Demak”. Tujuan adalah untuk mengetahui pengaruh komunikasi, kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan pada PDAM kabupaten Demak. Populasi dari penelitian ini adalah karyawan PDAM Kabupaten Demak yang berjumlah 60 pegawai. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik sensus yaitu seluruh populasi dijadikan sebagai sampel penelitian karena jumlahnya hanya 60 pegawai. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1). komunikasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai PDAM Kabupaten Demak, 2). kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai PDAM Kabupaten Demak, dan 3). budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai PDAM Kabupaten Demak.

(28)

komunikasi, kedisiplinan dan pelatihan berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai di Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar dengan moderating jenis kelamin. Obyek penelitian ini adalah pegawai Kecamatan Jaten Kabupaten Karan ganyar, pengambilan sampel dengan metode sensus. Tehnik pengumpulan data dengan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Motivasi, Komunikasi, Kedisiplinan, Pelatihan dan Jenis Kelamin berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai di Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar, baik secara partial maupun simultan. Jenis kelamin berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai di Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar. 2) Jenis kelamin tidak mampu memoderasi pengaruh motivasi komunikasi, kedisiplinan dan pelatihan terhadap kinerja pegawai di Kecamatan Jaten Kabupaten Karanganyar, 3) Variabilitas variabel kinerja pegawai dijelaskan oleh variabilitas variabel motivasi, komunikasi, kedisi plinan, pelatihan dan jenis kelamin sebesar 67%, sedangkan sisanya 33% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan dalam model regresi.

3. Kesuma (2007), dengan judul “pengaruh lingkungan kerja, motivasi dan budaya organisasi terhadap kepuasan kerja serta dampaknya terhadap kinerja pegawai”. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh lingkungan kerja, motivasi dan budaya organisasi terhadap kepuasan kerja serta dampaknya terhadap kinerja pegawai. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai universitas Darwan Ali Sampit, dengan sampel yang digunakan adalah 100 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan

(29)

13

sehingga masing- masing memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) lingkungan kerja tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja, tapi lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja. 2) motivasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan kinerja, 3) budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja, tapi budaya organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja. 4) kepuasan kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja. 5) lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja melalui kepuasan kerja, melalui motivasi terhadap kinerja, dan budaya organisasi serta kepuasan kerja terhadap kinerja.

4. Mamik (2010), dengan judul “pengaruh gaya kepemimpinan, motivasi kerja, dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan”. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan, motivasi kerja, dan komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan baik secara simultan maupun secara parsial. Penelitian ini menggunakan metode random sampling yaitu teknik pengambilan sampel secara acak. Lokasi penelitian dilaksanakan pada

industri kertas yang ada di jawa timur, antara lain PT. Tjiwi Kimia, PT. Pakerin, dan PT. Leces. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada

(30)

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Kinerja Karyawan

2.2.1.1 Pengertian Kinerja Karyawan

Hartanto (2012: 4) menyatakan bahwa kinerja (performance) merupakan perilaku organisasional yang secara langsung berhubungan dengan produksi barang atau penyampaian jasa. Kinerja seringkali difikirkan sebagai pencapaian tugas, dimana istilah tugas sendiri berasal dari pemikiran aktivitas yang dibutuhkan oleh pekerja. Hartanto (2012: 4) mendefinisikan kinerja sebagai hasil dari pekerjaan yang terkait dengan tujuan organisasi, seperti kualitas, efisiensi, dan kriteria efektivitas kerja lainnya.

Menurut Mamik (2010: 88) menyatakan bahwa kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan standard dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan tersebut.

Sedangkan menurut Suprihanto (2003: 7) "Setiap kegiatan yang dilakukan karyawan pasti menghasilkan sesuatu tetapi sesuatu sebagai hasil kegiatan tersebut belum tentu merupakan kinerja yang diharapkan suatu badan usaha untuk itu badan usaha menetapkan standar kinerja karyawan agar tujuan dapat tercapai".

Menurut Bernardin, et.al, (2003: 379) kinerja didefinisikan sebagai berikut: “Performance is defined as the record of outcomes produced on a

specified job function or activity during a specified time period”. Ini berarti

(31)

15

hasil dari pekerjaan yang ditugaskan dalam suatu waktu atau periode tertentu. Penekanannya adalah pada hasil yang diselesaikan dalam periode waktu tertentu.

Untuk mengukur tingkat kinerja karyawan biasanya menggunakan

performance system yang dikembangkan melalui pengamatan yang dilakukan oleh

atasan dari masing-masing unit kerja dengan beberapa alternatif cara penilaian maupun dengan cara wawancara langsung dengan karyawan yang bersangkutan. Informasi yang diperoleh dari penilaian kinerja tersebut dapat digunakan bagi penyelia atau manajer untuk mengelola kinerja karyawan, mengetahui apa penyebab kelemahan maupun keberhasilan dari kinerja karyawan sehingga dapat dipergunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan target maupun langkah perbaikan selanjutnya dalam mencapai tujuan badan usaha.

Menurut Bernardin, et.al, (2003: 379) kinerja didefinisikan sebagai berikut: “Performance is defined as the record of outcomes produced on a

specified job function or activity during a specified time period”. Ini berarti

kinerja merupakan suatu keluaran yang dihasilkan oleh karyawan yang merupakan hasil dari pekerjaan yang ditugaskan dalam suatu waktu atau periode tertentu. Penekanannya adalah pada hasil yang diselesaikan dalam periode waktu tertentu.

