• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referensi dalam Wacana Jagading Lelembut pada Majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referensi dalam Wacana Jagading Lelembut pada Majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 43

Referensi dalam Wacana

Jagading Lelembut

pada Majalah

Djaka Lodang

edisi Juni-Desember 2013

Oleh : Nofi Sugiarti

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Nofi_sugiarti@yahoo.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) jenis-jenis referensi dalam wacana Jagading Lelembut pada majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013 dan (2) wujud referensi dalam wacana Jagading Lelembut pada majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini yakni kumpulan wacana dalam rubrik Jagading Lelembut pada majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013, sedangkan data dalam penelitian ini berupa tuturan-tuturan atau kalimat-kalimat dalam wacana Jagading Lelembut yang mengandung unsur referensial, meliputi jenis dan wujud referensi. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pustaka, teknik simak dan teknik catat. Sementara itu, instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sebagai instrumen dibantu instrumen pembantu berupa nota pencatat data, buku-buku penunjang dan alat tulis. Keabsahan data penelitian ini diperoleh melalui pengecekan terhadap data hasil analisis dan ketekunan pengamatan, sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah content analysis (analisis isi). Selanjutnya, teknik penyajian data dalam penelitian ini menggunakan teknik informal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) jenis referensi yang terdapat dalam wacana Jagading Lelembut pada majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013 meliputi jenis penanda referensial berdasarkan tempat acuannya yakni referensi endofora dan eksofora meliputi: (a) referensi anaforis dan (b) referesi kataforis. Berdasarkan satuan lingualnya meliputi : (a) referensi persona ( I, II, III) tunggal dan jamak, (b) referensi demonstratif tempat (dekat dengan penutur, agak jauh dengan penutur, jauh dengan penutur dan eskplisit), (c) referensi demostratif waktu (waktu lampau, sekarang, yang akan datang) dan (d) referensi komparatif. (2) Wujud penanda referensial yang terdapat dalam wacana Jagading Lelembut pada majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013 yakni referensi persona I meliputi aku, /-ku/, /dak-/, /tak-/, kula, e/, dhewekke, kula. Referensi persona II meliputi kowe, njenengan, sampeyan, /-mu/. Persona III meliputi, awake dhewe, sakloron. Referensi demonstratif tempat dekat dengan penutur meliputi iki, kene, mrene, mrenea. Demonstratif agak jauh dengan penutur meliputi kono, iku, kuwi. Demonstratif tempat jauh dengan penutur meliputi kana, kemudian demonstratif tempat eksplisit meliputi Seyegan, Yogya Sisih Lor, Kuburan Sanggautang, Girirejo, Panggang Wonosari Gunung Kidul, Pasar Cebongan, Gubug, Malang, Semarang, , Mesjid, Gerdhu, Polsek Karang Upas, Pacitan. Referensi komparatif meliputi kaya, kaya-kaya, sajak, sajakke, prasasat, kayadene, kosokbalen, kayata.

Kata kunci : Referensi, wacana Jagading Lelembut Pendahuluan

Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia sehingga dalam kenyataannya bahasa menjadi aspek penting dalam melakukan sosialisasi atau berinteraksi sosial (Darma, 2009: 1). Bahasa tidak dirinci dalam bentuk bunyi, frasa, ataupun kalimat secara terpisah-pisah, melainkan bahasa dipakai dalam wujud kalimat

(2)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 44 yang saling berkaitan. Rentetan kalimat yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya akan membentuk suatu kesatuan yang dinamakan wacana.

Wacana merupakan satuan tingkat bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan atau tertulis (Sumarlam, 2010 : 19) . Dalam sebuah wacana, setiap kata memiliki acuan yang menunjuk kepada sesuatu yang berfungsi untuk menjelaskan, memberikan makna, atau menyatakan sesuatu dalam topik yang sama serta perbandingan dengan referen yang menunjuk kepada sesuatu yang lain. Unsur tersebut seringkali harus diulang-ulang untuk mengacu kembali untuk memperjelas makna. Hal tersebut dilakukan supaya pembaca tidak bosan dan terkesan monoton dengan kalimat yang menyebut sebuah kata (nama orang atau benda sebagai subjek atau objek) secara berulang-ulang. Perbedaan acuan dalam setiap wacana yang satu dengan wacana yang lainnya tergantung pada letak acuan dan konteks dalam wacana tersebut. Keberadaan referensi dalam sebuah wacana memberikan peran yang berarti dalam meningkatkan kekoherensian sebuah wacana, hal itu dikarenakan penempatan referensi atau acuan yang tidak tepat dalam sebuah wacana akan mempengaruhi penafsiran makna dalam wacana itu sendiri.

