1 BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.
Literatur perilaku konsumen menyatakan, emosi merupakan salah satu
faktor penting yang berperan dalam perilaku konsumen (Hawkins dan
Mothersbaugh, 2013). Bentuk dari emosi konsumen bisa berbagai macam
seperti bahagia, marah, sedih, kecewa dan sebagainya. Agar emosi tersebut
tidak meluap secara berlebihan, konsumen perlu mengolahnya. Cara individu
untuk mengolah emosi yang mereka miliki disebut regulasi emosi (Gross,
1999).
Dalam kehidupan sehari hari, sadar atau tidak sadar kita menemukan
cara-cara yang dilakukan individu untuk meregulasi emosi. Literatur dalam
riset konsumen menunjukan bahwa individu dapat terlibat dalam perilaku
konsumsi untuk meregulasi emosinya (Dickinson dan Holmes, 2008). Salah
satu cara yang di gunakan individu untuk meregulasi emosi terkait dengan
konsumsi adalah emotional eating (Wailis dan Hetherington, 2004).
Emotional eating adalah cara dimana individu yang mengalami emosi negatif
berusaha menyalurkan emosinya dengan mengkonsumsi makanan (Evers et
al.,2010).
Emosi sangat terkait dengan kebutuhan, motivasi dan kepribadian.
Kebutuhan yang tidak terpenuhi akan menciptakan motivasi yang berkaitan
dengan gairah emosi. Kebutuhan yang tidak terpenuhi umumnya akan
2 akan mengahsilkan emosi positif (Hawkins dan Mothersbaugh, 2013).
Menurut Kacen (1994) konsumsi produk dapat menghasilkan emosi positif
dengan cara menggunakan konsumsi untuk mengalihkan perhatian dari
perasaan yang tidak diinginkan. Sehingga, adanya produk yang dapat
menghasilkan emosi positif, akan dapat meningkatkan kepuasan konsumsi
dan loyalitas (Hawkins dan Mothersbaugh, 2013).
Pada perilaku emotional eating, konsumsi makanan dijadikan salah
satu strategi untuk mengurangi emosi negatif serta mendapatkan penguatan
positf (Tice et al., 2001). Pelaku emotional eating cenderung akan
mengkonsumsi produk makanan hedonis yang dapat memperkuat baik secara
psikologis dan fisiologis (Bell et al., 2000). Produk yang tergolong makanan
hedonis adalah produk yang memiliki kandungan lemak dan kalori yang
tinggi seperti, coklat pizza, es krim, mie instan, fried chicken dan lain-lain
(Arnow, 1995). Oleh karena itu, emotional eating memiliki dampak negatif
pada individu, yaitu terlibatnya individu dalam perilaku makan yang tidak
sehat yang memiliki kandungan kalori dan lemak yang tinggi sehingga dapat
menyebabkan individu mengalami kelebihan berat badan atau obesitas
(Arnow, 1995).
Wailis dan Hetherington(2004) menyatakan individu yang mengalami
obesitas atau kelebihan berat badan dianggap telah gagal dalam hal regulasi
diri. Kemp et al. (2010) juga menyatakan adanya pengaruh situasional seperti
mengurangi emosi, dapat membuat individu gagal dalam regulasi diri.
Sehingga individu dapat terlibat dalam kegiatan makan, bukan untuk
3 karena, pengaruh tekanan emosi dapat memotivasi pelaku emotional eating
untuk terlibat dalam perilaku makan produk hedonis untuk mencapai
kepuasan jangka pendek seperti mengurangi emosi negatif dan
mengesampingkan kepuasan jangka panjang seperti penurunan berat badan
atau untuk pemeliharaan kesehatan tubuh. Disisi lain timbul pertanyaan besar
mengenai adanya peran pemasar makananan dalam hal meningkatkan
motivasi dari perilaku emotional eating (Kemp et al., 2010).
