• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kerapatan Lamun Terhadap Kelimpahan Gastropoda di Desa Tanjung Siambang, Dompak Tanjungpinang Kepulauan Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Kerapatan Lamun Terhadap Kelimpahan Gastropoda di Desa Tanjung Siambang, Dompak Tanjungpinang Kepulauan Riau"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Kerapatan Lamun Terhadap Kelimpahan Gastropoda di Desa

Tanjung Siambang, Dompak Tanjungpinang Kepulauan Riau

Muhammad Hazbi Trengginas Alfathoni

Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP-Universitas Maritim Raja Ali Haji

Ita Karlina, S.Pi., M.Si.

Dosen Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP-Universitas Maritim Raja Ali Haji

Yales Veva Jaya, S.Pi., M.Si.

Dosen Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP-Universitas Maritim Raja Ali Haji

ABSTRAK

Penelitian ini di lakukan di tanjung siambang, dompak, kota tanjung pinang

kepulauan riau. Penelitian ini di laksanakan pada bulan maret 2017 sampai ngan

juli 2017. Di peroleh hasil kerapatan lamun hanya pada kisaran 6 – 15 tegakan/m

2

ter kata gorikan lamun yang jarang. Secara keselurahan di ketahui bahwa

kerapatan tertinggi terdapat pada jenis

Enhallus accoroides.

Kelimpahan

gastropoda di ketahui berkisar antara 0,2 – 1.58 ind /m

2

dengan kelimpahan

tertinggi pada jenis

Clypeomorus consicus

. Dapat di simpulkan dari hasil regresi

bahwa setiap kenaikan 10,88 tegakan dari kerapatan lamun maka akan

mengakibatkan kenaikan kelimpahan gastropoda senilai 3,10 individu

(2)

Seagrass Density Relation to Gastropoda Abundance in Tanjung Siambang

Village, Tanjung Pinang, Riau Islands

Muhammad Hazbi Trengginas Alfathoni

Student of Marine Science, Faculty of Marine Science and Fisheries-UMRAH

Ita Karlina, S.Pi., M.Si.

Lecture of Marine Science, Faculty of Marine Science and Fisheries-UMRAH

Yales Veva Jaya, S.Pi., M.Si.

Lecture of Marine Science, Faculty of Marine Science and Fisheries-UMRAH

ABSTRACT

The research was conducted in Tanjung Siambang, Dompak , TanjungPinang

City , Riau Islands. This research was conducted in March 2017 until July 2017.

The yield of seagrass density is only in the range of 6 – 15 ind/m

2

of uncommon

categorized seaweed. Overall it is known that the highest density is found in the

type of Enhallus accoroides. The abudance in the Clypeomorus consicus species.

It can be concluded from the regression result that any increase of 10,88 stands

from seagrass density will result in an increase of abudance of gastropods worth

3.10 individuals.

(3)

BAB I PENDAHULUAN

Perairan Pesisir Dompak menyimpan potensi kelautan dan perikanan yang sangat besar, terutama potensi marikultur, dan pariwisata bahari serta keanekaragaman biota perairan. Adapun Biota yang bernilai ekonomis terdiri dari kelompok moluska, krustasea, policaeta.Kelompok biota diatas yang umumnya dimanfaatkan secara optimal

dan bernilai ekonomis yaitu

gastropoda.Kondisi gastropoda sangat berpengaruh sesuai dengan kondisi habitat pada ekosistem perairan. Salah satu ekosisitem yang dimanfaatkan oleh gastropoda untuk habitat hidupnya yakni ekosistem lamun Izuan et al., ( 2014).

Lamun adalah tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) dari kelas Angiospermaea.

Tumbuhan ini telah menyesuaikan diri untuk terbenam didasar subsrat. Lamun terdiri dari Rhizoma (Rhizome) atau akar rimpang dan batang yang terbenam, akan yang terbenam dan merayap secara horizontal (mendatar) dan berbuku-buku. Padang lamun adalah salah satu ekosistem produktif yang memiliki fungsi ekologi sebagai tempat pemijahan, perlindungan, habitat hidup, pemijahan, serta pengasuhan bagi biota ekonomis penting. Fungsi lamun diantaranya adalah sebagai penyedia tempat berlindung bagi biota-biota laut yang hidup di dalamnya, sertamerupakan daerah asuhan („nursery ground’) bagi beberapa spesies biota laut Kordi, (2011).