Adapun pemilihan majalah berbahasa Jawa dalam penelitian ini dikarenakan majalah berbahasa Jawa sekarang semakin terpinggirkan oleh majalah-majalah popular

lain yang lebih menarik. Salah satu majalah berbahasa Jawa yang terus berusaha melestarikan bahasa Jawa dalam bentuk wacana-wacana tulis adalah majalah Djaka Lodang. Pemilihan rubrik Jagading Lelembut dalam majalah Djaka Lodang pada penelitian ini mempertimbangkan beberapa aspek. Salah satunya yaitu rubrik Jagading Lelembut merupakan cover story dari majalah Djaka Lodang. Jagading Lelembut

merupakan cerita yang mempresentasikan dunia halus (Widayat, 2011 : 96). Cerita yang dikisahkan biasanya merupakan pengalaman nyata yang dialami oleh penulis maupun orang lain yang mengalami peristiwa tersebut. Roh halus (lelembut) menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Jawa sampai saat ini. Munculnya nama-nama hantu seperti dhemit, thuyul, memedi, lelembut, dsb adalah bukti bahwa roh halus menjadi

(3)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 45 bagian dari realitas kehidupan di Jawa. Jagading Lelembut selalu dimuat dalam majalah

Djaka Lodang dengan tujuan agar manusia senantiasa hidup dalam keselarasan dengan mahluk halus.

Berdasarkan penjabaran latar belakang di atas, penanda referensial pada rubrik

Jagading Lelembut patut diteliti karena rubrik Jagading Lelembut merupakan kesatuan wacana yang utuh yang didalamnya banyak ditemukan variasi penggunaan aspek referensial berupa jenis dan wujud penanda referensial itu sendiri yang berfungsi sebagai alat penunjuk antara kalimat yang satu dengan yang lainnya sehingga saling memiliki keterkaitan. Sampai saat ini, penelitian tentang wacana masih berkutat pada persoalan kebahasaan yang terlalu luas sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang wacana dengan objek dengan lebih membatasi persoalan kebahasaan pada aspek referensial yang meliputi jenis dan wujud referensi dalam wacana Jagading Lelembut pada majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013.

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif. Disebut penelitian deskriptif kualitatif karena menghasilkan data deskriptif yang harus diuraikan yaitu data yang berupa tulisan-tulisan atau berbentuk lisan dan bukan berupa angka atau kuantitatif. Menurut Arikunto (2010: 172), sumber data dalam sebuah penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini berupa kumpulan wacana dalam rubrik Jagading Lelembut

pada majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013 sedangkan data dalam penelitian ini adalah kalimat-kalimat dalam wacana Jagading Lelembut yang mengandung unsur referensial, meliputi jenis dan wujud referensi. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini menggunakan teknik pustaka, teknik simak, dan teknik catat.

Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni peneliti sebagai instrumen (human instrument). Selanjutnya, teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis isi (content analysis) yang mengkaji isi teks dengan teliti dan menyeluruh. Menurut Ismawati (2011 : 23), salah

(4)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 46 satu cara dalam menguji keabsahan data yaitu dengan teknik ketekunan pengamatan. Dalam penelitian ini, teknik ketekunan pengamatan dilakukan dengan cara membaca secara berulang-ulang dan melakukan pengamatan lebih mendalam terhadap penggunaan aspek referensial dalam wacana sehingga tingkat keterpercayaan data dapat dicapai dan hasilnya dapat dibuktikan kenyataannya. Selanjutnya, dalam penyajian hasil analisis data digunakan metode informal, menurut Sudaryanto (1993: 145) metode informal adalah penyajian hasil analisis menggunakan kata-kata biasa.

