• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa menjadi bagian penting dalam peristiwa komunikasi. Bahasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Bahasa menjadi bagian penting dalam peristiwa komunikasi. Bahasa"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa menjadi bagian penting dalam peristiwa komunikasi. Bahasa digunakan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Bahasa adalah sistem yang rumit yang mengatur bagaimana seharusnya seseorang bertutur agar komunikasi berjalan dengan baik (Wijana dan Rohmadi, 2011:131). Dalam kaitannya dengan komunikasi, bahasa memiliki fungsi ideasional, bahasa digunakan sebagai alat untuk menuangkan pikiran atau gagasan yang disampaikan kepada orang lain. Salah satu bentuk gagasan yang dituangkan dalam bentuk kebahasaan adalah wacana pidato.

Wacana merupakan unsur kebahasaan yang paling kompleks dan paling lengkap (Mulyana, 2005:1). Wacana direalisasikan dalam bentuk karangan utuh, paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap (Kridalaksana dalam Wijana dan Rohmadi, 2011:71). Pidato merupakan salah satu bentuk wacana karena mengandung amanat yang lengkap dengan unsur kebahasaan yang kompleks. Pidato merupakan pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata kepada orang banyak (KBBI, 2013:1071). Pidato tidak disampaikan oleh orang kebanyakan, tetapi disampaikan oleh orang tertentu kepada kelompok sosial. Dalam pidato, terkandung pesan yang tidak hanya ditujukan kepada seseorang, tetapi juga ditujukan kepada khalayak umum.

(2)

2 Pidato presiden adalah pidato yang disampaikan oleh seorang kepala negara kepada rakyatnya. Presiden Indonesia sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan memiliki posisi paling strategis untuk melakukan komunikasi massa dalam kaitannya dengan pengungkapan gagasan. Pidato presiden akan memuat kebijakan-kebijakan strategis dan sikap tertentu atas nama negara. Oleh karena itu, pidato presiden dibuat sedemikian rupa sehingga maksud presiden dapat diterima dengan baik oleh khalayak umum. Dengan demikian, kemampuan berbahasa presiden yang dituangkan dalam pidato mencerminkan realitas kepemimpinan presiden tersebut.

Presiden Republik Indonesia ke-7 adalah Joko Widodo. Joko Widodo dilantik menjadi presiden bersama pasangannya Jusuf Kalla pada 20 Oktober 2014 di Gedung DPR/MPR Jakarta. Pada pelantikan tersebut Joko Widodo selaku presiden yang baru dilantik diberikan kesempatan untuk menyampaikan pidato di depan anggota DPR, MPR, tamu undangan, dan tamu kenegaraan. Pidato pelantikan ini juga disiarkan secara langsung di seluruh stasiun televisi di Indonesia.

Pidato pelantikan Presiden Joko Widodo memiliki arti penting karena pidato tersebut merupakan pidato kenegaraan pertama Joko Widodo sebagai seorang presiden. Indonesia telah dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama sepuluh tahun. Oleh karena itu, Joko Widodo harus mendapatkan impresi awal yang baik setelah Indonesia dipimpin selama sepuluh tahun oleh orang yang sama. Presiden Joko widodo menggambarkan kehidupan bangsa Indonesia

(3)

3 menurutnya, mengungkapkan gagasan, dan memaparkan berbagai rencana melalui pidato pelantikannya.

Pidato pelantikan sebagai bentuk wacana memiliki fitur yang berbeda dengan bentuk komunikasi verbal lain. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan penggunaan bahasa Presiden Joko Widodo saat menyampaikan pidato dalam situasi tidak resmi dengan penyampaian pidato saat pelantikannya. Bahasa dalam pidato pelantikannya menggunakan ragam formal yang tidak fleksibel. Selain itu, bahasa yang lugas sangat diperlukan dalam pidato pelantikannya. Hal ini disebabkan isi pidato harus relevan untuk seluruh pendengar. Selain itu, pidato pelantikan hanya disampaikan sekali oleh Presiden Joko Widodo. Dengan demikian pidato pelantikannya harus memiliki struktur wacana yang padu dengan penggunaan bahasa yang dapat dipahami dengan baik oleh pendengar.

