• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU KARANG CONGKAK KEPULAUAN SERIBU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU KARANG CONGKAK KEPULAUAN SERIBU"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

J. Hidrosfir Indonesia Vol. 5 No.2 Hal.73 - 78 Jakarta, Agustus 2010 ISSN 1907-1043

Abstract

Seribu Island corral reef and reef fish are endangered by natural impact, various pressures from inland activities and destructive fishing practices. Cumulatively, these pressures appear to have significantly degraded corral reefs and its ecosystem over time. Meanwhile the corral reef ecosystem condition determines surroundings biodiversity condition that impact to local community. Therefore, it is necessary to serve and monitor corral reef ecosystem regularly. This article showed that corral reef covering at Karang Congkak Island was more lower abaout 27.41%. Degraded corral reefs occurred by several factors: increasing water temperature due to climate change, bathymetry and tide and destructive activity likely un-friendly fishing, corral mining and tourism activity.

Key word : corral reef , rehabilitation, nutrient, Karang Congkak

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU KARANG

CONGKAK KEPULAUAN SERIBU

I. PENDAHULUAN

Wilayah Kepulauan Seribu terdiri dari 110 pulau dan memiliki perairan laut seluas 699.750 ha, dengan pulau yang berpenghuni sekitar sebelas puluh pulau dengan masyarakat yang pada umumnya berprofesi sebagai nelayan(1).

Apabila diperhatikan, beberapa pulau di wilayah ini seperti Karang Congkak, Karang Congkak, Karang Congkak dan lain-lain mempunyai hamparan karang mati (gosong) yang dangkal dan ada juga hamparan karang gosong yang terpisah dengan satu pulau yang berpenghuni maupun dengan pulau yang tidak ada penghuninya. Perairan laut ini relatif terlindung oleh karang penghalang di sekitar pulau. Karang penghalang ini terlihat atau muncul ke permukaan air laut ketika surut dan masyarakat menyebutnya sebagai gudus(2). Hamparan karang

gosong merupakan potensi sumberdaya kelautan yang potensial, karena keberadaannya berkaitan

langsung dengan produktivitas perairan dimana hamparan karang tersebut berada.

Terumbu karang mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah asuhan bagi biota laut dan sebagai sumber plasma nutfah. Terumbu karang juga merupakan sumber makanan dan bahan baku substansi bioaktif yang berguna dalam farmasi dan kedokteran(3). Selain itu terumbu

karang juga mempunyai fungsi yang tidak kalah pentingnya yaitu sebagai pelindung pantai dari degradasi dan abrasi. Beberapa ahli menyatakan bahwa adanya hubungan antara kondisi terumbu karang dengan keanekaragaman biota laut terutama ikan karangnya(4).

Atas dasar hal tersebut di atas, pengelolaan, pelestarian dan monitoring terumbu karang perlu mendapat prioritas utama dalam strategi pengelolaannya di perairan di Kepulauan Seribu

Koresponden Penulis

Telp : 021-3169737, arif74@webmail.bppt.go.id

Arif Dwi Santoso Peneliti Oseanografi Biologi

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

(2)

khususnya perairan yang berpotensial mengalami tekanan kerusakan karena proses alam atau aktifitas manusia.

Gambar 1. Lokasi Penelitian dan stasiun pengambilan sampel

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

(a) M e n g e t a h u i k o n d i s i t e r k i n i terumbu karang di sekitar Pulau Karang Congkak di Kepulauan Seribu. Dengan informasi tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai data base pemerintahan daerah setempat untuk pengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan

(b) Menyusun strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang yang lestari dan berkelanjutan.

2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi kegiatan penelitian ini dilakukan di sekitar Pulau Karang Congkak Kepulauan Seribu Jakarta Utara (Gambar 1).

(3)

II. Metodologi Penelitian 2.3. Metodologi

Metode penelitian yang dilakukan meliputi beberapa tahap :

1. Persiapan bahan dan alat survei. 2. Penentuan lokasi pengamatan terumbu

karang.