Salah satu biota yang hidup pada kawasan padang lamun adalah Gastropoda. Gastropoda memanfaatkan lamun sebagai habitat hidupnya. Di perairan Tanjung Siambang, Dompak terdapat hamparan padang lamun yang dijadikan sebagai habitat hidup Gastropoda yang dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber makanan. Dapat dikatakan bahwa kelimpahan dan sebaran jenis Gastropoda memiliki asosiasi yang erat terhadap keberadaan lamun.

Berdasarkan hasil survei pada perairan Dompak banyak masyarakat yang mencari gastropoda untuk bahan makanan pada ekosistem lamun.Namun sejauh ini beum ada penelitian terkait hubungan gastropoda dengan kondisi lamun.Melihat pentingnya lamun sebagai habitat bagi hewan Gastropoda, maka perlu dilakukan penelitian yang menghubungkan pengaruh antara

kerapatan lamun dengan kelimpahan Gastropoda di Tanjung Siambang, Dompak.

BAB II METODE 2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Tanjung Siambang, Dompak,Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 sampai denganJuli 2017. Lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Lokasi Penelitian 2.2 Data

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data skunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objeknya. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain dan telah dilaporkan dalam bentuk publikasi.Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data yang meliputi data jenis dan kelimpahan Gastropoda , data kerapatan lamun dan data kondisi perairan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data pustaka-pustaka, penelitian terdahulu, masyarakat,Kantor Kelurahandan Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan.

2.3 Prosedur

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu metode penelitian yang tidak melakukan perubahan/perlakuan khusus terhadap variabel yang akan diteliti dengan tujuan untuk memperoleh serta mencari keterangan secara faktual tentang objek yang diteliti. 2.3.1 Penentuan TitikSampling

Penentuan lokasi penelitian dilakukan berdasarkan purposive sampling dengan

(4)

transek kuadran yang dibentangkan secara sistematis kearah laut.Berdasarkan luasan habitat dan penyebaran padang lamun di perairan Tanjung Siambang Dompak, maka ditentukan sebanyak 8 transek dengan jarak antar transek sejauh 100 meter. Panjang transek yang digunakan adalah sejauh 100 meter kearah laut, dengan jarak antar plot sejauh 20 meter, sehingga dalam satu transek terdiri dari 5 plot pengamatan.Lokasi dan koordinat lokasi dapat dilihat pada tabel. Tabel . Titik Koordinat Transek

Transek X Coord Y Coord

T1 104.4265 0.869757 T2 104.426 0.870509 T3 104.4255 0.871251 T4 104.425 0.871974 T5 104.4245 0.872622 T6 104.4239 0.873374 T7 104.4233 0.874011 T8 104.4225 0.874592 Setelah diperoleh nilai kerapatan lamun pada masing plot pada masing-masing transek, maka di bedakan antara kondisi lamun yang padat, sedang, serta jarang. Setelah dikelompokkan tersebut, baru dilakukan analisis hubungan kerapatan lamun dengan kelimpahan gastropoda yang dijumpai pada masing-masing plot yang sudah dikelompokkan.Sehingga dari hasil ini diperoleh tingkat hubungan lamun dengan gastropoda pada kondisi lamun yang padang, sedang, serta jarang.

2.3.2 Pengamatan Lamun

Metode pengumpulan data mengacu pada KepmenLH No.200 Tahun 2004. Unit sampling adalah kuadrat ukuran 1 m x 1 m. Pengamatan lamun meliputi jenis dan jumlah pada setiap plot/kuadrat. Sampling dilakukan dengan sistematik menggunakan metode transek kuadrat dimulai pada daerah surut terendah sampai daerah subtidal yang diperkirakan masih terdapat lamun. Prosedur sistematik sampling dilakukan dengan meletakkan transek diletakkan tegak lurus pantai kearah laut.Unit sampling adalah kuadrat ukuran 1 m x 1 m yang ditempatkan secara teratur sepanjang transek dengan ukuran transek bergantung kondisi stasiun. Pada setiap unit sampling (kuadrat) dihitung jumlah dan jenis lamun yang diambil menggunakan sekop kecil.

Lamun yang dijumpai didalam plot diambil 1 rimpang untuk diidentifikasi

jenisnya kemudian dilakukan perhitungan kerapatan lamun dengan menghitung jumlah tegakan setiap jenisnya. Lamun yang terhitung kemudian dicatat dengan menggunakan kertas underwater, data lamun siap untuk dianalisis.