Untuk mengukur tingkat kinerja karyawan biasanya menggunakan

performance system yang dikembangkan melalui pengamatan yang dilakukan oleh

(32)

penyebab kelemahan maupun keberhasilan dari kinerja karyawan sehingga dapat dipergunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan target maupun langkah perbaikan selanjutnya dalam mencapai tujuan badan usaha.

2.2.1.2. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja menurut Davis, et.al, (2001: 341) penilaian kinerja merupakan suatu proses di mana organisasi mengevaluasi hasil kerja yang dilakukan oleh karyawan. Sehingga penilaian kinerja merupakan mekanisme yang dapat digunakan untuk memastikan apakah setiap karyawan pada setiap tingkatan telah menyelesaikan tugasnya dengan baik. Dengan demikian sistem penilaian dapat digunakan oleh badan usaha terutama Supervisor dan Manajer untuk mengevaluasi kinerja, sehingga apabila ada hasil kerja menurun dapat diambil suatu tindakan.

(33)

17

yang dilakukan hanya diketahui oleh penilai, karyawan yang dinilai dan pejabat badan usaha. Badan usaha yang membutuhkan data tiap karyawan yang akan digunakan dalam berbagai keputusan kepegawaian.

Notoadtmojo (2003: 47) menjelaskan bahwa penilaian prestasi kerja yang baik harus dapat menggambarkan hal yang diukur. Artinya penilaiannya tersebut benar-benar menilai prestasi pekerjaan pegawai yang dinilai. Agar penilaian dapat mencapai tujuan ini, maka ada 3 hal yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Penilaian harus mempunyai hubungan pekerjaan. Artinya sistem penilaian benar-benar menilai perilaku atau kerja yang mendukung kegiatan organisasi dimana pegawai bekerja.

2. Adanya standar pelaksanaan kerja. Standar pelaksanan adalah ukuran yang dipakai untuk menilai prestasi kerja tersebut.

3. Praktis, sistem penilaian yang praktis akan mudah dipahami dan dimengerti serta dipergunakan dengan baik oleh penilai dan pegawai.

2.2.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengar uhi Kinerja Karyawan

(34)

Lebih lanjut Mamik (2010: 88) bahwa gaya kepemimpinan adalah gaya yang digunakan oleh seseorang manajer untuk mempengaruhi, mengatur dan mengkoordinasikan karyawan (bawahan) dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan karyawan (bawahan) dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan yang efektif.

Kesuma (2007: 313) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan seperangkat perilaku, perasaan dan kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi.

2.2.1.4. Indikator Kinerja Karyawan

Menurut Bernardin, et.al, (2003: 383) dalam mengukur kinerja karyawan dipergunakan daftar pertanyaan yang berisikan beberapa dimensi kriteria tentang hasil kerja. Ada enam indikator dalam menilai kinerja karyawan, yaitu :

1. Quality, merupakan hasil kerja keras karyawan yang sesuai tujuan yang

ditetapkan perusahaan sebelumnya.

2. Quantity, merupakan hasil kerja keras dari karyawan yang bisa mencapai skala

maksimal yang telah ditentukan oleh pihak perusahaan.

3. Timeliness, merupakan dimana karyawan dapat bekerja sesuai dengan standar

waktu kerja yang telah ditetapkan perusahaan.

4. Cost Effectiveness, merupakan penggunaan sumber daya dari karyawan yang

digunakan secara optimal dan efisien.

5. Need for Supervision, merupakan kemampuan karyawan dalam bekerja

(35)

19

6. Interpersonal Impact, merupakan kebanggaan dan rasa harga diri yang tinggi

terhadap pekerjaannya.

Menurut Mamik (2010: 88) bahwa kinerja karyawan diukur dengan menggunakan 3 indikator, antara lain:

1. Kualitas Hasil Kerja 2. Kuantitas Hasil Kerja 3. Kehadiran

Dengan mengidentifikasi aspek- aspek atau indikator- indikator dari kinerja, maka dapat diketahui efektivitas kinerja suatu pekerjaan yang telah dilakukan seorang karyawan, sehingga akan lebih mudah bagi badan usaha untuk menentukan penghargaan yang pantas diberikan kepada karyawan sesuai dengan kinerja yang telah dicapainya. Hal ini akan dapat mendorong karyawan untuk lebih mengembangkan diri dalam peran pekerjaannya sesuai dengan tuntutan badan usaha, sehingga kinerja yang dicapai juga akan lebih meningkat.

2.2.2. Komunikasi

2.2.2.1. Pengertian Komunikasi

(36)

bahwa makna pesan dinegosiasikan antara para anggota. Hubungan antara para anggota, juga konteksnya, akan menentukan apa makna kata yang bersangkutan. Fokusnya adalah pada transaksi verbal dan nonverbal yang terjadi untuk mendapatkan makna bersama.

Nur Susila dan Suhartono (2012: 3) menyatakan bahwa komunikasi adalah sistem pertukaran informasi antar pegawai, baik melalui perantara media komunikasi maupun dilakukan secara langsung.

Liliweri (2004: 30) menyatakan bahwa komunikasi itu penting untuk menghasilkan pemahaman yang sama antara pengirim informasi dengan para penerima informasi pada semua level organisasi. Informasi yang dikirim bisa dalam bentuk simbol verbal maupun simbol nonverbal dengan tujuan untuk memperoleh kesamaan makna atas sebuah informasi.

Widjaja (2000: 13), bahwa komunikasi merupakan suatu hubungan dimana terdapat tukar menukar pendapat atau informasi diantara pihak-pihak yang berkomunikasi. Komunikasi juga dapat diartikan sebagai suatu hubungan kontak antara manusia baik secara individu maupun kelompok.