Hasil Penelitian

1. Jenis penanda referensial dalam wacana Jagading Lelembut pada majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013.

Berdasarkan tempatnya, jenis penanda referensial dibedakan menjadi dua jenis yakni 1) referensi endofora apabila acuan (satuan lingual yang diacu) terdapat di dalam teks dan 2) referensi eksofora apabila acuan (satuan lingual yang diacu) terdapat di luar teks. Berdasakan tipe satuan lingualnya, referensi dibedakan menjadi tiga yakni 1) referensi persona, 2) referensi demonstratif dan 3) referensi komparatif.

a. Referensi Berdasarkan Tempat Acuannya

Penanda referensial sering juga disebut dengan pengacuan. Berdasarkan tempat acuannya, apabila acuan atau satuan lingual yang diacu berada di dalam teks atau tuturan disebut dengan referensi endofora sedangkan jika satuan lingual yang diacu berada di luar teks atau tuturan disebut dengan referensi eksofora.

1) Referensi Endofora

Berdasarkan arah acuannya, referensi endofora dibedakan menjadi dua yaitu referensi anaforis dan referensi kataforis.

a) Referensi anaforis

Referensi anaforis yakni salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual yang

(5)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 47 mendahuluinya, atau mengacu anteseden di sebelah kiri, atau mengacu pada unsur yang telah disebutkan dahulu.

Referensi anaforis yang ditemukan dalam wacana Jagading Lelembut

edisi Juni-Desember 2013 sejumlah 50 tuturan, diantaranya sebagai berikut:

(1) Bareng mbak Ruby mlebu kamar weruh dhuwit ditata tharik-tharik apik, dheweke gumun banget. (P18/L1)

‘Setelah mbak Ruby masuk kamar melihat uang ditata berjejer-jejer, dia sangat heran.’

Pada tuturan (1) di atas merupakan jenis referensi endofora yang bersifat anaforis, karena pada tuturan tersebut terdapat penanda referensial kowe yang mengacu pada tokoh mbak Ruby sebuah anteseden yang telah disebutkan sebelumnya.

b) Referensi Kataforis

Referesi kataforis merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual yang mengikutinya atau mengacu anteseden di sebelah kanan, atau mengacu pada unsur yang baru disebutkan kemudian.

Referensi kataforis yang ditemukan dalam wacana Jagading Lelembut

edisi Juni-Desember 2013 sejumlah 44 tuturan, diantaranya sebagai berikut:

(2) Aku wingi lagi repot, dhuwite tak slesepake ana ing ngisor bantal”, ngono mas Yudi nerangake. (P8/L1)

‘Aku kemarin sedang sibuk, uangnya aku taruh di bawah bantal, begitu mas Yudi menerangkan.’

Pada tuturan (2) di atas, penanda referensial aku dalam tuturan tersebut mengacu pada tokoh mas Yudi sebuah unsur yang disebutkan sesudahnya. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka tuturan (2) termasuk dalam jenis referensial kataforis.

2) Referensi Eksofora

Referensi eksofora yang ditemukan dalam wacana Jagading Lelembut pada majalah Djaka Lodang sejumlah 35 tuturan, diantaranya adalah sebagai berikut :

(6)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 48

(1) Yen ana rembug penting, Ibu mesthi nimbali aku, dhasare omahku mung nunggal kampung karo Ibu. (P1/L3)

‘Jika ada diskusi penting, Ibu mesti memanggil aku, karena rumahku satu kampung.’

Dalam tuturan (1), penanda referensial aku merupakan jenis eksofora karena wujud aku pada tuturan 1) mengacu pada unsur di luar tuturan yakni penulis.

b. Berdasarkan Tipe Satuan Lingual Tertentu 1) Referensi Persona

Referensi persona adalah penanda hubungan antara bagian wacana yang satu dengan bagian yang lainnya melalui persona. Referensi persona dalam

wacana Jagading Lelembut edisi Juni-Desember 2013 ini direalisasikan melalui pronomina persona pertama (persona I) yang berjumlah 55 tuturan, persona kedua (persona II) berjumlah 25 tuturan dan ketiga (persona III) berjumlah 37 tuturan). Salah satu contohnya sebagai berikut:

a) Referensi persona I tunggal

(1) Kula ajeng nututi rombongan kanca-kanca,” guneme Wawan lirih. (P8/L12)

‘Saya mau mengikuti rombongan teman-teman, ucap Wawan lirih.’