Sampel lamun yang terdapat di lokasi praktik lapang diambil dengan menggunakan tangan hingga akarnya (rhizoma) dan diidentifikasi jenisnya. Untuk identifikasi jenis lamun dilakukan dengan acuan inventarisasi jenis lamun di Indonesia (Kep Men LH No. 200 Tahun 2004). Untuk jenis lamun sulit untuk diidentifikasi di lapangan dilakukan identifikasi lebih lanjut di Laboratorium Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji.

2.3.3 Pengamatan Gastropoda

Pengamatan Gastropoda

menggunakanPetak contoh (Transect Plot)

yang digunakan dalam penelitian ini adalah petak contoh berbentuk persegi yang dibuat dengan pipa paralon ukuran ¾ inch dan dilubangi dengan ukuran 1x1m2.Menurut Hitalessy et al., (2015). pengambilan contoh gastropoda dilakukan dengan menggunakan metode transek linier kuadrat berukuran 1 x 1 m2, yang dilakukan pada saat air surut.

Contoh (sampel) Gastropoda diambil langsung dengan menggunakan skop dan menggali sedalam 15 cm kedalam substrat. Pengambilan sampel dilakukan dengan bantuan skop karena substrat pada lokasi penelitian merupakan pasir, sehingga tidak memungkinkan untuk diambil langsung dengan tangan.Gastropoda yang diambil adalah Gastropoda yang berada dalam petak contoh (plot) yang telah ditentukan sepanjang jarak pasang surut (intertidal).

Contoh (sampel) Gastropoda

dimasukkan kedalam kantong plastik bening yang telah diberi label sesuai untuk setiap titik dan plotnya. Kemudian bersihkan dari lumpur/kotoran yang menempel dan sortir berdasarkan titik dan plotnya. Contoh Gastropoda yang sudah bersih kemudian sebelum diidentifikasi diawetkan dengan menggunakan formalin 10 %.

Contoh Gastropoda yang sudah di awetkan, dilakukan identifikasi untuk mengetahui jenis Gastropoda yang ditemukan. Identifikasi dilakukan dengan melihat bentuk cangkang, warna, corak dan jumlah putaran cangkang. Setiap jenis yang ditemukan dicocokan karakteristik

(5)

morfologinya dengan melihat pada web identifikasi biota. Web identifikasi yang digunakan yakni buku siput dan kerang Indonesia Dharma, (1988).

2.4 Pengukuran Parameter Perairan Pengukuran parameter kualitas air dilakukan sebagai data pendukung dalam menggambarkan kondisi perairan pada lokasi penelitian. Pengukuran parameter perairan yang dilakukan adalah suhu, salinitas, substrat, pH,dan DO.

3.7. Pengolahan Data 3.7.1. Kerapatan Lamun

Kerapatan Jenis (Ki), yaitu jumlah total individu jenis lamun suatu unit area yang diukur. Kerapatan jenis lamun dihitung dengan rumus Fachrul, (2007). :

Dengan:

Ki = kerapatan jenis ke-i

ni = Jumlah total individu dari jenis ke-i A = Luas area total pengambilan sampel (m2)

Kerapatan Relatif (KR), yaitu perbandingan antara jumlah individu jenis dan jumlah total individu seluruh jenis. Kerapatan relatif lamun dihitung dengan rumus Fachrul, (2007). :

Dengan:

KR = Kerapatan relatif ni = Jumlah individu ke-i ∑n = Jumlah individu seluruh jenis

3.7.2. Kelimpahan Gastropoda

Kelimpahan diartikan sebagai satuan jumlah individu yang ditemukan per satuan luas. Menurut Fachrul, (2007).perhitungan kelimpahan jenis Gastropoda dapat di rumuskan sebagai berikut :

Di= Dimana :

Di= Kelimpahan jenis (individu/m2)

Ni= Jumlah individu dari spesies ke-i (individu) A= Luas area pengamatan (m2)

Kelimpahan relatif dihitung dengan rumus kelimpahan relative menurut Fachrul, (2007). sebagai berikut:

RDi= x 100% Dimana:

RDi = KelimpahanRelatif (%)

ni= Jumlah individu dari spesies ke-i (individu) N= Jumlah individu dari seluruh spesies (individu) 3.8. Analisis Data

Data yang diperoleh di tabulasi secara keseluruhan. Untuk kualitas perairan akan mengacu kepada Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut (Kepmen LH no 51 tahun 2004). Selanjutnya di analisis secara deskriftif Kuantitatif dengan studi literatur dan penelitian terdahulu, serta jurnal yang diterbitkan. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

Menurut Damayanti et al.,

(2013).analisis regresi linear digunakan untuk mengetahui gambaran tentang faktor abiotik yang memberikan pengaruh terhadap struktur komunitas Moluska di Padang Lamun.Dalam uji regresi linier, diperlukan minimal 2 variabel yang akan dihubungkan dalam hal ini kerapatan lamun sebagai variabel bebas (independent), dan kelimpahan gastropoda sebagai variabel terikat (dependent).