Thoha (2000: 23) menyatakan komunikasi adalah suatu proses penyampaian dan penerimaan berita atau informasi dari seseorang ke orang lain. Dari uraian tersebut terlihat adanya cara menyampaikan maksud yaitu dengan cara merumuskan komunikasi sebagai tingkah laku, perbuatan atau kegiatan penyampaian atau pengoperan lambang- lambang yang mengandung makna.

(37)

21

Proses ini merupakan landasan untuk semua hubungan interpersonal. Melalui komunikasi, orang bertukar dan berbagi informasi satu dengan lainnya, melalui komunikasi, orang saling mempengaruhi sikap, perilaku, dan pemahaman satu dengan yang lainnya. Komunikasi, dengan cara itu dan masih banyak lagi cara lainnya, adalah sangat penting bagi keberhasilan manajerial.

Berdasarkan fungsionalnya arus komunikasi yang terjadi dalam organisasi formal terdiri dari arus vertikal (dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas) dan arus horizontal (lateral atau silang).

a. Arus Komunikasi Vertikal (Vertical Communication Flow) 1) Dari Atas ke Bawah (Downward Communication)

Komunikasi ini merupakan komunikasi yang paling sering digunakan dalam organisasi. Arus komunikasi ini digunakan untuk mengirim perintah, petunjuk, tujuan, kebijakan, memorandum untuk pekerja pada tingkat yang lebih rendah dalam organisasi. Komunikasi dari atas ke bawah hanya mempunyai satu arah saluran tidak menyediakan feedback (umpan balik) dari pekerja dalam organisasi itu.

2) Komunikasi dari Bawah ke Atas (Upward Communication)

Komunikasi ini adalah komunikasi yang berasal dari bawahan (subordinate) kepada atasan (supervisi) dalam rangka menyediakan

feedback (umpan balik) bagi manajemen. Para pekerja menggunakan

(38)

lebih baik tentang masalah dan tanggung jawabnya serta membantu kemudahan arus dan penerimaan komunikasi dari bawahan ke atasan (manajer).

b. Arus Komunikasi Horisontal

Komunikasi ini merupakan arus pengiriman dan penerimaan pesan yang terjadi antar pimpinan maupun antar bawahan. Komunikasi horizontal dikenal sebagai komunikasi lateral atau silang dan merupakan arus dan pemahaman yang paling kuat dalam komunikasi. Komunikasi ini berfokus pada koordinasi tugas, penyelesaian masalah, pembagian informasi dan resolusi konflik. Komunikasi horizontal sangat penting bagi pekerja pada tingkat bawah untuk selalu berkomunikasi antara atasan maupun antara bawahan.

2.2.2.2 Ciri Komunikasi

Mulyana (2003) menyatakan bahwa sifat atau ciri dari komunikasi antara lain :

1. Komunikasi Verbal (Verbal Communication) a. Komunikasi Lisan (Oral Communication)

b. Komunikasi Tulisan atau Cetak (Written atau Printed Communication) 2. Komunikasi Nonverbal (Nonverbal Communication)

a. Komunikasi Kial atau Isyarat Badaniah (Gestured Communication) b. Komunikasi Gambar (Pictorial Communication)

(39)

23

Liliweri (2004: 57) membagi konteks komunikasi menjadi lima bagian, yaitu:

1. Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi tatap muka yang terjadi antara dua sampai tiga orang, dengan umpan balik yang cepat, dan pesan-pesan yang bersifat khusus, serta dengan tujuan dan maksud komunikasi yang tidak terstruktur.

2. Komunikasi Kelompok

Komunikasi yang terdiri antara empat orang atau lebih dengan jarak fisik yang tidak sedekat seperti komunikasi antarpribadi, kecepatan umpan baliknya juga berkurang, pesan lebih ke pengetahuan kelompok, dan memiliki maksud tujuan serta maksud kelompok yang mulai terstruktur. 3. Komunikasi Publik

Merupakan komunikasi dengan publik dalam ruang dan waktu tertentu yang terencana dan tersusun dengan baik.

4. Komunikasi Massa

Suatu bentuk komunikasi yang membutuhkan alat atau media sebagai medium perantara untuk menyampaikan informasi (media cetak dan media elektronik). Jarak antara komunikator dengan komunikannya juga jauh karena terpisah oleh ruang dan waktu yang berbeda. Oleh sebab itu, umpan baliknya juga akan tertunda.

5. Komunikasi Organisasi

(40)

Aktivitas komunikasi yang dilakukan biasanya bertatap muka secara langsung atau melalui media, membutuhkan umpan balik melalui struktur organisasi formal. Komunikasi organisasi ini memiliki tujuan dan maksud komunikasi yang berstruktur.

2.2.2.3. Pentingnya Komunikasi Dalam Organisasi

Kelancaran komunikasi mendorong kepada para karyawan untuk lebih meningkatkan kreativitas dan semangat kerja sesuai dengan batas kemampuan masing- masing. Wursanto (2004: 60) menyatakan komunikasi dalam organisasi mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Menimbulkan rasa kesetiakawanan dalam loyalitas. 2. Meningkatkan kegairahan kerja para pegawai. 3. Meningkatkan moral dan disiplin para karyawan.

4. Semua jajaran pimpinan mengetahui keadaan bidang yang menjadi tugasnya sehingga akan berlangsung pada pengendalian operasional yang efisien. 5. Semua pegawai dapat mengetahui kebijaksanaan, peraturan-peraturan,

ketentuan-ketentuan, yang telah ditetapkan pimpinan organisasi.