Tuturan (1) di atas merupakan jenis referensial endofora yang bersifat kataforis, sebab dalam tuturan tersebut penanda referensial kula yang mempersonakan orang pertama tunggal mengacu pada tokoh Wawan unsur dalam tuturan yang disebutkan sesudahnya atau antesedennya berada di sebelah kanan.

b) Referensi persona II jamak

(2) “Lin, nganti kapan uripe awake dhewe kaya ngene terus Dhik?” takonku karo nyawang Lina kang lungguh ana ing ngarepku. (P2/L1)

‘Lin, sampai kapan hidup kita seperti ini terus ya Dhik? tanyaku sambil melihat Lina yang duduk di depanku.

Pada tuturan (2) di atas, bentuk persona I jamak bentuk bebas ditunjukkan dengan adanya wujud referensial awake dhewe yang merupakan jenis endofora yang bersifat anaforis karena wujud awake dhewe tersebut mengacu pada tokoh Lina dan Prasetya unsur dalam tuturan yang telah disebutkan sebelumnya.

(7)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 49 c) Referensi persona II tunggal

(3) “Kanthi duwit satus ewu iki kowe bisa miwiti dadi wong sugih mblegedhu Pras.” (P15/L1)

‘Dengan uang seratus ribu ini kamu bisa memulai menjadi orang kaya raya Pras.’

Tuturan (3) merupakan jenis endofora yang bersifat kataforis karena wujud kowe pada tuturan mengacu pada tokoh Prasetya unsur yang disebutkan kemudian.

d) Persona III tunggal

(4) Lan jebul sing nulungi aku nganti tekan omah yaiku mbak Narsih sing asli. Jare kawiwitan dhewekke pirsa yen aku kok mlebu pekarangan suwung duwekke Den Kromo. (P12/L4)

‘Ternyata yang menolong aku sampai rumah yaitu mbak Narsih yang asli. Katanya dimulai dia melihat jka aku masuk ke pekarangan kosong milik Den Kromo.’

Tuturan (4) di atas merupakan jenis endofora yang bersifat anaforis karena penanda referensial dheweke pada masing-masing tuturan mengacu pada unsur yang telah disebutkan sebelumnya. Pada tuturan (4), dheweke mengacu pada tokoh mbak Narsihsebuah anteseden yang terletak di sebelah kanan.

e) Persona III tunggal lekat kanan

(5) Wiwit kuwi Suminten ilang. Let rong dina jisime ditemokakae ana tengahing grumbul cedhak gumuk. (P2/L2)

Sejak saat itu Suminten hilang. Selang dua hari jasadnya ditemukan di tengah desa dekat bukit.’

Wujud /-e/ yang melekat kanan pada tuturan (5) merupakan jenis endofora yang bersifat anaforis karena pada tuturan tersebut wujud /-e/ mengacu pada tokoh Suminten sebuah unsur yang teah disebutkan sebelumnya.

f) Persona III jamak

(6) Nanging intine ya tetep nggolongake yen dheweke sakanca ing papan kuwi disebut wanita rusak. (P1/L4)

‘Tetapi pada intinya tetap menggolongkan jika mereka semua yang berada di tempat tersebut termasuk wanita rusak.’

(8)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 50 Pada tuturan (6) di atas, wujud dheweke sakanca menunjukkan adanya penanda referensial persona III jamak bentuk bebas yang mengacu pada tokoh Atun dan teman-temannya.