Berdasarkan uraian di atas, setiap kata dalam pidato pelantikan Presiden Joko Widodo menjadi penting karena dapat merepresentasikan banyak hal. Hal ini menjadikan pidato pelantikan Presiden Joko Widodo sebagai kajian yang menarik untuk dilakukan. Dari pidato pelantikan Presiden Joko Widodo, dapat dilihat cara Joko Widodo merealisasikan tuturannya. Selain itu, dapat dilihat juga strategi yang digunakan Joko Widodo dalam merealisasikan tuturannya. Lebih jauh lagi, dapat dilihat fungsi dari pidato pelantikan Presiden Joko Widodo.

1.2 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berada dalam kerangka teori pragmatik. Pemakaian teori pragmatik berfokus pada struktur wacana, tindak tutur, dan fungsi wacana dalam pidato pelantikan Presiden Joko Widodo. Pidato yang dijadikan data adalah pidato

(4)

4 yang dilakukan saat pelantikan presiden di Gedung DPR/MPR RI pada 20 Oktober 2014.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut.

1. Seperti apakah struktur wacana pidato pelantikan Presiden Joko Widodo?

2. Tindak tutur apa saja yang digunakan dalam pidato pelantikan Presiden Joko Widodo dan faktor sosial apa saja yang memengaruhinya?

3. Bagaimanakah fungsi pidato pelantikan Presiden Joko Widodo menunjang tujuan pidato tersebut?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan struktur wacana pidato pelantikan Presiden Joko Widodo.

2. Menguraikan tindak tutur yang digunakan dalam pidato pelantikan Presiden Joko Widodo dan faktor sosial yang memengaruhinya. 3. Menjelaskan fungsi pidato pelantikan Presiden Joko Widodo sehingga

(5)

5 1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat teoretis dan praktis. Manfaat teoretis penelitian ini adalah pengaplikasian teori-teori linguistik terutama yang berkaitan dengan pragmatik. Penelitian ini bermanfaat secara praktis untuk menguraikan pidato pelantikan Presiden Joko Widodo sehingga masyarakat Indonesia mengetahui maksud dan fungsi pidato tersebut.

1.6 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai pidato telah banyak dilakukan dari berbagai pendekatan. Yanti (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Model Tindak Tutur Direktif dan Ekspresif Pidato Perdana Presiden Joko Widodo” menyatakan bahwa Joko Widodo menggunakan verba dinamis yang dominan untuk tindak tutur direktifnya sedangkan tindak tutur ekspresif pada pidato perdana Presiden Joko Widodo disampaikan dengan gaya bahasa figuratif. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis wacana kritis sebagai dasar kajiannya.

Zuhri (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Wacana Pidato Pengunduran Diri: Kajian Pragmatik” menjelaskan tentang struktur, konteks, dan fungsi pidato pengunduran diri. Penelitian ini menyimpulkan terdapat banyak maksud implisit yang dilakukan oleh para tokoh politik dalam pidato pengunduran dirinya.

Merrita (2013) dalam tesisnya yang berjudul “Ideologi Kepemimpinan: Analisis Wacana Kritis Pidato Kampanye Joko Widodo dalam Pilkada DKI Jakarta 2012” menjelaskan bahwa pidato kampanye Joko Widodo memiliki 45 proposisi makro, sejumlah nilai ideologis kepemimpinan, seperti antidiskriminatif

(6)

6 etnis, kerakyatan, kesediaan utnuk terjun ke lapangan, kooperatif, kekonsistenan, dan kecenderungan untuk menghindari konflik kekerasan, dan kesesuaian tuturan Joko Widodo dengan ciri kepemimpinan yang berkarakter dan berkharismatik. Adapun teori yang digunakan adalah teori wacana kritis Fairclough, teori proposisi Van Dijk, teori tata bahasa Halliday, dan teori kepemimpinan dari disiplin ilmu lain.