6. Semua informasi, keterangan-keterangan yang dibutuhkan oleh para karyawan dapat dengan cepat dan tepat diperoleh.

7. Meningkatkan rasa tanggung jawab semua karyawan. 8. Menimbulkan saling pengertian diantara karyawan.

9. Meningkatkan kerja sama (team work) diantara para karyawan.

(41)

25

2.2.2.4 Indikator Komunikasi

Nur Susila dan Suhartono (2012: 3) menyatakan bahwa komunikasi diukur dengan menggunakan indikator:

1. Komunikasi sesama pegawai 2. Komunikasi dengan atasan 3. Penggunaan sarana komunikasi

4. Tingkat kejelasan informasi yang disampaikan 5. Manfaat dari komunikasi

2.2.3. Gaya Kepemimpinan

2.2.3.1. Pengertian Gaya Kepemimpinan

Hartanto (2012: 3) bahwa komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi sebagai bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hirarkis antara yang satu dengan yang lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.

(42)

Menurut Mamik (2010: 88) bahwa gaya kepemimpinan adalah gaya yang digunakan oleh seseorang manajer untuk mempengaruhi, mengatur dan mengkoordinasikan karyawan (bawahan) dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan karyawan (bawahan) dalam rangka pencapaian tujuan perusahaan yang efektif.

Gibson, et.al, (2000: 37) berpendapat bahwa kepemimpinan akan terjadi bila seseorang mempengaruhi pengikutnya untuk menerima permintaanya tanpa tampak adanya penggunaan kekuatan, walaupun power dimiliki oleh seorang pemimpin, namun pemimpin efektif tidak akan menggunakan paksaan dalam mempengaruhi bawahannya. Dengan power yang dimilikinya, seorang pemimpin seharusnya merupakan agent of change dalam organisasi yang dipimpinnya.

Hersey, et.al, (2000: 181) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah ciri khas yang dipunyai pemimpin dalam memberikan motivasi dan semangat kepada bawahannya serta sekaligus memberikan keputusan atau kebijakan yang baik dalam suatu organisasi.

(43)

27

para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi.

2.2.3.2. Indikator Gaya Kepemimpinan

Menurut Mamik (2010: 88) menyatakan bahwa indikator yang digunakan untuk mengukur gaya kepemimpinan antara lain:

1. Orientasi Tugas 2. Orientasi Hubungan 3. Kekuasaan Jabatan

2.2.4. Budaya Organisasi

2.2.4.1 Pengertian Budaya Organisasi

Dalam kehidupan sehari-hari seseorang tidak akan lepas dari lingkungannya. Kepribadian seseorang akan dibentuk pula oleh lingkungannya dan agar kepribadiannya tersebut mengarah pada sikap dan perilaku yang positif tentunya harus didukung oleh suatu norma yang diakui tentang kebenarannya dan dipatuhi sebagai pedoman dalam bertindak.

(44)

Robbins (2006: 248) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain.

Kesuma (2007: 313) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan seperangkat perilaku, perasaan dan kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi.

Tika (2005: 4), Organizational Culture is the body of solutions to external

and internal problem that has worked consistently for a group and that is

therefore taught to new members as the correct way to perceive, think about, and

feel in relation to those problems (Budaya organisasi adalah pokok penyelesaian

masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait diatas).

(45)

29

2.2.4.2. Karakteristik Budaya Organisasi

Robbins (2006: 252) memberikan karakteristik budaya organisasi sebagai berikut :

1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko (inovation and risk taking), adalah sejauh mana organisasi mendorong para karyawan bersikap inovatif dan berani mengambil resiko. Selain itu bagaimana organisasi menghargai tindakan pengambilan resiko oleh karyawan dan membandingkan ide karyawan.

2. Perhatian terhadap detail (attention to detail), adalah sejauh mana organisasi mengharapkan karyawan memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian kepada rincian.

3. Berorientasi kepada hasil (outcome orientation), adalah sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil dibandingkan perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut.

4. Berorientasi pada manusia (people orientation), adalah sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi.

5. Berorientasi tim (team orientation), adalah sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim tidak hanya pada individu-individu untuk mendukung kerjasama.

(46)

7. Stabilitas (stability), adalah sejauh mana kegiatan organisasi menekankan

status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.

2.2.4.3. Indikator Budaya Organisasi

Kesuma (2007: 313) menyatakan bahwa budaya organisasi dibentuk oleh 5 Indikator, antara lain :

1. Lingkungan merupakan segala sesuatu di sekitar subjek manusia yang terkait dengan manusianya

2. Kegiatan manusia merupakan kegiatan kerja yang dilaksanakan dalam tiap bagian di dalam perusahaan

3. Realitas dan kebenaran adalah suatu pandangan dan nilai yang mula-mula bersifat subjektif karena bersumber dari diri masing- masing pribadi

4. Sifat manusia merupakan ciri- ciri dan karakteristik manusia

5. Hubungan antar manusia merupakan kemampuan mengenali sifat, tingkah laku, pribadi seseorang

2.2.5. Pengaruh Komunikasi Terhadap Kinerja Karyawan

(47)

31

Menurut Baron, et.al, (2001: 291) menyebutkan bahwa para ahli beranggapan komunikasi sebagai proses utama yang melandasi semua aspek operasional organisasi. Komunikasi memberi dampak yang sangat luas bagi dimensi organisasional, seperti: performa karyawan, kepuasan kerja, pencapaian target organisasi dan sebagainya.