3. Pengamatan dan pengukuran kondisi terumbu karang.

Peralatan yang digunakan adalah perahu motor, peralatan snorkeling, papan manta dan pencatat waktu. Peneliti ditarik oleh perahu dengan tali 12 meter sepanjang terumbu karang yang akan disurvei. Bila tidak memungkinkan sebagai alternatif lain digunakan pelampung agar pengamat tetap berada di permukaan air untuk memudahkan dalam melakukan pengamatan. Hasil pengamatan dicatat sementara pada papan manta, selain itu juga berfungsi sebagai tempat menulis sampel juga dapat ditempeli contoh gambar dari jenis-jenis terumbu karang.

Penentuan lokasi pengamatan penutupan terumbu karang ditetapkan sebanyak 15 stasiun mengelilingi pulau dengan mempertimbangkan kondisi batimetrinya dengan mengunakan hand portable GPS.

Metode pengamatan terumbu karang dilakukan dengan cara Manta Tow, yaitu pengamatan dengan menggunakan perahu dan papan manta yang berfungsi sebagai tempat mengikat tali dari perahu ke pengamat. Metoda Manta Tow dianggap sebagai suatu metoda yang sederhana dan sesuai untuk diperkenalkan kepada masyarakat guna melakukan pemantauan terhadap kondisi terumbu karang karena tidak memerlukan biaya dan keahlian yang tinggi.

Perhitungan persentase penutupan karang dilakukan dengan metode Line Intercef yaitu dengan menghitung panjang penutupan jenis terumbu karang yang terlewati jalur transek. Analisis data yang dilakukan untuk mencari persentase penutupan terumbu karang menggunakan rumus menurut UNEP, 1993(4), yaitu :

Panjang Penutupan Karang

% Penutupan =

Panjang Lintasan

Kemudian hasil perhitungan persentase penutupan karang dibandingkan dengan prosentase baku penutupan karang yang telah ada. Persentase penutupan terumbu karang dapat dibagi menjadi lima kategori, yaitu(5) :

(1) Kategori Sangat Jelek : 0 - 10 % (2) Kategori Jelek : 11 - 30 % (3) Kategori Sedang : 31 - 50 % (4) Kategori Baik : 51 - 75 %

(5) Kategori Sangat Baik : 76 - 100 % III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Identifikasi Terumbu Karang di Pulau Karang Congkak

Secara umum distribusi terumbu karang di perairan Pulau Karang Congkak dapat dibedakan menjadi 2 kelompok. Pengelompokan ini didasarkan pada intensitas areal perairan pulau tersebut menerima hempasan angin barat maupun angin timur. Kelompok pertama adalah areal karang yang secara rutin terkena hempasan angin Barat atau angin Timur yakni di bagian Timur (stasiun C5, C6, dan C7) dan bagian Barat (stasiun C11, C12, C13, C14 dan C15). Kelompok kedua adalah areal karang yang terlindung dari hempasan angin Timur dan angin Barat yaitu di bagian selatan dan utara gugusan pulau Karang Congkak yang terdiri stasiun C1, C2, C3, C4, C8, C9, C10 dan C11. (Gambar 1).

Pada areal pertama, terumbu karang di areal ini didominasi oleh jenis karang massif (coral massive). Jenis karang ini mendominasi karena karang ini paling tahan terhadap hempasan ombak dibanding jenis karang lain. Pada saat musim Barat, areal di bagian Barat (stasiun C11, C12, C13, C14 dan C15) kondisi karang masif cenderung besar-besar dan mengalami pertumbuhan yang sehat, sementara di bagian timur kondisi karang masif cenderung kecil-kecil dan kurang berkembang biak dengan baik. Namun kondisi ini akan berubah seiring dengan perubahan musim,

(4)

Tabel 1. Tingkat penutupan rata-rata terumbu karang di Pulau Karang Congkak

Karang Hidup Penutupan

Meter % Coral submassive 24 9.26 Acropora branching 14 5.40 Acropora tabulate 6 2.31 Zoanthids 5 1.93 Ascidians 7 2.70 Coral millepora 3 1.15 Acropora digitate 4 1.54 Coral massive 5 1.19 Coral mushoorm 3 1.15 Jumlah 71 27.41

Karang Mati meterPenutupan%

Dead coral algae 87 33.59

Dead coral 101 38.99

Jumlah 188 72.58

Kondisi penutupan terumbu karang di Pulau Karang Congkak rata-rata masih tergolong rendah/sedang yaitu 30,61% (Tabel 1) dimana jenis Acropora menempati persentase tertinggi 23%. Namun demikian tingkat kerusakan terumbu karang sudah mencapai 69.39%. Kondisi ini tidak boleh didiamkan saja harus segera ada tindakan yang dapat mencegah ke arah kerusakan yang lebih parah lagi.