2) Referensi Demonstratif

Penanda hubungan kohesif referensial tipe demonstratif adalah penanda hubungan bagian wacana yang satu dengan yang lainnya dengan menggunakan demonstratif. Kata ganti tunjuk dalam referensi demonstratif dapat dibedakan menjadi demontstratif waktu (temporal) dan demonstratif tempat (lokasional). Referensi demonstratif yang ditemukan dalam wacana

Jagading Lelembut edisi Juni-Desember 2013 sejumlah 110 tuturan, diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Demonstartif waktu lampau

(1) Mula Agus wis nata strategi kanggo miyak wewadi kedadean selapan dina kepungkur. (P25/L3)

‘Maka Agus sudah menata strategi untuk mencegah kejadian delapan hari lalu.’

Dalam tuturan (1) di atas, pendanda referensial demonstratif waktu yang digunakan yakni penanda referensial demonstratif lampau. Hal itu ditunjukkan dengan adanya wujud kepungkur pada masing-masing tuturan yang berarti menunjukkan konteks terjadinya waktu tuturan pada waktu lampau.

b) Demonstratif waktu sekarang

(2) Bolong-bolong, semplah, kuwi tetembungan kang isa nggambarake kahanan omahku wektu iki. (P1/L1)

‘Berlubang-lubang, rapuh itu kata-kata yang bisa menggambarkan keadaan rumahku saat ini.’

Pada tuturan (3) di atas, wujud wektu iki menunjukkan adanya demonstratif waktu tuturan yang terjadi pada saat sekarang atau sedang terjadi. Dalam tuturan tersebut, keadaan rumah yang berlubang dan rapuh itu menunjukkan keadaan rumah penulis pada saat sekarang.

c) Demonstratif waktu yang akan datang

(3) Bengi candhake, daleme pak Agus tangga wetan ngomah

kemalingan. (P6/L1)

‘Malam berikutnya, rumah pak Agus tetangga sebelah selatan rumah kemalingan.’

(9)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 51 Tuturan (3) di atas merupakan tuturan yang berdasarkan konteks tuturannya terjadi pada waktu yang akan datang, hal itu ditunjukkan dengan adanya wujud bengi candhake pada tuturan tersebut.

d) Demonstratif waktu netral

(4) Sadurunge jam 22.00 biasane sing methuk wis ngenteni lungguh neng cangkruk pinggir dalan ratan saelore kebon suwung. (P3/L9) ‘Sebelum jam 22.00 biasanya yang menjemput duduk di kursi tepi jalan sebelah barat kebun kosong.’

Penanda waktu netral dalam tuturan (4) di atas ditunjukkan dengan adanya wujud jam 22.00 pada tuturan (4). Penanda waktu netral pada masing-masing tuturan tersebut menunjukkan konteks terjadinya masing-masing tuturan di atas.

e) Demonstratif tempat eksplisit

(5) Ndeleng panguripane mas Wahyudi kancaku sing daleme

Tegalweru, Seyegan pancen nengsemake (P1/L1)

Melihat kehidupan mas Wahyudi temanku yang rumahnya Tegalweru, Seyegan memang menyenangkan.’

Pada tuturan (5) terdapat penanda referensial demonstratif tempat eksplisit. Demonstratif tempat eksplisit merupakan penanda referensial yang menyebutkan tempat terjadinya tuturan secara eksplisit. Dalam tuturan (5), Tegalweru, Seyegan merupakan demonstratif tempat eksplisit.

f) Demonstratif tempat agak jauh dengan penutur

(6) Ana sapinggire lambe sumur tuwa mburi omahku iku aku ngalamun, ngumbar angen-angen ngalor ngidul tanpa nemu bongkol pucuke. (P6/L3)

‘Di tepi bibir sumur tuwa belakang rumahku itu aku melamun, melepas angan-angan tanpa menemukan titik temu.’

Penanda referensial iku pada tuturan (6) di atas menunjukkan bahwa konteks terjadinya tuturan pada masing-masing tuturan agak jauh dengan si penuturnya. Pada tuturan (6), iku menunjuk pada tempat di tepi sumur yang letakanya agak jauh dari tempat penutur.

(10)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 52 g) Demonstratif tempat dekat dengan penutur

(7) “Sawangen njeron sumur iki lan tulungana aku. Wetokna aku seka njeron sumur kang sumur apek iki..” panjaluke swara wanita seka njeron sumur kebak pengarep-arep. (P11/L1)

‘Lihatlah dalam sumur ini dan tolonglah aku. Keluarkan aku dari sumur yang apek ini. Pinta sura wanita dari dalam sumur penuh harapan.’