2.2.6. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan

Mamik (2010: 31) menyatakan bahwa pemimpin perusahaan perlu memperhatikan gaya kepemimpinan yang digunakannya dalam mendorong dan mengarahkan bawahannya agar mereka dapat meningkatkan kinerja mereka lebih baik lagi, sehingga mutu produk yang dihasilkan karyawan juga lebih berkualitas.

(48)

Seorang pemimpi yang mampu mengakomodir potensi bawahannya. Maka akan lebih kondusif situasinya dalam pelaksanaan pencapaian tujuan organisasi. Selain itu faktor inisiatif para pegawai dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaannya, akan sangat mempengaruhi hasil kerjanya, semakin baik daya insiatifnya, maka hasilnya akan menjadi optimal. Di samping itu, pemimpin PDAM di Kabupaten Demak memiliki sikap terbuka untuk dikritik, legowo dan bijaksana sehingga mau menerima saran dan terbuka untuk dikritik.

Yukl (2003: 265) yang menyatakan bahwa : “The path-goal theory was

developed to explain how the behavior of leader influences the satifaction and

performances of subordinates”. Ini berarti mengindikasikan bahwa keberhasilan

pemimpin dalam menerapkan perilaku pimpinan yang berorientasi pada pekerjaannya dan pegawai dapat dilihat dari tingkat kepuasan dan kinerja yang dihasilkan pegawai.

Menurut Yukl (2003: 250) bahwa aspek- aspek situasi dalam suatu kepemimpinan sangat mempengaruhi kinerja daripada kelompok, antara lain: a. Kinerja suatu kelompok tergantung kepada motivasi dan kemampuan

anggota, kinerja kelompok akan menjadi lebih tinggi bilamana para anggota dimotivasi dan sangat terampil.

b. Kinerja kelompok juga tergantung kepada sejauh mana para anggotanya dalam organisasi menggunakan keterampilan mereka.

c. Kerjasama pentinng bagi kinerja.

(49)

33

e. Kinerja sebuah sub unit organisasi juga tergantung kepada koordinasi eksternal dengan sub-sub unit lainnya dari organisasi yang sama.

2.2.7. Pengaruh Budaya Organisasi Ter hadap Kinerja Karyawan

Hartanto (2012: 7) menjelaskan bahwa budaya organisasi sebagai nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama memberikan beberapa fungsi penting. Pertama, membawa suatu perasaan identitas sebagai anggota organisasi. Kedua, sebagai sarana untuk membangun komitmen akan sesuatu yang lebih besar dari diri sendiri. Ketiga, budaya organisasi meningkatkan sistem sosial. Keempat, 8 budaya organisasi merupakan sense-making device yang memberikan pedoman dan mempertajam perilaku. berdasarkan beberpa pengertian diatas bias diartikan apabila komunikasi berjalan dengan baik, akan berpengaruh terhadap hubungan antara atasan dengan bawahan sehingga tercipta budaya organisasi yang selaras.

Berdasarkan hasil penelitian Hartanto (2012: 9) menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di PDAM Kabupaten Demak. Hal ini membuktikan bahwa semakin baik budaya yang dikembangkan pada organisasi maka akan meningkatkan kinerja pegawai dalam pencapaian tujuan organisasi. Kekompakan dalam bekerja sama, keamanan dan kenyamanan bekerja, disiplin dan bersama menjaga nama baik organisasi akan mampu meningkatkan kinerja pegawai yang profesional dan handal.

(50)

2.3. Kerangka Konseptual

(51)

35

2.4. Hipotesis

Berdasarkan pada perumusan masalah, tujuan penelitian dan landasan teori, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut :

1. Komunikasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya.

2. Gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya.

(52)

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel- variabel yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Komunikasi (X1) adalah sistem pertukaran informasi antar pegawai, baik

melalui perantara media komunikasi maupun dilakukan secara langsung. Menurut Nur Susila dan Suhartono (2012: 3), indikator untuk mengukur Komunikasi (X1) meliputi :

X11 Komunikasi sesama pegawai, adalah proses penyampaian dan

penerimaan berita atau informasi antar sesama pegawai

X12 Komunikasi dengan atasan adalah proses penyampaian dan

penerimaan berita atau informasi antara pegawai dengan atasan

X13 Penggunaan sarana komunikasi adalah pemanfaatan alat- alat

komunikasi yang disediakan dengan optimal

X14 Tingkat kejelasan informasi yang disampaikan merupakan

kemampuan seseorang dalam menyampaikan informasi dengan baik 2. Gaya Kepemimpinan (X2) adalah gaya yang digunakan oleh seseorang

(53)

37

Menurut Mamik (2010: 88), indikator untuk mengukur Gaya Kepemimpinan (X2) meliputi :

X21 Orientasi tugas, merupakan pemberian tugas oleh atasan kepada

bawahannya

X22 Orientasi hubungan, merupakan kualitas hubungan yang terjalin antara

atasan kepada bawahannya

X23 Kekuasaan jabatan, merupakan kemampuan seorang atasan dalam

menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi bawahannya

3. Budaya Organisasi (X3) adalah seperangkat perilaku, perasaan dan kerangka

psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi.

Menurut Kesuma (2007: 313), indikator untuk mengukur Budaya Organisasi (X3) meliputi :

X31 Lingkungan merupakan segala sesuatu di sekitar subjek manusia yang

terkait dengan manusianya

X32 Kegiatan manusia merupakan kegiatan kerja yang dilaksanakan dalam

tiap bagian di dalam perusahaan.