Untuk data hubungan antara kerapatan lamun dengan kelimpahan Gastropoda di analisis dengan menggunakan Regresi Linear Sederhana menggunakan bantuan

software ms. Excel dengan persamaan yaitu:

Dimana: Y = Kelimpahan Gastropoda X = KerapatanLamun a = intercept b = Slope BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Kondisi Lamun di Perairan Tanjung

Siambang

3.1.1 Jenis-jenis Lamun yang Dijumpai Jenis lamun di perairan Tanjung Siambang , Dompak Kota Tanjungpinang teridentifikasi sebanyak 3 spesies lamun

(6)

yakni Enhallus accoroides, Thalassia hemprichii, dan Halodule uninervis.

Jenis lamun E. accoroides diketahui memiliki struktur daun dan akar yang besar dengan tipikal akar serabut dan daun yang kasar.jenis ini memiliki sebaran yang cukup luas diperairan Indonesia.bahkan menurut Supriharyono, (2007). jenis E. accoroides

memiliki sebaran yang cukup luas pada lautan india hingga bagian tropis pasifik barat. Pendapat lain menurut Nontji, (2007).jenis E. accoroides pada saat air surut daunnya akan tersembul kepermukaan perairan,daunnya berbentuk seperti pita yang panjangm memiliki biji yang dapat dijadikan sebagai makanan atau jenis ini lebih dikenal dengan sebutan samo samo.

Jenis T. hemprichii memiliki daun yang melebar namun pendek,dengan pangkal daun berwarna hitam dan halus umumnya dijumpai pada area pasang surut (intertidal). Menurut Supriharyono, (2007).T. hemprichii

tersebar didaerah tropis dilautan india dan bagian darat pasifik salah satunya Indonesia.

Jenis H. uninervis memiliki tipikal daun yang kecil halus serta memiliki kerapatan yang cukup tinggi,berdasarkan penelitian diperairan Desa Pengudang jenis ini dapat dijumpai area pasang surut atau daerah intertidal.Menurut Supriharyono, (2007). memiliki sebaran sepanjang pantai seluruh laut tropis Atlantik dan indo-pasifik.

3.1.2 Kerapatan Lamun

Kerapatan lamun menggambarkan

jumlah tegakan lamun yang terdapat pada suatu luasan tertentu. Nilai kerapatan lamun di perairan Tanjung Siambang, Dompak dapat dilihat secara lengkap seperti pada tabel.

Tabel. Nilai kerapatan lamun di perairan Tanjung Siambang , Dompak

Jenis Lamun Kerapatan (tegakan/m2) Kerapatan Relatif (%) Enhallus accoroides 15 47.10 Thalassia Hemprichi 10 32.10 Halodule Univervis 6 20.32 Total 31 100

Kerapatan lamun di perairan Tanjung Siambang total sebesar 31 tegakan/m2. Menurut Gosaris, Haris .(2012). skala kondisi lamun berdasarkan kerapatan

dikategorikan atas 5 skala, skala 1 untuk lamun dengan kerapatan < 25 ind/m2 yang termasuk dalam koodisi lamun sangat jarang, skala 2 untuk lamun dengan kerapatan berkisar 25 – 75 ind/m2 yang termasuk dalam kondisi lamun jarang, skala 3 untuk lamun dengan kerapatan berkisar 75 – 125ind/m2 yang termasuk dalam kondisi lamun agak rapat, skala 4 untuk lamun dengan kerapatan berkisar 125 – 175ind/m2 yang termasuk dalam kondisi lamun rapat, sedangkan skala 5 untuk lamun dengan kerapatan > 175 ind/m2 yang termasuk dalam kondisi lamun sangat rapat. Dengan demikian kondisi lamun di perairan Desa Tanjung Siambang tergolong jarang.