Dari pengamatan kondisi terumbu karang secara umum, banyak ditemukan tunas-tunas karang baru terutama pada gugusan karang di kelompok 1. Penulis berkeyakinan bahwa

apabila areal di sekitar Pulau Karang Congkak ini dijaga dari kegiatan perikanan yang merusak serta bebas dari pengambilan karang maka pertumbuhan karang akan berjalan cepat. Dugaan penulis ini selaras dengan hasil observasi dari PKSPL-IPB pada tahun 2000 di lokasi yang sama menyatakan bahwa penutupan karang di sekeliling Pulau Congkak sekitar 25,34%(2).

3.2. Penyebab Kerusakan Terumbu Karang Kerusakan terumbu karang di daerah ini disebabkan oleh dua hal yaitu proses secara alami dan adanya kegiatan manusia. Kerusakan yang disebabkan dari proses alami adalah adanya peningkatan suhu air laut yang merupakan imbas dari proses globingwarming(5), kondisi batimetri

dan pasang surut yang menyebabkan substrat terumbu karang lebih lama terpanggang sinar matahari. Sedangkan penyebab kerusakan terumbu karang yang kedua adalah kegiatan manusia yang secara langsung maupun tidak langsung merusak terumbu karang, seperti penangkapan ikan dengan bahan peledak, bahan beracun atau alat pencongkel karang, penggalian karang untuk batu kapur, pencarian pasir dan adanya kegiatan wisata pantai.

Gejala penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan bahan beracun semakin meningkat pada lima tahun terakhir yang disebabkan oleh kesalahan persepsi dalam reformasi dan juga lemahnya penegakan hukum yang ada disana.

3.3. Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Akar permasalahan kerusakan terumbu karang di Kepulauan Seribu pada umumnya adalah inkonsistensi dalam implementasi kebijakan yang diambil, metode pengelolaan yang kurang memadai, instrumen penegakan hukum yang belum memadai, kurangnya kesadaran, pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap nilai ekonomis dan arti strategis terumbu karang serta sulitnya mencari alternatif mata pencaharian di luar laut yang sesuai dan diminati oleh masyarakat sekitar.

pada musim timur kondisi karang akan berbalik, di bagian timur kelihatan sehat dan berkembang baik sementara di bagian barat menjadi kurang subur. Jenis lain yang ditemui dalam kelompok ini adalah jenis Acropora tabulate, Acropora submassive, Acroporableanching dan beberapa jenis softcoral yang tumbuh di atas karang masif yang mati.

Pada areal kelompok 2, jenis terumbu karang lebih bervariasi dengan didominasi oleh jenis Acropora, baik jenis Acropora tabulate, Acroporaencrusting maupun AIcropora brancing. Ditemukan juga jenis karang masif namun tidak sepesat perkembangannya seperti pada pada lokasi kelompok 1.

(5)

Suatu pengelolaan yang baik adalah yang memikirkan generasi mendatang untuk dapat juga menikmati sumberdaya yang sekarang ada. Dengan demikian dalam pengelolaan terumbu karang haruslah mem- pertimbangkan hal sebagai berikut :

i. Melestarikan, melindungi, mengembangkan,

memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau kualitas terumbu karang dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya bagi kepentingan seluruh lapisan masyarakat serta memikirkan generasi mendatang.

ii. Mendorong dan membantu pemerintah

daerah untuk menyusun dan melaksanakan program-program pengelolaan sesuai denga karakteristik wilayah dan masyarakat.

iii. Mendorong kesadaran, partisipasi dan

kerjasama/kemitraan dari masyarakat, pemerintah daerah, antar daerah dan antar instansi dalam perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan terumbu karang. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka dalam pengelolaan terumbu karang diperlukan strategi sebagai berikut(6):

1. Memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang:

l Mengembangkan mata pencaharian

alternatif yang bersifat berkelanjutan bagi masyarakat pesisir.

l Meningkatkan penyuluhan dan

menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat akan tanggung jawab dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya melalui bimbingan, pendidikan dan penyuluhan tentang ekosistem terumbu karang.

