• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Studi Islam dan Kemuhammadiyahan Volume 1, Nomor 2, 2021: E-ISSN:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Jurnal Studi Islam dan Kemuhammadiyahan Volume 1, Nomor 2, 2021: E-ISSN:"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Riwayat Artikel:

Diajukan: 12-06-2021 Ditelaah: 19-08-2021 Direvisi: 15-09-2021 Diterima: 29-09-2021

Nilai-Nilai Komunikasi Profetik dalam

SyairGurindam Dua Belas ( Analisis Semiotik Ferdinand De Saussure )

Destita Mutiara

Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Indonesia

Korespondensi: destita.mutiara22@gmail.com

DOI:

https://doi.org/10.18196/jasika.v1i2.12

Abstrak

Syair merupakan sastra lama yang pesannya masih bisa relevan maknanya sampai saat ini.

Penelitian ini mengangkat mengenai yang nilai komunikasi profetik yang merupakan turunan dari Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo dalam syair dengan judul Gurindam Dua Belas yang berisi dua belas pasal dengan tema berbeda karya Raja Ali Haji yang berasal dari Pulau Penyengat Provinsi Kepulauan Riau. Syair ini diteliti melalui analisis semiotik Ferdinand de Saussure.

Semiotik Ferdinand de Saussure diambil karena sifatnya yang tidak terbatas waktu. Prinsip semiotika Ferdinand yang dikaji dalam tulisan ini yakni prinsip signified, signifier, ikonik, dan arbiter yang akan dijabarkan juga hal yang berkaitan dengan nilai komunikasi profetiknya.

Adapun unsur nilai dari komunikasi profetik yakni humanisasi (amar ma’ruf) yang berkaitan dengan memanusiakan manusia, liberasi (nahi munkar) berkaitan dengan mencegah kemungkaran dan pembebasan, dan transendensi (tu’minuna billah) beriman kepada Allah yang mengembalikan semuanya kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Walaupun tidak secara ekplisit menyebutkan ayat dan surah dalam Al-Qur’an. Total ada delapan pasal yang masuk dalam kategori Komunikasi Profetik dalam syair ini. Nilai syair banyak berisikan mengenai humanisasi dari segi kemasyarakatan, kemudiaan diikuti oleh liberasi dan transendensi.

Kata Kunci : komunikasi profetik, syair gurindam dua belas, semiotika ferdinand de saussure

Abstract

Poetry is an old literature whose message still relevant to this day. This study elaborates on the value of prophetic communication which is a derivative of the Kuntowijoyo Prophetic Social Sciences in a poem entitled Gurindam 12 which contains twelve couplets with different themes by Raja Ali Haji, originating from Penyengat Island, Kepulauan Riau Province. This poem is examined through the semiotic analysis of Ferdinand de Saussure. Semiotics of Ferdinand de Saussure was taken because of its unlimited time characteristic. Ferdinand's semiotic principles examined in this study are the principle of signified, significant, iconic, and arbiter which will also be elaborated on matters relating to the value of prophetic communication. The value elements of prophetic communication used are humanization (amar ma'ruf) relating to humanizing humanity, liberation (nahi munkar) relating to preventing munkar and deliverance, and transcendence (tu'minuna billah) believing in Allah who returns everything to Al-Qur'an and As-Sunnah. Although it does not explicitly mention verses and surahs in the Qur'an, a total of eight couplets fall into the category of Prophetic Communication in this poem. The value of

(2)

the poem contains a lot of humanization in terms of society, followed by liberation and transcendence.

Keywords: prophetic communication, gurindam dua belas, semiotics of ferdinand de saussure

1. Pendahuluan

Perkembangan media dakwah di dunia terutama di Indonesia sudah mengalami banyak kemajuan. Perkembangan ini banyak membentuk platform baru bagi media dakwah. Hal ini dapat memudahkan masyarakat dalam mengakses dan mendapatkan informasi. Dengan kemajuan ini pula masyarakat bisa tetap teredukasi dan bisa menyebarkan ajaran agama Islam dengan cepat dan mudah. Dalam hal ini dakwah bisa dilakukan dengan berbagai cara, yakni dakwah dengan lisan tulisan dan media lainnya.

Pemilihan media dakwah ini juga bergantung pada kondisi sosial masyarakatnya.

Pada kasus masyarakat Melayu yang lebih senang dengan tembang syair maka langkah yang baik yakni memasukkan nilai komunikasi Islam dan dakwah pada lirik pada syair yang ingin dinyanyikan. Pemilihan diksi dan kata-kata yang terangkai sehingga dekat dengan hati pembaca menjadi tolak ukur keberhasilan juru dakwah dalam mengambil hati dan menyampaikan isi pesan dakwahnya. Kemampuan seseorang dalam menggunakan bahasa yang dituangkan ke dalam teks kemudian dinyanyikan dan menjadikannya sebagai budaya akan sangat berpengaruh terhadap nilai dakwah yang akan ia tanamkan.

Dakwah erat kaitannya dengan cara menyampaikan pesan. Cara menyampaikan pesan disebut dengan komunikasi. Komunikasi memiliki unsur yakni komunikator (orang yang menyampaikan pesan), pesan, komunikan (penerima pesan), timbal balik.

Komunikasi dalam penyampaian pesan dakwah harus menggunakan kata-kata yang baik dan bersumber pada Al- Qur’an dan hadits. Pada dewasa ini juga disebut dengan komunikasi Islam.

Ilmu komunikasi Islam memang menjadi jarang dibahas oleh banyak literatur.

Ilmu Komunikasi Islam tidak dibahas dalam buku umum dalam lingkup buku Ilmu Komunikasi. Jikalau ada hanya satu atau dua literatur yang membahas mengenai Ilmu Komunikasi Islam. Padahal dari segi jumlah penganut, penganut agama Islam sangatlah besar jika dibandingkan dengan agama yang lain.

Komunikasi Islam erat kaitannya dengan komunikasi teokrasi. Komunikasi teokrasi merupakan komunikasi yang menganut nilai ketuhanan. Komunikasi Islam sedikit berbeda dengan komunikasi manusia. Komunikasi manusia yang biasanya membahas mengenai proses,model, pengaruh pesan, berita, pers, saluran informasi,dan jurnalistik yang diatur dalam KUH-Pidana(Buku II dan Buku III), UU Pers, UU Perfilman dan UU Penyiaran. Komunikasi Islam mengambil latar belakang filosofis yakni (Al- Qur’an dan AS-Sunnah), perintah dan larangan dan Etika Komunikasi Islam berlaku sampai akhirat. Salah satu bagian dari komunikasi Islam adalah Komunikasi Profetik (kenabian)1.

Komunikasi Penyiaran Islam adalah salah satu Program Studi berkaitan erat dengan dakwah. Program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam semestinya mengenalkan komunikasi Islam dan salah satunya Komunikasi Profetik kepada

1 Abdul Muis, Komunikasi Islam (Bandung : Rosda Karya ,2001)

(3)

mahasiswa. Karena Komunikasi Profetik merupakan bagian dari komunikasi Islam yang berkonsentrasi membahas mengenai humanisasi, liberasi, dan transendensi. Sehingga penulis merasa perlu untuk membahas Komunikasi Profetik pada penelitian ini.

Dakwah tidak hanya disampaikan dengan lisan melainkan juga dengan tulisan.

Dakwah yang menggunakan tulisan berisikan kata-kata yang bermuatan nilai-nilai Islam.2Salah satu dari karya tulisan yang bernafaskan dakwah islam yakni karya-karya tulisan dari Raja Ali Haji, beliau adalah sastrawan yang sangat erat kaitannya dengan masyarakat Melayu. Raja Ali Haji adalah sastrawan dari Pulau Penyengat yang konsisten berkarya dengan bernafaskan keislaman. Raja Ali Haji yang dalam syairnya seringkali mengaitkan dengan norma agama,masyarakat dan sosial. Salah satu karya sastra beliau yang menarik yakni Gurindam Dua Belas (GDB)2

Syair Gurindam Dua Belas merupakan karya sastra Melayu lama yang sarat akan nilai Islam. Syair ini juga menjadi salah satu sarana dakwah untuk menanamkan nilai- nilai ajaran Islam oleh Raja Ali Haji karena syair ini sangat erat kaitannya dengan norma yang ada di masyarakat. Karya ini dikomunikasikan dengan cara yang sangat dekat dengan masyarakat sekitar yakni dengan menggunakan tembang Melayu. Sampai saat ini syair Gurindam Dua belas masih tetap dinyanyikan dan eksis di Pulau Penyengat dan dijadikan sebagai salah satu objek wisata andalan Kepulauan Riau.