Penanda referensial iki pada tuturan (7) di atas menunjukkan bahwa konteks terjadinya tuturan pada masing-masing tuturan dekat dengan si penuturnya.

h) Demonstratif tempat jauh dengan penutur

(8) “Ya, ora usah digagas. Iki wis wengi kana ndang mulih, salam wae kagem ibu, ya.” (P4/L1)

‘Ya, tidak usah ditanggapi. Ini sudah malam sana cepat pulang, salam saja buat ibu, ya.’

Wujud kana dalam tuturan (8) di atas menunjukkan sebuah tempat yang jauh dengan penutur yaitu rumah mbak Hanum.

3) Referensi komparatif

Referensi komparatif yang ditemukan dalam wacana Jagading Lelembut

pada majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013 sejumlah 40 tuturan, diantaranya sebagai berikut:

a) Dheweke nggawa ubarampe yen lagi ana sawah. Kayata caping, banyu diwadhahi kendhi, sarapan lan ora keri camilan saanane. (P3/L1)

‘Dia membawa perlengkapan jika sedang di sawah. Seperti caping, air dimasukkan kendi, sarapan dan tidak ketinggalan cemilan seadanya.’

Wujud kayata pada tuturan a) di atas merupakan wujud penanda referensial komparatif. Dalam konteks tuturannya, kayata pada masing-masing tuturan di atas lebih menjelaskan secara rinci mengenai hal yang di acu yang telah disebutkan sebelumnya.

2. Wujud penanda referensial yang terdapat dalam wacana Jagading Lelembut pada majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013 adalah sebagai berikut:

a)

Aku wingi lagi repot, dhuwite tak slesepake ana ing ngisor bantal”, ngono mas Yudi nerangake. (P8/L1)

(11)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 53 ‘Aku kemarin sedang sibuk, uangnya aku taruh di bawah bantal, begitu mas Yudi menerangkan’.

b) Kula

Kula ajeng nututi rombongan kanca-kanca,” guneme Wawan lirih. (P8/L12)

‘Saya mau mengikuti rombongan teman-teman, ucap Wawan lirih.’ c) /-ku

Wengi kuwi mbuh wis wengi kang kaping pira aku lan bojoku mapan turu kanthi kahanan ngampet luwe. (P1/L1)

‘Malam itu entah malam yang ke berapa aku dan istriku tidur dengan keadaan menahan lapar.’

d) Dak-

Dakcoba menyat saka papan paturonku lan arep mbalekake tasbeh emas iki menyang papan sakawit. (P17/L1)

‘Aku coba bangkit dari tempat tidurku dan akan mengembalikan tasbih emas ini ke tempat sebelumya.’

e) Tak-

Sing tak gumuni kok aku rumangsa diusir padahal biasane mbak Narsih malah menging yen aku pamit bali. (P6/L3)

‘Yang aku herankan kok aku merasa diusir padahal biasanya mbak Narsih malah melarang aku jika aku pamit pulang.’

f) Awake Dhewe

“Lin, nganti kapan uripe awake dhewe kaya ngene terus ta Dhik?” takonku karo nyawang Lina kang lungguh ana ing ngarepku. (P2/L1)

‘Lin, sampai kapan hidup kita seperti ini terus ya Dhik? tanyaku sambil melihat Lina yang duduk di depanku.’

g) Kowe

Kanthi duwit satus ewu iki kowe bisa miwiti dadi wong sugih mblegedhu Pras.” (P15/L1)

‘Dengan uang seratus ribu ini kamu bisa memulai menjadi orang kaya raya Pras.’

(12)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 54 h) Sampeyan

“Nak Agus sampeyan takaturi mundhut balungan babi, pendhemen neng ngarep lawang pawon utawa mburi omah.” (P35/L1)

‘Nak Agus kamu saya suruh beli tulang babi, lalu tanam di depan pintu dapur atau di belakang rumah.’

i) Panjenengan

“Ndherek langkung, Mbah! Kula boten badhe nganggu panjenengan. Kula suwun panjenengan nggih boten sah nganggu kula!” pangucape mas Waluya karo drijine ngupaya ngobah-obahke saklar lampu sepedha motore.