Grag (2007) menyatakan bahwa pemasar telah melakukan upaya
pemasaran untuk menargetkan emosi konsumen. Penelitan terdahulu telah
menunjukan bahwa emosi atau perasaan memainkan peran penting dalam
penilaian dan pembentukan sikap terhadap iklan, serta dapat menjadi
mediator penting dalam menjelaskan hubungan antara reaksi kognitif dan
perilaku terhadap rangsangan iklan (Dens dan DePelsmacker, 2008).
Beberapa penelitian menjelaskan bahwa iklan memiliki kemampuan untuk
memperoleh tanggapan emosional konsumen dan dapat membantu proses
regulasi emosi pada individu (Shimp dan Stuart, 2004 ; Berthon et al, 2005 ;
Faseur dan Geuens, 2006).
Proses regulasi emosi akan dipacu oleh komunikasi pemasaran yang
menargetkan emosi konsumen. Dengan demikian iklan yang dirancang
sedemikian rupa akan memiliki daya tarik yang dapat menarik perasaan atau
emosi konsumen (Hawkins & Mothersbaugh, 2013). Isi emosional dalam
iklan ini yang dapat meningkatkan kemampuan dalam menarik perhatian.
Seperti pesan iklan yang dapat memunculkan reaksi emosional seperti
4 dibandingkan dengan iklan yang memunculkan reaksi netral. Perhatian
merupakan langkah awal yang penting dalam proses persepsi. Persepsi atau
sikap untuk menyukai iklan ini yang akan memiliki dampak positif pada
menyukai produk dan keinginan atau minat untuk membeli produk (Hawkins
dan Mothersbaugh, 2013).
Iklan yang memunculkan respon emosional tidak hanya akan
membentuk sikap terhadap iklan dan memberi dorongan terhadap keinginan
atau minat untuk membeli produk, tetapi iklan juga dapat memicu timbulnya
pikiran ruminative (Kemp et al., 2010). Dalam literatur, yang dimaksud
dengan pikiran ruminative adalah kecenderungan fokus secara berulang pada
perasaan negatif dan kecenderungan berfikir mengenai solusi masalah secara
pasif (Martin dan Tesser, 1996). Sebagian besar ruminative adalah pemikiran
yang melibatkan pikiran berulang yang tidak diarahkan untuk memecahkan
masalah (Morrow dan Nolen, 1990). Lyumbomirsky dan Nolen, (1995)
menambahkan jika pikiran ruminative digunakan untuk mencari solusi
pemecahan masalah, maka solusi yang dihasilkan merupakan solusi yang
pasif.
Kemp et al. (2010) menyatakan bahwa iklan makanan memiliki
kemampuan untuk membuat konsumen terlibat pikiran ruminative.
Konsumen terlibat pikiran ruminative dalam hal perenungan atau pemikiran
berulang mengenai makanan. Ruminative dapat menyebabkan perilaku
dimana individu memikirkan atau berimajinasi mengenai makanan akan
memungkinkan mereka untuk menghindari perasaan negatif. Berimajinasi ini
5 permasalahn sebenarnya (Hirschman, 1992). Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Kemp et al (2010) menyatakan individu yang mengalami emotional
eating, akan memikirkan dan berimajinasi mengenai kenikmatan makanan
sebagai solusi untuk mengalihkan perhatian diri dari perasaan negatif.
Dalam penelitian ini, peneliti mengacu pada konsep penelitian Kemp
et al. (2010) untuk menguji adanya pengaruh sikap terhadap iklan pada
perilaku emotional eating melalui variabel yang memediasi, minat beli
produk hedonis dan pikiran ruminative. Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kemp et al. (2010) fokus dari penelitian ini adalah
perempuan, karena berdasarkan literatur yang ada perempuan lebih mungkin
dibandingkan pria untuk menggunakan makanan sebagai solusi untuk
mengalihkan perhatian diri dari emosi negatif (Tabor, 2006).