Kerapatan jenis lamun Perairan Tanjung Siambang pada Enhallus accoroides sebesar 15 tegakan/m2, jenis Thalassia hemprichii

sebesar 10 tegakan/m2, sedangkan jenis

Halodule univervis sebesar 6 tegakan/m2. Secara keseluruhan diketahui bahwa kerapatan tertinggi terdapat pada jenis E. accoroides. Jenis lamun E. accoroides atau yang disebut dengan Tropical Eelgrass

umumnya tumbuh pada sedimen

berpasir/berlumpur dan didaerah dengan pengadukan/bioturbasi yang tinggi, juga dapat tumbuh pada sedimen medium dan kasar, dominan pada padang lamun campuran, selalu tumbuh dengan jenis T. hemprichi dan dapat hidup pada kedalaman intertidal hingga 25 meter Dahuri, (2003). 3.2 Kondisi Gastropoda di Perairan

Tanjung Siambang

4.2.1 Kelimpahan Gastropoda

Kepadatan/kelimpahan merupakan suatu pendekatan pengamatan komunitas untuk melihat jumlah satu jenis organisme yang mendiami suatu wilayah per satuan luas area pengamatan Fachrul, (2007).kelimpahan jenis gastropoda dalam penelitian ini dianalisis dengan menghitung jumlah kepadatannya per satuan meter persegi serta dalam satuan hektar. Kelimpahan jenis dan kelimpahan relatif gastropoda di perairan Tanjung siambang dapat dilihat pada tabel berikut.

(7)

Tabel . Kelimpahan Jenis Gastropoda di Perairan Tanjung Siambang, Dompak

Jenis Gastropoda Rata-rata Kelimpahan (Ind/m2) Kelimpahan Relatif (%) Clypeomorus consicus 1.58 61.8 Cypreae vredenburgi 0.20 7.8 Pyrene epamella 0.38 14.7 Strombus turturella 0.40 15.7 Total 2.55 100.0

Diketahui dari hasil perhitungan kelimpahan jenis gastropoda bahwa jenis

Clypeomorus consicus memiliki nilai kelimpahan sebesar 1,58 ind/m2 degan kelimpahan relatif 61,8%. Jenis Cypreae vredenburgi memiliki nilai kelimpahan sebesar 0,20 ind/m2 degan kelimpahan relatif 7,8%. Jenis Pyrene epamella memiliki nilai kelimpahan sebesar 0,38 ind/m2 degan kelimpahan relatif 14,7%. Sedangkan jenis

Strombus turturella memiliki nilai kelimpahan sebesar 0,4 ind/m2 degan kelimpahan relatif 15,7%.

Dilihat dari gambar diatas, jenis gastropoda memiliki kepadatan yang berbeda – beda. Namun dari data tersebut, diketahui bahwa jenis yang memiliki kepadatan tertinggi adalah jenis

Clypeomorus consicus, sedangkan jenis dengan kepadatan terendah adalah jenis

Cypraea vredenburgi. Dari kondisi tersebut menunjukkan bahwa Clypeomorus consicus

banyak dijumpai karena kesesuaian kondisi perairan kemudian didukung oleh kondisi substrat yang lebih kasar yaitu pasir hingga pasir berlumpur.

Menurut Nurjanah, (2013). gastropoda pada kelas Cerithidae memiliki penyebaran yang luas dan beragam, mulai dari daerah berlumpur, berpasir, serta pantai berbatu.Jenis ini umumnya banyak ditemukan pada kawasan muara serta berbagai zona pada habitat laut.

Sedangkan untuk jenis Strombus turturella merupakan jenis konsumtif yang dipatenkan sebagai ikon makanan khas Pulau Bintan, sehingga kelimpahan S. turturella (gonggong) juga rendah, di akibatkan karena penangkapan yang terjadi pada gastropoda jenis ini oleh para nelayan karena jenis ini memiliki nilai ekonomis

yang cukup tinggi yang membuat

keberadaannya di alam semakin sedikit.

Menurut Izuan et al., (2014). menyatakan bahwa Siput Gonggong di perairan Pulau Bintan Riau, sering ditemukan di antara tumbuhan lamun dengan substrat berlumpur. Biota ini sering dieksploitasi oleh masyarakat pesisir sebagai sumber protein alternatif dari laut.Karena semakin intensifnya biota ini dieksploitasi, dengan demikian populasinya di alam semakin terancam.Gonggong merupakan

Mollusca yang termasuk kelas Gastropoda

dengan spesies Strombus sp.