Kusumawati (2012) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Wacana Naskah Pidato Internasional Presiden SBY: Tinjauan Linguistik Kritis” menjelaskan strukur wacana pidato internasional Presiden SBY yang secara umum dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama, pembukaan pidato, terdiri dari salam, penghormatan kepada yang hadir, dan pengantar pidato. Bagian kedua, isi pidato, terdiri dari tahapan argumentasi, yang panjang dan detail, yang terdiri dari argumentasi, deskripsi, narasi, dan persuasi. Bagian ketiga, penutup pidato, terdiri dari kesimpulan, penegasan kembali isi pidato, ucapan salam dan terima kasih, ditambah dengan persuasi, argumentasi, dan harapan sebagai pelengkap. Dalam penelitian ini, struktur, tata naskah, dan tata bahasa menjadi fokus dalam mengungkapkan usaha pencitraan diri yang memiliki kemahiran berbahasa.

Puspita (2015) dalam tesisnya berjudul “Pidato Kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Rangka Menyambut Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-69 (Analisis Wacana Kritis)” menyatakan bahwa terdapat kepentingan tertentu yang diungkap lewat pidato terakhirnya sebelum lengser. Dalam mengkaji pidato tersebut Puspita menggunakan metode padan pragmatis

(7)

7 dalam membuktikan adanya representasi pemerintah yang baik dan meninggalkan kesan baik sebelum lengser.

Nilasari (2014) dalam skripsinya berjudul “Pidato Pertama Park Geun Hye sebagai Presiden Republik Korea Selatan: Sebuah Kajian Pragmatik” mengkaji jenis tindak tutur, fungsi tindak tutur, dan gaya bahasa pada pidato Park Geun Hye. Nilasari terlebih dahulu menerjemahkan pidato tersebut ke dalam bahasa Idnonesia baru kemudian dianalisis tuturannya.

Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut, penelitian mengenai wacana pidato pelantikan Presiden Joko Widodo pernah dilakukan oleh Yanti (2015). Namun demikian, penelitian tersebut hanya menguraikan tindak tutur direktif dan ekspresif dalam pidato pelantikan Presiden Joko Widodo, sedangkan penelitian ini akan menguraikan secara lengkap wacana pidato pelantikan Presiden Joko Widodo, mulai dari struktur wacana, jenis tindak tutur, strategi tindak tutur, faktor sosial yang memengaruhi tindak tutur, hingga fungsi pidato pelantikan Presiden Joko Widodo.

1.7 Landasan Teori

Penelitian ini mendasarkan kajiannya pada pendekatan pragmatik. Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yaitu bagaimana satuan kebahasaan tersebut digunakan dalam komunikasi (Wijana dan Rohmadi, 2011:4). Pragmatik muncul akibat ketidakpuasan linguis yang selalu mengkaji bahasa secara internal dan mengabaikan aspek-aspek di luar kebahasaan. Dengan diperhatikannya aspek luar bahasa, pragmatik lebih berfokus pada maksud penutur dalam tuturannya.

(8)

8 Pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi (dalam pengertian yang lebih luas) yang disampaikan melalui bahasa yang dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan, tetapi yang juga muncul secara alamiah dari dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut (Cruise dalam Ibrahim, 2007:2).