Namun belum ada kajian mendalam mengenai nilai Komunikasi Islam terutama Komunikasi Profetik3 pada syair Gurindam Dua Belas. Komunikasi profetik merujuk pada ilmu social profetik yang digagas oleh Kuntowijoyo yang juga membahas mengenai transendensi, lieberasi dan humanisasi di dalam komunikasi. Mengenai bagaimana nilai komunikasi profetik yang termasuk kedalam komunikasi Islam popular sekarang dengan yang dibangun sastrawan terdahulu untuk mengomunikasikan sastra dalam dakwah dan agama terutama dalam karya syair Gurindam Dua Belas yang masih relevan dan tidak luntur jika dikaitkan dengan zaman sekarang. Dan belum ada kajian yang mendalam terhadap karya sastra yang dibuat oleh pendahulu masih relevan di gunakan sebagai media dakwah pada masa sekarang.

Oleh karenanya pengarang ingin memanfaatkan karya syair Gurindam Dua Belas dari Raja Ali Haji yang sekaligus merupakan penyair Melayu tepatnya berasal dari Pulau Penyengat yang sekarang menjadi bagian dari Provinsi Kepulauan Riau yang telah melegenda. Oleh karenanya penulis menjadikan syair Gurindam Dua Belas Karya Raja Ali Haji ini sebagai obyek penelitian. Didukung dengan syairnya yang sangat dekat dengan masyarakat Melayu dan merupakan ciri khas Melayu yang bernafaskan keislaman dalam berbagai bidang masyarakat sekaligus untuk mengkaji kaitannya dengan nilai komunikasi profetik yang mana merubah teks menjadi konteks dalam hal kebudayaan dan juga diterapkan berupa nasihat yang terkandung didalamnya dengan menggunakan metode kajian teks semiotic Ferdinand de Saussure.

Pemilihan tradisi semiotic Ferdinand de Saussure juga berkaitan erat dengan kajian semiotic yang terikat dengan waktu yang mana semiotika Ferdinan de Saussure4

2 Saidi, Drs. Shaleh. (1969). Gurindam Dua Belas, Dibitjarakan dan ditranskripsikan kedalam huruf latin. Singaradja: Direktorat Bahasa dan Kesusastraan.

3 Syahputra, I. (2007). Komunikasi Profetik. Bandung : Sembiosa.

4 Shobur, D. A. (2003). Semiotika Komunikasi. Bandung: Rosdakarya.

(4)

berkaitan erat dengan prinsip (1) Bahasa adalah sebuah fakta sosial.(2) Sebagai fakta sosial, bahasa bersifat laten, bahasa bukanlah gejala-gejala permukaan melainkan sebagai kaidah-kaidah yang menentukan gejala-gejala permukaan, yang disebut sengai langue Langue tersebut termanifestasikan sebagai parole, yakni tindakan berbahasa atau tuturan secara individual. (3) Bahasa adalah suatu sistem atau struktul tanda-tanda.

Karena itu, bahasa mempunyai satuan-satuan yang bertingkat-tingkat, mulai dari fonem, morfem, klimat, hingga wacana. (4) Unsur-unsur dalam setiap tingkatan tersebut saling menjalin melalui cara tertentu yang disebut dengan hubungan paradigmatik dan sintagmatik. (5) Relasi atau hubungan-hubungan antara unsur dan tingkatan itulah yang sesungguhnya membangun suatu bahasa. Relasi menentuka nilai, makna, pengertian dari setiap unsur dalam bangunan bahasa secara keseluruhan. (6) Untuk memperoleh pengetahuan tentang bahasa yang prinsipprinsipnya yang telah disebut diatas, bahasa dapat dikaji melalui suatu pendekatan sikronik, yakni pengkajian bahasa yang membatasi fenomena bahasa pada satu waktu tertentu, tidak meninjau bahasa dalam perkembangan dari waktu ke waktu (diakronis).

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan pendekatan analisis semiotika Ferdinand de Saussure.5 Hal ini bertujuan untuk mencari makna kata maupun kalimat, serta makna-makna tertentu yang tersaji dalam sebuah karya tersebut dengan menggunakan pendekatan semiotik.

Penelitian ini mengambil tiga konsep yaitu nilai komunikasi profetik, Gurindam Dua Belas dan semiotika Ferdinand de Saussure. Operasionalisasi konsep pada komunikasi profetik meliputi nilai humanisasi (amar ma’ruf) yang berkaitan dengan memanusiakan manusia, liberasi (nahi munkar) yang berkaitan dengan membebaskan dari kebodohan, kesenjangan, mencegah dari sifat buruk yang merusak, transendensi (tu’minuna billahi) yang berkaitan dengan mengingat kembali pencipta dan hal yang berkaitan dengan peningkatan dimensi keimanan. Sedangkan terkait semiotic Ferdinand de Saussure yang berkaitan dengan kebahasaan meliputi prinsip petanda (siginified) dan penanda (signifier), kebebasan (arbiter) dan beralasan/tidak bebas (ikonik).

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang mengambil buku teks syair Gurindam Dua Belas untuk dilakukan analisis6. Obyek penelitian ini adalah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji. Sedangkan subyek dari penelitian ini adalah syair pasal dari Gurindam Dua Belas yang berisikan dua belas pasal yang memuat makna komunikasi profetik yang dibagi dalam tiga sub nilai.

Penelitian ini menggunakan pengumpulan data dari sumber buku teks yang memuat teks Gurindam Dua Belas, referensi buku sepadan, katalog kepustakaan, dan bibliografi. Sedangkan kredibilitas penelitian diuji dengan ketepatan objek dan hasil dalam operasionalisasi konsep. Peneliti melakukan penelitian dengan berfokus pada pasal Gurindam Dua Belas yang memiliki nilai komunikasi profetik, yaitu nilai

5 Bertens (2001:80) dalam Sobur, A. (2013). Semiotika komunikasi. Remaja Karya halaman 46

6 Saidi, Drs. Shaleh. (1969). Gurindam Dua Belas, Dibitjarakan dan ditranskripsikan kedalam huruf latin. Singaradja: Direktorat Bahasa dan Kesusastraan.

(5)

transendensi (tu’minuna billah), liberasi (nahy ʿan al-munkar), humanisasi (amr bi al- ma’ruf)7. Peneliti kemudian mengelompokkan pasal yang mengandung unsur nilai komunikasi profetik dan kemudian dijabarkan melalui analisis semiotic Ferdinand de Saussure yang mengandung prinsip penanda (signifier) dan petanda (siginified) dalam bentuk tabel, kemudian diklasifikasikan kalimat atau bait yang mengandung makna beralasan/tidak bebas(ikonik), dan kebebasan (arbiter)8. Kemudian dijabarkan dengan keterangan yang berkaitan denga nisi dari gurindam tersebut. Sehingga hasil analisis dapat diketahui keterkaitan Gurindam Dua Belas dengan nilai yang ada dalam unsur komunikasi profetik.

3. Hasil Dan Pembahasan

Komunikasi profetik memiliki cakupan nilai yang sama dengan Ilmu Sosial Profetik yang digagas oleh Kuntowijoyo dalam banyak literatur. Cakupan nilai yang terkandung dalam hal ini meliputi nilai transendensi (tu’minuna billah) yang membahas mengenai prinsip ketuhanan dan kehidupan yang bisa melampaui, liberasi (nahi munkar) membahas mengenai kebebasan, Humanisasi (amar ma’ruf)yang meliputi memanusiakan manusia.