l Memberikan hak dan kepastian hukum

untuk mengelola terumbu karang bagi mereka yang memiliki kemampuan. 2. Mengurangi laju degradasi kondisi terumbu

karang yang ada saat ini :

l Mengidentifikasi dan mencegah penyebab

kerusakan terumbu karang secara dini.

l Mengembangkan program penyuluhan

konservasi terumbu karang dan mengembangkan berbagai alternatif

mata pencaharian bagi masyarakat lokal yang memanfatakannya.

l Meningkatkan efektifitas penegakan

hokum terhadap berbagai kegiatan yang dilarang oleh hokum seperti pemboman dan penangkapan ikan dengan potas. 3. Mengelola terumbu karang berdasarkan

k a r a k t e r i s t i k e k o s i s t e m , p o t e n s i , pemanfaatan dan status hukumnya :

l Mengidentifikasi potensi terumbu karang

dan pemanfaatannya.

l Menjaga keseimbangan antara

pemanfaatan ekonomi dan pelestarian lingkungan.

IV. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kondisi penutupan terumbu karang di Pulau Karang Congkak rata-rata tergolong rendah-sedang yaitu 27.41%. Kerusakan terumbu karang yang terjadi disebabkan karena peningkatan suhu, kondisi batimetri dan pasut perairan serta aktifitas manuasia yang merusak diataranya penangkapan ikan dengan bahan peledak dan bahan beracun, penggalian karang untuk batu kapur/ pasir dan kegiatan wisata pantai.

Akar permasalahan pengelolaan terumbu karang meliputi, inkonsistensi dalam implementasi kebijakan yang diambil, metode pengelolaan yang kurang memadai, instrumen penegakan hukum yang belum memadai, kurangnya kesadaran, pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap nilai ekonomis dan arti strategis terumbu karang serta sulitnya mencari alternatif mata pencaharian di luar laut yang sesuai dan diminati oleh masyarakat. Strategi pengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalahan yang ditemukan di okasi secara garis besar adalah sebagai berikut : memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang, mengurangi laku degradasi kondisi terumbu karang yang ada saat ini, dan mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya.

(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous, 2002b. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta 2002 2. Anonymous, 2005. Pemanfaatan Pulau

Gosong di kepulauan Seribu. Laporan Teknis

3. Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan sumberdaya kelautan untuk kesejahteraan masyarakat.LISPI. Jakarta.

4. UNEP. 1993. Pengamatan terumbu karang dalam perubahan. Ilmu Kelautan. Australia. Hal. 8-29.

5. Bachtiar, 2001. Pengelolaan terumbu karang. Pusat Kajian Kelautan, Universitas Mataram. NTB.

6. Gayatri Liley. 1998. pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat. Makalah Konverensi nasional I: Pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan Indonesia, IPB Bogor.

Gambar

Gambar 1. Lokasi Penelitian dan stasiun pengambilan sampel
Tabel 1.  Tingkat penutupan rata-rata terumbu                  karang di Pulau Karang Congkak

Referensi

Dokumen terkait

Dalam mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh keluarga dampingan dilakukan pendekatan secara langsung dengan keluarga dampingan.Setelah beberapa kali

Dari hasil pendampingan selama sebulan yang telah penulis lakukan, maka penulis dapat menyimpulkan masalah yang dialami oleh Keluarga Dampingan Anak Agung Istri

project-based learning, problem-based learning, dan discovery learning telah direkomendasikan oleh kurikulum 2013 sebagai strategi efektif dalam pembelajaran

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data parametrik dari hasil pengujian laboratorium pada otak-otak ikan dengan parameter stabilitas emulsi, aktivitas air

Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0.675, hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kuat antara variabel harga (X1), pelayanan

Bahwa instansi yang berwenang melaksanakan putusan Pengadilan dalam perkara pidana adalah Kejaksaan melalui Jaksa sebagai eksekutor, termasuk eksekusi pidana denda yang

Mungkin suatu yang tidak tepat bila kebersahajaan tersebut kita amati dan analisis dengan kehidupan kita pada saat ini, berubahnya pola hidup suku Gayo saat ini

Sistem ini juga dapat mengecek stok barang baku, stok barang jadi yang telah diproduksi, mengelola data barang jadi, data bahan baku, data pelanggan serta data