Pada penelitian ini, pendekatan pragmatik diaplikasikan pada pidato yang merupakan bentuk wacana. Wacana merupakan satuan kebahasaan yang paling kompleks dan lengkap, memiliki posisi paling tinggi, paling besar, dan paling luas (Mulyana, 2005:69). Brown dan Yule (1996:125) mengatakan bahwa perihal urutan kata dapat menyebabkan makna yang berbeda. Hal yang demikian juga berlaku pada tataran bahasa yang lebih tinggi seperti wacana. Urutan dalam teks wacana dapat memengaruhi makna. Dengan demikian, wacana juga memiliki struktur. Struktur wacana sangat erat kaitannya dengan keutuhan wacana. Keutuhan struktur wacana lebih dekat maknanya sebagai kesatuan bentuk atau sintaksis (Halliday dan Hassan, 1994:2). Suatu rangkaian kalimat dikatakan menjadi struktur wacana bila di dalamnya terdapat hubungan emosional atau maknawi antara bagian yang satu dengan bagian yang lain. Sebaliknya, suatu rangkaian kalimat belum tentu bisa disebut sebagai wacana apabila tiap-tiap kalimat dalam rangkaian itu memiliki makna tersendiri dan tidak berkaitan secara sistematis.

Tindak tutur adalah tuturan yang menjadi unit fungsional dalam komunikasi seseorang, bahkan seseorang dapat memengaruhi orang lain lewat tuturannya.

(9)

9 Searle (1969:22—24) mengemukakan bahwa secara pragmatis setidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi.

Tindak lokusi adalah tindak tutur yang digunakan untuk menyatakan sesuatu (the act of saying something). Tindak tutur ini relatif mudah untuk diidentifikasi karena dapat dilakukan dengan tidak menyertakan konteks pada tuturan. Tuturan tidak hanya dapat menyatakan sesuatu, tetapi juga dapat melakukan sesuatu yang disebut tindak ilokusi (the act of doing something). Sebuah tuturan dapat dikatakan memiliki daya ilokusi apabila tuturan tersebut dikaitkan dengan situasi tuturnya. Hal ini yang menyebabkan tindak ilokusi sangat sukar untuk diidentifikasi. Namun demikian, tindak ilokusi mempunyai peran sentral dalam komunikasi. Selanjutnya, tuturan dapat diwujudkan untuk memengaruhi orang lain yang disebut tindak perlokusi (the act of affecting someone).

Wijana (1996:30) menyatakan bahwa tuturan dapat diwujudkan dengan strategi-strategi tertentu. Strategi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi strategi langsung, tidak langsung, literal, tidak literal, langsung literal, langsung tidak literal, tidak langsung literal, dan tidak langsung tidak literal. Tindak tutur langsung dan tidak langsung bergantung pada kesamaan antara penggunaan modus kalimat dengan maksud penutur. Dalam hal ini, modus kalimat berita digunakan untuk menyatakan atau menginformasikan sesuatu. Modus kalimat tanya digunakan untuk menanyakan sesuatu, sedangkan modus kalimat perintah digunakan untuk menyuruh orang lain. Strategi tindak tutur literal dan tidak literal bergantung pada kesesuaian makna dalam susunan kata-kata sebuah tuturan

(10)

10 dengan maksud yang diinginkan penutur. Secara ringkas, strategi tindak tutur dapat dilihat pada tabel berikut.

Modus

Tindak Tutur

Langsung Tidak Langsung

Berita Menyatakan Menyuruh

Tanya Bertanya Menyuruh

Perintah Memerintah -

Tabel 1. Strategi Tindak Tutur

George Yule mengklasifikasikan tindak tutur berdasarkan fungsinya. Menurut Yule (1996:92—95) tindak tutur dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis. Fungsi-fungsi tersebut di antaranya, fungsi representatif, fungsi ekspresif, fungsi direktif, fungsi deklarasi, dan fungsi komisif.