4.3 Kondisi Parameter Fisika Kimia di Perairan Tanjung Siambang

Kondisi parameter fisika dan kimia yang diukur meliputi suhu, salinitas, derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO), dan Substrat. Secara lengkap hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Kondisi parameter fisika dan kimia perairan Tanjung Siambang,Dompak

Jenis Satuan

Rata-rata Kisaran Baku mutu Suhu oC 30.1 29.8-30.7 28-30* Salinitas o/oo 31.6 31-32 30-34* Derajat Keasaman (pH) - 7.8 7.6-7.8 7-8,5** Oksigen Terlarut (DO) mg/L 7.2 7.1-7.3 >5**

Substrat - Pasir -

Keterangan (*) Menurut Wijayanti (2007) (**) Menurut Kepmen LH No. 51 (2004) Dari hasil pengukuran suhu di perairan Tanjung siambang pada setiap transek pengamatan adalah dengan rata – rata 30,10C. Mengacu pada baku mutu menurut Wijayanti, (2007). bahwa kisaran suhu optimum untuk mendukung kehidupan gastropoda adalah kisaran 28 – 30 0C. Dengan demikian, kondisi suhu pada perairan Tanjung siambang lebih tinggi dari baku mutu yang ditetapkan, namun masih cukup layak untuk mendukung kehidupan gastropoda. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa masih ditemukannya 4 jenis gastropoda dengan tingkat keseragaman jenis yang tinggi, dengan demikian kondisi perairan masih cukup layak untuk kehidupan gastropoda di perairan Tanjung siambang.

Kondisi suhu yang tinggi ini di akibatkan karena cuaca yang cukup terik dan

(8)

musim panas pada saat penelitian, dengan kondisi ini memungkinkan air laut mengalami paparan sinar matahari dalam waktu yang lama sehingga menyebabkan suhu diperairan lebih meningkat. Pendapat ini didukung oleh Effendi. (2003). suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses metabolisme organisme di perairan. Suhu di perairan akan mengalami perubahan sesuai dengan musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat berdasarkan garis edar matahari, waktu dan kedalaman.

Hasil pengukuran salinitas

menunjukkan bahwa nilai salinitas pada perairan Tanjung siambang berada pada rata – rata 31,60/

00. Menurut pendapat Wijayanti, (2007). bahwa kisaran nilai salinitas yang sesuai bagi kehidupan gastropoda berada pada kisaran 30 – 340/00. Dengan demikian, kondisi salinitas pada perairan Tanjung siambang masih sesuai dengan ambang batas optimal yang dianjurkan, hal ini di buktikan dengan tidak adanya gastropoda yang mendominasi artinya semua jenis gastropoda masih dapat mentoleransi kondisi perairan, terutama kondisi salinitas. Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh dalam air laut. Salinitas sangat berpengaruh terhadap tekanan osmotik didalam air, semakin tinggi salinitasnya maka akan semakin besar pula tekanan osmotiknya. Biota di perairan memerlukan banyak energi dari makanannya untuk menyesuaikan diri terhadap tekanan osmotik tersebut Kordi, (2007).

Kondisi derajat keasaman (pH) dari hasil penelitian menunjukkan rata-ratanya sebesar 7,6. Dengan demikian kondisi derajat keasaman (pH) ini melebihi ambang baku mutu yang dianjurkan untuk kehidupan optimal organisme gastropoda. Jika mengacu pada ketetapan Kepmen LH (2004) yang menentukan bahwa nilai derajat keasaman (pH) yang optimum bagi kehidupan biota perairan adalah pada kisaran 7 – 8,5. Tingginya nilaiderajat keasaman (pH) tidak begitu berpengaruh terhadap kondisi gastropoda yang ada di perairan Tanjung siambang, dibuktikan dengan masih ditemukannya 8 jenis gastropoda dengan keanekaragaman yang sedang serta keseragaman yang tinggi. Artinya kondisi perairan termasuk kondisi derajat keasaman (pH) masih cukup layak

untuk kehidupan gastropoda pada perairan Tanjung siambang.

Kondisi pH yang tinggi merupakan pengaruh dari pemukiman yang ada di sekitar perairan Tanjung siambang yang menghasilkan buangan sampah organik ke perairan. Menurut Effendi. (2003). kondisi perairan yang sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme akuatik, karena akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik. Kondisi ini terjadi karena aktifitas pemukiman yang terjadi di sekitar perairan yang menghasilkan bahan organik masuk ke perairan sehingga kondisi Derajat Keasaman (pH) tinggi dan tidak stabil, serta aktifitas mikrobiologi yang terjadi pada perairan tersebut.