1.2 Rumusan Masalah
Kemp et al. (2013) menyatakan bahwa emotional eating telah
mempengaruhi banyak individu terkait emosi dalam perilaku konsumen yang
dapat menyebabkan individu terlibat dalam makan berlebih sehingga akan
menyebabkan individu mengalami obesitas. Di Indonesia sendiri telah
tercatat angka prevalensi obesitas di Indonesia setiap tahun meningkat. Pada
tahun 2010 angka prevalensi obesitas adalah 8,8 dan meningkat pada tahun
2013 menjadi 11,1. Disisi lain, timbulnya pertanyaan mengenai adanya peran
pemasar makananan dalam meningkatkan motivasi dari perilaku emotional
6 Penelitian yang dilakukan oleh Kemp et al. (2010) menyatakan bahwa
strategi pemasaran, seperti iklan dapat memunculkan respon emosional yang
tidak hanya akan membentuk sikap terhadap iklan dan memberi dorongan
terhadap minat untuk membeli produk, tetapi iklan juga dapat memicu pikiran
ruminative sehingga hal tersebut dapat meningkat motivasi dari pelaku
emotional eating.
Sejauh ini penelitian – penelitian yang mengamati hubungan ataupun
pengaruh antara emosi dan perilaku konsumen di Indonesia masih terbatas.
Hasil temuan yang telah ada tidak dapat menjadi panduan terhadap pola
perilaku konsumen terkait dengan emosi. Oleh karena itu, pengujian sikap
terhadap iklan pada perilaku emotional eating dengan variabel yang
memediasi hubungan tersebut adalah minat beli produk hedonis dan pikiran
ruminative di Indonesia perlu dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
emosi dan perilaku konsumen di Indonesia dengan lebih spesifik.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah sikap terhadap iklan mempunyai hubungan yang positif dengan
minat beli?
2. Apakah minat beli untuk produk hedonis mempunyai hubungan positif
dengn emotional eating?
3. Apakah hubungan antara sikap terhadap iklan dan emotional eating
7 4. Apakah sikap terhadap iklan mempunyai hubungan yang positif dengan
pikiran ruminative?
5. Apakah pikiran ruminative mempunyai hubungan yang positif dengan
emotional eating ?
6. Apakah hubungan antara sikap terhadap iklan dengan emotional eating
dimediasi oleh pikiran ruminative ?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara lebih
mendalam hubungan antara masing-masing variabel yaitu sikap terhadap
iklan, pikiran ruminative dan minat beli produk hedonis dengan emotional
eating. Serta untuk menentukan pengaruh dari sikap terhadap iklan, pikiran
ruminative dan minat beli untuk produk hedonis dengan emotional eating.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur penelitian
mengenai pola perilaku konsumen terkait dengan emosi. Temuan dari
penelitian ini diharapkan memberikan informasi yang relevan dan bermanfaat
bagi pemasar produk makanan utilitarian dan pihak terkait untuk melakukan
pemasaran sosial.
Secara lebih rinci penelitian ini akan memberikan gambaran sejauh
mana pengaruh sikap terhadap iklan dengan perilaku emotional eating.
Hasilnya diharapkan dapat menambah pemahaman pemasar untuk mencegah
8 mungkin dapat dikembangkan dengan mendukung pengetahuan individu
tentang bagaimana meningkatkan kemampuan mengatasi keadaan emosional
mereka sehingga diharapkan dapat mampu memperbaiki dan meningkatkan
kualitas pada pilihan konsumsi konsumen.
1.6 Batasan Penelitian
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Kemp, Bui dan
Grier pada tahun 2010. Pada penelitian ini model yang digunakan tidak
seluruhnya. Pembatasan pada penelitian ini adalah :
a. Penelitian dilakukan pada responden perempuan usia 16-40 tahun keatas di Indonesia.
b. Penelitian ini menggunakan satu variabel independen yaitu sikap
terhadap iklan, dua variabel mediasi yaitu minat beli dan ruminative