Wacana sangat erat kaitannya dengan konteks. Salah satu faktor penting pembentuk konteks adalah faktor sosial. Hymes (1974:54—62) menjelaskan setidaknya ada delapan faktor sosial yang berpengaruh pada wacana. Faktor-faktor sosial tersebut diberi akronim SPEAKING yang masing-masing huruf ialah Set (latar), Participants (peserta tutur), Ends (tujuan), Act sequences (bentuk dan isi tuturan), Key (cara), Instrumentalities (sarana), Norms (norma), dan Genres (bentuk wacana)

Wacana pidato merupakan salah satu satuan kebahasaan yang memiliki fungsi-fungsi tertentu. Menurut Jakobson (dalam Tarigan, 1993:11—12) fungsi bahasa dalam satuan kebahasaan dapat diklasifikasikan menjadi fungsi referensial, emotif, konatif, metalinguistik, fatis, dan puitik. Bahasa dapat berfungsi sebagai referensial jika bahasa digunakan untuk menginformasikan sesuatu. Fungsi emotif

(11)

11 pada bahasa berarti bahasa berfungsi untuk mengekspresikan perasaan penutur. Fungsi konatif pada bahasa berarti bahasa digunakan untuk membuat mitra tutur melakukan hal yang diharapkan penutur. Fungsi metalinguistik berarti bahasa digunakan untuk menjelaskan bahasa. Fungsi fatis berarti bahasa digunakan untuk memulai, menjaga, dan mengakhiri komunikasi. Selain itu, fungsi fatis juga erat kaitannya dengan menjaga hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur. Bahasa dapat juga berfungsi puitik jika bahasa digunakan untuk menyampaikan pesan dengan bentuk-bentuk tertentu.

1.8 Metode Penelitian

Penelitian linguistik dapat dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis (Sudaryanto, 1993:5). Pada penelitian ini, data dikumpulkan dengan mengunduh video pidato pelantikan Presiden Joko Widodo yang didapatkan dari laman Youtube (https://www.youtube.com/watch?v=pLhADBTbmIU) pada 20 Agustus 2015 pukul 10.00—11.00 WIB di Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UGM. Video tersebut berdurasi 1:52:28 yang berisikan seluruh rangkaian acara Sidang Paripurna DPR/MPR dengan agenda tunggal pelantikan Presiden Joko Widodo. Video tersebut dipilih karena memiliki konteks yang dapat melengkapi analisis pidato pelantikan Presiden Joko Widodo.

Pada video tersebut, pidato pelantikan Presiden Joko Widodo memiliki durasi 11:02. Video tersebut disimak dengan metode simak. Setelah itu, pidato dalam video tersebut ditranskripsi secara ortografis dengan teknik catat. Untuk validitas data, transkripsi pidato yang dilakukan oleh sekretariat negara (setneg)

(12)

12 dan sekretariat kabinet (setkab) dikumpulkan dan dibandingkan hasil transkripsinya. Transkripsi pidato tersebut didapat dari laman http://www.set neg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=8267&Itemid=26 (setneg) dan http://setkab.go.id/pidato-presiden-joko-widodo-pada-pelantikan- presiden-dan-wakil-presiden-republik-indonesia-di-gedung-mpr-senayan-jakarta-20-oktober-2014/ (setkab) pada 22 Agustus 2015 pukul 08.00—09.00 WIB.

Pidato pelantikan Presiden Joko Widodo yang telah ditranskripsi berisi 58 tuturan. Namun demikian, yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah 51 tuturan. Hal tersebut disebabkan ada tuturan yang berulang, seperti sapaan di antara bagian pidato.

Pidato pelantikan presiden lain juga dikumpulkan untuk melengkapi analisis data dalam penelitian ini. Pidato yang dikumpulkan adalah pidato pelantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 20 Oktober 2004 dan 20 Oktober 2009 yang didapatkan melalui laman Perpustakaan Nasional http://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/speech/?box=detail&id=62&from_box=list_245&hlm=1 &search_tag=&search_keyword=&activation_status=&presiden_id=6&presiden= sby. Pemilihan kedua pidato tersebut disebabkan Pemilu Presiden RI yang dilaksanakan secara langsung oleh rakyat baru dilakukan tiga kali, yaitu 2004, 2009, dan 2014. Dengan demikian, pemilihan pidato dibatasi pada kemiripan konteks, yaitu pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat. Selanjutnya, pidato pelantikan Presiden Joko Widodo disebut sebagai data primer, sedangkan pidato pelantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004 dan 2009 disebut sebagai data sekunder.