X33 Realitas dan kebenaran adalah suatu pandangan dan nilai yang

mula-mula bersifat subjektif karena bersumber dari diri masing- masing pribadi.

X34 Sifat manusia merupakan ciri- ciri dan karakteristik manusia

X35 Hubungan antar manusia merupakan kemampuan mengenali sifat,

(54)

4. Kinerja Karyawan (Y) adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan standard dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan tersebut.

Menurut Mamik (2010: 88) bahwa indikator untuk mengukur Kinerja Karyawan (Y) meliputi :

Y1 Kualitas Hasil Kerja merupakan hasil kerja keras karyawan yang sesuai

tujuan yang ditetapkan perusahaan sebelumnya

Y2 Ketepatan Waktu Kerja merupakan dimana karyawan dapat bekerja

sesuai dengan standar waktu kerja yang telah ditetapkan perusahaan Y3 Keefektifan Biaya merupakan penggunaan sumber daya dari karyawan

yang digunakan secara optimal dan efisien

3.1.2. Pengukuran Variabel

Alat pengukuran data yang digunakan untuk mengukur data-data yang akan dianalisis dari hasil survei / penelitian langsung melalui kuesioner adalah menggunakan skala likert yaitu metode yang mengukur sikap dengan menyatakan setuju dan ketidaksetujuannya terhadap subyek, obyek atau kejadian tertentu, angka penilaian lima (5) butir yang menyatakan urutan setuju atau tidak setuju. Setiap pertanyaan diukur dengan 5 skala dan tiap posisi mempunyai bobot sebagai berikut:

Tabel 3.1. Skala Pengukuran Data

1 2 3 4 5

(55)

39

Keterangan :

1. STS = Sangat Tidak Setuju 2. TS = Tidak Setuju

3. CS = Cukup Setuju 4. S = Setuju

5. SS = Sangat Setuju

3.2. Teknik Penentuan Sampel a. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2008: 80). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya yang berjumlah 715 orang.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008: 80)

(56)

Penentuan jumlah minimal sampel didasarkan pada pedoman ukuran sampel

Jadi jumlah sampel minimal yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 88 orang karyawan PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya. Untuk menghindari pengisian kuesioner yang salah atau kuesioner yang rusak, maka peneliti nantinya menyebarkan kuesioner sebanyak 100 kuesioner.

dimana untuk menentukan agar jumlah sampel diambil secara berimbang maka ditentukan melalui metode Proporsional Random Sampling dengan rumus.

(57)

41

N = Ukuran Populasi n = Ukuran sampel

(58)

Sedangkan untuk dapat memenuhi syarat keterwakilan dari setiap bagian yang ada di PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya, maka sampel akan dibagi rata pada setiap bagian di PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya.

3.3. Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. J enis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitan ini adalah : Data primer

Data yang diperoleh dari wawancara penulis dengan para karyawan PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya, hasil observasi lapangan serta penyebaran daftar pertanyaan atau kuisioner kepada respoden.

3.3.2. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah diperoleh dari hasil pengisian kuesioner pada karyawan PDAM “Surya Sembada” Kota Surabaya.

3.3.3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan riset lapangan yaitu kegiatan penelitian dengan tujuan langsung ke obyek penelitian dengan :

(59)

43

kepemimpinan dan variabel budaya organisasi ditujukan kepada karyawan, sedangkan variabel kinerja karyawan ditujukan pada pimpinan.

b. Interview yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan wawancara secara langsung terhadap responden untuk mengetahui pendapat mereka secara langsung.

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.4.1. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode Partial Least

Square (PLS). PLS dapat digunakan pada setiap jenis skala data (nominal, ordinal,

interval, rasio) serta syarat asumsi yang lebih fleksibel. PLS juga digunakan untuk mengukur hubungan setiap indikator dengan konstruknya. Selain itu, dalam PLS dapat dilakukan uji bootstrapping terhadap struktural model yang bersifat outer

model dan inner model.

PLS merupakan pendekatan yang lebih tepat untuk tujuan prediksi, hal ini terutama pada kondisi dimana indikator bersifat formatif. Dengan variabel laten berupa kombinasi linier dari indikatornya, maka prediksi nilai dari variabel laten dapat dengan mudah diperoleh, sehingga prediksi nilai terhadap variabel laten yang dipengaruhinya juga dapat dengan mudah diperoleh, sehingga prediksi terhadap variabel laten yang dipengaruhi juga dapat dengan mudah dilakukan.

(60)

Melalui pendekatan ini, diasumsikan bahwa semua varian yang dihitung merupakan varian yang berguna untuk penjelasan. Pendekatan pendugaan variabel laten dalam PLS adalah sebagai exact kombinasi linear dari indikator, sehingga mampu menghindari masalah indeterminacy dan menghasilkan skor komponen yang tepat. Dengan menggunakan algoritma iteratif yang terdiri dari beberapa analisis dengan metode kuadrat kecil biasa (ordinary least square) maka persoalan identifikasi tidak menjadi masalah, karena model bersifat rekursif.

Pendekatan PLS didasarkan pada pergeseran analisis dari pengukuran estimasi parameter model menjadi pengukuran prediksi yang relevan. Sehingga fokus analisis bergeser dari hanya estimasi dan penafsiran signifikan parameter menjadi validitas dan akurasi prediksi. Didalam PLS variabel laten bisa berupa hasil pencerminan indikatornya, diistilahkan dengan indikator refleksif (reflective indicator). Disamping itu, juga bisa konstruk dibentuk (formatif) oleh indikatornya, diistilahkan dengan indikator formatif (formative indicator).