Ketiga nilai tersebut akan menjadi pedoman peneliti untuk dapat diuraikan dan dikaitkan dengan pasal yang ada di Gurindam Dua Belas (GDB).

3.1. Nilai Transendensi (Tu’minuna billah)

Transendental dalam karya sastra merujuk pada penafsiran dan pemahaman kitab suci atas yang sesuatu yang terjadi di lapangan. Pemahaman terhadap penafsiran kitab suci diambil sebagai epistemologi transendental disebabkan karena kitab suci merupakan pedoman yang dapat melampaui zamannya. Meskipun sudah memasuki usia yang tua kitab suci tetap saja dijadikan pedoman dan petunjuk hidup orang beriman. Selain itu kitab suci merupakan wahyu yang diturunkan oleh Yang Maha Abadi.

Gurindam merupakan cara lain untuk mengomunikasikan sesuatu dalam bentuk karya. Termasuk untuk nilai-nilai dari unsur komunikasi profetik. Dalam hal ini yakni nilai transendensi. Berdasarkan penguatan diatas melalui GDB didapatkan nilai yang dominan mengandung makna transendensi dimuat dalam beberapa pasal yang akan diuraikan sebagai berikut :

3.1.1. Gurindam Pasal yang Pertama

Pasal gurindam yang pertama ini membahas mengenai prinsip ketuhanan.

Keseluruhan isi dari gurindam pasal pertama memuat mengenai ketuhanan yang biasanya dikenal dengan ketauhidan. Pasal pertama berisikan kondisi dan konsekuensi manusia hidup ketika tidak mengenal Tuhan. Hal ini ditunjukkan melalui bait

“barangsiapa mengenal Allah, suruh dan tegahnya tiada ia menyalah” yang merupakan penanda yang menunjukkan sikap arbiter (kebebasan) pemaknaan langsung untuk menunjukkan maksud agar manusia dapat beriman kepada Allah SWT.

7 Kuntowijoyo. (2017). Paradigma Islam . Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana.

8 Bertens (2001:80) dalam Sobur, A. (2013). Semiotika komunikasi. Remaja Karya.

(6)

Tabel 1. Gurindam Pasal Pertama

Aspek Penanda Tafsiran Utuh Aspek Petanda

// Barangsiapa tiada memegang agama/sekali- sekali tiada boleh dibilangkan nama//

Barang siapa mengenal yang empat/maka ia itulah orang yang makrifat//

Barang siapa mengenal Allah/Suruh dan tegahnya tiada ia menyalah//

Barangsiapa mengenal diri/maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri//

Barangsiapa mengenal dunia/tahulah ia barang yang teperdaya//

Barangsiapa mengenal akhirat/tahulah ia dunia mudarat//

//siapa saja yang tidak menjadikan agama sebagai pegangan/ buta arahlah bagi yang tidak menjadikanagama sebagai pegangan//

Siapa saja mengenal empat hal (tarikat, syariat, makrifat, hakikat) dalam hidup / maka naik secara bertahap tingkat

keyakinan yang kuat//

Orang yang sudah mengenal Allah dengan baik / tidak akan melaksana- kan larangannya dan senantiasa mengerjakan perintah- Nya//

Orang yang sudah kenal pribadinya/ Ia akan kenal dengan Allah yang maha kuasa//

Orang yang mengenal kehidupan dunia/ Ia akan tahu dunia itu fana//

Orang yang sudah mempelajari akhirat/ Ia akan sadar kalau dunia hanya sesaat//

Pasal pertama gurindam memberitahukan tentang ketuhanan, seseorang harus memeluk agama dan menjadikannya pegangan dalam kehidupan.

“Mengenal yang empat” pada bait kedua mencakup pada makrifat (berserah kepada Tuhan/ menaikkan level keyakinan menuju keyakinan yang lebih kuat), tarikat (suatu jalan yang membawa pada kebenaran), syariat ( ibadah dan hubungan manusia dengan Allah), hakikat (dasar).

Kata “mengenal Allah” pada bait ketiga dimaksudkan pada ketakwaan kepada Allah. Untuk mencapai ketakwaan maka dianjurkan untuk berbuat mencegah yang baik mencegah yang buruk.

Kata “bahri” merujuk pada makna Tuhan dan kekuasaanNya.

Dan pada bait kelima dan keenam ini berisikan mengenai kehidupan dunia, apabila berkonsentrasi pada dunia maka akan diberdayakan oleh dunia yang sesaat

jika mengetahui akhirat dan maka akan mengerti tentang apa yang dikerjakan di dunia akan dimintai pertanggung jawabannya kelak

Gurindam Dua Belas yang dimuat dalam pasal di atas sekaligus menyiarkan pesan-pesan yang baik mengenai prinsip ketuhanan. Manusia diciptakan kedunia ini dalam keadaan fitrah dan memiliki Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa setiap manusia dilahirkan kedunia sudah menjadi seorang muslim9. Hal ini diriwayatkan oleh Rasulullah dalam hadis :

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka ibu bapaknyalah

9 Yunahar Ilyas,Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam,2016)

(7)

(yang akan berperan) mengubah anak itu menjadi seorang Yahudi, atau Nashrani, atau Majusi.. “ (HR.Bukhari).

Selain menegaskan bahwa setiap manusia harus memegang agama yang kuat sebagai pedoman dalam kehidupan. Pasal pertama Gurindam Dua Belas membahas tentang penguatan terhadap adanya Tuhan. Bahwa Tuhan memang ada dan mengawasi umatnya dalam kondisi apapun. Tidak ada kerguan di dalamnya dan tidak ada keraguan mengenai keberadaan-Nya. Hal ini Allah SWT firmankan dalam Al- Qur’an sebagai penegasan yang tertulis sebagai berikut :

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy.

Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-A’raaf : 54)10

Ayat di atas membuktikan bahwa tidak ada keraguan mengenai keagugan Tuhan yang menjadi tempat berlindung dan menaruh kepercayan di muka bumi ini.

Terjadinya pergantian siang dan malam merupakan kehendak Allah SWT. kemudian terciptanya bulan dan tatasurya yang lainnya merupakan kehendak Allah yang dikisahkan dalam Al-Qur’an dan ditemukan temuan ilmiahnya. Ayat diatas juga menghendaki umat manusia sebagai hamba Tuhan 9 8 agar selalu mengingat Allah dengan cara senantiasa berzikir dan bersyukur atas apa yang telah diberikan didunia.

Selain itu pasal pertama ini juga mengingatkan manusia dengan syairnya untuk mempersiapkan kehidupan yang kekal abadi setelah kehidupan manusia didunia. Bentuk penyadaran manusia bahwa dunia hanya jembatan penyeberangan kehidupan, dunia bukanlah menjadi tujuan yang harus menjadi akhir kehidupan manusia. Mengenai hal yang terkait, Al-Qur’an menunjukkan mengenai penamaan mengenai kehidupan yang sebenarnya. Seperti firman Allah SWT sebagai berikut :

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main- main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS. Al-‘Ankabut :64)11

Kemudian bait “barangsiapa mengenal dunia,tahulah ia barang yang terperdaya” yang bisa berarti bahwa manusia didunia agar hidupnya tidak mengalami kesia-siaan haruslah beribadah dan senantiasa ingat kepada Allah SWT. Allah SWT sudah mengingatkan juga kepada manusia bahwa manusia yang baik akan ditempatkan pada tempat yang baik dan kampung akhirat merupakan kampung terbaik bagi orang tang bertakwaseperti yang Allah SWT sebutkan nama akhirat nanti sebagai dar al Muttaqin (tempat terbaik bagi orang yang bertakwa) seperti yang telah difirmankan dalam QS.An- Nahl ayat 30.

Pengaruh nilai ketuhanan dalam pasal satu sangat terasa apabila dikaitkan dengan hadits dan ayat suci Al-Qur’an. Pemaknaan gurindam mengenai bait yang singkat dalam

10 Q.S Al-A’araf [7]:54

11 Q.S Al-Ankabut [29]:64

(8)

pasalnya mengandung makna implisit dan nilai transendental.