(13)

13 Pada tahap analisis data, metode yang digunakan adalah metode padan pragmatis. Metode padan pragmatis adalah metode dengan alat penentu mitra tutur. Teknik yang digunakan adalah teknik baca markah. Teknik baca markah adalah teknik analisis data dengan cara “membaca pemarkah” dalam suatu satuan satuan kebahasaan tertentu. Dengan demikian, pemarkah dalam tuturan-tuturan Presiden Joko Widodo dianalisis untuk menentukan identitas tuturan tersebut. Tuturan dalam pidato pelantikan presiden lain juga dianalisis untuk melengkapi analisis pada data tertentu.

Dalam menentukan struktur, pidato pelantikan Presiden Joko Widodo diklasifikasikan ke dalam bagian-bagian, seperti contoh berikut.

(1) Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh (2) Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semuanya (3) Om Swastiastu

(4) Namo Buddhaya

Tuturan (1)—(4) merupakan bagian dari pembukaan pidato pelantikan Presiden Joko Widodo. Pembukaan pidato biasa menyajikan salam pembuka, penghormatan kepada hadirin, dan pengantar isi. Salam adalah tuturan kesantunan penutur kepada mitra tutur yang bertujuan untuk menghormati dan mendoakan. Salam pada tuturan (1)—(4) merupakan tuturan dalam berbagai agama. Hal tersebut disebabkan pidato ini ditujukan untuk rakyat Indonesia yang memeluk berbagai agama. Dengan demikian, tuturan salam ini dilakukan untuk menghormati dan mendoakan seluruh rakyat Indonesia.

(14)

14 Dalam mengidentifikasi tindak tutur, setiap tuturan dibaca pemarkahnya dan dianalisis berdasarkan jenis, strategi, fungsi tindak tutur, dan faktor sosial yang memengaruhi tindak tutur.

(5) ... kita tidak akan pernah betul-betul merdeka tanpa kerja keras.

(6) Saya juga mengajak seluruh lembaga negara untuk bekerja dengan semangat yang sama dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing.

Tuturan (5) dan (6) merupakan realisasi tindak tutur direktif yaitu mengajak. Melalui tuturan (5), Presiden Joko Widodo mengajak bangsa Indonesia untuk bekerja keras agar bangsa Indonesia benar-benar merdcka. Hal yang sama juga ditemukan pada tuturan (6). Presiden Joko Widodo mengajak lembaga negara untuk bekerja yang dapat dilihat dari penggunan verba mengajak. Penggunaan verba tersebut mengeksplisitkan perintah tegas dari Presiden Joko Widodo. Tuturan-tuturan di atas sangat erat kaitannya dengan faktor sosial yang ada, misalnya faktor bentuk dan isi tuturan (act sequences). Kedua tuturan tersebut merupakan tindak direktif yang diwujudkan dengan bentuk yang berbeda, yaitu melalui kalimat deklaratif dan kalimat imperatif yang digunakan dengan maksud-maksud tertentu. Hal lain yang juga memengaruhi tindak tutur adalah latar, peserta tutur, tujuan tuturan, cara tuturan, sarana tuturan, norma, dan bentuk wacana.

Tuturan Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya juga dianalisis berdasarkan fungsi bahasa menurut Jakobson. Hal tersebut dilakukan untuk menentukan fungsi pidato pelantikan Presiden Joko Widodo.

(15)

15 (7) Baru saja kami, Jokowi dan JK, mengucapkan sumpah. Sumpah itu memiliki makna spiritual yang amat dalam, yang menegaskan komitmen untuk bekerja keras mencapai kehendak kita bersama sebagai bangsa yang besar.