3.4.2. Model Indikator Refleksif Dan Indikator For matif 3.4.2.1 Model Indikator Refleksif

Dikembangkan berdasarkan pada classical test theory yang mengasumsikan bahwa variasi skor pengukuran konstruk merupakan fungsi dari

true score ditambah error. Jadi konstruklaten seolah-olah mempengaruhi variasi

(61)

45

indicator seolah-olah dipengaruhi oleh konstruklaten atau mencerminkan variasi dari konstruk laten.

Pada model refleksif, konstruk (unidimensional) digambarkan dengan bentuk ellips dengan beberapa anak panah dari konstruk ke indikator. Model ini menghipotesiskan bahwa perubahan pada konstruk laten akan mempengaruhi perubahan pada indikator. Model indicator refleksif harus memiliki internal konsistensi karena semua indicator diasumsikan mengukur satu konstruk, sehingga dua indikator yang sama reliabilitasnya dapat saling dipertukarkan. Walaupun reliabilitas (Cronbach Alpha) suatu konstruk akan rendah jika hanya ada sedikit indikator, tetapi validitas konstruk tidak akan berubah jika satu indikator dihilangkan.

(62)

Gambar 2

Composite Latent Variable (Refleksif) Model Untuk Komunikasi (X1)

Gambar 3

Composite Latent Variable (Refleksif) Model Untuk Gaya Kepemimpinan (X2)

Gambar 4

(63)

47

Ciri-ciri model indikator reflektif adalah:

• Arah hubungan kausalitas seolah-olah dari konstruk ke indikator.

• Antar indikator diarapkan saling berkorelasi (memiliki internal consitency Reliability).

• Menghilangkan satu indikator dari model pengukuran tidak akan merubah makna dan arti konstruk.

• Menghitung adanya kesalahan pengukuran (error) pada tingkat indikator.

3.4.2.2 Model Indikator For matif

Konstruk dengan indikator formatif mempunyai karakteristik berupa komposit, seperti yang digunakan dalam literatur ekonomi yaitu index of sustainable economics welfare, the human development index, dan the quality of life index. Asal usul model formatif dapat ditelusuri kembali pada “operational definition”, dan berdasarkan definisi operasional, maka dapat dinyatakan tepat menggunakan model formatif atau refleksif. Jika η menggambarkan suatu variabel laten dan x adalah indikator, maka: η = x

(64)

mengalir dari indikator ke konstruk laten dan indikator sebagai group secara bersama-sama menentukan konsep, konstruk atau laten.Oleh karena, diasumsikan bahwa indikator seolah-olah mempengaruhi konstruk laten, maka ada kemungkinan antar indikator saling berkorelasi, tetapi model formatif tidak mengasumsikan perlunya korelasi antar indikator secara konsisten. Sebagai misal komposit konstruk yang diukur oleh indikator yang saling mutually exclusive, adalah konstruk Status Sosial Ekonomi diukur dengan indikator antara lain Pendidikan, Pekerjaan dan Tempat Tinggal.

Oleh karena diasumsikan bahwa antar indikator tidak saling berkorelasi maka ukuran internal konsistensi reliabilitas (Alpha Cronbach) tidak diperlukan untuk menguji reliabilitas konstruk formatif. Kausalitas hubungan antar indikator tidak menjadi rendah nilai validitasnya hanya karena memiliki internal konsistensi yang rendah. Untuk menilai validitas konstruk perlu dilihat vaiabel lain yang mempengaruhi konstruk laten. Jadi untuk menguji validitas dari konstruk laten, peneliti harus menekankan pada nimological dan atau criterion-related validity.

(65)

49

Model formatif memandang (secara matematis) indikator seolah-olah sebagai variabel yang mempengaruhi variabel laten, dalam hal ini memang berbeda dengan model analisis faktor, jika salah satu indikator meningkat, tidak harus diikuti oleh peningkatan indikator lainnya dalam satu konstruk, tapi jelas akan meningkatkan variabel latennya.

Model refleksif mengasumsikan semua indikator seolah-olah dipengaruhi oleh variabel konstruk, oleh karena itu menghendaki antar indikator saling berkorelasi satu sama lain. Dalam hal ini konstruk diperoleh menggunakan analis faktor. Sedangkan, model formatif (konstruk diperoleh melalui analisis komponen utama) tidak mengasumsikan perlunya korelasi antar indikator, atau secara konsisten berasumsi tidak ada hubungan antar indikator. Oleh karena itu, internal konsisten (Alpha Cronbach) kadang-kadang tidak diperlukan untuk menguji reliabilitas konstruk formatif.

Gambar 5

(66)

Ciri-ciri model indikator formatif adalah:

• Arah hubungan kausalitas dari indikator ke konstruk.

• Antara indikator diasumsikan tidak berkorelasi (tidak diperlukan uji konsistensi internal atau cronbach alpha ).

• Menghilangkan satu indikator berakibat merubah makna dari konstruk • Kesalahan pengukuran diletakkan pada tingkat konstruk (zeta)

• Konstruk mempunyai makna “surplus” • Skala skor tidak menggambarkan konstruk

Menurut Ghozali (2008; 23) bahwa analisis data menggunakan PLS terdiri dari dua sub model yaitu :

1. A Structural Model atau juga disebut inner-model menjelaskan hubungan

antara variabel laten yang satu dengan yang lainnya dalam konstruksi. Model struktural menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada

substantive theory. Perancangan model struktural hubungan antar variabel

laten didasarkan pada rumusan masalah atau hipotesa penelitian. Pada penelitian ini model struktural terkait hubungan antara komunikasi (X1), gaya

kepemimpinan (X2), budaya organisasi (X3) dan kinerja karyawan (Y).

2. A Measurement Model atau juga disebut outer-model menjelaskan hubungan

antara konstruksi laten dengan indikator- indikator manifes yang dimilikinya.

Outer- model atau model pengukuran mendefinisikan bagaimana setiap blok

(67)

51

(68)
(69)

53

3.4.2.3 Kegunaan Metode Partial Least Square (PLS)

Kegunaan PLS adalah untuk mendapatkan model struktural yang powerfull untuk tujuan prediksi. Pada PLS, penduga bobot (weight estimate) untuk menghasilkan skor variabel laten dari indikatornya dispesifikasikan dalam outer model, sedangkan inner model adalah model struktural yang menghubungkan antar variabel laten.

3.4.2.4 Pengukur an Metode Partial Least Squar e (PLS) Pendugaan parameter di dalam PLS meliputi 3 hal, yaitu :

1. Weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten. 2. Estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan antar variabel laten dan

estimasi loading antara variabel laten dengan indikatornya.

3. Means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi, intersep) untuk indikator dan variabel laten.

(70)

3.4.2.5 Langkah-langkah PLS

1. Langkah Pertama: Merancang Model Struktural (inner model)

Inner model atau model stuktural menggambarkan hubungan antar variabel laten berdasarkan pada substantive theory perancangan model struktural hubungan antar variabel laten didasarkan pada rumusan masalah atau hipotesis penelitihan.

2. Langkah Kedua: Merancang Model Pengukuran (outer model)

Outler Model atau model pengukuran mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latenya. Perancangan model menentukan sifat indikator dari masing-masing variabel laten, apakah refleksi atau formatif, berdasarkan devinisi oprasional variabel.

3. Langkah Ketiga: Mengkonstruksi Diagram Jalur

a. Model persamaan dasar dari inner model dapat di tulis sebagai berikut:

N = β0 + β ŋ + Γ + ξ

Nj = ∑i βji ŋi + ∑i yjb b + ξj

b. Model persamaan dasar Outer Model dapat di tulis sebagi berikut: Χ = Λ x + ɛ x Y = Λy ŋ + ɛ y

4. Langkah Keempat: Estimasi: Weight, koofesien jalur, dan loading

(71)

55

• Weight estimasi yang digunakan untuk menghitung data variabel laten.

• Path estimasi yang menghubungkan antar variabel laten dan estimasi

loading antara variabel laten dan indikatornya.

• Means dan Parameter lokasi (nilai konstanta regresi, intersep) untuk

indikator dan variabel laten. 5. Langkah Keenam: Goodness of Fit

Goodness of Fit Model diukur menggunakan R2 variabel laten dipenden dengan interpretasi yang sama dengan regresi. Q2 predictive relevance untuk model struktural mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya.

Q2 = 1-(1-R22) (1-R22)...(1-Rp2)

Besarnya memiliki nilai dengan rentang 0 <> 2 pada analisis jalur ( Path Analisis ).

6. Langkah Ketujuh: Pengujian Hipotesis (Resampling Bootstraping)

(72)

3.4.2.6 Asumsi PLS

Asumsi pada PLS hanya berkait dengan pemodelan persamaan struktural, dan tidak terkait dengan pengujian hipotesis, yaitu:

1) Hubungan antar variabel laten dalam inner model adalah linier dan aditif 2) Model struktural bersifat rekursif

Adapun alasan penulis memilih dan menggunakan PLS adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan PLS tidak mengharuskan jumlah sampel besar, karena ada

keterbatasan jumlah sampel yang akan didapatkan sebagai responden pada penelitian maka pendekatan model PLS lebih bias diterapkan

2. Pada penelitian ini akan mengembangkan model untuk tujuan prediksi 3. Pada PLS tidak mengasumsikan data berdistribusi tertentu, data berupa

nominal, ordinal, interval dan rasio.

3.4.2.7 Uji Validitas Dan Reliabilitas

Gambar

Tabel 1.1
Gambar 1 Kerangka Konseptual
Tabel 3.1.
Gambar 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

pembelajaran. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Sang Timur Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012. Metode pengumpulan data dilakukan dengan tes tertulis,

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik menggunakan Earning Response Coefficient sebagai indikator ukuran atas tingkat abnormal return saham dalam merespon

Flash didesain dengan kemampuan untuk membuat animasi 2 dimensi atau 3 dimensi yang handal dan ringan sehingga Flash banyak digunakan untuk membangun dan memberikan efek animasi pada

yang paling mempengaruhi itu kayak… sebenernya gak begitu banyak yang bilang “ ya udah bikin tato aja” tuh enggak, malah banyak yang misalnya nentang, malah banyak temen

pertentangan atau ketidak cocokan. Asimilasi atau akulturasi, merupakan usaha mengurangi perbedaan pendapat dan meningkatkan persatuan pemikiran, sikap dan tindakan

Tujuan utama dari rancang bangun alat angkat sepeda motor bebek fleksibel ini adalah untuk lebih mempermudah masyarakat, khususnya diperbengkelan untuk membantu mekanik

Berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 21 September 2010 dengan seorang remaja yang dibesarkan dalam keluarga tunggal,

Dalam penulisan ini dibahas urutan-urutan proses mulai dari bahan baku sampai dengan barang jadi yang siap dikirim kepelanggan. Penulisan juga membahas tipe proses produksi