Hasil pengukuran kandungan Oksigen terlarut (DO) mendapatkan hasil rata-rata Oksigen terlarut (DO) yaitu sebesar 7,2 mg/L. Mengacu pada Kepmen LH (2004) kandungan Oksigen terlarut (DO) yang sesuai untuk kehidupan organisme akuatik adalah sebesar > 5 mg/L. Dengan demikian kondisi Oksigen terlarut (DO) melebihi kisaran optimal yang ditentukan sehingga layak untuk kehidupan organisme akuatik salah satunya adalah gastropoda.

Sedangkan menurut Effendi (2003) kandungan oksigen terlarut minimal 2 mg/L

sudah cukup mendukung kehidupan

organisme perairan secara normal. Namun menurut Kordi (2007), meskipun beberapa jenis organisme akuatik masih dapat hidup pada kondisi oksigen 2-3 mg/L, namun sebagian besar biota akuatik hidup baik pada kadar oksigen minimal 5 mg/L. Nurjanah (2013) mengatakan bahwa kondisi Oksigen Terlarut (DO) diperairan tergantung pada suhu, fotosintesis, tingkat penetrasi cahaya, aliran air, serta jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air.

Berdasarkan hasil ayakan substrat menunjukkan tipe substrat pada perairan Tanjung siambang yaitu “pasir”. Secara keseluruhan kondisi substrat cocok untuk kehidupan gastropoda karena umumnya substrat pasir dan pasir campuran lumpur mangandung banyak bahan organik yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Nurjanah (2013) menyebutkan bahwa kondisi substrat berpengaruh terhadap perkembangan komunitas moluska dimana substrat yang terdiri lumpur dan pasir

(9)

dengan sedikit liat merupakan substrat yang disenangi oleh Gastropoda.

Menurut Nybakken (1992) umumnya gastropoda dan bivalvia hidup disubstrat untuk menentukan pola hidup, ketiadaan dan tipe organisme.Ukuran sangat berpengaruh dalam menentukan kemampuan gastropoda dan bivalvia menahan sirkulasi air.Bahan organik dan tekstur sedimen sangat menentukan keberadaan dari gastropoda dan bivalvia.Tekstur sedimen atau substrat dasar merupakan tempat untuk menempel dan merayap atau berjalan, sedangkan bahan organik merupakan sumber makanan. 4.4 Hubungan Kerapatan Lamun

dengan Kelimpahan Gastropoda di Perairan Tanjung Siambang Hasil Analisis Regresi Kerapatan Lamun dengan Kelimpahan Gastropoda yang telah dianalisis dengan kurva hubungan regresi secara lengkap dapat dilihat pada gambar.

Gambar. Hasil Analisis Regresi Kerapatan Lamun dengan Kelimpahan Gastropoda.

Dari data diatas, dapat dilihat bahwa hubungan antara variabel x (Kerapatan Lamun) dan variabel y (kelimpahan gastropoda) bersifat positif dengan nilai b= + 18,741. Diperoleh hasil Multipel R senilai 0.29 yang mengartikan bahwa sebesar 29 %

faktor kerapatan lamun dapat

menggambarkan pengaruhnya terhadap kelimpahan gastropoda sedangkan nilai sebesar 71 % dipengaruhi oleh faktor luar lainnya. Dari analisis diatas diperoleh persamaan nilai hubungan regresinya yaitu : y = 10,88x + 3,10 artinya hubungannya bersifat positif, artinya kenaikan 1 satuan nilai variabel X, akan juga mengakibatkan kenaikan terhadap variabel Y, dengan

asumsi faktor lain tetap dan tidak berubah. Dapat disimpulkan bahwa setiap kenaikan 10,88 tegakan dari kerapatan lamun maka akan mengakibatkan kenaikan kelimpahan gastropoda senilai 3,10 individu.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian yang dapat diambil yakni meliputi:

a. Kerapatan lamun hanya pada kisaran 6 – 15 tegakan/m2 terkategorikan lamun yang jarang. Secara keseluruhan diketahui bahwa kerapatan tertinggi terdapat pada jenis Enhallus accoroides.

b. Kelimpahan gastopoda diketahui berkisar antara 0,2 – 1,58 ind/m2 dengan kelimpahan tertinggi pada jenis

Clypeomorus consicus.

c. Dapat disimpulkan dari hasil regresi bahwa setiap kenaikan 10,88 tegakan dari kerapatan lamun maka akan mengakibatkan kenaikan kelimpahan gastropoda senilai 3,10 individu. 5.2 Saran

Dari penelitian mendapatkan bahwa ada pengruh dari faktor lain selain kerapatan

lamun yang dapat mempengaruhi

kelimpahan gastropoda. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hungan faktor lain (kualitas air, substrat, bahan organik, serta faktor lainnya) terhadap kelimpahan gastropoda sehingga dapat menjelaskan faktor-faktor mana saja yang memiliki hubungan dengan gastropoda.