Sehingga pada pasal yang pertama sarat akan makna ketuhanan yang bersifat transendental yakni melampaui zamannya.

3.1.2. Gurindam Pasal yang Kedua

Selanjutnya yang termasuk pada nilai transendental berikutnya yakni pada pasal yang kedua yang akan dimuat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 2. Gurindam Pasal Kedua

Aspek Penanda Tafsiran Utuh Aspek Petanda

// Barangsiapa tiada mengenal yang tersebut/

tahulah ia makna takut//

Barangsiapa meninggalkan sembahyang / seperti rumah tiada bertiang//

Barangsiapa meninggalkan puasa/ tidaklah mendapat dua termasa//

Barangsiapa meninggalkan zakat/ tiada hartanya beroleh berkat//

Barangsiapa meninggalkan haji/ tiadalah ia menyempurnakan janji//

//orang yang mengenal Allah SWT/ Ia akan merasa takut//

Orang yang meninggalkan ibadah/ diibaratkan rumah tanpa adanya tiang//

Orang yang meninggalkan puasa/tidak akan mendapat dua masa//

Orang yang tidak menyalurkan zakat/

hartanya tidak

mendapatkan keberkahan//

Orang yang tidak melaksanakan ibadah haji (orang yang mampu)/

tidak menunaikan janji//

Kata “tersebut” pada bait pertama merujuk pada Allah SWT. Mengenal Allah merupakan sebuah keharusan yang dilakukan, sehingga akan mendapat pengawasan dan takut kepada Allah.

Kata “sembahyang” pada bait kedua merujuk pada ibadah shalat lima waktu yang apabila ditinggalkan seperti rumah tanpa tiang(runtuh).

Kata “dua termasa” pada bait ketiga ini merujuk pada waktu didunia dan di akhirat, Allah tidak akan menjaga orang yang tidak berpuasa baik di dunia maupun diakhirat.

Kata “beroleh berkat” pada bait keempat ini merujuk pada makna mendapatkan berkah. Seseorang tidak akan mendapatkan berkah yang didapat dari hartanya tanpa ia mengeluarkan untukk berzakat.

Ibadah haji dilakukan dengan syarat dan ketentuan tertentu (mampu) serta rukun tertentu, apabila tidak dilaksanakan masa sama halnya meninggalkan kewajiban

Pasal gurindam yang kedua ini membahas mengenai rukun Islam. Ditinjau dari bait pertama sampai pada bait kelima pada pasal ini berisikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan rukun Islam. Kata dalam setiap bait didalam pasal ini fokus untuk membahas mengenai rukun Islam. Hal ini dimulai dari bait “barangsiapa tiada mengenal yang tersebut, tahulah ia makna takut” yang merupakan penunjuk yang menggunakan prinsip arbiter untuk menunjukkan maksud kata tersebut merupakan bagian rukun islam pertama yakni syahadat yang berarti berikrar atas nama Allah SWT dan Rasulullah. Bait

“Barangsiapa meninggalkan sembahyang, seperti rumah tiada bertiang” kalimat ini juga menunjukkan arbiter yang merujuk pada makna mengharuskan manusia agar

(9)

menjalankan shalat lima waktu.

Terdapat kalimat yang berisikan “barangsiapa meninggalkan zakat, tiadalah hartanya beroleh berkat” yang merujuk pada makna yang merujuk pada prinsip arbiter yang menunjukkan makna rasa memberi terhadap sesama dengan cara berzakat. Pada bait ini juga menggambarkan mengenai hal yang berkaitan dengan suasana yang menunjukkan bahwa ketika manusa mengeluarkan sebagian hartanya untuk berzakat maka harta yang disimpan lainnya akan mendapat keberkahan dan kebermanfaatan yang bisa diraih oleh pemilik titipan hartanya.

Pasal kedua dalam setiap baitnya memiliki kandungan makna yang menunjuk pada rukun Islam. Rukun Islam merupakan prinsip yang menjadi dasar amalan yang harus diketahui oleh orang muslim. Rukun Islam harus dilakukan untuk dapat menjadi muslim yang sempurna. Berbeda dengan rukun iman, rukun iman diyakini dengan hati namun rukun Islam perlu untuk melakukan ibadah yang melibatkan fisik. Tertulis dalam Hadist arba’in oleh Imam Nawawi mengenai rukun Islam dan pilar- pilarnya, dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:

“Dari Abdullah bin Umar -semoga Allah meridhainya- ia berkata:

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Islam dibangun di atas 5 syahadat Laa Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, haji, puasa ramadhan.”

Pada bait pertama GDB pasal kedua ini berisikan mengenai pemaknaan syahadat, bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah nabi utusan Allah SWT yang termasuk dalam rukun Islam yang pertama. Mengucapkan dua kalimat syahadat merupakan tanda sesorang sudah masuk kepada agama Islam.

Apabila syahadat diucapkan dengan sungguh-sungguh dan penuh kesadaran maka yang mengucapkannya telah berjanji untuk mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Syahadat dimaknai sebagai menjadikan Allah SWT sebagai yang esa dan tidak ada yang menyekutukan-Nya dan memuliakan Nabi Muhammad SAW.

Bait selanjutnya yakni Rukun Islam mengenai mendirikan salat. Salat tidak hanya menjadi tanda yang mengisyaratkan sesorang merupakan muslim.menjadi sangat penting bagi muslim untuk shalat sehingga menjadikan shalat sebagai tempat mengalirnya doa dan menjadi penopang dan tiang agama. Salat dimaknai sebagai suatu kewajiban ibadah yang terdiri dari doa dan gerakan dari tubuh. Shalat bermakna wajib ketika seorang muslim sudah baligh. Ada lima salat wajib yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim yakni salat subuh, salat zuhur, salat asar, salat magrib, salat isya dan salat sunnah lainnya. Kewajiban untuk melaksanakan shalat tercantum di Al-Qur’an melalui firman-Nya:

“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS.An-Nisa :103)12

Bait berikutnya merupakan cerminan dari mengerjakan ibadah puasa. Apabila

12 Q.S An-Nisa [4]:103

(10)

seorang menjalankan ibadah puasa akan mendapatkan sesuatu dari dua termasa, yakni masa dunia dan masa akhirat. Seperti halnya shalat, puasa ada yang dikategorikan puasa wajib dan puasa sunnah. Selain mendapatkan pahala dengan menunaikan puasa, puasa juga bisa difungsikan untuk menjaga kesehatan lambung. Untuk berhenti sejenak aktifitas lambung dalam menggiling makanan. Adapun puasa yang diwajibkan untuk dikerjakan semua umat Muslim adalah puasa dibulan Ramadhan. Puasa dibulan Ramadhan ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya sebagai berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (QS Al- Baqarah :183) 13

Selain puasa yang wajib untuk dikerjakan. Ada puasa yang bersifat sunnah.

Apabila mengerjakannya akan mendapat jaminan untuk mendapatkan pintu khusus bagi seorang muslim yang rajin beribadah puasa Dari Sahl bin Sa’ad, dari Nabi shallallahu

‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya di surga ada suatu pintu yang disebut

“ar rayyan“. Orang- orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada hari kiamat. Selain orang yang berpuasa tidak akan memasukinya. Nanti orang yang berpuasa akan diseru, “Mana orang yang berpuasa.” Lantas mereka pun berdiri, selain mereka tidak akan memasukinya. Jika orang yang berpuasa tersebut telah memasukinya, maka akan tertutup dan setelah itu tidak ada lagi yang memasukinya” (HR. Bukhari no. 1896 da'n Muslim no. 1152).