‘Permisi, Mbah! Saya tidak akan mengganggu anda. Saya minta anda juga tidak akan menganggu saya!” ucap mas Waluya sambil berusaha menggerak-gerakkan saklar lampu sepedha motornya.’

j) /-mu

“Ngapa kok kaya keweden lan ambeganmu menggeh-menggeh?” Narti ora bisa mangsuli, dhewekke mung tudang-tuding karo gondhelan kenceng tangane bojone. (P4/L7)

k) Dhewekke

Jare kawiwitan dhewekke pirsa yen aku kok mlebu pekarangan suwung duwekke Den Kromo. (P12/L4)

Katanya dimulai dia melihat jka aku masuk ke pekarangan kosong milik Den Kromo.’

l) /-e/

Garjita ngonangi bojone lagi cumbana karo adhine. (P5/L2)

‘Garjita memergoki istrinya sedang bercinta dengan adiknya.’ m) Kepungkur

Kang arep takaturake iki kedadean rikala Riyaya Idul Fitri tahun kepungkur. (P2/L1)

(13)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 55 n) Biyen

“Upama aku biyen bisa sekolah nganti dhuwur banjur dadi sarjana, mbok manawa uripe awake dhewe ora bakal sengsara kaya mangkene,” sebutku nggetuni lelakon. (P3/L1)

‘Seandainya aku dulu bisa sekolah tinggi kemudian jadi sarjana, mungkin kehidupan kita tidak akan sengsara seperti ini, jawabku.’

o) Rikala jaman semana

Rikala jaman semana isih durung akeh wong kang nduwe kendharaan dhewe,

yen ora wong sugih tenan. (P2/L7)

‘Pada jaman dahulu masih belum banyak orang yang mempunyai kendaraan sendiri, jika bukan orang yang kaya betulan.’

p) Saiki

Mobilku saiki wis Toyota Fortuner anyar gress, ndilalah ora let suwe Lina ngandhut lan bisa menehi momongan anak wedok kang ayu menik-menik. (P22/L1)

‘Mobilku sekarang Toyota Fortuner baru grees, kebetulan tidak selang beberapa lama Lina hamil dan memberikan anak perempuan yang cantik.’ q) Bengi candhake

Bengi candhake, daleme pak Agus tangga wetan ngomah kemalingan. (P6/L1)

‘Malam berikutnya, rumah pak Agus tetangga sebelah selatan rumah kemalingan.’

r) Sewelas wengi

Udakara tabuh sewelas wengi, aku sarombonngan tekan masjid maneh (P4/L1)

‘Sekitar jam sebelas malam, aku dan rombongan sudah sampai masjid lagi.’ s) Pasar Cebongan

Durung maneh mbak Rubiyanti garwane mas Wahyudi uga dodol sembako ing

pasar Cebongan. (P1/L5)

‘Belum lagi mba Rubiyanti istrinya mas Wahyudi juga berjualan sembako di pasar Cebongan.’

(14)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 56 t) Kono

Akeh crita kedadean sing aneh-aneh lan misteri ana omah kono, nganti suwe banget. (P3/L1)

‘Banyak cerita kejadian yang aneh-aneh dan misterius di rumah itu, sampai lama sekali.’

u) Mrene

“Endi sampure? Gawanen mrene! aku kok durung weruh!” kandhane kang Jarno bojone yu Jirah. (P19/L1)

‘Mana selendangnya? Bawa kesini! Aku kok belum lihat!” ucap kang Jarno suami yu Jirah’

v) Kosokbalen

Kosokbalen karo wong-wong utawa juragan sing kulina dak blanjani

dagangane, kabeh padha bingung. (P25/L1)

‘Kebalikannya dengan orang-orang atau juragan yang aku biasa belanja dagangannya, semuanya bingung.’

w) Prasasat

Prasasat dheweke ora tau leren ana sawah terus saben dina. (P7/L2)

‘Sepertinya dia tidak pernah berhenti di sawah terus setiap hari.’ x) Memper

Wujude gedhogan kasebut memper kandhang wedhus, digawe kaya panggung. (P8/L5)

‘Bentuknya hantu tersebut seperti kandang kambing, dibuat seperti panggung.’ y) Kayata

Yu Jirah banjur ngalih menyang panggonane bakul butuh blanja pawon,

kayata: sayuran, tahu tempe, bumbon, lan krupuk werna-werna. (P15/L1)

‘Yu Jirah kemudian pindah ke tempat penjual perlengkapan dapur, seperti: sayuran, tahu, tempe, bumbu dan berbagai macam krupuk.’