DAFTAR PUSTAKA

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati

Laut Aset Pembangunan

Berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. 412 hal.

Damayanti. A. A, Istamar. S, dan Agus.D. 2013.Struktur Komunitas Moluska Di Padang Lamun Teluk Gilimanuk Taman Nasional Bali Barat. UNM. 1-10

Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia (Indonesian Shells). Bumi aksara y = 10.881x + 3.1045 R² = 0.2945 0 10 20 30 40 50 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 K e rapat an (teg ak an/m 2) Kelimpahan (ind/m2) Kurva Hubungan Regresi

(10)

Effendi. H.2003.Telaah Kualitas Air Bagi

Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan.Kanisius. 258 hal.

Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Ekologi.Bumi Aksara. 198 Hal. Gosari, J.A. dan Haris, A. 2012. Studi

Kerapatan dan Penutupan Jenis Lamun di Kepulauan Spermonde. Torani. 22 (3). 256-162

Hitalessy. R. B, Amin S. L., dan Endang Y. H. 2015. Struktur Komunitas Dan

Asosiasi Gastropoda Dengan

Tumbuhan Lamun di Perairan Pesisir Lamongan Jawa Timur. PAL, 6 (1). 64-73

Izuan, M., Viruly, L., Said, T. 2014. Kajian Kerapatan Lamun Terhadap

Kelimpahan Siput Gonggong

(Strombus epidromis) di Pulau Dompak.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun. Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut.

Kordi, H. 2011. Ekosistem Lamun

(Seagrass). Rineka Cipta. 191 hal. Kordi, K. M. G. H dan Tancung, A. B. 2007.

Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta. 224 hal

Nontji. A. 2007. Laut Nusantara.

Djambatan.

Nurjanah. 2013. Keanekaragaman

Gastropoda Di Padang Lamun Perairan Kelurahan Senggarang Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. [Skripsi]. Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Nybakken. J.W.1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia. 459 hal.

Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumber Daya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis. Pustaka Pelajar.

Wijayanti, M. 2007. Kajian Kualitas Perairan Di Pantai Kota Bandar Lampung Berdasarkan Komunitas Hewan Makrobenthos, [Tesis], Universitas Diponegoro.

Gambar

Tabel .  Kelimpahan Jenis Gastropoda di  Perairan Tanjung Siambang, Dompak

Referensi

Dokumen terkait

Jika dalam pembentukan kompos itu terdapat jumlah mikrobanya banyak yang membantu dalam pembentukan kompos maka penurunan berat kompos tersebut akan lebih besar

Berdasarkan dari penelitian sebelumnya, perancangan aplikasi monitoring jaringan yang dilakukan akan berbasis Website dan sudah di lengkapi dengan fitur penambahan

 Guru bersama dengan peserta didik membuat simpulan kegiatan Guru bersama dengan peserta didik membuat simpulan

Jenis kupu-kupu Junonia orithya dipilih untuk diamati aktivitas hariannya karenakupu kupu ini tidak terlalu sensitif terhadap gerakansekelilingnya sehingga

Pengujian hipotesis dapat dilihat dari signifikan hasil uji t pada tabel 3.5, tabel 3.6, dan tabel 3.7 dengan membandingkan t hitung dengan t tabel. 1) Pengujian H1:

Dengan demikian, konsep Pancasila sebagai nilai-nilai yang hidup dalam kehidupan sehari-hari memiliki landasan historis yang cukup kuat apabila dipandang dari konstruksi

Bagi pegawai yang di arahkan Bekerja Dari Rumah, Ketua PTj DIKEHENDAKI MELAKSANAKAN PERANCANGAN KERJA bersama pegawai masing- masing bagi memastikan semua kerja yang

Ini berarti bahwa untuk ukuran citra termampatkan yang hampir sama dari kedua metode tersebut, metode EZW akan menghasilkan citra dengan kualitas yang lebih baik