Bait berikutnya membahas mengenai mengeluarkan zakat. Zakat adalah bentuk pengeluaran harta yang telah Allah SWT titipkan kepada manusia. Harta tersebut merupakan harta yang bukan menjadi hak kita. Zakat juga difungsikan sebagai langkah untuk membersihkan harta. Apabila sesorang mengeluarkan zakat, maka akan Allah SWT percayakan kepada kita suatu harta pengganti yang lain. Selain itu, Allah SWT juga menuliskan perintah agar umat-Nya melaksanakan ibadah zakat. Hal ini ditulis dalam Al-Qur’an yang terfirman sebagai berikut :

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang- orang yang ruku'.” (QS.Al-Baqarah :43)14

Bait terakhir dari gurindam pasal kedua ini memerintahkan untuk menunaikan ibadah haji yang dilaksanakan pada bulan Dzulhijjah. Naik haji ini dilakukan ketika sudah waktunya dengan syarat dan ketentuan tertentu. Ibadah haji dilaksanakan dengan rukun tertentu dan ibadah haji merupakan ibadah yang apabila dilaksanakan dengan mabrur tidak ada balasan lain selain mendapat imbalan surga. Semua bait dalam pasal ini berisikan makna ibadah yang menjadi pilar bagi Islam.

Pasal pertama dan pasal kedua Gurindam Dua Belas merupakan pasal yang berkaitan dengan nilai transendensi (tu’minuna billah) yakni makna ketauhidan dan rukun Islam. Makna dari teks syairnya menyerukan konsekuensi terhadap ketuhanan.

Makna ketuhanan berarti makna yang melampaui waktunya dan bisa berlaku kapanpun tidak terikat waktu. Berisikan kondisi dan konsekuensi keimanan agar dapat mengingat akhirat. Dalam memaknai nilai transendensi biasanya dicapai dengan pemaknaan dan

13 Q.S Al-Baqarah [2]:183

14 Q.S Al-Baqarah [2]:43

(11)

kaitannya dengan wakyu Allah swt. serta dibantu dengan akal manusia.

3.2. Liberasi (Nahi Munkar)

Liberasi berarti pembebasan, memerdekakan manusia dalam lingkup sosial.

Kuntowijoyo menyebut liberasi sebagai bahasa yang menunjukkan nahi munkar.

Pembebasan dan pemerdekaan ini jika dikaitkan dengan hal agama adalah hal yang membebaskan manusia dari hal-hal dan tindak kejahatan yang bersifat merusak, memberantas habis judi, membasmi korupsi dan kejahatan lainnya. Namun dalam bahasa ilmu, nahi munkar berarti pembebasan dari kemiskinan, penindasan, maupun kebodohan.

Allah swt. menyebutkan setiap kita adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk sesama manusia untuk mencegah yang munkar. Sama seperti landasan Al-Qur’an mengenai profetik dalam firman Allah Swt:

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS.Ali-Imran :110)15

Kebebasan tidak bisa diartikan secara singkat. Suatu kebebasan tidak akan ada mengganggu kebebasan yang lain. Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi nilai kebebasan. Hal ini sejalan dengan visi dan misi yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Rasulullah membawa umatnya dari kebodohan menuju suatu peradaban yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Hal ini sama halnya jika pesan dakwah melalui syair diberikan dengan muatan humanis. Unsur humanis terdeteksi melalui kata-kata yang dimuat dalam syair yang telah ditafsirkan.

3.2.1. Gurindam Pasal yang Kelima

Keseluruhan dari gurindam pasal yang kelima ini merujuk pada tema keilmuan.

Keilmuan yang dimaksud dari pasal kelima ini bermakna luas. Tidak hanya keilmuan yang mengacu kepada pengetahuan, melainkan juga ilmu dalam bermasyarakat.

Bagaimana cara melihat seseorang melalui sikapnya dimasyarakat dan penggunaan akal bagi kehidupan manusia.

Keseluruhan dari gurindam pasal yang kelima ini merujuk pada tema keilmuan.

Keilmuan yang dimaksud dari pasal kelima ini bermakna luas. Tidak hanya keilmuan yang mengacu kepada pengetahuan, melainkan juga ilmu dalam bermasyarakat.

Bagaimana cara melihat seseorang melalui sikapnya dimasyarakat dan penggunaan akal bagi kehidupan manusia.

Tabel 3. Gurindam Pasal Kelima

15 Q.S Ali Imran [3]:110

(12)

Aspek Penanda Tafsir Utuh Aspek Petanda //Jika hendak Mengenal

orang berbangsa / lihat kepada budi dan bahasa//

Jika hendak mengenal orang yang berbahagia / sangat memliharakan yang sia-sia//

Jika hendak mengenal orang mulia/lihatlah kepada kelakuan dia//

Jika hendak mengenal orang yang berilmu/

bertanya dan belajar tiadalah jemu//

Jika hendak mengenal orang yang berakal/di dalam dunia mengambil bekal//

Jika hendak mengenal orang yang baik perangai/lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai//

//Jika ingin mengenal orang yang berbangsa/

lihatlah pada budi dan bahasanya/

Apabila ingin kenal dengan orang yang berbahagia/ orang yang selalu berbuat sia-sia//

Apabila ingin kenal dengan orang yang mulia/ lihatlah kelakuannya//

Jika ingin kenal ciri orang berilmu// bertanya dan belajar tiada henti//

Jika ingin kenal dengan orang yang berakal/

didunia mengambil bekal//

Jika ingin kenal dengan orang yang berkelakuan baik/ lihatlah ketika ia berbaur dengan orang banyak//

Pada bait pertama kata “budi dan bahasa”

merujuk pada tingkah laku, sikap dan tingkah laku yang dilakukan. Jadi bait ini menjelaskan mengenai jika ingin mengenal orang yang baik secara bangsa maka lihatlah tingkah laku dan sikapnya.

Pada bait kedua ada beberapa penafsiran mengenai kata “berbahagia” kata ini bisa didefenisikan sebagai sifat hemat dan defenisi kata Bahagia yang berupa

perasaan yang

sesungguhnya. Jika digabungkan bait dalam syair ini menggambarkan jika sesorang dalam keadaan Bahagia maka tidak akan dibuat suatu pekerjaan yang sia-sia dalam hidupnya.

Pada bait keempat dalam pasal ini terdapat kata “tiadalah jemu” yang merujuk kepada arti tidak bosan. Hal ini berkaitan dengan kata sebelumnya mengenai orang yang berilmu. Dikatakan bahwa orang yang berilmu itu dicirikan sebagai orang yang selalu penasaran dengan sesuatu dibuktikan dengan caranya bertanya dan belajar dengan gigih dan tidak pernah bosan.

Bait ini mengartikan bahwa manusia berakal mempersiapkan bekal untuk kehidupan diakhirat kelak ketika waktu hidup di dunia

Bait terakhir pada gurindam ini terdapat kata

“perangai” yang merujuk kepada makna tingkah laku. Bait ini menngisahkan mengenai cara melihat orang yang memiliki perilaku baik ditandai dengan sikap yang ditunjukkannya ketika bersama banyak orang. Masyarakat melayu menjadikan kata perangai untuk dipakai dikarenakan sangat dekat dengan masyarakat dan juga merupakan bahasa keseharian masyarakatnya.

Gurindam pasal kelima yaitu pada bait ‘jika hendak mengenal orang yang

(13)

berilmu, bertanya dan belajar tiadalah jemu’ merupakan bait yang mengandung unsur prinsip arbiter yang mengandung makna sebenarnya. Jika kita ingin melihat orang yang memiliki ilmu, kita harus melihat sikapnya di lingkungan sekitar. Dalam bait ini diasumsikan bahwa orang yang berilmu adalah orang yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga untuk mencari keilmuan dan menambah wawasan pengetahuannya.

Proses dalam menunutut ilmu bisa ditempuh melalui pendidikan formal dan nonformal. Menuntut ilmu adalah wajib bagi muslim laki-laki maupun perempuan sebagaimana tertera dalam hadits riwayat Ibnu Majah nomor 220. Hal yang merupakan perintah pertama yang diturunkan oleh Allah kepada hamba-Nya yaitu ditandai dengan diturunkannya surat Al-Alaq ayat 1-5 yang memerintahkan kepada umat-Nya untuk membaca. Membaca yang dimaksud bukan hanya membca buku namun juga membaca fenomena sekitar, memaknai hidup dengan mengambil ilmu pengetahuan, dan senantiasa bersyukur atas apa yag telah dilimpahkan-Nya16.

Perintah mengenai kewajiban menuntut ilmu sudah ada sejak zaman Rasulullah saw17. Berkat danya ilmu manusia akan mengetahui yang salah dan yang benar dalam kehidupan. Mengetahui jalan yang akan membawanya kearah kebaikan atau kearah yang keburukan/kejahatan. Zaman Rasulullah saw. para sahabat menggali ilmu dengan Rasululluah saw. memperhatikan gerak geriknya dan mencatat dan bertanya seputar apapun kepada rasul. Sikap ini ditunjukkan oleh sahabat karena meyakini bahwa rasulullah saw. adalah utusan Allah swt. Kewajiban menuntut ilmu inilah yang tertuang dalam hadis :

“Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam” (Riwayat Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi, dari Anas bin Malik)

Menuntut ilmu diharapkan setiap orang mampu untuk nahi munkar terhadap kebodohan yang akan berakibat pada butanya ibadah sesorang didunia. Hal ini juga berkaitan dengan pembebasan manusia dari kebodohan yang ada mengenai keilmuan dan pmebedaan yang haq dan bathil.

3.2.2. Gurindam Pasal yang Kedelapan

Pasal gurindam pasal yang kedelapan secara garis besar membahas mengenai adab. Adab merupakan akhlak yang menunjukkan budi pekerti yang baik dan kesopanan.

Pasal ini lebih spesifik menyajikan mengenai bagaimana konsekuensi ketika seseorang berkhianat dan bagaimana sesorang diberlakukan dimasyarakat. Selain itu pasal ini juga berisikan adab lainnya seperti kesabaran, menjaga aib, dan menjaga perkataan.

16 Angelia, Y. (2017). Merantau dalam Menuntut Ilmu (Studi Living Hadis oleh Masyarakat Minangkabau).

Jurnal Living Hadis, 2(1), 67-82.

17 Muhammad Hasbi ash-Shieddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist (Semarang : Pustaka Rizki Putra,2002)

(14)

Tabel 4 Gurindam Pasal Kedelapan

Aspek Penanda Tafsiran Utuh Aspek Petanda

//Barangsiapa khianat akan dirinya/ apalagi kepada lainnya//

Kepada dirinya ia aniaya/orang itu jangan engkau percaya//

Lidah yang suka membenarkan dirinya/

daripada yang lain dapat kesalahannya//

Dari pada memuji diri hendaklah sabar/ biar daripada orang datangnya khabar//

Orang yang suka menampakkan jasa/

setengah daripada syirik mengaku kuasa//

Kejahatan diri

disembunyikan / kebaikan diri didiamkan//

Keaiban orang jangan dibuka/keaiban diri hendaklah sangka//

// Barangsiapa khianat terhadap dirinya/ apalagi terhadap lainnya//

Kepada dirnya ia aniaya/ orang itu jangan engkau percaya//

Lidah yang suka membenarkan dirinya/ dari pada yang lain dapat kesalahannya//

Memuji diri sendiri haruslah sabar/ biar dari orang lain saja datangnya kabar//

Orang yang sering memperlihatkan jasa/setengah daripadanya syirik berkuasa//

Kejahatan diri disembunyikan/

kebaikan diri didiamkan//

Keaiban orang lain jangan dibuka/ keaiban diri hendaklah sangka//

Pada bait pertama terdapat kata “khianat” yang mengacu pada arti perbuatan yang tidak setia dan tidak menepati janji, orang yang berkhianat

dalam pada diri sendiri pada bait ini akan berakibat berkhianat pada orang lain juga jika

ada yang mempercayakan sesuatu kepadanya.

Pada bait kelima dalam syair ini kata “jasa”

menunjukkan pada suatu kerja keras membantu orang lain yang dilakukan oleh sesorang. Dan dilanjutkan “setengah daripada syirik mengaku

kuasa” yang berarti orang yang suka menampakkan jasa dalam menolong orang lain

cenderung akan berlaku syirik, yakni menganggap bahwa dirinya lah yang berjasa

terhadap sesuatu dan merasa kuat dengan dirinya sendiri tanpa menyadari bahwa ada

yang maha kuat dan maha penolong.

Bait dengan kalimat ‘barangsiapa khianat akan dirinya, apalagi kepada lainnya’

merupakan kalimat yang mengandung prinsip arbiter yang mengandung arti yang sebenarnya. Bahwa siapapun yang melakukan perbuatan khianat kepada dirinya sendiri, maka seseorang diatas akan melakukan hal yang berkhianat kepada orang lainnya. Kata

‘khianat’ dalam bait diatas memiliki arti suatu perbuatan yang tidak setia yang bertentangan dengan yang sudah dijanjikan.

Bait dengan kalimat ‘lidah yang suka membenarkan dirinya, daripada yang lain dapat kesalahannya’ merupakan kalimat yang mengandung prinsip ikonik. Lidah merupakan organ tubuh yang terletak didalam mulut yang berfungsi sebagai indera pengecap. Namun dalam bait di kalimat tersebut tidak menunjukkan lidah sebagai alat yang dapat digunakan untuk merasakan asin, asam, manis, dan pahit melainkan sesuatu yang bisa mengatur ritme suara melalu udara yang masuk dalam mulut yang outputnya merupaka perkataan. Seharusnya dengan menggunakan titipan Tuhan dengan baik maka manusia menggunakan lidahnya untuk mengatakan hal yang benar. Allah berfirman :

(15)

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,. niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan- amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzab : 70-71)18

Adab yang dimaksud selain bekerja dengan ikhlas, menjaga lidah dan berkata yang benar, tidak ria dan lain sebagainya ada poin menarik yakni adab menjaga aib orang lain.

Hal ini diriwatkan oleh Rasulullah saw. melalui hadir :

“Tidaklah seseorang menutupi aib orang lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak.” (HR. Muslim)

“Barang siapa yang menutupi aib saudaranya muslim, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat, dan barang siapa mengumbar aib saudaranya muslim, maka Allah akan mengumbar aibnya hingga terbukalah kejelekannya walau ia di dalam rumahnya.” (H.R. Ibnu Majah).

3.2.3. Gurindam Pasal yang Kesembilan

Penulis mengategorikan Gurindam pasal yang kesembilan ini sebagai pasal yang mengandung nilai liberasi dikarenakan bait yang ada dalam pasal ini dominan untuk mencegah perbuatan yang buruk walaupun beberapa bait juga difungsikan untuk kehidupan manusia bermasyarakat. Gurindam pasal yang kesembilan berisikan tentang sifat mazmumah. Sifat mazmumah memiliki pengertian yaitu sifat tercela yang apabila dikerjakan oleh seseorang dapat menyebabkan celaka atau rusak karena sifat tersebut.

Sifat mazmumah adalah sifat tercela seperti dengki, culas, iri hati. Gurindam pasal kesembilan juga berisikan gambaran ketika seseorang berbuat tidak baik namun tetap dikerjakan, menggali ilmu, hubungan antara laki-laki dan perempuan dan kaitannya dengan sifat setan.

Bait pada kalimat ‘Tahu pekerjaan tak baik, tetapi dikerjakan’ merupakan kalimat yang memuat prinsip arbiter yang memiliki arti kalimat sebenarnya. Dan bait tersebut diikuti oleh ‘bukannya manusia yaitulah syaitan’ yang mengandung prinsip ikonik yakni makna ketidak bebasan. Perumpaan setan tersebut memiliki makna sesuatu yang menyerupai sifat setan dan sesuatu yang murka apabila tetap dilaksanakan. Kalimat pertama pada setiap bait gurindam kesembilan memiliki prinsip ikonik dan pada kalimat kedua disetiap baitnya merupakan kalimat yang memiliki prinsip arbiter.

Sifat-sifat mazmumah merupakan godaan setan terhadap manusia. Setan ditakdirkan untuk menggoda ibadah manusia. Dikisahkan bahwa setan selalu mempunyai cara agar menggoda manusia. Baik menggoda pada ibadah besar, maupun ibadah yang kecil. Pengalihan fokus manusia untuk berbuat baik itu adalah pekerjaan setan. Setan dikisahkan mempunyai singgahsana diatas laut dan setiap hari mereka diutus untuk menggoda manusia. Ketika manusia lengah dan melakukan seuatu yang sia-sia maka itu adalah satu dari sekian upaya setan mengganggu manusia. Setan tidak suka manusia melaksanakan perintah-Nya, maka dari itu setan selalu menggoda manusia.

18 Q.S Al-Ahzab [33]:70-71

(16)

Tabel 5. Gurindam Pasal Kesembilan Aspek Penanda Tafsiran Utuh Aspek Petanda Kejahatan seorang

perempuan tua/ itulah iblis yang punya punggawa//

Kepada segala hamba- hamba raja/di situlah syaitan tempatnya manja//

Kebanyakan orang muda- muda/ disitulah syaitan tempat berkuda//

Perkumpulan laki-laki dan perempuan/disitulah syaitan punya jamuan//

Adapun orang tua yang hemat/syaitan tak suka membuat sahabat//

Jika orang muda kuat berguru/ dengan syaitan jadi berseteru//

Kejahatan seorang perempuan tua/ itulah iblis punya penggawa//

Kepada semua hamba- hamba raja/ disitulah setan menjadikannya tempat manja//

Jika banyak orang muda(remaja)/ disitulah setan menjadikannya tempat berkuda//

Perkumpulan laki-laki dan perempuan/

disitulah setan punya jamuan//

Kalau orang tua hemat/

setan tidak akan menjadikannya

sahabat//

Jika orang muda kuat berguru/ dengan setan jadi bermusuhan//

Keterkaitan kata “tidak baik” dengan

“setan” mengandung makna pekerjaan yang tidak baik namun tetap dikerjakan oleh manusia, dalam hal ini konteksnya bisa disamakan dengan perilaku setan. Setan selalu berbuat jahat yang menjauhkan manusia dengan jalan baik yang telah Allah tetapkan.

Bait kedua terdapat kata “penggawa” yang merujuk pada arti suatu kerajaan. Jika disambungkan dengan kata sebelumnya bahwa kejahatan yang dilakukan oleh perempuan yang sudah dewasa biasanya dipelopori oleh sikap iblis yang sudah merajai tubuhnya

Dan pada bait terakhir menjelaskan bahwa jika orang muda kuat berguru, mencari ilmu yang bermanfaat dan bertanya seputar ilmu pengetahuan maka asumsinya ialah dengan setan ia akan berseteru. Kata “berseteru”

disini merujuk pada pertengkaran yang terjadi. Pertengkaran biasanya terjadi karena sikap tidak suka terhadap sesuatu.

Pertengkaran juuga bisa berupa pertikaian, permusuhan, adu suara, adumulut dan lain sebagainya

Bait kelima pasal ini berisikan tentang kumpulan laki-laki dan perempuan.

Hubungan antara pria dan wanita memiliki pandangan khusus yang diatur oleh syariat.

Hubungan pria dan wanita dikatakan sebagai tempat terjadinya fitnah paling kuat.

Perkumpulan dianttara pria dan wanita berpotensi terjadi zina. Kemudian Allah swt.

menegaskan dalam Al-Qur’an :

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. An-Nisa :32) 19

Sehingga manusia yang baik yang selalu nahi munkar akan selalu memerangi sifat setan yang berupaya selalu menggoda mnausia dengan semua upayanya. Hal ini merupakan konsep dari liberasi yang mana kita harus mempunyai keimanan yang kuat untuk menjadikan setan sebagai msuh yang harus dilawan.

3.3. Humanisasi (Amar Ma’ruf)

Humanisasi dapat diartikan dengan kata lain sebagai memanusiakan manusia.

19 Q.S An-Nisa [4]:32

(17)

Kedudukan manusia didunia adalah sama dan sederajat. Humanisasi tidak berdiri dan berpihak pada segolongan orang ataupun segolongan manusia yang minoritas dan mayoritas. Sikap humanisasi ditunjukkan oleh penyamaan dan kesetaraan derajat antar manusia, meyakinkan bahwa semua manusia merupakan makhluk yang sama dihadapan Tuhan. Oleh karenanya pemaknaan terhadap humanisasi dalam GDB yang berkaitan dengan kemanusiaan dan kepedulian terhadap sesama manusia. Gurindam lebih pada perlakuan satu manusia dengan manusia yang lainnya dalam beberapa golongan dan status.

3.3.1. Gurindam Pasal yang Keenam

Tabel 6. Gurindam Pasal Keenam Aspek Penanda Tafsir Utuh Aspek Petanda //Cahari olehmu akan

sahabat/yang boleh dijadikan obat/

Cahari olehmu akan guru, yang boleh tahukan tiap seteru//

Cahari olehmu akan isteri/ yang boleh menyerahkan diri//

Cahari olehmu akan kawan/pilih segala orangyang setiawan//

Cahari olehmu akan abdi/ yang ada baik sedikit budi//

// carilah seorang sahabat/ yang bisa dijadikan obat/

Carilah seorang guru/

yang bisa

memberitahu banyak hal//

Carilah seorang istri/

yang bisa jadi tempat penyerahan diri//

Carilah seroang teman/ pilih semua orang setiawan//

Carilah seorang pembantu/ yang baik//

Bait pertama gurindam ini terdapat kata

“sahabat” yang berarti sorang teman yang sangat dekat, dalam bermasyarakat kita diminta untuk mencari seorang sahabat yang bisa dijadikan “obat”. Obat disini diartikan sebagai penawar rasa sakit, penyembuh. Diibaratkan obat sahabat harus ada disaat senang maupun susah.

Bait selanjutnya yakni kita dalam kehidupan diminta untuk mencari seorang guru yang bisa menjadi tempat untuk menanyakan segala sesuatu.

“seteru” dalam bait ini merujuk pada keadaan yang tidak normal, berkaitan dengan fikiran dan pencarian titik terang di fikiran sehingga perlu mencari guru yang bisa menjawab apa yang ingin ditanyakan. Pada bait ketiga pesan disini hendaknya mencari isteri yang bisa dijadikan tempat “menyerahkan” diri.

Kata “menyerahkan” dalam konteks bait ini berarti menjadikan isteri sebagai tempat yang paling nyaman ketika kita ingin menjadikan sesorang sebagai isteri, menjadikan isteri sebagi tempat mengisahkan kehidupan yang dijalani.

Layaknya berserah diri kepada Allah namun kepada Allah memasrahkan semua keputusan dan jalan kehidupan kepada Allah swt.

Bait keempat dalam syari ini memuat anjuran untuk mencari teman yang bisa diandalkan ketika susah maupun senang

(18)

Gurindam pasal keenam ini berisikan mengenai tata cara yang mengatur tentang pergaulan. Setiap bait dalam pasal keenam ini berisikan ajaran perihal pergaulan. Mulai dari pergaulan seorang sahabat, pergaulan pada seorang istri, teman, dan seorang abdi (pembantu). Selain itu gurindam pasal keenam ini juga membuat masyarakat sadar mengenai bagaimana seharusnya manusia bersikap kepada sesama dan mencari orang yang tepat dalam menjalani kehidupan.

Pada gurindam pasal keenam terdapat kalimat ‘caharilah olehmu akan sahabat’

yang mengandung prinsip arbiter. Kata dibait diatas merujuk pada makna sebenarnya.

Sebaiknya dalam menjalani kehidupan didunia ini kita harus mencari sahabat. Bait diatas diikuti oleh kalimat ‘yang boleh dijadikan obat’ yang memuat prinsip ikonik yakni tidak pada makna sebenarnya atau kalimat bebas. Kata ‘obat’ dalam kalimat pada bait diatas tidak dimaknai sebagai obat sesungguhnya melainkan mengandung makna sesuatu yang dapat menyembuhkan.

Pergaulan dalam Islam merupakan bagian dari menjaga silaturahmi. Tali silaturahmi dibentuk dan dijaga karena mengingat manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk bertahan hidup, sehingga manusia dimuka bumi haruslah tolong menolong dalam kebaikan. Allah berfirman :

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama- Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa : 1) Surat diatas berisikan mengenai perintah untuk tetap menjaga silahturahmi, dalam Islam penting untuk mencari teman yang dapat membawa kita kepada jalan kebaikan, tenpat bertanya ketika butuh bantuan. Allah swt. memerintahkan kita untuk senantiasa bersama orang-orang yang benar seperti firman-Nya :

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar” (QS. At-Taubah :119)20

Menjadikan seorang teman sebagai sahabat yang bisa dijadikan pelipur lara sangatlah penting, menjadikan seorang guru untuk bertanya setiap pertanyaan untuk mendapat jawabannya yang baik juga penting. Bait selanjutnya yang merupakan anjuran yakni hadist mengenai memilih calon istri. Rasulullah saw bersabda :

“Perempuan itu dikawini atas empat perkara, yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, atau karena agamanya. Akan tetapi, pilihlah berdasarkan agamanya agar dirimu selamat.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Sangat disarankan bagi manusia menjaga persaudaraan dan melihat fungsi manusia secara utuh dan semua hal yang berkaitan dengan pergausaln dan menjaga silaturahim merupakan bagian dari unsur humanisasi.

20 Al-Qur’an, 9:119

(19)

3.3.2. Gurindam Pasal yang Kesebelas

Gurindam pasal kesebelas berisi hal yang berkaitan dengan kemasyarakatan.

Adapun hal kemasyarakatan pada pasal sebelas mencakup adab dan etika sesorang ketika menjadi seorang pemimpin , sikap ketika bertemu dengan orang banyak untuk tetap menjaga lisan, menajauhi amarah, ketika seseorang memegang amanah (janji) dan kaitannya dengan sikap seseorang ketika berada dalam masyarakat. Selain untuk mengetahui peran seseorang dalam masyarakat. Pasal kesebelas harapannya bisa menjadi peringatan mengenai etika dan sikap dalam bermasyarakat.

Kalimat ‘hendaklah jadi kepala’ pada bait kedua gurindam pasal kesebelas mengandung prinsip ikonik. Kata ‘kepala’ tidak diartikan sebagai sebuah bagian tubuh yang berada diatas leher yang difungsikan sebagai tempat otak, beberapa indera dan sebagai pusat jaringan saraf. Melainkan memiliki arti kiasan sebagai orang yang menjadi atasan atau pemimpin. Kemudian bait tersebut diikuti dengan ‘buang perangai yang cela’

mengandung prinsi arbiter bahwa apabila seseorang sudah menjadi seorang pemimpin dalam satu tataran masyarakat sudah sebaiknya sesorang itu membuang tingkah laku yang tidak baik atau tercela.

Tabel 7. Gurindam Pasal Kesebelas Aspek Penanda Tafsiran Utuh Aspek Petanda // Hendaklah berjasa/

kepada yang

sebangsa//

Hendaklah jadi kepala/buang perangai yang cela//

Hendaklah memegang amanat/ buanglah khianat//

Hendaklah marah/

dahulukan hujah//

Hendak dimalui/jangan melalui//

Hendak

ramai/murahkan perangai//

//Seharusnya berjasa/

kepada yang sebangsa//

Seharusnya menjadi kepala/ buang sifat yang tercela//

Seharusnya memegang amanat/buanglah yang khianat//

Jika sedang marah dahulukan hajat/

Sebaiknya dimalui jangan melalui//

Jika ingin ramai/

sesuaikan tingkah laku//

Bait pertama pasal kesebelas ini terdapat kata

“sebangsa” yang merujuk pada artian sesama manusia di muka bumi Allah SWT yang seharusnya manusia kepada sesame saling menolong dan memberikan manfaat.

Pada bait kedua kata “jadi kepala” merujuk pada makna konteks menjadi seorang pemimpin.

Hendaknya menjadi seorang pemimpin harus memberikan contoh kepada orang yang dipimpinnya dengan membuang tingkah laku yang tidak baik.

Disambung bait ketiga dengan kata “memegang amanat” yang berarti memegang amanah pimpinan, dalam memegang amanah sebaiknya membuang khianat. Kata “khianat” disini berarti sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan janji yang telah diikrarkan sebagai pemimpin.

Dan bait kelima terdapat kata “ramai”

yangberarti hidup bermasyarakat dan menjalin silahturahmi hendaknya menjaga sikap dan tingkah laku.

Masyarakat dalam pandangan Islam jika ditinjau dari pembahasan yang dibahas

(20)

oleh Ali Syariati (1979) masyarakat ideal bisa dikatakan sebagai ummat21. Ummat memiliki artian kata masyarakat yang selalu maju atau progressif dan selalu seimbang secara sosial dan dinamis. Sehingga dalam masyarakat ummat adalah orang yang memiliki maksud untuk bergerak maju untuk mencapai tujuan bersama. Islam sudah menentukan pertanggung jawaban atas nilai sosial dan Gerakan intelektualnya pada filsafat sosial yang sudah dibentuknya. Sehingga apapun yang terjadi disistem sosialnya merupakan sistem sosial yang berlandaska keadilan, kesamaan dan mencakup hak milik yang dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.

Masyarakat yang seimbang atau yang dikenal sebagai ummatan wasathan merupakan gambaran dari masyarakat yang dijelaskan diatas. Masyarakat ideal dicirikan dari segi persatuan umat dalam kebersamaannya membangun masyarakat atau yang disebut dengan khara ummah yang senantiasa selalu berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran atau yang dikenal sebagai amar ma’ruf nahi munkar, sehingga terciptalah masyarakat yang moderat, dan tidak menyimpang dari kebenaran22. Hal ini masing masing tergambarkan melalui firman Allah swt. sebagai berikut :

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia- nyiakan imanmu.

Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (Al-Baqarah: 143)23

Firman Allah swt. yang berkaitan dengan masyarakat yang selalu amar ma’ruf nahi munkar :

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Ali Imran :110)24

Bait gurindam pasal kesebelas bait ketiga dimaknai sebagai seseorang yang sedang diberi kepercayaan hendaknya membuang khianat. Ketika seseorang sudah dipercayai untuk melakukan sesuatu maka laksanakanlah. Allah swt. berfirman :

“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang

21 Mawardi, I. (2015). Dimensi-Dimensi Masyarakat Madani: Membangun Kultur Etika Sosial.

Cakrawala: Jurnal Studi Islam, 10(2), 156-174.

22 Mawardi, I. (2015). Dimensi-Dimensi Masyarakat Madani: Membangun Kultur Etika Sosial.

Cakrawala: Jurnal Studi Islam, 10(2), 156-174.

23 Q.S Al-Baqarah [2]:143

24 Q.S Ali Imran [3]:110

Referensi

Dokumen terkait

Setiap siklus terdiri dari empat tahap yang mengacu pada model Kemmis dan Mc Taggar dalam Dahlia (2012:29) yaitu rencana, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian

Upaya kriopreservasi semen lele dumbo terhadap 16 kombinasi perlakuan yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu: persiapan pengenceran semen lele dumbo; pencampuran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran langsung dapat meningkatkan nilai hasil belajar Matematika

Peneliti pemula atau penelitian pembinaan/Kapasitas merupakan kegiatan penelitian yang dilakukan dalam rangka membina dan mengarahkan para peneliti

Jangan invite semua friends FB anda untuk join FB Group, sebabnya anda akan mendapat ahli yang sebenarnya mereka tak berminat pun, mereka join hanya untuk jaga hati anda,

Dalam Painting Sense, Aditya menampilkan serangkaian karya-karya baru yang mengangkat kegiatan bereksplorasi dengan tiga ide utama: dekonstruksi dari aparatus fundamental yang

Menurut hemat penulis baik hasil pengukuran yang pertama pada tahun 1968 (dengan metode kompas) maupun pengukuran kedua pada tahun 2010 (dengan metode

Penata surat menerima kartu kendali kuning yang telah diparaf oleh petugas tata usaha dan menyimpan pada kotak kartu kendali sebagai bukti surat masih