Pada tuturan (7) pidato Presiden Joko Widodo memiliki fungsi emotif berjanji. Melalui tindak tutur yang diwujudkan dalam tuturan (7), Joko Widodo secara implisit menyatakan komitmennya untuk bekerja agar cita-cita Indonesia dapat terwujud. Fungsi tersebut dibutuhkan karena pidato pelantikan merupakan pidato pertama seorang presiden terpilih. Dengan demikian, Joko Widodo yang baru terpilih memberikan janji dan keyakinan kepada rakyat Indonesia yang telah memilihnya sebagai seorang presiden.

Tahap terakhir penelitian ini adalah penyajian hasil analisis data yang dilakukan dengan metode formal dan informal. Data yang telah dianalisis dideskripsikan dengan menggunakan kata-kata biasa (a natural language). Selain itu, hasil analisis data juga ditampilkan dalam tabel.

1.9 Sistematika Penyajian

Penelitian ini disajikan dalam lima bab. Bab pertama berisi latar belakang masalah, ruang lingkup penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab kedua berisi struktur wacana pidato pelantikan Presiden Joko Widodo. Bab ketiga berisi identifikasi tindak tutur pidato pelantikan Presiden Joko Widodo, yaitu jenis tindak tutur, strategi tindak tutur, fungsi tindak tutur, dan faktor sosial yang memengaruhi tindak tutur tersebut. Bab keempat berisi fungsi pidato pelantikan Presiden Joko Widodo. Bab kelima berisi kesimpulan dan saran.

(16)

16 Penomoran data dalam penelitian ini dilakukan dengan sistem berlanjut dari awal hingga akhir analisis. Data yang pertama kali muncul diberi nomor data (1), kemudian data berikutnya diberi nomor data (2), dan seterusnya. Apabila terjadi pengulangan, data yang berulang tersebut akan tetap ditulis dengan nomor data saat awal kemunculannya, misalnya data nomor (1) yang muncul kembali tetap diberi nomor data (1). Beberapa analisis data dilengkapi dengan data sekunder dari pidato pelantikan Presiden SBY. Pemberian nomor data sekunder tersebut mengikuti nomor data primer yang kemudian diberi identitas, misalnya data primer nomor (1) dilengkapi dengan analisis data sekunder nomor (1a).

Gambar

Tabel 1. Strategi Tindak Tutur

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga begitu banyak upaya yang dapat dilakukan yaitu mengiventariasi Ruang terbuka hijau privat dan publik untuk dapat diketahui seberapa besar daya serap karbon dalam

• For R2-Central's Fa0/0 interface, use the highest usable address on the existing student LAN subnet and connect it to the Fa0/24 interface on S1-Central. • For hosts 1A and 1B,

Tabel 4.1 Isi Komunikasi dalam Forum Diskusi Online 45 Tabel 4.2 Daftar Pencarian Informasi e-WOM Mengenai

Berikut dapat dilihat proses pengambilan data mini thermo dan peletakkan sensor LM35 pada motor produksi pada gambar 4.2 berikut. Gambar 4.2 Sensor LM35 berbasis

Dari beberapa platform media sosial yang digunakan oleh Tanifund terlihat dengan jelas bahwa Tanifund menggunakan berbagai jenis media sosial untuk mempromosikan, sekaligus

Penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk memenuhi syarat kelulusan dalam gelar Sarjana (S-1) Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

ELEMEN KELEMAHAN SYOR / CADANGAN PENAMBAHBAIKAN  Buku Rekod Keluar / Masuk Kad Touch ’n Go hendaklah diselenggara dengan lengkap dan kemas kini mengikut

Dari hasil tabel diatas dapat dilihat bahwa secara keseluruhan pengelolaan sumber daya manusia pada sektor formal lebih baik dibandingkan dengan sektor informal, selain