(15)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 57 Simpulan

Referensi dalam wacana Jagading Lelembut pada majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013 meliputi (1) jenis referensi yang terdapat dalam wacana Jagading Lelembut pada majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013 meliputi jenis penanda referensial berdasarkan tempat acuannya yakni referensi endofora dan eksofora meliputi: (a) referensi anaforis sejumlah 50 tuturan dan (b) referensi kataforis sejumlah 44 tuturan. Berdasarkan satuan lingualnya meliputi : (a) referensi persona ( I, II, III) tunggal, jamak, bentuk bebas maupun bentuk terikat lekat kanan dan kiri sejumlah 117 tuturan (b) referensi demonstratif tempat (dekat dengan penutur, agak jauh dengan penutur, jauh dengan penutur dan eskplisit) sejumlah 110 tuturan, referensi demostratif waktu (waktu lampau, sekarang, yang akan datang) dan (c) referensi komparatif sejumlah 110 tuturan. (2) Wujud penanda referensial yang terdapat dalam wacana Jagading Lelembut pada majalah Djaka Lodang edisi Juni-Desember 2013 yakni referensi persona I meliputi aku, /-ku/, /dak-/, /tak-/,kula, /-e/, dhewekke, kula. Referensi persona II meliputi kowe, njenengan, sampeyan, /-mu/.

Persona III meliputi, awake dhewe, sakloron. Referensi demonstratif tempat dekat dengan penutur meliputi iki, kene, mrene, mrenea. Demonstratif agak jauh dengan penutur meliputi kono, iku, kuwi. Demonstratif tempat jauh dengan penutur meliputi

kana, kemudian demonstratif tempat eksplisit meliputi Tegalweru, Seyegan, Yogya Sisih Lor, Kuburan Sanggautang, Girirejo, Panggang Wonosari Gunung Kidul, Pasar Cebongan, Kembangsari, Gubug, Kamar Nganten, Malang, Semarang, Dhukuh Mantup Kelurahan Kramat Nganjuk, Ngarep Kamar Kost-Kostan, Mesjid, Gerdhu, Polsek Karang Upas, Pacitan. Referensi komparatif meliputi kaya, kaya-kaya, sajak, sajakke, memper, prasasat, kayadene, kosokbalen, kayata.

(16)

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 58 Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Darma, Aliyah.2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya.

Ismawati, Esti. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra. Surakarta: Yuma Pustaka.

Sudaryanto. 1993. Metode Dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Duta Wacana University Press.

Sumarlam. 2010. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Solo: Buku Kata

Referensi

Dokumen terkait

Hal itu dirubah karena dengan tidak adanya lagi pendirian sektarisme dari Gerwis baik didalam organisasi ataupun cara kerja, Gerwani akan mempunyai kemungkinan lebih besar lagi

Pengertian Bahan Ajar Menurut Widodo dan Jasmadi yang dikutip oleh Lestari, bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran,

Raskaana olevien päihteiden käyttäjien pakkohoitoa puolustettiin myös sen vuoksi, että syntymätön lapsi on uhri ja täysin puolustuskyvytön äidin häneen kohdistamaa uhkaa

H3: Tanggung jawab moral berpengaruh positif dengan loyalitas Penelitian pertama yang dilakukan oleh Muniz dan O’Guinn (2001) menjelaskan bahwa komunitas merek merupakan

Oleh karena itu indeks kinerja indikator-indikator pada kriteria ini mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan angka kredit pada juknis polhut pada semua jenjang

Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan

Pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil yang tidak sesuai dengan izin pengelolaan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat